• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISTILASI UAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DISTILASI UAP"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

DISTILASI UAP TUJUAN

• Mengisolasi minyak atsiri dari bahan alam

• Mengisolasi minyak daun cengkeh dari daun cengkeh kering • Memurnikan hasil isolasi minyak atsiri

• Mengidentifikasi komponen senyawa dalam minyak daun cengkeh dengan metoda kromatografi lapis tipis

TINJAUAN PUSTAKA

Metode distilasi uap berupa metode penyulingan dengan bantuan uap air. Distilasi uap adalah pendidihan cairan yang diikuti pendinginan uap sehingga terjadi cairan kembali. Cairan yang terbentuk diembunkan di tempat lain. Dalam hal ini, distilasi tidak dapat dilakukan begitu saja karena minyak atsiri dalam tanaman tidak bebas (berada dalam jaringan tanaman). Sehingga distilasi membutuhkan pertolongan uap air. Distilasi uap menggunakan uap panas yang dimasukkan ke dalam alat distilasi dengan tekanan dan sering berupa uap tak jenuh (Koensoemardiyah, 2010).

Prinsip destilasi uap adalah melibatkan kodestilasi campuran air dan senyawa organik yang mudah menguap dan tidak bercampur dengan air. Salah satu keuntungan isolasi minyak atsiri dengan menggunakan destilasi uap diantaranya penetrasi uap ke dalam sel-sel tanaman cukup baik dan membagi uap lebih merata ke seluruh bagian ketel. Selama proses destilasi berlangsung, uap air masuk menembus jaringan material dan melarutkan sebagian minyak yang ada di dalam sel. Uap air menembus dengan cara osmosis yang mengakibatkan pembengkakan membran dan akhirnya minyak sampai pada permukaan. Kemudian minyak langsung diuapkan bersama dengan uap air. Proses ini berlangsung sampai semua minyak di dalam sel keluar (Sudjadi, 1992).

Minyak atsiri merupakan jenis minyak nabati. Karakteristik fisiknya berupa cairan kental yang dapat disimpan pada suhu ruang. Bahan baku minyak ini diperoleh dari berbagai bagian tanaman seperti daun, bunga, buah, biji, kulit biji, batang, akar, atau rimpang. Salah satu ciri utama minyak atsiri yaitu mudah menguap dan beraroma khas (Rusli, 2010).

Cengkeh termasuk suku Myrtaceae yang banyak ditanam di beberapa negara termasuk Indonesia. Tanaman ini berpotensi sebagai penghasil minyak atsiri. Minyak cengkeh dapat diperoleh dari bunga cengkeh (Clove Oil), gagang bunga cengkeh (Clove Steam Oil) dan dari daun cengkeh (Clove Leaf Oil). Kandungan minyak atsiri dalam bunga cengkeh mencapai 21,3% dengan kadar eugenol 78-95%, dari gagang bunga mencapai 6% dengan kadar eugenol 89-95%, dan dari daun cengkeh mencapai 2-3% dengan kadar eugenol 80-85% (Hadi, 2012).

Kandungan utama dari minyak cengkeh yakni eugenol, sebesar dari 70% sampai lebih dari 90% dalam bentuk bebas. Selain itu terdapat kandungan kariofillen 5-12%.

(2)

2-3% minyak mengandung eugenol asetat. Kandungan lainnya yaitu oksida kariofillen, metil salisilat, metil-n-amil keton, metil alkohol, metil-n-heptil keton, metil-n-amil karbinol, furfuril alkohol, benzil alkohol, dan vanilin (Guenther, 1990).

Kromatografi lapis tipis berprinsip di mana suatu analit bergerak melintasi lapisan fase diam, di bawah pengaruh fase gerak, yang bergerak melalui fase diam oleh kerja kapiler. Jarak pemindahan oleh analit tersebut ditentukan oleh afinitas relative untuk fase diam vs fase gerak. System yang paling sering digunakan adalah pelat kaca/plastic yang dilapisi dengan gel silica. Semakin polar suatu senyawa fasa gerak, semakin besar mengadsorpsi (partisi ke dalam) fase diam gel silica, semakin sedikit waktu yang dibutuhkan fase gerak untuk bergerak menaiki pelat sehingga semakin pendek jarak tempuh senyawa tersebut menaiki pelat dalam waktu tertentu (Watson, 2005).

Sampel diteteskan di dekat salah satu sisi pelat dalam bentuk larutan dengan jumlah kecil. Noda sampel dikeringkan dan sisi plat dicelupkan ke dalam fase gerak yang sesuai. Pelarut bergerak naik di sepanjang lapisan tipis zat padat di atas pelat, dan bersamaan dengan pergerakan pelarut tersebut, zat terlarut sampel dibawa dengan laju yang tergantung pada kelarutan zat terlarut tersebut dalam fasa bergerak dan interaksinya dengan zat padat (Day, 1980).

METODE PERCOBAAN

• ALAT DAN SKEMA ALAT

Alat-alat yang dibutuhkan dalam percobaan ini meliputi seperangkat alat distilasi uap (labu leher tiga, generator uap, pendingin lurus/pendingin Liebig), alat UV, Erlenmeyer, gelas beker, corong gelas, corong pisah, bejana pengembang, dan pipa kapiler.

Skema alat:

• BAHAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi sampel minyak daun cengkeh, petroleum eter, larutan NaCl jenuh, Na SO₂ ₄ anhydrous, akuades, plat KLT, methanol, dan heksana.

(3)

• CARA KERJA  Distilasi Uap

Sampel minyak daun cengkeh dimasukkan ke dalam labu distilasi, kemudian dialiri uap ke dalam system distilasi. Distilasi dilakukan selama kurang lebih 2 jam. Distilat yang diperoleh terdiri dari dua lapisan. Minyak daun cengkeh dipisahkan dengan menggunakan corong pisah, dan ditambahkan beberapa tetes larutan NaCl jenuh. Kemudian hasil ekstraksi dikeringkan dengan penambahan Na SO anhydrous dan volume yang₂ ₄ diperoleh diukur.

 Kromatografi Lapis Tipis

Pada plat TLC diberi tanda garis dengan pensil, 1 cm pada ujung atas dan bawah plat TLC tersebut. Diambil sebagian kecil minyak daun cengkeh dengan pipa kapiler yang telah diruncingkan, lalu ditotolkan pada plat TLC di bagian bawahnya. Kemudian dimasukkan eluen ke dalam bejana dengan perbandingan tertentu (eluen merupakan campuran heksana dan methanol) dan plat TLC dimasukkan ke dalamnya dalam posisi tegak. Eluen dibiarkan naik sampai batas akhir (diberi tanda pensil). Setelah itu, plat TLC diambil dan dibiarkan eluen hilang dari plat TLC (diangin-anginkan). Lalu bercak noda yang terbentuk diamati dengan menggunakan alat UV.

HASIL DAN PEMBAHASAN • HASIL PERCOBAAN

 Distilasi Uap

o Wujud : cair

o Warna: bening

o Bau : minyak cengkeh

o Volume o Distilasi 1 : 2,0 ml o Distilasi 2 : 6,3 ml o Vol. total : 8,3 ml o Berat : 8,295 gram o %hasil: 16,6%  Kromatografi Lapis Tipis

(4)

Eluen Nilai Rf

Sebelum Sesudah

Etil asetat : n-hexana = 1:1

Rf = 0,62₁

Rf = 0,96₂ Rf = 0,96 Etil asetat : n-hexana =

1:4 Rf = 0,44 Rf = 0,85

Etil asetat : n-hexana = 4:1

Rf = 0,76₁

Rf = 0,94₂ Rf = 0,92

• PEMBAHASAN

Distilasi Uap

Pada percobaan ini bertujuan untuk mengisolasi eugenol dari minyak daun cengkeh, di mana digunakan metode distilasi uap. Penggunaan distilasi uap di sini karena eugenol diketahui memiliki titik didih yang tinggi yakni mencapai 253 C, sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan metode⁰ distilasi sederhana. Sehingga penggunaan distilasi uap ini dikarenakan metode ini dapat digunakan untuk memisahkan campuran senyawa yang memiliki titik didih mencapai 200 °C atau lebih. Distilasi uap ini dapat menguapkan senyawa tersebut dengan suhu mendekati 100 °C dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap panas. Sifat yang fundamental dari distilasi uap adalah dapat mendestilasi campuran senyawa di bawah titik didih dari masing-masing senyawa campurannya. Dikarenakan secara umum tekanan uap senyawa organic lebih besar dari 10 mmHg pada 100 C maka akan lebih efektif jika⁰ dipisahkan dengan cara distilasi uap.

Pada proses distilasi uap ini, sampel didihkan dengan cara mengalirkan uap panas ke dalam labu leher tiga. Uap panas ini berasal dari air yang didihkan pada generator uap yang letaknya terpisah dengan system distilasi dan dihubungkan dengan selang ke labu leher tiga. Air dalam generator uap akan menguap dan memiliki tekanan uap yang tinggi dan biasanya merupakan uap tak jenuh. Uap panas inilah yang kemudian disalurkan ke dalam labu leher tiga yang telah berisi minyak daun cengkeh.

Minyak daun cengkeh yang menguap kemudian akan terkondensasi menjadi cairan kembali. Proses kondensasi ini menggunakan bantuan pendingin Liebig pada system distilasi ini. Pending Liebig merupakan pendingin yang menggunakan bantuan air yang dialirkan secara terus menerus. Air untuk pendingin ini dialirkan masuk dari bawah ke atas pendingin. Hal ini dikarenakan jika air berasal dari arah yang berlawanan (atas ke bawah), maka air di dalam

(5)

pendingin tidak dapat memenuhi seluruh bagian pendingin, sehingga pendinginan tidak berlangsung sempurna. Sehingga, air pendingin harus masuk dari bawah ke atas agar pendingin terisi penuh dan tidak terbentuk gelembung udara dalam tabung, sehingga proses pendinginan dapat berlangsung sempurna.

Distilat yang diperoleh setelah proses distilasi selama kurang lebih 2 jam kemudian diekstraksi. Hal ini perlu dilakukan karena minyak daun cengkeh yang sebelumnya berada di dalam labu leher tiga yang dialiri uap air dengan tekanan tinggi mengakibatkan senyawa yang terlarutkan oleh uap air akan berikatan dengan uap air. Sehingga uap yang mengalir menuju pendingin Liebig untuk dikondensasi merupakan campuran dari uap air dan uap senyawa tersebut. Oleh sebab itu, distilat yang diperoleh masih bukan merupakan eugenol murni, melainkan campuran air dan eugenol. Pemilihan metode ekstraksi cair-cair karena antara eugenol dan air memiliki perbedaan kelarutan. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa metode ekstraksi dengan menggunakan corong pisah ini didasarkan pada pemisahan senyawa tertentu dalam sampel berdasarkan kelarutan dalam pelarut yang memiliki perbedaan fasa.

Distilat yang dimasukkan ke corong pisah kemudian ditambahkan larutan NaCl jenuh 1-2 ml. Penambahan NaCl jenuh berfungsi sebagai “salting out” senyawa organik. Artinya, jika suatu senyawa yang terlarut dalam air mempunyai nilai Kd lebih kecil dari satu, maka dapat diperkirakan sedikitnya komposisi senyawa organic yang dihasilkan dalam ekstraksi. Oleh sebab itu, penambahan NaCl jenuh dapat mengubah Kd (koefisien distribusi) senyawa organic tersebut antara pelarut organic dengan air menjadi lebih besar. Dengan adanya NaCl jenuh yang merupakan larutan elektrolit tinggi dapat mengurangi kekuatan air dalam berkompetisi pada proses ekstraksi, sehingga berlaku hukum aksi massa. Oleh sebab itu, dapat dihasilkan senyawa organic (eugenol) yang lebih banyak.

Senyawa yang telah dimasukkan ke corong pisah kemudian dikocok dahulu. Maksud pengocokan ini yakni untuk membuat dua fase larutan tercampur. Selain itu juga mengakibatkan terjadinya distribusi larutan ke dalam fasa organik dan fasa air, di mana pengocokan ini dapat memperbesar luas permukaan untuk membantu proses distribusi larutan pada kedua fasa.

Saat proses pengocokan berlangsung, sesekali corong dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan tekanan uap yang berlebihan dalam corong. Hal ini perlu dilakukan karena kelebihan tekanan gas dapat menyebabkan terjadinya ledakan pada corong pisah. Corong pisah kemudian didiamkan beberapa menit, yang bertujuan agar pemisahan antara dua fase dapat berlangsung sempurna.

Eugenol yang telah diperoleh kemudian ditambahkan Na SO₂ ₄ anhidrous. Na SO anhidrous merupakan ₂ ₄ serbuk putih, yang bertujuan agar sisa-sisa air dalam eugenol dapat diikat oleh Na2SO4 ini. Sehingga hasil yang diperoleh diharapkan merupakan eugenol murni yang tidak mengandung air. Hal tersebut dapat terjadi karena sifat Na SO anhidrous yang higroskopis dan₂ ₄

(6)

berfungsi sebagai pengering. Adanya proses pengikatan air oleh Na2SO4 ditandai dengan adanya gumpalan-gumpalan putih yang berada di dasar gelas, sampai Na SO ₂ ₄anhidrous tidak larut.

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh volume eugenol dengan bentuk cair dan bening, serta berbau seperti minyak cengkeh. Sedangkan volume eugenol yang didapat dari 50 ml minyak daun cengkeh yaitu 8,3 ml dengan berat 8,8395 gram. Sehingga % hasilnya diperoleh 16,6%.

Kromatografi Lapis Tipis

Pada percobaan identifikasi komponen dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT), yang mana metode ini merupakan metode pemisahan berdasarkan pada perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan, di mana memiliki dua komponen utama, yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa diam merupakan fasa yang diam dan tidak bergerak dalam sebuah sistem, sedangkan fasa gerak adalah fasa yang melalui lapisan yang menyelubungi permukaan fasa diam.

Fase diam yang digunakan pada percobaan ini yakni pelat berukuran 2x7 cm yang disebut plat TLC. Plat TLC ini mengandung jel silika yang merupakan bentuk dari silikon dioksida (silika). Sedangkan fase gerak yang digunakan yakni campuran larutan etil asetat dan n-heksana dengan perbandingan tertentu. Variasi perbandingan tersebut bertujuan agar diperoleh larutan etil asetat dan n-heksana yang memiliki polaritas yang sesuai dengan yang dibutuhkan untuk identifikasi sampel, mulai dari yang polaritasnya rendah sampai tinggi.

Awalnya plat TLC dibuat pembatas berupa garis 0,5 cm dari bawah dan atas menggunakan pensil. Fungsi penandaan garis untuk menunjukkan posisi awal dan akhir dari pergerakan eluen. Pada plat lalu diteteskan sedikit sampel dan ditempatkan dalam gelas pengembang (chamber) yang berisi campuran larutan etil asetat dan n-heksana dengan perbandingan yang bervariasi, kemudian ditutup. Alasan menutup gelas pengembang (chamber) untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas pengembang terjenuhkan oleh uap dari pelarut yang dapat mencegah penguapan pelarut.

Ketika pelarut mulai membasahi plat, pelarut akan melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis dasar. Senyawa akan cenderung bergerak pada plat kromatografi sebagaimana halnya pergerakan pelarut. Kecepatan senyawa-senyawa bergerak ke atas bagian plat tergantung pada kelarutan senyawa tersebut dalam pelarut.

Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat (terjerap) pada jel silika lebih kuat dibanding senyawa lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan. Terdapat perbedaan bahwa ikatan hidrogen pada tingkatan yang sama dan dapat larut dalam pelarut pada tingkatan yang sama pula. Hal ini tidak hanya merupakan

(7)

atraksi antara senyawa dengan jel silika saja, melainkan atraksi antara senyawa dan pelarut juga. Hal ini akan mempengaruhi bagaimana mudahnya senyawa tertarik pada larutan keluar dari permukaan silika.

Dalam metode ini berlaku prinsip “like dissolve like”, artinya polar menyukai yang polar dan tak polar menyukai tak polar. Dalam hal ini, komponen yang polar akan mengikat lebih kuat komponen yang relatif polar, sedangkan komponen yang tak polar akan mengikat lebih kuat komponen-komponen yang juga tak polar.

Untuk mengetahui bentuk noda pada plat TLC tidak dapat diamati dengan mata telanjang. Namun, harus menggunakan bantuan sinar UV. Sinar ini dapat melihat noda hitam yang terbentuk pada plat, karena sinar UV memiliki panjang gelombang yang pendek dan dengan frekuensi yang tinggi, di mana pada kondisi tersebut sinar UV mempunyai energi kimia yang dapat memendarkan barium platinasianida, dan dapat menghitamkan plat foto. Pada percobaan ini digunakan sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm.

Jika telah diketahui bentuk nodanya, baru kemudian dapat ditentukan nilai Rf (retardation factor) dari masing-masing senyawa yang terpisah. Rf merupakan suatu ukuran pemisahan yang terjadi pada teknik KLT ini. Nilai Rf yang baik jika Rf nya mendekati 1, karena pada nilai tersebut pemisahan terjadi secara sempurna di mana komponen yang diinginkan akan lebih mengikuti fasa gerak sehingga lebih cepat mencapai ujung plat TLC.

Berdasarkan hasil percobaan dengan perbandingan eluen etil asetat dan n-heksana 1:1 diperoleh nilai Rf sebelum diisolasi yakni 0,62 dan 0,96, sedangkan setelah diisolasi yakni 0,96. Pada perbandingan eluen etil asetat dan n-heksana 1:4 diperoleh nilai Rf sebelum diisolasi yakni 0,44 dan setelah diisolasi yakni 0,85. Pada perbandingan eluen etil asetat dan n-heksana 4:1 diperoleh nilai Rf sebelum diisolasi yakni 0,76 dan 0,94, sedangkan setelah diisolasi yakni 0,92.

Data di atas memperlihatkan bahwa nilai Rf saat sebelum diisolasi rata-rata lebih dari satu (berarti nodanya lebih dari satu). Hal ini menyatakan bahwa sampel sebelum diisolasi masih mengandung banyak senyawa, sehingga banyak noda yang terbentuk. Sementara itu, sampel setelah diisolasi hanya mengandung eugenol, jadi hanya membentuk satu noda saja.

Factor utama yang menyebabkan besar kecilnya nilai Rf yakni perbedaan perbandingan komposisi senyawa eluen karena pada setiap campuran perbandingan akan mengubah jenis kepolaran pada eluen. Dikarenakan nilai Rf yang baik adalah mendekati 1, sehingga berdasarkan hasil percobaan diketahui pada perbandingan eluen 1:1 pemisahan berlangsung sempurna, dengan nilai Rf setelah diisolasi yakni 0,96. Akan tetapi, seharusnya perbandingan eluen yang sesuai yakni 1:4, di mana pada eluen tersebut lebih bersifat non polar karena

(8)

komposisi n-heksana lebih banyak. Padahal setelah diisolasi sampel merupakan eugenol murni yang bersifat non polar, sehingga seharusnya eugenol akan lebih mudah dipisahkan dengan pelarut non polar juga. Ketidaksesuaian ini terjadi mungkin karena saat pengambilan plat TLC dari chamber eluen belum atau telah melewati batas atas plat, sehingga noda yang terbentuk tidak sesuai yang seharusnya.

KESIMPULAN

• Salah satu cara mengisolasi minyak atsiri yakni dengan distilasi, di mana terdiri dari distilasi sederhana, distilasi fraksionasi, distilasi uap, dan distilasi vakum • Isolasi minyak daun cengkeh dapat dilakukan dengan metode distilasi uap, yakni

pendidihan sampel yang diikuti pendinginan uap

• Pemurnian hasil isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan ekstraksi pelarut dengan menggunakan corong pisah yang berdasar perbedaan kelarutan

• Kromatografi lapis tipis dapat digunakan sebagai pengidentifikasi komponen minyak daun cengkeh dengan menggunakan prinsip “like dissolve like”

DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A, 1980, Analisis Kimia Kuantitatif, PT. Gelora Aksara Pratama, Jakarta. Guenther, E., 1990, Minyak Atsiri, jilid IV B, UI Press, Jakarta.

Hadi, S., 2012, Pengambilan Minyak Atsiri Bunga Cengkeh (Clove Oil) Menggunakan Pelarut n-Heksana dan Benzena, Jurnal Bahan Alam Terbarukan, Vol 1 (2), Hal 25-30. Koensoemardiyah, 2010, A to Z Minyak Atsiri, Lily Publisher, Yogyakarta.

Rusli, M. S., 2010, Sukses Memproduksi Minyak Atsiri, PT Agro Media Pustaka, Jakarta.

Sudjadi, 1988, Metode Pemisahan, Edisi Pertama, Kanisius, Yogyakarta.

Watson, D., 2005, Analisis Farmasi, Edisi Kedua, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Pemisahan komponen senyawa ekstrak etanol 96 % daun Anak Dara secara kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan fase diam silika gel GF254 dan campuran fase gerak

Manfaat yang diperoleh dari identifikasi senyawa obat Piroksikam dalam. sediaan padat obat tradisional dengan metode kromatografi lapis tipis

Proses analisis dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) karena KLT merupakan teknik yang efektif untuk melakukan pemisahan secara.. cepat dan

Komponen kimia dalam fraksi teraktif diidentifikasi melalui skrining fitokimia dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi gas-spektrometer massa

Identifikasi metabolit sekunder dan uji aktifitas antioksidan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) terhadap ekstrak metanol umbi suweg menunjukkan adanya

Pemisahan parasetamol, Vitamin C, teofilin dan kofein dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) berdasarkan kecepatan partisi dan adsorbsi dari zat uji ke

Pada penelitian ini, dilakukan identifikasi Sildenafil sirat dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT)dimana noda ekstrak yang ada pada lempeng KLT menunjukkan

Dari beberapa metode yang sudah dilakukan di penelitian terdahulu, Identifikasi yang dipilih dalam penelitian ini menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis KLT, untuk menentukan