• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi jika salah satu unsur lalu lintas tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi jika salah satu unsur lalu lintas tidak berfungsi sebagaimana mestinya."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda (UU RI No. 22 Tahun 2009). Kecelakaan terjadi jika salah satu unsur lalu lintas tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Kriteria korban kecelakaan lalu lintas menurut Jasa Marga yaitu :

1. Luka ringan (Slight Injury) adalah korban kecelakaan lalu lintas yang tidak mengalami luka atau keadaan yang membahayakan jiwa korban, dan korban tidak memerlukan pertolongan atau perawatan lebih lanjut di rumah sakit. Luka ringan tersebut meliputi: a. Luka bakar pada tubuh korban kurang dari 15%.

b. Luka lecet dengan pendarahan sedikit tapi penderita masih sadar. c. Keseleo dari anggota badan yang ringan dan tanpa komplikasi.

d. Penderita tersebut dalam keadaan sadar tidak pingsan atau muntah-muntah.

2. Luka berat (Serious Injury) adalah korban kecelakaan dengan kondisi membahayakan jiwa korban dan memerlukan pertolongan atau perawatan lebih lanjut di rumah sakit. Luka berat tersebut meliputi:

a. Luka bakar pada badan korban dengan luas sama atau lebih dari 25%.

b. Luka yang menyebabkan penderita menurun kondisinya, seperti luka yang terjadi pada kepala dan leher.

c. Patah tulang anggota badan dengan komplikasi, dan disertai oleh rasa sakit dan pendarahan yang serius.

(2)

e. Benturan atau luka pada badan penderita yang menyebabkan kerusakan alat-alat bagian dalam, seperti: dada, perut, usus, kantung kemih, ginjal, limpa, hati, tulang belakang, dan leher.

3. Meninggal dunia (Fatal Injury) adalah keadaan di mana korban kecelakaan lalu lintas mengalami kematian secara fisik. Korban meninggal dunia akibat tabrakan di jalan adalah korban kecelakaan lalu lintas yang meninggal di lokasi kejadian, atau meninggal di rumah sakit dalam rentang waktu 24 jam dari saat tabrakan terjadi.

II.2 Karakteristik Kecelakaan

Kecelakaan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor. Secara garis besar kecelakaan diklasifikasikan berdasarkan tipe kecelakaan, korban kecelakaan, kondisi kendaraan saat kecelakaan, kendaraan terlibat kecelakaan, waktu kecelakaan (hari dan jam), cuaca saat kecelakaan terjadi, lokasi kecelakaan, tipe tabrakan, jenis kendaraan dan penyebab kecelakaan (Aldian Satiagraha,2009). Dan dalam penentuan karakteristik kecelakaan pada penelititan ini adalah karakteristik kecelakaan berdasarkan lokasi kecelakaan, jenis tabrakan/jenis kecelakaan, tingkat kecelakaan, dan jenis kendaraan yang terlibat. Klasifikasi kecelakaan yang dipakai PT. Jasa Marga (Persero) dalam Aldian Satiagraha (2009) adalah : 1. Berdasarkan tingkat kecelakaan, berdasarkan tingkat kecelakaannya maka kecelakaan

dibagi dalam empat golongan yaitu :

1) kecelakaan sangat ringan (damage only) : kecelakaan yang hanya mengakibatkan kerusakan/korban benda saja.

2) kecelakaan ringan : kecelakaan yang mengakibatkan korban luka ringan. 3) kecelakaan berat : kecelakaan yang mengakibatkan korban luka berat. 4) kecelakaan fatal : kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia.

(3)

a) korban luka ringan

Adalah kecelakaan yang mengakibatkan korban mengalami luka–luka yang tidak membahayakan jiwa dan tidak memerlukan pertolongan lebih lanjut dari rumah sakit. b) korban luka berat

Adalah kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban mengalami luka- luka yang dapat membahayakan jiwa dan memerlukan pertolongan/perawatan lebih lanjut di rumah sakit.

c) korban meninggal dunia

Adalah kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban jiwa/meninggal dunia. 3. Berdasarkan faktor penyebab kecelakaan, kecelakaan disebabkan beberapa faktor yaitu

faktor pengemudi, faktor kendaraan, faktor jalan dan faktor lingkungan.

4. Berdasarkan waktu kecelakaan, jenis kecelakaan ini ditetapkan menurut satu periode waktu tertentu.

5. Berdasarkan lokasi terjadinya kecelakaan

a) Lokasi jalan lurus 1 lajur, 2 lajur maupun 1 lajur searah atau berlawanan arah b) Tikungan jalan

c) Persimpangan jalan

6. Berdasarkan jenis kendaraan, sesuai dengan penggolongan kendaraan yang diterapkan oleh pengelola jalan yaitu golongan I, golongan IIa, dan golongan IIb dengan jenis-jenis kendaraan seperti : sedan, jeep, pick up, mini bus, bus sedang, bus besar 2 as, bus besar > 3 as, truk kecil, truk besar 2 as, truk besar > 3 as, truk trailer dan truk gandeng.

7. Berdasarkan cuaca saat kejadian kecelakaan, menurut cuaca diklasifikasikan atas cerah, mendung, berkabut, berdebu, berasap, gerimis, dan hujan lebat.

8. Berdasarkan jenis kecelakaan yang terjadi, diklasifikasikan atas beberapa tabrakan, yaitu depan-depan, depan-belakang, tabrakan sudut, tabrakan sisi, lepas kontrol, tabrak lari,

(4)

tabrak massal, tabrak pejalan kaki, tabrak parkir, dan tabrakan tunggal. Dimana PT Jasa Marga mengelompokkan jenis tabrakan yang melatarbelakangi terjadinya kecelakaan lalu lintas menjadi :

a) Tabrakan depan – depan

Adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang tengah melaju dimana keduanya saling beradu muka dari arah yang berlawanan, yaitu bagian depan kendaraan yang satu dengan bagian depan kendaraan lainnya.

b) Tabrakan depan – samping

Adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang tengah melaju dimana bagian depan kendaran yang satu menabrak bagian samping kendaraan lainnya.

c) Tabrakan depan – belakang

Adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang tengah melaju dimana bagian depan kendaraan yang satu menabrak bagian belakang kendaraan di depannya

dan kendaraan tersebut berada pada arah yang sama. d) Tabrakan samping – samping

Adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang tengah melaju dimana bagian samping kendaraan yang satu menabrak bagian yang lain.

e) Menabrak penyeberang jalan

Adalah jenis tabrakan antara kendaraan yang tengah melaju dan pejalan kaki yang sedang menyeberang jalan.

f) Tabrakan sendiri

Adalah jenis tabrakan dimana kendaraan yang tengah melaju mengalami kecelakaan sendiri atau tunggal.

(5)

Adalah jenis tabrakan dimana kendaraan yang tengah melaju menabrak mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang melibatkan lebih dari dua kendaraan secara beruntun. h) Menabrak obyek tetap

Adalah jenis tabrakan dimana kendaraan yang tengah melaju menabrak obyek tetap dijalan.

Tabel 2.1 Klasifikasi Kecelakaan Berdasarkan Posisi Terjadinya

Gambar / Lambang Klasifikasi Keterangan / Keterangan

Tabrak Depan

Tabrak Belakang

Tabrak Samping

Tabrak Sudut

Kehilangan Kontrol

•Terjadi pada jalan lurus yang berlawanan arah.

•Terjadi pada satu ruas jalan searah

•Pengereman mendadak

•Jarak kendaraan yang tidak terkontrol

•Terjadi pada jalan lurus dan searah

•Pelaku menyiap kendaraan

•Terjadi pada jalan lurus lebih dari 1 lajur dan pada persimpangan jalan

•Kendaraan yang mau menyiap

•Tidak tersedia pengaturan lampu lalu lintas atau rambu-rambu pada persimpangan jalan

•Mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi

•Terjadi pada saat pengemudi kehilangan konsentrasi

•Kendaraan mengalami hilang kendali

(6)

II.3 Faktor – Faktor Penyebab Kecelakaan

Lalu lintas ditimbulkan oleh adanya pergerakan dari alat-alat angkutan karena adanya kebutuhan perpindahan manusia dan atau barang. Faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan identik dengan unsur-unsur pembentuk lalu lintas yaitu pemakai jalan, kendaraan, jalan, dan lingkungan. Kecelakaan dapat timbul jika salah satu dari unsur tersebut tidak berperan sebagaimana mestinya. Masalah kecelakaan di jalan tol tidak terlepas dari unsur pokok pembentuk lalu lintas yaitu manusia sebagai pengemudi, jalan beserta lingkungannya, dan unsur kendaraan. Ketiga unsur tersebut dalam sistem lalu lintas yang ada harus tumbuh dan berkembang secara seimbang karena apabila salah satu unsur ketinggalan dalam perkembangannya maka akan terjadi kesenjangan yang menjurus kepada terjadinya ketidakseimbangan yang pada akhirnya menjadi penyebab timbulnya kecelakaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa suatu kejadian kecelakaan terjadi akibat dari salah satu faktor atau kombinasi dua faktor penyebab kecelakaan atau lebih. Oder dan Spicer (1976) dalam Pujiastutie (2006), menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas dapat diakibatkan dari situasi – situasi konflik dengan melibatkan pengemudi dengan lingkungan (barangkali kendaraan) dengan peran penting pengemudi untuk melakukan tindakan mengelak/ menghindar sesuatu. Jadi melaksanakan tindakan menghindar dari rintangan, mungkin atau tidak mungkin menyebabkan apa yang disebut dengan kecelakaan.

Dari faktor di atas, faktor penyebab kecelakaan dapat dikelompokkan menjadi 4 faktor yang terdiri dari faktor manusia, kendaraan, jalan dan lingkungan. Interaksi faktor penyebab kecelakaan digambarkan dalam diagram di bawah ini.

(7)

Gambar 2.1 Faktor Penyebab Kecelakaan

(Sumber : Hermariza, 2008)

II.3.1 Faktor Manusia

Menurut analisis data statistik baik di Indonesia maupun di luar negeri, penyebab kecelakaan lalu lintas yang terbesar adalah faktor pengemudi. Mengemudi merupakan pekerjaan yang kompleks sehingga memerlukan pengetahuan dan kemampuan tertentu. Pada saat yang sama, pengemudi harus menghadapi kendaraan dengan berbagai peralatannya dan menerima pengaruh atau rangsangan dari keadaan sekelilingnya. Kelancaran dan keselamatan dalam berkendara tergantung pada kesiapan dan keterampilan pengemudi dalam menjalankan kendaraannya. Faktor manusia sebagai pengemudi kendaraan sangat berperan penting dalam menjalankan kendaraan, dengan mempercepat, memperlambat, dan menghentikan kendaraaan. Hal ini merupakan penyebab utama timbulnya kecelakaan lalu lintas. Beberapa faktor pengemudi yang cenderung menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan lalu lintas antara lain adalah :

a. Pengemudi mabuk (drunk driver); adalah keadaan di mana pengemudi hilang kesadaran karena pengaruh obat-obatan, alkohol, atau narkotika yang dipergunakan pengemudi sebelum ataupun pada saat pengemudi mengemudikan kendaraannya.

b. Pengemudi mengantuk; adalah keadaan dimana pengemudi kurang istirahat (tidur). Faktor Jalan dan Lingkungan Faktor Pengemudi Faktor Kendaraan

(8)

c. Pengmudi kurang terampil (unskilled driver); yaitu keadaan dimana pengemudi kurang dapat memperkirakan kendaraannya, misalnya kemampuan untuk melakukan pengereman, kemampuan untuk menjaga jarak dengan kendaraan di depannya, dan lain-lain.

d. Pengemudi lelah (fatiqued or overly tired driver); adalah keadaan di mana pengemudi terbagi konsentrasinya karena kondisi fisik lelah.

e. Pengemudi tidak mempunyai jarak pandang yang cukup; adalah keadaan di mana pengemudi dengan jarak antara kendaraannya dengan kendaraan di depannya kurang dari jarak pandang henti yang disyaratkan.

f. Pengemudi lengah (emotional or distracted driver); yaitu keadaan dimana pengemudi mengemudikan kendaraannya dalam keadaan terbagi konsentrasinya (perhatiannya) karena melamun, mengambil sesuatu, menyalakan api rokok, menggunakan ponsel, melihat ke kanan–kekiri, ngobrol atau bercakap-cakap selama mengemudikan kendaraan dan sebagainya.

II.3.2 Faktor Kendaraan

Kendaraan merupakan sarana angkutan yang digunakan sebagai perantara untuk mencapai tujuan dengan cepat, selamat dan hemat, serta menunjang nilai aman dan nyaman. Dalam kaitannya dengan keselamatan umum, kendaraan yang digunakan di jalan raya seharusnya sudah mendapatkan sertifikasi layak jalan yang dikeluarkan oleh dinas terkait sebelum dioperasikan. Tingkat resiko terjadinya bahaya kecelakaan akibat ketidaklayakan kendaraan cukup tinggi, sehingga diperlukan ketegasan dari aparat penegak hukum untuk menindak pelanggaran akan hal tersebut. Kendaraan dapat menjadi faktor penyebab kecelakaan apabila tidak dapat dikendalikan sebagaimana mestinya yaitu sebagai akibat kondisi teknisnya yang tidak laik jalan ataupun penggunaan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Yang dimaksud dengan kondisi teknis yang tidak laik jalan misalnya seperti rem blong, mesin yang tiba-tiba mati, ban pecah, kemudi tidak berfungsi dengan baik, lampu

(9)

mati, dll. Sedangkan penggunaan kendaraan yang tidak sesuai dengan ketentuan misalnya kendaraan yang dimuati secara berlebihan.

Terdapat beberapa karakteristik kendaraan yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas antara lain :

a. Ban; kondisi ban sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas. Sebelum masuk pintu tol, pengemudi harus memeriksa kondisi ban dan tekanan udara pada ban. Ban yang gundul serta tekanan ban yang berlebihan pada ban kendaraan dapat menyebabkan ban mudah pecah. Apabila ban mudah pecah, maka kendaraan tersebut akan kehilangan keseimbangan sehingga kecelakaan lalu lintas dapat terjadi.

b. Alat kendali kendaraan; yang termasuk alat-alat kendali kendaraan adalah rem, kopling, dan kemudi. Sebelum memasuki jalan tol, pengemudi harus memeriksa keadaan rem, kopling, dan kemudi. Kondisi rem dan kopling yang sudah tipis, atau minyak rem yang sudah habis, serta keadaan kemudi yang tidak seimbang dapat mengakibatkan kendaraan mudah selip. Pengemudi pun dapat kehilangan keseimbangan dalam mengendarai kendaraan. Hal tersebut dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

c. Lampu kendaraan; lampu kendaraan merupakan faktor yang sangat penting, terutama bila kendaraan dioperasikan malam hari. Lampu kendaraan sebagai alat penerangan berfungsi antara lain untuk :

1. Agar kendaraan dapat dikenali/didefinisikan oleh pengemudi.

2. Menyediakan penerangan di luar bagi pengemudi agar dapat melihat pemandangan di depan dan di sekitar kendaraan pada saat kendaraan melaju.

Semua lampu yang berada di kendaraan harus dipastikan berfungsi dengan baik. Bila lampu kendaraan tidak menyala, maka pengemudi tidak dapat melihat keadaan jalan dengan jelas atau kendaraannya tidak dapat dilihat oleh kendaraan lain. Keberadaan

(10)

kendaraan yang berlawanan arah terkadang menggunakan lampu yang menyulitkan. Keadaan ini dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas.

d. Dimensi Kendaraan; dimensi kendaraan terdiri dari berat, ukuran, dan daya kendaraan. Semakin besar dimensi kendaraan maka akan semakin lambat akselerasi yang dapat dilakukan sehingga kemungkinan terjadinya kecelakaan semakin tinggi.

II.3.3 Faktor Jalan

Faktor jalan merupakan satu komponen dari sistem transportasi darat yang merupakan tempat kegiatan transportasi berlangsung. Kondisi jalan dapat menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi jalan yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah :

a. Faktor kondisi permukaan jalan.

Faktor kondisi permukaan jalan yang dapat menjadi faktor penyebab kecelakaan antara lain untuk hal-hal sebagai berikut :

• Kerusakan pada permukaan jalan, misalnya terdapat lubang yang tidak dikenali pengemudi. • Konstruksi jalan yang tidak sempurna, misalnya posisi permukaan bahu jalan terlalu rendah

dibandingkan dengan permukaan perkerasan jalan.

Kondisi permukaan perkerasan jalan dalam hal hubungan dengan permasalahan keselamatan dan kenyamanan sangat erat kaitannya dengan aspek kelicinan dan kecepatan. Dengan kata lain, kondisi yang demikian dari permukaan jalan dapat menambah tingkat resiko kecelakaan lalu lintas. Kelicinan dapat terjadi karena berkurangnya koefisien gesekan yang bisa ditimbulkan terutama oleh cuaca serta kotoran lumpur dan tumpahan minyak.

b. Faktor geometrik jalan.

(11)

• Geometrik jalan yang kurang sempurna, misalnya derajat kemiringan yang terlalu kecil atau terlalu besar pada tikungan, terlalu sempitnya pandangan bebas bagi pengemudi, dan lain sebagainya.

Kondisi geometrik jalan merupakan ukuran dari suatu jalan beserta bagian-bagiannya yang disesuaikan dengan sifat-sifat lalu lintas. Pendekatan hubungan geometrik jalan dengan bagian-bagiannya terhadap masalah kecepatan dan keamanan meliputi lebar jalur, lebar bahu, alinyemen horisontal, alinyemen vertikal, dan jarak pandang.

Peranan dan fungsi jalan sangat dipengaruhi oleh keadaan dan kondisi tata guna lahan sisi jalan. Karakteristik prasarana jalan akan mempengaruhi intensitas dan kualitas kecelakaan lalu lintas, maka dalam pembangunan setiap jaringan jalan harus disesuaikan dengan pola tingkah laku dan kebiasaan pemakai jalan. Untuk memenuhi jalan yang sesuai dengan pola tingkah laku dan kebiasaan pemakai jalan, maka jalan harus dirancang, dilengkapi, dipelihara, serta dioperasikan secara terencana dan menggunakan pemenuhan kebutuhan informasi pemakai jalan dalam rangka mengantisipasi dan pengambilan keputusan.

II.3.4 Faktor Lingkungan

Kadang-kadang lingkungan juga dapat menjadi faktor penyebab kecelakaan. Pengaruh lingkungan terhadap pengemudi pada jalan bebas hambatan akan terasa pada kecepatan kendaraan yang lewat di sepanjang jalan tersebut. Pertimbangan cuaca yang tidak menguntungkan serta kondisi jalan dapat mempengaruhi kecelakaan lalu lintas, akan tetapi pengaruhnya belum dapat ditentukan. Lingkungan jalan menuntut perhatian pengemudi. Tuntutan ini bervariasi tergantung dari tempat dan waktu, karena lingkungan jalan akan berubah terhadap waktu dan tempat. Untuk memelihara kesiagaan secara tetap selama mengemudi hampir jarang terjadi, adakalanya pada saat tertentu berada pada tahap kesiagaan

(12)

yang tinggi, tetapi untuk waktu yang lain relatif dalam periode yang rendah (lebih santai). Kondisi ideal adalah ketika pengemudi dapat menjamin keselarasan antara tahap kesiagaan dengan tuntutan yang ditimbulkan oleh jalan.

Kendaraan yang tidak berhenti pada tempat yang sudah disediakan dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Benda-benda asing juga dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas, misalnya: paku, batu, dan lain-lain.

Asap tebal yang terdapat di jalan, baik asap kendaraan maupun asap lingkungan (pembakaran sampah/rumput di pinggir jalan), juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas. Asap tebal dapat menghalangi pandangan pengemudi, sehingga tidak dapat melihat jalan maupun kendaraan lain yang berada di depannya. Bagaimanapun pengemudi dan pejalan kaki merupakan faktor terbesar dalam kecelakaan lalu lintas para perancang jalan bertanggung jawab untuk memasukkan sebanyak mungkin bentuk–bentuk keselamatan dalam rancangannya agar dapat memperkecil jumlah kecelakaan, sehubungan dengan kekurangan geometrik. Faktor lingkungan dapat berupa pengaruh cuaca yang tidak menguntungkan, kondisi lingkungan jalan, penyeberang jalan, lampu penerangan jalan.

II.4 Angka Kecelakaan dan Penggunaannya

Angka kecelakaan adalah besaran yang menunjukkan jumlah kecelakaan per 100 juta kendaraan-kilometer perjalanan (1.000.000 kendaraan x 100 km panjang jalan), Sumber : Pignataro (1973) dalam Widyasih (2003). Banyak indikator angka kecelakaan yang telah diperkenalkan diantaranya adalah seperti yang di bawah ini.

II.4.1 Angka Kecelakaan Lalu Lintas per Km

Angka kecelakaan lalu lintas per km adalah jumlah kecelakaan per km. Dengan menggunakan rumus :

(13)

=

...(2.1) T = Angka kecelakaan total per km setiap tahun

A = Jumlah kecelakaan yang terjadi satu tahun L = Panjang ruas yang diamati (km)

II.4.2. Angka Kecelakaan pada Bagian Jalan Raya

Rumus yang digunakan Pignataro, L.J. (1973) adalah :

= × × × × ...(2.2) R = Angka kecelakaan pada bagian jalan raya (Kecelakaan per 100 juta-km kend) A = Jumlah kecelakaan selama periode yang dianalisis

V = AADT selama periode studi L = Panjang ruas jalan (km) T = Waktu periode analisis

Angka kecelakaan ditentukan dengan rumus :

= × × ...(2.3) dengan :

R = Jumlah kecelakaan per 100 juta km kendaraan A = Jumlah kecelakaan selama periode yang dianalisa

V = Jumlah kendaraan per ruas dalam satu tahun (kendaraan) L = Panjang ruas jalan (km)

Angka kecelakaan digunakan untuk mengukur tingkat kecelakaan pada satu satuan ruas jalan. Dengan kata lain angka kecelakaan disebut juga dengan tingkat kecelakaan. Tingkat kecelakaan yang paling umum dinyatakan dengan jumlah kecelakaan lalu lintas di

(14)

kendaraan yang menggunakan ruas jalan tersebut dalam 1 tahun, dikenal dengan istilah jumlah kecelakaan per 100 juta kendaraan-km panjang perjalanan (100JKKP) dalam 1 tahun.

Tingkat kecelakaan dirumuskan sebagai berikut :

= ) *+ ×, $% $- % !"! # $ ×$.×% % & #!$'(# /0 ...(2.4)

Tingkat kefatalan adalah keadaan atau kondisi korban akibat dari adanya kecelakaan dimana kondisi korban mengalami luka ringan, luka berat, dan meninggal. PT Jasa Marga membagi tingkat kefatalan menjadi beberapa tipe sangat ringan yaitu korban kecelakaan tidak mengalami luka apapun, ringan dimana korban mengalami luka ringan, berat korban kecelakaan mengalami luka berat dan fatal jika korban kecelakaan meninggal dunia.

1 2 = ) *+ ×, $% $- % 3/4 $ 5!$0$-- ×$.×% % & #!$'(# /0 ...(2.5)

II.5 Daerah Rawan Kecelakaan

Lokasi rawan kecelakaan adalah suatu lokasi dimana angka kecelakaan tinggi dengan kejadian kecelakaan berulang dalam suatu ruang dan rentang waktu yang relatif sama yang diakibatkan oleh suatu penyebab tertentu (Pd-T-09-2004-B). Daerah rawan kecelakaan adalah daerah yang mempunyai angka kecelakaan tinggi, resiko kecelakaan tinggi dan potensi keceakaan tinggi pada suatu ruas jalan. Daerah rawan kecelakaan ini dapat diidentifikasi pada lokasi jalan tertentu (black spot) maupun pada ruas jalan tertentu (black site). Kriteria umum yang dapat digunakan untuk menentukan black spot dan black site (Dewanti, 1996) :

a. Blackspot adalah Jumlah kecelakaan selama periode tertentu melebihi suatu nilai tertentu, tingkat kecelakaan atau accident rate (per-kendaraan) untuk suatu periode tertentu melebihi

(15)

suatu nilai tertentu, jumlah kecelakaan dan tingkat kecelakaan, keduanya melebihi nilai tertentu, dan tingkat kecelakaan melebihi nilai kritis.

b. Blacksite adalah Jumlah kecelakaan melebihi suatu nilai tertentu, jumlah kecelakaan km melebihi suatu nilai tertentu, dan tingkat kecelakaan atau jumlah kecelakaan per-kendaraan melebihi nilai tertentu.

Pada daerah perkotaan, lokasi rawan kecelakaan yang dianggap sebagai blackspot berupa persimpangan atau segmen ruas jalan sepanjang 100-300 meter untuk jalan perkotaan, sedangkan untuk jalan antar kota adalah ruas jalan sepanjang 1 km (Pd-T-09-2004-B,2004). Kriteria umum lainnya yang dapat digunakan untuk menentukan black spot adalah :

1. Memiliki angka kecelakaan yang tinggi. 2. Lokasi kejadian kecelakaan relatif menumpuk.

3. Kecelakaan terjadi dalam ruang dan rentang waktu yang relatif sama. 4. Memiliki penyebab kecelakaan dengan faktor yang spesifik.

5. Tingkat kecelakaan melebihi nilai kritis yang diturunkan dari analisis data tersedia. Jotin Khisty dan Kent Lall (1989) menyatakan bahwa ada 7 metode dalam mengidentifikasi lokasi rawan kecelakaan. Yaitu :

1. Metode Frekuensi

2. Metode Tingkat Kecelakaan 3. Metode Laju Frekuensi

4. Metode Kendali Mutu Tingkat 5. Metode Keparahan Kecelakaan 6. Metode Indeks Bahaya

(16)

1. Metode frekuensi

Digunakan untuk mengidentifikasi dan memeringkatkan lokasi berdasarkan banyaknya kecelakaan. Suatu nilai kritis dapat ditetapkan untuk pemilihan tempat, seperti 10 atau lebih per tahun (yang meliputi semua jenis kecelakaan). Jalan raya yang panjangnya 2500 mil (sekitar 4000 km) atau kurang umumnya dapat menggunakan metode ini.

2. Metode tingkat kecelakaan

Menggabungkan frekuensi kecelakaan dengan keberadaan kendaraan (yakni, volume lalu lintas) dan dinyatakan sebagai “kecelakaan per juta kendaraan untuk persimpangan” atau “kecelakaan per juta kendaraan – mil perjalanan” untuk bagian jalan raya. Tempatnya kemudian diperingkat dalam urutan tingkat kecelakaan yang menurun. Sistem jalan raya yang panjangnya 10.000 mil atau kurang dapat menggunakan metode ini. Untuk tempat-tempat titik :

Rsp = ) . . .

) . ... (2.6) untuk bagian-bagian jalan :

Rse = ) . . .

) . ... (2.7) dengan :

Rsp = tingkat kecelakaan disatu titik (kecelakaan/juta kendaraan)

Rse = tingkat kecelakaan di bagian jalan (kecelakaan/juta kendaraan-mil) A = jumlah kecelakaan untuk periode kajian

T = AADT selama periode kajian (untuk persimpangan)

V = perjumlahan volume yang masuk untuk seluruh cabang persimpangan L = panjang bagian jalan (mil)

(17)

3. Metode laju frekuensi

Metode laju frekuensi biasanya diterapkan dengan terlebih dahulu memilih sejumlah besar sampel tempat dengan kecelakaan tinggi yang didasarkan pada kriteria “jumlah kecelakaan” (yakni, metode frekuensi) yang dari sini tingkat kecelakaan dihitungnya. Suatu prosedur modifikasi ialah dengan memetakan frekuensi kecelakaan pada sumbu mendatar dan tingkat kecelakaan pada sumbu tegak. Dengan demikian, setiap kecelakaan dapat dikategorikan dengan menempatkannya dalam satu sel matriks.

4. Metode kendali mutu tingkat

Memanfaatkan pengujian statistik untuk menentukan apakah tingkat kecelakaan pada tempat tertentu itu sangat lebih tinggi daripada laju rata-rata yang ditentukan sebelumnya untuk tempat-tempat dengan karakteristik yang serupa, yang didasarkan pada distribusi Poisson. laju kritis, yang didasarkan pada tingkat kecelakaan rata-rata berskala sistem untuk jenis jalan raya, ialah sebagai berikut :

= + 8+59 : ;

... (2.8) dengan :

Rc = tingkat kecelakaan kritis untuk suatu titik (kecelakaan/10^6 kend) atau ruas (kecelakaan/10^6 kend-mil)

Ra = tingkat kecelakaan rerata untuk suatu titik dengan karakteristik serupa atau pada jenis jalan yang sama.

M = juta kendaraan yang melewati titik atau juga kendaraan-mil perjalanan dalam satu ruas jalan.

(18)

5. Metode keparahan kecelakaan

Digunakan untuk mengidentifikasi dan memringkat prioritas tempat-tempat kecelakaan tinggi. Keparahan kecelakaan dikelaskan oleh National Safety Council (AS) dan banyak negara lain kedalam 5 kategori berikut :

kecelakaan fatal F : satu kematian atau lebih (F)

Luka-luka jenis A : kecelakaan yang menyebabkan cacat (A) Luka-luka jenis B : kecelakaan bukan cacat (B)

Luka-luka jenis C : kemungkinan luka-luka (C)

PDO : hanya kerusakan harta benda (PDO=Property Damage Only)

Salah satu dari banyak metode keparahan menggunakan faktor hanya kerusakan harta benda ekivalen (EPDO) dengan :

EPDO = 9,5(F+A) + 3,5(B+C) +PDO... (2.9)

Dengan huruf-huruf menandakan jumlah setiap kategori. Pemeringkatan tempat berdasarkan jumlah EPDO yang dihitung.

6. Metode indeks bahaya

Menggunakan rumus untuk mengembangkan indeks tingkat di setiap tempat yang dicurigai. Data mentah setiap faktor diikonversi menjadi nilai petunjuk menggunakan grafik. Nilai petunuk ini kemudian dikalikan dengan faktor pembobot.

7. Metode inventori fitur jalan berbahaya

Sebagian besar didasarkan pada pembandingan kegagalan jalan yang ada dengan standar keselamatan dan desain. Contoh-contoh fitur berbahaya demikian adalah jembatan sempit, kemiringan sisi jalan yang terjal, lajur atau bahu yang sempit, jembatan layang tak berpagar, dan sebagainya.

(19)

II.6 Upaya Peningkatan Keselamatan Lalu Lintas

Pada dasarnya seluruh proses terjadinya kecelakaan lalu lintas dapat dibagi menjadi 3 tahapan besar, yaitu :

1. Tahap Pra-Kecelakaan, yaitu keadaan sebelum sesuatu kecelakaan lalu lintas terjadi. 2. Tahap Kecelakaan, yaitu keadaan pada saat kecelakaan lalu lintas terjadi.

3. Tahap Purna-Kecelakaan, yaitu keadaan setelah terjadinya kecelakaan lalu lintas.

Berdasarkan ketiga macam tahapan dalam proses terjadinya kecelakaan tersebut, dikembangkanlah konsep peningkatan keselamatan lalu lintas jalan yang bersifat komprehensip yang harus mencakup setiap tahapan dalam proses terjadinya kecelakaan tersebut. Pada dasarnya konsep yang bersifat komprehensip ini harus mengandung 3 prinsip, yaitu :

a. Prinsip pencegahan terjadinya kecelakaan lalu lintas (terkait dengan tahapan pra-kecelakaan)

b. Prinsip pengurangan resiko kecelakaan lalu lintas (terkait dengan tahapan saat terjadinya kecelakaan)

c. Prinsip penolongan korban kecelakaan lalu lintas (terkait dengan tahapan purna-kecelakaan)

Prinsip dasar penangangan lokasi rawan kecelakaan antara lain :

a. Penangangan lokasi rawan kecelakaan sangat tergantung pada akurasi data kecelakaan, karenanya data yang dipergunakan untuk upaya ini harus bersumber pada instansi resmi. b. Penangangan harus dapat mengurangi angka dan korban kecelakaan semaksimal mungkin

pada lokasi kecelakaan.

c. Solusi penanganan kecelakaan dipilih berdasarkan perkembangan tingkat pengurangan kecelakaan dan pertimbangan ekonomis.

(20)

d. Upaya penanganan yang ditujukan meningkatkan kondisi keselamatan pada lokasi kecelakaan dilakukan melalui rekayasa jalan, rekayasa lalu lintas dan manajemen lalu lintas.

Secara garis besar usaha peningkatan keselamatan lalu lintas dapat dikelompokkan dalam 4 aspek, yaitu :

a. Aspek Rekayasa b. Aspek Pendidikan

c. Aspek Penegakan Hukum d. Aspek Pengelolaan

Aspek rekayasa lalu lintas untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas dapat ditekankan pada:

a. Perbaikan atau penyempurnaan (perubahan) perlengkapan jalan pada lokasilokasi yang rawan terhadap kecelakaan, seperti marka jalan, rambu-rambu, alat pengatur lalu lintas, serta papan peringatan lalu lintas.

b. Perbaikan terhadap peraturan lalu lintas yang diberlakukan pada ruas-ruas jalan tertentu yang rawan terhadap kecelakaan lalu lintas, seperti batas kecepatan dan dilarang menyiap. c. Memberi arahan dan bimbingan (penyuluhan) kepada masyarakat. Keselamatan para

pengguna jalan dapat diperbaiki dengan cara memperbaiki pendidikan dan pengendalian. Pengguna jalan harus dididik, bagaiman bertingkah laku di jalan yang dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna jalan yang lain yang tidak berbahaya baik kepada orang lain maupun diri sendiri. Untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM) yang bersangkutan diwajibkan untuk mengetahui seluruh peraturan dan keterampilan mengemudi yang memadai. Pendidikan dapat juga diberikan pada sekolah mengemudi untuk memberikan kesadaran berlalu lintas yang baik, dan informasi-informasi pada sekolah serta dari media

(21)

cetak dan elektronik. Aspek penegakan hukum harus dijalankan dan dilakukan secara ketat. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa penerapan, antara lain sebagai berikut: a. Pembatasan kecepatan.

b. Penggunaan sabuk pengaman.

c. Pemeriksaan kelaikan kendaraan yang dilakukan secara periodik.

d. Penindakan dengan sanksi hukum bagi pelanggar lalu lintas yang menyangkut keamanan dan keselamatan, sebagai pengguna jalan wajib mematuhi peraturan dan undang-undang lalu lintas. Salah satu tugas kepolisian adalah untuk mengelola dan menangani masalah kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Kepolisian akan berusaha untuk mengetahui semua kecelakaan lalu lintas yang terjadi setiap harinya, dengan melakukan patroli lalu lintas.

II.7 Jalan

Menurut UU RI No. 38 Tahun 2004 , jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

II.7.1. Bagian - Bagian Jalan

Bagian – bagian jalan meliputi :

a. Ruang manfaat jalan adalah suatu ruang yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan dan terdiri atas badan jalan, saluran tepi serta ambang pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah dengan bahu jalan, termasuk jalur pejalan kaki. Ambang pengaman jalan terletak di bagian yang paling luar dari ruang manfaat jalan dan dimaksudkan untuk mengamankan bangunan jalan.

(22)

b. Ruang milik jalan adalah sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan yang dibatasi oleh tanda batas ruang milik jalan yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan pelebaran ruang manfaat jalan pada masa yang akan datang. c. Ruang pengawasan jalan adalah ruang tertentu yang terletak di luar ruang milik jalan yang

penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak mengganggu pandangan pengemudi, konstruksi bangunan jalan apabila ruang milik jalan tidak cukup luas, dan tidak mengganggu fungsi jalan.

II.7.2. Klasifikasi Jalan

Menurut sistem jaringan jalan, jalan terdiri atas :

a. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

b. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

Menurut fungsinya, jalan dikelompokkan menjadi empat yaitu :

a. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. b. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau

pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

c. Jalan lokal merupakan jalan umum yamg berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

(23)

d. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

Menurut statusnya, jalan dikelompokkan menjadi lima yaitu :

a. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional serta jalan tol.

b. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

c. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dan sistem jaringan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan stategis kabupaten.

d. Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat pemukiman yang berada di dalam kota.

e. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar pemukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas :

a. Jalan bebas hambatan (freeway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus yang memberikan pelayanan menerus/tidak terputus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh, dan tanpa adanya persimpangan sebidang, serta dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan, paling sedikit 2 lajur setiap arah dan dilengkapi dengan median.

(24)

b. Jalan raya (highway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, paling

sedikit 2 lajur setiap arah.

c. Jalan sedang (road) adalah jalan umum dengan lalu-lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 lajur untuk 2 arah dengan lebar paling sedikit 7 meter.

d. Jalan kecil (street) adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 lajur untuk 2 arah dengan lebar paling sedikit 5,5 meter.

II.8 Jalan Bebas Hambatan (Jalan Tol)

Jalan bebas hambatan didefenisikan sebagai jalan untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh, baik merupakan jalan terbagi ataupun tak terbagi. Segmen jalan bebas hambatan didefenisikan sebagai suatu panjang jalan bebas hambatan, diantara dan tak terpengaruh oleh simpang susun dengan jalur penghubung, ke luar dan masuk dan yang mempunyai karakteristik rencana geometrik dan arus lalu lintas yang serupa pada seluruh panjangnya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol.

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 15 tahun 2005 tentang jalan tol, penyelenggaraan jalan tol dimaksudkan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta keseimbangan dalam pengembangan wilayah dengan memperhatikan keadilan, yang dapat dicapai dengan membina jaringan jalan yang dananya berasal dari pengguna jalan serta meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi guna menunjang

(25)

peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah yang sedang tinggi tingkat perkembangannya.

II.8.1. Syarat-Syarat Jalan Tol

Syarat-syarat jalan tol antara lain sebagai berikut :

1) Jalan tol merupakan lintas alternatif dari ruas jalan umum yang ada.

2) Jalan tol mempunyai tingkat pelayanan keamanan dan kenyamanan yang lebih tinggi dari jalan umum yang ada dan dapat melayani arus lalu lintas jarak jauh dengan mobilitas tinggi.

3) Jalan tol yang digunakan untuk lalu lintas antarkota didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 80 km per jam, dan untuk jalan tol di wilayah perkotaan didesain dengan kecepatan rencana paling rendah 60 km per jam.

4) Jalan tol didesain untuk mampu menahan muatan sumbu terberat paling rendah 8 ton. 5) Setiap ruas tol harus dilakukan pemagaran dan dilengkapi dengan fasilitas penyeberangan

jalan dalam bentuk jembatan atau terowongan.

6) Pada tempat-tempat yang dapat membahayakan pengguna jalan tol, harus diberi bangunan pengaman yang mempunyai kekuatan dan struktur yang dapat menyerap energi benturan kendaraan.

7) Setiap jalan tol wajib dilengkapi dengan aturan perintah dan larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas, marka jalan dan/atau alat pemberi isyarat lalu lintas.

8) Jalan tol harus mempunyai spesifikasi sebagai berikut :

a. Tidak ada persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau dengan prasarana transportasi lainnya.

b. Jumlah jalan masuk dan jalan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi secara efisien dan semua jalan masuk dan jalan keluar harus terkendali secara penuh.

(26)

c. Jarak antar simpang susun, paling rendah 5 km untuk jalan tol luar perkotaan dan paling rendah 2 km untuk jalan tol dalam perkotaan.

d. Jumlah lajur sekurang-kurangnya dua lajur per arah. e. Menggunakan pemisah tengah atau median.

f. Lebar bahu jalan sebelah luar harus dapat dipergunakan sebagai jalur lalu lintas sementara dalam keadaan darurat.

9) Pada setiap jalan tol harus tersedia sarana komunikasi, sarana deteksi pengamanan lain yang memungkinkan pertolongan dengan segera sampai ke tempat kejadian, serta upaya pengamanan terhadap pelanggaran, kecelakaan dan gangguan keamanan lainnya.

10) Pada jalan tol antarkota harus tersedia tempat istirahat dan pelayanan untuk pengguna jalan tol, disediakan paling sedikit satu untuk setiap jarak 50 km pada setiap jurusan.

II.8.2. Penggunaan Jalan Tol

1. Penggunaan jalur lalu lintas jalan tol diatur sebagai berikut :

a. Jalur lalu lintas diperuntukkan bagi arus lalu lintas pengguna jalan tol.

b. Lajur lalu lintas sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi kendaraan yang bergerak lebih cepat dari kendaraan yang berada di sebelah kirinya, sesuai dengan batas-batas yang ditetapkan.

c. Tidak digunakan untuk berhenti.

d. Tidak digunakan untuk menarik/menderek/mendorong kendaraan, kecuali menggunakan penarik/penderek/pendorong yang disediakan oleh Badan Usaha.

e. Tidak digunakan untuk keperluan menaikkan atau menurunkan penumpang dan/atau barang dan/atau hewan.

2. Penggunaan bahu jalan diatur sebagai berikut :

(27)

b. Diperuntukkan bagi kendaraan yang berhenti darurat.

c. Tidak dapat digunakan untuk menarik/menderek/mendorong kendaraan.

d. Tidak digunakan untuk keperluan menaikkan atau menurunkan penumpang dan/atau barang dan/atau hewan.

e. Tidak digunakan untuk mendahului kendaraan. 3. Penggunaan median jalan tol diatur sebagai berikut :

a. Digunakan sebagai jalur pemisah arus lalu lintas kendaraan yang bergerak berlawanan arah.

b. Tidak dapat digunakan untuk kepentingan berhenti darurat.

c. Tidak digunakan oleh kendaraan untuk memotong atau melintas median kecuali dalam keadaan darurat.

4. Penggunaan gerbang tol diatur sebagai berikut :

a. Dipergunakan untuk pelaksanaan pengumpulan tol.

b. Pada saat melakukan transaksi di gerbang tol, pengguna jalan tol wajib menghentikan kendaraannya saat mengambil atau menyerahkan kembali karcis masuk dan/atau membayar tol, kecuali pengumpulan sistem pengumpulan tol elektronik.

c. Tidak dapat dipergunakan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang dan/atau barang dan/atau hewan.

II.8.3 Operasional Jalan Tol

Tujuan pokok pembangunan jalan tol, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, pasal 43 adalah : (1) memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang; (2) meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi; (3)

(28)

meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan; dan (4) meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.

Manfaat yang didapat : (1) Pembangunan jalan tol akan berpengaruh pada perkembangan wilayah dan peningkatan ekonomi. (2) Meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas orang dan barang. (3) Pengguna jalan tol akan mendapatkan keuntungan berupa penghematan biaya operasi kendaraan (BOK) dan waktu dibanding apabila melewati jalan non tol. (4) Badan usaha mendapatkan pengembalian investasi melalui pendapatan tol yang tergantung pada kepastian tarif tol.

Atas dasar manfaat peningkatan mobilitas dan aksesibilitas orang dan barang, akan sejalan dengan peningkatan penggunaan jalan tol, kendalanya adalah terjadinya kecelakaan.

II.8.4 Jalan Tol Belmera

Jalan Tol Belmera adalah satu-satunya jalan tol di Medan Propinsi Sumatera Utara yang merupakan bagian dari jaringan jalan umum yang dibuat dengan maksud untuk meningkatkan pemerataan dan efisiensi biaya operasional dan waktu tempuh. Panjang jalan Tol Belmera adalah 34,068 km. Jalan tol ini mengitari sisi sebelah Timur Pusat Kota Medan. Jalan ini memiliki 6 pintu masuk-keluar yaitu di Belawan, Mabar, Tanjung Mulia, Bandar Selamat, Amplas dan Tanjung Morawa. Jalan tol ini dirancang untuk kecepatan rencana seragam (uniform speed) yaitu 80 km/jam. Tipe jalan tol ini adalah 4 lajur 2 arah terbagi, lebar lajur jalan tol ini adalah 2 x 3,60 meter. Kedua jalur tol ini dipisahkan oleh median selebar 1,0 m. Sedangkan lebar bahu luar 2 x 2,5 m dan bahu dalam 2 x 0,75 m.

II.9 Penelitian Terdahulu

Uri Hermariza (2008) dalam skripsinya menganalisa lokasi rawan kecelakaan (black spot). Uri menggunakan metode frekuensi dan metode Upper Control Limit (UCL) dalam

(29)

menganalisa black spot. Di mana area black spot akan ditentukan berdasarkan ruas per kilometer. Suatu ruas akan diidentifikasi sebagai lokasi titik rawan apabila pada ruas tersebut terjadi kecelakaan dalam frekuensi yang lebih tinggi dari nilai kritis yang telah ditentukan dan melewati batas garis UCL.

Karunia J.Spartan et al (2009) dalam jurnalnya menggunakan metode jumlah dalam mengidentifikasi lokasi rawan kecelakaan (black spot). Metode jumlah adalah metode identifikasi lokasi rawan kecelakaan yang paling sederhana. Metode ini adalah dengan membuat daftar lokasi rawan kecelakaan yang disusun berdasarkan frekuensi atau jumlah kecelakaan yang terjadi.

Melur Widyasih (2003) dalam skripsinya menganalisa black spot dengan metode tingkat kecelakaan digabungkan dengan metode statistika (metode Rank Spearman). Caranya yaitu dengan cara membandingkan angka kecelakaan dengan indeks kecelakaan kritis. Black spot dapat ditentukan jika angka kecelakaan lebih besar dari indeks kecelakaan kritis. Melur juga menganalisa faktor penyebab kecelakaan. Melur menggunakan metode Uji Signifikansi untuk menganalisa faktor penyebab kecelakaan dan mendapatkan hasil bahwa pengemudi adalah faktor yang paling dominan penyebab kecelakaan.

Elly Tri Pujie Astutie (2006) dalam tesisnya mengelompokkan karakteristik kecelakaan berdasarkan lokasi kecelakaan, jenis tabrakan, penyebab kecelakaan, posisi lajur tabrakan, dan tingkat kefatalan dan menganalisa pengaruh geometrik jalan terhadap kecelakaan lalu lintas di jalan tol.

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Kecelakaan Berdasarkan Posisi Terjadinya
Gambar 2.1 Faktor Penyebab Kecelakaan

Referensi

Dokumen terkait

Struktur ukuran panjang total maupun berat tubuh glass eel ikan sidat spesies Anguilla marmorata yang beruaya anadromous di Sungai Palu periode Bulan Januari

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga pada kesempatan kali ini penulis

Setiap minggunya ada lebih dari 50 siswa yang melanggar tata tertib di sekolah SMK Diponegoro Banyuputih dan disetiap pelanggarannya mempunyai bobot pengurangan poin

Skripsi berjudul Hubungan Penyakit Gondok dengan Tingkat Intelegensia Pada Siswa Sekolah Dasar di (SDN) Darsono 2 Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember telah diuji

Selanjutnya, untuk melihat seberapa jauh pengaruh pemberian treatmen terhadap hasil belajar mahasiswa, maka dilakukan tes yang ketiga, dimana kepada kelas kontrol juga

Secara keseluruhan hasil pe- nilaian tentang aspek keterbacaan, konstruksi dan keterpakaian produk oleh guru menunjukkan bahwa pe- ngembangan instrumen asesmen

mengenali sesebuah tamaddun dengan lebih jelas dan lebih dekat, maka tamaddun itu hendaklah ditinjau dari sudut perkembangan peristilahan yang pernah dikemukakan

Dengan demikian, pekerjaan pada sentra indutstri sepatu bukanlah pekerjaan yang berat masih dalam kategori pekerjaan medium, dan tidak menyebabkan kelelahan