• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERJADINYA TINDAKAN PENGHINAAN TERHADAP PENGADILAN (CONTEMPT OF COURT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERJADINYA TINDAKAN PENGHINAAN TERHADAP PENGADILAN (CONTEMPT OF COURT)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

Muhammad Amin Hamid

Program Studi Ilmu Hukum Universitas Yapis Papua aminuniyap11@gmail.com

Abstrak

Proses persidangan di Indonesia mengenal asas persidangan terbuka dan dibuka untuk umum kecuali proses persidangan terhadap kasus kesusilaan dan anak sebagai terdakwa, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP jo. Pasal 13 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dengan adanya asas tersebut maka setiap orang dapat menghadiri, melihat dan mengikuti jalannya persidangan. Tindakan-tindakan penghinaan terhadap peradilan ini sebenanya bukanlah hal baru. Namun berbagai tindakan tersebut makin sering terjadi semenjak bergulirnya era reformasi yang lebih bebas. Penghinaan terhadap pengadilan merupakan suatu tindakan yang harus diperhatikan di Indonesia, hal ini dikarenakan tindakan penghinaan terhadap pengadilan dapat menghambat proses persidangan. Penegakan hukum terhadap terjadinya tindakan penghinaan terhadap pengadilan memiliki beberapa komponen sesuai dengan sistem peradilan pidana yaitu penanganan yang dimulai dari aparat kepolisian, pengadilan, kejaksaan, dan lembaga pemasyarakatan.

Kata Kunci : Kebijakan, Tindakan Penghinaan 1. Latar Belakang Masalah

Proses persidangan di Indonesia mengenal asas persidangan terbuka dan dibuka untuk umum kecuali proses persidangan terhadap kasus kesusilaan dan anak sebagai terdakwa, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP jo. Pasal 13 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dengan adanya asas tersebut maka setiap orang dapat menghadiri, melihat dan mengikuti jalannya persidangan. Pemeriksaan sidang Pengadilan yang terbuka untuk umum kadang kala mengundang perhatian masyarakat apalagi jika kasus tersebut melibatkan pejabat atau mendapat sorotan tajam dari masyarakat sehingga Pengadilan terlihat sangat ramai dipenuhi oleh orang-orang yang ingin menyaksikan persidangan tersebut, hanya saja sering dijumpai banyak pengunjung persidangan baik itu para pihak yang terlibat langsung dalam perkara tersebut maupun pengunjung biasa membuat tindakan yang tidak menghargai jalannya persidangan.1

1 Ady Putra Slamat Vivi Sitorus, Upaya

Untuk menegakkan aturan-aturan hukum maka dibentuklah suatu lembaga Peradilan. Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut menjelaskan dengan tegas bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Indonesia sebagai negara hukum memiliki lembaga peradilan yang bertugas untuk melindungi kepentingan Hukum dan sekaligus menjalankan perintah undang-undang. Lembaga peradilan di Indonesia, sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan oleh Undang-undang terdiri atas Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara.2

Tindakan-tindakan penghinaan terhadap peradilan ini sebenanya bukanlah hal Penegakan Hukum Terhadap Contempt of Court Dalam Peradilan Indonesia, Fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2015, h.5 2 Ady Putra Slamat, Vivi Sitorus, Upaya

Penegakan Hukum Terhadap Contempt of Court Dalam Peradilan Indonesia, Fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2015, h.4

(2)

baru. Namun berbagai tindakan tersebut makin sering terjadi semenjak bergulirnya era reformasi yang lebih bebas. Penghinaan terhadap pengadilan merupakan suatu tindakan yang harus diperhatikan di Indonesia, hal ini dikarenakan tindakan penghinaan terhadap pengadilan dapat menghambat proses persdiangan.

Tindakan penghinaan terhadap Pengadilan yang telah terjadi di Indonesia ini belumlah sepenuhnya terselesaikan. Ini dapat dilihat semakin meningkatnya tindakan Contempt of Court di Indonesia, hal ini disebabkan karena kurang tegasnya aparat penegak hukum dan pemerintah serta kurangnya kepercayaan publik (public trust) terhadap dunia peradilan merupakan akar dari persmasalahan timbulnya tindakan penghinaan terhadap pengadilan.

2. HASIL PENELITIAN

2.1. Penegakan Hukum Terhadap Tindakan Penghinaan Terhadap Pengadilan (contempt of court) 2.1.1.1. Penanganan Tindakan Penghi-naan Terhadap Peradilan.

Sistem peradilan pidana adalah system dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan. Sistem peradilan pidana mempunyai komponen, yaitu kepolisisan, pengadilan, dan lemabaga pemasyarakatan yang diharapkan dapat bekerja sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing dalam mekanisme peradilan pidana. Peranan aparat penegak hukum sangat besar dalam upaya penanganan terjadinya tindakan penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court).

2.1.1.2. Penanganan Oleh Aparat Kepolisian

Pihak kepolisian sebagai pengayom masyarakat sangat berperan penting dalam melakukan penertiban terhadap berbagai tindakan penghinaan terhadap peradilan.3 Kepolisian sebagai ujung tombak dalam penegakan hukum harus dapat bergerak cepat dan tanggap terhadap berbagai tindak pidana yang terjadi di wilayahnya karena tugas utama

3 Pasal 2 UU. Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara RI

kepolisian adalah untuk menajga keamanan dan ketentraman msyarakat.4 Polisi harus mepunyai peran penting dalam hal melakukan penyelidikan terhadap tindakan penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court).

2.1.1.3. Penanganan Oleh Aparat Kejaksaan

Lembaga kejaksaan dalam sitem peradilan yang terpadu merupakan salah satu subsitem. Undang-undang terakhir yang mengatur tentang Kejaksaan adalah UU No 5 Tahun 1991, undang-undang ini mengatur tentang bagaimana lembaga kejaksaan dalam memerankan dirinya menjadi salah satu subsistem dari sitem peradilan pidana di Indonesia. Kejaksaan merupakan lembaga pemerintah yang bertugas dalam melakukan penuntutan. Dalam kaitannya dengan tindakan penghinaan terhadap pengadilan jaksa berperan dalam melakukaan penuntutan di depan pengadilan.5

2.1.1.4. Penanganan Oleh Aparat Peradilan

Sistem Peradilan Pidana dalam arti luas identik dengan sistem kekuasaan kehakiman yang pada hakikatnya merupakan sistem penegakan hukum. Bekerjanya sistem peradila pidana atau sistem kekuasaan kehakiman yang dikenal dengan istilah “Criminal Justice

System” melalui tahap yang cukup

panjang. Lembaga peradilan bertugas untuk memberikan putusan yang adil terhadap setiap kasus yang mereka tangani baik perdata maupun pidana. Sistem peradilan pidana secara singkat dapat diartikan sebagai suatu sistem dalam masyarakat untuk menanggulangi kejahatan agar hal tersebut dalam batas-batas toleransi masyarakat.6

Dalam kaitannya dengan tindakan penghinaan terhadap pengadilan, penulis

4 Irwan Suwarto, Polri dan Dinamika

Ketatanegaraan Indonesia, Eka Sakti Pers, Padang, 2003, h. 134

5 Marwa Effendy, Kejaksaan R.I, Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta, 2005, h. 126

6 Arief Barda Nawawi, Masalah Penegakan

Hukum & Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, h. 37

(3)

telah melakukan penelitian dengan beberapa narasumber. Adapun tujuan yang dilakukan adalah untuk mengetahui bagaimana proses penegakan hukum terhadap tindakan penghinaan terhadap pengadilan. Narasumber yang ditemui penulis berpendapat bahwa ada beberapa faktor kumulatif penyebab terjadinya tindakan penghinaan terhadap pengadilan yaitu:

2.1.2.1. Kurangnya kepercayaan publik terhadap peradilan dan hakim

2.1.2.2. Belum adanya suatu aturan yang baku tentang sejauh mana pebuatan yang dapat dikategorikan sebagai suatu tindakan penghinaan terhadap pengadilan. 2.1.2.3. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya budaya hukum

2.1.2.4. Masyarakat salah mengartikan makna dari reformasi.7

Narasumber menyatakan perlu adanya suatu langkah progresif untuk membuat suatu aturan yang spesifik untuk mengatur tindakan penghinaan tergadap pengadilan. Dalam menjatuhkan putusan terhadap tindakan penghinaan terhadap pengadilan, didasarkan kepada KUHP yang dikualifikasikan dan didasarkan kepada fakta yang ada. Hal ini diakibatkan belum adanya aturan aturan baku dan batasan yang spesifik tentang contempt of court.

Narasumber lebih lanjut mengatakan bahwa perlunya pengamanan sidang. Sehingga integritas dan martabat peradilan dapat dijaga. Selain itu, pengawasan terhadap putusan dan kinerja hakim perlu dilakukan baik secara internal maupun eksternal.

Institusi peradilan merupakan pihak yang berperan memutuskan hukuman yang akan dijatuhkan terhadap suatu kasus yang terjadi. Hakim sebagai pihak yang intelektual sangat beperan penting dalam memutuskan suatu perkara, karena dalam memutuskan suatu perkara, hakim harus berpegang kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku selain daripada keyakinan hakim itu sendiri. Putusan hakim adalah suatu pernyataan hakim, sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang, dimana putusan tersebut

7 Wawancara

diucapkan dipersidangan yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu perkara.8 Suatu konsep putusan (tertulis) tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai putusan apabila belum diucapkan di muka persidangan di pengadilan. Hakim baiknya tidak sekedar menjalankan sistem hukum acara, tetapi hakim harus mampu menyelesaikan persoalan hukum dengan jaminan mendapat keadilan bagi pencari keadilan.

2.2. Penanggulangan Terjadinya Tindakan Penghinaan Terhadap Pengadilan (contempt of court) Muladi menyampaikan bahwa dalam usaha penanggulangan kejahatan, politik criminal membagi dalam berbagai bentuk, yaitu:

2.2.1.1. Bentuk yang bersifat represif yang menggunakan sarana penal, yang sering disebut sebagai peradilan pidana (criminal justice system) secara luas mencakup proses kriminalisasi.

2.2.1.2. Usaha-usaha tanpa menggunakan sarana penal (Prevention Without Punishment)

2.2.1.3. Usaha-usaha pembentukan opini masyarakat tentang kejahatan dan sosialisasi hukum melalui media massa.9 Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur “penal” lebih kepada sifat represif (penindasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur “non penal” lebih kepada sifat preventif (pencegahan/penangkalan) sebelum kejahtan terjadi.10

Dikarenakan upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non peal lebih bersifat tindakan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani fakto-faktor kondusif penyebab terjadinya tindakan penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court).

Faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya tindakan penghinaan terhadap pengadilan yaitu:

8 Sidik Sunaryo, Kapita selekta Sistem Peradilan

Pidana. UMM Press, Malang, 2005 h. 29

9 Muladi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni,

Bandung, 1992, h. 8

10 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Sinar

(4)

2.2.2.1. Kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tindakan penghinaan terhadap pengadilan. 2.2.2.2. Kurangnya kepercayaan publik terhadap dunia peradilan sebagai benteng terakhir pencari keadilan.

2.2.2.3. Rendahnya budaya hukum masyarakat Indonesia yang berimplikasi terhadap penegakan hukum.

Dengan demikian, dalam upaya merumuskan kebijakan hukum pidana untuk menanggulangi terjadinya tindakan penghinaan terhadap peradilan secara konseptual dapat dilakukan melalui sarana-sarana:

2.2.1. Upaya Pre-emtif

Upaya Pre-emtif adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak aparat pengadilan untuk mencegah terjadinya korban kejahatan contempt of court dalam hal ini penghinaan terhadap hakim atau pengadilan (cacian dan hujatan kata-kata yang tidak etis). Sambil menunggu adanya ketentuan khusus tentang contempt of court, maka menurut J.J.H Simanjuntak, bahwa upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah tindakan contempt of court

yaitu sebagai berikut:

2.2.1.1.1. Melakukan sosialisasi kepada setiap pihak-pihak yang hadir di persidangan agar menaati tata tertib persidangan demi kelancaran proses beracara di peradilan itu sendiri. Termasuk yang terdapat dalam aturan pada pasal 218 KUHAP bahwa setiap orang diwajibkan untuk menunjukkan sikap hormat kepada pengadilan.

2.2.1.1.2. Menyampaikan kepada para pihak sebelum sidang dimulai mengenai hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh pengunjung sidang karena sudah menjadi kewajiban bagi Majelis Hakim sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 217 KUHAP untuk menjaga ketertiban dan kewibawaan persidangan.11

2.2.2. Upaya Preventif

Upaya preventif adalah upaya yang ditujukan untuk menghilangkan kesempatan terjadinya kejahatan

11 Mardewiwanti, Tinjauan Viktimologis terhadap

Hakim sebagai Korban Kejahatan contempt of court , Fakultas Hukum, Universitas

Hasanuddin, Makassar, 2014, h. 64

contempt of court terhadap hakim upaya-upaya awal yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Pihak Pengadilan Negeri bekerja sama dengan kepolisian dalam melakukan pengawasan dalam berlangsungnya proses persidangan, pengawasan paling utama pada saat mengadili perkara pembunuhan dan penganiayaan, karena menurut Nathan Lambe, pada kasus seperti ini paling sering terjadi kejahatan contempt of court. Disini pihak kepolisian peranannya sebagai petugas keamanan, sebagaimana telah diberikan kewenangan untuk mencegah terjadinya kejahatan.

Selain itu menurut J.J.H Simanjuntak, adapun bentuk pencegahan dari segi internalnya adalah sebagai berikut:

2.2.2.1.1. Membenahi oknum-oknum di pengadilan, pembinaan sikap dan mental secara terpadu dan berkesinambungan sehingga meningkatkan integritas ilmu hukumnya.

2.2.2.1.2. Harus melakukan pelayanan maksimal kepada pencari keadilan.

2.2.2.1.3. Hakim harus profesional dalam melaksanakan tugasnya.

2.2.2.1.4. Putusan pengadilan harus lebih berkualitas, harus mencerminkan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.

Lebih lanjut oleh J.J.H Simanjuntak, adapun upaya pencegahan dari segi eksternal adalah sebagai berikut:

2.2.2.2.1. Harus ada kesadaran hukum masyarakat, agar bukan menang atau kalah yang dicari akan tetapi keadilan. 2.2.2.2.2. Masyarakat sebaiknya berpikir lebih objektif menilai hakim.

2.2.3. Upaya Represif

Upaya represif ini merupakan upaya penanggulangan kejahatan contempt of court yang telah terjadi, artinya sudah atau telah terdapat korban dalam kejahatan ini. Oleh karena itu dalam upaya ini perlu dilakukan suatu tindakan yang efektif dalam memberikan perlindungan terhadap hakim sebagai korban kejahatan

contempt of court.

Dengan mengadakan Undang-undang yang mengatur tentang contempt of

(5)

yang tegas kepada pelaku kejahatan merupakan suatu bentuk perlindungan hukum kepada majelis hakim atau pengadilan yang menjadi korban kejahatan contempt of court dalam hal ini penghinaan (cacian, hujatan kata-kata yang tidak etis) terhadap hakim atau pengadilan. Tetapi bukan hanya terbatas pada dihukumnya pelaku, namun juga akibat-akibat yang diterimanya sehingga memberikan efek jerah kepada pelaku kejahatan dan mewujudkan ketertiban dalam berlangsungnya proses persidangan. 3. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah Penulis paparkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu:

3.1. Upaya penegakan hukum terhadap terjadinya tindakan penghinaan terhadap pengadilan memiliki beberapa komponen sesuai dengan sistem peradilan pidana yaitu penanganan yang dimulai dari aparat kepolisian, pengadilan, kejaksaan, dan lembaga pemasyarakatan.

3.2. Upaya penanggulangan terjadinya tindakan penghinaan terhadap pengadilan dapat dilakukan melalui sarana-sarana yaitu

3.2.1. Upaya Pre-emtif adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak aparat pengadilan untuk mencegah terjadinya korban kejahatan contempt of court

3.2.2. Upaya Preventif adalah upaya yang ditujukan untuk menghilangkan kesempatan terjadinya kejahatan

contempt of court

3.2.3. Upaya Represif ini merupakan upaya penanggulangan kejahatan

contempt of court yang telah terjadi DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, Bambang Waluyo, 1998,

Delik-delik Terhadap Pelanggaran Contempt of Court, Jakarta, Sinar Grafika.

Barda Nawawi Arief, 1996, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.

………., 1998, Beberapa

Aspek Kebijakan Penegakan dan

Pengembangan Hukum Pidana,

Bandung, PT. Citra Aditya Bakti. ………., 1996, Masalah

Penegakan Hukum dan Kebijkan

Penanggulangan Kejahatan,

Bandung, PT. Citra Aditya Bakti Irwan Suwanto, 2003, Polri dan Dinamika

Ketatanegaraan Indonesia, Padang Eka Sakti Pers

Mardjono Reksodiputro, 1994, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Jakarta, Pusat Keadilan dan Pengabdi Hukum

Marwa Effendy, 2005, Kejaksaan RI,

Jakarta, Gramedia Pustaka Utama Muladi, Barda Nawawi Arief, 1993,

Teori-teori dan Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, Alumni.

Pangaribuan, Luhut, M. P, 1996, Advokat dan Contempt of Court, Jakarta, Djambatan.

Satjipto Raharjo, 1983, Masalah Penegakan Hukum, Bandung, Sinar Baru.

Sidik Sunaryo, 2005, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Malang, UMM Pers

Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Penegakan

Hukum, Jakarta, Rajawali Pers. Solly Lubis, 1989, Serba-serbi Politik dan

Hukum, Bandung, Mandar Maju.

Sudarto, 1981, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni.

………., 1981, Kapita Selekta

Hukum Pidana, Bandung, Alumni.

………., 1983, Hukum

Pidana dan Perkembangan

Masyarakat, Bandung, Sinar Baru Sudikno Mertokusumo, 1999, Mengenal

Hukum, Yogyakarta, Liberty.

Wahyu W, 2005, Contempt of Court dalam

Rancangan KUHP, Jakarta, Elsam.

Internet http://m.hukumonline.com/berita/baca/hol3 364/garagara-ayam-dua-mahasiswa-dituding-lakukan-icontempt-of-courti http://ilmuhukumiain.blogspot.co.id/2014/0 4/pengertian-politik-hukum-dalam.html

(6)

Jurnal

Ady Putra Slamat Vivi Sitorus, 2015.

Upaya Penegakan Hukum Terhadap Contempt of Court Dalam Peradilan

Indonesia, Fakultas Hukum,

Universitas Atma Jaya, Yogyakarta Endang Pujiastuti, 2008, Pelaksanaan

Perlindungan Hukum Terhadap

Martabat Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam hal terjadi contempt of court dalam Proses Pengadilan, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Ida Keumala Jeumpa, 2014, Contempt of Court: Suatu Perbandingan Antara Berbagai Sistem Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala, Aceh.

Mardewiwanti, 2004, Tinjauan Viktimologis terhadap Hakim sebagai Korban

Kejahatan contempt of court,

Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Ruby Hardiati Johny, 2005, Contempt of Court (Kajian tentang ide dasar dan

implementasinya dalam hukum

pidana), Fakultas Hukum,

Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

Sutanto Nugroho, R.B Sularto, Budhi Wicaksono, 2017, Pengaturan Tindak Pidana Contempt of Court Berdasarkan Sitstem Hukum Pidana

Indonesia, Fakultas Hukum,

Universitas Diponegoro, Semarang. Peraturan-Undangan

Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang No. 14 Tahun 1985

tentang Mahkamah Agung.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. (KUHAP)

Referensi

Dokumen terkait

‡ Sumber dana terbesar berasal dari pemerintah sehingga tidak ada masalah dalam hal jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun sebuah Sistem Informasi yang baik. ‡

Hal tersebut terjadi memang karena adanya keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah dan juga disebabkan oleh kurang kreatifnya pemerintahan desa Aursati dan Ninik

Berdasarkan dari uraian latar belakang yang telah disampaikan, maka dapat dirumuskan permasalahannya adalah “Apakah program berita Pojok Pitu JTV telah memberitakan

Bahasa Arab menjadi mata pelajaran yang dijadikan sebagai kom- ponen utama. Dimana dalam kesatuan dengan pembelajaran di pesantren untuk pemahaman keislaman, bahasa

Berdasarkan pendeskripsian tersebut di atas bahwa pada komunikasi verbal terdapat pada 14 poin penting yang ada pada naskah pidato kasus Bank Century dan yang mana poin-poin

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1) pengaruh Minat belajar terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi di SMAN 1 Bayang Utara 2) Waktu Belajar terhadap

Pengaruh Iklan Media Luar Ruang Terhadap Perilaku Merokok Siswa di SMA Negeri 2 Medan.. Benyamin

Three Guardians to find, all in different corners of Alban; three branches of knowledge to master; and then, the disparate talents of humankind and Good Folk to