• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Geologi Menggunakan Integrasi Citra Radarsat-2 dan Landsat ETM+7 (Studi Kasus : Kecamatan Puttusibau, Kalimantan Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisa Geologi Menggunakan Integrasi Citra Radarsat-2 dan Landsat ETM+7 (Studi Kasus : Kecamatan Puttusibau, Kalimantan Barat)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak---Pemetaan geologi di Indonesia dilakukan dengan metode konvensial yang membutuhkan waktu sekitar 50-100 tahun penyelesaiannya, dengan hasil Peta Geologi skala rata-rata 1:250.000. Padahal kebutuhan akan peta geologi skala besar cukup tinggi. Dengan kemajuan teknologi penginderaan jauh menjadikannya salah satu alternatif untuk updating peta geologi wilayah Indonesia. Pemetaan Geologi menggunakan citra Radarsat-2 di daerah Puttusibau-Kalimantan Barat (Kab. Kapuas Hulu) merupakan salah satu aplikasi dari teknologi penginderaan jauh. Data Citra Radarsat-2 memiliki resolusi spectral yang tinggi yaitu 3 meter ini dianalisa sehingga dapat diperoleh informasi mengenai unsur geologi didaerah tersebut dengan skala besar misalnya skala 1:100.000 yang digunakan untuk penentuan luas daerah interpretasi geologi pada penelitian ini. Data Radarsat-2 berupa ORRI (Ortho Rectified Radar Image) dan DSM (Digital Surface Model) didukung oleh citra Landsat ETM+7 (457) untuk kenampakan visual dalam image fusion dan data-data sekunder lainnya, diolah dengan menggunakan software ER Mapper 7.0 dan ArcGIS 9.3 untuk pembuatan database dan interpretasi metode visual. Dari hasil interpretasi dapat diketahui jika didaerah tersebut didominasi oleh jenis satuan batuan karbonan (carbonaceous) dan gampingan (calcareous) yang terdapat pada formasi batuan Kelompok Selangkai (Kse 1 dan 2) serta terdapat kenampakan kelurusan batuan (lineaments).

Kata kunci—Penginderaan Jauh, Radarsat-2, Pemetaan Geologi.

I. PENDAHULUAN

emetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-informasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi gejala-gejala struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola penyebaran batuan pada daerah tersebut. Pemetaan sangatlah penting dalam kegiatan riset atau sebagai pemberi informasi yang akurat tentang suatu kawasan. Pemetaan geologi wilayah Indonesia telah dilakukan, namun dengan skala 1:250.000. Sedangkan dibutuhkan peta geologi dengan skala yang lebih besar untuk dilakukan analisa yang lebih mendetail. Oleh karena itu, dilakukannya updating peta

geologi skala 1:250.000 menjadi peta geologi skala besar misalnya skala 1:100.000 yang menjadi dasar luas daerah penelitian pada penelitian ini.

Waktu yang dibutuhkan seorang ahli dalam membuat peta geologi skala 1:50.000 seluas 1 lembar peta geologi skala 1:250.000 adalah 2-3 bulan (PSG, 2010).

Tabel 1.1 Perbandingan Metode Pembuatan Peta Geologi

Metode Konvensional Metode Penginderaan Jauh

Skala(cm) ±1:250.000 ±1:50.000

Waktu 50-100 tahun 2-3 bulan

Pemetaan tersebut dilakukan dengan menggunakan citra satelit radar yang merupakan system aktif beresolusi spasial tinggi. Dan pada tahun 2011 dilakukan pemetaan di wilayah Kalimantan dengan menggunakan citra Radarsat-2 yang diintegrasikan dengan citra Landsat ETM+7 (457) yang merupakan citra optis system pasif dengan resolusi spektral tinggi. Image fusion Radarsat-2 bentuk ORRI dengan citra Landsat ETM+7(457) untuk menghasilkan citra baru yang memiliki kenampakan visual true color karena mempunyai resolusi spektral tinggi milik citra multispektral (Landsat) dengan resolusi spasial tinggi yaitu 3m (Radarsat). Dengan memanfaatkan kelebihan teknologi penginderaan jauh yaitu daerah liputan yang luas dan berulang-ulang, serta ketelitian yang tinggi dengan biaya relatif murah, dapat meningkatkan keakurasian dan efisiensi dalam penyediaan data dan informasi geologi.

II. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Kecamatan Putussibau merupakan ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Indonesia. Terletak antara 0°-1° Lintang Utara dan 112° 30'-114° Bujur Timur. Secara topologi wilayah ini merupakan wilayah pegunungan dengan ketinggian mencapai 1.960 m diatas permukaan laut. Puttusibau memiliki luas wilayah ± 29.842 km² (2,984 Ha). Berdasarkan skala yang digunakan pada penelitian ini yaitu skala 1:100.000 pada lembar kertas A2 ditentukan luas daerah penelitian adalah 1.087.556.943,763 m2 atau 1.087,557 km2. Batas wilayah Puttusibau meliputi :

- Sebelah Utara : Nayaban. - Sebelah Timur : Ambalu. - Sebelah Selatan : Sintang.

Analisa Geologi Menggunakan Integrasi

Citra Radarsat-2 dan Landsat ETM+7

(Studi Kasus : Kecamatan Puttusibau, Kalimantan Barat)

Ahnas Awwab.1), Bangun Muljo Sukojo.2) dan Ipranta.3)

Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail:awwab9@gmail.com1), bangunms@gmail.com2), ipranto@yahoo.com3)

(2)

- Sebelah Barat : Longpahangai dan Provinsi Kalimantan Tengah.

B. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian ini terbagi dalam 5(lima) yaitu tahap awal berupa identifikasi masalah dan studi litelatur, tahap pengumpulan data, pengolahan data, analisa dan tahap akhir berupa penyusunan laporan.

C. Tahap Pengolahan Data

Gambar 1. Tahapan Pengolahan Data

Penjelasan dari diagram alir pengolahan data adalah sebagai berikut :

a. Data yang digunakan adalah data citra terkoreksi Satelit RADARSAT-2 tahun 2010 dalam bentuk ORRI (Ortho Rectified Radar Image) dan DSM (Digital Surface Model) serta data citra terkoreksi Satelit Landsat ETM+7(457) tahun 2004. Dengan data sekunder berupa Peta Geologi Regional skala 1:250.000 lembar Puttusibau 1616 tahun 1981(I. Bahar), data lapangan (PSG, 2011) berupa titik lokasi GPS dan pola aliran air (drainage pattern). b. Cropping Image (pemotongan citra) dilakukan untuk

membatasi daerah penelitian dan memperkecil memori penyimpanan sehingga mempercepat proses pengolahan data.

c. Shaded Relief (Pemunculan Relief) citra DSM dengan sudut azimuth 45o dan sudut elevasi 45o, supaya relief nampak severtikal mungkin

.

d. Komposit citra dengan nilai band RGB 457 (PSG, 2011), hal ini dilakukan agar kenampakan batuan dan tanah lebih jelas.

e. Image Fusion yaitu menggabungkan citra komposit resolusi rendah (Landsat ETM+7 band 457) dengan citra tunggal resolusi tinggi (Radarsat-2 ORRI) untuk menghasilkan output HSI Merge Image yaitu citra multispektral yang mengacu pada ukuran piksel citra resolusi tinggi yaitu 3m. Proses ini menggunakan metode HSI (Hue, Saturation, Intensity).

f. Overlaying citra hasil image fusion (ORRI+Landsat) dengan DSM untuk kegiatan interpretasi dengan susunan data citra hasil image fusion terletak pada layer bawah dan DSM terletak pada layer atas.

g. Supaya semua layer terlihat saling melengkapi maka diatur tingkat transparansinya sehingga dapat terlihat saling bertampalan.

h. Interpretasi dilakukan dengan metode klasifikasi visual manual berdasarkan 7 (tujuh) kunci interpretasi ditambah dengan data sekunder drainage pattern untuk menambah kenampakan morfologi yang ada dan data sekunder Peta Geologi skala 1:250.000 yang digunakan untuk mengetahui jenis formasi dan batuan yang ada dan juga membantu menginterpretasi litologi atau batas satuan batuan yang ada dalam daerah penelitian.

III. HASIL A. Citra Radarsat-2 dan Landsat

Data citra Radarsat-2 dalam bentuk ORRI (Ortho Rectified Radar Image) yang telah dipotong dan diubah menjadi layer intensity. Data ORRI diubah menjadi layer intensity untuk mempertajam warna sehingga membantu meningkatkan tampilan citra saat dioverlaykan dengan data DSM dan data Landsat.

Data DSM (Digital Surface Model) yang telah mengalami pemotongan citra, selanjutnya dilakukan shaded relief dengan menggunakan software ER Mapper dengan sudut azimuth 45o dan elevasi 45o sehingga tampilan permukaan bumi Nampak severtikal mungkin.

Citra Landsat ETM+7 (457) yang telah direktifikasi, dipotong dan dilakukan composit (kombinasi) band RGB 457 yang sesuai dengan pemetaan geologi.

Data citra Radarsat-2 ORRI dioverlaykan dengan Landsat ETM+7 (457) untuk interpretasi berdasarkan 7 (tujuh) kunci interpretasi. Selanjutnya dioverlaykan dengan DSM untuk interpretasi kenampakan morfologi

.

Perbandingan Dengan Penelitian Sebelumnya

Kombinasi band yang digunakan dalam penelitian ini sama digunakan pada penelitian yang juga menggunakan citra Landsat ETM+7 yaitu band 457[3]. Dan kombinasi band 457 juga digunakan pada penelitian yang menggunakan citra Landsat 5 TM untuk identifikasi batubara[1]. Sedangkan pada penelitian yang menggunakan Citra ALOS, kombinasi band yang digunakan pada citra ALOS adalah 432[2]. Jadi band RGB yang sesuai untuk interpretasi geologi pada citra satelit Landsat adalah band 457.

B. Batas Litologi Batuan

Batas litologi batuan hasil interpretasi citra overlay RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 pada wilayah studi (Puttusibau).

(3)

C. Geologi Regional

Berdasarkan peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), jenis batuan yang terdapat didaerah penelitian terdiri atas Batuan Gunungapi Nyaan (Ten), Batuan Terobosan Sintang (Toms), Batuan Gunungapi Lapung (Tml), Batupasir Haloq (Teh), Kelompok Embaluh (KTe), Kelompok Selangkai (Kse), Kelompok Mandai (Temd), Kompleks Busang (PRb), dan Kompleks Kapuas (JKlk).

Selain formasi dan jenis batuan yang ditemukan dikawasan area penelitian Puttusibau ditemukan kemiripan jenis batuan yang diberi kode :

 JKlk-1, JKlk-2, JKlk-3, JKlk-4 dan JKlk-5

 Teh-1, Teh-2, dan Teh-3

 Kse-1, dan Kse-2

 Ten-1, dan Ten-2

 Temd-1, dan Temd-2

 Tml-1, dan Tml-2

Hasil Klasifikasi ini dilakukan dengan cara interpretasi visual berdasarkan 7 (tujuh) kunci interpretasi ditambah dengan kenampakan morfologi yang ada. Interpretasi geologi dilakukan pada layar komputer berdasarkan fitur kenampakan dan pola aliran dengan metode analisa secara visual dan nama pembentukan formasi atau satuan batuan mengacu pada peta geologi yang ada. Sehingga dalam penelitian ini dilakukan korelasi antara hasil temuan yang ada dengan mengacu pada peta geologi skala 1:250.000 yang telah memiliki satuan batuan yang ada secara regional.

Ditemukannya berbagai macam formasi batuan dikarenakan ada formasi batuan yang memiliki unsur yang sama namun memiliki kenampakan yang sedikit berbeda karena pengaruh alam dan lingkungan yang ada disekitarnya.

Perbandingan Dengan Penelitian Sebelumnya

Hasil identifikasi litologi pada penelitian daerah Takalar-Sapaya dengan cara interpretasi visual berdasarkan 7 (tujuh) kunci interpretasi ditambah dengan kenampakan morfologi berupa satuan batu gamping (Temt), satuan konglomerat (Tmcc), satuan tuf (Tmct), batuan diorite (d), batuan basal (b), satuan breksi (Tpbv), satuan lava (Tpbl), endapan pantai (Pa), dan endapan alluvial (Qa)[3].

Sedangkan pada penelitian terdahulu dengan cara interpretasi visual berdasarkan 7 (tujuh) kunci interpretasi ditambah dengan kenampakan morfologi pada Pegunungan Selatan (Kab.Wonogiri) ditemukannya formasi yang baru yaitu :

 Tmwl 1, Tmwl 2, Tmwl 3 dan Tmwl 4

 Tms 1, Tms 2 dan Tms 3

 Tomm 1 dan Tomm 2

 Qa 1 dan Qa 2

 Qvl 1 dan Qvl 2[2]

Sehingga berdasarkan perbandingan diatas, maka citra Radarsat-2 yang diintegrasikan dengan Landsat ETM+7 yang digunakan untuk interpretasi geologi pada penelitian ini lebih baik dalam mengidentifikasikan keragaman formasi batuan yang baru. Hal ini dapat dibuktikan dalam penelitian ini ditemukannya keragaman pada formasi batuan Kompleks Kapuas (JKlk) yang terbagi dalam 5(lima) formasi batuan baru yaitu JKlk 1, 2, 3, 4 dan 5. Hal itu dikarenakan formasi JKlk masih menjadi bagian dari Pegunungan Kapuas.

D. Formasi dan Satuan Batuan

Berdasarkan hasil interpretasi dan data-data sekunder yang ada, batuan didaerah penelitian ini antara lain :

1. Batuan Gunungapi Nyaan (Ten 1)

Berdasarkan pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 dicirikan dengan warna cerah, bentuk memanjang dengan area yang besar. Kenampakan morfologi yang ditunjukkan pada hasil overlay dengan DSM adalah pegunungan memanjang mengikuti aliran air dibawahnya dengantekstur halus dan padat. Pola aliran air trellis karena mengikuti daerah lipatan yang kuat atau lapisan batuannya miring. Terdapat angulate dan rectangular yaitu kelokan tajam (angulate) beberapa membentuk sudut mendekati siku-siku hamper 90o (rectangular) karena adanya sesar. Sebaran formasi ini memiliki luas 10.379.457,798m2.

Sedangkan berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini adalah batu Tufa, batu Aglomerat, dan batu Tufa terpateri (welded).

2. Batuan Gunungapi Nyaan (Ten 2)

Pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 memiliki warna lebih gelap dari Ten-1, bentuk cenderung membulat dengan area kecil. Kenampakan morfologi yang ditunjukkan pada hasil overlay dengan DSM berupa area kecil berupa sesar yang memisahkan antara Teh-1 dan Teh-2 dengan tekstur kasar. Pola aliran air trellis karena mengikuti daerah lipatan yang kuat atau lapisan batuannya miring. Dan terdapat kelokan tajam (angulate) karena adanya sesar. Sebaran formasi ini memiliki luas 1.049.310,602 m2.

Sedangkan berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini adalah batu Tufa, batu Aglomerat, dan batu Tufa terpateri (welded).

3. Batuan Terobosan Sintang (Toms)

Pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 dicirikan dengan warna coklat gelap yang menandakan bahwa lokasi tersebut merupakan puncak gunung. Memiliki bentuk cenderung bulat dengan lokasi yang tersebar di beberapa tempat di Kse dan Tml. Kenampakan morfologi yang ditunjukkan pada hasil overlay dengan DSM berupa gunung dengan tekstur kasar. Pola aliran air radial sentrifugal yang menyebar meninggalkan pusatnya, pola aliran ini terdapat di daerah gunung yang berbentuk kerucut. Sebaran formasi ini memiliki luas 28.974.189,632 m2.

Berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini adalah batu Granodiorit, batu Diorit, batu Dasit Porfiri dan batu Andesit Porfiri.

4. Batuan Gunungapi Lapung (Tml 1)

Berdasarkan kenampakan pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 satuan ini memiliki warna coklat. Bentuk formasi ini cenderung persegi dengan area yang cukup luas. Kenampakan morfologi yang ditunjukkan pada hasil overlay dengan DSM diidentifikasi

(4)

sebagai dataran rendah sedikit bergelombang dan memiliki tekstur cenderung kasar. Pola aliran air dendritik yaitu pola aliran yang tidak teratur seperti ranting pohon dimana sungai induk memperoleh aliran dari anak sungainya, jenis ini biasanya terdapat di daerah datar. Terdapat angulate dan rectangular pada aliran air dibagian selatan yaitu berupa kelokan tajam (angulate) salah satu belokannya ada yang mendekati sudut siku-siku hamper 90o (rectangular) yang terbentuk karena adanya sesar. Sebaran formasi ini memiliki luas 83.880.312,888 m2.

Berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini adalah Breksi Lava dan Tufa.

5. Batuan Gunungapi Lapung (Tml 2)

Pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 terlihat memiliki warna coklat yang sedikit lebih gelap dari Tml-1. Bentuk formasi ini memanjang dari kaki gunung. Kenampakan morfologi diidentifikasi sebagai dataran rendah relatif datar dengan beberapa gunung kecil dan memiliki tekstur yang halus. Pola aliran air radial sentrifugal yang menyebar meninggalkan pusatnya. Sebaran formasi ini memiliki luas 154.274.309,276 m2.

Sedangkan berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini adalah Breksi Lava dan Tufa.

6. Batupasir Haloq (Teh 1)

Berdasarkan kenampakan pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 dicirikan dengan warna sedikit cerah dengan bentuk cenderung bulat. Kenampakan morfologi yang ditunjukkan pada hasil overlay dengan DSM diidentifikasi sebagai pegunungan yang memiliki pola aliran air yang menuju lembah dibagian selatannya dan tekstur yang padat. Pola aliran air trellis karena mengikuti daerah lipatan yang kuat atau lapisan batuannya miring. Terdapat kelokan tajam (angulate) karena adanya sesar. Sebaran formasi ini memiliki luas 62.446.873,128 m2.

Sedangkan berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini adalah Batu Pasir Kuarsa, Batu Pasir Kuarsa Kerikilan, Batu Lanau, Batu Lumpur dan Batu Gamping dibagian bawah.

7. Batupasir Haloq (Teh 2)

Pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 memiliki warna lebih gelap dari Teh-1 dan bentuknya relative memanjang. Walaupun memiliki kenampakan morfologi yang sama dengan Teh-1, namun satuan ini memiliki tinggi yang lebih daripada Teh-1. Pola aliran air radial sentrifugal yang menyebar meninggalkan pusatnya, pola aliran ini terdapat pada daerah gunung. Sebaran formasi ini memiliki luas 28.519.750,514 m2.

Berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini adalah Batu Pasir Kuarsa, Batu Pasir Kuarsa Kerikilan, Batu Lanau, Batu Lumpur dan Batu Gamping dibagian bawah.

8. Batupasir Haloq (Teh 3)

Pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 satuan ini memiliki ciri warna gelap bahkan lebih gelap dari Teh-2 dengan bentuk bulat memiliki morfologi datar yang berada dipuncak salah satu gunung yang ada di Teh-2. Satuan ini memiliki tekstur cenderung kasar dengan pola aliran air radial sentrifugal. Sebaran formasi ini memiliki luas 3.435.252,258 m2.

Berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini adalah Batu Pasir Kuarsa, Batu Pasir Kuarsa Kerikilan, Batu Lanau, Batu Lumpur dan Batu Gamping dibagian bawah. 9. Kelompok Selangkai (Kse 1)

Berdasarkan kenampakan pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 dicirikan dengan warna coklat sedikit gelap dengan bentuk cenderung membulat dengan area yang luas. Kenampakan morfologi yang ditunjukkan pada hasil overlay dengan DSM diidentifikasi sebagai pegunungan (dataran bergelombang). Tekstur yang terlihat cukup halus dan memiliki pola aliran radial sentrifugal karena menyebar meninggalkan pusatnya. Sebaran formasi ini memiliki luas 348.774.700,730 m2.

Sedangkan berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini tersusun atas Shale, Batu Lumpur, Batu Pasir, Konglomerat, Batu Gamping berfosil, sedikit Batubara dan umumnya karbonan serta gampingan.

10. Kelompok Selangkai (Kse 2)

Pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 memiliki warna lebih cerah dari Kse-1, bentuk bulat dengan daerah yang kecil. Memiliki morfologi dataran rendah seperti lembah dan bertekstur cenderung kasar dengan aliran air radial sentripetal yang mengumpul menuju pusat, pola ini terdapat didaerah basin (cekungan). Sebaran formasi ini memiliki luas 34.330.501,729 m2.

Berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini tersusun atas Shale, Batu Lumpur, Batu Pasir, Konglomerat, Batu Gamping berfosil, sedikit Batubara dan umumnya karbonan serta gampingan.

11. Kelompok Mandai (Temd 1)

Berdasarkan kenampakan pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 satuan ini dicirikan dengan warna sedikit gelap, cenderung membulat dengan daerah yang luas memiliki morfologi pegunungan landai dengan tekstur halus dan padat. Memiliki pola aliran air radial sentripetal yang mengalir berpusat ke satu titik, pola ini terdapat didaerah cekungan. Sebaran formasi ini memiliki luas 48.345.670,315 m2.

Sedangkan berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini adalah Batu Pasir (Sandstone) dan Batu Lumpur (Mudstone).

12. Kelompok Mandai (Temd 2)

Pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 satuan ini terlihat sedikit lebih cerah dari Temd-1,

(5)

bentuk memanjang dengan area lebih kecil dari Temd-1. Kenampakan morfologi berupa daerah landai yang mengikuti aliran air, bertekstur halus. Pola aliran air trellis karena mengikuti daerah lipatan yang kuat atau lapisan batuannya miring. Sebaran formasi ini memiliki luas 4.828.544,941 m2.

Sedangkan berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini adalah Batu Pasir (Sandstone) dan Batu Lumpur (Mudstone).

13. Kompleks Kapuas (JKlk 1)

Berdasarkan kenampakan pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 satuan ini memiliki warna sedikit gelap, bentuk memanjang dengan area yang kecil. Kenampakan morfologi yang terlihat pada hasil overlay dengan DSM berupa pegunungan landai, tekstur cenderung kasar. Pola aliran air dendritik yaitu pola aliran yang tidak teratur seperti ranting pohon dimana sungai induk memperoleh aliran dari anak sungainya, jenis ini biasanya terdapat di daerah berupa pegunungan yang meluas sedikit datar (landai). Terdapat angulate dan rectangular pada aliran air dibagian selatan yaitu berupa kelokan tajam (angulate) salah satu belokannya ada yang mendekati sudut siku-siku hamper 90o (rectangular) yang terbentuk karena adanya sesar. Sebaran formasi ini memiliki luas 27.550.038,014 m2.

Sedangkan berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini tersusun atas Spilite, Rijang, Batu Sabak (Slate) dan Batu Lempung merah.

14. Kompleks Kapuas (JKlk 2)

Pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 bercirikan warna yang lebih gelap dari JKlk-1, bentuk memanjang dengan area yang lebih besar yang dipisahkan oleh JKlk-1, morfologi berupa pegunungan landai seperti JKlk-1 namun sedikit lebih tinggi dengan tekstur cenderung kasar. Pola aliran relatif sama dengan JKlk-1 yaitu dendritik namun dengan cabang-cabang aliran yang lebih sedikit. Juga terdapat angulate pada salah satu aliran airnya dikarenakan juga dilewati oleh sesar yang terdapat pada daerah yang berbatasan dengan Kse. Sebaran formasi ini memiliki luas 168.307.297,188 m2.

Berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini tersusun atas Spilite, Rijang, Batu Sabak (Slate) dan Batu Lempung merah.

15. Kompleks Kapuas (JKlk 3)

Pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 memiliki warna gelap kemerahan, bentuk cenderung lancip dengan area yang besar. Kenampakan morfologi berupa dataran tinggi (gunung) dengan tekstur kasar. Pola aliran radial sentrifugal yang menyebar meninggalkan pusatnya, pola aliran ini terdapat didaerah gunung yang berbentuk kerucut. Sebaran formasi ini memiliki luas 33.418.838,630 m2.

Berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun

1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini tersusun atas Spilite, Rijang, Batu Sabak (Slate) dan Batu Lempung merah.

16. Kompleks Kapuas (JKlk 4)

Berdasarkan kenampakan pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 satuan ini memiliki warna cerah bentuk cenderung bulat dengan ukuran yang kecil. Kenampakan morfologi yang terlihat pada hasil overlay dengan DSM berupa dataran rendah seperti cekungan yang berpusat pada aliran airnya dan memiliki tekstur yang halus. Pola aliran radial sentripetal yang mengalir menuju pusat, pola aliran ini terdapat di daerah basin (cekungan). Sebaran formasi ini memiliki luas 33.119.844,452 m2.

Sedangkan Berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini tersusun atas Spilite, Rijang, Batu Sabak (Slate) dan Batu Lempung merah.

17. Kompleks Kapuas (JKlk 5)

Berdasarkan kenampakan pada hasil overlay citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7 satuan ini memiliki warna sedikit cerah bentuk memanjang dengan ukuran yang kecil. Kenampakan morfologi yang terlihat berupa dataran rendah bergelombang dan memiliki tekstur cenderung kasar. Pola aliran air dendritik yaitu pola aliran yang tidak teratur seperti ranting pohon dimana sungai induk memperoleh aliran dari anak sungainya, jenis ini biasanya terdapat di daerah berupa pegunungan yang meluas sedikit datar (landai). Sebaran formasi ini memiliki luas 15.922.051,668 m2.

Sedangkan Berdasarkan data-data sekunder dan hasil penelitian peta geologi skala 1:250.000 lembar Puttusibau, 1616 tahun 1981(I. Bahar), diperoleh satuan dari formasi batuan ini tersusun atas Spilite, Rijang, Batu Sabak (Slate) dan Batu Lempung merah.

E. Sebaran Batuan

Ditemukannya dominasi satuan batuan karbonan (carbonaceous) dan gampingan (calcareous) yang masuk dalam Kelompok Selangkai (Kse) yang tersebar disebagian besar wilayah penelitian dengan luas 383.105.202,459 m2. Dimana dalam penelitian ini untuk Kelompok Selangkai terbagi menjadi Kse 1, dan 2 berdasarkan hasil interpretasi visual yang berpedoman pada 7 kunci interpretasi.

Sedangkan formasi batuan Terobosan Sintang (Toms) merupakan satuan litologi paling sedikit (minor) dalam wilayah studi, yakni seluas 28.974.189,632 m2.

Perbandingan Dengan Penelitian Sebelumnya

Berdasarkan hasil interpretasi visual yang berpedoman pada 7 kunci interpretasi satuan litologi yang terluas pada penelitian daerah Takalar-Sapaya Sulawesi Selatan adalah satuan konglomerat, sedangkan litologi pada wilayah pegunungan didominasi satuan breksi dan lava[3]. Dan hasil klasifikasi pada penelitian Kabupaten Wonogiri didominasi oleh satuan batuan Karst / Gamping[2].

Satuan litologi minor pada penelitian daerah Takalar-Sapaya Sulawesi Selatan adalah satuan diorit[3]. Sedangkan pada penelitian Kabupaten Wonogiri formasi Wuni (Tmw) merupakan formasi yang paling sedikit keberadaannya[2].

(6)

Terdapat kemiripan dominasi batuan yang ada pada penelitian ini (Puttusibau-Kalimantan Barat) dengan penelitian pada Kabupaten Wonogiri[2] yaitu sama-sama didominasi oleh satuan batuan Gamping. Hal itu dikarenakan daerah penelitian mempunyai morfologi yang sama yaitu pegunungan.

F. Kelurusan Batuan (Lineaments)

Dalam hasil interpretasi geologi juga ditemukan adanya sebuah kelurusan batuan yang biasa disebut dengan Lineaments. Kelurusan pada citra biasanya ditandai dengan adanya garis lurus diantara batuan yang menyebabkan terputusnya pola litologi (Pusat Survei Geologi, 2010).

Gambar 3. Lineament pada citra

G. Kelebihan Pengintegrasian Citra RADARSAT-2 dan Landsat ETM+7

Dalam proses interpretasi geologi digunakan kunci-kunci interpretasi, berikut merupakan analisa kenampakan kunci interpretasi dalam citra RADARSAT-2 dengan Landsat ETM+7 :

1. Pada Segi Rona dan Warna (tone)

Penggabungan citra Radarsat-2 dan Landsat ETM+7 memberikan sebuah citra 3 (tiga) dimensi dengan resolusi spectral tinggi. Namun, dalam proses penginterpretasian geologi, khususnya analisa litologi dan kelurusan (lineament), tidak berdasarkan perbedaan warnanya. Tetapi warna dan kunci-kunci lainnya bermanfaat untuk mendeteksi interpretasi obyek dipermukaan tersebut, sehingga dapat membagi satuan batuan yang memiliki kemiripan jenis formasi batuan. Misalnya dalam hasil overlay Radarsat-2 dan Landsat ETM+7, terlihat air memiliki warna biru kehijauan dengan rona terang.

2. Pada Segi Pola (pattern)

Dalam hasil overlay Radarsat-2 dan Landsat ETM+7, terlihat pola aliran air yang dapat mempengaruhi jenis litologinya. Misalnya dalam daerah studi terlihat pola aliran radial sentripetal yang mengumpul menuju pusat pada formasi satuan Gunungapi Lapung (Tml) yang terdiri dari batuan breksi lava dan tufa yang menjadi daerah endapan dari gunung berapi didaerah tersebut.

3. Pada Segi Lokasi (association)

Dalam hasil overlay Radarsat-2 dan Landsat ETM+7, jelas terlihat perbedaan antara dataran tinggi curam, pegunungan landai dan dataran rendah. Misalnya untuk daerah gunung api dapat diperkirakan litologi yang ada diantaranya satuan lava dan tufa.

4. Pada Segi Bayangan (shadow)

Bayangan yang terdapat dalam hasil overlay Radarsat-2 dan Landsat ETM+7 dapat digunakan untuk menentukan

suatu kelurusan (lineaments) yang ada, selain itu bayangan memperlihatkan perbedaan antara dataran tinggi dan dataran rendah.

5. Pada Segi Tekstur (texture)

Dalam hasil overlay Radarsat-2 dan Landsat ETM+7 terlihat dengan jelas perbedaan teksturnya sehingga kita bisa memperkirakan litologi area tersebut. Misalnya untuk tekstur kasar dengan morfologi perbukitan bergelombang dan pegunungan terdapat satuan batuan gampingan.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisa yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Citra Radarsat dapat digunakan untuk pemetaan geologi teliti dikarenakan memiliki resolusi spasial yang tinggi yaitu 3(tiga) meter dan juga dapat menampilkan kondisi morfologi suatu daerah.

2. Kombinasi band citra Landsat ETM+7 yang sesuai untuk interpretasi geologi secara visual pada penelitian ini adalah kombinasi band 457.

3. Hasil klasifikasi pada citra Radarsat-2 menunjukkan bahwa wilayah puttusibau didominasi oleh satuan batuan karbonan (carbonaceous) dan gampingan (calcareous) yang menyebar disebagian besar kawasan. Formasi yang di identifikasi mengandung satuan batuan karbonan (carbonaceous) dan gampingan (calcareous) adalah Formasi Kelompok Selangkai (Kse) yang terbagi menjadi Kse 1 dan Kse 2.

4. Dari penelitian ini juga dapat diambil kesimpulan bahwa formasi batuan Terobosan Sintang (Toms) merupakan formasi yang paling sedikit yang ada di Puttusibau. Formasi ini tersusun atas satuan batuan granodiorit, diorit, batu dasit porfiri dan batu andesit porfiri.

5. Ditemukannya formasi yang baru dalam hasil interpretasi visual yang dilakukan dalam penelitian ini yang diberi nama :

 JKlk-1, JKlk-2, JKlk-3, JKlk-4 dan JKlk-5

 Teh-1, Teh-2, dan Teh-3

 Kse-1, dan Kse-2

 Ten-1, dan Ten-2

 Temd-1, dan Temd-2

 Tml-1, dan Tml-2

Pemilihan nama berdasarkan kemiripan struktur batuan dan interpretasi visual secara manual berdasarkan 7 kunci interpretasi dan kenampakan morfologi yang ada.

6.

Memiliki kelurusan batuan (lineaments) yang tersebar di daerah penelitian.

V. DAFTARPUSTAKA

[1] Ambodo, A.P. 2010. “Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Identifikasi Sebaran Batubara Permukaan Di Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan”. UGM.

[2] Hanafi, R.A. 2010. “Pemetaan Geologi Dengan Menggunakan Citra ALOS di Daerah Pegunungan Selatan Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah”. Geomatika-ITS.

[3] Reditya, I.W. 2010. “Integrasi Citra Ifsar dan Landsat Untuk Pembuatan Peta Geologi Daerah Takalar-Sapaya Propinsi Sulawesi Selatan”. Geomatika-ITS.

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillahhirobbil’alamin selalu penulis panjatkan atas nikmat dan berkah yang senantiasa allah swt limpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Hal ini diperjelas dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “Mineral dan batubara sebagai sumber daya alam tak terbarukan merupakan kekataan nasional yang dikuasai oleh

Siswa mampu menyebutkan contoh bahan-bahan kimia buatan yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna, pemanis, pengawet dan  penyedap yang terdapat dalam bahan

Dengan kedudukan dan kelembagaan yang lebih kuat berdasarkan Undang-Undang, maka kewenangan Pengadilan TIPIKOR tidak lagi terbatas pada perkara-perkara melibatkan

Dua buah artikel yang keduanya merupakan bagian dari disertasi yang berjudul Studi Pengurangan Dosis Pupuk Anorganik Pada Budidaya Padi sawah dengan Aplikasi Jerami dan Serapan

9 10 11 12 13 14 15 16 17 PEMANFAATAN PEKARANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA JML. PENYULUHAN WARUNG

Adapun kendala yang dihadapi Bhabinkamtibmas dalam melakukan bimbingan pasca diversi yaitu stigma masyarakat terhadap kinerja kepolisian dalam penanganan perkara

Hal tersebut dapat diketahui dari telah dilaksanakannya 7strategi menuju pelayanan sukses seperti yang diungkapkan Devrye dengan baik yakni: self esteem karena telah