KANDUNGAN TOTAL ZAT PADAT TERSUSPENSI DARI OUTLET TAMBAK UDANG INTENSIF
DI KABUPATEN JEPARA
Arif Mustofa
Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara
Abstrak: Zat padat tersuspensi yang keluar dari tambak udang intensif berupa
detritus yang berasal dari sisa pakan yang tidak dimanfaatkan oleh kultivan dan kotoran yang membusuk di dasar tambak. Umumnya senyawa organik sederhana ini mudah larut dan didekomposisi. Zat padat tersuspensi dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan. Penetrasi sinar matahari ke perairan dan bagian yang lebih dalam dalam perairan tersebut tidak dapat berlangsung efektif karena terhalang oleh zat ini, sehingga proses fotosintesis tidak dapat berlangsung dengan baik akibatnya produktifitas primer perairan menjadi terganggu. Hal ini menurunkan kualitas perairan yang menjadi bahan baku air budidaya udang yang berada di sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan total zat padat tersuspensi yang dikeluarkan dari tambak udang intensif melalui saluran outlet. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan tentang kandungan total zat padat tersuspensi yang keluar dari tambak udang intensif. Informasi ini penting bagi para pembudidaya udang mengenai kandungan zat padat tersuspensi di saluran outlet hingga ke perairan laut. Bagi pembudidaya udang intensif dapat menggunakan informasi ini untuk mendapatkan bahan baku air laut dengan kualitas yang baik, bersih dan bebas dari pencemaran. Penelitian ini dilaksanakan bulan Juni - Oktober 2016. Lokasi penelitian di di areal tambak udang intensif milik BBPBAP Jepara, analisa zat padat tersuspensi di Laboratorium Budidaya Perairan UNISNU Jepara. Pengambilan sampel air dilakukan pada 12 stasiun yang mewakili kondisi perairan. Pada tiap stasiun diukur pula parameter fisika yaitu suhu, salinitas, kecerahan dan pH. Metode penelitian berupa metode survey dengan analisis data secara diskriptif. Data yang diperoleh di lapangan serta hasil analisa di laboratorium akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik dan dibahas untuk mendapatkan kesimpulan sebagai hasil penelitian.
1.1 LATAR BELAKANG
Tambak udang intensif merupakan pengelolaan tambak budidaya udang yang menggunakan teknologi modern supaya menghasilkan produk dengan tingkat efisiensi dan efektifitas yang cukup tinggi. Pengelolaan tersebut meliputi berbagai aspek yaitu manajemen kualitas air, pakan, dan penanggulangan penyakit. Manajemen kualitas air memegang peran pokok dalam usaha budidaya intensif, karena budidaya sistem ini adalah memanipulasi semaksimal mungkin kehidupan kultivan dalam suatu wadah dengan air sebagai media hidupnya. Selain itu, penggunaan pakan yang efesien dengan probiotik, inovasi jenis pakan serta manajemen pemberian pakan yang tepat mampu menekan biaya produksi sehingga tercapai efisiensi.
Saluran air keluar (outlet) dari tambak udang intensif mengandung zat padat tersuspensi. Menurut Permana dkk (1994), zat padat tersuspensi (total suspended
solid) adalah semua zat padat (pasir, lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen biotik (misalnya fitoplankton, zooplankton, bakteri, jamur) ataupun komponen abiotik (misalnya detritus dan partikel-partikel anorganik lainnya). Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen dan berfungsi sebagai bahan endapan yang paling besar.
Komposisi dan sifat partikulat zat padat tersuspensi yang keluar dari tambak udang intensif berupa detritus yang berasal dari sisa pakan yang tidak dimanfaatkan oleh kultivan sehingga mengendap di dasar tambak serta kotoran kultivan yang membusuk akibat aktifitas bakteri di dasar tambak. Umumnya senyawa organik sederhana yang mudah larut lebih mudah didekomposisi seperti pati, hemiselulosa, selulosa, protein dan bahan-bahan yang larut dalam air. Laju perombakan residu organik tergantung pada unsur C dan N yang dikandung (Polprasert, 2009). Hasil penelitian Budi (2013) menyimpulkan bahwa faktor pengelolaan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap limbah organik adalah pH tanah, tekstur tanah, salinitas, O2 terlarut, umur pemeliharaan, ketebalan lumpur, umur tambak dan central drainage. Penjelasan dari Polprasert (2009) lebih lanjut bahwa penetrasi sinar matahari ke perairan dan bagian yang lebih dalam dalam perairan tersebut tidak dapat berlangsung efektif karena terhalang oleh zat padat tersuspensi ini, sehingga proses fotosintesis tidak dapat berlangsung dengan baik. Sebaran zat padat tersuspensi di perairan laut dipengaruhi oleh masukan yang berasal dari darat melalui aliran sungai, dari udara dan perpindahan karena resuspensi endapan akibat erosi. Menurut Jewlaika, dkk (2014) cahaya matahari dibutuhkan oleh fitoplankton untuk proses fotosintesis yang menjadi sumber kehidupan organisme-organisme di perairan. Berkurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan akibat kekeruhan dari zat padat tersuspensi akan menghambat pertumbuhan fitoplankton sebagai produktifitas primer perairan. Pengaruh ini nyata karena menurut Dede et al (2014), semakin tinggi produktivitas primer suatu perairan semakin besar pula daya dukung bagi kehidupan komunitas penghuninya. Begitupun sebaliknya produktivitas primer fitoplankton rendah menunjukkan daya dukung yang rendah pula.
Kekeruhan akibat zat padat tersuspensi ini berdampak negatif terhadap kegiatan budidaya perairan, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang studi padatan tersuspensi dari outlet tambak intensif.
1.2. Rumusan Masalah
Zat padat tersuspensi yang keluar dari tambak intensif mempengaruhi kualitas air di perairan laut karena tingkat kecerahan air akan berkurang. Penetrasi sinar matahari akan semakin berkurang dan mempengaruhi fotosintensis fitoplankton sehingga produktifitas primer perairan menjadi terganggu. Hal ini menurunkan kualitas perairan yang menjadi bahan baku air budidaya udang yang berada di sekitarnya.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan total zat padat tersuspensi yang dikeluarkan dari tambak udang intensif melalui saluran outlet.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat ilmiah adalah memberikan kontribusi pada ilmu pengetahuan tentang kandungan total zat padat tersuspensi yang keluar dari tambak udang intensif. b. Manfaat praktis adalah informasi bagi para pembudidaya udang mengenai
ini penting bagi pembudidaya udang dalam penggunaan bahan baku air laut dengan kualitas yang baik, bersih dan bebas dari pencemaran.
1.5. Hasil yang diharapkan
Target luaran yang diharapkan adalah memperoleh data mengenai kandungan total zat padat tersuspensi dari saluran pembuangan tambak udang intensif. Dengan mengetahui kandungan total zat padat tersuspensi akan memberikan informasi tentang kualitas air sebagai bahan baku budidaya yang berada di sekitarnya. Data yang dihasilkan merupakan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan mengenai kandungan zat padat tersuspensi yang dikeluarkan dari tambak intensif di Kabupaten Jepara.
2.1. TAMBAK UDANG INTENSIF
Tambak udang merupakan salah satu usaha budidaya perairan yang dikembangkan oleh masyarakat karena usaha ini dapat menghasilkan pendapatan yang cukup baik sebagai hasil utama. Selain itu juga menciptakan lapangan kerja di bidang perikanan budidaya yang membutuhkan tenaga di berbagai bidang. (Dede et al., 2013). Makalah yang dikeluarkan oleh BBPBAP (2006) menjelaskan bahwa sukses tidaknya usaha budidaya udang di tambak dapat ditentukan pula dengan langkah awal yang sangat penting, dalam hal ini penentuan lokasi untuk mendukung kebutuhan biologis udang yang dipelihara harus terpenuhi. Pemilihan lokasi untuk budidaya udang sangat mutlak dilakukan demi terpenuhinya persyaratan teknis baik dari segi lingkungan maupun dari segi fisik/lahan. Persyaratan lokasi/lahan untuk tambak pembesaran udang secara umum tidak jauh berbeda dengan jenis udang lainnya. Pemilihan lokasi yang dikehendaki untuk kegiatan budidaya jenis udang windu tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan minimal parameter kualitas lokasi/lahan
No. Komponen Kisaran Optimal Keterangan
1 2 3 4 Jenis Tanah pH tanah Bahan Organik NH3 Liat berpasir (70:30) 6,5 – 8,0 3 – 5 % 0,05 – 0,25 ppm
Jenis tanah masih ada toleransi, yaitu dapat digunakan untuk liat berdebu/ berlumpur
Sumber : BBPBAP (2006).
Lebih lanjut, BBPBAP (2006) menjelaskan bahwa teknologi budidaya tambak yang ada selalu mengalami perkembangan, di mana mulai dari teknologi sederhana hingga maju. Teknologi yang diterapkan tentu akan mempengaruhi dari tipologi tambak yang dipergunakan. Karakter pembagian teknologi tersebut adalah:
1. Tambak sederhana dicirikan dengan :
Pemasukan dan pengeluaran air umumnya tergantung sepenuhnya dengan pasang surut
Bentuk petakan tidak teratur
Luas petakan tambak antara 0,5 – 5 hektar
Kedalaman air umumnya hanya mampu “kurang” dari 70 cm Produksi yang dicapai umumnya rendah
Pemasukan dan pengeluaran air tidak tergantung sepenuhnya dengan pasang surut
Bentuk petakan teratur
Luas petakan tambak antara 0,5 – 1 hektar Kedalaman air umumnya hanya mampu >90 cm
Produksi yang dicapai umumnya lebih tinggi dari tambak sederhana 3. Tambak intensif dicirikan dengan :
Pemasukan dan pengeluaran air tidak tergantung sepenuhnya dengan pasang surut
Bentuk petakan teratur
Luas petakan tambak antara 0,3 – 0,5 hektar Kedalaman air umumnya >1,0 cm
Produksi yang dicapai umumnya tinggi
2.2. Zat Padat Tersuspensi
Padatan tersuspensi total adalah material yang halus dalam air yang mengandung lanau, bahan organik, mikroorganisme, limbah industri dan rumah tangga yang dapat diketahui beratnya setelah disaring dengan kertas saring berukuran 0,042 mm. Nilai konsentrasi padatan tersuspensi total yang tinggi dapat
menurunkan aktivitas fotosintesa tumbuhan laut baik yang mikro maupun makro sehingga oksigen yang dilepaskan tumbuhan air menjadi berkurang. (Murphy, 2007 dalam Helfinalis et al, 2012). Padatan tersuspensi total di perairan laut berasal dari daratan yang dibawa aliran sungai menuju perairan laut dan selanjutnya terbawa oleh pergerakan arus dan mengendap di dasar laut pada lokasi perairan yang tenang. (Helfinalis et al, 2012). Padatan tersuspensi ini mempengaruhi kualitas air laut akibat dari kekeruhan yang ditimbulkannya.
Kualitas air laut budidaya tambak udang yang menurun akan menimbulkan masalah karena di dalam budidaya tambak udang, air laut merupakan media utama sehingga perlu perhatian lebih dalam pengelolaannya. Kualitas air laut merupakan salah satu faktor yang menjadi kunci keberhasilan usaha budidaya tambak udang (Dahuri dkk, 2004). Salah satu parameter kualitas air adalah kekeruhan yang disebabkan oleh kandungan zat padat tersuspensi yang berupa bahan anorganik maupun bahan organik.
Jika bahan organik melebihi ambang batas yang sewajarnya maka akan bersifat pencemar, meskipun bahan organik itu sendiri merupakan nutrien bagi biota-biota perairan. Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk kepentingan perikanan dan taman laut konservasi yaitu <80 ppm, namun tidak sesuai untuk kepentingan pariwisata (mandi selam dan renang) yaitu <23 ppm (Tarigan dan Edward, 2003).
Kandungan bahan organik yang tinggi akan mempengaruhi tingkat keseimbangan perairan. Menurut Zulkifli, et.al. (2009) tingginya kandungan bahan organik akan mempengaruhi kelimpahan organisme, di mana terdapat organisme-organisme tertentu yang tahan terhadap tingginya kandungan bahan organik tersebut, sehingga dominansi oleh spesies tertentu dapat terjadi. Pada penelitian ini parameter kandungan bahan organik yang diukur adalah Total Organic Matter (TOM), yang menggambarkan kandungan bahan organik total dalam suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi, dan koloid (Hariyadi et. al., dalam Hamsiah, 2000).
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Perairan
Data yang dikeluarkan oleh BBPBAP Jepara (2006) menjelaskan bahwa kualitas air sangat penting untuk dilihat sebagai sumber utama dalam usaha budidaya ikan/udang. Dalam hal penilaian air, yang terpenting adalah: a) mempunyai jumlah yang cukup; b) tidak keruh; c) pH sekitar 7,0; d) salinitas tidak pernah lebih dari 40 ppt; e) tidak berada pada daerah polluted area baik dari jenis logam dan organo-chlorin serta pestisida. Seperti diketahui bahwa wilayah pantai adalah merupakan daerah ‘buangan’ seluruh aktivitas di daerah daratan mulai dari pemukiman, pertanian dan industri. Pada daerah yang memiliki peluang terpulasi sebaiknya tidak dipilih untuk dijadikan lahan pertambakan, karena biaya perbaikan lingkungan pasti akan mahal sekali walupun bisa dilakukan. Persyaratan minimal parameter kualitas air sebagaimana dalam tabel berikut ini.
Tabel 2. Persyaratan minimal paramater kualitas air pasok
No. Komponen Kisaran Optimal Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 Salinitas pH Suhu Alaklinitas Bahan Organik PO4 NH3 15 – 30 ppt 7,5 – 8,7 28 – 31,5oC 90 – 150 ppm 45 – 55 ppm 0,1 – 0,5 ppm 0,03 – 0,25 ppm
Bila bahan organik air di atas 55 ppm dapat diantsipasi dengan pengendapan pada petak tandon air.
Sumber : BBPBAP (2006)
Tabel di atas menunjukkan bahwa kandungan bahan organik dalam air pasok seharusnya berkisar antara 45 – 55 ppm dan apabila melebihi 55 ppm dapat diantisipasi dengan pengendapan pada petak tandon air.
Pengelolaan air tambak pada prinsipnya adalah usaha untuk mempertahankan kualitas air lingkungan tambak pada kisaran nilai parameter yang layak serta menekan terjadinya fluktusi lingkungan yang tinggi. Dengan demikian kehidupan dan pertumbuhan udang yang dipelihara dapat tumbuh maksimal dengan energi dan input nutrisi yang minimal (Arifin et al, 2007). Berikut adalah kriteria dan kategori kualitas air tambak sebagai dalam tabel di bawah ini.
Tabel 3. Kriteria dan kategori kualitas air tambak secara fisika – kimia
Parameter kualitas air penebaran Saat petak/reservoir Air di Pertengahan dan akhir pemeliharaan Air pembuangan Suhu (oC) 26 – 29 27 – 32 27 – 32 27 – 32 DO minimum (ppt) 4 >3,5 4,5 3 BOD (ppm) <0,2 <10 pH 7,8 – 8,5 7,8 – 8,5 7,8 – 8,4 7 – 9 Alkalinitas (ppm) 90 – 150 90 – 150 90 – 150 100 – 150 Transparansi (cm) 40 – 50 30 – 50 30 – 40 30 – 40 Suspensi terlarut (ppm) <30 <20 <40 <30 Salinitas (ppt) 10 – 35 10 – 35 10 – 35 10 – 35 Amonia (ppm) <0,5 <0,3 <0,4 <0,5 Nitrat (ppm) <0,5 <0,3 <0,4 <0,5
Parameter kualitas air penebaran Saat petak/reservoir Air di Pertengahan dan akhir pemeliharaan Air pembuangan Nitrit (ppm) <0,1 <0,1 <0,1 <0,1 Phosphat (ppm) <0,25 0,30 0,35 0,25
Total vibrio (CFU/ml) 102 103 – 104 103 – 104 <104
Logam berat Hg (ppm)
Pb(ppm) <0,17 <1,16 <0,17 <1,16 <0,17 <1,16 <0,17 <1,16
(Arifin et al., 2007)
Dari tabel 3 di atas menunjukkan bahwa suspensi terlarut untuk air pembuangan tambak yaitu <30 ppm. Data ini berkaitan dengan pengenceran air laut akibat pasang surut. Sehingga kandungan zat padat tersuspensi antara air tambak dengan saluran outlet berbeda lebih besar pada saat pertengan dan akhir pemeliharaan.
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni - Oktober 2016 di areal tambak udang intensif milik BBPBAP Jepara. Penelitian dilakukan dengan pengukuran zat padat tersuspensi yang berasal dari saluran outlet dengan 12 stasiun pantau sebagaimana dalam denah berikut :
Gambar 1. Denah pengambilan sampel
Keterangan :
SPA = Saluran Pembuangan Akhir PB = Petak Biofilter
PBU = Petak Pembesaran Udang PAS = Petak Air Suplai
1 – 12 = Stasiun pengambilan sampel
3.2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survey yaitu penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual tentang suatu daerah (Nazir, 2005). Metode survey merupakan metode dengan
PAS
PB
PB
PB
PBU9
10 12
11
LAUT
SPA 1 2 3 4 5 6 7 8
menjelaskan makna di balik realita. Peneliti berpijak pada realita atau keadaan yang berlangsung di lapangan (Bungin, 2012). Skema konsep penelitian adalah sebagai berikut :
Gambar 2. Skema konsep penelitian 3.3. Alat dan bahan
Peralatan dan bahan yang diperlukan dalam penelitian sebagaimana dalam tabel berikut :
Tabel 4. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
No. Alat / Bahan Kegunaan
1 Botol sampel 1 liter menyimpan sampel air
2 Kertas saring Whatman 1001-125 mengetahui berat residu.
3 Oven mengeringkan kertas saring
4 Timbangan analitik menimbang berat residu
5 Termometer mengukur suhu
6 Refraktometer mengukur salinitas
7 pH meter mengukur pH air
8 Sechi disk mengukur kecerahan air
9 Mistar ukur mengukur kedalaman
3.4. Metode Pengambilan Sampel
Penentuan sampel dilakukan dengan metode purposive yaitu cara mengambil subjek berdasarkan adanya tujuan tertentu. Menurut Arikunto (2010), teknik purposive dilakukan karena adanya beberapa pertimbangan yaitu keterbatasan waktu, biaya dan
Kandungan total zat padat tersuspensi dari saluran keluar air
tambak budidaya udang intensif
Parameter kualitas air :
Suhu, salinitas, kecerahan, pH, pasut
Data tambak dan
Total zat padat tersuspensi
Analisa deskriptif
Kesimpulan dan saran
Data primer dan sekunder
Purposive sampling
Metode penelitian survey
tenaga serta dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang banyak dan jauh. Pengambilan sampel dilakukan pada stasiun pengamatan yang telah ditentukan.
3.4.1. Penentuan stasiun
Penentuan stasiun pengamatan ditetapkan sebanyak 12 stasiun pengamatan pada bulan Agustus 2016 di saluran outlet tambak udang intensif di areal tambak milik Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Penentuan stasiun ini didasarkan pada peningkatan gradien air buangan, dari yang paling dekat dengan pintu air outlet hingga ke muara saluran pembuangan air ke arah laut lepas.
3.4.2. Prosedur Penelitian
Pengambilan sampel air dilakukan dengan peralatan yang telah ditetapkan. Prosedur pengukuran kandungan total zat padat tersuspensi berdasarkan SNI 06-6989.3-2004 sebagai berikut :
1. Mengambil sampel air dari titik stasiun yang telah ditentukan sebanyak 1 liter menggunakan botol sampel. Tiap stasiun dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.
2. Kertas saring Whatman 1001-125 dicuci 3 x 10 ml air suling kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 103oC - 105oC selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
3. Mengulangi langkah di atas sampai berat konstan, yaitu perubahan berat lebih kecil 0,5 mg dari penimbangan sebelumnya.
4. Air sampel dalam botol dikocok terlebih dahulu agar campuran menjadi homogen, kemudian menyaringnya menggunakan kertas saring yang telah dioven pada suhu 103oC - 105oC selama 1 jam, residu akan tertinggal di kertas saring kemudian dipanaskan seperti di atas dan ditimbang.
5. Selisih berat kertas saring kosong dengan kertas saring yang telah digunakan untuk menyaring air sampel merupakan kandungan total zat padat tersuspensi. 6. Perhitungan :
mg TSS per liter = (A – B) x 1000 Volume contoh uji (dalam ml) dengan pengertian:
A = berat kertas saring + residu kering (mg); B = berat kertas saring (mg)
3.5. Analisa Data
Dari penelitian yang dilakukan akan mendapatkan data sebagai berikut :
1. Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid/TSS) tiap-tiap stasiun pengamatan.
Data akan dianalisa secara deskriptif dikaitkan dengan parameter fisika dan kimia perairan tersebut. Hasil pembahasan terhadap nilai TSS digunakan untuk mendapatkan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Analisa sampel air akan dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan UNISNU Jepara.
2. Data dimensi tambak : Saluran Pembuangan Akhir (SPA), Petak Biofilter (PB), Petak Pembesaran Udang (PBU ) dan Petak Air Suplai (PAS). Juga data kultivan : jenis, umur dan padat penebaran.
3. Parameter fisika kimia : suhu, salinitas, kecerahan, pH dan pasang surut. Parameter fisika dan kimia air pada tiap stasiun pengamatan digunakan untuk mendukung analisa kandungan total TSS saluran outlet tambak udang intensif. Data ini sangat penting sehingga pembahasan menjadi lebih komprehensif.
fisika kimia perairan. Data pasang surut diperoleh dari Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai (LPWP) UNDIP, Bulu Jepara.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z., C. Kokarkin dan T.P. Priyoutomo. (editor), 2007, Penerapan Best Management Practices (BMP) pada Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius) Intensif, Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara. Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Ed. rev cet. 14.
Rineka Cipta. Jakarta.
BBPBAP (Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau) Jepara. 2006. Perencanaan Pembangunan Tambak Yang Aman Bagi Usaha Budidaya Udang. Makalah BBPBAP. Jepara.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). SNI 06-6989.3-2004. Air dan air limbah- Bagian 3: Cara uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri.
Budi, B.S. 2013. Pengelolaan Limbah Organik Pada Tambak Sebagai Usaha Pengendalian Kualitas Sumber Daya Lingkungan Pantai, Jurnal Teknis, Vol. 8 No. 3, Desember 2013. Hal. 99-103.
Bungin, B. (ed). 2012. Metode Penelitian Kualitatif (Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer) : Ridjal T. Metode Bricolage Dalam Penelitian Sosial. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Dahuri, R., J. Rais., S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Dede, H., R. Aryawati dan G. Diansyah. 2013. Evaluasi Tingkat Kesesuaian Kualitas Air
Tambak Udang Berdasarkan Produktivitas Primer PT. Tirta Bumi Nirbaya Teluk Hurun Lampung Selatan (Studi Kasus). Maspari Jurnal, Vol. 6 No. 1, Januari 2014. Hal 32-38.
Erlina, A., A. Hartoko dan Suminto. 2007. Kualitas Perairan Di Sekitar BBPBAP Jepara Ditinjau Dari Aspek Produktivitas Primer Sebagai Landasan Operasional Pengembangan Budidaya Udang Dan Ikan. Jurnal Pasir Laut, Vol. 2 No. 2, Januari 2007. Hal. 1-17.
Hamsiah, 2000. Peranan Keong Bakau (Telescopium telescopium) Sebagai Biofilter Limbah Budidaya Tambak Udang Intensif. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Helfinalis, Sultan dan Rubiman. 2012. Padatan Tersuspensi Total di Perairan Selat Flores Boleng Alor dan Selatan Pulau Adonara Lembata Pantar. Jurnal Ilmu Kelautan, Vol. 17 No. 3, September 2012. Hal. 148-153.
Jewlaika, L., Mubarak dan I. Nurrachmi. 2014. Studi Padatan Tersuspensi di Perairan Pulau Topang Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan, Vol. 19 No. 2 Juni 2014. Hal. 53-66.
Permana, S.D., E. Triyati, & A. Nontji. 1994. Pengamatan Klorofil dan Seston di Perairan Selat Malaka 1978-1980: Evaluasi Kondisi Perairan Selat Malaka 1978-1980. Hal. 63.
Polprasert, C. 2009. Organic Waste Recycling. John Wey Sons. Toronto. Singapore. Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. cet.6. Ghalia Indonesia, Bogor.
Tarigan, M.S. dan Edward. 2003. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) Di Perairan Raha, Sulawesi Tenggara. Jurnal Makara Sains. Vol 7 No. 3, Desember 2003. Hal 109-119.
Zulkifli, H., Z. Hanafiah. dan D. A. Puspitawati. 2009. Struktur dan Fungsi Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Sungai Musi Kota Palembang: Telaah Indikator Pencemaran Air. Jurusan FMIPA. Universitas Sriwijaya