• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) BAWANG MERAH. A. HAMA - HAMA UTAMA PADA BAWANG MERAH 1. Lalat Penggorok Daun ( Liriomyza chinencis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) BAWANG MERAH. A. HAMA - HAMA UTAMA PADA BAWANG MERAH 1. Lalat Penggorok Daun ( Liriomyza chinencis)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT)

BAWANG MERAH Oleh : Juwariyah BP3K Garum

Indikator Keberhasilan

Setelah mempelajari pokok bahasan ini peserta diklat diharapkan mampu :

1. Mengenal Hama Utama Pada Tanaman Bawang Merah . 2. Mengenal Penyakit Utama Pada Bawang Merah

3. Mengetahui cara - cara pengendalian Opt pada Tanaman Bawang Merah.

A. HAMA - HAMA UTAMA PADA BAWANG MERAH 1. Lalat Penggorok Daun ( Liriomyza chinencis)

Gejala Serangan

Daun bawang yag terserang ditandai dengan adanya bintik - bintik putih akibat tusukan ovipositor lalat betina dan liang korokan larva yang berkelok - kelok pada daun bawang . Serangan berat akibat hamper seluruh helaian daun peruh dengan korokan, sehingga menjadi kering dan berwarna coklat seperti terbakar.

Cara pengendalian 1. Secara mekanik

 Mengumpulkan daun yang terserang lalu dimasukkan ke dalam kantong plastic kemudian diikat dan dimusnahkan.

 Melakukan pemasangan perangkap kuning berperekat ( oli ) yang terbuat dari kertas atau plastic kuning dengan ukuran

(2)

2 16 cm x 16 cm kemudian ditempelkan pada triplek atau kaleng dengan ukuran yang sama lalu dipasang pada tiang bamboo yang tingginya maksimal 60 cm. Jumlah perangkap yang digunakan untuk setiap ha pertanaman bawang merah sekitar 80 – 100 buah.

 Melakukan penangkapan pengorok daun dewasa menggunakan traping berjalan dengan ukuran tinggi 30 – 50 cm lebar disesuaikan dengan lebar bedengan dengan bentuk melengkung . Traping diolesi bahan yang dapat melekatkan serangga pada traping.

2. Secara Biologis

 Menggunakan musuh alami tabuhan Ascecodessp, Opius sp.Hemiptorsemus voricornis, Gronotoma sp.

3. Secara Kimiawi

Apabila serangan telah mencapai 10 % dapat dilakukan penyemprotan dengan pestisida efektif dengan dosis sesuai anjuran berbahan aktif bensltap, klofenapir dan siromazin.

2. Ulat Bawang

Gejala Serangan

Gejala serangan tampak pada daun berupa bercak berwarna putih transparan. Begitu menetas dari telur ulat masuk ke dalam daun dengan jalan melubangi ujung daun pada saat stadia larva kemudian menggerek permukaan bagian dalam daun sedangkan bagian epidermis luar ditinggalkan. Serangan

(3)

3 lebih lanjut menyebabkan daun mongering . Jika populasi ulat banyak dapat menyerang umbi. Serangan lebih lanjut menyebabkan daun terkulai dan mengering.

Cara pengendalian. 1.Secara Mekanik

* Mengumpulkan kelompok telur dan ulat bawang lalu dimasukkan ke dalam kantong plastic kemudian dimusnahkan. *. Menggunakan perangkap lampu yang dipasang secara serentak pada satu hamparan. Yang dipasang disawah dengan jarak 20 x 20 meter , sehingga tiap hektar terdapat 25 - 30 lampu atau titik. Setiap titik terdiri dari lampu neon beserta fitingan , bak penampung yang berisi detergen, kayu penyangga , paku dan kabel. Sedangkan jarak lampu dengan mulut bak kurang dari 40 cm . sedangkan jarak lampu dengan mulut kurang lebih 7 cm. Untuk menghindari hujan diatas lampu diberi pelindung. Lampu dinyalakan serentak sejak matahari terbenam sampai menjelang matahari terbit.

2. Secara Biologis

*. Menggunakan musuh alami capung, kepik parasitoid Polites sp, Lalat Tritaxys braueri, Cuposera varia, lebah Telenomus sp, Parasit Apanteles sp, semut apin dan agen hayati. SE – NPV 3. Secara Kimiawi

(4)

4 *. Apabila populasi kelompok telur pada musim kemarau telah mencapai 1 kelompok / 10 rumpun atau 5 % daun sudah terserang / rumpun dan pada musim hujan terdapat 3 kelompok telur / 10 rumpun atau 10 % sudah terserang / rumpun dilakukan penyemprotan dengan insektisida efektif yang berbahan aktif profenofos, betasiflutrin , tiodikrab, karbofuran. 4. Secara Teknis

*. Melakukan pergiliran tanaman dengan jenis tanaman yang bukan inang ( tanaman palawija ) untuk musim tanam selanjutnya .

*. Melakukan penanaman secara serentak.

3. Hama Thrip ( Thrips tabaci Lind & Thrip parvisipunus Karny )

Gejala Serangan :

Sasaran serangan adalah daun muda dan pucuk daun. Nimfa dan imago menyerang bagian tersebut dengan jalan menggaruk atau meraut jaringan daun muda dan menghisap cairan selnya. Secara visual daun yang terserang berwarna putih mengkilap seperti perak dan kemudian berubah kecoklatan dan berbintik hitam. Bila serangan berat seluruh daun bias berwarna putih . Pada serangan berat dapat mengakibatkan umbi menjadi kecil dengan kualitas rendah. Trips dapat juga dijumpai pad umbi bawang merah pada saat panen kemungkinan ikut terbawa ke tempat penyimpanan dan dapat merusak bagian lembaga umbi bawang merah. Serangan berat ini terjadi pada suhu rata - rata di atas suhu

(5)

5 normal yang disertai hujan rintik - rintik dan kelembaban udara diatas 70 %.

Cara Pengendalian : 1. Secara Mekanik

 Melakukan pengamatan dengan interval minimal satu minggu dua kali.

 Melakukan pemasangan perangkap berwarna kuning perekat sebanyak sebanyak 80 – 100 buah / hektar

2. Secara Biologi

 Menggunakan musuh alami kumbang macam / kumbang helm predator Coccinellidae.

 Menggunakan nematode Entomo Patogen ( NEP ) bila telah dijumpai populasi.

3. Secara Teknis

 Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inangnya

 Penanaman dilakukan secara serentak sekitar pertengahan Mei sampai Awal Juni .

4. Secara Kimiawi

 Apabila populasi dan serangan terus meningkat dilakukan pengendalian dengan insektisida efektif yang berbahan aktif betaslifutrin, piraklos.

4. Hama Tanah ( Agrotis ipsilon ) Gejala serangan

Ulat aktif pada malam hari . Ulat menyerang leher batang dengan memotong - motong bagian tersebut. Potongan -

(6)

6 potongan tanaman tersebut sering ditarik/ dibawa ke tempat persembunyian. Ulat bersembunyi di dalam tanah dan aktif menyerang pada sore - malam hari sekitar 5 - 7 .

Cara pengendalian ; 1. Secara Mekanik

 Melakukan pengolahan tanah sebaik - baiknya sehingga pupa maupun ulat mati terkena sinar matahari.

 Memusnahkan ulat yang dijumpai di s ekitar tanaman inang

 Menggunakan lampu perangkap seperti pengendalian pada ulat bawang

2. Secara Biologis

 Meggunakan musuh alami coccinela repanda, Goniophona, Trtaxys branei.

3.Secara Teknis

 Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang atau tingkat keinangan rendah ( tanaman palawija ).

B. PENYAKIT - PENYAKIT UTAMA PADA BAWANG MERAH 1. Layu Fusarium ( Fusarium oxysporum hanz )

Gejala Serangan

Sasaran serangalah bagian dasar umbi lapis . daun bawang menguning dan terpelintir layu ( mboler ) serta tanaman mudah dicabut. Umbi yang terserang akan menampakkan dasar umbi yang putih karena massa cendawan dan umbi membusuk dimulai dari dasar umbi. Apabila umbi lapis dipotong membujur terlihat adanya pembusukan berawal dari dasar umbi meluas baik ke atas maupun samping. Seangan lebih lanjut menyebabkan kematian , dimulai dari ujung daun kemudian menjalar ke bagian bawah.

(7)

7 Morfologi dan siklus hidup :

Cendawan mampu bertahan hidup lama di dalam tanah meskipun tanpa tanaman inang, karena dapat membentuk klamidospora yaitu spora aseksual yang dibentuk dari ujung hifa yang membengkak. Meskipun pada dasarnya cendawan ini adalah patogen tular tanah, tetapi patogen tersebut dapat tersebar pula lewat air pengairan dari tanah yang terkontaminasi, dari satu tempat ke tempat lainnya. Infeksi akhir pada umbi yan terjadi di pertanaman akan terbawa sampai umbi disimpan di gudang. Cendawan akan berkembang mulai dari dasar umbi, lalu masuk ke dalam umbi lapis. Jika umbi digunakan sebagai bibit, penyakit tersebut akan tersebar di lapangan. Drainase yang buruk dan kelembaban tanah yang tinggi sangat membantu berkembangnya penyakit moler tersebut (Anonim 2005).

Cara Pengendalian : 1. Secara Biologis

 Menggunakan pupuk organic dengan penambahan agens hayati Glioccladium spa tau Trichodherma pada setiap lubang tanam.

(8)

8

 Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang nya tau tingkat keinangnya rendah ( tanaman palawija )

 Menggunakan benih yang bebas penyakit

 Drainase dijaga baik

 Memberi perlakuan sebelum ditanam dengan 100 gr fungisida per 100 kg umbi benih di daerah endemis.

 Melakukan penyiraman / sirat untuk pencucuian daun setelah hujan reda

 Menjaga tanaman / umbi jangan sampai terluka akibat perlakuan sewaktu pemeliharaan maupun panen.

2. Penyakit trotol atau bercak ungu (Purple blotch) Patogen: cendawan Alternaria porri (Ell.) Cif.

Gejala serangan : Infeksi awal pada daun menimbulkan bercak berukuran kecil, melekuk ke dalam, berwarna putih dengan pusat yang berwarna ungu (kelabu). Jika cuaca lembab, serangan berlanjut dengan cepat, bercak berkembang hingga menyerupai cincin dengan bagian tengah yang berwarna ungu dengan tepi yang kemerahan dikelilingi warna kuning yang dapat meluas ke bagian atas maupun bawah bercak. Ujung

daun mengering, sehingga daun patah. Permukaan bercak tersebut akhirnya berwarna coklat kehitaman (Gambar 9).

(9)

9 Serangan dapat berlanjut ke umbi, yang menyebabkan umbi membusuk, berwarna kuning lalu merah kecoklatan. Semula umbi membusuk dan berair yang dimulai dari bagian leher, kemudian jaringan umbi yang terinfeksi mengering dan berwarna lebih gelap. Umbi tersebut dapat menjadi sumber infeksi untuk tanaman generasi berikutnya jika digunakan sebagai bibit.

Morfologi dan siklus hidup :

Pada bagian yang berwarna ungu atau lebih gelap tersebut dapat ditemukan konidiofor yang mampu berkecambah membentuk konidiospora. Proses sporulasi sangat dibantu oleh kondisi cuaca yang lembab, mendung, hujan rintik-rintik dengan kelembaban udara mencapai lebih dari 90%. Konidiospora (konidium) berbentuk gada bersekat, membesar, dan tumpul di salah satu ujungnya, sedangkan ujung lainnya menyempit dan memanjang. Konidia disebarluaskan oleh angin dan jika konidia tersebut jatuh ke permukaan tanaman inang, konidium berkecambah, membentuk miselium, lalu menginfeksi jaringan tanaman lewat stomata atau luka pada epidermis. Biasanya gejala visual awal akan terlihat 1-4 hari sejak inisiasi infeksi, tergantung pada jumlah konidia yang berhasil menginfeksi dan kondisi cuaca yang mendukung. Setelah sekitar 5 hari konidia generasi berikutnya telah matang dan siap menginfeksi bagian atau tanaman inang di sekitarnya dan siklus generasi berikutnya terbentuk. Patogen mampu bertahan dari musim ke musim berikutnya dalam bentuk miselia pada sisa-sisa tanaman inang dan segera membentuk kondiofora dan konidia jika kondisi memungkinkan. Namun, konidia tersebut tidak mampu bertahan hidup lebih lama jika jatuh di atas tanah. Oleh

(10)

10 karena itu, penyakit trotol adalah penyakit lahir (tular) udara dan lahir bibit (umbi). Kondisi yang membantu tumbuh dan berkembangnya cendawan A. porri adalah cuaca yang mendung, hujan rintik-rintik, kelembaban udara yang tinggi, suhu udara sekitar 30-32 ºC, drainase lahan yang kurang baik dan pemupukan yang tidak berimbang karena dosis N-nya terlalu tinggi (Anonim 2005).

Cara Pengendalian : 1. Secara Mekanik

 Melakukan sanitasi dan pembakaran sisa - sisa tanaman yang sakit .

2. Secara Teknis

 Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang atau tingkat keinangannya rendah

 Menggunakan benih yang berasal dari tanaman sehat, tidak kerapos dan tidak terdapat luka pada kulit / terkelupas dan warna mengkilap.

 Menanam umbi dari kultivar toleran

 Menjaga lahan tidak tergenang air dengan membuat saluran drainase sebaik mungkin

 Mengadakan penyiraman pagi hari

 Jika terjadi hujan pada siang hari , maka tanaman segera disiram dengan air bersih untuk menghidari pathogen yang menempel pada daun

3. Secara Biologi

 Mennggunakan pupuk organic dengan penambahan agen hayati Trichoderma pada setiap lubang tanam.

(11)

11

 Apabila masih ditemukan gejala serangan dapat dilakukan penyemprotan dengan fungisida efektif yang dianjurkan yang berbahan aktif klorotalonil, mankoseb, promineb, difenokanazol.

3. Penyakit otomatis atau antraknose (Antracnose)

Patogen : cendawan Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Gejala Serangan

Di daerah Brebes dan sekitarnya, penyakit ini disebut penyakit otomatis, karena tanaman yang terinfeksi akan mati dengan cepat, mendadak, dan serentak. Serangan awal ditandai dengan terlihatnya bercak berwarna putih pada daun, selanjutnya terbentuk lekukan ke dalam (invaginasi), berlubang dan patah karena terkulai tepat pada bercak tersebut (Gambar 10). Jika infeksi berlanjut, maka terbentuklah koloni konidia yang berwarna merah muda, yang kemudian berubah menjadi coklat muda, coklat tua, dan akhirnya kehitam-hitaman. Dalam kondisi kelembaban udara yang tinggi terutama pada musim penghujan, konidia berkembang dengan cepat membentuk miselia yang tumbuh menjalar dari helaian daun, masuk menembus sampai ke umbi, seterusnya menyebar di permukaan tanah, berwarna putih, dan menginfeksi inang di sekitarnya. Umbi kemudian membusuk, daun mengering dan sebaran serangan yang bersifat sporadis tersebut, pada hamparan tanaman akan terlihat gejala botak-botak di beberapa tempat.

(12)

12 Morfologi dan siklus hidup :

Seperti halnya Alternaria, cendawan Colletotrichum termasuk ke dalam golongan cendawan tak sempurna (fungi imperfekti). Hifa cendawan ini bersekat tetapi tidak menghasilkan tingkatan seksual. Miselia membentuk badan buah aservuli (lapisan stroma). Dari permukaan lapisan ini terbentuk konidiofora yang rapat, tegak, transparan (hialin) yang berukuran 45 - 55 mikron. Pada ujung konidiofora terbentuk konidia berbentuk oval, lurus atau sedikit bengkok dengan ukuran panjang sekitar 15 mikron, lebar sekitar 5 mikron. Konidia tersebar berkat bantuan angin dan atau hujan lebat dan jika jatuh pada sasaran tanaman inang maka konidia akan berkecambah dengan membentuk apresorium (hifa berbentuk tabung pendek yang jika kontak dengan epidermis, bagian ujungnya akan melebar membentuk semacam sel bersudut, berdinding tebal, dan berwarna coklat). Pembentukan apresoria (haustoria) adalah inisiasi infeksi dan sangat terangsang oleh kerentanan inang dan kondisi mikroklimat, seperti kelembaban udara, temperatur udara, serta substrat yang cocok untuk cendawan tersebut. Intensitas serangan berkurang pada kondisi yang relatif kering (musim kemarau), sistem drainase lahan yang baik, dan pertanaman yang gulmanya terkendali (Anonim 2005).

(13)

13 Cara pengendalian :

1. Secara Mekanik

• Melakukan sanitasi dan pembakaran sisa - sisa tanaman yang sakit .

2. Secara Teknis

• Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang atau tingkat keinangannya rendah

• Menggunakan benih yang berasal dari tanaman sehat, tidak kerapos dan tidak terdapat luka pada kulit / terkelupas dan warna mengkilap.

• Menanam umbi dari kultivar toleran

• Menjaga lahan tidak tergenang air dengan membuat saluran drainase sebaik mungkin

• Mengadakan penyiraman pagi hari

• Jika terjadi hujan pada siang hari , maka tanaman segera disiram dengan air bersih untuk menghidari pathogen yang menempel pada daun

• 3. Secara Biologi

• Mennggunakan pupuk organic dengan penambahan agen hayati Trichoderma pada setiap lubang tanam.

4. Secara Kimiawi

• Apabila masih ditemukan gejala serangan dapat dilakukan penyemprotan dengan fungisida efektif yang dianjurkan yang berbahan aktif karbendazim.

4. Penyakit embun bulu atau tepung palsu (Downy mildew) Patogen : cendawan Peronospora destructor (Berk.) Casp.

Gejala Serangan :

Pada kondisi yang lembab, berkabut atau curah hujantinggi, cendawan akan membentuk masa spora yang sangat banyak, yang terlihat sebagai bulu-bulu halus berwarna ungu (violet) yang menutupi daun bagian luar dan batang (umbi) (Gambar 11). Gejala kelihatan lebih jelas jika daun basah

(14)

14 terkena embun. Gejala akibat infeksi cendawan ini dapat bersifat sistemik dan lokal. Jika infeksi terjadi pada awal pertumbuhan tanaman, dan tanaman mampu bertahan hidup, maka pertumbuhan tanaman terhambat dan daun berwarna hijau pucat (MacNab dkk. 1983). Bercak infeksi pada daun mampu menyebar ke bawah hingga mencapai umbi lapis, kemudian menjalar ke seluruh lapisan, Akibatnya, umbi menjadi berwarna coklat. Serangan lanjut akan mengakibatkan umbi membusuk, tetapi lapisan luarnya mengering dan berkerut, daun layu dan mengering, sering dijumpai anyaman miselia yang berwarna hitam. Gejala lokal biasanya merupakan akibat infeksi sekunder, yang mengakibatkan bercak pada daun yang berwarna pucat dan berbentuk lonjong, yang mampu menimbulkan gejala sistemik seperti tersebut di atas.

Morfologi dan siklus hidup :

Cendawan P. destructor adalah cendawan dari golongan Phycomycetes yang hifanya tidak bersekat. Miselia dan oospora mampu bertahan baik pada sisa-sisa tanaman inang maupun berkecambah dengan cepat dan menghasilkan massa spora yang sangat banyak jumlahnya. Spora ini disebarluaskan oleh angin, dan keberhasilan infeksinya sangat didukung oleh kondisi udara lembab dan suhu malam

(15)

15 hari yang relatif rendah. Oleh karena itu, penyakit ini bersifat tular udara, tular bibit, maupun tular tanah, khususnya jika lahan basah dan drainasenya buruk.

Morfologi dan siklus hidup :

Cendawan mampu bertahan hidup lama di dalam tanah meskipun tanpa tanaman inang, karena dapat membentuk klamidospora yaitu spora aseksual yang dibentuk dari ujung hifa yang membengkak. Meskipun pada dasarnya cendawan ini adalah patogen tular tanah, tetapi patogen tersebut dapat tersebar pula lewat air pengairan dari tanah yang terkontaminasi, dari satu tempat ke tempat lainnya. Infeksi akhir pada umbi yan terjadi di pertanaman akan terbawa sampai umbi disimpan di gudang. Cendawan akan berkembang mulai dari dasar umbi, lalu masuk ke dalam umbi lapis. Jika umbi digunakan sebagai bibit, penyakit tersebut akan tersebar di lapangan. Drainase yang buruk dan kelembaban tanah yang tinggi sangat membantu berkembangnya penyakit moler tersebut (Anonim 2005). Cara Pengendalian

1. Secara Mekanik

• Melakukan sanitasi dan pembakaran sisa - sisa tanaman yang sakit .

2.Secara Teknis

•Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang atau tingkat keinangannya rendah

*Menggunakan benih yang berasal dari tanaman sehat, tidak kerapos dan tidak terdapat luka pada kulit / terkelupas dan warna mengkilap.

•Menanam umbi dari kultivar toleran

•Menjaga lahan tidak tergenang air dengan membuat saluran drainase sebaik mungkin

(16)

16 .Jika terjadi hujan pada siang hari , maka tanaman segera disiram dengan air bersih untuk menghidari pathogen yang menempel pada daun

3. Secara Biologi

* Mennggunakan pupuk organic dengan penambahan agen hayati Trichoderma pada setiap lubang tanam. 4. Secara Kimiawi

* Apabila masih ditemukan gejala serangan dapat dilakukan penyemprotan dengan fungisida efektif yang dianjurkan .

C. PROSES PEMBELAJARAN 1. Bagi Penyuluh

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu mempelajari materi pengendalian OPT tanaman bawang merah berdasarkan kompetensi dasar dan melakukan kegiatan pendampingan pada materi pengendalian OPT tanaman bawang merah kemudian mampu merancang materi pengendalian OPT bawang merah serta memilih metode dan media yang sesuai dengan kondisi wilayah peserta.

2. Bagi Petani

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu menerapkan materi pengendalian OPT bawang merah pada lahan usaha taninya dengan secara individu maupun kelompok

Referensi

Dokumen terkait

Perwalian dengan wasiat bersamaan halnya dengan testamentaire voogdij (hal ini diatur dalam pasal 335 KUHperdata), yaitu perwalian yang didasarkan pada tata cara yang baik oleh ibu

Hasil analisis bivariat dan multivariat menunjukkan nilai p < 0,05 yang berarti ada pengaruh yang bermakna pola asuh kesehatan terhadap status gizi balita .Hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air biji pepaya dosis rendah sampai dengan dosis tinggi pada mencit memiliki potensi yang sama dengan

Penelitian  dilakukan  pada  10  ekor  rusa  sambar  betina  dewasa,  umur  8  ‐10  tahun,  yang  dipilih  dari  49  ekor  rusa  dengan  kriteria  pernah 

Lilin aromaterapi adalah salah satu bentuk diversifikasi dari produk lilin, yaitu aplikasi lain dari cara inhalasi atau penghirupan aromaterapi yang biasa

Jenis kertas ini diproduksi dengan sistim “through air dried” (TAD) or mesin kertas Yankee (silinder pemanas yang diameternya sangat besar) yang mempunyai “wet atau dry

Penumpukan pada metode 1 dan 3 dilakukan dengan cetakan dan disusun secara berlapis. Lapisan paling atas dan paling bawah sedapat mungkin adalah sabut