86
4.1
SIMPULAN
Berdasarkan analisis yang dilakukan, didapatkan hasil penelitian bahwa total dari keseluruhan 35 majas yang diklasifikasikan oleh Jo Byeong Hwa, ditemukan sebanyak 14 majas yang digunakan pada ketiga puisi yang dianalisis.
Pertama, pada puisi Nae Seolgeupeun Sekseu-eui Yeoksa (내 서글픈 섹스의 역사) kata masa muda yang dialami oleh tokoh pada bait pertama ini tidak diungkapkan secara jelas karena menggunakan jeyubeop(제유법) sehingga pembaca dibuat agar menerka-nerka sendiri masa muda yang dimaksud oleh puisi. Selanjutnya diceritakan bahwa setiap kali tokoh melihat wanita muda yang diwakili oleh frase ‘kulit yang elastis dan kencang’ melalui penggunaan
hwanyubeop (환유법). Selanjutnya pada bait ini juga terdapat penggunaan
jungeuibeop (중의법) melalui kata seongyok (성욕) sehingga pembaca dirangsang untuk menebak maksud sebenarnya yang ingin disampaikan. Kemudian agar pembaca mengetahui jelas keadaan penisnya ketika nafsu birahinya yang tidak terangsang meski melihat wanita muda yang berkulit elastis dan kencang diperumpamakan mengkerut seperti orang kalah yang putus asa dengan menggunakan jikyubeop (직유법). Bait dua menggunakan gwajangbeop (과장법) dengan mengatakan bahwa pasangan yang mampu mabuk akan
kemenangannya adalah wanita tua yang semakin tua dan yang sudah kehilangan semua kemampuan seksnya untuk melebih-lebihkan keadaan sebenarnya sehingga kesan yang dimunculkan lebih dalam. Keadaan sebenarnya yang dimaksud adalah pasangan seksnya mampu menikmati kemampuan seks tokoh utama dan tidak sampai mengalami mabuk. Pengalaman tokoh di bait tiga membuat kenangan yang mendalam di hatinya yang kemudian diceritakan pada bab empat dengan memperumpamakan kenangan itu seperti sebuah gumpalan yang dalam yang ada di hatinya melalui penggunaan eunyubeop (은유법). Perumpamaan tersebut juga didukung dengan penggunaan gwajangbeop (과장법) yang melebih-lebihkan frase ‘gumpalan yang dalam’. Berdasarkan keseluruhan penggunaaan bahasa figuratif (majas) puisi ini menggunakan enam jenis bahasa figuratif (majas) yang sebagian banyak menggunakan bahasa figuratif (majas) jenis biyubeop (비유법)
dan salah satu jenis gangjobeop (강조법) yaitu gwajangbeop (과장법) dalam menggambarkan perasaan tokoh utama. Hal tersebut membuktikan bahwa sebagian besar cara yang digunakan penulis dalam menyampaikan makna puisi ini adalah dengan memperumpakannya dan setelah itu menegaskan makna.
Kedua, bait satu pada puisi Sarangbakke Nan Molla (사랑밖에 난 몰라)
menggunakan eunyubeop (은유법) pada bagian frase ‘sinar mata yang cabul’
dengan menambahkan kata penghias yaitu ‘cabul’ sehingga pembaca dapat mengetahui jenis sinar mata yang ingin disampaikan. Penggunan kata ‘cabul’ dan ‘lugu’ sebenarnya merupakan dua kata berlawanan yang digunakan untuk menggambarkan perasaan tokoh tersebut sebagai wujud penggunaan daejobeop
(대조법) yang kemudian ditambahkan dengan penggunaan geulkkori banbokbeop (글꼬리 반복법). Penggunaan geulkkori banbokbeop(글꼬리 반복법) tersebut menunjukkan bahwa bagian ‘sinar mata yang cabul itu lugu’ merupakan bagian yang terpenting pada bait ini karena diulang-ulang kembali. Penggunaan bahasa figuratif (majas) lainnya berupa hyeonjaebeop (현재법) pada keseluruhan bait pertama agar kejadian masa lalu yang dirasakan tokoh utama dapat tergambar jelas di imajinasi pembaca. Bait dua memusatkan pada perasaan tokoh utama karena adanya penggunaan geulkkori banbokbeop (글꼬리 반복법) yang mengulang ‘fellatio dan cunnilungus yang penuh birahi itu lugu’ pada akhir larik pertama menjadi akhir larik kedua. Hyeonjaebeop (현재법) juga kembali digunakan agar perasaan tokoh utama pada masa lalu dapat tergambar jelas oleh pembaca karena dibentuk dalam kalimat kala kini pada bait ini. Bait tiga menggambarkan perasaan tokoh utama ketika berciuman dengan pasangannya melalui penggunaan euitaebeop (의태법) berupa kata ‘peodeulgeori’ (퍼들거리다) agar suasana menggetarkan tersebut dapat terwakili oleh simbol suara yang dibuat dari bentuk suasana menggetarkan yang sebenarnya terjadi. Kemudian keanehan yang terjadi saat ciuman itu digambarkan dengan penggunaan apmal banbeokbop (앞말 반복법) dengan mengulang kata ‘ciuman’ pada akhir larik pertama menjadi awal larik kedua sehingga pembaca dapat mengetahui bahwa ‘ciuman’ merupakan hal yang ingin ditekankan dan disampaikan oleh puisi. Lalu perasaan ‘hampa’ dengan penggunaan jung-euibeop (중의법) digambarkan dengan penggunaan jung-euibeop (중의법) yang
memiliki makna ganda sehingga pembaca secara tidak langsung dipancing untuk mencari tahu makna sebenarnya yang ingin disampaikan. Terdapat penggunaan
daejobeop (대조법) pada bait empat yang menyebabkan dua kata berlawanan makna digunakan pada larik pertama berupa ‘menyedihkan’ dan ‘brutal’ sehingga pembaca dapat mengetahui tentang perasaan campur aduk yang dirasakan tokoh utama saat penetrasinya dengan pasangannya berlangsung. Penetrasi tersebut merupakan bagian yang terpenting dalam bait ini karena terdapat penggunaan
apmal banbeokbop(앞말 반복법) sehingga kata ‘penetrasi’ disebutkan lebih dari satu kali. Kemudian kata ‘budak’ merupakan bagian yang penting dalam bait lima karena terdapat penggunaan geulkkori banbokbeop (글꼬리 반복법) sehingga kata tersebut diulang sebanyak dua kali. Penggunaan daejobeop (대조법)
dimaksudkan untuk menggambarkan perasaan campur aduk yang dirasakan tokoh utama yang kemudian ia perumpamakan secara berlebihan dengan menggunakan paham demokrasi, liberalisme, utopia, sosialisme sebagai representatif perasaannya karena terdapat gwajangbeop (과장법). Gwajangbeop (과장법)
digunakan agar didapat kesan lebih mendalam dibandingkan dengan perasaan sebenarnya yang dirasakan oleh tokoh utama saat itu adalah ia seolah-olah merasakan seperti keadilan, kebebasan, kesempurnaan, dan pengekangan yang terjadi sekaligus. Kemudian pada kata yang sama terdapat penggunaan
gyeonggubeop (경구법) karena menggunakan kata-kata luar biasa dibanding kata-kata biasa agar lebih merangsang pembaca. Kata-kata luar biasa tersebut pun disusun dengan menggunakan yeolgeobeop (열거법) untuk mempertegas makna
dan perasaan yang dirasakan tokoh utama saat itu. Berdasarkan keseluruhan penggunaaan bahasa figuratif (majas) puisi ini menggunakan sembilan jenis majas yang sebagian banyak digunakan jenis gangjobeop (강조법) sehingga puisi ini sebagian besar menegaskan makna untuk menyampaikan pesan yang tersirat dalam puisi.
Ketiga, pada bait satu puisi Yeonae-en Kkeuchi Ittjiman Sekseu-en Kkeuchi Eobda (연애엔끝이 있지만섹스엔 끝이 없다) terdapat penggunaan geulkkori banbokbeop (글꼬리 반복법) pada kalimat ‘saranghanda’ sehingga
memunculkan kesan menggebu-gebu dalam pernyataan cinta tokoh utama. Namun, kemudian digunakan eokyangbeop (억양법) untuk menggambarkan perasaan tokoh utama yang meyakini bahwa seberapa besar cinta seseorang pada akhirnya dalam hubungan percintaan pasti selalu akan ada akhir. Eokyangbeop (억양법) digunakan kembali pada bait selanjutnya untuk mempengaruhi pembaca sehingga meski seks memiliki kekurangan, seks memiliki kelebihan yang tidak disangka-sangka yaiitu tidak memiliki akhir. Kemudian larik kedua bait pertama diulang menjadi larik kedua bait ini yang berfungsi sebagai titik balik pernyataan di akhir bait tokoh utama yang bertentangan dengan pernyataannya di awal bait melalui penggunaan cheot-meori banbeokbeop (첫머리 반복법). Selanjutnya untuk menekankan kata ‘akhir’ pada setiap akhir larik di setiap bait puisi ini digunakan apmal banbeokbop (앞말 반복법). Awal bait tiga menggunakan
yeolgeobeop(열거법) untuk menjelaskan satu per satu jenis pengikatan hubungan dari yang bersifat sekadar mengikat sampai pada jenjang paling mengikat agar
pembaca memiliki gambaran jelas terhadap maksud yang sebenarnya disampaikan. Namun, dengan menggunakan eokyangbeop (억양법) diceritakan bahwa seberapa mengikatnya jenis pengikatan hubungan tersebut, menurut tokoh utama tetap akan ada akhir dalam hubungan percintaan. Penekanan kata ‘akhir’ pun kembali ditegaskan dengan menggunakan apmal banbeokbop (앞말 반복법)
sehingga pembaca dapat mengetahui bahwa kata ‘akhir’ masih merupakan bagian penting pada bait ini. Yeolgeobeop(열거법) pun digunakan pada awal bait empat agar pembaca mengetahui secara detail maksud kelainan seks yang dimaksud puisi dengan menguraikan berbagai macam jenis kelainan seks. Namun, kemudian digunakan eokyangbeop (억양법) pada cara penggambaran kelainan seks di bait ini untuk menonjolkan kelebihan seks sehingga puisi ini dapat mempengaruhi pembaca ketika mengakhiri pembacaan bait ini. Kata ‘akhir’ masih menjadi bagian penting dan diulang kembali pada bait ini melalui penggunaan apmal banbeokbop (앞말 반복법) sehingga pembaca pasti menyadari bahwa bagian terpenting yang ingin disampaikan puisi ini adalah tentang sebuah akhir. Bentuk penggambaran semua perasaan tokoh utama dan kejadian yang dialaminya pun menggunakan hyeonjaebeop(현재법) agar pembaca dapat membayangkan secara jelas kejadian dan perasaan yang dialami tokoh pada masa lalu dan masa yang akan datang meski tidak ikut mengalaminya secara langsung. Berdasarkan keseluruhan penggunaaan bahasa figuratif (majas) puisi ini menggunakan empat jenis majas yang sebagian banyak diguanakan jenis gangjobeop (강조법) dan
dan melakukan perubahan pada kata atau maknanya dalama menyampaikan makna puisi ini. Di antara ketiga puisi tersebut juga terdapat kesamaan penggunaan jenis bahasa figuratif (majas).
Jumlah penggunaan bahasa figuratif (majas) pada ketiga puisi menunjukkan bahwa bahasa figuratif (majas) cukup banyak digunakan. Hal tersebut tentunya cukup banyak mempengaruhi makna yang terdapat dalam ketiga puisi. Setelah mengetahui jenis bahasa figuratif (majas) yang digunakan, makna puisi pun juga dapat diketahui sehingga melalui analisis ini pemahaman terhadap ketiga puisi tersebut pun lebih mendalam. Oleh karena itu, diperlukan analisis terhadap bahasa figuratif (majas) yang digunakan untuk dapat menganalisis ketiga puisi tersebut secara lebih mendalam.
4.2
SARAN
Ketiga puisi yang merupakan objek material penelitian ini dianalisis maknanya melalui jenis-jenis bahasa figuratif yang digunakan sehingga pemahaman puisi tersebut lebih mendalam. Namun, berdasarkan hasil penelitian terdapat kecenderungan penggunaan jenis bahasa figiuratif (majas) pada ketiga puisi sehingga akan lebih baik dilakukan penelitian lanjutan terhadap hal tersebut. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian makna puisi, ditemukan banyak penggunaan tema-tema erotisme dalam puisi. Oleh karena itu, selain bahasa figuratif (majas), ketiga puisi tersebut juga dapat diteliti berdasarkan unsur instrinsik lainnya atau unsur ekstrinsiknya.