• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI DINAS KOPERASI DAN UMKM KABUPATEN GOWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI DINAS KOPERASI DAN UMKM KABUPATEN GOWA"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

Disusun dan diusulkan oleh

Muh. Qurratun A’yun Muhiddin Nomor Stambuk : 10564 02206 15

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan

Disusun dan Diajukan Oleh : Muh. Qurratun A’yun Muhiddin Nomor Stambuk : 015640220615

Kepada :

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)
(4)
(5)
(6)

(dibimbing oleh Ansyari Mone dan Hamrun)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa dan juga untuk mengetahui factor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah yang ada di Kabupaten Gowa. Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Sumber data ialah informan dari pihak dinas koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa dan para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah yang ada di Kabupaten Gowa instumen yang digunakan yaitu observasi, pedoman wawancara, data dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu metode induktif, deduktif dan metode komparatif. Lokasi penelitian ini berada di Dinas Koperasi Dan UMKM di dan juga melibatkan beberapara informan dari pelaku usaha yang lokasi usahanya berbeda-beda. Adapun informan dalam penelitian ini yaitu berjumlah 3 orang dari dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa dan pelaku usaha yang bergerak di sector UMKM berjumlah 3 orang. Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah, di Kabupaten Gowa berperan untuk peningkatan sumber daya dan kualitas dari usaha-usaha yang ada di Kabupaten Gowa, berupa peningkatan teknologi usaha, promosi dan pelatihan-pelatihan, begitu juga pengembangan dan pembinaan yang dilakukan secara intensif semata-mata untuk meningkatkan kesejaterahan masyarakat juga strata sosial dan perekonomian di Kabupaten Gowa yang akan sangat berperan juga untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang maju nantinya. Faktor yang menjadi pendukung seperti dilibatkannya tokoh maysarakat, pelatihan-pelatihan dan promosi untuk para pelaku usaha. Faktor penghambat seperti kurangnya motivasi dalam berusaha, daya kreativitas yang rendah dan belum meratanya sosialisasi dari pihak kedinasan.

(7)

Assalamu „Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang penulis ajukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Jurusan Ilmu Pemerintahhan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poilitik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Ucapan terima kasih pertama-tama penulis persembahkan untuk kedua orang tua penulis, Ayahanda Harto Imayaduddin dan ibunda tercinta Suryani Thalib atas dukungan, semangat serta doa-nya yang tidak pernah berhenti diberikan kepada penulis agar selalu diberikan kemudahan dan kelancaran untuk segala urusannya. Terima kasih atas segala perjuanagan dan pengorbanannya. Semoga ayahanda dan ibunda senantiasa dirahmati oleh Allah SWT.

Banyaknya rintangan dan tantangan yang harus penulis hadapi dalam penyelesaian skripsi ini dan menyadari bahwa hal ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang selalu mengarahkan penulis untuk mencapai dan memperoleh kebenaran untuk menyelesaikan skripsi

(8)

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Abd Rahman Rahim, S.E., M.M selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Ayahanda Drs. H. Ansyari Mone, M.Pd selaku Pembimbing I dan Kakanda Hamrun, S.IP., M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Ibunda Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Kakanda Dr. Nuryanti Mustari, S.IP., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan dan Kakanda Ahmad Harakan Djamal S.IP., M.HI selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah sudi berbagi ilmunya kepada penulis selama ini.

6. Segenap Dosen Penguji mulai dari Seminar Proposal, Ujian Hasil, sampai Ujian Tutup yang selalu mengkritik dan memberi masukan kepada penulis demi perbaikan Skripsi.

7. Segenap Dosen yang berada di ruangan Tata Usaha, Simak, LP3M Unismuh Makassar yang telah membantu pengurusan berkas selama ini.

(9)

9. Seluruh teman-teman kelas yang selama ini selalu bersama-sama mengikuti jadwal kuliah yang selalu punya cerita dan pengalamannya tersendiri didalam kelas.

(10)

10

11. Kepada para pelaku usaha di sector UMKM yang bersedia menjadi informan dalam penulisan skripsi ini.

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi penelitian ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 31 Desember 2019 Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 11

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori... 13

1. Implementasi Kebijakan... 13

2. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ... 23

B. Kerangka Pikir ... 27

C. Fokus penelitian ... 28

D. Deskripsi Fokus Penelitian ... 29

BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 31

B. Jenis Penelitian ... 31

C. Sumber Penelitian ... 31

D. Informan Penelitian ... 32

E. Teknik Pengumpulan Data ... 33

1. Observasi ... 33

2. Wawancara ... 33

3. Studi Dokumentasi ... 34

F. Teknik Analisis Data ... 34

G. Keabsahan Data ... 35

BAB VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 36

1. Gambaran Umum Kabupaten Gowa ... 36

a. Masa Kemerdekaan ... 40

(12)

c. Batas Wilayah ... 46

d. Visi Misi Kabupaten Gowa ... 46

2. Gambaran Umum Dinas Koperasi ... 47

a. Profil Dinas Koperasi dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) Kabupaten Gowa ... 47

1. Kedudukan dan Latar Belakang ... 47

2. Visi dan Misi ... 48

3. Tugas Pokok Dinas Koperasi dan UMKM ... 51

B. Bagaimana Implementasi Kebijakan Pengembangan UMKM di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa ... 53

1. Komunikasi ... 55

2. Sumber daya ... 58

3. Disposisi ... 62

4. Struktur Birokrasi ... 64

C. Faktor-faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan pengembagan usaha mikro, kecil dan mengengah (UMKM) di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa ... 65

1. Faktor Pendukung ... 65 2. Faktor Penghambat... 67 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 69 B. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR TAPBEL

Tabel 3.1 Informan Penelitian ... 31

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Gowa ... 38

Tabel 4.4 Nama-Nama Bupati Kabupaten Gowa ... 41

Tabel 4.5 Batas-Batas Wilayah Kabupaten Gowa ... 45

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Pikir... 28 Gambar 4.2 Peta Kabupaten Gowa ... 44 Gambar 4.3 Struktur Birokrasi Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa ... 47

(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kesejahterahan masyarakat adalah tujuan utama dalam pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terdapat banyak upaya pemerintah untuk menciptakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan pembangunan indonesia yang tertuang dalam UUD 1945. Pengaruh globalisasi saat ini di seluruh negeri memaksa untuk tetap efektif, efisien, kompetitif dan sekreatif mungkin dalam setiap bidang yang ditekuni, hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah penduduk pada tahun 2018 mencapai 265 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk yang begitu besar diharapkan dapat mengimbangi pembangunan diberbagai sektor dalam menopang pertumbuhan ekonomi negara. Di Indonesia, jumlah usaha kecil mencapai lebih dari separuh kegiatan dalam dunia usaha. Upaya penumbuhan kemampuan dan ketangguhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang memiliki jumlah besar dan tersebar diseluruh tanah air, merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari upaya mengembangkan dan menumbuhkan kemampuan, ketangguhan dan ketahanan nasional secara keseluruhan (Hidayat, 2007).

Namun sampai saat ini pengangguran di negeri ini masih banyak, ini menjadi permasalahan yang tak pernah lepas dari Indonesia. Ini membuktikan bahwa pemerintah masih mempunyai tugas yang begitu berat dalam

(16)

mengenteskan proses pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kenyataan tersebutlah yang juga menjadi tantangan bagi perusahaan kecil menengah yang hanya bersaing dalam kancah domestik dalam suatu wilayah negara, atau bahkan hanya mencakup wilayah Kota. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan besar dan manca negara memiliki hampir semua keunggulan dibandingkan dengan Usaha Mikro, Kecil Menengah (UMKM) mulai dari keunggulan modal, biaya, efisiensi, jaringan, dan lain-lain. Usaha kecil menghadapi berbagai tantangan dan kendala seperti kualitas sumber daya manusia yang rendah, tingkat produktifitas dan kualitas produk dan jasa rendah, kurangnya teknologi dan Informasi, faktor produksi, sarana dan prasarana belum memadai, aspek pendanaan dan pelayanan jasa pembiayaan, iklim usaha belum mendukung, dan koordinasi pembinaan belum baik.

Globalisasi sangat berperan dalam perkembangan dunia secara keseluruhan dengan adanya globalisasi seakan dunia tidak memiliki batasan dan jarak tidak lagi menjadi masalah dalam melakukan hubungan dengan negara-negara lain. Tidak ada negara yang mengisolasi dirinya dan memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa melakukan hubungan dengan negara lain di dunia. Karena hal tersebut tidak realistis melihat banyaknya keuntungan yang akan diperoleh dengan melakukan kerjasama dengan negara-negara lain, walaupun pasti juga akan terdapat beberapa dampak negatif. Namun selama manfaat yang diperoleh lebih besar dari kerugian yang diterima, maka kerjasama tersebut akan sangat menarik dan dijalankan.

(17)

Pengembangan UMKM perlu dioptimalkan, dengan keberadaan UMKM memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan ekonomi negara kita, UMKM juga dapat mengurangi angka pengangguran yang ada di Indonesia. Maka dari itu, pemerintah dalam upaya mengembangkan UMKM harus dijalankan dengan benar, agar tidak ada ketimpangan atau kerugian yang dialami oleh pihak tertentu, pemerintah juga harus mempertimbangkan pertahanan bagi usaha kecil, mikro dan menengah, pemerintah harus mengoptimalkan UMKM, serta pemerintah tidak hanya menyediakan kredit usaha rakyat atau yang biasa disingkat KUR, tapi juga mempertimbangkan kelangsungan dan keamanan usaha, selama ini pertimbangan dan keamanan usaha.

Pada masa orde baru pemerintahan sentralistik tidak membawa perubahan signifikan terhadap pembangunan pada daerah karena semua terpusat pada satu pemerintahan yang besar di Ibu Kota (Jakarta), pemerintah di daerah memiliki kewenangan terbatas sehingga tidak ada kemandirian perencanaan pemerintah daerah yang murni saat itu dalam melaksanakan fungsi pemerintahan di daerah masing-masing. Maka dari itu segala pendanaan (uang) untuk daerah berada di pusat dan mengharuskan daerah meminta ke pusat dalam rangka melaksanakan pemerintahan di daerah. Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional, dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket undang-undang yaitu No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah menjelaskan

(18)

tentang tanggug jawab politik dan administrasi pemerintah pusat, propinsi, dan daerah dan undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyediakan dasar hukum tentang desentralisasi fisksal, menjelaskan pembagian baru mengenai sumber pemasukan dan transfer antar pemerintah.

Maka tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan-perusahaan tersebut mampu berproduksi secara sangat baik sehingga menghasilkan produk yang berkualitas. Sektor UMKM pada realitanya menjadi penopang dan tumpuan bagi hampir sebagian besar perusahaan besar di negara maju dan ini merupakan komponen penting bagi pemberdayaan masyarakat, walaupun pada sector UMKM yang membantu peranan pemerintah dan para perusahaan besar tidak akan terlalu terpengaruh terhadap perubahan ataupun kebijakan yang selalu berubah-ubah seperti perubahan dollar dan moderenisasi sebagiannya akan tetap bertahan.

Agar para pengusaha kecil menengah dapat bertahan dan berkembang maka peran masyarakat dan tokoh-tokoh terkaitpun dibutuhkan, begitu pula peran aparatur negara sebagai pendamping dan penggerak yang bertugas pula untuk terus mengembangkan UMKM di daerahnya masing-masing. Namun dalam kenyataannya, konstribusi UMKM yang cukup strategis dalam bidang perindustrian dalam peningkatan disribusi pendapatan belum mampu mendorong pemerintah untuk memperhatikan yang lebih besar pada sector ini. Maka para pengusaha pada sector UMKM biasanya bergerak dan mengembangkan usahanya dengan cara otodidak tanpa bimbingan dan peranan pemerintah secara langsung,

(19)

hal ini menyebabkan terjadinya ketidaksetimbangan antara para pengusaha dan pemerintah itu sendiri.

Dalam rangka pelaksanaan otonomi tersebut tidak dapat dipungkiri dalam menjalankan otonomi sepenuhnya didalam implementasinya diperlukan dana yang memadai. Oleh karena itu, melalui undang-undang No. 33 tahun 2004 kemampuan daerah untuk memperoleh dana dapat ditingkatkan. Sebagai daerah otonom, daerah dituntut untuk dapat mengembangkan dan mengoptimalkan semua potensi daerah yang digali dari dalam wilayah daerah bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah yang menjadi sumber pendapatan daerah (PAD) maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat serta menjaga dan memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Dalam rangka desentralisasi itulah maka daerah-daerah diberi otonomi, yaitu mengatur dan mengurusi rumah tangganya sendiri.

Karena makna substantif otonomi itu sebenarnya adalah pengakuan pentingnya kemandirian. Implikasi lain yang sangat penting dari pengurusan kewenanagan tersebut adalah semakin meningkatnya kebutuhan daerah dan pembiayaan penyelenggaraan aktivitas pemerintah dan pembangunan juga akan semakin besar. Oleh karenanya pemerintah daerah harus dapat bertindak sekaligus bersikap efisien dan efektif serta berprinsip melakukan pemberdayaan terhadap sumber daya yang dimiliki daerah untuk dikelola sebaik-baiknya untuk menjadikan pendapatan asli daerah sebagai pendapatan murni yang diambil dari

(20)

kekayaan daerah dalam mengelola keuangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan daerah. Produk yang berkualitas prima memang akan lebih atraktif bagi konsumen, dan pada akhirnya dapat meningkatkan volume penjualan perusahaan. Sehingga perusahaan yang tidak mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada secara perlahan tapi pasti akan mengalami kemunduran, (Prawirosentono, 2007).

Pentingnya peranan industri kecil dalam mengembangkan perekonomian nasional ditunjukkan dengan ditetapkannya Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Dalam Undang-Undang ini diatur bahwa pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan dan pengembangan yang seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan. Selanjutnya diikuti dengan Peraturan Pemerintah RI nomor 32 tahun 1998 tentang pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah. Inti dari peraturan ini adalah adanya pengakuan dan upaya untuk memberdayakan mereka. Hal ini sebagaimana yang terungkap dalam PP tersebut bahwa usaha kecil bagian integral dari perekonomian nasional yang mempunyai kedudukan, potensi, peranan yang penting dan strategis dalam mewujudkan pembangunan ekonomi nasional.

(21)

Perkembangan dunia usaha di Indonesia dilihat dari volume usahanya, perkembangannya masih relatif rendah, hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu rendahnya kemampuan berwirausaha meraeka, rendahnya motivasi yang dimiliki, lingkungan kerja yang kurang mendukung, kurangnya modal usaha dan kurangnya dukungan atau rasa memiliki para karyawan yang disebabkan tidak adanya intensif bagi mereka. Meskipun Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) telah menunjukkan peranannya dalam perekonomian nasional, namun masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal, dalam hal produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, desain dan teknologi, permodalan, serta iklim usaha.

Untuk meningkatkan kesempatan, kemampuan, dan perlindungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, telah ditetapkan suatu kebijakan tentang pencadangan usaha, pendanaan, dan pengembangannya namun belum optimal. Hal itu dikarenakan kebijakan tersebut belum dapat memberikan perlindungan, kepastian berusaha, dan fasilitas yang memadai untuk pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Oleh karena itu, pemerintah harus mampu melakukan upaya untuk mengatasi masalah UMKM tersebut dengan melakukan perubahan secara teratur dan terukur, Agar perubahan tingkat kesejahteraan dapat dilakukan secara teratur dan terukur, diperlukan perencanaan.

Manajemen perencanaan adalah proses mendefinisikan sebuah tujuan, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu dan mengembangkan rencana aktivitas kerja. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain, pengarahan dan

(22)

pengontrolan tak akan dapat berjalan. Namun pada kenyataannya, tidak semua urusan pemerintahan dapat diselenggarakan sendiri oleh organ pemerintahan yang diberi kewenangan untuk menjalankan tugas dan urusan tersebut, serta tidak semua tugas dan urusan pemerintahan dapat dijalankan secara bersama-sama dengan organ pemerintahan lainnya. Hal ini karena ruang lingkup urusan pemerintahan demikian luas dan kompleks, sehingga untuk efektivitas dan efisiensi diperlukan keterlibatan pihak pemerintah atau swasta, yang diwujudkan dengan cara kolaborasi atau perjanjian.

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

Melihat dari perbedaan definisi antara UKM dan UMKM berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, ada beberapa hal yang dapat membedakan keduanya.

1. Modal Awal

Apabila mau membuka sebuah UKM alias Usaha Kecil Menengah, Anda harus memiliki modal setidaknya lima puluh juta rupiah. Sedangkan, apabila mau membuka UMKM atau Usaha Mikro Kecil Menengah, Anda membutuhkan modal awal sekitar tiga ratus juta rupiah.

2. Jumlah Tenaga Kerja

Jika Anda mau membuka sebuah UKM, jumlah tenaga kerja yang biasanya dimiliki adalah sekitar lima sampai sepuluh orang. Sementara itu, bagi UMKM, biasanya memiliki minimal tiga puluh pekerja. Maka dari itu, UKM biasanya

(23)

berbentuk seperti usaha kaki lima atau usaha yang dilakukan di rumah (home industry).

Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

Adapun beberapa kriteria usaha yang tergolong dalam UMKM yaitu:

1. Usaha Mikro

Kriteria UMKM adalah sebuah usaha mikro yang dimiliki oleh perseorangan atau badan usaha dan juga didasarkan pada kriteria usaha mikro. Kekayaan bersih yang dimiliki atau aset minimal adalah lima puluh juta rupiah. Sementara itu, hasil penjualan atau omzet minimal adalah tiga ratus juta rupiah.

2. Usaha Kecil

Usaha-usaha yang masuk ke dalam jenis usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih yang mencapai lima puluh juta rupiah. Ini tentu tidak termasuk dengan harga tempat untuk mendirikan usaha. Hasil penjualan atau omzet yang didapatkan oleh usaha ini setiap tahunnya adalah berkisar antara tiga ratus juta rupiah sampai dengan 2,5 miliar rupiah.

3. Usaha Menengah

Sementara itu, usaha menengah adalah usaha dengan total kekayaan bersih lima ratus juta sampai dengan sepuluh miliar rupiah. Omzet per tahunnya mulai dari dua koma lima miliar rupiah sampai dengan lima puluh miliar rupiah. Usaha yang masuk ke dalam kategori ini bukan anak/cabang perusahaan yang besar dan tidak termasuk ke dalam kategori UMKM.

(24)

Ciri-Ciri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

Adapun beberapa cici dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yaitu:

1. Tempat usaha bisa berpindah-pindah, tidak tetap berada di satu tempat 2. Jenis barang yang dijual bisa berubah sewaktu-waktu, belum ada SOP

ketat yang mengatur hal ini

3. Administrasi keuangan sederhana, terkadang keuangan pribadi dan keuangan perusahaan masih disatukan

4. Kebanyakan belum memiliki legalitas usaha

5. Belum ada sistem ketat dan sistematis yang mengatur masalah SDM di dalam badan usaha

Sektor industri dan perdagangan memiliki peranan strategis dalam pembangunan perekonomian diberbagai daerah salah satunya di Kabupaten Gowa. Hal ini dapat dilihat dalam peranannya yang penting dalam penyediaan kesempatan usaha, kesempatan kerja, peningkatan ekspor, lebih dari itu sector industri dan perdagangan lebih mampu bertahan terhadap krisis ekonomi di masa lalu karena, karakteristiknya yang fleksibel dan memanfaatkan sumberdaya local sehingga dapat diandalkan mendukung ketahanan ekonomi. Tapi dapat ditemukan pula permasalahan yang cukup beragam diberbagai daerah di Indonesia contohnya di Kabupaten Gowa. Banyak hal yang bisa menjadi usaha unggulan di daerah tersebut namun karena masih banyaknya permasalahan ataupun kurangnya keahlian dalam bidang tersebut maupun kesalahan manajemen dan system dalam

(25)

pengembangan UMKM di Kabupaten Gowa. Dengan pertimbangan tersebut, maka pemerintah Kabupaten Gowa, akan terus meningkatkan kebijaksanaan pembinaan dan pengembangannya sehingga dapat berperan sebagai salah satu tulang punggung ekonomi Kabupaten Gowa sejalan dengan misi Bupati Gowa dalam rangka menarik investor dan mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya alam.

Tapi bukan berarti pemerintah tidak memiliki usaha untuk menjadikan UMKM lebih baik kedepannya ada banyak cara yang dilakukan pemerintah dan banyak pula masyarakat yang terjun langsung di sector UMKM yang sangat berpotensi untuk dikembangkan dan dibina secara teratur agar bisa membantu meningkatkan taraf perekonomian terkhususnya di Kabupaten Gowa. Seperti yang tertuang dalam peraturan daerah Kabupaten Gowa nomor 8 tahun 2008, tentang organisasi dan tata kerja koperasi dan UMKM Kab. Gowa. Melaksanakan kewenangan desentralisasi dan tugas pembantu serta kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota dibidang koperasi dan UMKM sesuai peraturan yang berlaku. Berikut adalah penjabaran dari Perda Kabupaten Gowa nomor 8 tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa yang meliputi beberapa pasal yaitu mulai dari pasal 185, 186, 187, dan 188 yang berfokus pada pengembangan dan pemodalan yang ada di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa:

Pasal 185

Bidang Pengembangan Permodalan Sendiri mempunyai tugas Melakukan penyiapan perumusan, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan,

(26)

pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan di bidang pengembangan permodalan sendiri koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah.

Pasal 186

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 185, Bidang Pengembangan Permodalan Sendiri menyelenggarakan fungsi :

a. penyiapan bahan pengembangan permodalan sendiri koperasi; dan

b. penyiapan bahan pengembangan permodalan sendiri usaha mikro, kecil, dan menengah.

Pasal 187

Bidang Pengembangan Permodalan Sendiri terdiri atas: a. Subbidang Permodalan Sendiri Koperasi; dan

b. Subbidang Permodalan Sendiri UMKM. Pasal 188

a. Subbidang Permodalan Sendiri Koperasi mempunyai tugas Melakukan penyiapan bahan perumusan, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan, pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan di bidang permodalan sendiri koperasi.

b. Subbidang Permodalan Sendiri UMKM mempunyai tugas Melakukan penyiapan bahan perumusan, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan, pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan di bidang permodalan sendiri usaha mikro, kecil dan menengah.

Upaya pengembangan sector industri dan perdagangan berbagai persoalan masih perlu mendapat perhatian, yaitu:

(27)

1. Kondisi perindustrian dan perdagangan yang pada umumnya masih terbatas baik dari aspek produktivitas, sumberdaya manusia, menajemen, teknologi permodalan dan pemasaran.

2. Jaminan pasar yang akan menyerap hasil produksi termasuk jaringan distribusi yang dapat berfungsi sebagai jalur pemasaran secara efisiensi. 3. Krisis ekonomi nasional yang belum sepenuhnya pulih.

4. Tantangan perkembangan liberalisasi perdagangan baik dalam kerangka kerjasama AFTA, APEC maupun GATT/WTO yang membawa dampak peningkatan persaingan usaha.

Terkait pula implementasi kebijakan dari Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa terhadap UMKM yang pengembangannya masih belum maksimal dan masih mengalami banyak permasalahan terutama dari para pelaku usaha itu sendiri. Kurangnya pembinaan dan pengawasan dari pemerintah terkait juga yang semakin menghambat proses perkembangan perekonomian di Kabupaten Gowa ini. Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang “Implementasi Kebijakan Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.

(28)

1. Bagaimana implementasi kebijakan pengembangan Usaha mikro, kecil dan menengah di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa.

2. Apa factor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah di dinas Koperasi dan UMKM di Kabupaten Gowa.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yaitu sebagai berikut:

a. Tujuan penelitian:

1. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan dalam rangka penyelenggaraan urusan dalam pengembangan usaha mikro, kecil menengah di Kabupaten Gowa.

2. Untuk mengetahui apa factor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan pengembangan di dinas koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa.

b. Manfaat penelitian:

Penelitian diharapkan menjadi bahan acuan untuk:

1. Teoritis

Melakukan usaha untuk menemukan segala sesuatu yang dianggap masih kurang, mengembangkan serta memperluas dan menguji kebenaran yang sudah ada tapi masih diragukan kebenarannya.

(29)

2. Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk pemerintah dan lembaga yang berwenang secara langsung terhadap pengembangan sekaligus pembinaan terhadap setiap UMKM di Kabupaten Gowa. Sehingga dapat dijadikan reverensi untuk perkembangan industrialisali sesuai dengan harapan masyarakat dan

(30)

30 A. KAJIAN TEORI

1. Implementasi Kebijakan

Secara umum, istilah ”kebijakan" atau ”policy” digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Pengertian kebijakan seperti ini dapat kita gunakan dan relatif memadai untuk keperluan pembicaraan-pembicaraan biasa, namun menjadi kurang memadai untuk pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. Oleh karena itu, kita memerlukan batasan atau konsep kebijakan publik yang lebih tepat.

Pada dasarnya terdapat banyak batasan atau definisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan publik (public policy) dalam literatur-literatur ilmu politik. Masing-masing definisi tersebut memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan ini timbul karena masing-masing ahli mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Sementara di sisi yang lain, pendekatan dan model yang digunakan oleh para ahli pada akhirnya juga akan menentukan bagaimana kebijakan publik tersebut hendak didefinisikan. Misalnya, apakah kebijakan dilihat sebagai rangkaian keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau sebagai tindakan-tindakan yang dampaknya dapat diramalkan.

(31)

Menurut Van Metter dan Van Horn (1975) Implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Adapun implementasi kebijakan menyangkut tiga halyaitu sebagai berikut:

1. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan.

2. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan. 3. Adanya hasil kegiatan.

Menurut Budi Winarno (2005) implementasi kebijakan adalah alat administrasi hukum dimana berbagai actor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Definisi tersebut menjelaskan bahwa kebijakan merupakan alat pelaksana kegiatan administrasi yang legitimasi sah hukumnya, pelaksanaan kebijakan yang melibatkan berbagai pihak yang diharapkan bisa melanjutkan guna mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Dwijowijoto (2004) implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan bisa mencapai tujuan. Tidak lebih dan tidak kurang, untuk mengimplementasikan kebijakan kepada masyarakat maka ada dua pilihan yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan turunan dari kebijakan masyarakat tersebut.

(32)

Menurut Anderson (2003) Implementasi kebijakan dapat dilihat dari empat aspek yaitu sebagai berikut:

1. Who is involved in policy implementation

Berarti siapa yang mengimplementasikan kebijakan tersebut 2. The nature of the administrative process

Berarti hakekat dari proses administrasi. 3. Compliance with policy content

Berarti kepatuhan terhadap kebijakan itu sendiri. 4. Impact

Berarti efek dan dampak dari implementasi kebijakan.

Menurut Mazmanian dan Sabatier (1979) implementasi kebijakan adalah pelaksana keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam buntuk undang-undang. Namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan eksekutif yang penting atau badan peradilan lainnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dengan berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses implementasinya. Implementasi kebijakan adalah penerapan apa yang diamanahkan oleh suatu kebijakan secara baik dan benar dalam rangka mencapai tujuan kebijakan tersebut.

(33)

George C. Edward III (1980) menamakan model implementasi kebijakan publiknya dengan istilah Direct and Indirect Impact on Implementation. Dalam pendekatan yang dijelaskan oleh Edward III, terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu:

1. Komunikasi 2. Sumber daya 3. Disposisi

4. Struktur birokrasi

Variabel pertama yang mempen George C. Edward III (1980) menamakan model implementasi kebijakan publiknya dengan istilah Direct and Indirect Impact on Implementation. Dalam pendekatan yang dijelaskan oleh Edward III, terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu:

Hal yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan menurut Edward III adalah komunikasi menurutnya akan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus ditransmisikan atau dikomunikasikan kepada bagian personalia yang tepat. Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikan harus tepat, akurat, dan konsisten. Komunikasi atau pentransmisian informasi

(34)

diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementor akan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat.

Terdapat tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut di atas, yaitu:

a. Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Sering kali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian, hal ini disebabkan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan. b. Kejelasan, komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan

haruslah jelas dan tidak membingungkan. Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, namun para pelaksana membutuhkan kejelasan informasi dalam melaksanakan kebijakan agar tujuan yang hendak dicapai dapat diraih sesuai konten kebijakan.

c. Konsistensi, perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah konsisten untuk diterapkan. Ini karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

Variabel kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan adalah sumber daya.Sumber daya merupakan hal penting lainnya

(35)

menurut George C. Edward III dalam mengimplementasikan kebijakan. Indikator sumber-sumber daya terdiri dari beberapa elemen yaitu:

a. Staf, sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau sumber daya manusia (SDM). Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten di bidangnya. Penambahan jumlah staf atau implementor saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian serta kemampuan yang diperlukan kompeten dan kapabilitas dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.

b. Informasi, dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk yaitu informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan di saat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Dan informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementor harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.

c. Wewenang, pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan

(36)

para implementor di mata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan. Tetapi, dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas kewenangan diperlukan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan tetapi disisi lain, efektifitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan kelompoknya.

d. Fasilitas, fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. lmplementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

Variabel ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik, bagi George C. Edward III, adalah disposisi. Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.

(37)

Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi, menurut Edward III, adalah:

a. Efek Disposisi, disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Oleh karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan masyarakat.

b. Melakukan Pengaturan Birokrasi (stffing the bureaucracy), dalam konteks ini Edward III mensyaratkan bahwa implementasi kebijakan harus dilihat juga dalam hal pengaturan birokrasi. Ini merujuk pada penunjukan dan pengangkatan staf dalam birokrasi yang sesuai dengan kemampuan, kapabilitas, dan kompetensinya. Selain itu, pengaturan birokrasi juga bermuara pada pembentukan sistem pelayanan publik yang optimal, penilaian personil dalam bekerja, hingga metode bypassing personil

c. Insentif, Edward III menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif. Pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu

(38)

mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi.

Variabel keempat, menurut George C. Edward III, yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun sumber daya untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapat kelemahan dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan sumber-sumber daya menjadi tidak efektif dan tidak termotivasi sehingga menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.

Dua karakteristik, menurut Edward III, yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi atau organisasi ke arah yang lebih baik adalah:

a. Membuat Standar Operating Procedures (SOP) yang lebih fleksibel, SOP adalah suatu prosedur atau aktivitas terencana rutin yang memungkinkan para pegawai (atau pelaksana kebijakan seperti aparatur, administratur, atau birokrat) untuk melaksanakan

(39)

kegiatan-kegiatannya pada setiap harinya (days-todays politics) sesuai dengan standar yang telah ditetapkan atau standar minimum yang dibutuhkan masrakat.

b. Melaksanakan fragmentasi, tujuannya untuk menyebar tanggung jawab sebagai aktivitas, kegiatan, atau program pada beberapa unit kerja yang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Dengan terfragmentasinya struktur birokrasi, maka implementasi akan lebih efektif karena dilaksanakan oleh organisasi yang kompeten dan kapabel.

Merilee S. Grindle (1980) Keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (con tent of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). Variabel isi kebijakan ini mencakup:

1. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan.

2. Jenis manfaat yang diterima oleh target group, sebagai contoh, masyarakat di wilayah slum areas lebih suka menerima program air bersih atau perlistrikan daripada menerima program kredit sepeda motor.

3. Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan. Suatu program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit diimplementasikan dari pada program yang sekedar memberikan bantuan kredit atau bantuan beras kepada kelompok masayarakat miskin.

(40)

Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup beberapa hal yaitu:

1. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan.

2. Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa. 3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

Dari berbagai definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh berbagai actor pelaksana kebijakan dengan sarana-sarana pendukung berdasarkan aturan-aturan yang mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

UMKM adalah kependekan atau singkatan dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Berdasarkan Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 mengenai pemberdayaan UMKM, pengertian UMKM dijabarkan menjadi 3 pengertian.

1. Usaha Mikro

Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang yaitu memiliki aset kurang dari 50 juta di luar tanah dan bangunan dan omset maksimal 300 juta per tahun, laba usaha 2,5 juta perbulan.

(41)

2. Usaha Kecil

Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan dilakukan oleh orang peroranganatau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar.Memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, yaitu memiliki aset 50 sampai 500 juta dan omset 300 sampai dengan 500 juta.

3. Usaha Menengah

Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar.Memenuhi kriteria usaha menengah dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, yaitu memiliki aset 500 juta sampai 10 M dan omset 2,5 M sampai dengan 50 M.

Menurut Kwartono (2007) UMKM adalah kegiatan ekonomi rakyat yang punya kekayaan bersih maksimal Rp 200.000.000 dimana tanah dan bagunan tempat usaha tidak diperhitungkan.Dan atau mereka yang mempunyai omset penjualan paling banyak Rp 1.000.000.000 dan milik warga negara Indonesia.

(42)

Menurut Rudjito (2003) UMKM adalah usaha yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian negara Indonesia, baik dari sisi lapangan kerja yang tercipta maupun dari sisi jumlah ushanya.

Menurut Ina Primana (2009) UMKM adalah pengembangan empat kegiatan ekonomi utama yang menjadi motor penggerkan pembangunan Indonesia, yaitu:

1. Industri manufaktur 2. Agribisnis

3. Bisnis kelautan 4. Sumber daya manusia

Disamping itu, Ina Primana juga mengatakan bahwa UMKM dapat diartikan sebagai pengembangan kawasan andalan untuk mempercepat pemulihan perekonomian untuk mewadahi program prioritas dan pengembangan berbagai sector dan potensi. Sedangkan usaha kecil merupakan peningkatan berbagai upaya pemberdayaan masyarakat.

Menurut Zulkarnain (2006) Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria sebagai:

1. Usaha memiliki kekayaan paling banyak 200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Usaha memiliki penjualan tahunan paling banyak 1 milliar rupiah. 3. Usaha yang berdiri sendiri, bukan perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai, atau terafiliasi, baiklangsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau skala besar.

(43)

4. Berbentuk badan usaha yang dimiliki perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, termasuk koperasi.

Dari definisi di atas usaha kecil dapat disimpulkan bahwa di dalam usaha kecil ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu:

a. Pemusatan kepemilikan dan pengawasan ditangan seseorang atau beberapa orang.

b. Terbatasnya pemisahan dalam perusahaan.

Menurut M. Tohar (2011) usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil, memenuhi kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Kabupaten Gowa Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa, yaitu melaksanakan kewenangan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantu serta kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota di bidang Koperasi dan UMKM sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa mempunyai fungsi:

a. Perumusan kebijakan teknis dan program operasional Pembinaan dan Pengembangan Koperasi dan UMKM.

b. Penyusunan Pedoman tentang Kelembagaan Koperasi, usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta memfasilitasi pembiayaan dan simpan pinjam.

(44)

c. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

d. Pelaksanaan tugas Pendidikan dan Pelatihan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

e. Pelaksanaan urusan tata usaha Dinas. B. Kerangka Pikir

Gambaran kerangka pikir yang terkait dengan Implementasi Kebijakan Pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa, dimana implementasi kebijakan pengembangan yang ditujukan kepada para pelaku UMKM di Kabupaten Gowa dan masyarakat yang bekerjasama dengan pemerintah ataupun pihak swasta, terdapat pula factor penghambat dan pendukung sehingga terlaksananya pengembangan UMKM ini. Berdasarkan Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 mengenai pemberdayaan UMKM dan Peraturan Pemerintah Kabupaten Gowa nomor 8 tahun 2008 tentang organisasi, tata kerja koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa. Bentuk implementasi kebijakan pengembangan UMKM dapat diliat dari setiap kebijakan yang diimplementasikan oleh Dinas Koperasi Dan UMKM Kabupaten Gowa.

(45)

Gambar 2.1 Kerangka Pikir C. Fokus Penelitian

Dalam bagan di atas dapat dipertimbangkan bahwa penelitian ini bertitik pada bentuk implementasi kebijakan dari pemerintah terhadap pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang ada di Kabupaten Gowa dan juga factor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah yang ada di Kabupaten Gowa, berutujuan untuk

Model implementasi kebijakan publik

George C. Edward III (1980):

1. Komunikasi

2. Sumber daya

3. Disposisi

4. Struktur birokrasi

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI DINAS KOPERASI DAN UMKM KABUPATEN GOWA

Bentuk Implementasi kebijakan pengembangan dan pemanfaatan Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah (UMKM) di

Kabupaten Gowa.

(46)

meningkatkan taraf perekomonian dan kesejaterahan para pelaku usaha dan masyarakat yang nantinya akan berdampak besar terhadap perekonomian di Indonesia.

D. Deskripsi Fokus Penelitian

Penelitian ini adalah hal penting yang menjadi tugas pemerintah terkhususnya di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa dalam melakukan peranannya sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pengembangan setiap pengusaha pada sector usaha mikro, kecil dan menengah yang ada di Kabupaten Gowa.

1. Komunikasi adalah hal yang sangat penting untuk memaksimalkan sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa kepada para pelaku usaha di sector usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang ada di Kabupaten Gowa.

2. Sumber daya adalah hal yang sangat mendesak bagi setiap pengusaha yang bergerak di sector usaha mikro, kecil dan menengah di Kabupaten Gowa karena menjadi factor yang dapat mengembangkan usaha-usahanya.

3. Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Begitu pula yang diimplementasikan oleh Dinas Koperasi dan UMKM kepada pera pelaku usaha mikro, kecil dan menengah yang ada di Kabupaten Gowa.

(47)

4. Struktur organisasi adalah patokan untuk mengaplikasikan kebijakan-kebijakan yang ada di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa, semakin tersrukturnya maka semakin maksimal pula setiap kebijakan yang akan diaplikasikan kepada para pelaku usaha di sector UMKM yang ada di Kabupaten Gowa.

5. Faktor Pendukung adalah factor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa seperti adanya bentuan sosialisasi dari para tokoh masyarakat untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan implementasi kebijakan pengembangan UMKM yang ada di Kabupaten Gowa.

6. Faktor Penghambat adalah factor-faktor yang menghambat implementasi kebijakan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa seperti pendataan usaha mikro, kecil dan menengah yang terbilang lawas.

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan selama 2 bulan dari 16 September sampai dengan 16 oktober 2019. Terkait untuk mencari data dan juga mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah. Tempat dilaksanakannya penelitian ini yaitu di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Gowa dan disetiap usaha-usaha di sektor UMKM yang ada di Kabupaten Gowa. B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan melakukan pengambilan data, wawancara. Metode tersebut untuk membuktikan setiap fakta terkait dengan implementasi kebijakan Dinas Koperasi dan UMKM Gowa dalam pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan juga terkait dengan factor pendukung dan factor penghambat implementasi kebijakan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah yang ada di Kabupaten Gowa.

Jenis dan Sumber Penelitian: 1. Data primer

2. Data Sekunder C. Sumber Penelitian

Sumber data primer yaitu sumber data yang pokok utama dan langsung dengan kata lain sumber data itu diperoleh dari Pegawai Negeri Sipil di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupeten Gowa, wawancara kepada para pelaku di sektor

(49)

usaha mikro, kecil dan menengah yang ada di Kabupaten Gowa. Sumber data sekunder yaitu data pendukung dokumentasi atau pustaka referensi-referensi peraturan perundang-undangan, observasi yang diperoleh dari lokasi penelitian.

D. Informan Penelitian

Untuk mengukur bagaimana implementasi dari kebijakan pemerintah terhadap pengembangan UMKM yang ada di Kabupaten Gowa terkhusus di Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah yang ada di Kabupaten Gowa. Adapun teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan purpose sampling, yaitu teknik pengambilan informan didasarkan atas tujuan tujuan tertentu (orang yang dipilih betul-betul memiliki kriteria sebagai informan).

(50)

Tabel 3.1 Informan Penelitian

No. Nama Informan Inisial Jabatan/Pekerjaan

1. Amiruddin, SE.M.Si AM

Kasubag Keuangan dan Perencanaan Dinas Koperasi dan UMKM

2. HJ. Darmawati R.SE.MBA DR

Sekertaris Dinas Koperasi dan UMKM

3. Nur Ummi Amriyani.S.IP NUA

Kepala Seksi Pengembangan UMKM

4. Muhammad Dziaul MD Pengelola Kedai HW Online 5. Muh. Nur Ikhsan MNI Pengelola Assipa Production 6. Santi Qeisya SQ Pengelola Qeisya Stokis Jazeera

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi

Observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap pengimplementasian kebijakan pemerintah terhadap pengebangan UMKM.

(51)

2. Wawancara

Wawancara yaitu mengajukan pertanyaan kepada informan untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan implementasi kebijakan Dinas Koperasi dan UMKM tehadap pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah termasuk juga para pelaku UMKM itu sendiri guna mendapatkan factor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat implementasi kebijakan tersebut.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi yaitu melakukan kajian terhadap bahan-bahan tertulis yang menjadi dokumen yang tersimpan.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik kualitatif proses pengolahaan data dimulai dengan mengelompokkan data yang telah diperoleh dari penelitian di lapangan, yaitu dari hasil observasi yang sudah dituliskan dalam bentuk catatan lapangan, hasil wawancara, serta dokumentasi berupa artikel, gambar atau foto, dan sebagainya untuk diklasifikasikan dan dianalisa dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Proses analisis data ditempuh melalui proses reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Mereduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian, pengabsahan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang muncul di lapangan. Data-data tersebut dipisahkan sesuai dengan permasalahan yang dimunculkan, kemudian dideskripsikan, diasumsi, serta disajikan dalam bentuk rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasikan.

(52)

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disederhanakan dalam pengertian sejumlah data yang terkumpul melalui teknik observasi, teknik wawancara dan dokumentasi digabung menjadi satu kemudian dicoba untuk dibakukan dan diolah serta dipilah-pilah menurut jenis atau golongan pokok bahasannya. Karena data yang diperoleh masih dalam bentuk uraian panjang, maka perlu sekali untuk direduksi. Penyajian data dimaksudkan sebagai langkah pengumpulan informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.Selain mereduksi dan menyajikan data, tindakan selanjutnya adalah verifikasi dan menarik kesimpulan. Verifikasi dilakukan untuk memeriksa dan mencocokkan kebenaran data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi lalu disimpulkan. Simpulan tersebut tidak mutlak tetapi sifatnya lentur, dalam arti ada kemungkinan berubah setelah diperoleh data yang baru.

G. Keabsahan Data

Peneliti dalam melakukan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan menggunakan trianggulasi. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan cara observasi, dokumentasi dan wawancara dengan informan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data yang valid dan ada kecocokan satu sama lain, peneliti mengadakan trianggulasi sumber data melalui pemeriksaan terhadap sumber lainnya yaitu dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gambaran Umum Kabupaten Gowa a. Masa Kemerdekaan

Pada tahun 1950 berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1950 Daerah Gowa terbentuk sebagai Daerah Swapraja dari 30 daerah Swapraja lainnya dalam pembentukan 13 Daerah Indonesia Bagian Timur. Sejarah Pemerintahan Daerah Gowa berkembang sesuai dengan sistem pemerintahan negara. Setelah Indonesia Timur bubar dan negara berubah menjadi sistem Pemerintahan Parlemen berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950 dan Undang-undang Darurat Nomor 2 Tahun 1957, maka daerah Makassar bubar. Pada tanggal 17 Januari 1957 ditetapkan berdirinya kembali Daerah Gowa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ditetapkan sebagai daerah Tingkat II. Selanjutnya dengan berlakunya Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pemerintahan Daerah untuk seluruh wilayah Indonesia tanggal 18 Januari 1957 telah dibentuk daerah-daerah Tingkat II.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 tahun 1957 sebagai penjabaran Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 mencabut Undang-Undang Darurat No. 2 Tahun 1957 dan menegaskan Gowa sebagai Daerah Tingkat II yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk operasionalnya dikeluarkanlah Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor U.P/7/2/24 tanggal 6 Pebruari 1957

(54)

mengangkat Andi Ijo Karaeng Lalolang sebagai Kepala Daerah yang memimpin 12 (dua belas) Daerah bawahan Distrik yang dibagi dalam 4 (empat) lingkungan kerja pemerintahan yang disebut koordinator masing-masing :

1. Koordinator Gowa Utara, meliputi Distrik Mangasa, Tombolo, Pattallassang, Borongloe, Manuju dan Borisallo. Koordinatornya berkedudukan di Sungguminasa.

2. Koordinator Gowa Timur, meliputi Distrik Parigi, Inklusif Malino Kota dan Tombolopao. Koordinatonya berkedudukan di Malino.

3. Koordinator Gowa Selatan, meliputi Distrik Limbung dan Bontonompo. Koordinatornya berkedudukan di Limbung.

4. Koordinator Gowa Tenggara, meliputi Distrik Malakaji, koordinatornya berkedudukan di Malakaji.

Pada tahun 1960 berdasarkan kebijaksanaan Pemerintah Pusat di seluruh Wilayah Republik Indonesia diadakan Reorganisasi Distrik menjadi Kecamatan, untuk Kabupaten Daerah Tingkat II Gowa yang terdiri dari 12 Distrik diubah menjadi 8 Kecamatan masing-masing :

a. Kecamatan Tamalate dari Distrik Mangasa dan Tombolo. b. Kecamatan Panakkukang dari Distrik Pattallassang. c. Kecamatan Bajeng dari Distrik Limbung.

d. Kecamatan Pallangga dari Distrik Limbung. e. Kecamatan Bontonompo dari Distrik Bontonompo

(55)

g. Kecamatan Tompobulu dari Distrik Malakaji.

h. Kecamatan Bontomarannu dari Distrik Borongloe, Manuju dan Borisallo.

(56)

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Gowa Tahun 2016

Sumber: Pemerintah Kabupaten Gowa, 2016

Kecamatan Bontonompo Bontonompo Selatan Bajeng Bajeng Barat Pallangga Barombong Somba Opu Bontomarannu Pattallassang Parangloe Manuju Tinggimoncong Tombolo Pao Parigi Bungaya Bontolempangan Tompobulu Biringbulu Kabupaten Gowa 2016

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin (Jiwa)

Laki-laki Perempuan Total

19 955 21 863 41 818 14 316 15 447 29 763 34 024 34 796 68 820 12 098 12 754 24 852 59 694 61 086 120 780 19 515 19 988 39 503 81 239 81 740 162 979 17 381 17 633 35 014 12 059 12 005 24 064 8 977 9 407 18 384 7 229 7 730 14 959 11 801 12 049 23 850 14 802 14 362 29 164 5 961 6 736 12 697 7 829 8 471 16 300 5 800 6 513 12 313 13 791 14 817 28 608 15 343 16 282 31 625 361 814 373 679 735 493

(57)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 tentang perluasan Kotamadya Ujung Pandang sebagai Ibukota Propinsi, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Gowa menyerahkan 2 (dua) Kecamatan yang ada di wilayahnya, yaitu Kecamatan Panakkukang dan sebagian Kecamatan Tamalate dan Desa Barombong Kecamatan Pallangga (seluruhnya 10 Desa) kepada Pemerintah Kotamadya Ujung Pandang.

Terjadinya penyerahan sebagian wilayah tersebut, mengakibatkan makna samarnya jejak sejarah Gowa di masa lampau, terutama yang berkaitan dengan aspek kelautan pada daerah Barombong dan sekitarnya. Hal ini mengingat, Gowa justru pernah menjadi sebuah Kerajaan Maritim yang pernah jaya di Indoneia Bagian Timur, bahkan sampai ke Asia Tenggara. Dengan dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 51 tahun 1971, maka praktis wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Gowa mengalami perubahan yang sebelumnya terdiri dari 8 (delapan) Kecamatan dengan 56 Desa menjadi 7 (tujuh) Kecamatan dengan 46 Desa.

Sebagai akibat dari perubahan itu pula, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa berupaya dan menempuh kebijaksanaan-kebijaksanaan yang didukung oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan dengan membentuk 2 (dua) buah Kecamatan yaitu Kecamatan Somba Opu dan Kecamatan Parangloe. Guna memperlancar pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan masyarakat Kecamatan Tompobulu, maka berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Sulawesi Selatan No.574/XI/1975 dibentuklah Kecamatan Bungaya hasil pemekaran Kecamatan Tompobulu. Berdasarkan PP No. 34 Tahun 1984, Kecamatan Bungaya didefenitifkan sehingga jumlah

(58)

kecamatan di Kabupaten Gowa menjadi 9 (sembilan). Selanjutnya pada tahun 2006, jumlah kecamatan di Kabupaten Gowa telah menjadi 18 kecamatan akibat adanya pemekaran di beberapa kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan definitif pada tahun 2006 sebanyak 167 dan 726 dusun/lingkungan.

Dalam sejarah perkembangan pemerintahan dan pembangunan mulai dari zaman kerajaan sampai dengan era kemerdekaan dan reformasi, wilayah Pemerintah Kabupaten Gowa telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sebagai daerah agraris yang berbatasan langsung dengan Kota Makassar. Ibu Kota Propinsi Sulawesi Selatan menjadikan Kabupaten Gowa sebagai daerah pengembangan perumahan dan permukiman selain Kota Makassar.

Kondisi ini secara gradual menjadikan daerah Kabupaten Gowa yang dulunya sebagai daerah agraris sentra pengembangan pertanian dan tanaman pangan yang sangat potensial, juga menjadi sentra pelayanan jasa dan perekonomian. Dalam sejarah keberadaan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II sejak tahun 1957 sampai sekarang telah mengalami 12 (dua belas) kali pergantian Bupati. 11 (sebelas) kali diantaranya berdasarkan pengangkatan secara langsung oleh Menteri Dalam Negeri.Satu kali berdasarkan hasil pemilihan secara langsung oleh rakyat Kabupaten Gowa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut:

(59)

Tabel 4.4 Nama-Nama Bupati Kabupaten Gowa

Bupati Kabupaten Gowa Dari Tahun 1957 – Sekarang 1. Andi Idjo Karaeng Lalolang (1957-1960)

2. Andi Tau (1960-1967)

3. H. M. Yasin Limpo ( Karetaker) 4. Andi Bachtiar (Karetaker) 5. K. S. Mas’ud (1967-1976)

6. H. Muhammad Arif Sirajuddin (1976-1984) 7. H. A. Kadir Dalle (1984-1989)

8. H. A. Azis Umar (1989-1994)

9. H. Syahrul Yasin Limpo, SH., M.Si. (1994-2002) 10.Drs. H. Hasbullah Djabar, M.Si. (2002-2004) 11.H. Andi Baso Machmud (Karetaker)

12.H. Ichsan Yasin Limpo, SH. (2005-2015)

13.Adnan Purichta Ichsan, SH, MH (2015 sampai sekarang) Sumber: Pemerintah Kabupaten Gowa, 2016

Dalam khasanah sejarah nasional, nama Gowa sudah tidak asing lagi. Mulai abad ke-15, Kerajaan Gowa merupakan kerajaan maritim yang besar pengaruhnya di perairan Nusantara. Bahkan dari kerajaan ini juga muncul nama pahlawan nasional yang bergelar Ayam Jantan dari Timur, Sultan Hasanuddin, Raja Gowa XVI yang berani melawan VOC Belanda pada tahun-tahun awal kolonialisasinya di Indonesia. Kerajaan Gowa memang akhirnya takluk kepada Belanda

(60)

lewat Perjanjian Bungaya. Namun meskipun sebagai kerajaan, Gowa tidak lagi berjaya, kerajaan ini mampu memberi warisan terbesarnya yaitu Pelabuhan Makassar. Pelabuhan yang kemudian berkembang menjadi Kota Makassar ini dapat disebut anak kandungnya, sedangkan Kerajaan Gowa sendiri merupakan cikal bakal Kabupaten Gowa sekarang.

Kota Makassar lebih dikenal khalayak dibandingkan dengan Kabupaten Gowa. Padahal kenyataannya sampai sekarang Kabupaten Gowa ibaratnya masih menjadi ibu bagi kota ini. Kabupaten yang hanya berjarak tempuh sekitar 10 menit dari Kota Makassar ini memasok sebagian besar kebutuhan dasar kehidupan kota. Mulai dari bahan material untuk pembangunan fisik, bahan pangan terutama sayur-mayur, sampai aliran air bersih dari Waduk Bili-bili.

Kemampuan Kabupaten Gowa menyuplai kebutuhan bagi daerah sekitarnya dikarenakan keadaan alamnya. Kabupaten seluas 1.883,32 kilometer persegi ini memiliki enam gunung, di mana yang tertinggi adalah Gunung Bawakaraeng. Daerah ini juga dilalui Sungai Jeneberang yang di daerah pertemuannya dengan Sungai Jenelata dibangun Waduk Bili-bili. Keuntungan alam ini menjadikan tanah Gowa kaya akan bahan galian, di samping tanahnya subur.

(61)

b. Geografi

Secara geografis, Kabupaten Gowa terletak pada 5°33' - 5°34' Lintang Selatan dan 120°38' - 120°33' Bujur Timur. Kabupaten Gowa terdiri dari wilayah dataran rendah dan wilayah dataran tinggi dengan ketinggian anatar 10-2800 meter diatas permukaan air laut. Namun demikian wilayah Kabupaten Gowa sebagian besar merupakan dataran tinggi yaitu sekitar 72,26% terutama di bagian timur hingga selatan karena merupakan Pegunungan Tinggimoncong, Pegunungan Bawakaraeng-Lompobattang dan Pegunungan Batureppe-Cindako. Dari total luas Kabupaten Gowa 35,30% mempunyai kemiringan tanah di atas 40 derajat, yaitu pada wilayah Kecamatan Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya dan Tompobulu. Kabupaten Gowa dilalui oleh banyak sungai yang cukup besar yaitu ada 15 sungai. Sungai dengan luas daerah aliran yang terbesar adalah Sungai Jeneberang yaitu seluas 881 km² dengan panjang sungai utama 90 Km.

(62)

Gambar 4.2 Peta Kabupaten Gowa

Gambar

Gambar 3.1 Kerangka Pikir.......................................................................................
Gambar 2.1 Kerangka Pikir  C.  Fokus Penelitian
Tabel 3.1 Informan Penelitian
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Gowa Tahun 2016
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rerata kualitas sediaan dan slide positivity rate yang bermakna antara kelompok dilatih dengan

Untuk memudahkan didalam pengelolaan dokumen penting ditentukan sistem pengendalian dokumen agar memudahkan didalam pengelolaan, penyimpanan dan pencarian untuk diberlakukan

Hubungan antara Asertivitas dengan Kontrol Diri terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja Putri ... Metode Penelitian

dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memilih teman lainnya, dan (10) setelah semua siap, guru mempersilakan peserta didik untuk mulai

Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis eksploratif yaitu suatu teknik analisa data yang menggali informasi secara jelas dan terperinci berdasarkan

Ide dasar dari pengembangan model pada penelitian ini adalah menempatkan sejumlah elemen kerja ( task ) ke dalam beberapa stasiun kerja ( work station ) tanpa melanggar

Berdasarkan penelitian di atas didapatkan kesimpulan bahwa kadar kandungan residu pestisida golongan organofosfat masih berada di bawah ambang batas BMR yang

Hasil penelitian diperoleh informasi bahwa Sekretariat Daerah Kota Tangerang belum ada road map reformasi birokrasi, Tim Reformasi Birokrasi di Sekretariat Daerah