• Tidak ada hasil yang ditemukan

ICT 1 dan Gerakan Perempuan sebuah survey sederhana untuk memahami karakter penggunaan teknologi di kalangan aktivis perempuan i

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ICT 1 dan Gerakan Perempuan sebuah survey sederhana untuk memahami karakter penggunaan teknologi di kalangan aktivis perempuan i"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ICT1 dan Gerakan Perempuan

sebuah survey sederhana untuk memahami karakter penggunaan teknologi di kalangan aktivis perempuani

Awal

Pada akhir tahun 2009 terselenggaralah sebuah diskusi informal di antara organisasi perempuan dan individu yang punya perhatian khusus soal pemberdayaan perempuan. Diskusi itu membahas tentang penggunaan ICT secara strategis dalam gerakan

perempuan selama ini. Dalam diskusi yang berlanjut ke beragam diskusi informal melalui beragam medium (e-mail, chatting dan SMS) terbahas satu pertanyaan penting,

“bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi untuk memperkuat gerakan perempuan?” Sebelum mulai bicara soal ICT peserta diskusi memulai dengan apa yang disebut sebagai gerakan perempuan. Para peserta mengalami kesulitan untuk mempunyai definisi khusus soal gerakan perempuan. Setelah lama berdiskusi, ada satu tujuan khusus yang mengikat gerakan-gerakan perempuan di Indonesia yaitu mencapai kesetaraan gender di Indonesia. Gender yang dimaksud disini adalah adalah seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang yang dikonstruksi secara sosial dalam suatu masyarakat. Gerakan perempuan berupaya agar perempuan gender untuk perempuan bisa diperlakukan secara adil. Belakangan ini ICT memang muncul dalam gerakan perempuan karena ICT punya kemampuan untuk mengakselerasi gerakan perempuan. Apa bentuk akselerasinya? Peserta diskusi bercerita soal banyak contoh, namun yang mengemuka adalah dalam proses pengambilan keputusan. ICT memiliki kemampuan untuk membuat prosesnya lebih cepat dan efisien. Selain itu dalam bentuk yang paling sederhana, peserta diskusi juga mengemukakan bahwa koordinasi antar anggota atau organisasi perempuan jauh lebih mudah karena menggunakan ICT.

Selain bicara soal gerakan perempuan secara umum, muncul juga beragam cerita tentang bagaimana ICT bisa sangat efektif digunakan untuk perubahan yang berbeda. Seperti contohnya, penggunaan Facebookii untuk berjejaring dan berbagi informasi atau bahkan menjaga isu agar tetap selalu diingat. Seperti ketika gempa di Padang lalu (2009),

penggunaan Facebook mengambil peran penting dalam memobilisir dukungan dan informasi lokasi bantuan. Atau isu Lumpur Lapindo yang mulai dilupakan tetapi dengan adanya beragam medium alternatif berbasis web yang bisa mengakomodir suara

terpinggir maka isu Lapindo bisa selalu ada.

Ada juga cerita bahwa penggunaan mailing list sangat efektif untuk melakukan

koordinasi. Salah satu mailing list perempuan, perempuan@yahoogroups.com, yang di gagas oleh Nani Buntarian, terbukti cukup ampuh untuk memobilisir dukungan dalam banyak isu. Meskipun demikian, ada catatan dari salah satu peserta bahwa frekuensi posting email melalui mailing list mulai berkurang karena mulai digantikan oleh facebook.

(2)

Cerita-cerita ini terus berlanjut sampai mulai memetakan komponen apa saja yang bisa membantu agar gerakan perempuan yang dibantu ICT ini bisa berjalan secara maksimal. Belajar dari pengalaman gerakan perempuan, teridentifikasi satu komponen utama yang penting. Komponen itu adalah kesamaan isu yang menyatukan beragam kepentingan. Harus ditemukan sebuah titik temu yang mampu menyatukan banyak kepentingan/isu. Dalam promosi melawan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), misalnya, gerakan perempuan dari beragam kalangan mengamini isu ini dan mau berbuat sesuatu secara bersama-sama. Kampanye nya menjadi sangat massal karena isu ini memang bisa dialami oleh perempuan di semua latar belakang dan kalangan. ICT kemudian memang berperan sebagai akselerator dan mampu membuat isu ini menjadi sangat terkenal dan masuk ke agenda penting di kalangan pengambil keputusan.

Itu cerita yang sukses.

Ada juga cerita yang tidak terlalu sukses tentang penggunaan ICT. Karena semua peserta diskusi memahami bahwa ICT itu luas dan tidak hanya terkait dengan teknologi terkini, maka medium lain seperti telepon genggam/ telepon selular juga masuk dalam diskusi. Sebuah organisasi yang mengorganisir pekerja rumah tangga kemudian muncul dalam diskusi. Awalnya cukup menarik karena SMS sangat efektif untuk mengumpulkan anggota mereka. SMS bisa langsung diterima oleh para Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan termasuk medium yang bebas intervensi dari ‘majikan’. Tetapi karena para PRT ini kerap mengganti nomor telepon, maka sarana SMS gateway (alat yang memungkinkan pengiriman dan penerimaan sms secara massal) ini menjadi tidak lagi efektif.

ICT memang tidak bisa dijalankan di ruang vakum. Budaya organisasi (atau pribadi), proses pengambilan keputusan, visi dan misi organisasi (atau pribadi), tujuan dan mimpi serta banyak hal lain mampu mempengaruhi tentang bentuk ICT apa yang akan

digunakan secara strategis.

Contoh diatas menjelaskan bahwa karakter budaya mempengaruhi bentuk ICT. Kendati SMS adalah medium paling strategis untuk menjangkau PRT tetapi kebiasaan PRT yang terus menerus mengganti nomor teleponnya membuat penggunaan SMS gateway ini menjadi tidak efektif. Pilihan ICT yang strategis jadi mungkin bukan melalui SMS gateway tetapi bisa melalui telepon langsung ke rumah dimana para PRT bekerja. Walaupun harus dihitung juga apakah para majikan memperbolehkannya? Atau bisa dibuat kesepakatan agar semua anggota tidak merubah nomor teleponnya.

Contoh sederhana lain adalah soal penggunaan file server. File server adalah sebuah medium yang memungkinkan semua orang meletakkan file atau dokumen dalam satu tempat. Tipe file server ini sangat cocok untuk organisasi yang staff nya sering bepergian karena dokumen tidak akan hilang bersama dengan staff yang sedang pergi. Tetapi mungkin hal ini tidak cukup. Untuk sebuah organisasi yang mobilitas staff nya sangat tinggi, sebuah dokumen sering kali dikerjaan secara bersama dalam waktu bersamaan, yang dibutuhkan mungkin adalag google docs. Google docs adalah sebuah medium yang

(3)

memungkinkan satu dokumen dikerjakan secara kolaboratif karena berada di web. Jadi bisa diakses dimana saja.

Dalam bahasa yang sederhana, penggunaan ICT secara strategis harus memperhatikan faktor yang justru bukan ICT. Jadi identifikasi awal bukan langsung menunjuk ICT yang dibutuhkan tetapi melihat faktor kebutuhan yang tentu saja terkait dengan manusia, budaya, sumberdaya, dan lain-lain.

Atas dasar itulah maka anggota diskusi ini sepakat untuk mulai membuat survei

sederhana yang bisa melihat karakteristik penggunaan ICT. Karena target kita adalah ICT dan gerakan perempuan, maka survei ini fokus di kalangan perempuan aktivis Indonesia. Pertanyaan dalam survei dibuat sangat sederhana. Kita tidak berupaya untuk langsung memetakan bentuk teknologi dan isu apa yang akan diangkat. Tetapi kita hanya ingin tahu bagaimana karakteristik para aktivis gerakan perempuan sehingga kita bisa

membantu mengindentifikasi ICT yang pemanfaatannya bisa digunakan maksimum oleh gerakan perempuan.

Survei

Dokumen pembuatan survei dimulai sejak November 2009. Sementara pengumpulan data dilaksanakan pada 14-18 Desember 2009, saat kongres Koalisi Perempuan Indonesia. Koalisi Perempuan Indonesia adalah organisasi politik perempuan yang beranggotakan 28,000 individu, berjuang untuk pemenuhan Hak Asasi Manusia, Hak-hak Perempuan dan mendorong terwujudnya Keadilan dan Demokrasi.

Pada saat kongres, cukup banyak anggota KPI dari berbagai daerah yang hadir, sehingga survei dibagikan pada saat kegiatan tersebut.

Survei ini memang ingin dibuat sederhana dan menggunakan sumber daya yang sudah tersedia. Hampir tidak ada biaya secara langsung dikeluarkan karena sebagian besar anggota diskusi melakukannya berbasis semangat.

Pertanyaan dalam survei berupaya untuk memotret karakter umum pemanfataan ICT dari para aktivis gerakan perempuan. Survei ini fokus pada bentuk ICT yaitu komputer dan Internet yang lazim digunakan karena keyakinan anggota diskusi supaya bisa

menindaklanjuti hasil survei. Dalam perjalanannya nanti, ada kemungkinan potret karakteristik ini akan dilanjutkan.

Dalam Kongres Koalisi Perempuan Indonesia para enumerator (surveyor) berhasil menemukan 56 responden. 89% dari responden aktif dalam berorganisasi sementara 7% tidak dan 4% tidak menjawab. Dari sisi umur ternyata 23% berumur antara 25 – 29 tahun, sementara prosentase kedua yang cukup tinggi sebanyak 16% adalah responden yang berumur antara 30 sampai 34 tahun dan 34 – 39 tahun.

(4)

Diantara responden sebanyak 61% sudah menyelesaikan sarjana strata satu sementara 11% sudah menyelesaikan strata dua. 16% diantara mereka juga ada yang lulus Sekolah Menengah Atas.

Hal yang cukup unik dan memperlihatkan potensi penggunaan ICT bisa lebih mudah adalah 96% diantara responden paham menggunakan komputer dan bahkan 76% diantara total responden telah menggunakan komputer lebih dari empat tahun. Untuk penggunaan Internet, 93% responden sudah paham menggunakan Internet dan 46% dari total

responden sudah menggunakan Internet lebih dari 4 tahun. Hal ini agak berbeda dari pemahaman awal karena asumsi anggota diskusi, para aktivis gerakan perempuan ini tidaklah terlalu melek teknologi.

Untuk pertanyaan dimana dan bagaimana responden menggunakan komputer, 48% mengatakan menggunakan laptop pribadi seimbang dengan 48% yang menggunakan komputer kantor. Untuk dimana responden biasa menggunakan Internet 39% diantara total responden berada di kantor untuk akses Internet masih lebih tinggi sedikit dari 35% responden yang akses di tempat lain (selain kantor dan rumah) sementara 30% responden menggunakan Internet di rumah.

Data diatas menunjukkan bahwa akses Internet buat para aktivis gerakan perempuan bukanlah sebuah halangan. Mereka bisa akses Internet tidak hanya di kantor. 41% responden berselancar di Internet lebih dari lima jam sementara 20% diantara responden antara tiga sampai lima jam. 19% responden lainnya menggunakan Internet kurang dari satu jam. Hal ini cukup menarik karena sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh ID-SIRTIIiii. Bila dibandingkan dengan tahun 1999, hanya ada satu juta pengguna Internet dan saat ini sudah tercatat 45 juta pengguna Intenet. Teknologi untuk sambung Internet memang bukan lagi teknologi mahal dan sulit. Masih menurut data ID-SIRTII sudah ada 86,000 BTS (base transeiver station –menara yang memungkinkan pengguna telepon untuk mempunyai sinyal) yang melayani 99% kecamatan di Indonesia dan sebagian besar sudah bisa akses Internet.

Lalu, apa kegunaan berselancar di Internet menurut mereka?

Untuk pertanyaan ini, seorang responden bisa menjawab lebih dari satu pertanyaan. Jawaban favorit adalah sebanyak 86% dari responden bersedia berselancar di Internet untuk berbagi informasi. 56% untuk koordinasi antar organisasi perempuan sementara 64% untuk koordinasi antar anggota.

Data diatas menunjukkan bahwa aktivis perempuan di Indonesia atau paling tidak yang mengikuti kongres Koalisi Perempuan adalah mereka yang telah menggunakan Internet untuk menjalankan tugasnya secara lebih efektif. Mereka menggunakan Internet bukan saja sebagai sarana untuk koordinasi diantara sesama anggota tetapi juga antar organisasi perempuan.

(5)

Survey ini tentu saja memiliki kelemahan. Pertama, ada kecenderungan dimana sebagian besar responden tinggal di wilayah urban atau perkotaan sehingga memiliki kemudahan dalam mengakses Internet. Walhasil, survei ini belum bisa menggambarkan pemanfaatan ICT bagi perempuan aktivis yang bekerja di wilayah yang sulit akses Internet. Padahal kerapkali inisiatif dan gerakan perempuan di tingkat lokal lebih maju beberapa langkah. Kedua, survei ini juga masih belum dapat memperlihatkan kedalaman model koordinasi antar organisasi. Namun, seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, beberapa isu akan digali lebih dalam.

Rekomendasi tindak lanjut

Secara sederhana hasil survei menunjukkan bahwa aktivis di gerakan perempuan sudah cukup mahir dalam menggunakan komputer dan juga paham dalam menggunakan

Internet. Komputer dan Internet bukan lagi hal yang baru untuk mereka sehingga kita bisa memaksimalkan penggunaan komputer dan Internet untuk mengakselerasi gerakan

perempuan. Jelas kita bisa bekerja beyond that seperti menggunakan teknologi yang jauh lebih dekat dengan perempuan karena mudah diakses seperti handphone atau smart phone.

Coba kita ambil contoh, Take Back the Tech (http://www.takebackthetech.net/) sebuah kampanye kolaboratif untuk menggunakan ICT untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan. Inisiatif ini berasal dari Association for Progressive Communications’ Women's Networking Support Programme (APC WNSP) sebuah jaringan yang

beranggotakan lebih dari 150 perempuan di beragam tempat di dunia. Mereka bertujuan sangat jelas, berupaya menggunakan ICT secara strategis untuk perubahan, penguatan perempuan termasuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan. Mereka memanggil semua pengguna ICT, terutama perempuan dan remaja putri untuk mengambil kontrol terhadap teknologi (diantaranya telepon selular, instant messengers, blogs, websites, digital cameras, email, podcasts dan banyak lagi).

Kampanye ini sudah dimulai sejak 2006 dan telah digunakan, diadaptasi dan dimiliki oleh inidividu, kelompok, jaringan dan organisasi di dunia. Dalam web mereka, tertulis banyak sekali negara yang ikut serta, tapi nama Indonesia tidak (atau belum atau lupa) disebut.

Sepertinya memang sekarang kita harus memulai penggunaan ICT secara strategis untuk gerakan perempuan. Inisiatif ini mungkin sudah dimulai di beberapa tempat Indonesia tetapi gaungnya harus lebih terdengar. Para peserta diskusi sudah mencatat inisiatif penggunaan teknologi untuk perempuan usaha kecil yang tersebar di Jogjakarta dan Jawa Tengah atau rangkaian capacity building agar perempuan bisa lebih melek teknologi dan mampu menggunakannya secara maksimal. Inisiatif ini sudah bersebaran di Indonesia dan perlu gaung yang lebih besar.

Mimpinya adalah inisiatif ini harus bergema seperti Koin untuk Prita, IndonesiaUnite atau gerakan 1 juta Facebookers dan bahkan ikut serta dalam pengambilan keputusan. Kalau kita mau mencapai mimpi tersebut kerjasama diantara semua organisasi

(6)

perempuan adalah hal yang tidak bisa ditunda lagi. Dan ICT adalah alat pendukung yang strategisiv.

(end)

i

ICT adalah Information and Communication Technologies dalam bahasa Indonesia, Teknologi Informasi dan Komunikasi.. Menurut wikipedia Indonesia adalah payung besar terminologi yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. TIK mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Teknologiinformasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi

komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Oleh karena itu, teknologi informasi dan teknologi komunikasi adalah dua buah konsep yang tidak terpisahkan. Jadi Teknologi Informasi dan Komunikasi mengandung pengertian luas yaitu segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, pemindahan informasi antar media.

ii

Facebook adalah bagian dari media sosial. Saat ini pengguna facebok di Indonesia menempati urutan tertinggi di Asia. Dalam diskusi juga sempat muncul komentar bahwa undangan melalui facebook lebih cepat direspon ketimbang daripada melalui e-mail.

iii

ID-SIRTII: Indonesia Security Response Team on Internet Infrastructure; emantauan dini, pendeteksian dini, peringatan dini terhadap ancaman terhadap jaringan telekomunikasi dari dalam maupun luar negeri khususnya dalam tindakan pengamanan pemanfaatan jaringan, membuat/menjalankan/mengembangkan dan database. (http://www.idsirtii.or.id)

iv

Dirangkum oleh Shita Laksmi dan Tunggal Pawestri. Proses diskusi dan survey dilakukan oleh banyak pihak diantaranya, Protus Tanuhandaru, Sumitra, Olin Monteiro, Agustine, Nani Buntarian, Afra Ramadhan, Lina Purbo dan lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Proses terbentuknya sludge menjadi kompos dengan kualitas baik, selain dipengaruhi oleh campuran bahan organik (rumput dan kotoran sapi) juga dapat dipengaruhi

Dalam urain diatas peneliti menyimpulkan bahwa modifikasi alat pembelajaran merupan suatu upaya seseorang untuk merubah alat pembelajran yang sesungguhnya menjadi berbeda

Dimensi beras dari padi gogo lokal Kabupaten Tebo Provinsi Jambi seperti panjang, bentuk, dan lebar beras merupakan sumber kerentanan beras terhadap serangan hama S.. Dimensi

Hasil penelitian mendapati bahawa terdapat tujuh isu yang dikemukakan oleh Imam al-Bukhari terhadap hadith tersebut, iaitu: mengukuh dan mengaitkan perbincangan

& Phillips, J.A., 2003, Studi Distribusi, Penggunaan dan Pemilihan Tipe Sarang oleh Biawak Komodo: Implikasi untuk Konservasi dan Manajemen, Laporan dari the Zoological Society

Hasil diatas menunjukkan nilai signifikansi 0,858 (nilai signifikansi lebih besar dari 0,05) sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan dari lama menderita DM

Dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, yaitu suatu pendekatan untuk melihat objek penelitian sebagai suatu kesatuan yang terpadu

[r]