• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Keefektifan Bahan Perekat CMC, Gom Arab Dan Kitosan Untuk Pelapisan Benih Sayuran Terhadap Mutu Benih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Keefektifan Bahan Perekat CMC, Gom Arab Dan Kitosan Untuk Pelapisan Benih Sayuran Terhadap Mutu Benih"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Keefektifan Bahan Perekat CMC, Gom Arab Dan Kitosan Untuk Pelapisan Benih Sayuran Terhadap Mutu Benih

Ikrarwati dan Yudi Sastro

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta Jln. Raya Ragunan No. 30 Pasar Minggu, Jakarta – 12540

Email: ikrar_oktober@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mendapatkan bahan perekat untuk pelapisan benih dengan tepung vermikompos dan biji mimba yang paling kompatibel dengan benih cabai, tomat, kacang panjang dan timun. Percobaan disusun menggunakan rancangan acak lengkap faktor tunggal dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang diuji adalah jenis bahaan perekat yaitu meliputi (i) CMC 1%, (ii) Gom arab 3%, (iii) 1% Kitosan 1%, (iv) Kontrol. Hasil penelitian menunjukkan, semua perekat yang digunakan mengakibatkan penurunan vigor dan viabilitas pada benih cabai, tomat, mentimun, dan kacang panjang. Hasil yang terbaik diperoleh pada perlakuan CMC pada kacang panjang yaitu dengan mempertahankan viabilitas benih sama dengan kontrol dan perlakuan gom arab pada tomat yang menghasilkan viabilitas benih lebih tinggi dari kontrol. Perekat yang paling kompatibel dengan benih cabai adalah kitosan 1%, untuk benih tomat dan timun adalah gom arab 3%, sedangkan untuk benih kacang panjang adalah CMC 1%.

Kata Kunci: Ukuran umbi, pupuk organik cair, bawang merah, pot

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of different bulb size onion seeds and liquid organic fertilizer on growth and yield of onion grown in pots. The study was conducted from March to May 2015 in the Greenhouse of Kebun Agro, Cilankap, East Jakarta. The treatment were arranged using a randomized block design that were repeated three times. The tubers include small, medium and large. The second factor were the provision of liquid organic fertilizer, including rabbit urine, compost tea fertilizer as a control. The parameters observed were planted height, number of tubers, bulb diameter and weights. The results showed that there was no treatment of seed tuber size with a liquid organic fertilizer on the growth and yield variables. In single bulb size and yield. Liquid organic fertilizers tend to increase growth and yield, effect of fertilizer is best obtained in the treatment of rabbit urine for all the observed variables. Based on test results, it was concluded that all the bulb size and liquid organic fertilizer can be used in supporting the growth

(2)

and yield of onion were planted in pots.

Key Words: bulb size, liquid organic fertilizer, shallots, pot

PENDAHULUAN

Benih merupakan aspek utama yang harus ada dalam kegiatan budidaya dan mempengaruhi 50% keberhasilan suatu kegiatan budidaya. Rendahnya daya tumbuh benih serta serangan penyakit pada pembibitan maupun pertanaman merupakan permasalahan yang sering dijumpai pada teknis budidaya di lapangan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh

akibat penyimpanan benih yang tidak memenuhi persyaratan, atau kondisi lingkungan yang kurang optimum sehingga proses perkecambahan benih untuk menjadi bibit terhambat. Permasalahan lain adalah serangan penyakit pada fase pembibitan tanaman yang disebabkan oleh patogen terbawa benih (seedborne deseases) ataupun pathogen tular tanah (soilborne deseases). Serangan penyakit ini dapat menyerang mulai fase perkecambahan, pembibitan, bahkan sampai fase pertumbuhan dan produksi.

Metode alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan

melapisi benih (seed pelleting/ seed pelapisan) menggunakan vermikompos dan tepung biji mimba untuk mengendalikan kematian bibit di lapang ataupun menekan tingkat serangan penyakit pada budidaya tanaman. Pelapisan benih merupakan suatu cara meningkatkan mutu benih

dengan menambahkan material tertentu seperti pestisida, hara, ZPT dan komponen lainnya untuk mengoptimumkan pertumbuhan benih (Copeland dan McDonald, 2001).

Kombinasi aplikasi bahan inert berupa sumber hara dan pestisida nabati/agent hayati dalam pelapisan benih diharapkan dapat meningkatkan

menyuplai hara dan zat pengatur tumbuh yang dibutuhkan dalam proses perkecambahan dan meningkatkan performa benih, serta meningkatkan mutu patologis benih dengan menekan patogen terbawa benih yang aktif dalam proses perkecambahan dan pertumbuhan bibit. Penggunaan pestisida nabati pada pelapisan benih telah teruji keefektifannya dalam menekan intensitas penyakit yang diakibatkan patogen terbawa benih (Setiyowati et al., 2007; Thobunluepop et al., 2008; Ikrarwati et al., 2015).

Bahan pengikat atau perekat yang tepat dibutuhkan dalam aplikasi pelapisan benih agar bahan inert dapat

(3)

terlapisi pada benih namun tidak menurunkan kualitas benih. Rushing dalam Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa polimer idealnya memiliki karakter water-based polymer, nilai viskositas rendah, memiliki konsentrasi yang tinggi pada saat padat, memiliki pengaturan keseimbangan antara

membentuk lapisan tipis keras selama pengeringan. Bahan pelapis yang digunakan harus kompatibel dengan benih, sehingga kualitas benih tetap terjaga dan proses perkecambahan tidak terganggu. Selain itu, Kuswanto (2003) menyatakan bahan pelapis benih harus dapat mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan, dapat menghambat laju respirasi seminimal mungkin, tidak bersifat toksik terhadap benih, bersifat mudah pecah dan larut apabila terkena air, bersifat porus, tidak mudah mencair,

bersifat higroskopis, dan harga relatif murah sehingga dapat menekan harga benih.

Penelitian ini bertujuan mendapatkan bahan perekat untuk pelapisan benih dengan tepung vermikompos dan biji mimba yang paling kompatibel dengan benih cabai, tomat, kacang panjang dan timun.

METODOLOGI

Penelitian dilakukan di laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jakarta. Pelaksanaan penelitian pada Februari - April 2015.

Percobaan disusun menggunakan rancangan acak lengkap faktor tunggal dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang diuji adalah jenis bahaan perekat yaitu meliputi (i) CMC 1%, (ii) Gom arab 3%, (iii) 1%

pelapisanbenih

Peubah Pengamatan Perlakuan

Gom Arab CMC Kitosan Kontrol

Indeks vigor (%) 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a

Daya berkecambah (%) 31.3 c 45.3 c 78.1 b 93.8 a

Bobot 1000 butir (g) 5.2 5.3 5.2 4.6

Kadar air benih (%) 8.6 8.7 8.6 8.3

Tinggi bibit (cm) 2.9 d 3.3 c 4.9 b 7.3 a

Jumlah daun (helai) 0.5 c 0.6 c 1.4 b 2.5 a Berat segar bibit (g) 0.1 b 0.2 b 0.2 a 0.2 a

Keterangan: angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasar uji Duncan taraf kepercayaan 95%

(4)

Kitosan 1%, (iv) Kontrol (benih tanpa dilapisi).

Masing-masing bahan perekat dibuat dalam bentuk larutan dengan cara melarutkan perekat sesuai persentase (b/v) dan ditambahkan aquadest hingga volumenya mencapai 100 ml. CMC dan gom arab dapat dilarutkan menggunakan aquadest kecuali kitosan. Pelarutan kitosan dilakukan dengan menambahkan asam asetat 1% ke dalam aquadest.

Pelapisan benih dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan perekat pada benih dan ditambahkan bahan inert hingga terbentuk seperti pellet. Bahan inert yang digunakan adalah vermikompos yang telah dihaluskan dan tepung biji mimba dengan perbandingan 10 : 1. Setelah proses pelapisan, benih dikeringanginkan sampai kadar air mendekati kadar air rekomendasi masing-masing benih. Benih dikemas

menggunakan plastik PP 0.8 mm, disimpan pada ruangan dengan kondisi suhu 27- 35 °C dan RH 71-78%. Pegamatan terhadap mutu benih dan pertuumbuhan bibit dilakukan setelah benih disimpan selama 1 bulan. Pengamatan meliputi indeks vigor benih (%), daya berkecambah benih (%), kadar air benih, bobot 1000 butir, tinggi bibit, jumlah daun bibit, dan berat segar bibbit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mutu Benih Cabai

Hasil pengujian bahan perekat terhadap mutu benih cabai ditunjukkan pada Tabel 1. Indeks vigor benih cabai pada semua perlakuan perekat dan juga kontrol adalah sama yaitu 0%. Hal ini menunjukkan benih cabai yang digunakan memiliki vigor yang rendah sehingga tidak dapat mengindikasikan apakah perlakuan perekat berpengaruh

pelapisan benih

Peubah Pengamatan Perlakuan

Gom Arab CMC Kitosan Kontrol

Indeks vigor (%) 44.8 b 34.3 c 43.6 b 61.1 a Daya berkecambah (%) 84.4 a 71.8 b 59.4 c 81.3 b Bobot 1000 butir (g) 2.5 2.3 2.4 2.1 Kadar air benih (%) 8.7 8.6 8.6 8.2 Tinggi bibit (cm) 8.2 b 8.6 a 6.2 c 9.6 a Jumlah daun (helai) 3.2 a 3.2 a 2.4 b 3.7 a Berat segar bibit (g) 0.3 a 0.3 a 0.2 b 0.4 a Keterangan: angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan

(5)

terhadap vigor benih cabai.

Sementara itu, semua perlakuan bahan perekat menurunkan daya berkecambah benih, menghasilkan tinggi bibit dan jumlah daun cabai yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Akan tetapi, perekat kitosan memberikan hasil yang lebih baik dibanding CMC dan gom arab. Hal ini disebabkan bahan perekat yang digunakan menghambat imbibisi air oleh benih yang mengakibatkan proses perkecambahan berjalan lebih lambat sehingga viabilitas benih dengan pelapisan lebih rendah dibanding kontrol.

Pada peubah kadar air benih tidak dilakukan analisa statistik, tetapi sebagai informasi awal mengenai kondisi kadar air benih setelah dilakukan proses pelapisan menggunakan tiga jenis perekat. Kadar air benih dikondisikan mendekati

kadar air benih kontrol dengan cara dikeringanginkan selama tiga hari. Sementara itu, bobot seribu butir benih menunjukkan jumlah bahan inert yang melekat pada benih cabai dengan menggunakan 3 jenis perekat tidak berbeda nyata. Benih yang diberi pelapis bertambah bobotnnya 13-15% dari bobot awal.

Berdasar data tersebut, kitosan merupakan perekat yang paling kompatibel dengan benih cabai karena memberikan hasil yang lebih baik dibanding perekat gom arab maupun CMC.

Mutu benih tomat

tomat dengan perlakuan bahan perekat untuk pelapisan benih ditunjukkan pada Tabel 2. Berbeda dengan respon yang diperoleh pada benih cabai, perlakuan kitosan memberikan hasil

pada pelapisan benih

Peubah Pengamatan Perlakuan

Gom Arab CMC Kitosan Kontrol

Indeks vigor (%) 44.4c 14.3d 63.5b 93.7a Daya berkecambah (%) 87.1b 47.1d 67.1c 95.7a Bobot 1000 butir (g) 48.5 46.2 30.7 21.7 Kadar air benih (%) 8.8 8.8 8.7 8.3 Tinggi bibit (cm) 7.7a 6.9b 7.4a 5.3c Jumlah daun (helai) 2.0a 2.0a 2.0a 2.0a Berat segar bibit (g) 0.7a 0.8a 0.8a 0.5b Keterangan: angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan

(6)

yang paling rendah pada semua peubah yang diamati.

Pada peubah indeks vigor, kontrol tetap secara nyata memberikan hasil yang terbaik. Akan tetapi pada peubah daya berkecambah, gom arab memberikan hasil yang secara nyata lebih tinggi dibanding kontrol sedangkan CMC tidak berbeda nyata dengan kontrol. Peubah tinggi bibit, jumlah daun dan berat segar bibit menunjukkan perlakuan gom arab dan CMC memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Hal ini menunjukkan perekat gom arab memberikan barier yang paling kecil dibanding perekat CMC ataupun kitosan, sehingga lebih mudah ditembus oleh radikula dan hanya sedikit memperlambat munculnya radikula dibanding kontrol. Hormon yang terkandung pada vermikompos sebagai bahan inert pada pelapisan benih diduga memacu proses

perkecambahan sehingga saat radikula telah muncul dan mulai menyerap hara dari lingkungan, maka jumlah benih yang berkecambah lebih banyak dibanding kontrol.

Bobot 1000 butir menunjukkan peningkatan bobot benih yang dilapisi adalah 10-19% dari bobot awal. Berdasar data pada tabel di atas, perekat yang paling kompatibel untuk pelapisan benih tomat menggunakan vermikompos dan tepung biji mimba adalah gom arab (GA).

Mutu benih timun

Pengujian pelapisan benih pada benih timun menunjukkan hasil bahwa kontrol menghasilkan indeks vigor dan daya berkecambah benih yang nyata lebih baik dari 3 perlakuan pelapisan benih, namun perlakuan pelapisan benih dengan perekat GA menghasilkan daya berkecambah yang nyata lebih baik dibanding CMC dan pada pelapisanbenih

Peubah Pengamatan Perlakuan

Gom Arab CMC Kitosan Kontrol

Indeks vigor (%) 13 b 10 b 13 b 24 a

Daya berkecambah (%) 32 b 43 a 25 b 53 a

Bobot 1000 butir (g) 197.3 199.5 172.6 157.8

Kadar air benih (%) 11.9 12.1 11.8 11.5

Tinggi bibit (cm) 26.9 c 31.7 a 29.8 b 32.6 a Jumlah daun (helai) 3.6 b 4.8 a 4.4 a 4.8 a Berat segar bibit (g) 1.8 b 2.1a 2.0 a 2.0 a Keterangan: angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan

(7)

kitosan dan nilainya mendekati daya berkecambah kontrol.

Di sisi lain, semua perlakuan pelapisan menghasilkan tinggi tanaman dan berat segar bibit yang secara nyata lebih baik dibanding kontrol. Benih dengan perlakuan pelapisan menurunkan viabilitas benih karena bahan perekatnya menyebabkan penghalang bagi proses imbibisi air dan juga menghambat munculnya radikula. Namun, pada fase pertumbuhan bibit, bahan pada pelapis mampu meningkatkan performa bibit dan meningkatkan massa yang terbentuk.

Berdasar peubah bobot 1000 butir benih, tampak bahwa peggunaan perekat kitosan kurang kompatibel karena bahan inert yang merekat dan melapisi benih sangat sedikit selain itu pada penggunaan perekat kitosan, lapisan pada benih kurang kompak sehingga mudah hancur. Pada bennih timun, pelapisan benih meningkatkan bobot 41,5% - 123,5%.

Perlakuan perekat terpilih untuk pelapisan benih menggunakan vermikompos dan tepung biji mimba pada benih timun adalah GA.

Mutu benih kacang panjang

degan perlakuan perekat pada pelapisan benih ditunjukkan pada

Tabel 5. Secara umum, benih kacang panjang yang digunakan memiliki viabilitas benih yang rendah, hal ini ditunjukkan pada indeks vigor dan daya berkecambah benih pada kondisi kontrol menunjukkan nilai dibawah 60%, sedangka persyaratan untuk benih adalah memiliki daya berkecambah minimal 80%.

Peubah daya berkecambah dan tinggi bibit, perlakuan perekat CMC dan kontrol tidak berbeda nyata namun secara nyata lebih baik dibanding perekat GA dan kitosan. Pada peubah jumlah daun dan berat segar bibit, perlakuan perekat CMC, kitosan dan kontrol memberikan hasil yang terbaik dan berbeda nyata dengan perekat GA.

Bobot 1000 butir benih menunjukkan penggunaan perekat GA dan CMC mampu menghasilkan massa yang lebih kompak dan dapat merekat pada benih, hal tersebut terlihat pada peningkatan bobot 1000 butir benih jika dibandingkan dengan kontrol (25% - 26,5%). Perekat kitosan kurang kuat merekatkan bahan inert pada pelapisan benih, terlihat dari penambahan massa-nya yang hanya 9%, lebih rendah dari perlakuan GA dan CMC. Perekat terpilih untuk pelapisan benih menggunakan vermikompos dan pestisida tepung biji mimba pada komoditas kacang panjang adalah CMC.

(8)

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, perekat yang paling kompatibel dengan benih cabai adalah kitosan 1%, untuk benih tomat dan timun adalah gom arab 3%, sedangkan untuk benih kacang panjang adalah CMC 1%. Setiap jenis benih memerlukan bahan perekat yang berbeda meskipun bahan innert yang akan digunakan sama yaitu vermikompos dan pestisida nabati berupa tepung biji mimba.

Penggunaan 2% gom arab sebagai perekat pada pelapisan benih dilaporkan oleh Dawar et al. (2008). Asrul et al. (2004) menggunakan konsentrasi 1% untuk pelapisan benih tomat dengan bakteri antagonis. Setyowati et al. (2007) menggunakan konsentrasi 20% untuk pelapisan benih cabai dengan fungisida benomil dan tepung curcuma dan Setiawan (2005) menyatakan pelapisan dengan gom arab 50% tidak bersifat toksik dan memiliki peluang sebagai bahan pelapis terbaik untuk benih cabai. Penggunaan 6 ml larutan gom arab 40% untuk 100 gr benih juga dilaporkan untuk melapisi benih kedelai dengan inokulan (Seed…2011). Pelapisan benih menggunakan CMC dengan konsentrasi 1%, 3% dan 5% dilaporkan oleh Kitamura et al. (1981). Penggunaan 6 ml larutan CMC konsentrasi 4% untuk 100 gr benih

kedelai juga dilaporkan oleh Seed… (2011). Penggunaan kitosan sebagai polimer dalam bahan pelapisan benih padi dilaporkan oleh Zeng dan Shi (2009) dengan konsentrasi 50 g/ kg benih dan Thobunluepop (2009) dengan konsentrasi 3%.

Hasil penelitian ini menunjukkan, semua perekat yang digunakan mengakibatkan penurunan vigor dan viabilitas pada benih cabai, tomat, mentimun, dan kacang panjang. Hasil yang terbaik diperoleh pada perlakuan CMC pada kacang panjang yaitu dengan mempertahankan viabilitas benih sama dengan kontrol dan perlakuan gom arab pada tomat yang menghasilkan viabilitas benih lebih tinggi dari kontrol.

Pelapisan benih ditujukan untuk

Tetapi pada aplikasinya, pelapisan benih dapat juga menyebabkan penurunan viabilitas benih. Duan and Burris (1997) melaporkan penggunaan

bit secara nyata menurunkan daya berkecambah benih. Demikian juga dengan Wiliams et al. (2016) yang melaporkan penggunaan bichar pada pelapisan benih menurukan viabilitas benih Bromus marginatus, Koeleria cristata, Eriogonum heracleoides, dan Achillea millefolium.

(9)

Penurunan viabilitas benih disebabkan bahan pelapis baik perekat maupun inert menjadi barier pada proses perkecambahan dengan berbagai mekanisme diantaranya membatasi suplai oksigen ke embrio (Keawkham et al. 2014) maupun menghambat imbibisi air ke dalam benih (Duan dan Burris 1997). Ketersedian oksigen memegang peranan penting dalam proses perkecambahan benih terkait enzyme, invertase dan sintetis sukrosa ((Rolletschek et al . 2002, 2005).

KESIMPULAN

Semua perekat yang digunakan mengakibatkan penurunan vigor dan viabilitas pada benih cabai, tomat, mentimun, dan kacang panjang. Hasil yang terbaik diperoleh pada perlakuan CMC pada kacang panjang yaitu dengan mempertahankan viabilitas benih sama dengan kontrol dan perlakuan gom arab pada tomat yang menghasilkan viabilitas benih lebih tinggi dari kontrol.

Pelapisan benih meningkatkan berat benih 13-15% pada benih cabai, 10-19% pada benih tomat, 41,5-123,5% pada benih timun dan 25-26,5% pada benih kacang panjang. Perekat yang membentuk massa paling kompak adalah CMC pada benih cabai dan kacang panjang, serta gom arab

pada benih tomat dan kacang panjang Perekat yang paling kompatibel untuk pelapisan benih menggunakan vermikompos dan biji mimba pada benih cabai adalah kitosan 1%, untuk benih tomat dan timun adalah gom arab 3%, sedangkan untuk benih kacang panjang adalah CMC 1%.

DAFTAR PUSTAKA

Asrul, Arwiyanto T, Maryudani. 2004. Pengaruh perlakuan benih tomat dengan Pseudomonas putida Pf-20 terhadap penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum). Agrosains: 17(3).

Copeland LO, McDonald MB. 2001. Principles of Seed Science and Technology. Massachusetts (USA): Kluwer Academic Pr. Dawar S, Hayat S, Anis M, Zaki MJ.

2008. Effect of seed coating microbial antagonist for the control of root rot fungi on Bot. [Internet]. [diunduh 2016 November 28] 40(3): 1269-1278. Tersedia pada: www. pakbs.org/pjbot/PDFs/40(3)/ PJB40(3)1269.pdf.

Duan X dan Burris JS. 1997. Film coating impairs leaching of germination inhibitors in sugar beet seed. Crop Sci. 37:515-520.

Ikrarwati, Ilyas S, Yukti AM. 2015. Keefektifan pelapisan benih terhadap peningkatan mutu

(10)

benih padi selama penyimpanan. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol. 34 (2): 145-152.

Keawkham T, Siri B, dan Hynes RK. 2014. Effect of polymer seed coating and seed dressing with pesticides on seed quality and storability of hybrid cucumber. Australian Journal of Crop Science [Internet]. [diunduh 2016 Desember 6] 8(10):1415-1420. Tersedia pada: http://www.cropj.com/ siri_8_10_2014_1415_1420. pdf

Kitamura S, Watanabe M, Nakayama M, penemu; Sumitomo Chemical Company, Limited. 1981 February 17. Process for producing coated seed. US patent 4250660 A. Tersedia pada http://www.google.com/ patents/US4250660

Kuswanto H. 2003. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan dan Penyimpanan. Yogyakarta (ID): Kanisius

Rolletschek , H., Borisjuk ,L., Koschorreck,M., Wobus, U. and Weber,H. 2002: Legume embryo develop in a hypoxic enviroment. Journal of Experimental Botany 53:1099-1107.

Rolletschek, H., Koch, K., Wobus, U. and Borisjuk, L. 2005. Positional cue for the starch/ lipid balance in maize kernels and resource partitioning to the embryo. The Plant Journal. 42:69-83.

Setiawan W. 2005. Pengaruh formula coating dan fungisida terhadap

viabilitas benih cabai (Capsicum annuum L.) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setiyowati H, Surahman M, Wiyono

S. 2007. Pengaruh seed coating dengan fungisida benomil dan tepung curcuma terhadap patogen antraknosa terbawa benih dan viabilitas cabai besar (Capsicum annuum L.). Bul. Agron. 35(3): 176-182.

Thobunluepop P, Pawelzik E, Vearasilp S. 2008. The perspective effects of various coating on rice seed variety Khao Dawk Mali 105 Storability I: The case study of physiological properties. Pakistan Journal of Biological Sciences [Internet]. [diunduh 2015 April 2]; 11(19): 2291-2299

Thobunluepop P. 2009. The inhibitory effect of the various seed coating substances against rice seed borne fungi and their shelf-life during storage. Pakistan Journal of Biological Sciences [Internet]. [diunduh 2016 April 2]; 12(16): 1102-1110.

Williams MI, Dumroese RK, Page-Dumroese DS, Hardegree SP. 2016. Can biochar be used as a seed coating to improve native plant germination and growth in arid conditions? Journal of Arid Environments 125:8-15.

Zeng D dan Shi Y. 2009. Preparation and application of a novel environmentally friendly organic seed coating for rice. American-Eurasian Journal of Agronomy [Internet]. [diunduh 2016 April 22]; 1 (2): 19-25.

Referensi

Dokumen terkait

Maka, dalam sebuah masyarakat yang sedang membangun seperti Malaysia, kadar kemiskinan relatif adalah penting kerana ia mengukur jumlah isi rumah yang terletak jauh daripada

Waktu Tunggu angkutan Moli paling tinggi waktu menunggu rata-rata Koridor 1 GWW-FKH via Asrama Putri yaitu 4 menit 46 detik dengan standar pelayanan minimal 5 – 10

Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa nilai TBA dangke yang tidak diberi madu dan yang diberi madu jenis A memiliki nilai TBA yang tidak berbeda nyata dan lebih rendah

Hasil penelitian menyimpulkan jawaban terkait pertimbangan, dasar hokum dan tinjauan hukum islam dalam legislasi wali anak hasil kawin hamil adalah (1)

Nilai ini lebih kecil dari penyerapan agregat halus normal (pasir Lamboya) yaitu sebesar 6,27% sehingga dengan demikian material pasir Lamboya memiliki volume pori yang lebih

Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, Peraturan Bupati Bulukumba Nomor 31 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Bongkaran Aset Tetap Milik Pemerintah

pencermatan dokumen RPP, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan RPP yang dibuat oleh guru Bahasa Indonesia dalam pembelajaran menulis teks prosedur berdasarkan

alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada target penugasan materi