• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN EMBUNG KENDO KECAMATAN RASANAE TIMUR KABUPATEN BIMA NTB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN EMBUNG KENDO KECAMATAN RASANAE TIMUR KABUPATEN BIMA NTB"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN EMBUNG KENDO KECAMATAN RASANAE TIMUR KABUPATEN

BIMA NTB

Oleh :

Mochamad Hasan Wijaya 3107 100 512

Dosen Pembimbing :

Ir. Soekibat Roedy Soesanto Ir.Abdulah Hidayat SA,MT.

ABSTRAK

Pada musim kemarau sebagian besar wilayah di Propinsi Nusa Tenggara Barat sering mengalami kekeringan. sungai-sungai yang pada musim penghujan banyak terdapat air, pada musim kemarau menjadi berkurang airnya dan di sebagian kawasan terkadang menjadi kering. Sungai Sori Lelamase adalah salah satu sungai yang pada musim kemarau akan mengalami kekeringan. kondisi ini membuat masyarakat di sepanjang sungai Sori Lelamase khususnya masyarakat desa Kendo dan Desa Nungga kecamatan Resenae Timur mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih, Terutama untuk kebutuhan air baku

Perencanaan kapasitas embung ini didasarkan pada data curah hujan. Untuk mendapatkan data debit air yang masuk ke dalam embung, maka data curah hujan dikonversikan ke data debit air. Perencanaan pelimpah didasarkan pada analisa debit banjir rencana menggunakan hidrograf satuan sintetik Nakayasu. Tubuh bendungan menggunakan tipe urugan. Setelah desain konstruksi embung diperoleh, maka dilakukan kontrol stabilitas agar bangunan aman terhadap kondisi yang berbahaya.

Dari hasil analisa diperoleh debit banjir rencana periode ulang 100 tahun sebesar 38,194 m3/dt, volume tampungan sebesar 474522,25 m3 berada pada elevasi +136,54 m yang digunakan sebagai elevasi mercu pelimpah , elevasi muka air banjir pada ketinggian +138,65 m, elevasi puncak bendungan pada ketinggian +140,65 m, elevasi dasar sungai pada ketinggian +119,00 m, tinggi jagaan diambil 2,00 m, tinggi bendungan 21,65 m, lebar mercu bendungan 7,00 m,kemiringan lereng up stream 1 : 2,00, kemiringan lereng down stream 1 : 2,00. Konstruksi stabil terhadap gaya-gaya yang terjadi pada kondisi yang berbahaya. Tampungan yang ada, mampu memenuhi kebutuhan air baku(air minum) penduduk pada proyeksi tahun 2030 yang berjumlah 3992 jiwa dengan kebutuhan air sebesar 85 l/org/hari

Katakunci:Embung,Kapasitastampungan,Airbaku

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

Pada musim kemarau sebagian besar wilayah di Nusa Tenggara Barat sering mengalami kekeringan, sungai-sungai yang pada musim penghujan banyak terdapat air pada musim kemarau menjadi berkurang airnya dan di sebagian kawasan terkadang menjadi kering karena Posisi Muka air tanah di Daerah ini juga Cukup dalam. Sungai Sori Lelamase adalah salah satu sungai yang pada musim kemarau mengalami kekeringan, kondisi ini membuat masyarakat di sepanjang sungai Sori Lelamase khususnya masyarakat desa Kendo dan desa Nungga kecamatan Resanae Timur mengalami kesulitan dalam mendapatkan air bersih untuk keperluan air baku. Pada musim kemarau untuk mendapatkan air baku masyarakat desa Kendo dan desa Nungga harus berjalan berkilo-kilo meter untuk mencari air.

Alternatif pemecahan masalah kekeringan yang melanda desa Kendo dan sekitarnya maka pemerintah Kabupaten Bima NTB, dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum merencanakan pembangunan Embung Kendo di desa Kendo Kecamatan Rasanae timur Kabupaten Bima NTB.

Dengan adanya perencanaan Embung Kendo ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan air masyarakat setempat untuk kebutuhan air baku. Untuk itu perlu diketahui berapa besar kebutuhan air masyarakat setempat sehingga dapat direncanakan kapasitas tampungan embung yang sesuai agar supaya keseimbangan air pada tampungan tetap terjaga. Agar dapat melimpahkan debit banjir yang terjadi maka Embung Kendo ini dilengkapi dengan bangunan pelimpah dan kolam olak. sebelum mendesain pelimpah terlebih dahulu harus diketahui debit banjir yang terjadi sehingga dapat diketahui besarnya kapasitas

pelimpah. Setelah itu barulah dipilih tipe kolam olak yang sesuai. agar bangunan pelimpah lebih aman maka diperlukan kontrol kestabilan.

I.2. Perumusan Masalah

1. Berapa kebutuhan air Baku masyarakat setempat

2. Berapa ketersediaan Air yang ada 3. Berapa debit banjir di sungai Sori

Lelamase

4. Bagaimana tipe bangunan pelimpah yang akan digunakan

5. Bagaimana Kapasitas Embung dan Kapasitas bangunan Pelimpah

6. Bagaimana kestabilan tubuh embung dan pelimpah

1.3 Tujuan

1. Menganalisa kebutuhan air baku 2. Menganalisa debit air yang tersedia 3. Menganalisa debit banjir di sungai 4. Menentukan tipe bangunan pelimpah 5. Menganalisa kapasitas Embung dan

bangunan pelimpah

6. Menganalisa kestabilan tubuh embung dan pelimpah

1.4 Batasan Masalah

1. Tidak membahas analisa ekonomi 2. Tidak membahas Metode pelaksanaan 3. Perencanaan bendungan ini hanya

untuk memenuhi kebutuhan air baku desa Kendo dan desa Nungga

4. Tidak melakukan perhitungan sedimentasi.

1.5 Manfaat

Proposal tugas akhir ini diharapkan dapat merencanakan detail embung untuk menampung air sesuai dengan kapasitas yang ada sehingga kebutuhan air baku di desa Kendo dan desa Nungga Kecamatan Rasanae Kota Bima NTB dapat terpenuhi dan taraf hidup masyarakat didaerah tersebut dapat meningkat

.

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Perhitungan curah hujan rata-rata

• Metode Arithmatic Mean Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm.

Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan didalam dan disekitar daerah yang bersangkutan.

(

R

R

R

n

)

n

R

=

1

1

+

2

+

...

+

( soeyono sosrodarsono 2002) Dimana:

R

: curah hujan daerah (mm) n : jumlah titik-titik pengamatan

R1,R2,....Rn:curah hujan ditiap titik pengamatan (mm).

2.

2 Uji distribusi data hujan

Sebelum dilakukan perhitungan distribusi probabilitas dari data yang tersedia, dicoba dahulu dilakukan penelitian distribusi yang sesuai untuk perhitungan. Masing-masing distribusi yang telah disebutkan diatas memiliki sifat-sifat khas, sehingga setiap data hidrologi harus diuji kesesuaiannya dengan sifat statistik masing-masing tersebut. Pemilihan distribusi yang tidak tepat dapat menyebabkan kesalahan perkiraan yang mungkin cukup besar baik over estimated maupun under estimated yang keduanya tidak diinginkan.

Setiap jenis distribusi atau sebaran mempunyai parameter statistik diantaranya terdiri dari :

x

: nilai rata-rata hitung

σ

atau sd : deviasi standar Cv : koefisien vareasi Ck : koefisien ketajaman Cs : koefosien kemencengan

Dimana setiap parameter statistik tersebut dicari berdasarkan rumus :

Nilai rata-rata (Mean) :

N

R

R

=

Deaviasi standar (Standar Deviation) :

( )

1

2

=

N

R

R

S

• Koefisien vareasi (Coefficien of Vareation)

x

s

Cv

=

Koefisien Kemencengan (Coefficien of

Skewness) :

( )

(

)(

)

3 3

.

2

1

.

s

N

N

N

x

x

Cs

=

Koefisien ketajaman (Coefficien of

Kurtosis) :

( )

(

)(

)(

)

4 2 4

3

2

1

.

s

N

N

N

N

x

x

Ck

=

Keterangan :

R = data dari sampel

R

= nilai rata-rata hitung N = jumlah pengamatan

Adapun sifat-sifat khas parameter statistik dari masing-masing distribusi teoritis adalah sebagai berikut :

• Distribusi Pearson Type III mempunyai harga Cs dan Ck yang fleksibel

• Distribusi Log Normal mempunyai harga Cs > 0

• Distribusi Log Pearson Type III mempunyai harga Cs antara 0 < Cs < 9 • Distribusi Normal mempunyai harga

Cs = 0 dan Ck = 3

• Distribusi Gumbel mempunyai harga Cs = 1.139 dan Ck = 5.402

2.3

Perhitungan curah hujan rencana

• Distribusi Pearson tipe III

Perhitungan Distribusi Pearson Tipe III dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

S k X

X = + .

dimana :

X

: besarnya suatu kejadian

X

: nilai rata – rata

S

: standart deviasi

k

: faktor sifat dari Distribusi Pearson Tipe III yang merupakan fungsi dari besarnya

Cs dan peluang.

•••• Metode distribusi log normal

Perhitungan Distribusi Log Normal dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

X

log

S

.

k

LogX

LogX

=

+

Dimana :

X

= besarnya suatu kejadian

LogX

= nilai rata - rata

SLogX

= standart deviasi

k

= faktor sifat dari Distribusi Pearson Tipe III yang merupakan fungsi dari besarnya Cs dan peluang

2.4 Uji Kecocokan Distribusi Frekuensi Curah Hujan Rencan

Untuk menentukan kecocokan distribusi frekuensi dari sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut diperlukan pengujian parameter, yaitu :

1. Uji Chi kuadrat

Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2, oleh karena itu disebut dengan uji Chi – Kuadrat. Parameter X2 dapat dihitung dengan rumus :

(

)

= − = G i i i i h E E O X 1 2 2 dimana : 2 h

X

: parameter Chi – Kuadrat terhitung

G : jumlah sub – kelompok

Oi : jumlah nilai pengamatan pada sub

kelompok ke – i

Ei : jumlah nilai teoritis pada sub

kelompok ke – i 2. Uji Smirnov – Kolmogorov

Uji kecocokan ini sering disebut uji kecocokan non parametic,karena pegujian tidak mengunakan fungsi distribusi tertentu.Rumus yang digunakan adalah:

(3)

Dengan: •

( ) ( )

1

+

=

n

m

X

P

( )

S

X

X

t

F

=

P

,

( ) ( )

X

=

f

t

=

1

t

(Soewarno, 1995)

2.5 Perhitungan Debit Puncak Banjir

• Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Nakayasu dari Jepang , telah menyelidiki hidrograf satuan pada beberapa sungai di Jepang. Rumus tersebut adalah sebagai berikut : Qp =

)

3

,

0

(

6

,

3

.

.

3 , 0

T

T

Ro

A

C

p

+

Dimana :

Qp = debit puncak banjir (m³/detik) Ro = hujan satuan (mm)

Tp= tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam) T0,3= waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai menjadi 30% dari debit puncak (jam). Qa = Qp. 4 , 2





Tp

t

Dimana :

Qa = limpasan sebelum mencapai debit puncak. (m³/detik)

Bagian lengkung turun (decreasing limb) Qd > 0,3 Qp ; Qd = Qp.0,3 pangkat 3 , 0

T

Tp

t

0,3 Qp > Qd > 0,3² Qp ; Qd = Qp.0,3 pangkat 3 , 0 3 , 0

5

,

1

5

,

0

T

T

Tp

t

+

0,3² Qp > Qd ; Qd = Qp.0,3 pangkat 3 , 0 3 , 0

2

5

,

0

T

T

Tp

t

+

Tenggang waktu Tp = tg+ 0,8 tr • L < 15 km tg= 0,21.L0,7 • L > 15 km tg= 0,4 + 0,058 L Dimana :

L = Panjang alur sungai (km) tg= waktu konsentrasi (jam) tr = 0,5. tg sampai tg(jam) T0,3 =

α

. tg (jam)

Sumber : (CD. Soemarto, 1999)

2.6 Analisa Volume Embung

Fungsi utama Embung adalah untuk memanfaatkan air pada musim penghujan, menampung air sehingga dapat dimanfaatkan pada musim kemarau. Hal yang terpenting dari embung adalah kapasitas embung atau kapasitas tampungan yang meliputi :

Kapasitas efektif :Volume tampungan dari embung yang dapat dimanfaatkan untuk melayani kebutuhan air yang ada.

Kapasitas mati :Volume tampungan untuk sedimen

Kapasitas tampungan tersebut perlu diketahui sebab merupakan dasar untuk perencanaan bangunan-bangunan seperti : Bendungan, Spillway maupun intake

2.6.1 Analisa Penyedia Air

Lengkung Kapasitas Waduk

Lengkung kapasitas embung merupakan grafik yang menghubungkan luas daerah genangan dengan volume tampungan terhadap elevasinya. Berhubung fungsi utama embung adalah untuk menyediakan tampungan, maka ciri fisik utama yang terpenting adalah kapasitas tampungan

.

Secara sistematis volume tampungan waduk dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Ii = ( h(i + 1 ) – hi ) x 0.5 x ( Fi + F ( i + 1 ) It =

Dimana :

Ii = Volume pada setiap elevasi ketinggian mulai hi sampai h (i + 1) ( m

3 )

Fi = Luas genangan pada elevasi tinggi hi (m2) F(i + 1)= Luas genangan pada elevasi tinggi h ( i +

1 ) (m2) It= Volume total (m

3 )

Gambar grafik hubungan antara elevasi, luas dan volume.

2.6.2 Debit Andalan

Debit andalan juga dapat diartikan suatu debit yang dapat disediakan guna kepentingan tertentu sepanjang tahun dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Jadi diperbolehkan ditetapkan debit andalan sebesar 80% berarti akan dihadapi resiko adanya debit-debit yang kurang dari debit andalan sebesar 20%.

Perhitungandengan Metode Ranking Cara perhitungan adalah sebagai berikut : • Mengurutkan data debit 10 harian dari

kecil ke besar

• Menghitung debit 20% tidak memenuhi dengan rumus : m=0,2xN

Dimana :

m : jumlah tahun yasng tidak memenuhi N : jumlah banyaknya debit tahunan

Luas Genangan (m²)

Volume tampungan (m

3

)

Elevasi (m)

= n i

li

1

(4)

Pasangan batu / beton

5.00 - 10.00 sampai maksimal 7.00

3.00 1.00 Type Tinggi ( m ) Lebar Puncak ( m )

Urugan < 5.00 2.00

2.6.3 Analisa Kebutuhan Air Baku

Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan air baku maka Embung Kendo juga akan berfungsi untuk penyediaan air baku untuk kecamatan Rasanae timur khusunya untuk beberapa Desa yang ditinjau

Jumlah Penduduk

Untuk memperkirakan kebutuhan air bersih untuk penduduk di sekitar Embung, faktor pertumbuhan penduduk sangat menentukan dalam perencanaan debit kebutuhan dan sarana distribusi. Adapun jumlah penduduk di kecamatan Rasanae timur pada tahun 2008 sebanyak 3159 jiwa.

Proyeksi Jumlah Penduduk

Metode yang digunakan dalam perencanaan ini adalah Metode Geometrik dan rumus yang digunakan adalah :

Rumus : Pn = Pt ( 1 + r )

n

( Sarwoko Mangkudiharjo, PAB 1985.1053 ) Dimana :

Pn = jumlah penduduk pada proyeksi n tahun Po = jumlah penduduk pada awal tahun data Pt = jumlah penduduk pada akhir tahun data r = laju pertumbuhan penduduk ( % ) t = selang waktu tahun data

n = jumlah tahun proyeksi

Konsumsi Air

Tingkat kebutuhan air untuk keperluan domestik antara satu kota dengan kota lain akan sangat berbeda. Besarnya penggunaan air untuk keperluan domestik dapat diperkirakan berdasarkan kategori kota yang mempengaruhi pola kehidupan masyarakat NTB.

Kehilangan Air

Kehilangan air direncanakan maksimal sebesar 20% berdasarkan Kriteria Perencanaan Sector Air bersih, Direktorat Air Bersih.

2.7. Penelusuran banjir lewat waduk

Salah satu manfaat dari pembangunan bendungan adalah untuk mengendalikan suatu sungai. Apabila terjadi banjir, maka permukaan air didalam waduk naik sedikit demi sedikit dan waduk akan penuh air dan mencapai ambang bangunan pelimpah. Tinggi permukaan air waduk maksimal ini harus dapat dihitung dengan teliti dengan melakukan penelusuran banjir. Dengan mengetahui tinggi permukaan air waduk maksimal ini dapat dicari tinggi bendungan paling menguntungkan (optimal) yang masih dalam keadaan aman terhadap resiko banjir. Metode penelusuran banjir di waduk yang lazim digunakan yaitu, “Modified Pul’s Method”, dengan persamaan sebagai berikut :

(

) (

)

1 2 2 1 2 1

2

2

S

S

Q

Q

I

I

=

+

+

Sumber : Soedibyo 1988 Dimana :

I1, I2 = inflow pada waktu t1, t2 Q1, Q2 = outflow pada waktu t1, t2

S1, S2 = volume tampungan pada waktu t1, t2

Persamaan dengan periode penelusuran ∆t setelah disederhanakan akan menjadi :

(

)

+

=

+

+

2

2

2

2 2 1 1 2 1

I

t

S

Q

t

S

Q

t

I

Bila debit masuk, hubungan volume tampungan deng elevasi muka air, hubungan

outflow dengan elevasi muka air, volume

tampungan awal, debit keluar awal semuanya diketahui, maka persamaan tersebut di atas dapat digunakan setahap demi setahap untuk menghitung perubahan tampungan waduk dan

outflow yang disebabkan oleh setiap banjir.

Setelah bagian kiri dari persamaan diketahui semuanya, maka bagian kanan persamaan yaitu

2

t

Q

S

2 2

+

dapat dihitung. Dengan menggambar kurva hubungan antara

2

t

Q

S

2

+

2

dengan elevasi serta kurva hubungan antara outflow O dengan elevasi, maka dapat diketahui hubungan antara O dengan (S2 + O/2).

Pada awal penelusuran, volume tampungan awal (S) debit keluar (Q) dan debit masuk (I) diketahui.

Setelah langkah waktu ∆t telah ditetapkan, maka seluruh komponen persamaan bagian kiri telah diketahui semuanya, sehingga bagian kanan persamaan yang merupakan fungsi

2

t

Q

S

2 2

+

dapat dihitung. 2.8. Evaporasi

Mengingat evaporasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, maka sulit untuk menghitung evaporasi dengan suatu rumus. Akan tetapi, kesulitan itu telah mendorong orang-orang untuk

mengemukakan banyak rumus. Rumus empiris Penman :

+

=

100

1

)

(

35

,

0

e

e

V

E

a d

(Hidrologi untuk Pengairan,, Ir.Suyono Sosrodarsono &Kensaku Takeda Hal 57)

Dimana :

E = evaporasi (mm/hari).

ea = tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/Hg)

ed = tekanan uap sebenarnya (mm/Hg).

V = kecepatan angin pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah (mile/hari)

2.9. Keseimbangan Air (Water Balance)

Perhitungan Keseimbangan air ini untuk mengetahui berapa perubahan volume waduk akibat debit Inflow dan Outflow.

• I – O = ± ∆S Dimana :

I = inflow Daratan : P = Et + SRO + GWF ± ∆S O = outflow Lautan : E = P + SRO + GWF ± ∆S

∆S = change in storage GWF = ground water flow SRO = Surface run off Et = Evapotranspirasi P = Presipitasi

I > O ∆s Positif I < O ∆s Negatif

2

.10. Tipe tubuh Bendungan oLebar Puncak

Lebar puncak tubuh bendungan yang direncanakan dapat dilihat pada Tabel - 2.1. Tabel - 2.1. Lebar Puncak Tubuh bendungan

(5)

Sumber : Kriteria Desain Embung Kecil Untk Daerah Semi Kering Di Indonesia PUSLITBANG PENGAIRAN, Maret 1994.

o Kemiringan Lereng Urugan

Kemiringan lereng urugan ditentukan sedemikian rupa agar stabil Dengan mempertimbangkan hal tersebut diatas dan mengambil koefisien gempa 0,15g, diperoleh kemiringan urugan yang disarankan. Stabilitas lereng urugan dihitung dengan menggunakan metode A.W.BISHOP.

o Tinggi Tubuh Bendungan

Tinggi tubuh bendungan ditentukan dengan mempertimbangkan kebutuhan tampungan air dan keamanan terhadap bahaya banjir ( peluapan ), dengan demikian tinggi tubuh embung setinggi muka air kolam pada kondisi penuh ( kapasitas tampung desain ) ditambah tinggi tampungan banjir dan tinggi jagaan.

Gambar 2.2 Penampang Tinggi Bendungan

f

b

H

H

Hd

=

+

Dimana :

Hd =Tinggi tubuh bendungan rencana, m. Hk =Tinggi muka air kolam pada kondisi penuh, m.

Hb =Tinggi tampungan banjir, m. Hf =Tinggi jagaan, m.

o Tinggi Jagaan

Tinggi jagaan adalah jarak vertikal antara muka air kolam / tendon pada saat terjadi banjir ( Q 50 tahunan ) dengan puncak tubuh bendungan.

Tinggi jagaan pada tubuh bendungan dimaksudkan untuk memberikan keamanan tubuh bendungan terhadap peluapan akibat banjir.

Besarnya tinggi jagaan tergantung dari type tubuh bendungan, seperti pada Tabel 2.2

Tabel - 2.2. Tinggi Jagaan Type Tubuh Bendungan Tinggi Jagaan ( m ) Sketsa Penjelasan 1. Urugan Homogen dan Majemuk 2. Pasangan Batu / Beton 3. Komposit 1,00 0,50 0,50 Ma banjir Ma Normal puncak bendungan

Sumber : Kriteria Desain Embung Kecil Untk Daerah Semi Kering Di Indonesia PUSLITBANG PENGAIRAN, Maret 1994.

2.11 TYPE PELIMPAH ( Spillway )

Tipe bangunan pelimpah/spillway pada bendungan direncanakan memakai tipe Ogee yang biasa digunakan pada bendungan tipe urugan. Berbagai type mercu Ogee dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Dari berbagai tipe ogee yang ada maka dipilih tipe ogee dengan kemiringan pada upstream atau hilir 1: 1 (tegak).

Persamaan lengkung spillway bagian downstream bendungan adalah sebagai berikut :

Ho

Y

= n Ho X K      1 Sumber: KP02, 1986

Dimana X dan Y adalah koordinat-koordinat permukaan hilir (lihat gambar 2.3) dan Ho adalah tinggi energi rencana di atas mercu. Harga k dan n adalah parameter. Harga ini tergantung pada kecepatan dan kemiringan permukaan belakang. Tabel 2.6 menyajikan harga k dan n untuk berbagai kemiringan hilir dan kecepatan pendekatan yang rendah.

Tabel 2.3 Harga K dan n

Sumber : KP02, 1986, hal 47

Untuk bagian hulu mercu bervariasi sesuai dengan kemiringan permukaan hilir ( lihat gambar 2.3.)

Gambar 2.3. Bentuk – Bentuk Mercu Ogee

(Sumber: Kriteria Perencanaan 02, Tahun 1986)

2.12. Perhitungan hidraulis pelimpah

Bangunan Pelimpah (spillway) adalah bangunan beserta instalasinya untuk mengalirkan air banjir yang masuk kedalam waduk agar tidak membahayakan keamanan bendungan. Apabila terjadi kecepatan aliran air yang besar akan terjadi olakan yang dapat mengganggu jalannya air sehingga menyebabkan berkurangnya aliran air yang masuk kebangunan pelimpah. Maka kecepatan aliran air harus dibatasi, yaitu tidak melebihi kecepatan kritisnya. Ukuran bangunan pelimpah harus dihitung dengan sebaik-baiknya, karena kalau terlalu kecil ada resiko tidak mampu melimpahkan debit air banjir yang terjadi.

Gambar 2-4 Skema suatu type bangunan pelimpah pada bendungan urugan Puncak Bendungan Dinding Pembatas Saluran Peluncur Kolam Olak Dasar Sungai Vertikal 2 1.85 3:1 1.936 1.836 3:2 1.939 1.81 1:1 1.873 1.776 Kemiringan permukaan hilir K n Salu ran

Peng arah Bagian lurus Bagian TerompetPeredam

Am bang Bagian Energi Saluran Peluncur Transisi Saluran Pengatur Peredam Energi DENAH PELIM PAH

Saluran Pengatur

(6)

• Saluran Pengarah

Saluran pengarah adalah sebagai penuntun dan

pengarah aliaran agar aliran tersebut senantiasa dalam kondisi hidrolika yang baik

(Sumber : Bendungan Tipe Urukan, Ir. Suyono Sosrodarsono)

Gambar 2-5 Saluran Pengarah

Harga h dapat dicari dengan rumus : Q = C B h 3/2 m3/dt

Dimana :

C = Koefisien limpasan B = Panjang pelimpah (m)

h = Tinggi air diatas mercu pelimpah(m) A = Luas penampang basah (m2)

(Sumber : Bendungan Tipe Urukan, Ir. Suyono Sosrodarsono) Saluran pengatur

Saluran pengatur dibuat dengan diding tegak lurus

dan makin menyempit ke hilir sebesar 12’30’

(Sumber : Bendungan Tipe Urukan, Ir. Suyono Sosrodarsono)

Gambar 2-6 Saluran Pengatur

Saluran Transisi dan Saluran Peluncur

Saluran transisi direncanakan agar debit banjir rencana yang akan disalurkan tidak menimbulkan air terhenti (back water) dibagian hilir saluran samping dan memberikan kondisi yang paling menguntungkan, baik didalam saluran maupun pada aliran yang akan menuju saluran peluncur.

Penentuan bentuk penampang memanjang dapat dilakukan dengan rumus Bernoulli, sebagai berikut :

hf

g

V

d

Z

g

V

d

Z

+

+

=

+

+

+

+

2

2

2 2 2 2 2 1 1 1

Gambar 2-7 Skema aliran dalam Kondisi Terjadinya Aliran Kritis diujung hilir saluran transis

Saluran pengarah dan pengatur aliran (controle structures).

Digunakan untuk mengarahkan dan mengatur aliran air agar kecepatan alirannya kecil tetapi debit airnya besar. Rumus untuk bendung pelimpah menurut JANCOLD adalah :

2 3

).

.(

L

KHN

H

c

Q

=

Dimana :

Q = debit air (m³/detik). L = panjang bendung (m). k = koefisien kontraksi.

H = kedalaman air tertinggi di sebelah hulu bendung (m)

c = angka koefisien.

2.13. Perhitungan hidraulis peredam energi

Bangunan peredam energi digunakan untuk meghilangkan atau setidak-tidaknya untuk mengurangi energi dalam aliran air agar tidak merusak tebing, jembatan, jalan, bangunan dan instalasi lain di sebelah hilir bangunan pelimpah yaitu di ujung hilir saluran peluncur.

(Soedibyo,2003,335)

Khusus

untuk bendungan-bendungan urugan, biasanya digunakan tipe-tipe sebagai berikut:

Tipe loncatan (water jump type) Tipe kolam olakan (stilling basin type) Tipe bak pusaran (roller backet type)

Dalam perencanaan ini menggunakan peredam energi tipe kolam olakan datar, peredam energi tipe kolam olakan memiliki 4 ( empat ) tipe antara lain :

1. Kolam olakan datar type I

Kolam olakan datar type I adalah kolam olakan dengan dasar yang datar dan terjadinya peredaman energi yang terkandung dalam aliran air dengan benturan secara langsung aliran tersebut ke atas permukaan dasar kolam. Type ini hanya sesuai untuk mengalirkan debit yang relatif kecil dan bilangan Froude < 1,7. Seperti yang terlihat pada gambar 2.8

Gambar 2.8. Bentuk Kolam olakan datar type I

2. Kolam olakan datar type II

Kolam olakan tipe ini cocok untuk aliran dengan tekanan hydrostatis yang tinggi dan debit yang besar ( q > 45 m3/dt/m, tekanan hydrostatis > 60 m dan bilangan Froude > 4,5 )

Gambar 2.9. Bentuk Kolam olakan datar type II

3. Kolam olakan datar type III

Prinsip kerja kolam olakan type III ini sangat mirip dengan type II, akan tetapi lbh sesuai untuk mengalirkan air dengan tekanan hydrostatis yang rendah dan debit yang besar per unit lebar, yaitu aliran dalam kondisi super-kritis dengan bilangan Froude antara 2,5 s/d 4,5. Bentuk kolam olakan type III dapat dilihap pada gambar di bawah ini. S a l u r a n P e n g a t u r b 2 1 2 ° 3 0 ' T r a n s i s i a m b a n g 1 2 ° 3 0 ' b 1 L S p e n g a t u r Bidang Persamaan ? x Io Iw If Z1 Z2 d1 V² 2g d2 V² 2g hf 1 2 ? Z=Io.? x

(7)

( Sumber : Suyono S, 2002:218 )

Gambar 2.10. Bentuk Kolam olakan datar type III

4. Kolam olakan datar type IV

Prinsip kerja kolam olakan type ini sama dengan type III, akan tetapi penggunaanya yang paling cocok adalah untuk aliran dengan tekanan hydrostatis yang rendah dan debit yang agak kecil ( q < 18,5 m3/dt/m, V < 18 m/dt, bilangan Froude > 4,5 )

Gambar 2.11. Bentuk Kolam olakan datar type IV

Dalam penentuan jenis kolam olakan sebagai patokan digunakan bilangan Froude yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

D1

g

V

=

Fr

.

1

Sumber : Suyono S. 2002 ; hal 220

Dimana:

Fr = bilangan Froude

V1 = kecepatan aliran pada penampang 1 (m/dtk) D1 = kedalaman air di bagian hulu kolam olak

(m)

g = percepatan gravitasi (9,8 m/dtk2)

Untuk mengetahui kedalaman air pada bagian hilir kolam olakan dapat diperoleh dari rumus sebagai berikut :

(

1

8

1

)

2

1

2 1 2

=

+

F

D

D

Sumber: Suyono S. 2002; hal 220

Dimana :

D1 dan D2 = kedalaman air (m)

Sedangkan untuk mengetahui panjang kolam olakan menggunakan grafik hubungan antara bilangan Froude dengan

2

D

L

(dimana L disini ialah panjang kolam olakan yang dicari) sebagai berikut :

Sumber :Suyono S, 2002 ; hal 222

Gambar 2.10 . Grafik hubungan antara bilangan

Froude dengan nilai

2

D

L

2.14. Analisa Stabilitas

Muatan dan Gaya – Gaya yang Diperhitungkan

Muatan dan gaya – gaya yang diperhitungkan meliputi :

a. Berat Sendiri Konstruksi b. Tekanan Pori

c. Tekanan Hidrostatis d. Gaya Akibat Gempa

Stabilitas

1.Tubuh Embung.

Stabilitas tubuh embung dikontrol terhadap pengaruh longsor yang terjadi di lereng dengan metode irisan (Method Of Slices).

Gambar 2.11 Gaya-gaya yang bekerja pada irisan

Dimana : Fs = Faktor Keamanan c = kohesi (kN/m²)

L

n= panjang irisan (m) n

W

= berat irisan (kN/m) n

α

= sudut yang dibentuk oleh jari-jari lingkaran dengan garis

φ

= sudut geser tanah.

Sumber : Braja M.Das-Noor Endah-Indrasurya B. Mochtar, 1994

2. Pelimpah.

Stabilitas konstruksi diinjau terhadap bahaya geser, guling, daya dukung tanah dan rembesan

a.

Tinjauan Terhadap Bahaya Geser

Keamanan terhadap bahaya geser :

n

H

V

fx

b. Tinjauan Terhadap Bahaya Guling

Agar konstruksi aman terhadap bahaya guling, momen tahan harus lebih besar dari momen guling.

Keamanan terhadap bahaya guling :

c. Stabilitas terhadap daya dukung tanah

2

L

V

M

e

Σ

Σ

=

e< 1,6 L

+

Σ

=

L

e

L

V

6

1

σ

e> 1,6 L

(

)

= = = =

+

=

n p n n n p n n n n n

W

W

L

c

Fs

1 1

sin

tan

.

cos

.

.

α

φ

α

A B C O r r an Wn e b H t B C A o R H t V t a

n

Mg

Mt

=

e

L

V

2

2

3

2

σ

(8)

BAB III METODOLOGI

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini metodologi yang digunakan adalah :

1).Study Literatur 2).Pengumpulan Data

3). Penyusunan penyelesaian Masalah 4). Mengidentifikasi Permasalahan

Gambar diagram alir pengerjaan Tugas Akhir

BAB IV

ANALISA HIDROLOGI

4.1 Data Curah Hujan

4.1.1 Perhitungan Curah hujan Rencana

Dalam perhitungan curah hujan rencana hanya menggunakan satu stasiun penagkar hujan yaitu stasiun Sumi. Berikut adalah data hujan stasiun Sumi

Tabel 4.1 Data Curah Hujan Stasiun Sumi

Sumber : Balai Hidrologi Propinsi NTB

4.1.2 Analisa frekuensi

Analisa frekuensi digunakan Untuk menentukan distribusi mana yang akan dipilih. Setiap distribusi memilki persyaratan nilai koefisien kemencengan (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck) berlainan. Persyaratan tersebut harus dipenuhi agar kemencengan distribusi tidak terlalu besar.

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Analisa Frekuensi

Sumber : Hasil perhitungan

( )

23

,

793

19

2

,

10756

1

2

=

=

=

N

R

R

Sd

334

,

0

3

,

71

793

,

23

_

=

=

=

R

Sd

Cv

( )

(

)(

)

( )( )(

19

18

23

,

793

)

1

,

960

20

9

,

451352

.

2

1

.

3 3 3

=

=

=

x

Sd

N

N

N

R

R

Cs

Pengumpulan Data

Data Topografi Data Hidrologi Data Klimatologi Data Penduduk Data tanah

Elevasi Dan Volume Embung

Uji Distribusi

Data Hujan Evaporasi

Kebutuhan Air Baku Persamaan Distribusi Curah Hujan Efektif Unit Hidrograp Kapasitas Tampungan Flood routing Desain : Tubuh Bendungan dan Pelimpah Kontrol Kestabilan Kesimpulan dan Saran Finish Start Ya Tidak Menentukan As bendungan

No Tahun Curah Hujan (mm) Tahun Curah Hujan (mm)

1 1988 85 1989 152 2 1989 152 1988 85 3 1990 64 1993 85 4 1991 83 1991 83 5 1992 53 1994 83 6 1993 85 1995 83 7 1994 83 1996 80 8 1995 83 1997 76 9 1996 80 2006 75 10 1997 76 1999 69 11 1998 45 2005 66 12 1999 69 1990 64 13 2000 61 2003 63 14 2001 37 2002 62 15 2002 62 2000 61 16 2003 63 2007 57 17 2004 47 1992 53 18 2005 66 2004 47 19 2006 75 1998 45 20 2007 57 2001 37

Sebelum Di ranking Setelah Di ranking

No Tahun R(mm) R di Ranking R R - R ( R - R ) 2 ( R - R )3 (R - R )4 1 1988 85 152 71.3 80.7 6512.49 525557.9 42412526 2 1989 152 85 71.3 13.7 187.69 2571.353 35227.54 3 1990 64 85 71.3 13.7 187.69 2571.353 35227.54 4 1991 83 83 71.3 11.7 136.89 1601.613 18738.87 5 1992 53 83 71.3 11.7 136.89 1601.613 18738.87 6 1993 85 83 71.3 11.7 136.89 1601.613 18738.87 7 1994 83 80 71.3 8.7 75.69 658.503 5728.976 8 1995 83 76 71.3 4.7 22.09 103.823 487.9681 9 1996 80 75 71.3 3.7 13.69 50.653 187.4161 10 1997 76 69 71.3 -2.3 5.29 -12.167 27.9841 11 1998 45 66 71.3 -5.3 28.09 -148.877 789.0481 12 1999 69 64 71.3 -7.3 53.29 -389.017 2839.824 13 2000 61 63 71.3 -8.3 68.89 -571.787 4745.832 14 2001 37 62 71.3 -9.3 86.49 -804.357 7480.52 15 2002 62 61 71.3 -10.3 106.09 -1092.73 11255.09 16 2003 63 57 71.3 -14.3 204.49 -2924.21 41816.16 17 2004 47 53 71.3 -18.3 334.89 -6128.49 112151.3 18 2005 66 47 71.3 -24.3 590.49 -14348.9 348678.4 19 2006 75 45 71.3 -26.3 691.69 -18191.4 478435.1 20 2007 57 37 71.3 -34.3 1176.49 -40353.6 1384129 Σ R 1426 10756.2 451352.9 44937950 R 71.3

(

)

(

)(

)(

)

19

18

17

(

23

,

793

)

4

,

23

20

44937950

3

2

1

.

4 2 4 2 4

=

=

=

x

x

x

x

Sd

N

N

N

N

R

R

Ck

(9)

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Awal Data Parameter Statistik

Data Hasil

Distribusi Normal Gumbel Pearson

Type III Log Pearson Type III Log Normal

R

71,3 Sd 23,793 Cs 1,960 0 1.139 Fleksibel 0 < Cs <9 Cs > 0 Ck 4,23 3 5.402 Fleksibel Ck >0 Cv 0,334

Dari hasil Uji Parameter Statistik diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang ada sesuai dalam distribusi

Pearson Type III

4.1.2 Metode Distribusi Person Tipe III Tabel 4.4 Distribusi Person Type III

Dari tabel 4.4 akan digunakan dalam perhitungan parameter- parameter statistik untuk distribusi Pearson Type III adalah :

4.1.3 Uji Kesesuaian Distribusi

Dalam hal ini yand digunakan :

Uji Chi Kuadrat

Uji Smirnov Kolmogorof

Apabila pada pengujian fungsi distribusi probabilitas yang dipilih memenuhi ketentuan persyaratan kedua uji tersebut maka perumusan persamaan distribusi yang dipilih dapat diterima dan jika tidak akan ditolak

.

4.1.3.1 Uji Chi – Kuadrat

Tabel 4.5 hasil Uji Chi kuadrat

Kesimpulan : karena 7,007 < 7,815 (5%) maka distribusi person tipe III dapat diterima.

4.1.3.2 Uji Smirnof – Kolmogorof

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan UjiSmirnov-Kolmogorof Distribusi Person Type III

Sumber : Hasil perhitungan

Dari perhitungan pada tabel 4.6. didapatkan Dmax sebesar 0,1891, pada data dengan peringkat 2 tahun 1988. Berdasarkan Tabel Nilai kritis Do untuk Uji Smirnov - Kolmogorov , denagn derajat kepercayaan 5 % dan n = 20, maka diperoleh Do = 0,29 Karena nilai D maksimum lebih kecil daripada nilai Do = 0,29 ( Dmax = 0.18906 < Do = 0.29 )

Maka dapat Di simpulkan kalau Distribusi Person Tipe III dapat diterima Untuk Menghitung Distribusi Peluang Curah Hujan Perencanaan Embung Kendo

4.1.4 Perhitungan curah Hujan Periode Ulang

Persamaan empiris distribusi Pearson Tipe III adalah: X=

R

+ k .Sd

Berdasarkan data faktor k distibusi Pearson Tipe III Maka diperoleh hasil

Tabel 4.7 Hasil Curah Hujan Periode Ulang

a.

Perhitungan

rata-rata hujan sampai jam ke-t

3 2 24

=

t

tr

tr

R

Rt

Dimana :

Rt

= Rata – rata hujan pada jam ke – 1 ( mm ) t = Waktu lamanya hujan ( jam)

T = Lamanya hujan terpusat ( jam ) R24 = Curah hujan harian efektif (mm)

No Tahun R(mm) R diurutkan R R - R ( R - R ) 2 ( R - R )3 (R - R )4 1 1988 85 152 71.3 80.7 6512.49 525557.9 42412526 2 1989 152 85 71.3 13.7 187.69 2571.353 35227.54 3 1990 64 85 71.3 13.7 187.69 2571.353 35227.54 4 1991 83 83 71.3 11.7 136.89 1601.613 18738.87 5 1992 53 83 71.3 11.7 136.89 1601.613 18738.87 6 1993 85 83 71.3 11.7 136.89 1601.613 18738.87 7 1994 83 80 71.3 8.7 75.69 658.503 5728.976 8 1995 83 76 71.3 4.7 22.09 103.823 487.9681 9 1996 80 75 71.3 3.7 13.69 50.653 187.4161 10 1997 76 69 71.3 -2.3 5.29 -12.167 27.9841 11 1998 45 66 71.3 -5.3 28.09 -148.877 789.0481 12 1999 69 64 71.3 -7.3 53.29 -389.017 2839.824 13 2000 61 63 71.3 -8.3 68.89 -571.787 4745.832 14 2001 37 62 71.3 -9.3 86.49 -804.357 7480.52 15 2002 62 61 71.3 -10.3 106.09 -1092.73 11255.09 16 2003 63 57 71.3 -14.3 204.49 -2924.21 41816.16 17 2004 47 53 71.3 -18.3 334.89 -6128.49 112151.3 18 2005 66 47 71.3 -24.3 590.49 -14348.9 348678.4 19 2006 75 45 71.3 -26.3 691.69 -18191.4 478435.1 20 2007 57 37 71.3 -34.3 1176.49 -40353.6 1384129 Σ R 1426 10756.2 451352.9 44937950 R 71.3

DISTRIBUSI PEARSON TYPE III

( )

(

)(

)(

)

19

18

17

(

23

,

793

)

9

,

647

20

44937950

3

2

1

.

4 2 4 2 4

=

=

=

x

x

x

x

Sd

N

N

N

N

R

R

Ck

( )

23

,

793

19

2

,

10756

1

2

=

=

=

N

R

R

Sd

( )

(

)(

)

( )( )(

19

18

23

,

793

)

1

,

960

20

9

,

451352

.

2

1

.

3 3 3

=

=

=

x

Sd

N

N

N

R

R

Cs

334

,

0

3

,

71

793

,

23

_

=

=

=

R

Sd

Cv

Nilai Batas Sub Kelompok Oi Ei 1 X ≤ 51,314 3 3.33 0.109 0.033 2 51,314 < X ≤ 58,927 2 3.33 1.769 0.531 3 58,927 < X ≤ 71,30 6 3.33 7.129 2.141 4 71,30 < X ≤ 83,672 6 3.33 7.129 2.141 5 83,672 < X ≤ 91,286 2 3.33 1.769 0.531 6 X ≥ 91,286 1 3.33 5.429 1.630 20 7.007

No Jumlah Data (Oi - Ei)2 Xh2 = (Oi - Ei)2/ Ei

1

152

0.04762

0.95238

3.39173

0.9997 0.00030 0.99970 0.04732

2

85

0.09524

0.90476

0.57580

0.7157 0.28430 0.71570 0.18906

3

85

0.14286

0.85714

0.57580

0.7157 0.28430 0.71570 0.14144

4

83

0.19048

0.80952

0.49174

0.6879 0.31210 0.68790 0.12162

5

83

0.23810

0.76190

0.49174

0.6879 0.31210 0.68790 0.07400

6

83

0.28571

0.71429

0.49174

0.6879 0.31210 0.68790 0.02639

7

80

0.33333

0.66667

0.36565

0.6406 0.35940 0.64060 0.02607

8

76

0.38095

0.61905

0.19754

0.5753 0.42470 0.57530 0.04375

9

75

0.42857

0.57143

0.15551

0.5596 0.44040 0.55960 0.01183

10

69

0.47619

0.52381

-0.09667

0.4602 0.53980 0.46020 0.06361

11

66

0.52381

0.47619

-0.22275

0.4090 0.59100 0.40900 0.06719

12

64

0.57143

0.42857

-0.30681

0.3783 0.62170 0.37830 0.05027

13

63

0.61905

0.38095

-0.34884

0.3632 0.63680 0.36320 0.01775

14

62

0.66667

0.33333

-0.39087

0.3446 0.65540 0.34460 0.01127

15

61

0.71429

0.28571

-0.43290

0.3300 0.67000 0.33000 0.04429

16

57

0.76190

0.23810

-0.60102

0.3015 0.69850 0.30150 0.06340

17

53

0.80952

0.19048

-0.76913

0.2177 0.78230 0.21770 0.02722

18

47

0.85714

0.14286

-1.02131

0.1515 0.84850 0.15150 0.00864

19

45

0.90476

0.09524

-1.10537

0.1335 0.86650 0.13350 0.03826

20

37

0.95238

0.04762

-1.44160

0.0735 0.92650 0.07350 0.02588

P'(x)

P'( x< )

D

m

X

P(X) = m/(N+1) P( X< ) f(t) = ( X - X ) / S tabel III-1

No

T

R (mm)

k

Sd

Xt

1

2

71.3

-0.066

23.793

69.730

2

5

71.3

0.816

23.793

90.715

3

10

71.3

1.317

23.793

102.635

4

25

71.3

1.88

23.793

116.031

5

50

71.3

2.261

23.793

125.096

6

100

71.3

2.615

23.793

133.519

(10)

Jam ke 1 24 3 2 24 1

0

,

585

1

5

5

xR

R

Rt

=

=

Jam ke 2 24 3 2 24 2

0

,

368

2

5

5

xR

R

Rt

=

=

Jam ke 3 24 3 2 24 3

0

,

281

3

5

5

xR

R

Rt

=

=

Jam ke 4 24 3 2 24 4

0

,

232

4

5

5

xR

R

Rt

=

=

Jam ke 5 24 3 2 24 5

0

,

2

5

5

5

xR

R

Rt

=

=

b. Perhitungan tinggi hujan pada jam ke-t Rumus yang digunakan :

R’t = t*Rt – ( t – 1 )*R*( t – 1 ) Dimana :

Rt

= Rata – rata hujan sampai jam ke – 1 ( mm ) R’t = Tinggi hujan sampai jam ke – 1 ( mm )

T = waktu lamanya hujan (jam)

R ( t – 1 ) = Rata – rata hujan sampai jam ke – 1 Hasil distribusi curah hujan :

24 24 _ 1 1

1

x

R

1

x

0

,

585

R

0

,

585

R

Rt

=

=

=

(

)

24 _ 1 _ 2 2

2

R

1

R

2

.

0

,

368

1

.

0

,

585

0

,

151

R

Rt

=

=

=

(

)

24 _ 2 _ 3 3

3

R

2

R

3

.

0

,

281

2

.

0

,

368

0

,

107

R

Rt

=

=

=

(

)

24 _ 3 _ 4 4

4

R

3

R

4

.

0

,

232

3

.

0

,

281

0

,

085

R

Rt

=

=

=

(

)

24 _ 4 _ 5 5

5

R

4

R

5

.

0

,

2

4

.

0

,

232

0

,

072

R

Rt

=

=

=

c. Perhitungan curah hujan efektif Rumus yang digunakan : Reff = C * Xt

Dimana :

Reff = Curah hujan effektif ( mm ) C = Koefisien pengaliran Xt = Curah hujan rencana

Pada lokasi proyek termasuk daerah bergelombang dan hutan, maka diambil koefisien pengaliran 0,50 dengan curah hujan terpusat di Indonesia selama 5 jam TABEL 4.8

PERHITUNGAN CURAH HUJAN JAM KE – 1

Sumber : Hasil perhitungan

Sehingga didapatkan distribusi curah hujan efektif tiap jam, dan hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel 4.9

TABEL 4.9 PERHITUNGAN CURAH HUJAN EFEKTIF TIAP JAM

Dari Tabel 4.24 diatas dapat digunakan untuk penelusuran banjir yang disajikan pada Tabel 4.25 sebagai berikut:

Tabel 4.25. Penelusuran Banjir (Flood Routing)

Dari hasil perhitungan penelusuran banjir dapat diperoleh grafik antara debit inflow dan debit Outflow yang disajikan pada gambar dibawah

Gambar 4.4 Flood Routing

Dari perhitungan routing diatas didapat harga debit maksimum 18,27 m3/dt dengan tinggi air maksimum = 2,11 m

BAB V

ANALISA HIDROLIKA

5.1 Perencanaan Tubuh Bendung Umum

Dalam perencanaan dimensi tubuh embung perlu diperhatikan beberapa langkah perhitungan yaitu :

1.Menentukan tinggi jagaan.

2.Menentukan tinggi puncak embung. 3.Menentukan lebar mercu bendung.

4.

Menentukan Kemiringan Lereng

5.1.1 Menentukan Tinggi Jagaan ( free board

Tinggi jagaan adalah jarak vertikal antara puncak Embung dengan permukaan air banjir pada waktu air akan melimpah melewati ambang bangunan pelimpah

Dalam menentukan tinggi jagaan perlu diperhatikan fakor – faktor yang mempengaruhi eksistensi dari calon Embung, antara lain:

Kondisi dan situasi tempat kedudukan calon Embung.

Pertimbangan - pertimbangan tentang karakteristik dari banjir abnormal.

t (tahun)

Rt (mm)

C

Reff (mm)

2

69.73

0.5

34.865

5

90.715

0.5

45.3575

10

102.635

0.5

51.3175

25

116.031

0.5

58.0155

50

125.096

0.5

62.548

100

133.519

0.5

66.7595

0.585 0.151 0.107 0.085 0.072 R24(mm) R24(mm) R24(mm) R24(mm) R24(mm) 2 34.865 20.396 5.265 3.731 2.964 2.510 5 45.358 26.534 6.849 4.853 3.855 3.266 10 51.318 30.021 7.749 5.491 4.362 3.695 25 58.016 33.939 8.760 6.208 4.931 4.177 50 62.548 36.591 9.445 6.693 5.317 4.503 100 66.760 39.054 10.081 7.143 5.675 4.807 T (tahun) Reff (mm) t I I1 + I2 (2S/Δt) - O (2S/Δt) + O O H (jam) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m) 0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.50 2.163 2.163 1.712 2.163 0.225 0.047 1.00 12.724 14.887 13.140 16.599 1.729 0.358 1.50 38.194 50.918 50.712 64.058 6.673 1.384 2.00 17.428 55.622 69.793 106.334 18.271 2.119 2.50 8.053 25.481 62.602 95.274 16.336 1.899 3.00 3.120 11.172 48.622 73.774 12.576 1.472 3.50 2.239 5.358 35.753 53.981 9.114 1.079 4.00 1.436 3.675 26.291 39.428 6.569 0.791 4.50 0.786 2.222 19.194 28.513 4.659 0.574 5.00 0.431 1.217 13.926 20.411 3.242 0.413 5.50 0.236 0.667 10.143 14.593 2.225 0.298 6.00 0.129 0.365 8.319 10.508 1.095 0.227 6.50 0.071 0.200 6.744 8.519 0.887 0.184 7.00 0.039 0.110 5.426 6.854 0.714 0.148 7.50 0.021 0.060 4.343 5.486 0.571 0.118 8.00 0.012 0.033 3.464 4.376 0.456 0.095 8.50 0.006 0.018 2.757 3.482 0.363 0.075 9.00 0.003 0.010 2.190 2.766 0.288 0.060 9.50 0.002 0.005 1.738 2.196 0.229 0.047 10.00 0.001 0.003 1.378 1.741 0.181 0.038 10.50 0.001 0.002 1.092 1.380 0.144 0.030 11.00 0.000 0.001 0.866 1.093 0.114 0.024 11.50 0.000 0.000 0.686 0.866 0.090 0.019 12.00 0.000 0.000 0.543 0.686 0.071 0.015

(11)

Kemungkinan timbulnya ombak besar dalam Embung yang disebabkan oleh angin dengan kcepatan tinggi ataupun gempa bumi.

Kemungkinan terjadinya kenaikan permukaan air diluar dugaan karena kerusakan - kerusakan pada bangunan pelimpah.

Tingkat kerugian yang mungkin dapat ditimbulkan dengan jebolnya Embung yang bersangkutan.

Sehingga tinggi jagaan dapat dihitung dengan pendekatan sebagai berikut :

Rumus : Hf > hw + he/2 + ha +hi

Hf > ∆h + ( hw atau he/2 ) + ha + hi

(Bendungan Type Urugan, Ir. Suyono Sosrodarso, Kensaku Takeda.Halaman 171)

Menentukan Tinggi Kenaikan Permukaan Air akibat Banjir Abnormal (∆h)

Pendekatan yang dipakai adalah :

∆h =





+

T

Q

h

A

h

x

Q

Qo

x

.

.

1

3

2

α

(Bendungan Type Urugan, Ir. Suyono Sosrodarsono, Kensaku.Halaman 172) Maka : ∆h=

+

3600

27

.

18

11

,

2

06

,

845371

1

11

,

2

27

,

18

194

,

38

2

.

0

3

2

x

x

x

x

x

= 0.021 m

Tinggi Jangkauan Ombak yang Disebabkan Oleh Angin

Faktor – faktor yang mempengaruhi tinggi jangkauan ombak yang naik ke atas permukaan lereng udik bendungan ( hw ) , dapat diperoleh dengan metode S.M.B yang didasarkan pada :

Panjang lintasan ombak

Kemiringan dan kekasaran permukaan lereng udik

Kecepatan angin diatas permukaan air embung Karena kecepatan angin terlalu kecil maka pengaruh tinggi ombak akibat kecepatan angin dianggap tidak ada (v<20m/det).

• Kenaikan Muka Air Yang Disebabkan Oleh Ketidak-Normalan Operasi Pintu Bangunan Pelimpah (ha) Ketidak-normalan pintu dapat terjadi oleh berbagai sebab, antara lain adalah keterlambatan pembukaan, kemacetan atau bahkan kerusakan – kerusakan mekanisme pintu – pintu tersebut, yang mengakibatkan terjadinya kenaikan permukaan air waduk (ha) melampaui batas maksimum rencana. Pada hakekatnya, tinggi kenaikan yang disebabkan oleh hal – hal tersebut amatlah sukar untuk diperkirakan sebelumnya. Biasanya sebagai standart harga ha diambil = 0.5 m.

• Angka Tambahan Tinggi Jagaan yang Didasarkan Pada Tipe Bendungan ( hi )

Mengingat limpasan melalui mercu bendungan urugan akan sangat berbahaya, maka untuk bendungan type ini angka keamanan tinggi jagaan ( hi ) diambil sebesar 1,0 m.

• Perhitungan Tinggi Ombak Yang Disebabkan Oleh Gempa (he)

Untuk menghitung tinggi ombak yang disebabkan oleh gempa ( he ) dapat digunakan rumus empiris yang dikembangkan oleh Seiichi Sato sebagai berikut :

Ho

g

x

e

he

.

π

τ

=

(Bendungan Type Urugan, Ir. Suyono Sosrodarsono, Kensaku.Halaman 173)

Dimana :

E = Intensitas seismis horisontal (0.10 – 0.25) diambil 0.15

τ

= Siklus seismis (biasanya sekitar 1 detik) g = Gravitasi (9.8 m/det)

Ho = Kedalaman air di dalam waduk (m) Maka : Ho = 138,39 – 119,00 = 19,39 m

Ho

g

x

e

he

.

π

τ

=

39

,

19

8

.

9

14

.

3

1

15

.

0

x

x

x

he

=

= 0,65 m

Sehingga tinggi jagaan adalah :

Hf = ∆h + ( hw atau he/2 ) + ha + hi =

0

.

5

1

2

65

.

0

0212

,

0

+

+

+

= 1,846 m

Didasarkan pada tinggi bendungan yang direncanakan, maka angka standart untuk tinggi jagaan pada bendungan urugan adalah sebagai berikut :

Lebih rendah dari 50 m Hf > 2,0 m

Dengan tinggi antara 50 s/d 100 m Hf >3,0 m

Lebih tinggi dari 100 m Hf > 3,5 m

Karena tinggi embung yang direncanakan lebih rendah dari 50 meter yaitu 16,24 m, maka tinggi jagaan(Hf) =1.846 ≈ 2 meter

5.1.2 Menentukan Tinggi Puncak Embung

Dalam menentukan tinggi puncak Embung ditentukan berdasarkan volume efektif Embung yang ditambah dengan tinggi jagaan, barulah kita dapat menentukan tinggi puncak Embung yang kita rencanakan.

Pada perhitungan diperoleh

• Elevasi dasar embung = + 119,00 • Elevasi muka air banjir = + 138,65 • Elevasi puncak embung = 138,65 + 2

= + 140,65 • Sehingga tinggi puncak embung yaitu :

= Elevasi puncak embung – Elevasi dasar embung

= 140,65 – 119,00 = 21,65 m

5.1.3 Menentukan Lebar Mercu Embung

Guna memperoleh lebar minimum mercu embung biasanya dihitung dengan rumus sebagai berikut :

b = 3,6 H1/3 – 3,0

(Bendungan Type Urugan, Ir. Suyono Sosrodarsono, Kensaku.Halaman 174)

Dimana :

b = Lebar mercu embung ( m ) H = Tinggi embung ( m ) Maka :

b = 3,6 (21,65)1/3 – 3,0 = 7,00 m

Maka lebar mercu embung adalah 7,00 m.

5.1.4 Menentukan Kemiringan Lereng Bendung

Penentuan kemiringan lereng bendungan didasarkan pada data – data tanah yang akan digunakan sebagai bahan urugan, yaitu dari bahan sirtu dengan spesifikasi yaitu :

- Berat volume jenuh (γsat) = 1,65 ton/m3

- Kohesi tanah (C) = 0 ton/m3 - Sudut geser dalam (Ф) = 30 0

Untuk angka keamanan dalam perencanaan stabilitas lereng bendungan dipakai SF = 1,5. Kondisi

(12)

gempa pada daerah Bima memiliki angka intensitas seismis gempa sebesar 0,12 g.

Perhitungan kemiringan lereng bendungan untuk bagian hulu dan hilir adalah sebagai berikut :

a). Kemiringan lereng bagian hulu :

SF =

(

)

(

k

m

)

Tan

k

m

×

×

+

×

×

'

1

'

γ

φ

γ

1,5 =

( )

(

)

(

m

)

Tan

m

×

×

+

×

×

65

,

1

12

,

0

1

30

65

,

1

12

,

0

1,5 =

(

m

)

m

×

+

198

,

0

1

1

,

0

m = 2,18 → pakai 2 b). Kemiringan lereng bagian hilir :

SF =

(

)

(

k

n

)

Tan

k

n

×

+

×

1

φ

1,5 =

( )

(

)

(

n

)

Tan

n

×

+

×

12

,

0

1

30

12

,

0

n = 1,9 → pakai 2

Jadi untuk kemiringan lereng pada bagian hulu menggunakan perbandingan 1 : 2 sedangkan kemiringan bagian hilir dipakai perbandingan 1 : 2.

5.1.5 Penentuan Formasi Garis Depresi

Penentuan formasi garis depresi ditinjau pada saat embung terisi penuh ( muka Air banjir = +135,24 ). Penentuan garis menggunakan metode Casagrande yaitu dengan peninjauan ujung tumit hilir sebagai permulaan koordinat sumbu X dan Y. Maka dapat ditentukan garis depresinya dengan persamaan parabola sebagai berikut:

X =

Yo

Yo

Y

.

2

2 2

atau Y =

2

.

Yo

.

X

+

Yo

2 dan Yo =

d

2

+

h

2

d

(Bendungan Type Urugan, Ir. Suyono Sosrodarsono, Kensaku.Halaman 157)

• Perhitungan garis depresi Saat Muka air banjir tanpa tumit (elevasi+138,65)

h = 19,65 m. Tg

α

=

3

,

43

65

,

21

=

1

65

,

19

L

- - - L1= 39,3 m 0,3 L1 = 0.3 x 39,3 = 11,79 m. L2 = 43,3 + 7,0 + 4 = 54,3 m d = 0,3 L1 + L2 = 11,79 + 54,3 = 66,09 m. Yo =

d

2

+

h

2

d

=

66

,

09

2

+

19

,

65

2

66

,

09

= 2,86 m.

Maka garis parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan persamaan : Y = 2

.

.

2

Yo

X

+

Yo

Y = 2

86

,

2

86

,

2

2

x

X

+

=

5

,

72

X

+

8

,

17

Maka diperoleh parabola dasar sebagai berikut :

Tabel 5.1 Titik – Titik Koordinat Garis Depresi

• Perhitungan garis depresi Saat Muka air banjir dengan menggunakan tumit (elevasi+138,65)

h = 19,65 m. Tg

α

=

43

,

3

65

,

21

=

1

65

,

19

L

- - - L1= 39,3 m 0,3 L1 = 0.3 x 39,3 = 11,79 m. L2 = (43,3 – 9) + 7,0 + 4 = 45,3 m d = 0,3 L1 + L2 = 11,79 + 45,3 = 57,09 m. Yo =

d

+

h

d

2 2 =

57

,

09

19

,

65

57

,

09

2 2

+

= 3,29 m.

Maka garis parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan persamaan :

Y =

2

.

Yo

.

X

+

Yo

2 Y =

2

x

3

,

29

X

+

3

,

29

2

=

6

,

57

X

+

10

,

80

Maka diperoleh parabola dasar sebagai berikut :

Tabel 5.2 Titik – Titik Koordinat Garis Depresi

5.1.6 Kestabilan Tubuh Bendung Terhadap Longsor

Stabilitas lereng tubuh bendungan menggunakan metode Filenius untuk mengetahui apakah longsor yang terjadi masih memenuhi angka keamanan yang ditentukan. Analisa stabilitas ini melingkupi analisa longsor lereng hulu dan lereng hilir dengan dengan angka keamanan SF = 1,5

Dimana faktor aman didefinisikan sebagai berikut : Faktor aman jumlah momen dari tahanan geser sepanjang bidang longsor dibagi dengan jumlah momen dari berat masa tanah yang longsor

Gambar 5.3 Gaya Yang Berkerja Pada Irisan Bidang Longsor X Y 0.00 3.29 -1.64 0.00 5.00 6.61 10.00 8.75 15.00 10.46 20.00 11.92 25.00 13.23 30.00 14.42 35.00 15.52 40.00 16.54 45.00 17.51 50.00 18.42 57.09 19.64

X

Y

0.00

2.86

-1.43

0.00

10.00

8.09

20.00

11.07

30.00

13.41

40.00

15.39

50.00

17.15

(13)

F= d r

M

M

F =

= = = =

+

n i i i i n i i

i

W

tg

ai

ui

i

W

ca

1 1 1

sin

.)

.

cos

(

θ

ϕ

θ

(mekanika tanah 2” Hari cristadi h. Hal 361)

Dalam menentukan titik pusat lingkaran kritis harus diselidiki sejumlah bidang longsor percobaan, guna mendapatkan harga Fs yang paling kecil atau berbahaya.

Lingkaran kritis ini titik pusatnya dapat dicari dengan menggunakan cara Fellinius sebagai berikut :

1. Menarik garis kebawah sepanjang H ( tinggi tanggul dari luar dasar ) yang dimulai dari kaki tebing kemudian ditarik garis horizontal sepanjang 4,5 H.

2. Tentukan suatu titik pertemuan antara dua garis lurus dari mercu dan lereng bendung dengan sudut yang telah ditentukan menurut kemiringan talud.

3. Tarik garis lurus yang menghubungkan dua titik dari langkah 1 dan 2.

4. Dengan cara coba – coba, tentukan satu titik pada garis tersebut yang dianggap sebagai titik pusat lingkaran kritis.

5.

Lakukan berulang kali sampai lereng tersebut stabil

.

Gambar 5.4 Menentukan Titik Pusat Bidang Longsor Dengan Cara Fellinius

Tabel 5 .3 Harga i, α, β Untuk MenentukanTitik Pusat Lingkaran

Data tanah yang didapat dari kondisi tanah urugan pada Embung Kendo ini ditabelkan pada tabel 5.4 sebagai berikut:

Tabel 5.4 Data Tanah Embung Kendo

5.1.6.1 Stabilitas Lereng Hulu (Up Stream)

Sebelum dilakukan perhitungan stabilitas lereng hulu, terlebih dahulu perlu dianalisa bidang longsor yang terjadi. Titik pusat (titik O) pada bidang longsor hulu ditentukan oleh parameter – parameter sudut α, Φ, dan ß.

Dengan n = 1 : 2 Menurut tabel 5.3 nilai sudut α = 25°, sudut Φ = 26.57° , dan sudut ß = 35°. Pada perhitungan sebelumnya didapatkan tinggi bendungan (H) adalah 21,65 meter dan lebar mercu bendungan (B) adalah 7,0 meter. Sehingga penggambaran bidang longsor untuk lereng hulu seperti pada gambar sebagai berikut:

n i α β 1 : 1 45° 28° 37° 1 : 1,5 33,68° 26° 35° 1 : 2 26,57° 25° 35° 1 : 3 18,43° 25° 35° 1 : 5 11,32° 25° 37° 1 : n 1 : n R a B O i R R H H 4,5 H

γ

C (ton/m3)

θ

tan

θ

(ton/m3)

Lembab

0

30

0.58

1.50

0.12

Jenuh Air

0

30

0.58

1.65

0.12

Air

-

-

-

1.00

0.12

kondisi bidang irisan

Kekuatan

e

G am b ar B id an g L o n g so r P ad a L er en g H u lu + 11 9,0 0 +14 0 ,6 5 +1 38 ,6 5 O P G am b ar B id an g L o n g so r P ad a L er en g H u lu K o n d is i A ir k o so n g + 1 1 9 ,0 0 O 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Gambar

Gambar 2.3. Bentuk – Bentuk Mercu Ogee  (Sumber: Kriteria Perencanaan 02,  Tahun 1986)  2.12
Gambar  2-7  Skema  aliran  dalam  Kondisi  Terjadinya  Aliran Kritis  diujung hilir saluran transis
Gambar 2.10.  Bentuk Kolam olakan datar type III    4.  Kolam olakan datar type IV
Gambar diagram alir pengerjaan Tugas Akhir
+7

Referensi

Dokumen terkait

al (2018) tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait faktor yang dapat mempengaruhi opini audit going concern yang berfokus pada indikator keuangan

Pada model prey - predator udang windu di simulasikan mengunakan metode Adam Bashforth- Moulton orde empat menunjukkan bahwa banyaknya populasi udang windu

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

meneruskan dokumen hasil pengawasan Bawaslu terhadap Verifikasi Administrasi Partai Politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c kepada

Pada sapi tidak menimbulkan kerugian yang tak berarti karena tak mengakibatkan kematian, dan hanya menimbulkan gangguan atau kerusakan kulit dan bulu saja sehingga menurunkan

Sehingga bila client ingin melakukan proses download terhadap suatu file yang ternyata sudah di blok oleh sistem maka client tidak dapat mendownload file... Jika

Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit yang merupakan proses kegiatan sejak meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi

Berdasarkan hasil uji validitas nilai korelasi pearson correlation ( r hitung) untuk masing – masing item pertanyaan pada variabel Penerapan Sistem E- filling, tingkat