• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA PERAN RESONANS HYPERON DALAM PHOTOPRODUKSI KAON PADA NUKLEON SKRIPSI NURHADIANSYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA PERAN RESONANS HYPERON DALAM PHOTOPRODUKSI KAON PADA NUKLEON SKRIPSI NURHADIANSYAH"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

PERAN RESONANS HYPERON DALAM PHOTOPRODUKSI KAON PADA NUKLEON

SKRIPSI

NURHADIANSYAH 0706262634

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA

DEPOK JUNI 2012

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

PERAN RESONANS HYPERON DALAM PHOTOPRODUKSI KAON PADA NUKLEON

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

NURHADIANSYAH 0706262634

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA

DEPOK JUNI 2012

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Nurhadiansyah

NPM : 0706262634

Program Studi : S1 Fisika

Judul Skripsi : Peran Resonans Hyperon dalam Photoproduksi Kaon pada Nukleon

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sar-jana Sains pada Program Studi S1 Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

Ditetapkan di : Depok Tanggal : 4 Juni 2012

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat, ridho dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepa-da baginkepa-da Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, kepa-dan pengikutnya yang selalu setia hingga akhir zaman. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana sains jurusan Fisika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Saya menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini saya mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Terry Mart selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, motivasi, doa dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Imam Fachruddin dan Dr. Agus Salam selaku penguji I dan penguji II atas diskusi dalam penyelesaian tugas akhir ini.

3. Dr. Agus Salam , Selaku pembimbing akademis yang telah memberikan mo-tivasi baik selama kuliah maupun dalam menyusun skripsi ini.

4. Ayahanda Marsid yang telah mengajarkan saya untuk mempunyai cita-cita dan mewujudkannya.

5. Ibunda Mimin yang telah dengan sabar membimbing saya dan mendengarkan keluh kesah saya.

6. Fauziah Khoero dan Muhammad Fikri yang menjadi motivasi tersendiri agar bisa ikut membahagiakan kalian.

7. Rekan satu bimbingan , saudara M. Jauhar Kholili dan saudari Anggun Ko-mala Sari.

8. Rekan-rekan mahasiswa fisika, khususnya Nur Rochman, Syahril Siregar, Syae-fudin Jaelani, Arif Rachmanto, Ferdiansyah, Bundi dan sahabat angkatan 2007 fisika atas saran-saran dan diskusi selama masa perkuliahan.

9. Rekan-rekan Bintang Kecil atas pengalaman, kenangan, pelajaran dalam per-saudaraan.

(6)

10. Rekan-rekan Fathanmubina atas segala kebersamaannya di Universitas In-donesia selama ini.

11. Guru-guru fisika SMP dan SMA saya, yang telah memperkenalkan fisika se-bagai ilmu yang sangat menarik dan bermanfaat bagi umat manusia.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan di sini atas dukungan dan doa kepada penulis selama penyelesaian tugas akhir ini.

Terakhir, saya berdoa semoga segala pihak yang telah mendoakan saya dapat diberikan balasan kebaikan dari Allah SWT.

Depok, Juni 2012 Nurhadiansyah

(7)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini;

Nama : Nurhadiansyah

NPM : 0706262634

Program Studi : S1 Fisika

Departemen : Departemen Fisika Peminatan : Fisika Nuklir Partikel

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Uni-versitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Peran Resonans Hyperon dalam Photoproduksi Kaon pada Nukleon beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonek-sklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, men-gelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan se-bagai pemilik Hak Cipta.

(8)

ABSTRAK

Nama : Nurhadiansyah

Program Studi : S1 Fisika

Judul Skripsi : Peran Resonans Hyperon dalam Photoproduksi Kaon pada Nukleon

Proses photoproduksi kaon γ + p → K++ Λ dianalisis dengan menggunakan metode Lagrangian efektif. Dengan mencocokkan kopling konstant terhadap data eksperi-men melalui prosedur sistematik sebuah model fenoeksperi-menologis sederhana yang telah dibuat. Data eksperimen yang dipakai adalah penampang lintang differensial, polar-isasi tunggal dan polarpolar-isasi ganda. Peran resonans hyperon dalam proses photopro-duksi kaon juga diselidiki. Dalam literatur, resonans ini di klaim memiliki efek yang signifikan dalam photoproduksi kaon. Penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa resonans hyperon bisa meningkatkan kesesuaian antara model perhitungan dan data eksperimen.

Kata kunci:

(9)

ABSTRACT

Name : Nurhadiansyah

Program : Undergraduate Physics

Title : Role of Hyperon Resonances in Kaon Photoproduction off the Nucleon

Kaon photoproduction process γ + p → K++ Λ has been analyzed by using an ef-fective Lagrangian method. By fitting the unknown coupling constants at hadronic vertices to experimental data through a systematic procedure, a simple but powerful phenomenological model which can nicely reproduce all experimental data has been constructed. To this end, we have used experimental data on differential cross sec-tion, single, and double polarization observables. We have also investigated the role of hyperon resonances in the kaon photoproduction process. In the literature these resonances have been claimed to have substantial effects in kaon photoproduction. In our study we found that certain hyperon resonances can significantly improve the agreement between model calculation and experimental data.

Kata kunci:

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS iii

HALAMAN PENGESAHAN iv

KATA PENGANTAR v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vii

ABSTRAK viii

DAFTAR ISI x

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR TABEL xiv

1 PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang . . . 1 1.2 Perumusan masalah . . . 6 1.3 Metode Penelitian . . . 6 1.4 Tujuan Penelitian . . . 7 2 TEORI DASAR 8 2.1 Quark Konstituen . . . 8 2.2 Baryon . . . 9

2.2.1 Heavy Quark Baryon . . . 9

2.2.2 Light Quark Baryon Resonances . . . 11

2.3 Teori Grup . . . 12

2.3.1 SU(3) Simetri . . . 13

2.4 Model Isobar Pada Reaksi p(γ, k)Λ . . . 13

2.4.1 Diagram Feynman . . . 13

2.4.2 Faktor Bentuk dan Invarian Tera . . . 15

2.4.3 Photoproduksi . . . 15

3 METODOLOGI PENELITIAN 24 3.1 Software Properties . . . 24

(11)

3.1.2 Gnuplot . . . 26

3.2 Resonans Set dan Parameter Resonans . . . 26

3.2.1 Resonans Nukleon . . . 27

3.2.2 Resonans Hyperon . . . 27

3.2.3 Meson Spin 1 . . . 27

3.2.4 Parameter Kopling Konstant . . . 27

3.2.5 Optimisasi χ2 . . . 27

3.3 Prosedur Komputasi . . . 27

3.3.1 Data . . . 27

3.3.2 Alur Numerik . . . 28

3.3.3 Membuat Grafik di Gnuplot . . . 30

3.4 Observasi pada Proses γ + p −→ k++ Λ . . . 34

3.4.1 Kontribusi Resonans Hyperon . . . 34

3.4.2 Kontribusi Meson Spin 1 . . . 35

4 ANALISIS HASIL 37 5 KESIMPULAN DAN SARAN 55 DAFTAR ACUAN 56 A Perhitungan pseudoskalar 59 A.1 Propagator Λ pada kanal-u . . . 59

A.2 Propagator Σ0 pada kanal-u . . . 61

A.3 Propagator K+ pada kanal-t . . . 62

A.4 Propagator K∗ pada kanal-t . . . 63

(12)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Gambar detektor ELSA didapat dari Ref [5]. . . 3

1.2 Gambar denah Jefferson Lab di Amerika Serikat diambil dari Ref [5]. 4 1.3 Gambar penampang detektor CLAS diambil dari Ref [5]. . . 4

1.4 Gambar penampang detektor LEPS diambil dari Ref [5]. . . 5

1.5 Gambar mikroton diambil dari Ref [6]. . . 6

2.1 Berbagai garis eksternal diagram Feynman. A: partikel skalar ; B : foton awal ; C : foton akhir ; D : fermion awal ; E : fermion akhir ;F : antifermion awal ; G : anti fermion akhir . . . 14

2.2 Berbagai garis propagator diagram Feynman. A : skalar ; B : propa-gator foton ; C : propapropa-gator fermion spin 1/2 ; D : propapropa-gator fermion spin 3/2 . . . 14

2.3 Diagram feynman untuk kanal-s gambar diambil dari Ref [26] . . . . 19

3.1 Tampilan file kfit.cc . . . 29

3.2 Tampilan file kfit.cc . . . 29

3.3 Tampilan file kfit.out . . . 30

3.4 Nilai χ2 di dalam file kfit.out . . . 31

3.5 FCN terakhir di dalam file kfit.out . . . 31

3.6 Tampilan file plot.dat . . . 32

3.7 Tampilan file plot.f . . . 32

3.8 Folder plot . . . 33

3.9 Tampilan file dkpl e501.gnu . . . 34

3.10 Cara mendebug file dengan ekstensi .eps . . . 34

3.11 Hasil debug lalu disimpan dan selanjutnya bisa dilihat dengan meng-gunakan perangkat lunak ghostview . . . 35

4.1 Grafik ∆χ2 dari hyperon. . . 39

4.2 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = -0.70. . . 41

4.3 Perbedaan χ2 jika hyperon tertentu dinonaktifkan terhadap model dengan resonans yang lebih lengkap. . . 41

4.4 Grafik polarisasi Cx dengan variasi energi . . . 43

(13)

4.6 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = -0.10. . . 45 4.7 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ =

-0.20. . . 46 4.8 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ =

-0.30. . . 46 4.9 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ =

-0.40. . . 47 4.10 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ =

-0.50. . . 47 4.11 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ =

-0.60. . . 48 4.12 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.10. 48 4.13 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.20. 49 4.14 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.30. 49 4.15 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.40. 50 4.16 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.50. 50 4.17 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.60. 51 4.18 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.70. 51 4.19 Grafik tanpa K∗ dan K1penampang lintang differensial versus energi

dengan cosθ = 0.20. . . 52 4.20 Grafik tanpa K∗ dan K1penampang lintang differensial versus energi

dengan cosθ = 0.30. . . 52 4.21 Grafik tanpa K∗ dan K1penampang lintang differensial versus energi

dengan cosθ = 0.40. . . 53 4.22 Grafik tanpa K∗ dan K1penampang lintang differensial versus energi

dengan cosθ = 0.50. . . 53 4.23 Grafik tanpa K∗ dan K1penampang lintang differensial versus energi

dengan cosθ = 0.60. . . 54 A.1 Diagram Feynman untuk kanal-u . . . 59 A.2 Diagram Feynman untuk kanal-t . . . 62

(14)

DAFTAR TABEL

2.1 Faktor vertex yang digunakan dalam perhitungan ini. Qi dan µi

merepresentasikan muatan dan momen magnetik dari partikel yang ada 17 2.2 Hadronik Faktor vertex yang digunakan dalam perhitungan ini. . . . 18 2.3 Propagator partikel dengan momentum q, massa m dan jangkauan Γ. 18 3.1 Perbandingan χ2; Data yang digunakan berasal dari ref [11, 10]; basic

set : K∗, K1, N (1650)S11, N (1700)D13, N (1710)P11, N (1720)P13,

N (1900)P13, N (1895)D13, N (2100)P11 . . . 36

3.2 Perbandingan χ2; Data yang digunakan berasal dari ref [11, 10]; Res-onans nukleon :N (1650)S11, N (1700)D13, N (1710)P11, N (1720)P13,

N (1900)P13, N (1895)D13, N (2100)P11; Resonans Hyperon : Λ(1405)S01,

Λ(1600)P01, Λ(1670)S01, Λ(1800)S01, Λ(1810)P01, Λ(1660)P11, Λ(1750)S11 36

4.1 Perbandingan χ2/N ; Ref[7] merupakan χ2/N yang diperoleh Janssen; reproduksi merupakan χ2/N yang didapat penulis dalam merepro-duksi ulang perhitungan Ref [7]; data baru merupakan perhitungan dengan model yang sama dengan [7] namun menggunakan data [11] dan tidak memakai data lama [9] ; basic set terdiri dari K∗, K1,

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penelitian fisika nuklir partikel telah dilakukan di beberapa negara maju. Tercatat beberapa laboratorium eksperimen di bidang fisika nuklir partikel yang didirikan dan dikembangkan di berbagai belahan dunia seperti CEBAF (Continuous Elec-tron Beam Accelerator Facility) di Jefferson Lab, Virginia,Amerika Serikat, MA-MI (Mainzer Mikroton) di Mainz, Jerman, ELSA (Elektronen StretcherAnlage) di Bonn, Jerman, serta SPRING8 di Osaka, Jepang. Percobaan di laboratorium terse-but menghasilkan data ribuan Giga Byte. Melimpahnya data yang ada membuat penelitian di bidang ini menjadi sangat menarik. Terjadi kolaborasi antara ilmuwan teoritis dengan eksperimentalis yang bertujuan mempelajari struktur hadron. Fisika dari eksitasi nukleon pada photoproduksi kaon menjadi salah satu tantangan fisika hadron. Photoproduksi dari partikel ”aneh” ini berpotensi menjadi alat yang bergu-na untuk mempelajari hadron pada skala sekitar 1 GeV. Sistem hypernuclear men-jadi salah satu subjek penting pada fisika nuklir dan memberikan kontribusi besar dalam mempelajari serta mengungkap kebiasaan dari nukleus yang tidak konvension-al. Untuk mempelajari sebuah sistem hypernuclear informasi yang dihasilkan dalam proses elementer photoproduksi kaon menjadi sangat penting. Penelitian photopro-duksi kaon pada nukleon dimulai dari penyelidikan model isobar sejak tahun 1960an [1, 2, 3]. Keunikan dari photoproduksi kaon pada nukleon berpotensi sebagai alat untuk meneliti hadron pada skala 1 GeV. Secara teoritis proses ini dijelaskan oleh sejumlah diagram Feynman yang memenuhi hukum kekekalan bilangan-bilangan kuantum di awal dan akhir proses. Model yang menggunakan teknik ini sering dise-but sebagai model isobar. Model isobar ini dibangun dari diagram Feynman untuk kanal-s, kanal-u dan kanal-t serta dari sejumlah resonans yang menghasilkan ampli-tudo transisi yang bersifat invarian tera dan Lorentz. Dari diagram ini beberapa besaran yang dapat diukur secara eksperimen yang biasa disebut observable dap-at dihitung, misalnya penampang lintang, polarisasi tunggal dan polarisasi ganda. Meski demikian, cukup banyak parameter reaksi di dalam diagram Feynman terse-but tidak diketahui, baik secara teoritis maupun secara eksperimental. Untungnya data-data eksperimen dengan akurasi tinggi yang mulai berlimpah di beberapa labo-ratorium tersebut di atas mengizinkan kita untuk mengekstrak parameter-parameter tersebut. Para peneliti berharap bahwa melalui cara membandingkan perhitungan model dengan data eksperimen p(γ, K+)Λ, pemahaman tentang spektrum eksitasi

(16)

dan struktur nukleon dapat lebih rinci. Kaon dengan massa yang lebih berat dari pion dan memiliki keanehan intrinsik membuat reaksi dari meson ini lebih rumit dibandingkan pion. Meson vektor, meson vektor aksial, resonans nukleon dan reso-nans hyperon dimasukkan juga ke dalam perhitungan. Dengan mencari nilai kopling konstant yang tidak diketahui melalui proses fitting terhadap penampang lintang dif-ferensial, penampang lintang total, polarisasi tunggal dan rasio penangkapan radiasi kaon pada data eksperimen, kita bisa mendapatkan model sederhana yang bisa men-jelaskan data eksperimen dengan baik. Beberapa perhitungan menunjukkan bahwa data tidak dapat direproduksi tanpa memasukkan beberapa resonans tertentu, se-hingga memberikan dukungan secara tidak langsung untuk keberadaan keadaan res-onans.

Dalam fisika partikel, hyperon termasuk baryon yang terdiri dari satu atau lebih quark aneh tetapi bukan quark charm ataupun quark bottom. Seperti baryon, semua hyperon adalah fermion. Fermion adalah partikel dengan nomor kuantum spin bi-langan bulat 1/2 [4]. Oleh karena itu mereka memiliki spin kelipatan 1/2 (1/2, 3/2, dst) dan mematuhi statistik Fermi-Dirac. Mereka berinteraksi melalui gaya elek-tromagnetik lemah dan gravitasi. Keberadaan hyperon didalam nukleus membuat sifat-sifat nukleus hiper (hypernucleus) berbeda dengan nukleus konvensional yang kita kenal sehari-hari. Karena hyperon berbeda dengan nukleon yang mengisi nuk-leus maka hyperon dapat bergerak bebas di dalam nuknuk-leus tanpa harus mematuhi aturan larangan Pauli, akibatnya spektrum energi nukleus hiper berbeda diband-ingkan dengan nukleus konvensional. Di samping itu, hyperon yang dapat berg-erak bebas didalam nukleus dapat digunakan untuk menyelidiki sifat-sifat nukleus hingga ke intinya. Peran resonans perlu diselidiki juga dalam kanal-u pada proses p(γ, K+)Λ. Teori Lagrangian efektif untuk reaksi p(γ, K+)Λ melibatkan pengenalan satu set konstanta kopling. Konstanta kopling menjadi parameter QCD (Quantum Chromo Dynamic). Quantum Chromo Dynamics adalah teori dasar interaksi kuat. QCD lahir dari kombinasi non-Abelian gauge theory Yang dan Mill dengan model quark. Dengan cara ini, hubungan antara data p(γ, K+)Λ dan model quark baryon berpijak. Dengan demikian, teori medan efektif memungkinkan pengujian teoritis prediksi konstanta kopling terhadap data photoproduksi.

Setelah resonans hyperon dimasukkan pada kanal-u, gambaran yang sesuai dari data eksperimen dapat diperoleh dengan massa cutoff 1.8 GeV. Pada level hadronik, sebuah level antara quark dan nuklir, penyelidikan yang paling efektif adalah dengan kerangka Lagrangian efektif atau isobar. Sejak awal karya Thom [1] di pertengahan tahun enam puluhan, upaya besar telah dimasukkan kedalam pengembangan suatu model isobar untuk deskripsi dari proses p(γ, K+)Λ. Pada dasarnya, teori medan efektif ini menggambarkan interaksi kuat dan elektromagnetik lemah. Semua teori

(17)

diatas tidak bisa dikonfirmasi tanpa adanya fasilitas eksperimen yang memadai. Berikut ini adalah fasilitas eksperimen yang ada di dunia yang meneliti di bidang fisika nuklir dan partikel.

1. Bubble chambers

Photoproduksi telah diteliti di eksperimen bubble chambers di akhir tahun 1960-an.

2. NINA

The electron synchrotron NINA di Daresbury telah meneliti reaksi photopro-duksi hingga tahun 1984.

3. BONN SYNCHROTON

BONN SYNCHTRON berada di Bonn, synchroton elektron dengan energi 2.5 GeV mulai beroperasi pada tahun 1967 dan telah digunakan untuk eksperimen photoproduksi. Akseleratornya sekarang dipakai untuk mengumpan ELSA. 4. ELSA

The electron stretcher ring ELSA, beroperasi sejak tahun 1987. Gambar de-tektor ELSA dapat dilihat pada Gambar 1.1

Gambar 1.1: Gambar detektor ELSA didapat dari Ref [5].

Detektor yang berada di ELSA antara lain : PHOENICS (1998), ELAN (1997), GDH(2003), SAPHIR, dan CBELSA dengan konfigurasi yang berbe-da. SAPHIR adalah detektor magnetik dengan sebuah Central Drift Cham-ber (CDC) dan sebuah medan magnet yang tegak lurus dengan sudut sinar dan penempatan target yang berada di tengah dari CDC.

5. Jlab

(18)

Gambar 1.2: Gambar denah Jefferson Lab di Amerika Serikat diambil dari Ref [5].

National Accelerator Facility (Jlab) mengirim sebuah elektron primer beren-ergi 6 GeV ke dalam tiga area eksperimen yang berbeda. Hall A, B dan C dapat dilihat pada Gambar 1.2. Masing masing hall dipakai untuk eksperimen yang simultan. Hall A dan C keduanya memiliki 2 spektrometer; di Hall A, dua spektrometer identik dengan resolusi tinggi yang juga terpasang di hall C. Spektrometer tersebut dipakai untuk menganalisis partikel bermomentum tinggi. Bagian lain spektrometer yang memiiki pola lebih pendek dipakai untuk mendeteksi partikel yang meluruh. Hall B adalah tempat detektor CE-BAF Large Acceptance Spectrometer (CLAS) lihat Gambar 1.3 [5]

Gambar 1.3: Gambar penampang detektor CLAS diambil dari Ref [5]. CLAS detektor dibuat dari sebuah toroida magnet enam lingkar yang

(19)

meng-hasilkan sebuah distribusi medan azimut yang besar. Arah dari partikel bisa direkonstruksi dengan menggunakan drift chambers.

6. ESFR

Eksperimen GRAAL di pasang pada European Synchrothron Radiation Fa-cility (ESRF). Sinar gamma (γ) yang terpolarisasi diproduksi oleh hambu-ran Compton dari laser foton dengan elektron berenergi 6 GeV di putahambu-ran penyimpanan. Panjang gelombang terpendek dari sinar UV yaitu 351 nm menghasilkan energi maksimal dari sinar gamma sebesar 1.5 GeV.

7. SPring-8

Detektor LEPS (laser electron photons at SPring-8 ) menggunakan hamburan belakang foton dari sinar elektron 8 GeV yang memproduksi sinar gamma hingga energi 2.4 GeV. Spektrometer LEPS terdiri dari jarak yang lebar antara magnet dipol dengan detektor jejak partikel bermuatan. Gambar detektor LEPS dapat dilihat pada Gambar 1.4.

Gambar 1.4: Gambar penampang detektor LEPS diambil dari Ref [5].

8. MAMI

Akselerator elektron MAMI terdiri dari tiga mikrotron cascade dan sebuah mikrotron harmonik sisi ganda untuk akselerasi final (Gambar 1.5). Masing-masing mikrotron mempercepat elektron hingga berenergi 4 MeV, 15 MeV, 180 MeV dan 855 MeV.

Sebuah akselerator linier terdiri dari sebuah sinar 4 MeV, 15 lintasan laju mikrotron, 180 dan 855 MeV.

(20)

Gambar 1.5: Gambar mikroton diambil dari Ref [6].

1.2 Perumusan masalah

Photoproduksi kaon merupakan penelitian menarik karena dapat dijadikan landasan untuk meneliti hadron. Ketika kita mengobservasi p(γ,K+)Λ dalam kerangka teori medan efektif kita membutuhkan kombinasi dari resonans hadron yang berperan pa-da proses tersebut. Peran pa-dari resonans hyperon pa-dalam photoproduksi kaon menarik untuk diteliti karena mempunyai potensi untuk meredam kekuatan suku Born.

1.3 Metode Penelitian

Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah : 1. Studi Literatur

Metode ini dilaksanakan dengan cara mempelajari literatur yang berhubungan dengan peran resonans hyperon dalam photoproduksi kaon.

2. Persiapan Data

Data yang dipakai di penelitian ini adalah data dari kolaborasi SAPHIR, GRAAL, LEPS dan CLAS. Data ini sudah disiapkan pembimbing.

3. Menghitung Secara Numerik

Setelah didapat perumusan, selanjutnya perhitungan dilakukan secara nu-merik dengan menggunakan program Fortran. Pembuatan grafik dilakukan dengan perangkat lunak Gnuplot

4. Perhitungan dan Analisis Penampang Lintang Differensial dan Po-larisasi

Hasil dari perhitungan numerik ditampilkan dalam bentuk grafik penampang lintang differensial dan polarisasi. Selanjutnya hasil yang didapat tersebut dianalisis.

(21)

1.4 Tujuan Penelitian

Menyelidiki peran dari resonans hyperon pada photoproduksi kaon. Hasil yang di-dapat Janssen et al, [7] menyatakan bahwa penambahan missing resonances pada kanal-s dan penggunaan cut-off pada faktor bentuk hadronik Λ ≥ 0.4 GeV (soft hadronic form factor ) seperti yang dihasilkan oleh Mart et al [8]. Dapat diganti dengan penambahan resonans hyperon pada energi Λ ≥ 1.6 GeV (hard hadronic form factor ). Dengan memakai data dari SAPHIR [9] didapat hasil yang tidak jauh berbeda antara penggunaan missing nucleon resonances tersebut dengan Λ ≥ 0.4 GeV serta tetap menggunakan missing nucleon resonances namun disertai penam-bahan resonans hyperon dengan cut-off Λ ≥ 1.6 GeV. Dengan kata lain hasil yang didapat Janssen menyatakan penambahan resonans hyperon pada kanal-u dapat di-jadikan cara untuk meredam divergensi suku Born untuk Λ ≥ 1.6 GeV. Dengan memakai metode yang sama, kita akan meneliti peran dari resonans hyperon namun dengan memakai data baru dari CLAS [10, 11]. Penelitian ini juga bertujuan untuk menyelidiki hasil penampang lintang differensial pada sudut mundur serta sudut maju sehingga dapat mengetahui apakah resonans-resonans hyperon, K1 atau K∗

(22)

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Quark Konstituen

Pada permulaan abad ini, Thomson berpendapat bahwa atom terdiri dari elektron yang tersebar di sebuah bola yang bermuatan positif. Selanjutnya pandangan terse-but diperbaharui oleh Rutherford yang menyatakan bahwa atom memiliki muatan positif yang berkumpul di tengah. Hal ini disebabkan oleh adanya sudut ham-bur yang besar ketika atom ditumbukkan dengan partikel α. Penelitian yang terus berlanjut pada partikel elementer hingga sub-partikel yang disebut hadron. Hadron adalah partikel yang mengalami interaksi kuat. Semua hadron tidak stabil kecuali proton. Neutron dan proton merupakan penyusun dasar inti. Pada umumnya tak ada perbedaan antara spin proton dan spin neutron, keduanya memiliki spin 12. Neu-tron meluruh dengan waktu paruh τ = 887 ± 2 sekon menjadi proton, elekNeu-tron dan anti neutrino. Hadron-hadron yang lain memiliki waktu hidup lebih pendek dengan kisaran dari 10−8 sekon hingga 10−23 sekon. Hadron bukanlah partikel elementer karena ada entitas yang lebih fundamental yang disebut quarks [12]. Semula quark diramalkan oleh Murray Gell-mann dan George Zweig sebagai partikel fundamental pada tahun 1964.

Nama quark dipilih oleh Gell-mann. Ide ini sangat revolusioner karena mem-perkenalkan sub-partikel baru yang bermuatan pecahan +2/3 dan −1/3 muatan proton. Namun pada mulanya ia hanya dianggap sebagai partikel fiksi matematik karena quark tidak pernah berada dalam keadaan bebas. Quark hanya dapat hidup di dalam partikel-partikel subatomik seperti proton, neutron atau pion. Gaya ku-at yang mengikku-at quark di dalam partikel tersebut akan bertambah besar jika kita ingin mengeluarkannya. Meski demikian, hasil-hasil eksperimen selama hampir 40 tahun terakhir telah memperlihatkan bahwa keberadaan quark bukan lagi hal yang mustahil. Setiap baryon terdiri dari tiga quark dan setiap meson terdiri dari sebuah quark dan sebuah anti quark.

Hingga saat ini telah dikenal enam jenis quark yang diberi nama up (u), down (d), strange (s), charm (c), bottom (b), dan top (t). Bersama-sama dengan lepton dan partikel interaksi (gauge-boson), keenam jenis quark tersebut menyusun jagat raya yang kita tempati ini, termasuk diri kita sendiri. Dua quark yang paling ringan adalah quark up dan down. Keduanya merupakan penyusun dari proton dan neutron yang membangun mayoritas isi jagad raya.

(23)

2.2 Baryon

Baryon merupakan hasil dari pengembangan model quark dan Quantum Chromo Dynamics (QCD). Jumlah yang kita ketahui dari keadaan dasar charmed baryon dan resonansinya secara substansial meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Dari hamburan inelastik kita mengetahui bahwa nukleon memiliki struktur yang rumit.

Partikel Data Grup (PDG) mengidentifikasikan baryon dengan namanya dan massanya. Partikel yang dinamakan N atau ∆ untuk baryon yang memiliki isospin 1/2 atau 3/2 dan terdiri dari tiga quark u,d. Partikel yang dinamakan Λ atau Σ untuk baryon yang terdiri dari dua quark u,d dan satu quark s serta memiliki isospin 0 atau 1. Partikel dengan satu quark u atau quark d disebut Ξ, partikel tersebut memiliki isospin 1/2. Ω memiliki tiga quark s, quark s terakhir digantikan oleh sebuah c (atau b). Ω tidak memiliki u atau d quark dan memiliki isospin 0. Bergantung terhadap isospin, Λc atau Σc (atau Λb atau Σb) yang terbentuk

den-gan mengden-ganti satu quark s denden-gan sebuah quark berat. Resonansi denden-gan sebuah quark c dan sebuah quark s disebut Ξc. Partikel dengan dua atau tiga quark c

adalah Ξcc atau Ωccc. Ξb dengan satu quark b, satu quark s, dan satu quark u atau

quark d. Resonansi ditulis dengan menambahkan L2I,2J dibelakang nama partikel

dimana L didefinisikan sebagai momentum angular orbital terendah. Momentum angular tersebut didapatkan ketika partikel tersebut dipisahkan menjadi keadaan dasar dan pseudoskalar meson. Sedangkan I dan J adalah isospin dan momentum angular total. Kami berikan contoh dari penulisan partikel tersebut dengan contoh dua partikel, misalnya : N(1535)S11 dan N(1520)D13. Dari penulisan tersebut

da-pat kita ketahui partikel diatas terbuat dari gelombang-S dan gelombang-D dalam hamburan πN . Angka ”1” yang pertama mengindikasikan partikel tersebut memili-ki isospin 1/2. Angka ”1” yang kedua mendefinisikan total spin J=1/2. Sedangkan pada partikel N(1520)D13 angka ”3” mendefinisikan total spin J=3/2. Kemajuan

dari model quark untuk menjelaskan spektrum resonansi dari baryon dan peluruhan baryon dapat dilihat di Ref [13].

2.2.1 Heavy Quark Baryon

Pada saat ini 34 charmed baryons dan 7 beauty baryons sudah diketahui. Ke-banyakan dari mereka, spin dan paritasnya belum terukur. Waktu hidup terbatas dari hadron dengan heavy flavors memainkan peran penting dalam identifikasi eksper-imen [14].

(24)

charmed baryons

1. Keadaan λca.Λ+c : Pertama kali diobservasi sebagai charmed baryon. Sekarang,

Λ+c adalah charmed baryon terbaik yang sudah diketahui.

b.Λc(2593)+ dan Λc(2625)+ : Λc(2625)+ telah diteliti oleh grup kolaborasi

ARGUS di DESY. Dengan Jp = 1/2mengikuti Λ

c(2593)+. Λc(2625)+

memi-liki Jp = 3/2− dan dua keadaan yang berkorespondensi dengan Λ1/2−(1405)

dan Λ3/2−(1520).

c.Λc(2765)+ (atau Σc(2593)+), Λc(2880)+ dan Λc(2940)+ : Grup kolaborasi

CLEO melaporkan dua puncak pada keadaan akhir Λ+cπ+π−yang mana meru-pakan eksitasi Λ+

c atau Σ+c.

2. Keadaan Σc a.Σc(2455) dan Σc(2520) : Kedua keadaan ini telah diteliti oleh

banyak eksperimen salah satunya oleh grup kolaborasi CLEO.

b.Σc(2800)+: Grup kolaborasi BELLE meneliti sebuah isotriplet dari charmed

baryons yang meluruh menjadi keadaan akhir Λ+cπ pada 2800 MeV.

3. Keadaan Ξca.Ξcdan Ξ0c: Ξ+c ditemukan di CERN SPS pada tumbukan

nuk-leon Σ−.

b.Ξc(2980) dan Ξc(3080) : Grup kolaborasi BELLE meneliti dua keadaan Ξc

baru, yaitu Ξc(2980) dan Ξc(3080) yang meluruh dari Λ+cK−π+dan Λ+cKsπ+.

4. Keadaan Ωc a.Ωc : Penemuan Ωc sangat panjang. Penemuan ini melengkapi

penomoran stabil charmed baryon tunggal.

b.Ωc∗ : Sebuah keadaan eksitasi Ωc telah di yakinkan oleh grup kolaborasi

BABAR dan mengenalkannya sebagai Ωc∗.

5. Dobel-charm baryons Kolaborasi SELEX melaporkan sebuah statistik sinyal signifikan di Λ+cK−π+distribusi massa invariant pada 3519 ± 1 MeV, dengan waktu hidup kurang dari 33 fs.

beautiful baryons

(25)

2. Keadaan Σb a.Σb dan Σb∗ : Baryon Σb dengan Jp= 1/2+ dan eksitasi massa

rendah diidentifikasi sebagai Jp = 3/2+ telah diteliti di Fermilab oleh grup kolaborasi CDF pada keadaan akhir Λ0bπ+ dan Λ0bπ−.

3. Keadaan Ξb a.Ξb : Sebuah baryon beauty terdiri dari sebuah quark b, quark s

dan quark d.

4. Ωb

Ωb telah dilihat oleh grup kolaborasi CDF.

2.2.2 Light Quark Baryon Resonances

Pada subbab ini akan coba dijelaskan tentang resonansi quark baryon ringan dan dimana partikel tersebut dihasilkan.

Pion-(kaon) nukleon elastik.

Penampang lintang serta perubahan derajat kebebasan dari ikatan tiga quark dalam sebuah baryon terdiri dari banyak spektrum eksitasi. Sangat tidak mungkin untuk mengobservasi mereka semua sebagai resonans individual, tetapi sekarang banyak keadaan yang telah diketahui untuk mengidentifikasi derajat kebebasan dan inter-aksi efektif mereka. Selain penampang lintang yang harus diperhitungkan adalah distribusi angular, variabel polarisasi dan hamburan elastik K-nukleon.

Pion inelastik dan hamburan kaon nukleon dan reaksi lainnya. reaksi inelastik seperti π−p −→ nπ+πdan πp −→ pπ0πdan reaksi kaon yang

memiliki persamaan yang serupa.

1. π−p −→ nπ0 dan nη Grup kolaborasi Crystal Bell mengukur reaksi π−p −→ nη dari ambang batas energi 747 MeV/c momentum pion. Dan untuk reaksi π−p −→ nπ0 grup Crystal Bell mengukur secara presisi penampang lintang differensial dengan momentum interval pπ = 649 - 752 MeV/c.

2. K−p −→ Λπ0, Σ0π0dan Λη Reaksi K−p −→ Λπ0telah dipelajari pada kisaran massa antara 1556 sampai 1600 MeV. Penampang lintang differensial dan po-larisasi mundur hyperon dilaporkan dari reaksi K−p −→ Σ0π0 di delapan

(26)

berkas momentum antara 514 dan 750 MeV/c. Untuk reaksi K−p −→ Λη juga telah diteliti di tahun 2002.

Photoproduksi dari pseudoskalar meson.

Photoproduksi dari pseudoskalar meson harus memperhitungkan polarisasi, photo-produksi pion, photophoto-produksi η− dan η0− meson dan reaksi γp −→ K+Λ, K+Σ0

serta K0Σ+. Distribusi differensial untuk γp −→ K+Λ, K+Σ0 dan K0Σ+ telah diukur di ELSA dengan SAPHIR [15], CLAS detektor [11], dan LEPS di SPring 8 [16, 17].

Photoproduksi dari keadaan final multi meson.

1. Vektor meson Foton dan vektor meson memiliki bilangan kuantum yang sama. Pada tingkat energi rendah, sebuah kontribusi pertukaran pion(kaon) yang sig-nifikan dapat diprediksi karena besarnya kopling (ρ, ω) → π0γ(K∗ → Kγ).

2. γN → N ππ dan N πµ Produksi multi meson dikumpulkan dari sebuah pen-ingkatan bagian dari penampang lintang.

3. Resonans hyperon dan Θ(1540+) Differensial penampang lintang untuk reaksi γp → K+Λ

1/2−(1405) dan reaksi γp → K+Σ0(1385) dapat dilihat pada Ref

[16].

2.3 Teori Grup

Pada akhir abad kesembilan belas, Lie menyelidiki sifat-sifat transformasi geometris didalam sistem koordinat. Hasil penyelidikan ini kemudian menghasilkan suatu disi-plin matematika yang dinamai teori grup. Dengan menggunakan teori grup, kita akan lebih mudah mempelajari sifat-sifat simetri yang diassosiasikan dengan suatu sistem fisis.

Dalam mekanika klasik, simetri dalam sistem fisika mengacu kepada hukum kekekalan. Hukum kekekalan momentum angular adalah konsekuensi langsung dari rotasi simetri. Dalam mekanika kuantum, konsep dari momentum angular dan spin telah menjadi sangat penting untuk dipelajari. Secara umum, isospin dalam fisi-ka nuklir dan fisifisi-ka partikel adalah alat penting untuk membangun teori. Teori grup merupakan alat matematika dalam memecahkan kasus invariant dan simetri.

(27)

Teori tersebut membawa unifikasi dan formalisasi dari prinsip seperti refleksi spasial, momentum angular dan geometri yang banyak digunakan oleh fisikawan [18]. Pent-ingnya peranan teori grup dalam fisika kiranya tidak perlu diragukan lagi.

Teori grup dapat digunakan, baik dalam mekanika klasik maupun di dalam teori kuantum yang relativistik dan yang tidak relativistik. Hukum-hukum kekekalan yang sudah lama dikenal, seperti hukum kekekalan momentum linier, hukum kekekalan momentum sudut dan hukum kekekalan energi akan selalu diassosiasikan dengan grup-grup simetri tertentu. Hukum kekekalan momentum berlaku karena sifat in-variant terhadap translasi ruang. Hukum kekekalan energi ternyata diakibatkan dari sifat invariant terhadap translasi waktu.

Perumusan tentang sifat-sifat simetri didalam teori kuantum elektrodinamika telah memungkinkan kita untuk mempelajari interaksi di antara partikel-partikel elementer, yang seterusnya telah memungkinkan kita untuk meramalkan partikel-partikel elementer yang baru. Di dalam teori partikel-partikel elementer, boleh dikatakan bahwa dengan teori grup telah banyak diketahui struktur-struktur yang baru dan sifat-sifat interaksi di antara partikel elementer.

Suatu sistem dikatakan memiliki simetri isospin jika sistem tersebut adalah in-variant terhadap grup SU(2). Beberapa partikel-partikel yang lain telah berhasil diramalkan dengan memperluas simetri isospin [19].

2.3.1 SU(3) Simetri

SU(3) memiliki rangking 2 dan SU(2) memiliki rangking 1. Representasi dasar dari SU(3) adalah sebuah triplet. Tiga warna muatan dari sebuah quark. Bentuk dasar dari representasi sebuah grup simetri SU(3)[20]. Pada saat ini, SU (3)f dapat

dipahami sebagai karakter universal dari interaksi quark dan pendekatan persamaan massa dari quark ringan serta quark unik.

2.4 Model Isobar Pada Reaksi p(γ, k)Λ

Perhitungan photoproduksi kaon di penelitian ini menggunakan model isobar. Peng-gunaan model isobar pada photoproduksi kaon dapat dilihat pada Ref [21].

2.4.1 Diagram Feynman

Metode diagram merupakan alat yang sangat penting dalam fisika. Diagram yang paling terkenal adalah diagram Feynman, diajukan oleh Richard Feynman untuk menunjukan perhitungan QED (Quantum Electro Dynamics) dengan sebuah cara yang intuitif.

(28)

Diagram Feynman mengizinkan kita untuk menjaga alur proses yang berbeda dalam sebuah reaksi. Diagram Feynman juga bisa diterjemahkan ke dalam sebuah ekspresi amplitudo invarian dengan menggunakan aturan yang sederhana. Garis eksternal diterjemahkan mengikuti faktor dibawah ini

Gambar 2.1: Berbagai garis eksternal diagram Feynman. A: partikel skalar ; B : foton awal ; C : foton akhir ; D : fermion awal ; E : fermion akhir ;F : antifermion awal ; G : anti fermion akhir

Garis dalam merepresentasikan sebuah propagator partikel virtual

Gambar 2.2: Berbagai garis propagator diagram Feynman. A : skalar ; B : propagator foton ; C : propagator fermion spin 1/2 ; D : propagator fermion spin 3/2

Setiap vertex menerima sebuah faktor iΓ. Bentuk eksak dari Γ menunjukkan struktur dari Lagrangian interaksi Lint. Secara umum Γ bergantung pada

(29)

2.4.2 Faktor Bentuk dan Invarian Tera A.Faktor Bentuk Hadronik

Untuk mereproduksi data eksperimen, faktor bentuk hadronik perlu diperhitungkan. Faktor bentuk hadronik yang dipakai pada perhitungan ini adalah faktor bentuk yang dipakai oleh Feuster dan Mosel [23] serta penulis lain [8].

Fp(q2) =

Λ4

Λ4+ (q2− m2)2 (2.1)

B.Invarian Tera

Amplitudo hamburan pada perhitungan pseudoscalar dibawah ini berbentuk M =

εµJµ = 0. Jika ε diganti dengan k hasilnya menjadi 0. Sehingga dapat dikatakan

persamaan tersebut invarian tera. Jika tidak maka harus ditambah suku tambahan agar menjadi invarian tera. Enam matriks yang invarian tera dan Lorentz yang dipakai dalam penelitian ini adalah

M1= 1 2γ5(/k/ − k//) (2.2) M2 = γ5((2qK− k).P.k − (2qK − k).kP.) (2.3) M3 = γ5(qK.k/ − qK.k/) (2.4) M4 = iµνρσγµqνKρkσ (2.5) M5 = γ5(qK.k2− qK.kk.) (2.6) M6 = γ5(k.k/ − k2/) (2.7) 2.4.3 Photoproduksi A.Kinematika

Pada subbab ini akan dijelaskan relasi kinematika yang dipakai pada penelitian ini.

(30)

Dimana p, k, pΛ dan q adalah momentum dari nukleon (N), foton (γ), Λ(pΛ),

dan Kaon (K+). Variabel Mandelstam diberikan oleh:

s = (p + k)2 = (q + pΛ)2, (2.9)

u = (q − p)2 = (k − pΛ)2, (2.10)

t = (k − q)2 = (pΛ− p)2 (2.11)

Dengan mp adalah massa dari N . mΛ adalah massa Λ. mk adalah massa dari

K+. Momentum awal dan akhir partikel bisa diekspresikan pada kerangka c.m sebagai berikut :

kµ = (k∗, 0, 0, k∗), (2.12)

pµ = (E, 0, 0, −k∗), (2.13)

qµ = (ω, q ∗ cosθ, 0, q ∗ sinθ), (2.14) pµΛ = (E0. − q ∗ cosθ, 0, −q ∗ sinθ) (2.15)

C.Penampang Lintang Differensial

Variabel yang didapat dari eksperimen di laboratorium yang bisa dihitung adalah penampang lintang. Secara kasar, penampang lintang σ (yang tak lain berdimensi luas dan dinyatakan dalam barn = 10−28m2) merupakan ukuran probabilitas relatif

suatu reaksi inti [24]. Penampang lintang differensial Sering didefinisikan : dσ dΩ = r(θ, φ) 4πIaN (2.16) dengan :

Ia = arus pastikel yang tiba persatuan waktu.

N = banyaknya inti dari target per satuan luas. r(θ, φ) = fungsi distribusi angular.

Penampang lintang sering dituliskan sebagai σ(θ, φ) dan karena hamburan boleh dikatakan terjadi dalam suatu bidang datar maka σ(θ). Jika σ diintegrasikan untuk semua sudut θ(0 − π) dan φ(0 − 2π) maka σ menjadi

σ = Z dΩ Z π 0 sinθdθ Z 2π 0 dφdσ dΩ (2.17)

Dalam banyak percobaan inti kita tidak hanya mengetahui banyaknya partikel b yang dihamburkan pada sudut ruang tertentu θ, tetapi juga energi partikel b, sehingga kita memperoleh penampang lintang differensial ganda :

(31)

d2σ EbdΩ

(2.18) Dengan menggunakan amplitudo yang sudah didapat kita bisa menghitung pe-nampang lintang differensial pada kerangka c.m dari K - Λ yaitu

 dσ dΩ  c.m = 1 4Σ q∗ k∗ √ mΛmp 4πW M 2 (2.19) B.Perhitungan Pseudoscalar

1. Kopling Konstant Kaon-Hyperon

Kopling konstant kaon-hyperon dapat dilihat pada Tabel 2.1. Konstanta ko-pling ini dipakai di Ref [25]

Tabel 2.1: Faktor vertex yang digunakan dalam perhitungan ini. Qi dan µi

merepresentasikan muatan dan momen magnetik dari partikel yang ada

Vertex Kopling N N γ −iQN /+ µN σµνµkν KKγ −iQk(2qk− k). Y Y γ −iQY /+ µY σµνµkν Y Y0γ µY Y0σµνµkν K∗Kγ −igK∗Kγ M µνρσ νkρqσ K N∗(12+)N γ µN∗σµνµkν N∗(12−)N γ iµN∗σµνµkνγ5 K1Kγ −i gK1Kγ M (k.(qK− k) µ− .(q K − k)kµ) Y∗(12+)Y γ µY∗σµνµkν Y∗(12−)Y γ iµY∗σµνµkνγ5 2. Faktor Vertex

Faktor vertex yang digunakan dalam perhitungan ini dapat dilihat di Tabel 2.2 dan dipakai di Ref [25].

3. Propagator

Propagator yang dipakai dalam perhitungan ini bisa dilihat di Tabel 2.3 dan dipakai di Ref [25].

4. Amplitudo

(32)

Tabel 2.2: Hadronik Faktor vertex yang digunakan dalam perhitungan ini. Vertex Kopling KY N gKY Nγ5 K∗Y N −igV K∗Y Nγµ+ gTK∗Y N mN+mYσ µν(q K− k)ν KY N∗(12+) gKY N∗γ5 KY N∗(12−) −igKY N∗ K1Y N −igKV1Y Nγ µγ 5+ gT K1Y N mN+mYσ µν(q K − k)νγ5 KY∗(12+)N gKY∗Nγ5 KY∗(12−)N −igKY∗N

Tabel 2.3: Propagator partikel dengan momentum q, massa m dan jangkauan Γ.

Spin Propagator

Spin 0 i

q2−m2+imΓ

Spin 12 q2−mi(q/+m)2+imΓ

Spin 1 q2−m2i+imΓ(−gµν+ qmµq2ν)

Spin 32 i(q/+

√ s)

3(q2−m2+imΓ)(gµν+ γνγµ− 2sqµqν − √1s(γµqν − γνqµ))

perhitungan pseudoscalar. Contoh untuk perhitungan Mp :

Mp = uΛ(ΣApiMi)up (2.20)

setelah didapat amplitudo Mp maka dengan menjumlahkan amplitudo dari

seluruh diagram, diperoleh amplitudo total.

Mtot = Mp+ MΛ+ MΣ0+ MK+ ... = uΛ h Σ(Api + AΛi + AΣi0 + AKi + ...)Mi i up (2.21)

maka kita bisa menuliskan amplitudo total sebagai

Atoti = Api + AΛi + AΣi0 + AKi + ..., i = 1, ..., 6 (2.22) lalu kita bisa menghitung penampang lintang dengan cara

(33)

Gambar 2.3: Diagram feynman untuk kanal-s gambar diambil dari Ref [26]

Contoh perhitungan untuk kanal-s :

A = −iQN/Fε 1p+ µNσµνεµkνF2p (2.24)

B = i(q/ + m)

q2− m2+ imΓ (2.25)

C = gKY Nγ5 (2.26)

Suku Born bagian imΓ hilang sehingga persamaan (2.25) menjadi

B = i(q/ + m) q2− m2 = i(p/ + k/ + mp) s − m2 p (2.27)

Setelah itu kita bisa menghitung amplitudo kanal-s dengan menggunakan per-samaan di bawah ini:

(34)

Mpps = UΛ[(gKY Nγ5)( i(p/ + k/ + mp) s − m2 p )(−ieε/F1p+ µpσµνεµkνF2p)]Up = UΛ[igKY Nγ5( (p/ + k/ + mp) s − m2 p )(eε/F1p+ µpi i 2(γ µγν − γνγµ)ε µkνF2p)]Up = UΛ[igKY Nγ5( (p/ + k/ + mp) s − m2 p )(eε/F1p+ µp 1 2(k/ε/ − ε/k/)F p 2)]Up (2.29)

Persamaan di atas tidak bersifat invarian tera pada bagian eε/ sedangkan pada bagian (k/ε/ − ε/k/) bersifat invarian tera. Untuk menghilangkan problem terse-but maka harus ditambahkan di suku F1p faktor −ek.ε

k2 , sehingga bagian yang

tidak invarian tera tersebut berubah menjadi invarian tera.

Mp ps = UΛ[igKY Nγ5( (p/ + k/ + mp) s − m2 p (eε/F1p + ekp 2mp 1 2(k/ε/ − ε/k/)F p 2) − e k.ε k2 F p 1)]Up (2.30) Mpps = UΛ[iegKY Nγ5(( (p/ + k/ + mp) s − m2 p ε / −k.ε k2)F p 1 + ((p/ + k/ + mp) s − m2 p kp 2mp 1 2(k/ε/ − ε/k/))F p 2)]Up (2.31) Mpps = UΛ[ iegKY Nγ5 s − m2 p ([(p/ε/ + k/ε/ + mp/) −ε (s − m2p)k.ε k2 ]F p 1 + 1 2 kp 2mp [(p/ + k/ + mp)(k/ε/ − ε/k/)]F2p)]Up (2.32) Mpps = UΛ[ iegKY Nγ5 s − m2 p ([2p.ε − ε/p/ + k/ε/ + mp/ −ε (2p.k + k2)k.ε k2 ]F p 1 + 1 2 kp 2mp [p/k/ε/ − p/ε/k/ + k/k/ε/ − k/ε/k/ + mpk/ε/ − mp/kε/]F2p)]Up (2.33)

(35)

Mpps = UΛ[ iegKY Nγ5 s − m2 p ([ 1 k2(k 2[2p.ε + k/]) − (2p.kk.ε + k2k.ε)]Fp 1 + 1 2 kp 2mp [(2p.kε/ − 2p.εk/ + k/ε/p/) − (2p.εk/ − 2p.kε/ + ε/k/p/) + k2ε/ − (2k.εk/ − k2/) + mε p(k/ε/ − ε/k/)]F2p)]Up (2.34) Mpps = UΛ[ iegKY Nγ5 s − m2 p ([ 1 k2(2k 2p.ε − 2p.kk.ε + k2[k/ − k.ε])]Fp 1 + 1 2 kp 2mp [2p.kε/ + 2p.kε/ − 2p.εkk/ − 2p.εk/ + 2mpk/ε/ − 2mpε/k/ + 2k2ε/ − 2k.εk/]F2p)]Up (2.35) Mpps = UΛ[ iegKY Nγ5 s − m2 p ([ 1 k22(k 2p.ε − p.kk.ε) + (k/ −1 2[k/ε/ + ε/k/])]F p 1 + 1 2 kp 2mp [4(p.kε/ − p.εk/) + 2mp(k/ε/ − ε/k/) + 2(k2/ − k.εkε /)]F2p)]Up (2.36) Mpps = UΛ[ iegKY Nγ5 s − m2 p ([ 2 k2(k 2p.ε − p.kk.ε) + 1 2(k/ε/ − ε/k/)]F p 1 + kp 2mp [2(p.kε/ − p.εk/) + mp(k/ε/ − ε/k/) + (k2/ − k.εkε /)]F2p)]Up (2.37) Mpps = UΛ[ iegKY N s − m2 p ([ 2 k2γ5(k 2p.ε − p.kk.ε) + 1 2γ5(k/ε/ − ε/k/)]F p 1 + kp 2mp [((mp+ mΛ) 1 2γ5(ε/k/ − k/ε/) + γ5(q.kε/ − q.εk/) + iεµνρσγ µqνερkσ + γ5(k.εk/ − k2ε)) + γ5(k2/ − k.εkε /) + γ5mp(k/ε/ − ε/k/)]F2p)]Up (2.38)

(36)

Mpps = UΛ[ iegKY N s − m2 p ( F p 1 k2(t − m2 k) γ5(2k2[p.k(2q − k).ε − p.ε(2q − k).k] + [k2− 2(s − m2p)][q.εk2− q.kk.ε]) + F1p1 2γ5(k/ε/ − ε/k/) + kpF p 2 2mp [(mΛ− mp) 1 2γ5(ε/k/ − k/ε/) + γ5(q.kε/ − q.εk/) + iεµνρσγµqνερkσ])]Up (2.39) Mpps = UΛ iegKY N s − m2 p [1 2γ5(ε/k/ − k/ε/)[−F p 1 + kpF2p 2mp (mΛ− mp)] + γ5[p.k(2q − k).ε − p.ε(2q − k).k] 2F1p t − m2k + γ5(q.εk2− q.kk.ε)[k2− 2(s − m2p)] F1p k2(t − m2 k) + kpF p 2 2mp [iεµνρσγµqνερkσ+ γ5(q.kε/ − q.εk/)]]Up (2.40) Mpps = UΛ iegKY N s − m2 p [M1[−F1p+ kpF2p 2mp (mΛ− mp)] + M2 2F1p t − m2k + M5[k2− 2(s − m2p)] F1p k2(t − m2 k) + kpF p 2 2mp [M4+ M3]]Up (2.41)

Dari persamaan diatas kita mendapatkan amplitudo A1, A2, A3, A4 dan A5

pada kanal-s. Cara yang sama dilakukan untuk mendapatkan MΛ, MΣ0, Mk dan

amplitudo kanal lainnya. D.Polarisasi

Polarisasi recoil Λ (P), polarisasi foton (Σ) dan polarisasi target (T) dapat dituliskan sebagai.

P = (dσ/dΩ)

(+)− (dσ/dΩ)(−)

(37)

Σ = (dσ/dΩ) (⊥)− (dσ/dΩ)(||) (dσ/dΩ)(⊥)+ (dσ/dΩ)(||) (2.43) T = (dσ/dΩ) (+)− (dσ/dΩ)(−) (dσ/dΩ)(+)+ (dσ/dΩ)(−) (2.44)

(38)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Software Properties

Pada subbab ini akan dibahas tentang perangkat lunak yang dipakai dalam peneli-tian penulis. Perangkat lunak tersebut terbagi menjadi dua yaitu perangkat lunak untuk pemrograman perhitungan numerik dan perangkat lunak untuk memplot data yang sudah didapat menjadi grafik.

3.1.1 Fortran

FORTRAN adalah suatu bahasa pemrograman yang pada awal perkembangannya merupakan bahasa pemrograman prosedural. FORTRAN merupakan akronim dari Formula Translation/Translator. Penulisan FORTRAN sendiri mengalami peruba-han sejak dirilis nya versi 90, dimana tidak lagi menggunakan huruf kapital. Fortran dikembangkan secara resmi oleh IBM pada tahun 1950-an [27]. Pada saat itu, For-tran dikhususkan untuk pemakaian dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknik. Namun seiring perkembangannya, Fortran telah mendominasi hampir setiap dimen-si bahasa pemrograman, misalnya untuk pemodelan iklim, dinamika fluida, fidimen-sika dan kimia. Hal ini berlangsung selama hampir lima puluh tahun.

Adalah John W. Backus, seorang pegawai IBM yang pertama kali mengajukan proposal kepada atasannya untuk lebih mengembangkan sebuah bahasa pemrogra-man, agar lebih efisien ketika diterapkan pada komputer mainframe IBM704 mereka. Inilah cikal bakal munculnya Fortran. Rancangan spesifikasi bahasa pemrograman tersebut akhirnya selesai pada pertengahan tahun 1954. Sedangkan petunjuk manual Fortran yang pertama, muncul pada Oktober tahun 1956 dan bulan April tahun 1957 pun terpilih sebagai bulan dimana dirilisnya compiler Fortran yang pertama. For-tran pun mulai banyak digunakan oleh para ilmuwan secara besar-besaran. Hal ini mendorong para programmer untuk membuat compiler yang dapat menerjemahkan perintah-perintah berbentuk kode secara cepat dan efisien. Salah satu type data yang dapat ditangani oleh Fortran adalah type data angka kompleks. Inilah yang membuat Fortran sangat cocok untuk pemakaian dalam dunia Fisika [28].

Menginjak tahun 1960, telah tersedia versi Fortran untuk komputer mainframe IBM 709, 650, 1620 dan 7090 [27]. Popularitas Fortran secara signifikan ini, memak-sa para pabrikan pembuat komputer untuk menyediakan compiler Fortran dalam

(39)

setiap komputer yang mereka produksi, sehingga pada tahun 1963 lebih dari empat puluh compiler Fortran telah tersedia. Dengan alasan demikian, Fortran pun di-anggap sebagai bahasa pemrograman pertama yang dapat didukung oleh berbagai macam arsitektur komputer.

Fortran versi pertama yang dirilis untuk IBM 704 memiliki paling tidak 32 perny-ataan. Fortran II milik IBM muncul pada tahun 1958. Peningkatan yang dimiliki versi II ini daripada versi sebelumnya adalah mendukung pemrograman prosedural, yang mana memberikan kesempatan kepada pengguna untuk menuliskan perintah-perintah yang mengandung fungsi dan subroutine. Enam pernyataan baru dirilis pada versi terbaru ini. Walaupun IBM terus mengembangkan Fortran selama tahun 1958, namun Fortran versi III ini tidak sampai dirilis resmi. Sama seperti For-tran 704 (ForFor-tran I) dan ForFor-tran II, ForFor-tran III pun memiliki kelemahan, yaitu ada beberapa feature yang harus mengikuti mesin induknya. Sehingga kode-kode yang dituliskan tidak dapat dipindahkan begitu saja antara mesin satu dengan yang lainnya. Sejak tahun 1961, IBM pun memulai pengembangan Versi terbaru, yaitu FortranIV sebagai akibat permintaan konsumen. Kekurangan Fortran versi-versi sebelumnya, yaitu feature yang memiliki ketergantungan terhadap mesin induk pun dihilangkan, misalnya READ INPUT TAPE. Selain itu, Fortran versi IV memiliki kemampuan terbaru, yaitu dapat menerima masukkan tipe data logika, pernyataan boolean logika dan pernyataan IF. Pada tahun 1962, Fortran IV resmi dirilis. Awal-nya untuk IBM 7030, kemudian diikuti oleh versi untuk IBM 7090 dan 7094 [28].

Barangkali perkembangan Fortran yang paling signifikan adalah ketika Asosiasi Standar Amerika (ANSI) memutuskan membentuk komite untuk mengembangkan Fortran Standar Baku Amerika (American Standard Fortran). Pada bulan Maret tahun 1966, dua standar ini pun dikeluarkan. Pertama adalah FORTRAN sedang yang kedua adalah FORTRAN Dasar (Basic FORTRAN). Fortran standar pertama akhirnya dikenal dengan Fortran 66. Setelah dirilisnya Fortran standar versi 66, para pabrikan pembuat compiler Fortran mengumumkan adanya beberapa kemam-puan Fortran standar yang belum diketahui sebelumnya. Hal ini membuat ANSI pada tahun 1969 bekerja keras memperbaiki Fortran standar yang dirilis pada tahun 1966 itu. Rancangan akhir revisi Fortran versi 66 sebenarnya telah diluncurkan pa-da tahun 1977, namun baru diakui sebagai stanpa-dar baru Fortran papa-da bulan April tahun 1978. Standar baru Fortran yang dikenal juga dengan Fortran 77, memiliki beberapa tambahan kemampuan yang sangat penting sebagai salah satu pemecahan kekurangan Fortran 66. Versi pengganti Fortran 77 yang paling lambat peluncuran-nya adalah Fortran versi 90. Fortran versi 90 baru diluncurkan sebagai Standar

(40)

ANSI pada tahun 1992. Perubahan yang mendasar pada versi ini telah menam-bahkan beberapa keunggulan yang mencerminkan perubahan penting dalam bahasa pemrograman praktis yang mana telah berevolusi sejak standar tahun 1978. Perin-tah tipe data baru, untuk menentukan tipe data dan pendukung lain dari sebuah variabel. Fortran 95 hanyalah merupakan versi Fortran terbaru dengan mengalami sedikit perbaikan kecil dari Fortran versi sebelumnya. Walaupun demikian, tetap ada beberapa kemampuan tambahan jika dibandingkan Fortran 90 [29].

3.1.2 Gnuplot

Gnuplot adalah suatu program perintah-baris fleksibel yang dapat digunakan untuk menghasilkan baik grafik dua maupun tiga dimensi. Program ini umumnya dap-at berjalan hampir pada semua jenis komputer dan sistem operasi, walaupun pada awalnya ia diturunkan dari program yang berasal dari sistem operasi Unix. Gnuplot dapat dikatakan sebagai suatu program yang telah memiliki sejarah panjang, boleh dikatakan sejak tahun 1986 [30].

Gnuplot dapat menghasilkan keluaran langsung ke layar, sebagaimana pula ia dapat menghasilkan keluaran dalam bentuk berkas grafik dengan beragam format. Di antara format-format yang didukung adalah PNG, EPS, SVG, JPEG, LaTeX, PostScript, PDF, GIF, CorelDraw dan banyak format lainnya [30].

Program ini dapat digunakan dalam mode interaktif yang melibatkan mouse ataupun dalam mode batch menggunakan skrip. Untuk cara yang pertama, pada terminal atau baris perintah cukup ketikkan perintah ’gnuplot’ untuk menjalankan-nya. Dengan menggunakan mode yang terakhir ini pemakai tidak lagi perlu untuk menuliskan perintah-perintah yang sering digunakan. Perintah-perintah tersebut cukup dituliskan dalam berkas skrip dan siap dijalankan berulang-ulang. Ini meru-pakan salah satu kelebihan dari gnuplot dibandingkan piranti lunak pembuat grafik lain yang umumnya berbasis grafik. Karena kelebihannya ini, selain pula dapat menangani berkas data dalam ukuran yang besar, gnuplot banyak diminati dalam dunia saintifik [30].

3.2 Resonans Set dan Parameter Resonans

Pada subbab ini akan dijelaskan tentang resonans dan parameternya yang dipakai dalam perhitungan. Selain suku Born dipakai juga resonans nukleon dan resonans hyperon.

(41)

3.2.1 Resonans Nukleon

Resonans nukleon yang dipakai adalah N (1650)S11, N (1700)D13, N (1710)P11, N (1720)P13,

N (1900)P13, N (1895)D13, N (2100)P11.

3.2.2 Resonans Hyperon

Resonans hyperon yang dipakai pada perhitungan kali ini adalah

Λ(1405)S01, Λ(1600)P01, Λ(1670)S01, Λ(1800)S01, Λ(1810)P01, Λ(1660)P11, Λ(1750)S11

3.2.3 Meson Spin 1

Meson vektor yang dipakai adalah : K∗, K1

3.2.4 Parameter Kopling Konstant

Parameter kopling konstant yang dipakai antara lain gΛKp/ √ 4π (3.1) gΣ0Kp/ √ 4π (3.2) 3.2.5 Optimisasi χ2

Nilai χ2 harus diminimalkan agar diperoleh kecocokan perhitungan model dengan data eksperimen. Jika χ2 semakin mendekati nilai 1 maka semakin baik kesesuaian

antara perhitungan model dengan data eksperimen.

3.3 Prosedur Komputasi

Pada subbab ini akan dibahas tentang prosedur perhitungan dengan cara numerik. 3.3.1 Data

Data yang dipakai dalam model perhitungan p(γ, K+)Λ adalah data dari SAPHIR [9] sebagai bahan untuk mereproduksi hasil ref [7]. Data baru dari CLAS [11, 10] digunakan untuk mencari peran resonans hyperon secara komprehensif.

(42)

3.3.2 Alur Numerik

Setelah kita memiliki data, maka langkah selanjutnya adalah mencocokkan data yang kita miliki dengan model perhitungan yang sudah dibuat. Ada beberapa file yang dibutuhkan untuk memulai perhitungan yakni kfit.f, kfit.cc dan minuit.f. File kfit.f berisi informasi parameter set berupa massa serta perhitungan differensial se-cara numerik. File kfit.cc berisi parameter set kopling konstant dan resonans set yang dipakai. File minuit.f adalah file untuk mendapatkan file kfit.out, file kfit.out inilah yang berisi informasi seberapa besar kecocokan model perhitungan dengan data eksperimen. Cara kerjanya adalah menghitung kfit.cc dengan program minfit sambil membaca data di kfitn.dat. Hasil dari perhitungan didapat total χ2 belum

dibagi jumlah data (FCN0/). Akhirnya didapat nilai χ2 yang sudah dibagi dengan data dalam bentuk file kfit.out. Selain χ2 dihitung juga penampang lintang differen-sial sehingga hasil perhitungan penampang lintang differendifferen-sial tersebut bisa dibuat grafik dengan menggunakan perangkat lunak Gnuplot. Langkah-langkah hingga mendapatkan nilai χ2 adalah :

1. Pertama, kami memasukkan parameter konstanta kopling dan resonans pada file kfit.cc. File kfit.cc bisa dilihat pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2. Dari gambar tersebut dapat dilihat beberapa kolom, kolom pertama paling kiri adalah kolom parameter set yang dipakai dalam perhitungan. Kolom kedua adalah nilai parameter set yang mau dimasukkan untuk dasar perhitungan. Kolom ketiga adalah beda nilai (selisih) dari nilai parameter set, jika kolom tersebut diisi 0.00 artinya nilai parameter set diset tetap (tidak ada peruba-han), jika kolom tersebut diisi dengan 0.01 artinya beda nilai untuk mencari parameter set adalah bertambah 0.01 atau berkurang 0.01 serta kelipatannya. Jika parameter set diberi nilai 0.0000 dan beda nilai di set 0.00 artinya pa-rameter tersebut tidak dimasukkan dalam perhitungan. Kolom keempat dan kolom kelima adalah jangkauan dari parameter set, artinya jika kolom keem-pat diberi nilai -5.0 dan kolom kelima diberi nilai 12.0 maka beda nilai dari parameter set akan terus mencari nilai yang paling baik dengan ditambah 0.01 atau dikurang 0.01 sampai batas ketika parameter set menyentuh angka -5.0 atau 12.0 maka beda nilai berhenti menghitung.

Pada file kfit.cc di bagian paling bawah terdapat tulisan migraid dan sim-plex, itu adalah program untuk menurunkan nilai χ2 sedangkan angka sete-lahnya menunjukkan banyaknya looping yang harus dilakukan oleh program. Dari terminal kita bisa membuka file kfit.cc dengan menggunakan perangkat lunak emacs dengan mengetik xemacs kfit.cc.

(43)

Gambar 3.1: Tampilan file kfit.cc

Gambar 3.2: Tampilan file kfit.cc

buka terminal di ubuntu, setelah itu masuk kedalam folder file yang mau dikompile. Setelah mengeset parameter kopling konstant dan resonans yang kita inginkan, maka langkah selanjutnya adalah mengkompile program dengan mengetikkan gfortran-4.4 kfit.f minuit.f -o kfit.x. Kata gfortran-4.4 menunjukkan program fortran yang dipakai adalah fortran versi 4.4. Kata

(44)

kfit.f menunjukkan file yang berisi informasi data parameter set yang dipakai dan perhitungan differensial dan polarisasi. Kata minuit.f menunjukkan file untuk melakukan perhitungan yang nantinya menghasilkan file kfit.out. Kata kfit.x menunjukkan file yang dihasilkan dari kompile dan berfungsi untuk mengeksekusi program.

3. Selanjutnya kita memperoleh hasil yang berupa file eksekusi kfit.x. Setelah selesai mengkompile kemudian kita bisa memulai menjalankan program terse-but dengan mengetikkan kfit.x. Setelah kfit.x selesai menghitung maka kita bisa melihat hasilnya dalam file kfit.out seperti dalam Gambar 3.3.

Gambar 3.3: Tampilan file kfit.out

Dari hasil yang terdapat di file kfit.out kita bisa melihat hasil χ2 seperti pada Gambar 3.4.

Selain nilai χ2, hal penting yang terdapat dalam file kfit.out adalah

perhitun-gan terakhir FCN seperti pada Gambar 3.5.

Hasil FCN terakhir tersebut digunakan untuk membuat plot grafik di gnuplot. 3.3.3 Membuat Grafik di Gnuplot

Dalam membuat grafik maka yang dibutuhkan adalah file plot.dat yang berisi pa-rameter set FCN terakhir, file plot.f yang berisi program untuk memplot papa-rameter set, file yang berekstensi .gnu untuk mengatur grafik dan plot yang mau ditampilkan.

(45)

Gambar 3.4: Nilai χ2 di dalam file kfit.out

Gambar 3.5: FCN terakhir di dalam file kfit.out

1. Hal pertama yang harus dilakukan adalah membuka file kfit.out yang ingin dibuat grafiknya, cari FCN terakhir pada file tersebut lalu salin FCN tersebut pada file plot.dat.

Selanjutnya adalah mengkompile dengan mengetikkan gfortran plot.f pada terminal.

(46)

Gambar 3.6: Tampilan file plot.dat

Gambar 3.7: Tampilan file plot.f

Jika telah terkompile maka kita bisa menjalankan program dengan mengetikkan a.out yang secara otomatis menghasilkan file-file data dari model perhitun-gan dan tersimpan dalam folder rst. File-file tersebut digunakan untuk per-bandingan dengan data eksperimen. Kemudian untuk membuat grafik yang multiplot maka dilakukan cara yang sama seperti diatas dengan mengganti file plot.dat dengan FCN terakhir kfit.out yang mau diplot dan menjalankan program dengan mengetikkan a.out kemudian tinggal menyalin folder rst dan

(47)

mengganti namanya sesuai dengan data yang mewakili, contohnya folder rst diganti namanya mengganti folder all yang artinya folder tersebut mewak-ili data yang didapat dari model perhitungan dengan memasukkan seluruh resonans hyperon yang ada dan seterusnya folder noY1 artinya folder yang berisi data dari model perhitungan dengan menonaktifkan resonans hyperon Λ(1405)S01. Data-data dari yang dihasilkan dari model perhitungan tersebut

tinggal dimasukkan ke dalam file berekstensi .gnu tergantung berapa banyak plot yang kita pakai untuk perbandingan dalam satu grafik. Banyaknya folder dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8: Folder plot

2. Membuat plot grafik dengan menggunakan gnuplot Setelah mendapat file data dalam folder rst maka selanjutnya membuat file yang berekstensi .gnu, file tersebut untuk mengatur tampilan grafik. Contoh dari file tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.9.

Hasil yang didapat berupa file dkpl e501.eps.

Selanjutnya di-debug dengan membuka file tersebut pada perangkat lunak emacs kemudian mengetik alt+x -delete -gnuplot bugs kemudian enter Gam-bar 3.10.

Hasil debug lalu disimpan (Gambar 3.11).

Setelah disimpan maka grafik sudah dihasilkan dengan ekstensi .eps dan bisa dibuka dengan menggunakan perangkat lunak GIMP pada OS Ubuntu.

(48)

Gambar 3.9: Tampilan file dkpl e501.gnu

Gambar 3.10: Cara mendebug file dengan ekstensi .eps 3.4 Observasi pada Proses γ + p −→ k++ Λ

3.4.1 Kontribusi Resonans Hyperon

Untuk menyelidiki peran dari resonans hyperon, maka kami mencari nilai χ2 den-gan 8 variasi. Variasi pertama nilai χ2 dengan mengaktifkan semua resonans hyper-on. Variasi kedua, nilai χ2 dengan menonaktifkan Λ(1405)S01. Variasi ketiga, nilai

(49)

menon-Gambar 3.11: Hasil debug lalu disimpan dan selanjutnya bisa dilihat dengan menggunakan perangkat lunak ghostview

aktifkan Λ(1670)S01. Variasi kelima, nilai χ2 dengan menonaktifkan Λ(1800)S01.

Variasi keenam, nilai χ2 dengan menonaktifkan Λ(1810)P01. Variasi ketujuh, nilai

χ2 dengan menonaktifkan Λ(1660)P11. Variasi kedelapan, nilai χ2 dengan

menon-aktifkan Λ(1750)P11. Setelah mendapatkan kedelapan variasi resonans, maka kita

bisa menghitung ∆χ2 yang didefinisikan sebagai :

∆χ2= χ 2 All− χ2All−Λ∗ χ2 All × 100% (3.3)

Pada Tabel 3.1 diperlihatkan nilai χ2/N dari beberapa variasi penonaktifan salah satu hyperon.

3.4.2 Kontribusi Meson Spin 1

Untuk menghitung kontribusi dari meson dengan spin 1 , dihitung nilai χ2 dengan menonaktifkan salah satu meson. Sehingga didapat nilai χ2 sebanyak dua variasi kombinasi yakni χ2 tanpa K∗ dan χ2 tanpa K1. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat

(50)

Tabel 3.1: Perbandingan χ2; Data yang digunakan berasal dari ref [11, 10];

basic set : K∗, K1, N (1650)S11, N (1700)D13, N (1710)P11, N (1720)P13,

N (1900)P13, N (1895)D13, N (2100)P11

Parameter set χ2/N

Basic Set + Resonans Hyperon 2.66

Basic Set + Resonans Hyperon kecuali Λ(1405)S01 2.69

Basic Set + Resonans Hyperon kecuali Λ(1600)P01 2.76

Basic Set + Resonans Hyperon kecuali Λ(1670)S01 2.70

Basic Set + Resonans Hyperon kecuali Λ(1800)S01 2.77

Basic Set + Resonans Hyperon kecuali Λ(1810)P01 2.68

Basic Set + Resonans Hyperon kecuali Λ(1660)P11 2.67

Basic Set + Resonans Hyperon kecuali Λ(1750)S11 2.75

Tabel 3.2: Perbandingan χ2; Data yang digunakan berasal dari ref [11,

10]; Resonans nukleon :N (1650)S11, N (1700)D13, N (1710)P11, N (1720)P13,

N (1900)P13, N (1895)D13, N (2100)P11 ; Resonans Hyperon : Λ(1405)S01,

Λ(1600)P01, Λ(1670)S01, Λ(1800)S01, Λ(1810)P01, Λ(1660)P11, Λ(1750)S11

Parameter set χ2/N

Suku Born + Resonans Nukleon + Resonans Hyperon + K1 + K∗ 2.663

Suku Born + Resonans Nukleon + Resonans Hyperon + K1 3.278

(51)

BAB 4 ANALISIS HASIL

Peran dari resonans hyperon pada kanal-u dalam model p(γ, K+)Λ dengan menggu-nakan Lagrangian efektif yang terdapat dalam Ref [7] menyatakan bahwa resonans hyperon dapat menekan kekuatan suku Born. Belum jelasnya resonans yang merep-resentasikan dan memberikan kontribusi besar pada mekanisme reaksi p(γ, K+)Λ membuat penelitian mencari kandidat variasi kombinasi resonans yang berperan dalam reaksi p(γ, K+)Λ menjadi sangat menarik. Ada lebih dari dua puluh kan-didat variasi kombinasi resonans untuk menjelaskan reaksi p(γ, K+)Λ. Contoh be-berapa kombinasi dari resonans untuk menjelaskan reaksi p(γ, K+)Λ dapat dilihat pada Ref [31, 32]. Dalam beberapa kasus variasi resonans dapat membuat nilai χ2 menurun. Adanya perbedaan variasi resonans menunjukkan bahwa proses dari

mekanisme p(γ, K+)Λ yang sudah diteliti lebih dari tiga puluh tahun sangatlah kompleks, tetapi tetap belum ditemukan mekanisme reaksi yang tepat untuk men-jelaskan proses p(γ, K+)Λ. Partikel intermediate yang akan direproduksi dari paper [7] didapat dari analisis kanal pasangan pada Ref [8, 23]. Beberapa resonans penting partikel intermediate yang terdapat pada referensi tersebut adalah : dua resonans nukleon spin 1/2 (N (1650)S11dan N (1710)P11) dan satu spin resonans nukleon spin

3/2 (N (1720)P13). Selain partikel intermediate tersebut, kita ketahui ada partikel

intermediate yang berperan dalam kanal-t, yaitu resonans vektor meson (K∗(892) dan resonans vektor meson K1(1270)). Hal ini secara eksplisit mengisyaratkan

bah-wa dalam model perhitungan yang dipakai harus ditambahkan kedua resonans terse-but. Kelima resonans diatas menjadi dasar dalam perhitungan Ref [7]. Data yang digunakan dalam model perhitungan Ref [7] adalah data yang didapat dari SAPHIR [9]. Selain lima partikel intermediate tersebut, dipakai juga missing resonances yang diajukan oleh Ref [8] yakni resonans nukleon spin 3/2 N (1895)D13 yang terdapat

di kanal-s dan sudah diprediksi sebelumnya oleh model quark konstituent Capstick dan Roberts [33]. Pada perhitungan Ref [7] didapat nilai χ2 ∼ 2.64 ketika menam-bahkan ”missing resonances”. Nilai tersebut memiliki kecocokan yang baik antara model perhitungan dengan data eksperimen yang ada. Selain partikel intermediate untuk mereproduksi kembali hasil yang didapat Ref [7] kita memisahkan amplitudo menjadi dua, yakni bagian non resonans yang disebut suku Born dan bagian res-onans. Pada suku Born terdapat parameter bebas dalam bentuk kopling konstan gK+Λpdan gK+Σ0p. Kopling konstan ini memiliki relasi dengan kopling konstant

(52)

ini mengakibatkan jangkauan nilai untuk kedua konstanta kopling tersebut. Dengan asumsi kerusakan simetri sebesar 20% maka jangkauan nilai kedua kopling tersebut adalah : −4.5 ≤ gK+Λp/ √ 4π ≤ −3.0, (4.1) 0.9 ≤ gK+Σ0p/ √ 4π ≤ 1.3. (4.2)

Dalam Ref [7] untuk mendapatkan nilai kecocokan yang lebih baik dengan data eksperimen, perlu ditambahkan dua resonans hyperon spin 1/2 yakni Λ(1800)S01

dan Λ(1810)P01. Ternyata penambahan resonans hyperon tersebut dapat

menurunk-an nilai χ2 dari 7.38 menjadi 2.65 dengan catatan parameter massa cut-off sebesar (Λ) ≥ 1.6 GeV. Nilai χ2 tersebut mendekati hasil perhitungan χ2yang dilakukan pa-da parameter massa cut-off ∼ 0.4 GeV. Perbepa-daannya apa-dalah papa-da parameter massa cut-off sebesar (Λ) ≥ 0.4 GeV, partikel intermediate (bentuk resonans) yang dipakai adalah basis set (K∗, K1, N (1650)S11, N (1710)P11, N (1720)P13) ditambah dengan

”missing resonances” D13 atau N (1895)D13 sedangkan pada parameter massa

cut-off sebesar (Λ) ≥ 1.6 GeV partikel intermediate yang dipakai selain basis set (K∗, K1, N (1650)S11, N (1710)P11, N (1720)P13) dan missing resonances N (1895)D13

ju-ga ditambah dua resonans hyperon (Λ(1800)S01dan Λ(1810)P01). Hasil yang sangat

dekat ini membuat klaim Ref [7] bahwa resonans hyperon memiliki kontribusi besar dalam meredam kekuatan suku Born terbukti.

Dengan menggunakan partikel intermediate dan parameter set yang sama den-gan Ref [7], penulis mencoba mereproduksi ulang hasil model perhitunden-gan hasil yang didapat Ref [7]. Hasil yang didapat penulis untuk parameter massa cut-off sebesar (Λ) ≥ 1.6 GeV didapat nilai χ2 sebesar 2.68. Setelah berhasil mereproduksi hasil dari Ref [7], penulis mencoba membuat penelitian dengan hasil eksperimen yang baru dari CLAS [11, 10]. Penulis mencoba meneliti peran dari resonans hyperon dengan cara memakai parameter set [7, 8, 23] yang sama namun data yang berbeda [11] dan dengan parameter yang berbeda dan data yang berbeda [11, 10]. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki peran resonans hyperon dan mencari kandidat resonans hyperon yang memiliki kontribusi besar dalam meredam keku-atan suku Born.

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat perbedaan χ2 yang besar antara hasil yang didapat dengan menggunakan data lama [9] dengan hasil yang didapat dengan menggunakan data baru [11]. Perbedaan yang besar ini dicurigai karena perbedaan banyaknya jumlah data yang terdapat pada masing masing referensi. Pada Ref [9] data yang digunakan adalah 126 data, sedangkan pada Ref [11], jumlah yang dimasukkan kedalam perhitungan adalah 3166 data. Perbedaan ini menyebabkan nilai χ2 yang

(53)

Tabel 4.1: Perbandingan χ2/N ; Ref[7] merupakan χ2/N yang diperoleh

Janssen; reproduksi merupakan χ2/N yang didapat penulis dalam

mereproduk-si ulang perhitungan Ref [7]; data baru merupakan perhitungan dengan model yang sama dengan [7] namun menggunakan data [11] dan tidak memakai data lama [9] ; basic set terdiri dari K∗, K1, N (1650)S11, N (1710)P11, N (1720)P13

Partikel intermediate Ref[7] reproduksi data baru

Basic Set 10.32 8.11 14.05

Basic Set + N (1895)D13 7.38 4.11 6.12

Basic Set + Λ(1800)S01, Λ(1810)P01 3.43 4.77 9.18

Basic Set + N (1895)D13, Λ(1800)S01, Λ(1810)P01 2.65 2.68 4.07

dihasilkan sangat berbeda. Namun diluar hal itu dari Tabel 4.1 dapat dilihat trend penurunan χ2 yang sama berdasarkan partikel intermediate yang dipakai. Jadi, da-pat dilihat bahwa resonans hyperon berperan dalam menekan kekuatan suku Born. Untuk dapat melihat seberapa besar peran masing masing resonans hyperon dalam menurunkan nilai χ2 perlu dicari nilai ∆χ2.

Penelitian lainnya untuk mencari kandidat resonans hyperon yang tepat adalah dengan menggunakan parameter yang sama, namun ditambahkan juga jumlah reso-nans hyperon yang lebih banyak seperti Λ(1405)S01, Λ(1600)P01, Λ(1670)S01 selain

Λ(1800)S01dan Λ(1810)P01. Tujuannya adalah mencari kandidat resonans hyperon

lain yang mungkin memiliki kontribusi besar dalam menekan kekuatan dari suku Born. Grafik nilai ∆χ2 dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar

Gambar 1.1: Gambar detektor ELSA didapat dari Ref [5].
Gambar 1.2: Gambar denah Jefferson Lab di Amerika Serikat diambil dari Ref [5].
Gambar 1.4: Gambar penampang detektor LEPS diambil dari Ref [5].
Diagram Feynman mengizinkan kita untuk menjaga alur proses yang berbeda dalam sebuah reaksi
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Putih telur digunakan secara luas dalam industri pangan seperti industri kue, roti dan pengolahan daging karena sifat putih telur yang sangat baik dalam meningkatkan daya

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : “PENGARUH

Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “ Peningkatan Hasil Belajar Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui

Secara analisis terdapat perbedaan suhu tubuh pada anak demam usia sekolah sebelum dan sesudah kompres daun lidah buaya di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang, namun dari

Sangat dianjurkan memiliki laptop yang sudah ada fasilitas wifi dan jika calon mahasiswa membeli laptop lewat STIKOM Bali, maka diberikan beberapa kemudahan antara lain

Dari hasil penelitian menggunakan metode analisis regresi berganda, diketahui bahwa ada hubungan positif antara pola asuh demokratis dan kecerdasan emosi dengan komunikasi

Perlakuan ampas buah merah dalam ransum ayam pedaging selama 7 hari pemberian mampu meningkatkan pembentukan butir darah putih, heterofil dan limfosit, sedangkan pemberian

Profil Klt Fraksi Etil Asetat Metabolit Sekunder Isolat Jamur Aspergillus flavus Dengan Penambahan Tanah Sarang Ratu Termite Macrotermes gilvus HAGEN., Pada Media