• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. NOVARTIS INDONESIA

JL. PROF. DR. SATRIO KAV. 18 KUNINGAN CITY

SETIABUDI JAKARTA SELATAN 12940

PERIODE 4 FEBRUARI - 28 MARET 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

ASVINASTUTI RIKASIH, S. Farm. 1306343416

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK JUNI 2014

(2)

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. NOVARTIS INDONESIA

JL. PROF. DR. SATRIO KAV. 18 KUNINGAN CITY

SETIABUDI JAKARTA SELATAN 12940

PERIODE 4 FEBRUARI - 28 MARET 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

ASVINASTUTI RIKASIH, S. Farm. 1306343416

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK JUNI 2014

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Novartis Indonesia. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia untuk mencapai gelar profesi Apoteker. Selain itu juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memahami peran dan tugas Apoteker di Industri Farmasi, khususnya di PT. Novartis Indonesia bagian Drug Regulatory Affair

(DRA). Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Novartis Indonesia berlangsung pada periode 4 Februari – 28 Maret 2014.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan Laporan PKPA ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih atas bantuan dan bimbingan kepada:

1. Halimah Lailasari, S.Farm., Apt selaku pembimbing di PT. Novartis Indonesia yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama melaksanakan PKPA.

2. Dr. Hasan Rachmat, DEA., Apt., selaku pembimbing di Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI.

3. Bapak Firnando Sianturi, selaku Head of DRA PT. Novartis Indonesia

4. Ibu Hasriani Yusuf, selaku Chief Scientific Officer PT. Novartis Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan PKPA di PT. Novartis Indonesia.

5. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI

6. Bapak Dr. Hayun, M. Si., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

7. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Pembimbing akademis Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

8. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

(7)

vii

9. Seluruh staf di PT. Novartis Indonesia, khususnya Para Staf dan Manajer bagian Drug Regulatori Affair PT. Novartis Indonesia.

10. Seluruh keluarga atas kasih sayang, perhatian, kesabaran, dorongan semangat, doa, dan dukungan baik moral maupun finansial yang selama ini diberikan kepada penulis.

11. Teman-teman angkatan LXXVIII Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan ini.

Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran yang membangun demi tercapainya hasil yang lebih baik lagi dari pembaca. Penulis berharap bahwa laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dengan memberikan pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh dari Praktek Kerja Profesi Apoteker.

Penulis

(8)

viii

ABSTRAK

Nama : Asvinastuti Rikasih Program Studi : Apoteker

Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Novartis Indonesia Jl. Prof. Dr. Satrio Kav. 18 Kuningan City Setiabudi Jakarta Selatan 12940 Periode 4 Februari - 28 Maret 2014

Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Novartis Indonesia bertujuan agar memahami tugas Apoteker, khususnya di bagian Drug Regulatory Affairs dalam proses meregistrasikan obat baru, registrasi variasi pada produk yang telah memiliki Nomor Izin Edar, dan meregistrasikan ulang produk yang telah habis masa izin edarnya. Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi suatu produk untuk mendapatkan izin edar. Tugas khusus yang diberikan adalah penyusunan dan proses pengajuan dokumen registrasi variasi terkait penandaan produk B PT. Novartis Indonesia ke Badan POM. Tahapan yang dilakukan yaitu adanya informasi perubahan dari Novartis global ke DRA Novartis Indonesia, pengambilan dokumen dari sistem informasi terkait, penyusun dossier dan pengecekan kelengkapan dokumen, dan proses submit atau pengajuan dokumen di BPOM. Dokumen yang diserahkan ke BPOM untuk registrasi variasi mengikuti ketentuan ACTD dan penyusunan serta pengajuannya berdasarkan pada keputusan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.

Kata kunci : izin edar, Novartis Indonesia, penandaan, produk B, registrasi Tugas umum : xii + 11 halaman; 7 lampiran

Daftar acuan : 3 (2010-2014)

Tugas khusus : vi + 31 halaman; 2 gambar; 1 tabel; 7 lampiran Daftar acuan : 8 (2008-2014)

(9)

ix

ABSTRACT

Name : Asvinastuti Rikasih Program Study : Apothecary

Title :Report of Apothecary Profession Internship at PT. Novartis Indonesia Jl. Prof. Dr. Satrio Kav. 18 Kuningan City Setiabudi Jakarta Selatan 12940 on February 4th - March 28th 2014

Pharmacists Professional Practice at PT. Novartis Indonesia aims to understand the Pharmacists duties in drug industry, particularly in the Drug Regulatory Affairs in the process of registering new drugs, registration of variations on a product that has had a Marketing Authorization Number, and re-register the product with an expired license orbit. Registration is the procedure to registry and evaluate product to obtain marketing authorization. Specific assignment has given titled the preparation and submission process of variation registration documents related labeling of Product B PT. Novartis Indonesia to the BPOM. Steps taken by received information changes from the Novartis global to DRA Novartis Indonesia, document retrieval from related information systems, compilers dossier and checking the documents, and the submission process of documents in the BPOM. Documents submitted to the BPOM for registration variations follow the provisions of ACTD and the preparation and submission is based on keputusan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.

Keywords : labeling, marketing authorization, Novartis Indonesia, product B, registration

General Assignment : xii + 11 pages; 7 appendices Bibliography : 3 (2010-2014)

Specific Assignment : vi + 31 pages; 2 pictures; 1 tables; 7 appendices Bibliography : 8 (2008-2014)

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 3

BAB 2. TINJAUAN UMUM ... 4

2.1. PT. Novartis Indonesia ... 4

2.1.1. Sejarah dan Perkembangan ... 4

2.1.2. Visi dan Misi ... 5

2.1.3. Kewargaan Perusahaan ... 5

2.2. Struktur Organisasi PT. Novartis Indonesia ... 7

2.2.1. Struktur Organisasi Head Office PT. Novartis Indonesia ... 8

2.2.2. Struktur Organisasi Medical and Regulatory Department ... 8

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS ... 13

3.1. Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat ... 13

3.2. ASEAN Common Technical Dossier/ ASEAN Common Technical Requirements ... 21

BAB 4. PEMBAHASAN ... 24

4.1. Registrasi Obat ... 24

4.2. Registrasi Obat Baru ... 25

4.3. Registrasi Obat Copy ... 27

4.4. Registrasi Variasi ... 28

4.5. Registrasi Ulang ... 28

4.6. Regulator ... 29

4.6.1. Fungsi Regulator ... 29

4.6.2. Karakterisasi Regulator ... 29

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

5.1. Kesimpulan ... 30

5.2. Saran ... 30

DAFTAR ACUAN ... 31

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur organisasi Medical and Regulatory Departement PT.

Novartis Indonesia ... 33

Lampiran 2 Formulir registrasi ... 34

Lampiran 3 Isi dokumen pra-registrasi dan registrasi ... 38

Lampiran 4 Alur proses pra-registrasi ... 43

Lampiran 5 Alur proses registrasi ... 44

Lampiran 6 Dokumen registrasi baru ... 45

Lampiran 7 Dokumen registrasi variasi ... 52

(12)

Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu komponen kesehatan yang sangat penting adalah tersedianya obat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan masyarakat. Obat memiliki berbagai fungsi, yaitu untuk diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, atau peningkat kesehatan. Obat yang digunakan harus memenuhi standard mutu yang dipersyaratkan, yaitu harus memenuhi persyaratan keamanan pemakaian (safety), persyaratan mutu kegunaan (efficacy), dan persyaratan kualitas produk (quality).

Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1700/MenKes/Per/XII/2010. Tingginya kebutuhan akan obat dalam dunia kesehatan dan vitalnya aktivitas obat mempengaruhi fungsi fisiologi tubuh manusia melahirkan sebuah tuntutan terhadap industri farmasi agar mampu memproduksi obat yang berkualitas (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010). Salah satu upaya yang dilakukan industri farmasi dalam rangka meningkatkan kualitas obat yang diproduksinya yaitu dengan menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) yang sifatnya dinamis, sesuai dengan perkembangan zaman. Melalui pedoman CPOB, semua aspek yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu obat diperhatikan dan ditentukan sedemikian rupa dengan tujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Meningkatnya pertumbuhan jumlah dan jenis produk yang beredar baik lokal maupun impor, menyebabkan penggunaan produk obat di masyarakat juga meningkat, tetapi keadaan ini tidak selalu diikuti oleh pengetahuan yang memadai untuk memilih dan menggunakan produk secara tepat dan aman. Dikhawatirkan persaingan bisnis hanya akan mengedepankan profit tanpa memperhatikan faktor manfaat dan keamanannya, sehingga dapat beresiko pada kesehatan dan keselamatan masyarakat sebagai konsumen. Oleh karena itu, selain kewajiban dalam penerapan CPOB bagi setiap industri farmasi, pemerintah juga membentuk

(13)

Universitas Indonesia suatu badan yang disebut Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) yang memiliki jaringan nasional dan koordinasi internasional serta kewenangan penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi. Sebagai institusi pemerintah yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam pengawasan produk obat dan makanan dengan membuat ketentuan tentang pendaftaran produk, baik obat sintesis, produk biologi, obat tradisional, obat herbal, dan fitofarmaka, pangan maupun suplemen makanan dari produsen baik dalam maupun luar negeri, BPOM mengendalikan peredaran dan juga pengawasan dengan cara mengadakan proses registrasi yang harus dilalui setiap industri farmasi dalam proses pemasaran produknya.

Dalam pelaksanaan pendaftaran atau registrasi obat, terdapat suatu prosedur dimana diperlukan bagian yang mengerti dan memahami secara jelas mengenai tata laksana prosedur registrasi tersebut, terkait persyaratan dan peraturan-peraturan pemerintah terkait. Oleh karena itu, masing-masing industri memiliki bagian yang disebut dengan Regulatory Affairs yang merupakan penghubung antara pihak industri dengan pihak pemerintah, dalam hal ini BPOM. Regulator yang bekerja di bagian Regulatory Affairs harus dapat menjamin bahwa produk yang akan diregistrasikan memiliki dokumen yang menyatakan bahwa produk telah memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan efikasi. Apoteker dalam peranannya sebagai salah satu tenaga kesehatan profesional, memiliki tanggung jawab tersebut dan merupakan satu-satunya profesi yang dapat melaksanakan tugas tersebut.

Sebagai profesi yang memiliki pengetahuan tentang obat, apoteker dituntut untuk dapat meregistrasikan suatu produk obat. Pembekalan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman calon apoteker yang komprehensif antara teori dan praktek langsung sangat diperlukan. Pembekalan ini dapat memberikan gambaran kepada calon apoteker mengenai tanggung jawabnya di industri farmasi, khususnya di bagian Regulatory Affair sehingga dapat menjalankan perannya secara profesional saat bekerja di industri farmasi nantinya. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan salah satu sarana bagi calon apoteker untuk mendapatkan pengalaman dan informasi yang lebih dalam mengenai tugas dan fungsi apoteker di industri farmasi tersebut. Oleh karena itu, Program Profesi

(14)

Universitas Indonesia Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Industri Farmasi PT. Novartis Indonesia dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Pelaksanaan PKPA ini berlangsung selama dua bulan, yaitu dari tanggal 4 Februari 2014 hingga 28 Maret 2014 di bagian Drug Regulatory Affair (DRA) PT. Novartis Indonesia.

1.1 Tujuan

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Novartis Indonesia khususnya di Medical & Regulatory Department, bertujuan agar para calon Apoteker memahami tugas Apoteker di industri farmasi, khususnya di bagian

Drug Regulatory Affairs di PT. Novartis Indonesia, Jakarta dalam proses meregistrasikan obat baru, registrasi variasi pada produk yang telah memiliki Nomor Izin Edar, dan meregistrasikan ulang produk yang telah habis masa izin edarnya.

(15)

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN UMUM

2. 1 PT. Novartis Indonesia

2. 2. 1 Sejarah dan Perkembangan

Sejarah Novartis di Indonesia berawal dengan berdirinya PT. Ciba Indonesia pada 1968. Setelah melalui beberapa momentum, mengikuti penggabungan global dua perusahaan, yaitu Sandoz dan Ciba Geigy menjadi Novartis, pada tahun 1996 PT. Ciba Indonesia bergabung dengan PT. Sandoz Biochemie Pharma membentuk PT. Novartis Biochemie. Pada tahun 2006, Novartis Global mengakuisisi Hexal Group, diikuti juga oleh akusisi PT. Prima Hexal di Indonesia oleh Divisi Sandoz Novartis Indonesia dan kemudian mendirikan badan hukum baru yakni PT. Sandoz Indonesia. Pada tahun 2006, tepat memasuki sepuluh tahun setelah merger global, PT Novartis Biochemie berubah nama menjadi PT. Novartis Indonesia (Novartis Indonesia, 2014).

Dua anak perusahaan lainnya, yakni PT Ciba Vision dan PT. Sandoz Indonesia. PT Ciba Vision Batam sebagai pemasok utama lensa kontak di seluruh dunia dan memperkerjakan 3000 karyawan di Pulau Batam. Sedangkan PT. Sandoz Indonesia memproduksi obat-obat generik dan memiliki 600 pegawai yang beroperasi di Pasar Rebo, Jakarta Timur (Novartis Indonesia, 2014).

Pada saat ini, Novartis mempekerjakan sekitar 650 tenaga kerja di Indonesia pada bidang Farmasi dan Produk Kesehatan. Perusahaan juga memiliki laboratorium penelitian NITD Hasanuddin Research Institut (NHCRI) yang memusatkan penelitiannya pada pengembangan obat-obat penyakit tropis seperti penyakit Deman Berdarah (DBD), Tuberkulosis (TBC), dan Malaria di Makassar, Sulawesi. Novartis memproduksi obat-obatan seperti Voltaren (natrium diklofenak), Cataflam (kalium diklofenak), Clozaril (clozapin), Tegretol (karbamazepin), Valsartan Ni (valsartan), Diovan (valsartan), dan lain-lain. Agen tambahan termasuk Sandimmun Neoral (siklosporin), Femara (letrozol), Ritalin (metilfenidat), Lamisil (terbinafin), dan lain-lain (Novartis Indonesia, 2014).

(16)

Universitas Indonesia

2. 1. 2 Visi dan Misi Novartis Indonesia

Visi dari Novartis Indonesia adalah “Menjadi perusahaan yang paling dihormati oleh para pemangku kepentingan di industri farmasi”. Hal ini diwujudkan dalam misi-misi yang akan dilakukan oleh Novartis Indonesia, antara lain:

a. Menjadi perusahaan farmasi nomor 1 dengan pertumbuhan positif pada tahun 2016.

b. Memaksimalkan portfolio obat-obatan 'primary care' dan meningkatkan pertumbuhan obat-obatan 'speciality' yang inovatif

c. Mempekerjakan dan mengembangkan talenta muda berpotensi, serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan kondusif bagi karyawan untuk mengembangkan diri

d. Meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia melalui ketersediaan dan keterjangkauan obat-obatan inovatif

e. Bermitra dengan para pemangku kepentingan melalui berbagai kerjasama dan kolaborasi untuk menangani masalah-masalah kesehatan

2. 1. 3 Kewargaan Novartis Indonesia

2. 1. 3. 1 Akses ke Obat-obatan

Novartis Indonesia juga menunjukkan komitmennya dengan mendukung komunitas lokal. Sejak 2003, Novartis Indonesia telah membantu para penderita Chronic Myeloid Leukemia (CML) untuk mendapatkan perawatan secara gratis bekerjasama dengan Yayasan Kanker Indonesia. Novartis Indonesia juga secara aktif berpartisipasi dalam penanganan bencana, antara lain membantu penyediaan perpustakaan keliling untuk Komisi Nasional Perlindungan Anak pasca tsunami 2005, dan bantuan spontan para karyawan secara sukarela pada bencana gempa Jogja tahun 2006 (Novartis Indonesia, 2014).

Dengan visi untuk meningkatkan akses bagi para pasien untuk memperoleh obat-obatan, Novartis Indonesia secara berkesinambungan telah menjalin kemitraan dengan pemerintah melalui program ASKES dimana banyak obat-obatan terbaik Novartis termasuk dalam program asuransi pemerintah tersebut (Novartis Indonesia, 2014).

(17)

Universitas Indonesia 2. 1. 3. 2 Program

Dalam rangka memperbesar organisasinya di Indonesia untuk dapat meningkatkan kontribusinya bagi masyarakat Indonesia, Novartis Indonesia meluncurkan sebuah program transformasi organisasi yaitu “SEHATi Bersama, Sehatkan Indonesia!”. Program yang dicanangkan pada tanggal 1 November 2011 ini diaktualiasikan dalam 3 sub program, yakni (Novartis Indonesia, 2014):

a. “Sehati Berbakti” merupakan komitmen Novartis yang diwujudkan melalui dedikasi perusahaan dalam menciptakan dan memberikan inovasi obat-obatan baru untuk menyembuhkan, menyelamatkan dan meningkatkan kualitas pasien di Indonesia. Kehadiran Novartis selama lebih dari 30 tahun di Indonesia telah membuktikan dedikasinya dan hal ini akan terus dipertahaankan.

b. “Sehati Bersinergi” merupakan bentuk semangat bersinergi dengan semua elemen dari para pengampu kepentingan dalam melakukan beberapa kegiatan, yaitu penelitian klinis yang akan dilakukan di Indonesia untuk menemukan obat baru. Dimana kegiatan ini akan membuka kesempatan alih pengetahuan bagi para peneliti dan pakar riset di Indonesia, serta kemitraan dengan pemerintah maupun pihak terkait untuk meningkatkan akses terhadap pengobatan inovatif baik yang sudah ada maupun yang baru

c. “Sehati Berkinerja” merupakan perwujudan kinerja perusahaan yang lebih baik dan mengarah pada pengembangan bisnis dan organisasi di Indonesia. Dengan demikian Novartis mampu menyediakan lebih banyak kesempatan kerja bagi putra putri Indonesia serta melakukan pengembangan sumber daya manusia di bidang farmasi dan bioteknologi.

2. 1. 3. 3 Novartis Community Oartnership Day (NCPD)

NCPD merupakan inisiatif tahunan yang dilakukan oleh Novartis. Inisiatif ini dilakukan secara global di setiap negara yang dimana Novartis beroperasi. Lebih dari 16.500 karyawan Novartis berpartisipasi dalam NCPD seluruh dunia. Di Indonesia lebih dari 350 karyawan Novartis dan Sandoz berpartisipasi dalam NCPD tahun 2013 ini. Melalui implementasi program NCPD tahun ini, kita memberikan kesempatan kepada karyawan Novartis untuk

(18)

Universitas Indonesia mengkontribusikan waktu mereka untuk diberikan ke lingkungan dan juga orang-orang yang tinggal di sekitar tempat mereka bekerja (Novartis Indonesia, 2014).

NCPD juga merupakan komponen yang paling penting dalam budaya perusahaan sebagai realisasi dari komitmen Novartis untuk berkontribusi dan memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat sekitar (Novartis Indonesia, 2014).

2. 1. 3. 4 Sumbangan Korban Bencana Alam

PT. Novartis Indonesia berkontribusi terhadap perawatan paliatif, hal ini ditunjukkan dengan memberikan bantuan berupa 3 Ipad kepada Yayasan Rumah Rachel untuk mendukung kegiatan operasional mereka sehari-hari. Perawatan paliatif merupakan komponen penting dalam perawatan kesehatan, khususnya untuk pasien yang mengidap penyakit yang mengancam jiwa. Bantuan berupa perangkat multimedia ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi pasien, keluarga pasien, relawan, masyarakat, serta praktisi kesehatan publik untuk mengakses informasi kesehatan, dalam membantu perawatan pada pasien. Selain itu, bantuan ipad ini diharapkan dapat berfungsi sebagai alat bagi pasien untuk penyimpanan catatan, informasi kesehatan seperti obat-obatan, teknologi terbaru, akademis dan publikasi (Novartis Indonesia, 2014).

Dengan pemberian donasi ini, Novartis berharap Yayasan Rumah Rachel lebih meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perawatan paliatif terhadap pasien, dan terus menyediakan perawatan ini untuk membantu meningkatkan kualitas hidup pasien di indonesia (Novartis Indonesia, 2014).

2. 2 Struktur Organisasi PT. Novartis Indonesia

PT. Novartis Indonesia berlokasi di dua tempat, yaitu Kantor Pusat dan Pemasaran Jakarta yang beralamat di AXA Tower lantai 25-26 Jl. Prof. Dr. Satrio Kav. 18 Kuningan City, Setiabudi Jakarta Selatan 12940. Sedangkan pabrik PT. Novartis Indonesia beralamat di Jl. TB. Simatupang Kp. Gedong, Pasar Rebo Jakarta Timur 13760. Kantor pusat atau Head Office berfokus pada pemasaran produk serta administrasi produk dan perusahaan, sedangkan pabrik berfokus pada proses pembuatan produk mulai dari bahan mentah hingga terbentuk produk jadi

(19)

Universitas Indonesia

yang telah dikemas. Oleh karena itu, antara head office dan pabrik memiliki struktur organisasi yang berbeda.

2. 2. 1 Struktur Organisasi Head Office PT. Novartis Indonesia

Gambar 2.1. Struktrur Organisasi Head Office PT. Novartis Indonesia

2. 2. 2 Struktur Organisasi Medical and Regulatory Department

Medical dan regulatory department merupakan departemen yang ada di

head office PT. Novartis Indonesia yang berkonsentrasi pada produk obat secara

scientific, termasuk proses regulasi produk. Struktur organisasi dari Medical dan regulatory department dapat dilihat pada Lampiran 1.

2. 2. 2. 1 DRA (Drug Regulatory Affair)

DRA merupakan salah satu divisi di bawah Medical and Regulatory department. Divisi ini memiliki fungsi sebagai penghubung antara pihak perusahaan dengan regulatori pemerintah, dalam hal ini adalah BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Tugas utama dari divisi ini adalah untuk melakukan pendaftaran terhadap obat yang akan dipasarkan di Indonesia dan pendaftaran terhadap perubahan mengenai obat-obat yang telah terdaftar dan dipasarkan di Indonesia.

CEO

chief of scientific officer

chief of finance

officer MSO & BDSL

Legal and compliance

Market access and Goverment affairs BU (Neuroscience and

ophtamology) BU (Primary care)

BU (Integrated Hospital care and

critical care)

BU (Pain and Bone)

(20)

Universitas Indonesia Secara garis besar tugas DRA di Novartis Indonesia dapat dibagi menjadi dua. Tugas yang pertama adalah registrasi obat baru. Registrasi obat baru dilakukan untuk obat-obatan yang belum mendapatkan nomor izin edar. Staf yang melakukan registrasi obat baru ini harus mengerti dan memahami mengenai obat yang akan didaftarkan, baik dari segi mutu maupun efektivitas dan keamanan obat tersebut. Tugas yang kedua adalah registrasi variasi. Staf yang melakukan registrasi variasi ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu staf registrasi variasi terkait penandaan (safety update) dan variasi terkait mutu (quality update). Staf yang melakukan registrasi variasi harus mampu menentukan apakah pada suatu perubahan produk yang diajukan oleh pihak internal perlu dilakukan registrasi atau tidak, jika perlu maka harus dapat ditentukan termasuk kedalam kategori registrasi apa perubahan yang diajukan tersebut.

Di luar tugas utama dalam melakukan registrasi, DRA juga merupakan bertugas sebagai jembatan antara BPOM dengan perusahaan. Misalnya, jika terdapat perubahan yang telah disetujui oleh BPOM, DRA harus segera menginformasikannya dengan pihak perusahaan. Begitu pula pada saat sebelum registrasi, DRA harus menyiapkan dokumen produk obat yang dibutuhkan sesuai dengan persyaratan BPOM.

2. 2. 2. 2 CRA (Clinical Research Association)

CRA merupakan divisi yang bertanggung jawab terhadap uji klinik yang dilakukan oleh PT. Novartis Indonesia. Tugas utama dari CRA yaitu memonitor dan memastikan bahwa uji klinik dilaksanakan dengan baik. Hal utama yang menjadi perhatian dari CRA dalam pelaksanaan uji klinik adalah keamanan pasien dan juga data yang diperoleh valid dan akurat. CRA terdiri dari beberapa bagian, yaitu ICRO (International Clinical Research Organization),

merupakan manajer atau kepala dari bagian CRA, staf interventional study dan staf observational study.

Staf interventional study memiliki tanggung jawab memonitor jalannya uji klinik, mulai dari dilakukannya feasibility study hingga uji klinik selesai dilakukan (site closed out). Staf observational study memiliki tugas utama melakukan studi klinik fase empat dengan mengawasi obat-obatan yang sudah

(21)

Universitas Indonesia disetujui oleh BPOM. Bagian ini akan mengawasi peredaran obat-obatan yang sudah ada di pasaran dan telah digunakan oleh masyarakat. Bentuk pengawasannya dapat berupa melakukan post-marketing surveillance atau melakukan suatu outcome study untuk meneliti bagaimana efek penggunaan obat yang ada di pasaran dengan cara melakukan mega trial. Mega trial umumnya dilakukan pada pemantauan obat-obat pada penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia, misalnya obat hipertensi atau diabetes. Mega trial menggunakan jumlah subjek yang sangat besar. Pada uji ini, diteliti apakah suatu obat yang telah beredar di pasaran mampu menurunkan angka morbiditas dan mortalitas dari penyakit. Misanya, obat A untuk penyakit diabetes apakah setelah dikonsumsi oleh pasein dalam jangka waktu tertentu mampu menurunkan angka kejadian gagal ginjal. Selain kedua hal tersebut, pengawasan juga dapat dilakukan dengan mengumpulkan data pemakaian obat dari dokter.

2. 2. 2. 3 MA (Medical Affair)

Medical affair (MA) merupakan divisi yang bertanggung jawab dalam membangun hubungan peer to peer dengan KOL (Key Opinion Leader), memfasilitasi interaksi antara dokter dan representatif dari perusahaan dan menyediakan pemahaman dari KOL mengenai obat dan penyakit di masyarakat. KOL merupakan dokter-dokter yang kompeten di bidangnya masing-masing yang pendapatnya menjadi rujukan bagi dokter lainnya. Dalam melaksanakan tugasnya ini, MA dari PT. Novartis Indonesia dibagi ke dalam 4 bagian berdarkan ruang lingkup produk obat yang ditangani, yaitu Established medicine, NSO (Neuroscience and Ophtalmology), Primary care dan IHC&CC (Integrated Hospital Care and Critical Care). Pada setiap bagian terdiri dari Medical Advisor

dan Medical Scientific Liaison (MSL).

Medical Advisor memiliki fungsi strategik dalam MA. Tugas dari

Medical Advisor yaitu:

a. Melakukan pendekatan ke KOL

Medical advisor memiliki peran dalam merencanakan input dari para KOL yang harus didapatkan oleh MSL ketika melakukan pendekatan. Selain itu, juga memastikan mengenai materi yang harus diterima oleh para KOL sesuai

(22)

Universitas Indonesia dengan yang diharapkan. Medical Advisor ini yang memonitor kerja dari MSL.

b. Pelatihan

Pelatihan yang diadakan dapat berupa training internal atau training eksternal. Training eksternal diadakan untuk para KOL.

c. PMS (Post-Marketting Surveilance) d. Menjawab medical inqueries

e. Review produk

Tugas utama dari Medical Scientific Liaison (MSL) adalah membangun hubungan dengan para KOL. MSL adalah staf yang langsung berhubungan dengan KOL untuk melakukan pendekatan dan mendapatkan opini dan insight

dari para KOL mengenai produk-produk yang akan maupun telah dipasarkan. Selain itu, para MSL juga ikut membantu CRA dalam melakukan proses pengawasan paska pemasaran terhadap suatu produk. Setiap MSL akan menangani satu produk. Produk-produk yang memiliki MSL ini adalah produk-produk yang sebelumnya telah dikaji bahwa obat ini membutuhkan pendapat

scientific dari para ahli.

2. 2. 2. 4 PV (Pharmacovigilans) & RMP (Risk Management Plan)

PV & RMP merupakan satu bagian di Medical and Regulatory Department. Bagian ini bertanggung jawab terhadap pemantauan pemakaian suatu produk obat. Pemantauan terhadap penggunaan obat dimulai dari uji pra-klinik hingga uji klinik fase 4 dilakukan. Pemantauan ini dilakukan untuk membantu pelaksaan RMP, yaitu perencanaan untuk meminimalkan resiko dalam penggunaan obat.

Pelaporan terhadap pemakaian suatu produk obat dapat berupa pelaporan terhadap timbulnya efek obat yang tidak diinginkan maupun keluhan lain dari produk yang berhubungan dengan keamanan produk. Terdapat beberapa sumber pelaporan, yaitu secara spontan, laporan dari hasil uji klinik, program

marketing, maupun berdasarkan kasus yang ditemukan dari literatur.

Terdapat empat kriteria suatu laporan dinilai lengkap, yaitu adanya pelapor, produk yang digunakan, keluhan yang dirasakan, dan dilakukannya

(23)

Universitas Indonesia pelaporan. Setiap laporan yang diterima, sebelumnya harus ada inform consent

terhadap hal yang dilaporkannya, dan harus dilakukan secara sukarela oleh pelapornya.. Dari laporan yang diterima, kemudian dibuat laporan tertulis kepada BPOM dengan rentang waktu maksimal 5 hari setelah laporan tersebut diterima oleh divisi ini.

2. 2. 2. 5 QA (Quality Assurance) Head Office

QA yang berada di Head office (HO) memiliki tugas yang berbeda dari QA yang berada di pabrik. Bagian Quality Assurance yang berada di HO memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap kualitas produk setelah dipasarkan.

Quality Assurance HO akan mengumpulkan dan menangani berbagai pelaporan mengenai produk yang telah dipasarkan dari segi mutu. Untuk pembagian tugas kerjanya, QA ini dibagi menjadi 2, yaitu QA development dan QA GMP. QA

development akan berhubungan dengan pihak-pihak clinical research association,

regulatory affairs, dan medical affairs. Sedangkan QA GMP mempunyai fungsi untuk melakukan monitoring ke pabrik.

(24)

Universitas Indonesia

BAB 3

TINJAUAN KHUSUS

3. 1 Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat 3. 1. 1 Registrasi

Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi suatu produk untuk mendapatkan izin edar. Izin edar adalah suatu bentuk persetujuan registrasi untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Registrasi bertujuan untuk melindungi masyarakat dari peredaran produk yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu. Registrasi terdiri atas registrasi baru, registrasi variasi, dan registrasi ulang. Registrasi baru adalah registrasi produk yang belum mendapatkan izin edar di Indonesia. Registrasi variasi adalah registrasi perubahan aspek apapun pada produk yang telah memiliki izin edar di Indonesia, termasuk tetapi tidak terbatas pada perubahan formulasi, metoda, proses pembuatan, spesifikasi untuk obat dan bahan baku, wadah, kemasan dan penandaan (Badan POM RI, 2011).

Registrasi Variasi Major (VaMa) adalah registrasi variasi yang berpengaruh bermakna terhadap aspek khasiat, keamanan, dan/atau mutu obat. Registrasi Variasi Minor yang Memerlukan Persetujuan (VaMi-B) adalah registrasi variasi yang tidak termasuk kategori registrasi variasi minor dengan notifikasi maupun variasi major. Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi (VaMi-A) adalah registrasi variasi yang berpengaruh minimal atau tidak berpengaruh sama sekali terhadap aspek khasiat, keamanan, dan/atau mutu obat, serta tidak merubah informasi pada sertifikat izin edar. Registrasi ulang adalah registrasi perpanjangan masa berlaku izin edar (Badan POM RI, 2011).

3. 1. 2 Pendaftar

Pendaftar adalah industri farmasi yang telah mendapat izin industri farmasi sesuai ketentuan perundang-undangan (Badan POM RI, 2011). Setiap pendaftar bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen yang diserahkan, kebenaran semua informasi yang tercantum dalam dokumen registrasi, kebenaran dan keabsahan dokumen yang dilampirkan untuk kelengkapan registrasi, dan perubahan data dan informasi dari produk yang sedang dalam proses registrasi

(25)

Universitas Indonesia atau sudah memiliki izin edar. Jenis pendaftar dibagi menjadi beberapa kategori sesuai produk yang didaftarkan, yaitu (Badan POM RI, 2011) :

a. Pendaftar Produk yang Diproduksi di Dalam Negeri

Produk dalam negeri, meliputi produk tanpa lisensi, produk lisensi, dan produk kontrak. Pendaftar produk tanpa lisensi adalah pendaftar yang memiliki izin industri farmasi dan memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang masih berlaku sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan yang diregistrasikan. Pendaftar produk lisensi adalah penerima lisensi yang memiliki ketentuan seperti pendaftar tanpa lisensi dan dokumen perjanjian lisensi. Pendaftar obat kontrak adalah pemberi kontrak yang memiliki izin industri farmasi, paling sedikit satu fasilitas produksi sediaan lain yang telah memenuhi persyaratan CPOB, dan dokumen perjanjian kontrak.

b. Pendaftar Produk impor

Pendaftar produk impor adalah industri farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri. Industri pemilik produk di luar negeri wajib memiliki izin industri farmasi dan memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang masih berlaku atau dokumen lain yang setara, dan data inspeksi terakhir atau perubahan terkait paling lama dua tahun yang dikeluarkan oleh otoritas pengawas obat setempat dan/atau otoritas pengawas obat negara lain. Pendaftar juga harus menyerahkan Dokumen Induk Farmasi atau SMF (SiteMaster File) terbaru jika industri farmasi di luar negeri belum mempunyai produk dengan jenis dan bentuk sediaan yang sama dengan yang disetujui beredar di Indonesia atau industri tersebut mempunyai produk yang beredar di Indonesia dengan jenis dan bentuk sediaan yang sama namun terjadi perubahan pada fasilitas produksi.

c. Pendaftar Produk Khusus Ekspor

Pendaftar produk khusus ekspor adalah industri farmasi terdiri dari pendaftar produk dalam negeri yang ditujukan khusus ekspor dan produk impor khusus ekspor. Produk khusus ekspor dilarang diedarkan di wilayah Indonesia. d. Pendaftar Produk yang Dilindungi Paten

Pendaftar produk yang dilindungi paten adalah pemilik hak paten atau yang ditunjuk oleh pemilik hak paten. Pendaftaran produk yang masih dilindungi paten

(26)

Universitas Indonesia dapat dilakukan oleh pendaftar yang bukan pemilik hak paten sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pendaftaran dapat diajukan mulai dua tahun sebelum berakhirnya perlindungan paten dengan melampirkan informasi tanggal berakhirnya perlindungan paten dan data ekivalensi untuk menjamin kesetaraan khasiat, keamanan, dan mutu.

3. 1. 3 Registrasi Obat

3. 1. 3. 1 Kategori Registrasi Obat

Registrasi obat terdiri atas registrasi baru, registrasi variasi, dan registrasi ulang. Registrasi baru diawali dengan proses pra-registrasi. Registrasi baru terdiri atas tiga kategori, yaitu (Badan POM RI, 2011):

a. Kategori 1 untuk registrasi obat baru dan produk biologi, temasuk produk biologi sejenis (PBS)/Similar Biotherapic Product (SBP), meliputi:

1. Registrasi obat baru dengan zat aktif baru atau produk biologi 2. Registrasi obat baru atau produk biologi dengan kombinasi baru

3. Registrasi obat baru atau produk biologi dengan bentuk sediaan baru atau kekuatan baru

4. Registrasi obat baru atau produk biologi dengan rute pemberian baru 5. Registrasi produk biologi sejenis (PBS)/Similar Biotherapic Product (SBP) b. Kategori 2 untuk registrasi obat copy, meliputi:

1. Registrasi obat copy yang memerlukan uji klinik 2. Registrasi obat copy yang tidak memerlukan uji klinik c. Kategori 3 : registrasi sediaan lain yang mengandung obat

Registrasi variasi dilakukan apabila terjadi perubahan terhadap obat yang telah mendapat NIE. Registrasi variasi terdiri atas tiga kategori, yaitu : a. Kategori 4 : registrasi variasi major (VaMa)

b. Kategori 5 : registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan (VaMi-B) c. Kategori 6 : registrasi variasi minor dengan notifikasi (VaMi-A)

Permohonan pengajuan registrasi ulang dilakukan paling cepat 120 hari sebelum berakhir masa berlaku izin edar. Permohonan ini diajukan dengan mengisi formulir registrasi (Lampiran 2) dan melampirkan dokumen registrasi ulang. Persetujuan atas permohonan registrasi ulang secara otomatis berlaku sejak

(27)

Universitas Indonesia berakhir masa izin edarnya, kecuali untuk registrasi ulang dengan informasi terbaru yang terkait aspek keamanan obat, khasiat obat, dan/atau kerasionalan formula obat. Registrasi ulang termasuk dalam kategori 7.

3. 1. 3. 2 Tata Laksana Registrasi Obat

Permohonan pra registrasi dan registrasi diajukan oleh pendaftar secara tertulis kepada Kepala BPOM dan dilampiri dengan dokumen pra registrasi atau dokumen registrasi. Isi dokumen proses pra registrasi atau registrasi dapat dilihat pada Lampiran 3. Proses registrasi dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap pra registrasi dan tahap registrasi (Badan POM RI, 2011).

a. Tahap Pra Registrasi

Permohonan pra registrasi dilakukan untuk penapisan registrasi obat, penentuan kategori registrasi, penentuan jalur evaluasi, penentuan biaya evaluasi, dan penentuan dokumen registrasi obat. Permohonan ini diajukan dengan mengisi formulir pra registrasi, menyerahkan bukti pembayaran biaya pra registrasi, dan melampirkan dokumen lengkap pra registrasi. Alur pelaksanaan pra-registrasi dapat dilihat pada Lampiran 4.

Pada tahap ini, paling lama dalam jangka waktu 40 hari sejak diterimanya permohonan pra registrasi Kepala BPOM memberikan surat hasil pra registrasi (HPR) kepada pendaftar yang berlaku satu tahun sejak tanggal dikeluarkan. Apabila sebelum jangka waktu yang dimaksud diperlukan penambahan data atas dokumen administratif dan/atau teknis, maka pendaftar akan diberikan surat permintaan tambahan data. Perhitungan jangka waktu pengeluaran HPR diberhentikan (clock off) sampai pendaftar menyampaikan tambahan data yang diterima dan penyerahan tambahan data tersebut harus disampaikan paling lama 20 hari setelah surat dikeluarkan.

Jalur evaluasi untuk tahap pra registrasi terdiri atas jalur 40 hari, meliputi registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan dan registrasi obat khusus ekspor, jalur 100 hari meliputi (Badan POM RI, 2011) :

1) Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang diindikasikan untuk terapi penyakit serius yang mengancam nyawa manusia (life saving), dan/atau mudah menular pada orang lain, dan/atau belum ada atau kurangnya pilihan terapi lain yang aman dan efektif.

(28)

Universitas Indonesia 2) Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang berdasarkan justifikasi

diindikasikan untuk penyakit serius dan langka (orphan drug).

3) Registrasi baru obat baru dan produk biologi ditujukan untuk program kesehatan masyarakat.

4) Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang telah melalui proses obat pengembangan baru yang dikembangkan oleh industri farmasi atau institusi riset di Indonesia dan seluruh tahapan uji kliniknya dilakukan di Indonesia.

5) Registrasi baru obat copy esensial generik yang dilengkapi dengan dokumen penunjang kebutuhan program atau data pendukung sebagai obat esensial.

6) Registrasi baru obat copy dengan standar informasi elektronik (Stinel). 7) Registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru untuk obat yang

ditujukan sebagaimana dimaksud pada huruf a-d.

8) Registrasi variasi major yang tidak termasuk pada huruf g. Jalur 150 hari meliputi (Badan POM RI, 2011) :

1) Registrasi baru obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui di negara yang telah menerapkan sistem evaluasi terharmonisasi dan di negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik.

2) Registrasi baru obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui paling sedikit di tiga negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik.

3) Registrasi baru obat copy tanpa Stinel. Jalur 300 hari, meliputi registrasi baru obat baru, produk biologi, produk biologi sejenis, atau registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru yang tidak termasuk dalam jalur evaluasi sebagaimana dimaksud pada jalur 100 dan 150 hari (Badan POM RI, 2011).

b. Tahap Registrasi

Pengajuan registrasi dilakukan dengan menyerahkan berkas registrasi dengan mengisi formulir registrasi dan disket disertai bukti pembayaran biaya evaluasi dan pendaftaran, serta Hasil Pra Registrasi. Berkas registrasi terdiri

(29)

Universitas Indonesia atas formulir registrasi dengan dokumen administratif dan dokumen penunjang. Dokumen tersebut disusun sesuai format ASEAN Common Technical Dossier (ACTD). Dokumen registrasi yang diserahkan harus dilengkapi dengan rancangan kemasan dan brosur. Rancangan kemasan, meliputi etiket, dus/bungkus luar, strip/blister, catch over, ampul atau vial, dan kemasan lain sesuai ketentuan tentang pembungkusan luar dan penandaan yang berlaku, yang merupakan rancangan kemasan obat yang akan diedarkan, dan dilengkapi dengan rancangan warna (Badan POM RI, 2011). Alur Proses registrasi dapat dilihat pada Lampiran 5.

3. 1. 3. 3 Evaluasi dan Pemberian Keputusan

Evaluasi dilakukan terhadap dokumen registrasi yang telah dinyatakan lengkap. Evaluasi dilaksanakan sesuai jalur evaluasi 40 hari kerja, 100 hari kerja, 150 hari kerja, atau 300 hari kerja yang dihitung sejak penyerahan dokumen registrasi obat. Untuk melakukan evaluasi, dibentuk Komite Nasional (KOMNAS) Penilai Obat, Panitia Penilai Khasiat Keamanan, Panitia Penilai Mutu, dan Panitia Penilai Informasi Produk dan Penandaan. Evaluasi data khasiat dan keamanan dilakukan berdasarkan pembuktian ilmiah dan pedoman penilaian khasiat dan keamanan oleh Penilai Khasiat Keamanan. Hasil evaluasi khasiat dan keamanan disampaikan kepada pendaftar paling lambat 30 hari. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, KOMNAS Penilai Obat dapat memberikan rekomendasi kepada Kepala BPOM. Apabila diperlukan klarifikasi dan/atau penjelasan teknis secara rinci dari dokumen yang diserahkan, KOMNAS Penilai Obat dapat merekomendasikan untuk dilakukan dengar pendapat oleh pendaftar. Untuk dengar pendapat, BPOM akan menyampaikan surat pemberitahuan kepada pendaftar. Evaluasi informasi produk dan penandaan dilakukan oleh Penilai Informasi Produk dan Penandaan sesuai kriteria yang lengkap, objektif, tidak menyesatkan yang menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional, dan aman. Jika diperlukan tambahan data, maka permintaan tambahan data akan disampaikan kepada pendaftar secara tertulis. Tambahan data ini harus disampaikan paling lama 100 hari kerja setelah tanggal permintaan, sementara itu waktu perhitungan waktu evaluasi dihentikan (clock off). Perhitungan waktu

(30)

Universitas Indonesia evaluasi dilanjutkan setelah pendaftar menyerahkan tambahan data (Badan POM RI, 2011).

Keputusan terhadap registrasi obat dapat berupa pemberian persetujuan atau penolakan yang dipertimbangkan berdasarkan hasil evaluasi dokumen registrasi dan hasil pemeriksaan pada pabrik pembuatan obat. Persetujuan diberikan secara tertulis kepada pendaftar berupa persetujuan izin edar, persetujuan impor dalam bentuk ruahan, persetujuan impor khusus ekspor, dan persetujuan khusus ekspor. Penolakan registrasi disampaikan secara tertulis oleh Kepala BPOM berupa surat penolakan dan biaya registrasi yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali. Registrasi yang ditolak dapat diajukan kembali dengan mengikuti tata cara sesuai ketentuan.

Jika terdapat keberatan terhadap hasil evaluasi khasiat dan keamanan dari KOMNAS Penilai Obat maka pendaftar dapat mengajukan permohonan dengar pendapat secara tertulis dalam jangka waktu 20 hari sejak tanggal surat pemberitahuan kepada Kepala BPOM. Jika keputusan hasil registrasi berupa penolakan, maka pendaftar dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali kepada Kepala BPOM. Peninjauan kembali ini dapat diajukan paling lama enam bulan setelah tanggal surat penolakan dan hanya dapat dilakukan satu kali. Permohonan ini harus dilengkapi dengan data baru dan/atau data yang sudah pernah diajukan dengan dilengkapi justifikasi. Pembahasan terhadap surat permohonan ini dilakukan paling lama 100 hari sejak dokumen diterima. Apabila registrasi ditolak, pendaftar dapat mengajukan permohonan registrasi kembali sesuai ketentuan. Akan tetapi jika registrasi ditolak karena alasan tidak memenuhi kriteria khasiat dan keamanan, selain harus mengikuti tata cara sesuai ketentuan, registrasi kembali hanya dapat diajukan dengan data baru dan paling cepat satu tahun setelah tanggal surat penolakan (Badan POM RI, 2011).

3. 1. 3. 4 Masa Berlaku dan Pelaksanaan Izin Edar

Izin edar obat berlaku paling lama lima tahun selama masih memenuhi ketentuan yang berlaku termasuk persetujuan impor dalam bentuk ruahan, persetujuan impor khusus ekspor, dan persetujuan khusus ekspor. Jika obat yang diregistrasikan berdasarkan perjanjian atau penunjukkan dengan masa kerja sama kurang dari lima tahun, maka masa berlaku izin edar disesuaikan dengan masa

(31)

Universitas Indonesia berlaku kerja sama dalam dokumen perjanjian. Dalam hal perjanjian atau penunjukkan kerja sama dihentikan sebelum masa izin edar berakhir, izin edar obat yang bersangkutan dibatalkan. Obat yang telah habis masa berlaku izin edarnya dapat diperpanjang selama memenuhi kriteria melalui mekanisme registrasi ulang. Apabila obat yang telah habis masa berlaku izin edarnya dan tidak diperpanjang maka dianggap sebagai obat yang tidak memiliki izin edar (Badan POM RI, 2011).

Pendaftar wajib memproduksi atau mengimpor, dan mengedarkan obat yang telah mendapatkan izin edar selambatnya satu tahun setelah tanggal persetujuan dikeluarkan dan harus melapor kepada Kepala BPOM dengan menyerahkan kemasan siap edar. Kemasan siap edar yang diserahkan berupa kemasan primer, kemasan sekunder, dan informasi produk. Penyerahan kemasan dilakukan paling lambat satu bulan sebelum pelaksanaan peredaran obat. Pemilik izin edar obat wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan, dan mutu selama obat diedarkan dan melaporkan hasilnya kepada Kepala BPOM (Badan POM RI, 2011).

3. 1. 3. 5 Evaluasi Kembali dan Sanksi

Evaluasi kembali dapat dilakukan terhadap obat yang telah mendapat izin edar. Evaluasi ini dilakukan jika berdasarkan hasil pemantauan terdapat perkembangan baru mengenai khasiat, keamanan, dan mutu obat yang berbeda dari data penunjang saat registrasi. Keputusan hasil evaluasi kembali dapat berupa perubahan penandaan, perbaikan komposisi/ formula, pemberian batasan penggunaan, penarikan obat dari peredaran, dan/ atau pembekuan izin edar dan/atau pembatalan izin edar (Badan POM RI, 2011).

Pendaftar yang tidak memenuhi ketentuan dapat dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembatalan proses registrasi obat, pembekuan izin edar obat yang bersangkutan, pembatalan izin edar obat yang bersangkutan, atau sanksi administratif lain sesuai ketentuan perundang undangan. Pemberian sanksi berupa pembatalan atau pembekuan izin edar terjadi jika tidak melaksanakan kewajiban memproduksi, mengimpor, atau mengedarkan obat yang telah mendapat izin edar, selama 12 bulan berturut-turut tidak memproduksi, mengimpor, atau mengedarkan, izin industri farmasi pemilik izin edar dicabut,

(32)

Universitas Indonesia dan/ atau pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang produksi dan/ atau distribusi obat. Pembekuan dan pembatalan izin edar dilakukan secara tertulis kepada pemilik izin edar (Badan POM RI, 2011).

3. 2 ASEAN Common Technical Dossier / ASEAN Common Technical Requirements

ASEAN Common Technical Dossier (ACTD) adalah format umum yang digunakan untuk menyusun dokumen registrasi yang akan didaftarkan kepada badan regulasi obat di wilayah ASEAN. Tujuan penggunaan ACTD adalah agar penggambaran berbagai informasi produk menjadi transparan dan tidak ambigu, sehingga mempermudah pemeriksaan data-data dasar dan membantu pembaca menjadi lebih cepat terorientasi kepada isi pendaftaran produk (Badan POM RI, 2011).

ASEAN Common Technical Requirements (ACTR) adalah seluruh materi tertulis yang bertujuan untuk membantu pendaftar untuk menyiapkan dokumen registrasi secara konsisten sesuai dengan harapan seluruh badan otoritas regulasi obat di ASEAN. ACTR ini berisi seluruh persyaratan dan parameter-parameter yang harus dipenuhi oleh produk obat, baik dari segi kualitas, keamanan, dan efikasi. Untuk memenuhi persyaratan yang tercantum dalam ACTR, maka dibuat berbagai pedoman, seperti pedoman uji stabilitas, validasi analisis, validasi proses, validasi uji bioekivalensi, dan berbagai pedoman keamanan dan pedoman efikasi (Badan POM RI, 2011).

3. 2. 1 Ketentuan ACTD

Teks dan tabel harus disiapkan dengan margin yang memungkinkan dokumen dapat dicetak dengan baik pada kertas berukuran A4. Margin kiri sebaiknya cukup besar sehingga informasi tidak bias dengan menggunakan metode binding. Jenis huruf dan besar huruf adalah Times New Roman 12. Untuk teks dan tabel, sebaiknya jenis dan ukuran huruf yang cukup besar sehingga mudah dibaca bahkan setelah difotokopi. Setiap halaman harus diberi angka dengan halaman pertama pada setiap bagian disebut sebagai halaman 1. Untuk singkatan dan pengertian Common Technical Dossier harus dijelaskan setiap pertama kali digunakan pada setiap bagian. Referensi harus dicantumkan menurut

(33)

Universitas Indonesia 1979 Vancouver Declaration of Uniform requirements for Manuscript Submitted to Biomedical Journals (Badan POM RI, 2011).

3. 2. 2 Pembagian ACTD

ACTD dibagi ke dalam 4 bagian, yaitu Dokumen Administratif, Dokumen Mutu, Dokumen Non klinik, dan Dokumen Klinik (Badan POM RI, 2011).

3. 2. 2. 1 Dokumen Administratif

Dokumen ini berisi pengenalan umum dari sediaan farmasi yang akan didaftarkan. Pada bagian awal dokumen ini berisi keseluruhan tabel isi atau keseluruhan dokumen ACTD untuk memberikan informasi dasar yang dapat dicari langsung. Selanjutnya, dokumen ini berisi data administratif yang memerlukan dokumentasi spesifik sejelas mungkin, yaitu formulir pendaftaran, label, brosur, kemasan, dan lain-lain. Bagian akhir dari dokumen ini adalah informasi produk yang memberikan informasi seperlunya, meliputi informasi pemberian obat, mekanisme kerja, efek samping, dan sebagainya. Isi dari dokumen administratif dapat dilihat pada Lampiran 3 (Badan POM RI, 2011). 3. 2. 2. 2 Dokumen Mutu

Bagian ini berisikan penjelasan mengenai kualitas produk obat secara menyeluruh beserta laporan penelitiannya. Dokumen kontrol kualitas harus dijelaskan sejelas mungkin. Isi dari dokumen mutu dapat dilihat pada Lampiran 2 (Badan POM RI, 2011).

3. 2. 2. 3 Dokumen Non klinik

Bagian ini harus memberikan penjelasan non klinik yang disertai dengan rangkuman non klinik tertulis dan rangkuman non klinik dalam bentuk tabel. Data dalam bagian ini tidak disertakan pada pendaftaran produk generik, produk yang telah memiliki NIE dengan variasi minor, dan juga pada beberapa produk dengan variasi mayor. Untuk negara-negara anggota ASEAN tertentu, laporan penelitian dari bagian ini mungkin tidak dibutuhkan untuk produk dengan zat kimia baru (New Chemical Entity/NCE), produk bioteknologi, dan produk dengan variasi mayor lain jika produk aslinya telah teregistrasi dan sudah disetujui

(34)

Universitas Indonesia untuk izin pemasaran di negara asalnya. Isi dari dokumen non klinik dapat dilihat pada Lampiran 3 (Badan POM RI, 2011).

3. 2. 2. 4 Dokumen Klinik

Bagian ini memberikan penjelasan klinik dan rangkuman klinik. Dokumen dari bagian ini juga tidak disertakan pada pendaftaran produk generik, produk yang telah memiliki NIE dengan variasi minor, dan juga pada beberapa produk dengan variasi mayor. Untuk negara-negara anggota ASEAN, laporan penelitian dari bagian ini mungkin tidak dibutuhkan untuk produk dengan zat kimia baru (NCE), produk bioteknologi, dan produk dengan variasi mayor lain jika produk aslinya telah teregistrasi dan sudah disetujui untuk izin pemasaran di Negara asalnya. Isi dari dokumen klinik dapat dilihat pada Lampiran 3 (Badan POM RI, 2011).

(35)

Universitas Indonesia

BAB 4 PEMBAHASAN

4. 1 Registrasi Obat

Registrasi adalah proses yang harus dilakukan untuk untuk mendapatkan nomor ijin edar (NIE) suatu obat sehingga obat tersebut dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Untuk mendapatkan nomor izin edar suatu obat harus memiliki kriteria, antara lain memiliki khasiat yang meyakinkan dan keamanan memadai dibuktikan melalui uji non-klinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan standar perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan, obat memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metode analisis terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang sahih, obat memiliki penandaan dan informasi produk yang berisi informasi lengkap, objektif dan tidak menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman, obat sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, dan khusus untuk obat psikotropika baru harus memiliki keunggulan dibandingkan dengan obat yang telah disetujui beredar di Indonesia, dan untuk kontrasepsi atau obat lain yang digunakan dalam program nasional dapat dipersyaratkan uji klinik di Indonesia (Badan POM RI, 2011).

Registrasi bertujuan untuk melindungi masyarakat dari peredaran produk yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu. Pengajuan registrasi obat ditujukan kepada Kepala Badan dan selanjutnya dilakukan evaluasi oleh evaluator yang ditunjuk dan ahli dibidangnya untuk menilai obat tersebut telah sesuai dengan persyaratan yang ada atau tidak. Di Indonesia, evaluasi dokumen registrasi obat dilakukan oleh BPOM selaku pihak regulator.

Tata lakasana registrasi obat diatur oleh Badan POM dalam keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat menggantikan Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.1950 tahun 2003 karena telah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu

(36)

Universitas Indonesia pengetahuan dan teknologi. Perubahan yang terjadi juga merupakan penyempurnaan dan penyesuaian dengan regulasi terbaru di Indonesia dan ASEAN, namun secara garis besar isi dari regulasi mengenai tata cara registrasi obat tidak terlalu banyak berubah.

Perubahan yang terdapat pada terjadi pada tata laksana registrasi obat tahun 2011 dari tahun 2003 antara lain adalah penjelasan mengenai pendaftar registrasi yang sebelumnya diatur bahwa pendaftar merupakan industri farmasi yang memiliki izin industri dan PBF namun sekarang hanya industi farmasi yang telah memiliki izin industri; terdapat perubahan kategori registrasi yang sebelumnya ada 10 kategori namun sekarang hanya 7 kategori registrasi saja; terdapat perubahan pada jalur pra-registrasi yang sebelumnya hanya ditujukan untuk obat yang belum memiliki izin edar namun sekarang pra-registrasi dilakukan pada obat baru dan obat copy yang belum pernah didaftarkan dan pada registrasi variasi yang termasuk kategori variasi mayor; terdapat perubahan pengelompokan registrasi variasi yang sebelumnya tidak ada pengelompokan registrasi variasi namun sekarang menjadi tiga kelompok registrasi yaitu registrasi variasi mayor, registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan dan registrasi variasi minor dengan notifikasi; terdapat ketentuan bolar provision

yakni obat paten yang sebelumnya tidak boleh diregistrasikan namun sekarang ada ketentuan yang menyebutkan bahwa obat paten diizinkan untuk dilakukan registrasi; dan terdapat perubahan jalur evaluasi.

4. 2 Registrasi Obat Baru

Obat baru adalah obat yang mengandung zat aktif baru, zat tambahan baru, bentuk sediaan atau rute pemberian baru, kekuatan baru, atau kombinasi baru yang belum pernah disetujui di Indonesia (Badan POM RI, 2011). Registrasi obat baru termasuk dalam golongan registrasi baru kategori 1. Proses registrasi obat baru terbagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap pra registrasi dan kemudian dilanjutkan dengan tahap registrasi. Tahapan pra registrasi dilakukan untuk menentukan kategori registrasi, jalur evaluasi, dan biaya evaluasi pada tahapan registrasi selanjutnya. Kegiatan pra registrasi diawali dengan pengajuan pendaftaran secara online melalui https://www.antrianobat.co untuk mendapatkan

(37)

Universitas Indonesia jadwal layanan di minggu berikutnya. Jadwal pendaftaran dan nomor antrian akan dikirimkan melalui email setiap jumat. Pendaftar kemudian melakukan verifikasi kelengkapan dokumen sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

Kelengkapan dokumen dan persyaratan untuk registrasi baru dapat dilihat pada Lampiran 6. Permohonan pra registrasi dan registrasi diajukan oleh pendaftar secara tertulis kepada Kepala BPOM dan dilampiri dengan dokumen sesuai tahapannya.

Secara garis besar dokumen registrasi yang harus diserahkan terdiri dari 4 bagian, yaitu:

a. Dokumen administratif b. Dokumen mutu

c. Dokumen non-klinik d. Dokumen klinik

Kelengkapan dokumen tersebut disatukan dalam ordner/map berwarna biru. Selain kelengkapan dokumen dan persyaratan seperti yang tertera pada Lampiran 6, untuk obat kategori 1 atau obat baru, pendaftar juga harus menyerahkan rencana manajemen risiko yang kemudian akan ditetapkan.

Dokumen pra-registrasi atau registrasi yang telah disiapkan akan di verifikasi pada bagian loket pra registrasi. Setelah dinyatakan lengkap oleh petugas desk evaluator dengan bukti cap lengkap pada dokumen checklist

selanjutnya pendaftar akan mendapat surat perintah bayar untuk biaya evaluasi pra registrasi. Setelah pembayaran dilakukan, dokumen-dokumen tersebut beserta bukti cap lengkap, bukti bayar dan formulir pra registrasi yang sebelumnya telah diisi di masukkan ke dalam loket bagian pemasukan dokumen untuk dilakukan validasi kelengkapan dokumen. Bersamaan dengan dimasukkannya dokumen pra registrasi pendaftar akan mendapatkan surat tanda terima dokumen. Setelah proses tersebut, pendaftar harus terus memantau perkembangan tahapan pra registrasi yang sedang berjalan dan harus siap jika pada tahapan tersebut diperlukan data tambahan. Hasil pra registrasi akan keluar dalam jangka waktu 40 hari kerja terhitung sejak dokumen dimasukkan. Setelah 40 hari kerja, pendaftar akan mendapatkan hasil pra registrasi, di dalamnya akan mencantumkan kategori registrasi, jalur evaluasi, biaya evaluasi tahapan

(38)

Universitas Indonesia registrasi serta pengembalian dokumen pra registrasi atau registrasi.

Tahapan selanjutnya yaitu registrasi. Pada tahapan ini hampir sama dengan tahapan pra registrasi. Perbedaan terdapat pada saat dilakukannya validasi kelengkapan dokumen. Saat melakukan validasi kelengkapan dokumen registrasi pendaftar harus menyertakan hasil pra registrasi, bukti bayar, cap bukti lengkap,

disc beserta dokumen registrasi serta mengisi formulir permohonan registrasi dan formulir pengisian disc. Setelah pembayaran dilakukan dokumen-dokumen tersebut beserta bukti cap lengkap, bukti bayar, formulir registrasi, hasil pra registrasi, dan disc yang sebelumnya telah diisi di masukkan ke dalam loket bagian pemasukan dokumen.

Bersamaan dengan dimasukkannya dokumen registrasi pendaftar akan mendapatkan surat tanda terima dokumen. Setelah proses tersebut, pendaftar harus terus memantau perkembangan tahapan registrasi yang sedang berjalan dan harus siap jika pada tahapan tersebut diperlukan data tambahan. Hasil registrasi akan keluar dalam jangka waktu sesuai dengan kategori registrasi, terhitung sejak dokumen dimasukkan. Setelahnya, jika telah disetujui, maka akan didapatkan nomor izin edar (NIE) yang berlaku selama 5 tahun, dan dapat diperpanjang jika telah habis masa berlakunya dengan registrasi ulang.

4. 3 Registrasi Obat Copy

Obat copy adalah obat yang mengandung zat aktif dengan komposisi, kekuatan, bentuk sediaan, rute pemberian, indikasi dan posologi sama dengan obat yang sudah disetujui. Untuk kelengkapan dokumen registrasi obat

copy secara umum memiliki kesamaan dengan registrasi obat baru, namun terdapat perbedaan pada beberapa bagian, diantaranya yaitu: untuk registrasi obat

copy tidak disertakan bagian 3, yaitu dokumen non-klinik, serta perbedaan warna

ordner/map yang digunakan. Untuk pra registrasi obat copy menggunakan

ordner/map hitam dan untuk registrasinya menggunakan ordner/map merah.

4. 4 Registrasi Variasi

Perubahan terhadap obat yang telah mendapat nomor ijin edar harus dilaporkan kepada Kepala Badan melalui mekanisme Registrasi variasi. Registrasi variasi adalah registrasi perubahan aspek apapun pada produk yang

(39)

Universitas Indonesia telah memiliki izin edar di Indonesia, termasuk tetapi tidak terbatas pada perubahan formulasi, metoda, proses pembuatan, spesifikasi untuk obat dan bahan baku, wadah, kemasan dan penandaan. Registrasi Variasi Major (VaMa) adalah registrasi variasi yang berpengaruh bermakna terhadap aspek khasiat, keamanan, dan/atau mutu obat. Registrasi Variasi Minor yang Memerlukan Persetujuan (VaMi-B) adalah registrasi variasi yang tidak termasuk kategori registrasi variasi minor dengan notifikasi maupun variasi major. Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi (VaMi-A) adalah registrasi variasi yang berpengaruh minimal atau tidak berpengaruh sama sekali terhadap aspek khasiat, keamanan, dan/atau mutu obat, serta tidak merubah informasi pada sertifikat izin edar (Badan POM RI, 2011). Permohonan registrasi variasi diajukan dengan mengisi formulir dan melampirkan dokumen registrasi variasi terkait perubahan yang diajukan.

4. 5 Registrasi Ulang

Registrasi ulang dilakukan pada produk yang telah habis masa nomor ijin edarnya. Permohonan pengajuan registrasi ulang dilakukan paling cepat 120 hari sebelum berakhir masa berlaku izin edar. Permohonan ini diajukan dengan mengisi formulir registrasi dan melampirkan dokumen registrasi ulang. Persetujuan atas permohonan registrasi ulang secara otomatis berlaku sejak berakhir masa izin edarnya, kecuali untuk registrasi ulang dengan informasi terbaru yang terkait aspek keamanan obat, khasiat obat, dan/atau kerasionalan formula obat.

4. 6 Regulatory

4. 6. 1 Fungsi Regulatory

Fungsi seorang regulator sangat penting di PT. Novartis Indonesia. Regulator bertanggung jawab untuk meregistrasikan produk yang belum memiliki ijin edar, mengajukan registrasi variasi terhadap perubahan produk yang telah memiliki nomor ijin edar, dan meregistrasi ulang produk yang telah habis masa ijin edarnya. Regulator berperan sebagai perencana proses registrasi, sebagai orang yang mempersiapkan persyaratan registrasi obat meliputi formulir

(40)

Universitas Indonesia maupun dokumen pendukung registrasi obat, sebagai pendaftar ke Badan POM, sebagai pihak yang bernegosiasi jika terjadi permasalahan selama proses registrasi baik dalam bentuk kelengkapan data maupun konsultasi dengan pihak yang terkait, sebagai pihak yang mengurus pembayaran terkait registrasi obat, sebagai pengontrol selama proses registrasi berjalan, dan sebagai pihak yang membuat pelaporan tentang produk-produk yang telah mengalami proses registrasi.

4. 6. 2 Karakterisasi regulator

Menjadi seorang regulator harus memiliki beberapa karakter pendukung terkait fungsinya sebagai seorang regulatory. Karakter tersebut antara lain adalah: a. Pintar, artinya seorang regulator dapat menangkap informasi yang terdapat dalam dokumen terkait registrasi dan paham secara keseluruhan isi dokumen tersebut sehingga dapat menghadapi evaluator dari Badan POM dengan baik. b. Memiliki kemampuan dalam mempersiapkan semua persyaratan yang

dibutuhkan untuk meregistrasikan produknya, baik terkait dokumen pendukung maupun formulir dan hal-hal lain sehingga memudahkan evaluator memeriksa kelengkapan yang diperlukan dalam meregistrasikan suatu produk.

c. Memiliki sikap yang baik dalam bekerja, baik ketika berada dalam suatu tim maupun individual.

d. Sikap yang harus dimiliki oleh seorang regulator antara lain disiplin, jujur, teliti, kreatif, mudah bersosialisasi, mudah bekerja sama, dapat bernegosiasi dengan baik, efektif dan efisien dalam mengerjakan suatu pekerjaan.

(41)

Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktek kerja profesi apoteker yang dilakukan di PT. Novartis, maka dapat disimpulkan bahwa peranan seorang Apoteker di bagian Regualtory Affair di PT. Novartis Indonesia yaitu bertanggung jawab untuk meregistrasikan obat-obatan yang belum memiliki izin edar, melakukan registrasi variasi terhadap perubahan yang dialami oleh obat-obatan yang telah memiliki izin edar dan melakukan registrasi ulang untuk obat-obatan yang telah habis masa izin edarnya.

5.2 Saran

a. Pihak Universitas harus mengembangkan kerja sama dengan bagian regulatori industri farmasi dalam pelaksanaan program Praktek Kerja Profesi Apoteker untuk mengembangkan potensi para calon apoteker mengenai tugas dan fungsinya secara lebih luas di Industri Farmasi, tidak hanya terbatas pada bagian Produksi dan Mutu Produk.

b. Perlu menanamkan karakter yang harus dimiliki seorang regulator kepada para calon apoteker sehingga dapat memaksimalkan fungsi regulator dalam suatu industri farmasi.

Gambar

Gambar 2.1. Struktrur Organisasi Head Office PT. Novartis Indonesia
Gambar 2.1   Alur Registrasi  .......................................................................
Tabel 2.1   SKU Produk B PT. Novartis Indonesia .....................................  19
Gambar 2.1 Alur Registrasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewaj iban Perpajakan

Penjelasan umum yang singkat tentang tata laksana proses yang terjadi yang memperjelas ruang lingkup sistem yang akan dibuat, boleh dibuat dalam bentuk flowchart

b) memperkirakan debit puncak, volume, dan tinggi limpasan hujan pada setiap sub-area di wilayah studi pada kondisi tata guna lahan wilayah tahun 2011 maupun

Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga

Penyelenggaraan Registrasi Tenaga Kefarmasian mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin

DASAR HUKUM Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas

Direktorat penilaian produk I ini melakukan penilaian bagi semua produk obat tradisional dan suplemen makanan yang akan didaftarkan (registrasi) ke Badan POM berupa

Tata laksana terapi obat Gusanex® Jenis Obat Insektisida dan Larvacidal Nama paten Kandungan Gusanex® Dichlofention 1% Indikasi Untuk mencegah dan mematikan serangga pada saat