• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Karet merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting di Indonesia dalam penunjang perekonomian negara. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat ke-2 penghasil karet terbesar di dunia. Hal ini terbukti dengan tersebar luasnya perkebunan karet yang terdapat di Indonesia. Namun luasnya perkebunan tidak diimbangi oleh produktivitas dan mutu yang dihasilkan. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) sebagai penghasil karet alam merupakan salah satu komoditas perkebunan penting bagi Indonesia dillihat dari banyaknya petani, tenaga kerja, dan pengusaha yang terlibat dalam pengusahaan karet alam (Nurhaimi-Haris et al. 2003).

Tingginya permintaan dunia akan karet alam menyebabkan para peneliti melakukan upaya dalam meningkatkan produksi karet alam maupun mencari atau menghasilkan klon-klon unggul yang tahan terhadap penyakit dan mempunyai produksi yang tinggi. Salah satu klon unggul yang digunakan adalah PB 260 yang berasal dari hasil persilangan klon primer dan klon sekunder (Tim Penulis PS 1999). Klon ini memiliki laju metabolisme lateks yang tinggi tetapi kurang responsif terhadap stimulan. Upaya meningkatkan produksi karet alam, umumnya dikenal dengan lateks, adalah penggunaan stimulan etefon.

Etefon adalah senyawa 2-chloro-ethylposphonic acid atau sering disingkat CEPA yang digunakan sebagai stimulan atau perangsang untuk meningkatkan produksi hormon etilena endogen pada tanaman karet (Balai Penelitian Perkebunan Sembawa 1982; Sumarmadji et al 2004). Etilena merupakan faktor stimulan utama untuk meningkatkan produksi karet alam pada Hevea brasiliensis. Enzim yang berperan dalam biosintesis etilena ini salah satunya adalah asam aminosiklopopana-1-karboksilat oksidase (ACO). ACO merupakan katalisator dalam perubahan asam aminosiklopopana-1-karboksilat menjadi etilena. Terdapat tiga gen spesifik penyandi enzim asam aminosiklopopana-1-karboksilat oksidase diantaranya HbACO1, HbACO2, HbACO3. Pada penelitian ini gen yang digunakan adalah HbACO1 yang akan diuji ekspresinya terhadap pemberian etefon dan pengaruh pelukaan.

Penggunaan etefon yang berlebihan dapat menginduksi penyimpangan proses metebolisme, seperti, terjadinya nekrosis, penebalan kulit batang, terbentuknya retakan pada kulit, dan timbulnya bagian yang tidak

produktif pada irisan sadap (Paranjothy et al 1979). Efek samping terhadap perlakuan dan pemberian etefon yang diberikan juga akan menyebabkan terjadinya kering alur sadap (KAS).

Penelitian ini bertujuan mempelajari pola ekspresi gen HbACO1 terhadap pengaruh pelukaan dan pemberian stimulan pada berbagai tahap perkembangan tanaman dengan hipotesis untuk melihat ekspresi gen HbACO1 dalam lateks dan kulit batang tanaman karet (Hevea brasiliensis) klon PB260 akan lebih tinggi bila diberi perlakuan pelukaan dan pemberian etilena.

TINJAUAN PUSTAKA

Karet (Hevea brasiliensis)

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Pada awalnya, tanaman karet merupakan tanaman liar yang tumbuh di pedalaman Amerika. Tahun 1898 adalah awal dirintisnya perkebunan karet di Asia oleh perusahaan The Nort Borneo Trading Company. Tanaman yang menghasilkan lateks ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pembuatan bola tenis, alas kaki, tempat air, bola karet, pakaian tahan air, dan karet penghapus sebagai penghasilan tambahan.

Hevea brasiliensis yang tumbuh liar tingginya dapat mencapai 40 m dan hidup lebih dari 100 tahun. Sedangkan untuk tanaman karet dewasa yang dibudidayakan mempunyai tinggi 15-25 m dengan umur relatif singkat, yaitu 25-35 tahun (Webster & Baukwil 1989 dalam Putri 2005). Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Daun karet berwarna hijau. Apabila rontok warna daun menjadi kuning atau merah. Tanaman karet umumnya rontok pada musim kemarau. Daun karet terdiri atas tangkai utama dan tangkai anak daun. Tangkai utama memiliki panjang 3-20 cm dan tangkai anak daun memiliki panjang 3-10 cm (Tim Penulis Penebar Swadaya 1999). Bunga karet terdiri atas bunga jantan dan betina. Bunga betina berambut vilt dan ukurannya lebih besar dari bunga jantan (Gambar 1). Selain itu, bunga betina mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang akan dibuahi dalam posisi duduk berjumlah tiga buah. Bunga jantan mempunyai sepuluh benang sari yang tersusun menjadi suatu tiang. Kepala sari terbagi dalam dua karangan dengan susunan satu lebih tinggi dari yang lain. Paling ujung adalah bakal buah yang tidak tumbuh sempurna.

(2)

Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Seperti terlihat pada Gambar 1, masing-masing ruang berbentuk setengah bola yang terdiri dari 3-6 ruang. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jumlah biji sesuai dengan jumlah ruang pada buah karet. Ukuran biji umumnya besar dan berkulit keras. Warnanya cokelat kehitaman dengan bercak berpola khas. Adapun klasifikasi tanaman ini sebagai berikut, kingdom Plantae, divisio Spermatopytha, kelas Dicotyledonae, ordo Euphorbiales, famili Euphorbiaceae, genus Hevea, dan spesies Hevea Brasiliensis (Tim Penulis Penebar Swadaya 1999).

Hevea brasiliensis merupakan sumber penghasil karet alam (cis-1,4-polisoprena) di dunia. Selain itu, Hevea brasiliensis dikenal sebagai tanaman komersil karena setiap bagian yang dimilikinya mempunyai nilai ekonomi terutama lateks. Oleh karena itu, tanaman ini merupakan penghasil devisa negara terbesar bagi Indonesia. Saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-2 terbesar penghasil karet alam (Budiman 2005).

Klon adalah tanaman yang dapat dihasilkan dari perbanyakan vegetatif atau aseksual, bukan dikembangkan dengan biji. Klon memiliki kelebihan dibandingkan dengan tanaman yang dikembangkan melalui biji. Selain kelebihan, klon juga memiliki kekurangan seperti daya tahan masing-masing klon terhadap penyakit tidak sama dan faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan klon. Sehingga klon membutuhkan adaptasi terhadap lingkungannya.

Klon-klon unggul yang diinginkan dari tanaman karet diharapkan memiliki sifat-sifat ideal diantaranya, produksi lateks tinggi dan mempunyai kemampuan menaikkan produksi; resisten terhadap penyakit, hama, dan pengaruh angin; batang tumbuh lurus, selanjutnya membentuk as yang silindris serta tumbuh jagur semasa prasadap dan penyadapan; cabang-cabang yang dimiliki relatif lebih kecil dan menyebar rata sekeliling batang. Tajuk pohon relatif sempit dan pendek, simetris dengan daun-daun yang sehat dan banyak tetapi tidak terlalu rimbun. Selain itu, pertautan antara batang atas dan bawah tidak terlalu nyata yang biasa disebut dengan kaki gajah; memiliki respon yang baik terhadap stimulasi dan intensitas sadap rendah, kulitnya yang halus dan tebal (Tim Penulis Penebar Swadaya 1999).

Menurut Lasminingsih et al (1994) terdapat klon anjuran dapat diklasifikasikan sebagai klon anjuran berskala besar dan klon anjuran berskala kecil. Klon anjuran berskala besar, yaitu kelompok klon yang telah teruji

daya adaptasinya, mempunyai produktivitas tinggi, dan dapat ditanam secara luas dengan ketentuan menggunakan paling sedikit 3 klon dalam setiap kali penanaman, contohnya adalah AVROS 2037, BPM 1, BPM 24, dan GT 1. Klon anjuran berskala kecil, yaitu klon yang berpotensi untuk dipromosikan menjadi klon skala besar setelah diuji daya adaptasinya secara luas dan dapat ditanam secara terbatas sebesar 20-40% dari areal penanaman. Contohnya adalah BPM 107, PB 217, PB 260, PR 302, PR 311, dan PR 314. Selain itu, klon yang dianjurkan untuk ditanam terbagi atas klon primer, sekunder, dan tersier. Klon sekunder dan tersier dikenal sebagai klon modern karena cara pemuliaan yang dilakukan sudah lebih maju. Salah satu klon primer yang disilangkan dengan klon sekunder adalah PB 260 (Tim Penulis Penebas Swadaya 1999).

Gambar 1 Tanaman karet (Hevea brasiliensis); A. percabangan yang terdapat buah (x ½); B. susunan bunga (x ½); C. bunga jantan yang diiris terbuka (x 3); D. bunga betina dengan irisan melintang (x 3); E1 dan E2. buah (x ¼); F. Biji (x ½ ) (Purseglove 1968, diacu dalam Webster & Baullkwill 1989).

Lateks

Lateks berupa cairan getah seperti susu, merupakan emulsi kompleks yang mengandung protein, alkaloid, pati, gula, minyak, tanin, resin, dan gum. Umumnya

(3)

lateks lengket dan berwarna putih seperti susu namun ada pula yang berwarna kuning, jingga, dan merah. Lateks termasuk ke dalam hormon isoprenoid seperti giberelin maupun asam absisat. Proses polimerisasi rangkai isoprena merupakan proses alami yang umum dan proses ini terdapat pada proses pembentukan karet alam.

Lateks diperoleh dengan cara penyadapan atau pelukaan pada bagian kulit batang tanaman karet. Proses sadap akan membuka pembuluh lateks pada kulit pohon agar lateks dapat mengalir cepat. Kecepatan aliran lateks berkurang apabila takaran cairan lateks pada kulit berkurang. Kesalahan proses sadap akan mengurangi produksi lateks. Adapun syarat lateks yang baik sebagai berikut, disaring dengan saringan berukuran 40 mesh, tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti daun atau kayu, tidak bercampur dengan bubur lateks, air, ataupun serum lateks, warna putih dan berbau karet segar, serta bermutu dengan kadar karet kering untuk mutu 1 adalah 28% dan mutu 2 dengan kadar karet kering 20% (Tim Penulis Penebar Swadaya 1999).

Menurut Hess dalam Dalimunthe (2004), terdapat 2000 spesies tanaman yang menghasilkan lateks tetapi hanya beberapa spesies yang memiliki kualitas baik terutama famili Apocynaceae, Asclepiadaceae, Compositae, Euphorbiaceae dan Moraceae. Selain itu, lateks merupakan hasil fotosintesis dalam bentuk sukrosa yang ditranslokasikan dari daun melalui pembuluh tapis ke dalam pembuluh lateks. Di dalam pembuluh lateks terdapat enzim seperti invertase yang akan mengatur proses perombakan sukrosa untuk pembentukan karet. Biosintesis lateks berlangsung dalam sel-sel pembuluh lateks dengan bahan dasar berupa sukrosa yang ditranport dari daun sebagai hasil fotosintesis yang telah mengalami perubahan secara enzimatik melalui asam mevalonat, asam fospat, asam mevalonat-5-pirofospat, sehingga isopentenil pirofospat (IPP) merupakan sumber penting produksi lateks (Dalimunthe 2004).

Latek memiliki tiga bagian utama dari hasil sentrifugasi, yaitu fraksi atas (partikel karet), fraksi tengah (serum C/sitosol), dan fraksi dasar (partikel lutoid). Fraksi atas berwarna putih dan mengandung sekitar 36% hidrokarbon karet berupa molekul cis-1,4-poliisoprena yang berbentuk bulat berukuran 5 nm-3 μm. Fraksi ini mengandung bahan yang bukan karet, seperti fosfolipid, lemak, lilin, protein, logam, dan enzim rubber transferase yang berfungsi dalam pembentukan partikel karet. Fraksi tengah merupakan cairan bening

yang kaya akan kandungan protein dan mudah teroksidasi sehingga warnanya dapat berubah menjadi cokelat. Lutoid merupakan fraksi dasar lateks yang banyak mengandung kation. Apabila lutoid pecah kation-kation ini akan bereaksi dengan partikel karet yang bermuatan negatif sehingga terjadi koagulasi (Junaidi et al 2007). Fraksi dasar ini bersifat kental seperti gelatin dan diselubungi oleh membran semipermeabel yang berisi cairan serum B. Cairan ini mengandung ion-ion kalsium dan magnesium yang bermuatan positif (d’ Auzac & Jacob 1989 dalam Putri 2005)

Etefon

Etefon (Ethrel®) (CEPA, asam-2-kloro-etilfosfonat) merupakan stimulan atau perangsang tanaman karet. Etefon secara umum telah terbukti dapat mendorong peningkatan produksi lateks selama periode tertentu. Pengaruh pemberian etefon yang spesifik pada tanaman karet memiliki kaitan yang luas dengan reaksi-reaksi enzimatis yang kompleks (Sumarmadji et al 2004).

Stimulasi etefon yang merupakan generator bagi etilena dapat menginduksi ekspresi protein tertentu pada tanaman karet. Kemudian protein akan menginduksi reaksi berantai yang bermuara pada bentuk peningkatan produksi lateks. Etilena dari etefon, baik secara endogen ataupun eksogen berperan sebagai penginduksi perubahan fisiologis dalam sistem sel pembuluh lateks. Perlakuan etefon yang berakibat penundaan penggumpalan lateks justru meningkatkan ekspresi protein (Sumarmadji et al 2004).

Pemakaian etefon yang berlebihan dapat mengakibatkan penyimpangan proses metabolisme, seperti penebalan kulit batang, nekrosis, terbentuknya retakan pada kulit, dan timbulnya bagian yang tidak produktif pada irisan sadap (Paranjothy et al 1979). Selain itu, pemakaian etefon yang berlebihan juga dapat menghentikan aliran lateks yang disebabkan oleh koagulasi partikel yang dikenal dengan kering alur sadap (KAS) (Tistama & Siregar 2005)

Biosintesis Etilena

Etilen adalah salah satu hormon yang mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman dan pematangan buah terutama buah yang tergolong klimaterik, respon terhadap cekaman biotik dan abiotik, mempengaruhi proses perkecambahan biji, serta pemanjangan akar tanaman dan mempengaruhi lama aliran lateks pada tanaman karet (Jones et al 1999; Bleecker et al 2000; Michelle et al 1999; Salibury & Ross 1995; Li N et al 1996).

(4)

Biosintesis etilena pada tanaman dibagi dalam tiga tahap utama, yaitupembentukan S-adenosil metionin (SAM) dari metionin dengan bantuan SAM sintetase (EC 2.5.1.6) yang membutuhkan 1 molekul ATP. Tahap kedua adalah perubahan SAM menjadi asam 1-aminosiklopropana-1-karboksilat (ACC) yang dikatalisis oleh ACC sintase (EC 4.4.1.14). Pada tahap ini juga dihasilkan metiltioadenosin (MTA) yang akan digunakan kembali untuk pembentukan metionin, sehingga konsentrasi metionin selular dapat tetap terjaga ketika terjadi peningkatan laju biosintesis etilena. SAM merupakan prekursor

dalam lintasan biosintesis poliamin (spermidin atau spermin) dan juga donor bagi molekul-molekul selular contohnya asam nukleat, protein, dan lipid. Tahap terakhir adalah oksidasi ACC menjadi etilena yang dikatalisis oleh enzim ACC oksidase atau dikenal juga sebagai ethylene forming enzyme (EFE). Untuk mencegah efek toksik dari akumulasi sianida yang terbentuk dalam tahap ini, sianida akan diubah menjadi β-sianoalanin oleh β -sianoalanin sintase (β-CAS, EC 4.4.1.9) (Wang et al 2002). Proses biosintesis dapat

dilihat pada Gambar 2.

(5)

ACC Oksidase (ACO)

ACC oksidase merupakan enzim yang berperan dalam biosintesis etilena pada tanaman. Pembentukan etilena pada tanaman karet mempengaruhi perkembangan dari tanaman karet, produksi lateks, dan regenerasi. Selain menghasilkan etilena, enzim ACC oksidase juga memproduksi sianida. Sianida ini diproduksi dengan cara didetiksifikasi dengan mengubahnya menjadi asam β -sianoalanin yang dapat berubah menjadi asparagin.

Menurut Kuswanhadi et al. 2007, pada genom Hevea brasiliensis klon PB 260 terdapat tiga anggota dari kelompok mulgenik yang menyandikan ACC oksidase. Ketiga anggota kelompok mulgenik tersebut yaitu HbACO1, HbACO2, dan HbACO3 yang memberikan ekspresi yang berbeda-beda pada kalus, plantlet, lateks, dan tanaman karet klon PB 260 di lapangan. Ketiga gen tersebut masing-masing memiliki susunan basa yang berbeda, yaitu 1115 bp, 1183 bp, 1348 bp. Gen pada Hevea brasiliensis yang mengode enzim spesifik pada pembentukan etilena adalah ACC oksidase. Gen ini merupakan target gen yang bisa dimanipulasi menjadi gen antisense ACC oksidase yang dapat menunda proses pematangan buah.

Reverse Transcriptase Polimerase Chain Reaction (RT-PCR)

Teknik RT-PCR adalah pengembangan dari teknik PCR untuk melakukan analisis terhadap RNA hasil transkripsi yang terdapat di dalam sel. Tenik PCR ini ditemukan oleh Karry B Mullis pada tahun 1985. Terdapat beberapa teknik yang dikembang dari PCR selain RT-PCR, diantaranya Real Time PCR, PCR koloni, symmetric PCR, assymetric PCR, nested PCR, dan AP-PCR. RT-PCR merupakan metode yang digunakan untuk amplifikasi sekuen yang telah diketahui dari sel atau RNA jaringan. Reaksi PCR ini dilakukan menggunakan reverse transcriptase untuk mensintesis mRNA menjadi cDNA. Molekul cDNA digunakan sebagai cetakan untuk proses PCR selanjutnya. Kegunaan RT-PCR antara lain expression profiling, mengetahui ekspresi gen atau mengidentifikasi sekuen suatu transkripsi RNA, termasuk permulaan transkripsi dan daerah terminasi, diagnosis agensia infektif maupun penyakit genetik. Hal ini dapat dilakukan jika sekuen DNA genom adalah gen yang diketahui untuk menggambarkan lokasi dari ekson dan intron dalam gen

Tahapan umum dari teknik PCR dibagi ke dalam beberapa tahap, yaitu tahap denaturasi,

penempelan (annealing) primer, dan pemanjangan basa nukleotida. Tahap denaturasi dilakukan pada suhu 91-97 ºC yang bertujuan memutuskan ikatan hidrogen diantara basa komplementer, sehingga akan didapat DNA dalam bentuk utas tunggal. Tahap selanjutnya, menentukan suhu optimum untuk penempelan primer pada utas tunggal DNA. Tahap terakhir adalah pemanjangan rantai oleh suatu DNA polimerase yang bersifat termostabil (Taq Pol.). Satu siklus dalam teknik PCR yang terdiri atas ketiga tahapan tersebut akan menghasilkan dua molekul DNA target, sehingga apabila dilakukan 30 siklus maka akan dihasilkan sekitar satu miliar molekul DNA target.

Metode RT-PCR menggunakan enzim transkriptase balik. Enzim transkriptase balik adalah enzim yang digunakan untuk mensintesis cDNA dengan menggunakan RNA sebagai cetakan. cDNA yang disintesis akan bersifat komplementer dengan RNA cetakan. Beberapa enzim transkriptase yang dapat digunakan antara lain mesofilik viral reverse transcriptase (RTase) yang dikode oleh virus avian myoblastosis (AMV) dan oleh virus moloney murine leukemia (M-Mul V), dan Tth DNA polymerase (Yowono T 2006 dalam Farieh 2007).

Gambar

Gambar 1 Tanaman karet (Hevea brasiliensis);
Gambar 2  Biosintesis etilenaa pada tanaman (Wang et al  2002).
Gambar 3  Proses RT PCR (Reece  2004).

Referensi

Dokumen terkait

Disini masyarakat Minangkabau secara garis besar terbagi atas lareh Koto Piliang yang dikembangkan oleh Datuak Katamenggungan yang bercirikan ”aristokratis”, dimana

Sedangkan analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif (Miles & Huberman) dengan tahap: Pengumpulan data, reduksi data,menyajikan data,dan pengambilan

Masalah perilaku bayi /anak yang berbeda sering kali merupakan bentuk penampilan konflik terjadi ‘pada masa perkembangan kepribadian terhadap perilaku dari orang tua,

Hasil dari penelitian ini adalah di dalam Proyek Jalan Tol Serpong – Balaraja Seksi I A terdapat beberapa potensi kecelakaan kerja yang mungkin terjadi selama pelaksanaan,

Intel akan segera merilis Intel Skylake yang berbasis pada

Hasil dari penelitian ini menunjukkan penurunan konsentrasi COD yang tertinggi adalah pada penambahan laju udara 90 cc/menit dengan penambahan lumpur aktif 50%

Achmadi (2002) menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat merupakan kunci sukses dari pelaksanaan otonomi daerah karena dalam partisipasi menyangkut aspek pengawasan dan

Pertumbuhan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia terutama dari Jawa Tengah ke Eropa mulai merangkak naik. Secara keseluruhan pada kuartal pertama 2012 ini