• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Usaha Kelompok Perajin Tenun Endek di Desa Sulang Klungkung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Usaha Kelompok Perajin Tenun Endek di Desa Sulang Klungkung"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

687

Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Usaha

Kelompok Perajin Tenun Endek di Desa Sulang

Klungkung

Ni Luh W.Sayang Telagawathi

Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia

(gemilangsuryawan@gmail.com)

ABSTRAK

Artikel ini bertujuan untuk merancang model pelatihan dan pendampingan usaha kecil kelompok perajin kain tenun endek di Desa Sulang, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Hal ini dilakukan berdasarkan tantangan dalam pengembangan industri kerajinan tangan di Bali, dan di Indonesia secara umum adalah permasalahan manajemen usaha selain tentunya permasalahan modal dan pemasaran. Potensi industri kerajinan tangan kain tenun endek di Kabupaten Klungkung sangatlah besar karena berbasis kepada industri rumah tangga yang digeluti oleh para ibu rumah tangga yang semakin hari terus berkembang menjadi usaha kecil dan menengah yang menjanjikan. Penguatan kapasitas kelompok pengerajin sangatlah penting dengan pelatihan dan pendampingan manajemen usaha yang berkelanjutan. Dengan demikian kelompok pengerajin akan mempunyai kapasitas dalam pengelolaan usahanya. Motif-motif baru yang dihasilkan ini akan menjadi media promosi bagi desainer untuk mengenalkan endek menjadi produk budaya global.

Kata kunci: pelatihan, pendampingan, manajemen usaha, kelompok perajin, usaha kecil

ABSTRACT

This article aims to design a model of training and assistance for small business group of endek woven fabric craftsman in Sulang Village, Klungkung Regency, Bali Province. This is done based on challenges in the development of handicraft industry in Bali, and in Indonesia in general is the problem of business management besides of course the problem of capital and marketing. The potential of endek woven handicraft industry in Klungkung Regency is very large because it is based on the household industry which is cultivated by the housewife who progressively growing into promising small and medium enterprises. Strengthening the capacity of the crafting group is essential with ongoing training and business management assistance. Thus the crafting group will have the capacity to manage its business. These new motives will be promotional media for designers to introduce endek into global cultural products.

(2)

688

PENDAHULUAN

Industri kerajinan tangan di Bali memiliki potensi yang sangat besar sebagai penggerak perekonomian rakyat. Sebagai salah satu dari sektor industri kreatif yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan, industri kerajinan beroperasi di kelompok-kelompok rumah tangga yang dengan jelas menyentuh kebutuhan ekonomi rakyat kecil. Sebagai penggerak perekonomian rakyat, industri kerajinan adalah potensi yang vital untuk mengembangkan sikap kewirausahaan di tengah masyarakat (Failyani, 2009).

Industri kerajinan tangan khususnya termasuk satu diantara 14 sektor industri kreatif yang memberikan kontribusi dominan dalam perekonomian, baik dalam nilai tambah, tenaga kerja, jumlah perusahaan, dan ekspor. Nilai tambah yang dihasilkan Subsektor fashion dan kerajinan berturut-turut sebesar 44,3% dan 24,8% dari total kontribusi sektor industri kreatif, dengan penyerapan tenaga kerja

sebesar 54,3% dan 31,13%, dan jumlah usaha sebesar 51,7% dan 35,7%. Dominasi kedua subsektor sejalan dengan beragamnya budaya fashion dan kerajinan Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Bali dengan keunggulan kreatifitas dan kesenian yang dimiliki oleh masyarakatnya sangat berpeluang untuk mengembangkan industri kerajinan secara maksimal dan secara langsung memberikan kesejahteraan bagi masyarakat selain tentunya industri pariwisata. Laporan Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa ekonomi kreatif yang dikembangkan oleh industri kerajinan adalah implikasi dari berkembangnya industri pariwisata. Industri pariwisata telah melahirkan peluang-peluang yang besar untuk mengembangkan industri-industri kerajinan agar terserap di jaringan bisnis pariwisata. Potensi pertumbuhan ekonomi pada 2012 di Provinsi Bali masih ditopang pada sejumlah sektor yang bergerak di bidang pariwisata serta ekonomi

(3)

689

kreatif.1 Secara keseluruhan, industri

kerajinan skala rumah tangga di Bali mampu memberikan kontribusi sebesar 197,45 juta dollar AS atau 39.66 persen dari total nilai ekspor.2Namun nilai tersebut bisa

saja menurun jika tidak dilakukan inovasi-inovasi dalam strategi pemasaran industri kerajinan tangan di Bali. Potensi yang ada sangatlah besar untuk dikembangkan.

Industri Kerajinan kain tenun endek di Kabupaten Klungkung berbasiskan pada warisan budaya masih sulit untuk menemukan strategi pemasaran yang aplikatif yang bisa secara mudah dikembangkan oleh para pengerajin. Masyarakat di Kabupaten Klungkung khususnya di Desa Kamasan, Desa Gelgel, dan juga Desa Tanglad masih setia menekuni kerajinan kain tenun endek dalam kelompok-kelompok pengerajin berbasis banjar(desa) dan

sekaa (kelompok). Sebagai kerajinan warisan dari nenek moyang di Bali,

1 “Pariwisata dan Industri Kreatif Topang

Pertumbuhan Ekonomi Bali “, Bisnis Indonesia, 25 Oktober 2011.

2 “Nilai Ekspor Kerajinan Rotan Bali 4,17 Juta

Dollar AS”, Kompas, 15 Maret 2012.

kain tenun endek memiliki daya pikat yang tinggi karena memiliki corak yang khas dibandingkan dengan kain-kain lainnya yang ada di Indonesia, khususnya Bali seperti

cepuk,songkét, prada, poléng, keling,

dan geringsing, Hauser (1990). Saat ini model pemasaran yang dikembangkan oleh para pengerajin industri kerajinan tangan dan kain tenun endek khususnya masih sangat tradisional dengan promosi dari mulut-kemulut dan pengerjaan pesanan secara simultan dan sementara sesuai dengan waktu-waktu tertentu.

METODE

Metode yang digunakan adalah dalam bentuk pelatihan, workshop, dan FGD untuk menjawab pertanyaan tentang kondisi manajemen usaha kain tenun endek yang telah dikembangkan saat ini dengan berbagai permasalahan yang dihadapi.

Metode pelatihan manajemen usaha yang digunakan adalah dengan metode penelitian kualitatif Riset Aksi

(4)

690 Partisipatif (RAP) berbasis pemberdayaan masyarakat untuk perubahan sosial dengan penggalian data melalui FGD (Focus Group Discussion), wawancara mendalam, dan observasi partisipasi. Dari perpaduan metode itu dilakukan berbagai kegiatan-kegiatan pendampingan untuk memperkuat kapasitas manajemen usaha kelompok pengerajin tenun endek di Desa Sulang,Klungkung,Bali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Industri kerajinan kain tenun menjadi wilayah dari Kabupaten Klungkung. Berbagai jenis kain tenun menjadi kekayaan budaya warisan dari leluhur di Bali. Diantaranya adalah kain tenun geringsing, endek, cepuk, songket, dan yang lainnya. Kain tenun geringsing warnanya semuanya berasal dari bahan pewarna alami. Tenun Gringsing terbuat dari benang kapas yang ditenun menggunakan teknik double

ikat, yaitu tehnik dengan mengikatkan benang lungsi dan benang pakan secara bersamaan.

Tehnik ini dikenal sangat langka, karena akan membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan satu lembar kain, berkisar antara 1-5 tahun. Di Asia hanya Jepang dan India yang masih menerapkan teknik tenun ganda ini. Hingga tidak aneh jika kain tenun Gringsing ini memiliki harga yang sangat mahal.

Salah satu pengerajin endek di Kabupaten Klungkung terdapat di Desa Sulang, Kecamatan Dawan, tepatnya terletak di Banjar Kanginan. I Nyoman Darma, pemilik usaha kerajinan tenun endek “Astika” ini mulai merintis usahanya saat menjadi karyawan dari dari usaha kain endek terbesar di Kabupaten di tahun 1980an yaitu kain tenun “Supani”. Saat itu Darma bertugas untuk membuat ATMB (Alat Tenun Bukan Mesin) yang dipergunakan untuk memproduksi kain tenun endek. Pekerjaan ini dilakukan dengan sangat baik oleh Darma karena memang sebelumnya ia adalah seorang tukang kayu sebelum bekerja di perusahaan kain tenun “Suparni” itu. Bermodal sebagai

(5)

691

tukang kayu dan mengenal pembuatan kain endek itulah Darma kemudian mencoba-coba untuk membuat endek sendiri. Sementara istrinya saat itu bekerja sebagai buruh pasir Galian C di daerah Gunaksa, Kabupaten Klungkung.

I Nyoman Darma pemilik usaha kain tenun endek “Astika” di Desa Sulang Kabupaten Klungkung yang telah memulai usahanya sejak tahun 1994 . (foto: Ni Luh W.Sayang Telagawathi)

Sejak tahun 1980-an itulah disamping bekerja sebagai teknisi untuk mesin ATBM, Darma juga menenun kain sendiri. Perlahan-lahan nasib baik menyertainya. Pada tahun 1994, hasil kain tenun ikatnya mendapatkan penilaian baik dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Klungkung. Karena

keberhasilan itulah kemudian Darma mendapatkan bantuan sebesar 10 juta melalui BUMN Jasa Raharja yang bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali. Kewajibannya adalah mebayar bunga pinjaman tersebut sebesar Rp. 30.000 setiap bulannya selama 1 tahun. Setelah itu selama 4 tahun Darma membayar cicilan sebesar Rp. 241 ribu. Dengan bantuan modal itulah tekad Darma kemudian menjadi bulat untuk membuat usaha sendiri di bidang tenun endek.

Keputusan untuk memilih usaha kain tenun endek bukannya tanpa permasalahan. Di tahun 1994 itu, usaha kayunya juga sedang berkembang pesat dengan melayani pembuatan bangunan dan hal-hal lain yang membutuhkan kayu. Saat itu Darma telah memilik 30 karyawan untuk usaha kayunya dan juga sedang berkembang. Berbagai pesanan kayu khususnya untuk melengkapi bangunan rumah dan gedung-gedung ia layani bersama dengan karyawannya. Ia merasa

(6)

692 bahwa usaha kayu juga mempunyai prospek yang bagus di kemudian hari. Namun ia merasa masih mempunyai tanggungjawab untuk mengembangkan kain tenun endek agar menjadi mata pencaharian masyarakat di sekitar Desa Sulang tempatnya tinggal. Saat itulah ia menghadapi dilema untuk memutuskan memilih usaha ke depannya.

Bermodalkan suntikan dana Rp.10 juta dari Deperindag Kabupaten Klungkung ia kemudian memutuskan untuk melanjutkan usaha kain tenun endek dan sedikit-demi sedikit mengurangi kegiatan di kerajinan kayu yang digelutinya. Ketrampilan membuat mesin ATBM yang didapatnya sebagai tukang kayu dan menjadi karyawan dari perusahaan kain endek “Supani” ternyata sangat berguna. Perlahan namun pasti ia kemudian berhasil membuat hingga kini sebanyak 90 buah mesin ATMB yang tersebar di rumah-rumah masyarakat pembuat endek di desa-desa di Kabupaten Klungkung, diantaranya adalah Desa

Sulang sendiri, Gelgel, Dawan, Sidemen, Gunaksa, Paksebali, hingga ke Sukawati. Disamping itu ia juga sudah lama menjalin kerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali sebagai pembuat mesin ATBM jika ada bantuan-bantuan dari pihak lain khususnya berupa mesin ATBM.

Awalnya Darma membuat kain endek hanya untuk lingkungan keluarga besarnya saja di Desa Sulang. Namun kemudian usaha itu berkembang dan mendapatkan tanggapan yang bagus dari masyarakat sekelilingnya di desa. Sejak saat itulah ia kemudian meluaskan usahanya untuk melayani pembuatan kain tenun endek ATBM. Modal penting yang dimiliki Darma adalah ketrampilannya membuat ATBM dan menyebarkannya kepada pengerajin-pengerajin yang bersedia untuk membuat endek di rumah-rumah sebagai usaha sampingan. Tidak hanya mesin ATMBM saja, Darma juga menyiapkannya dengan benang, kursi dan keperluan lain untuk menenun endek tersebut.

(7)

693

Bahkan jika mesin ATMBMnya rusak, Darma melalui karyawannya akan datang untuk memperbaikinya.

Benang hasil dari pencelupan dan proses menenun dengan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). (foto: Ni Luh W.Sayang Telagawathi)

Di rumah yang juga menjadi kantornya itu, Darma menunjukkan koleksi kain-kain endek yang sudah ia dapatkan hasil dari mengambil ke

rumah-rumah pengerajin. Hasilnya memang sangat sedikit karena permintaan kain endek Bali—begitu istilanya untuk membedakan dengan kain Jepara, Jawa Tengah—selalu saja meningkat setiap bulannya. Hal ini juga dipengaruhi oleh kebijakan dari Pemerintah Daerah (Pemda) kabupaten/kota di Bali yang mempromosikan endek sebagai kain tenun khas Bali yang dipergunakan sebagai seragam di seluruh jajaran staf pemerintahan dan institusi pendidikan. Oleh karena itulah pemesanan endek dari berbagai kalangan di Bali sangat tinggi. Darma hingga menolak memenuhi pesanan dari beberapa instansi karena merasa tidak bisa memenuhi kain tersebut. Alasannya sudah tentu karena rendahnya jumlah produksi dari pengerajinnya yang tersebar di beberapa wilayah tersebut.

Upah menenun 1,5 potong kain endek berjumlah Rp. 30.000 yang hanya diselesaikan dalam waktu setengah hari bagi ibu-ibu rumah tangga yang sudah terbiasa dengan pekerjaan menenun. Upah ini

(8)

694 termasuk lumayan tinggi dibandingkan sebelumnya. Namun jika dikerjakan dengan sambilan maka hasilnyapun tidak akan memenuhi target karena tidak dikerjakan dari pagi hingga sore. Para ibu-ibu rumah tangga yang menenun sambilan akan menghasilkan 1,5 potong kain dalam waktu 1,5 hari. Bagi Darma, kondisi seperti ini jelas sangat merugikan karena jumlah produksi kain tenunnya tidak memenui target sementara jumlah pemesanan selalu saja ada. Darma bersama karyawannya hanya bisa menangih ke rumah-rumah para pengerajin setiap 3 hari sekali untuk mengambil hasil tenunan dari ibu-ibu rumah tangga tersebut.

Para pengerajin dari Darma yang tersebar di desa-desa itu adalah ibu rumah tangga yang menjadikan menenun endek sebagai usaha sampingan. Ia kemudian mencontohkan bagaimana pengerajin endeknya di daerah Kusamba, Gianyar kota, Paksebali, Gelgel dan Keramas yang mayoritas adalah ibu rumah tangga yang mempunyai

pekerjaan pokok yaitu mengurus anak-anak dan rumah tangga. Dengan demikian, menenun menjadi kegiatan sambilan. Hal inilah yang menyebabkan produksi menjadi rendah karena hanya kurang lebih 30% waktunya dipergunakan untuk menenun. Sebagian besar dipergunakan untuk mengurus anak dan menyelesaikan pekerjaan rumah tangga lainnya. Bahkan ada yang bekerja di warung terlebih dahulu baru kemudian mulai menenun.

Menenun endek ikat menjadi profesi dari ibu-ibu rumah tangga di Desa Sulang, Kabupaten Klungkung. (foto: Ni Luh W.Sayang Telagawathi)

Di tengah permintaan yang tinggi terhadap kain tenun endek, Darma berusaha untuk memenuhi beberapa dengan mengandalkan para pengerajin yang dianggapnya cager

(9)

695

(mampu) untuk mengejar target dari pemesan. Pemesan dalam jumlah yang banyak terutama berasal dari pegawai negeri, PKK (Perhimpunan Kesejahteraan Keluarga), guru-guru hingga murid-murid dari mulai TK (Taman Kanak-Kanak) hingga SMP (Sekolah Menengah Pertama). Langganan dari kain tenun Darma banyak dari pedagang-pedagang di pasar yang secara rutin mengambil kain. Belum lagi para pengepul kain-kain endek yang terdapat di Klungkung, Denpasar hingga Buleleng. Darma mencatat para pedagang-pedagang khususnya di Klungkung dan Denpasar yang mengambil kain di Darma dan belum membayarnya. Ia akan menagihnya setiap 2 minggu sekali. Selian dari para pedagang-pedagang di pasar ini, Darma juga mendapatkan pesanan dari instansi pemerintah dan swasta serta sekolah yang membutuhkan kain endek untuk pakaian seragam. Disamping itu pemesanan ATBM masih dikerjakan oleh Darma untuk melayani beberapa pihak yang membutuhkan mesin untuk

disumbangkan kepada para pengerajin Kain tenun endek “Astika” I Nyoman Darma bisa dibilang sudah menjadi

usaha yang mapan dengan jangkauan pasar yang luas. Pasar yang dilayaninya adalah para pedagang kain di pasar-pasar tradisional dan pengusaha kain lainnya yang juga berjualan kain endek. Darma telah membina pasar endeknya sejak tahun 1990-an dan menjalin hubungan dengan para pedagang dan pengusaha yang juga berjualan endek. Sebagai usaha yang sudah lama berkecimpung di endek, Darma faham betul bagaimana menjalankan usahanya. Di rumahnya, selain memiliki 9 mesin ATBM, pencelupan benang yang akan dijadikan bahan untuk menenun juga ia lakukan sendiri. Darma melibatkan keponakan dan menantunya yang

(10)

696 ikut membantunya dalam menjalankan usahanya tersebut. Para tetangganya dan anak-anak SMP juga dilibatkan dengan memberikan benang-benang yang telah dicelup untuk diikat dan siap untuk ditenun.

Proses pencelupan dengan menggunakan zat pewarna dan hasil dari benang-benang yang telah dicelup dan siap untuk ditenun. (foto: Ni Luh W.Sayang Telagawathi)

Usaha inovasi pemasaran dan penciptaan pasar mutlak dilakukan oleh para pelaku kerajinan kain tenun endek jika berkeinginan usahanya berkembang. Peluang-peluang pemasaran ke tingkat nasional bahkan global harus dipikirkan untuk lebih mengenalkan kain tenun endek lebih luas. Hal lainnya adalah dengan diperkenalkannya kain tenun endek

ke pasar nasional dan global akan berarti peluang kesejahteraan bagi pengerajin endek juga terbuka lebar. Oleh sebab itulah diperlukan usaha-usaha yang sinergis antara berbagai pihak yang berkepentingan untuk pengembangan usaha kain endek agar mampu mensejahterakan kehidupan para pengerajinnya.

Dalam usaha menembus pasar dunia, diperlukan upaya-upaya untuk menjadikan industri endek sebagai industri berbasis budaya lokal, tapi mampu masuk pasar internasional. Beberapa upaya telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait, namun masih ada beberapa upaya yang belum dijangkau oleh pelaku industri endek ataupun pemerintah. Usaha yang dimaksud menyasar kepada satu tujuan untuk melakukan inovasi dan penciptaan pasar bagi kain tenun endek agar mendapatkan tempat di tengah pasar nasional maupun internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Ayyagari, M. 2006. Micro and small enterprises: unexplored pathways to growth. USAID working paper. The Iris

(11)

697

Center, University of Maryland

Failyani, Farida Hydro dkk, 2009. Pemberdayaan Perempuan Perdesaan dalam Pembangunan (Studi Kasus Perempuan di Desa Samboja Kuala, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara), Jurnal Wacana

Vol. 12 No. 3 Juli 2009. Hariyati, Ratih, 2011. Penerapan

Model Strategi Pemasaran Usaha Kecil Berbasis Web 2.0 sebagai Upaya dalam Meningkatkan Daya Saing Industri Kecil, Jurnal UPI, Tahun 11 No. 11 2011. Hauser-Schäablin, 1990. Brigitta,

Marie-Lousie Nabholz-Kartaschoff, dan Urs Ramseyer, Textiles in Bali, Singapore: Periplus Editions, 1990

Johannessen, J.A., B. Olsen, and G.T. Lumpkin. 2001. Innovation as newness: What is new, how new, and new to whom?. European Journal of Innovation Management 4: 20-31

Kotler, & Amstrong. 2000. Prinsip-Prinsip Pemasaran, Jakarta: Erlangga

Kuncoro, Mudrajad. 2000. “Usaha Kecil di Indonesia: Profil, Masalah dan Strategi

Pemberdayaan” Makalah yang disajikan dalam Studium Generale dengan topik “Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil di Indonesia”, di STIE Kerja Sama, Yogyakarta, 18 Nopember 2000.

Laksono, P.M, 2009. “Peta Jalan Antropologi Indonesia Abad Kedua Puluh Satu: Memahami Invisibilitas (Budaya) di Era Globalisasi Kapital”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Munizu, Musran, 2010. Pengaruh

Faktor-Faktor Eksternal dan Internal Terhadap Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Sulawesi Selatan dalam Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol. 12 No. 1, Maret 2010 hlm. 33-41

Pelham, A.M., 2000. Marketing orientation and other potential influences on performance in small and medium-sized

manufacturing firms.

Journal of Small Business Management. 38: 48-67. Rangkuti, F. 2001. Analisis SWOT

teknik membedah kasus bisnis. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

(12)

698 Saefullah, Asep Ahmad. 2007.

“Kebijakan Pemerintah dalam Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah: Studi Kasus di Provinsi Bali dan Sulawesi Utara” Makalah ini merupakan ringkasan dari laporan penelitian tentang “Pengembangan UKM di Indonesia” yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Pelayanan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI tahun 2007.

Soetomo,Sugiono, 2003. Riset Aksi Partisipatif sebagai Pemberdayaan dalam Pengembangan Pendidikan Perencanaan, Jurnal Tata Kelola, Jurusan Planonlogi Universitas Diponogoro Semarang Vol. 5 No. 2 Agustus 2003.

Tambunan, Tulus, 1994. Mengukur Besarnya Peranan Industri Kecil dan Rumah Tangga di dalam Perekonomian Regional: Beberapa Indikator, Jurnal Agro Ekonomika No. 1 Thn. XXIV, Yayasan Agro Ekonomika, Yogyakarta.

Telagawathi, Ni Luh W. Sayang, 2011.

Model Pemberdayaan Kain Tenun Cepuk di Nusa Penida, Klungkung Bali, Penelitian Hibah Bersaing DIKTI 2011.

Referensi

Dokumen terkait

LKS Berorientasi Model 5E Berbahasa Inggris yang dikembangkan dinyatakan valid dan praktis untuk digunakan, karena berdasarkan validasi ahli memperoleh skor 3,87

yang terbaik pada tulang ikan 76,91%; nilai derajat putih yang terbesar pada sisik ikan 75,95%; kandungan pH mendekati netral kolagen sisik ikan yaitu 6,49; hasil morfologi

User operator adalah user yang bertugas untuk melakukan pengaturan dalam rangka memberikan layanan FlexiMILIS kepada pelanggan. Termasuk dalam tugas ini adalah membuat

Dengan demikian diharapkan desain yang dibuat tidak terlalu jauh dari Greenship® dalam bentuk rating system yang akan digunakan oleh GBCI untuk proses sertifikasi.. GBCI

Saya ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja magang dengan baik yang berjudul

Pada pemeriksaan abdomen uterus yang membesar dapat dipalpasi pada abdomen. Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan memberi kesan

Jenis fluor yang terdapat dalam pasta gigi adalah stannous fluoride, Sodium fluoride dan sodium monofluorofosfat.Stannous fluoride atau tin fluor merupakan fluor

Dua atau lebih dari hal berikut yang terjadi segera setelah paparan terhadap bahan yang sangat mungkin merupakan alergen a untuk penderita tersebut (beberapa menit sampai