• Tidak ada hasil yang ditemukan

Focal and Generalized Slowing, Coma, and Brain Death Dari buku The Clinical Neurophysiology Primer 2007/ [edited by] Andrew S. Blum, Seward B.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Focal and Generalized Slowing, Coma, and Brain Death Dari buku The Clinical Neurophysiology Primer 2007/ [edited by] Andrew S. Blum, Seward B."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Focal and Generalized Slowing,

Coma, and Brain Death

Dari buku The Clinical Neurophysiology Primer 2007/ [edited by] Andrew S. Blum, Seward B. Rutkove

(2)

TOPIK

FOCAL SLOWING GENERALIZED SLOWING KOMA BRAIN DEATH 2

(3)

PENDAHULUAN

Kelainan EEG ditemukan dalam berbagai kondisi klinis

dengan derajat keparahan penyakit yg bervariasi

Focal

dan

generalized slowing

,

keduanya sering

dijumpai dan mrp temuan yang

tingkat spesifitas nya

rendah

pada EEG

Meskipun kurang spesifik punya implikasi penting:

– Lokasi kelainan SSP

(4)

FOCAL SLOWING

Focal slowing pada EEG  mengesankan adanya kelainan

yang mendasari namun tidak spesifik.

• Dapat mencerminkan  kelainan struktural (spt. Infark atau tumor) atau fungsional (spt. Migren atau post-iktal)

• Terdapat 2 spektrum derajat keparahan :

– berkaitan dengan frekuensi  ritme lebih lambat merepresentasikan lesi yang lebih parah

– berkaitan dengan persistensi  continuous slowing

menunjukkan kelainan yg lebih signifikan dibanding intermiten

• Perbedaan frekuensi interhemisfer < 1 Hz  tidak signifikan

(5)

• Pola-pola slowing memiliki arti yang berbeda-beda.

Continuous focal arrhythmic polymorphic slowing (Fig. 1) 

– biasanya mengarah pada lesi struktural pd subkortek subs alba – Abses, stroke iskemik, tumor, kontusio, dsb, semuanya dapat

memunculkan pola tsb

(6)

Fig. 1. Continuous focal arrhythmic polymorphic slowing. This EEG is from a 36-yr-old man with a right frontal brain tumor. 6

(7)
(8)

• Sebaliknya continuous focal rhythmic monomorphic slowing

– Lebih dihubungkan dengan lesi pada subs gricea.

Focal rhythmic monomorphic slow activity  bisa berupa

intermittent (lebih jarang)

Recurrent bursts of paroxysmal focal slowing

– me↑ dugaan, adanya fokus epileptogenik

• Sebuah fokus kejang juga dicurigai  saat tdp perubahan frekuensi pada focal slowing, baik meningkat atau menurun.

Penting  lokasi dari focal intermittent rhythmic slowing.

(9)

GENERALIZED SLOWING

• Apakah slowing itu intermittent atau continuous?

• Apakah rhythmic–monomorphic atau arrhythmic–

polymorphic?

• Pada keadaan apa slowing itu muncul?

– Cont: generalized slowing selama hiperventilasi adalah normal pada anak2, remaja, dan dewasa muda.

(10)

Intermittent rhythmic delta activity (IRDA)

• IRDA berupa monomorphic dan umumnya mrp abnormalitas EEG (Fig. 2).

– Biasanya difus, bisynchronous, monomorfik, dan reaktif dgn membuka mata

– Hiperventilasi meng-aktivasi pola tsb

– Tidur melemahkan.

(11)

• IRDA diduga menggambarkan  disfungsi subs grisea yg difus, baik kortikal ataupun subkortikal.

– Sering pada gangguan akut atau subakut, dibanding pada ensefalopati kronik.

• FIRDA  diduga menunjukkan ada perubahan atau

perkembangan dari gangguan yang mendasari (ensefalopati) – Ensefalopati metabolik-toksik atau ggn elektrolit adalah etiologi

yang sering.

– Artefak kedipan mata atau glossokinetic harus dieksklusikan, sebab  mrp FIRDA imitators paling sering.

(12)

Fig. 2. Frontal intermittent rhythmic delta activity.

This tracing is from an 83-yr-old woman with dementia, normal pressure hydrocephalus, and syncope 12

(13)
(14)

Continuous generalized slowing (Fig. 3)  pola yang sangat umum

Continuous slow patterns bisa hanya ditunjukkan pada

posterior background

– Biasanya menyiratkan adanya ensefalopati difus

• Derajat slowing pada posterior background 

– dianggap berkorelasi dengan derajat gangguan klinis otak

(15)

• Tidak ada spesifitas pada continuous slowing.

Continuous diffuse slowing dapat muncul pada keadaan

gangguan SSP difus,

– termasuk trauma kepala, hypoxic–ischemic injury, gangguan toksik atau metabolik, infeksi SSP difus atau proses

neoplasma, dementia, dan bahkan pada kondisi lesi yang multifokal

(16)

Fig. 3. Continuous generalized slowing. This is from a 73-yr-old man with a several year history of memory loss and recently increased confusion. 16

(17)

Gelombang trifasik (Fig. 4)  menggambarkan tipe khusus dari generalized continuous slowing.

– simetris bilateral, dan bisynchronous – Amplitudo sedang-tinggi

– Frek: 1,5 – 2,5 Hz

– Walaupun dapat wax dan wane pada amplitudo dan

frekuensinya selama perekaman, gelombang tsb biasanya mpy gambaran yg monoton.

– ensefalopati toksik-metabolik, kebanyakan adl ensefalopati hepatik.

(18)

• Gelombang trifasik bisa sangat sulit dibedakan dengan

gambaran triphasic-appearing epileptiform, blunted sharp dan

slow wave complexes.

– Bahkan keduanya dapat muncul pada kondisi klinis yang serupa, misal pada ensefalopati uremikum

(19)
(20)
(21)
(22)

Koma

• Kedalaman koma jg berkorelasi dengan temuan EEG

– Semakin dalam koma, EEG menjadi unreaktif terhadap stimulasi pasien.

• EEG koma dapat menunjukkan pola2 khusus,

– beberapa diantaranya dapat membantu identifikasi etiologi dan

tentukan prognosis

(23)

• Ketika koma disebabkan oleh nonconvulsive status

epilepticus (Fig. 5)  EEG sangat membantu untuk

diagnosis, dan menentukan untuk penggunaan terapi antikonvulsan

• Namun, walaupun EEG dapat identifikasi penyebab koma pada epileptic encephalopathy  ada kemungkinan tdp

gangguan yang belum terdeteksi yang bertindak sbg

presipitan, seperti: ensefalopati hipoksik-iskemik, uremia, stroke, dsb

(24)

Fig. 5. Nonconvulsive status epilepticus. This tracing is from a 13-yr-old boy with absence epilepsy and a new prolonged confusional state. 24

(25)

• Perlambatan fokal pd EEG pasien koma  mengesankan ada penyebab struktural di supratentorial

Generalized burst suppression (Fig. 6)  pola EEG umum yg

lain pada pasien koma.

– terjadi pada quasi-periodic fashion dan dapat dijumpai

campuran gelombang sharp/spike dan gelombang slow. – Asynchronous bursting  mencerminkan gangguan pada

interhemispheric cortical connectivity

– semakin dalam koma  the bursts menjadi lebih pendek dan

(26)

Fig. 6. Burst suppression. This 49-yr-old woman was recorded while undergoing induction with general

(27)

• Persiten, difus, frekuensi 8 -12 Hz pd pasien koma alpha

coma (Fig. 7).

– Difus, tidak hanya di regio posterior

– Pd lesi batang otak dan mekanisme injuri hipoksik-iskemik – Alpha coma very poor prognosis, khususnya pd keadaan

anoksia.

• Pasien koma dapat menghasilkan EEG yg terlihat seperti gambaran tidur normal

(28)

Fig. 7. Alpha coma. This recording is of a 59-yr-old man on a respirator in the medical intensive care unit, partly sedated, in coma. He was unreactive to noxious

(29)
(30)

BRAIN DEATH

Brain death  diagnosis klinis yang dibuat saat tidak ada bukti adanya fungsi batang otak pada pemeriksaan

neurologis yg berturutan

• EEG adalah satu dari beberapa pemeriksaan yang dapat membantu konfirmasi diagnosis.

– Tidak adanya brain-derived rhythms yg komplit 

Electrocerebral inactivity / ECI (Fig. 8)

• Artefak EKG dan respirator sering terlihat pad ECI

(31)

EEG Criteria for Electrocerebral Inactivity

(ECI)

(The American Electroencephalographic Society)

1. Menggunakan minimal eight scalp electrodes

2. Interelectrode impedances harus kurang dari 10,000 Ω tapi lebih dari 100 Ω

3. The integrity of the entire recording system must be verified

4. Jarak antarelektrode harus setidaknya 10 cm

5. Sensitivitas harus stidaknya 2 μV/mm selama setidaknya 30 menit perekaman

6. Appropriate filter settings should be used

7. Teknik monitoring tambahan sebaiknya digunakan jika dibutuhkan 8. Harus tidak ada reaktivitas EEG pada afferent stimulation

(32)

Fig. 8. Electrocerebral inactivity. This record is from a 66-yr-old man after a cardiopulmonary arrest. Note that the sensitivity is at 2 μV/mm and “double distance”

(33)

• Teknik khusus yg disebutkan adalah  diagnosis brain death pada bayi dan anak-anak.

• Persistensi pola EEG ECI berbeda masing2 grup usia.

– Untuk bayi lebih muda dari 2 bulan  2 EEG ECI harus diperoleh dalam selang waktu 48jam.

– Untuk bayi 2 - 12 bulan  2 EEG ECI harus diperoleh dalam

selang waktu 24 jam.

• Pemberian sedasi, barbiturat dan benzodiazepin,

(34)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi logam dalarn larutan dengan jumlah logam yang dapat dijemp oleh karbon dalarn jumlah tertentu (0,5% b/v)

Selain itu, dalam pembelajaran yang berfokus pada keterkaitan antar disiplin ini dapat dilakukan upaya mengaitkan pelajaran bahasa Arab dengan pelajaran bahasa Indonesia

Anomali akan berpotensi menghambat kinerja jaringan pada sebuah trafik jaringan tertentu. Karena sifatnya menimbulkan aktivitas yang tidak wajar dalam trafik

[r]

Pengalihan Unit Penyertaan baik pada Bank Kustodian yang sama maupun yang berbeda akan diproses oleh Bank Kustodian sesegera mungkin berdasarkan Nilai Aktiva

Dalam penelitian ini dikembangkan model pengukuran keberhasilan implementasi program K3 yang digabungkan dengan parameter jumlah kecelakaan kerja yang terjadi dan proses

Jika Tidak , bagaimana tindak lanjut perusahaan jika mengetahui peralatan kerja tersebut sudah tidak dapat berfungsi dengan baik. Apakah Bapak/Ibu paham dan menguasai