• Tidak ada hasil yang ditemukan

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 2/PUU-V/2007 PERIHAL PENGUJIAN UU NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA TERHADAP UUD 1945 ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RISALAH SIDANG PERKARA NO. 2/PUU-V/2007 PERIHAL PENGUJIAN UU NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA TERHADAP UUD 1945 ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NO. 2/PUU-V/2007

PERIHAL

PENGUJIAN UU NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG

NARKOTIKA

TERHADAP UUD 1945

ACARA

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)

J A K A R T A

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NO. 2/PUU-V/2007 PERIHAL

Pengujian UU Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika terhadap UUD 1945

PEMOHON

Edith Yunita Sianturi dkk

ACARA

Pemeriksaan Pendahuluan (I)

Kamis, 1 Februari 2007 WIB, Pukul 10.00 WIB

Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 7, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Prof. Abdul Mukhtie Fadjar, S.H., M.S K e t u a 2) H. Achmad Roestandi, S.H. Anggota

3) Dr. Harjono, S.H., M.C.L Anggota

(3)

HADIR:

Kuasa Hukum Pemohon :

o Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., LL.M o Ir. Alexander Lay, S.H., LL.M

o Arief Susijanto Erio Hutomo, S.H. o Haryanto Yang

(4)

SIDANG DIBUKA PUKUL 10.00 WIB 1. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Sidang Panel untuk Perkara Nomor 2/PUU-V/2007 dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.

Assalam’alaikum wr. wb.

Selamat pagi dan salam sejahtera.

Saudara Kuasa Pemohon, pada hari ini akan kita mulai sidang perkara pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 yang Saudara-Saudara ajukan. Dan sebelum kita lanjutkan saya persilakan untuk mempekenalkan diri dulu siapa-siapa yang hadir pada persidangan hari ini, silakan.

KETUK PALU 1 X

2. KUASA HUKUM PEMOHON : Dr. TODUNG MULYA LUBIS, S.H., LL.M

Terima kasih Pimpinan Majelis.

Kami selaku Kuasa Pemohon judicial review Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 yang hadir pada kesempatan ini, di sebelah kanan saya adalah Saudara Arif Susianto Erio Hutomo, kemudian saya sendiri Todung Mulya Lubis. Di sebelah kiri saya Saudara Alexander Lay dan paling pojok sebelah kiri Saudara Haryanto Yang, staf dari kantor kami sendiri yang membantu kami dalam judicial review ini, terima kasih. 3. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S.

Baik, agenda kita pada hari ini adalah pemeriksaan pendahuluan untuk perkara ini yang sesuai dengan ketentuan Pasal 39 UU Mahkamah Konstitusi. Pemeriksaan pendahuluan berfungsi untuk melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan permohonan, kemudian kejelasan materi permohonan dan apabila dipandang perlu Majelis Hakim akan memberikan nasihat, apabila dipandang perlu. Untuk itu, mengenai kelengkapan permohonan yaitu berkaitan dengan surat kuasa dan juga bukti-bukti pendahuluan yang saya kira sudah cukup diajukan di dalam berkas perkara. Kemudian yang penting ini berkaitan dengan kejelasan materi permohonan, ini berkaitan dengan tiga hal, nanti Saudara Pemohon. Jadi entry point-nya nanti berkaitan dengan kewenangan Mahkamah tentu saja, apakah ini termasuk dalam kompetensi

(5)

Mahkamah, kemudian yang kedua berkaitan dengan legal standing dari para Pemohon dengan argumentasinya, kemudian baru materi permohonannya.

Untuk itu saya persilakan Saudara Kuasa Pemohon untuk menjelaskan pokok-pokok permohonannya, silakan.

4. KUASA HUKUM PEMOHON : Dr. TODUNG MULYA LUBIS, S.H., LL.M

Terima kasih Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi yang memimpin pemeriksaan pendahuluan pada hari ini.

Sebagaimana kami cantumkan di dalam isi, memang permohonan ini kami ajukan dengan sistematika yang kurang lebih sama dengan apa yang dikatakan oleh Yang Mulia.

Pertama memang kami memulai dengan Bab Kewenangan Mahkamah Konstitusi yang menurut hemat kami sebetulnya tidak perlu dikemukakan secara panjang lebar, karena berdasarkan Pasal 24C UUD 1945 setelah diamandemen, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Ini juga sudah dikuatkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003. Isu kedua yang kami kemukakan dalam bagian awal permohonan judicial review ini adalah mengenai masalah legal standing para Pemohon.

Sebagaimana diketahui, kami adalah kuasa hukum dari empat Pemohon judicial review. Yang pertama adalah Edith Yunita Sianturi, seorang warga negara Indonesia yang dijatuhi pidana mati karena kasus narkotika, dipidana mati pada pengadilan negeri, kemudian juga pada pengadilan tinggi diubah hukumannya menjadi seumur hidup, tapi pada tingkat Mahkamah Agung dikembalikan pidana matinya. Kemudian yang kedua adalah Rani Andriani alias Melisa Aprilia yang juga dalam kasus yang sama, kasus narkotika, baik pada pengadilan negeri/pengadilan tinggi maupun Mahkamah Agung dijatuhi pidana mati, karena itu kami melihat sangat tegas bahwa ada legal standing, ada kepentingan hukum yang sangat kuat pada dua Pemohon ini. Kedua Pemohon lain adalah dua warga negara Australia, yang pertama bernama Andrew Chan yang dijatuhi pidana mati baik pada tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi maupun Mahkamah Agung dan yang kedua adalah Mirand Sukomarand alias Mark yang juga dijatuhi pidana mati baik pada pengadilan negeri, pengadilan tinggi maupun Mahkamah Agung.

Kami ingin memohon nasihat dan pendapat dari Majelis. Sebab memang kalau membaca Pasal 51 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, disebutkan di sini bahwa Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan atau hak kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu perorangan warga negara Indonesia. Dalam konteks ini kedua Pemohon yang kami sebutkan terakhir tadi bukan warga negara

(6)

Indonesia akan tetapi dalam hemat kami dia mempunyai kepentingan, dia mempunyai hak hukum. Apakah due process of law tidak merupakan hak bagi setiap orang yang dihadapkan pada proses hukum apalagi ketika nyawa manusia itu menjadi taruhannya? Di sini memang ada dua hal yang kami ingin minta pendapat dari Mahkamah Konstitusi. Memang ada kecenderungan untuk menafsirkan bahwa pada uji materiil yang eligibilitasnya itu diberikan kepada warga negara Indonesia, kita bicara mengenai hak warga negara, citizen right. Dan inilah yang ingin saya tekankan bahwa banyak hal-hal yang sifatnya asasi dan fundamental dalam kehidupan manusia yang dihadapkan pada proses hukum, apalagi bagi mereka yang dijatuhkan pidana mati, hak itu tidak semata-mata mencakup hak warga negara atau citizen right. Ada hak asasi yang fundamental, human right yang kalau misalnya kepadanya tidak diberikan legal recourse, tidak diberikan pintu untuk menguji undang-undang yang sebetulnya merupakan upaya hukum untuk pemenuhan hak asasi fundamentalnya, maka akan ada ketidakadilan dalam proses ini.

Oleh sebab itu walaupun di dalam permohonan judicial review kami, kami tidak menguraikan secara panjang lebar,tapi kami ingin menggunakan kesempatan ini untuk memohon advice dari Majelis karena kami juga mempunyai pikiran untuk sekaligus mengajukan judicial review terhadap limitasi yang ada pada Pasal 51 ini. Kalau warga negara asing ini meminta hak untuk ikut dalam Pemilu atau Pilkada tentu dia punya hak. Tetapi ketika dia mengajukan judicial review untuk mempertahankan hak hidupnya, saya kira sebagai hak asasi universal ini adalah satu hal yang tidak bisa dilanggar, tidak bisa dihalang-halangi. Ini dua hal yang merupakan hal yang sangat prinsipil dalam pemeriksaan pendahuluan ini. Kemudian hal yang lain saya tidak tahu apakah sudah waktunya untuk diungkapkan? Karena ini sudah masuk pada substansi, alasan-alasan mengapa kami melakukan judicial review ini. Judicial review yang diajukan terhadap Pasal 80, 81, dan 82 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 yang secara rinci kami ungkapkan, intinya kami berpendapat sebagai pasal-pasal yang bertentangan dengan hak untuk hidup yang dijamin dalam Pasal 28A UUD 1945 dan kemudian juga diperkuat lagi dengan Pasal 28I ayat (1).

Jadi the right to life yang merupakan hak untuk hidup yang dijamin pada Pasal 28A itu dikategorikan secara sangat tegas sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Ini yang dalam literatur hak asasi manusia didefinisikan sebagai non derogable human right. Kami tidak ingin dalam kesempatan ini mengungkapkan secara lebih detail alasan-alasan ini, tapi ini prinsip yang kami ajukan dalam permohonan judicial review ini. Selain itu memang kami mengaitkan juga dengan kecenderungan dunia yang menghapuskan hukuman mati dan dari statistik yang kami berikan kepada Majelis jumlah negara yang telah menghapuskan hukuman mati secara keseluruhan plus yang sudah menghapuskan hukuman mati untuk kejahatan-kejahatan biasa dan

(7)

kemudian plus yang sudah melakukan moratorium itu jauh lebih besar ketimbang negara yang masih tetap mempertahankan adanya hukuman mati.

Analisa lain yang kami kemukakan dalam permohonan kami adalah bahwa konsekuensi logis dari kita meratifikasi covenant hak sipil dan politik, konsekuensi logis dari keberadaan kita sebagai warga PBB yang tunduk kepada UN Declaration of Human Right dan instrumen-instrumen internasional hak asasi lainnya itu mengharuskan kita juga untuk secara sungguh-sungguh menghormati hak untuk hidup dan inilah bagian dari proses peradaban yang terjadi yang kita juga lalui bersama-sama. Ada satu hal lagi yang kami kemukakan dalam permohonan judicial review ini adalah bahwa hukuman mati itu bertentangan dengan filosofi pemidanaan di Indonesia. Jadi kami hanya ingin menekankan bahwa an eye for an eye atau balas dendam itu bukanlah filosofi yang dianut dalam teori pemidanaan. Dan sebagai tambahan kami juga kemukakan bahwa kalau memang hukuman mati selama ini dianggap sebagai satu bentuk hukuman yang menimbulkan efek jera atau deterrent effect ternyata banyak statistik yang kami bisa buktikan pidana mati tidak mengakibatkan deterrent, tidak menimbulkan kejeraan.

Statistik yang kami peroleh dari Badan Narkotika Nasional, itu menunjukkan bahwa tingkat perdagangan narkoba, drugs trafficking, itu meningkat walaupun pidana mati sudah dijatuhkan berkali-kali. Ini, in the nut cell, inti dari apa yang kami kemukakan, yang nanti kami mohon dalam sidang pertama nanti akan kami ajukan secara lebih detail lagi. Satu pertanyaan kepada Majelis, ketika kami mengajukan summary dari permohonan judicial review ini nantinya pada sidang yang lebih lengkap, apakah kepada kami diperkenankan untuk menyampaikan ini melalui power point supaya itu bisa lebih rinci, supaya bisa lebih lengkap dan kalau memang itu bisa diperkenankan, kami akan sangat berterima kasih sekali.

Yang kedua, yang kami ingin juga ajukan dalam kesempatan ini adalah kami juga sudah mempersiapkan sejumlah Saksi, satu Saksi dari Indonesia Profesor Sahetapy seorang ahli hukum pidana yang banyak menulis mengenai hukuman mati beberapa waktu yang lalu dan pernyataan kesediaan Profesor Sahetapy sudah kami sampaikan. Kemudian juga karena isu hukuman mati ini begitu penting dan memang menjadi isu global bukan hanya Indonesia, kami bermaksud menghadirkan tiga orang Saksi/Ahli dari luar Indonesia. Yang pertama adalah Profesor Phillip Austin, dia dulu dosen saya di Harvard Law School ketika saya belajar hak asasi manusia, dia pernah menjadi special repertoire dan masih menjadi special repertoire di PBB, kemudian profesor dari New York University dia ahli hak asasi manusia sudah menulis banyak sekali textbook mengenai hak asasi manusia.

Kedua, William Sabas dia penulis buku Death Finalty in International Law yang sangat terkenal, seorang profesor dari Montreal University dan juga menulis lebih dari sembilan puluh karya tulis tentang

(8)

hukuman mati. Ketiga, yang ingin kami ajukan adalah Profesor Roger Hood, itu profesor yang ahli dalam bidang kriminologi dari Oxford University, penulis buku Death Penalty Worlwide Perspective. Dua dari tiga Saksi/Ahli yang akan kami undang dari luar negeri ini sudah menyatakan kesediaannya secara pasti untuk bisa memberikan kesaksian, yang satu lagi masih dalam proses, tapi andaikan kehadiran beliau ini tidak bisa secara fisik pada persidangan ini apakah dimungkinkan kalau pengaturan logistiknya bisa dibuat, pemeriksaan ini dilakukan melalui video conference, ini usulan yang kami minta pendapat dari Majelis seandainya itu dimungkinkan kami akan dengan senang hati bisa membahas dan membicarakan lebih lanjut dengan Mahkamah Konstitusi, kemungkinan-kemungkinan yang bisa kita lakukan untuk bisa menghadirkan atau mengadakan video conference dengan Saksi/Ahli yang kami sebutkan tadi.

Saya kira ini untuk sementara yang bisa kami sampaikan kami ucapkan terima kasih kepada Majelis Hakim.

5. KETUA : Prof. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H.,M.S.

Baik, ada beberapa hal yang Saudara ungkapkan, yang pertama berkaitan dengan dua orang warga negara asing yang mengajukan pengujian undang-undang. Saudara memang telah memberikan beberapa argumentasi yang singkat pada halaman 13 dan 14 tentang pendapat Mahkamah. Tentu nanti akan tercermin dalam putusan Mahkamah, tetapi yang perlu saya kemukakan adalah bahwa diharapkan Saudara memberikan argumentasi yang lebih kuat untuk mendalilkan bahwa warga negara asing dapat mengajukan pengujian suatu undang-undang di suatu negara, karena ini berkaitan dengan legal policy dari setiap negara yang mungkin berbeda-beda. Di dalam halaman 13 ini memang Saudara mengaitkan dengan persoalan due process of law, tapi itu saya kira di dalam proses peradilan pidana tentunya sudah terpenuhi sampai pada saat penjatuhan hukuman.

Pada persoalan pengujian undang ini memang undang-undang telah membatasi siapa yang dapat menjadi Pemohon di dalam pengujian undang-undang, tercantum di dalam Pasal 51, termasuk tentu saja meskipun Saudara mengatakan Mahkamah Konstitusi ditantang untuk berpikir arif dan bijaksana pada halaman 14 itu, tapi tidak berarti karena arif dan bijaksana bisa saja melanggar undang-undang tentu nanti tidak dikehendaki oleh semua pihak, oleh karena itu tentu Anda juga kalau mau menguji sekaligus Pasal 51 silakan. Supaya Anda cukup alasan untuk mempersoalkan pasal ini yang telah membatasi hanya warga negara untuk kualifikasi perseorangan itu hanya warga negara Indonesia, itu yang saya mintakan untuk nanti dilengkapi termasuk argumentasi dan bahkan juga dipandang perlu, kalau perlu referensi apakah di negara lain juga mungkin mempersoalkan undang-undang yang di suatu negara lain? Ini yang pertama, lalu yang kedua pada

(9)

halaman 62 dari permohonan ada satu statement pada nomor 8 halaman 62 sebelum petitum, Pemohon membuat statement begini, “oleh karena itu sudah seyogianya Majelis Mahkamah Konstitusi yang terhormat menyatakan bahwa hukuman mati pada umumnya (dan khususnya hukuman mati yang dilakukan di dalam Undang-Undang Narkotika), ini saya ingin mendapatkan konfirmasi apakah permohonan ini sekaligus akan mempersoalkan undang-undang yang lainnya yang juga mengenal hukuman mati di sana? Karena kalau membaca frasa ini menjadi frasa yang sapu jagat, seolah-olah begitu. Tapi perlu argumentasi tapi kalau mau didalilkan ya silakan saja tapi tentu ada dikemukakan secara lebih tegas. Itu berkaitan dengan permohonan, lalu kemudian yang penggunaan teknologi informasi saya kira selama ini seluruh persidangan Mahkamah sudah terbuka untuk itu, jadi termasuk Pemohon jadi kalau Pemohon mau menggunakan power point untuk persidangan termasuk teleconference kalau nanti memungkinkan termasuk tadi yang mau mendatangkan. Saya ingin koreksi, jadi saya kira mereka termasuk Profesor Sahetapy saya kira sebagai Ahli kan? Bukan Saksi kan? Jadi tadi disebutkan sebagai Saksi, jadi di Mahkamah memang hanya dikenal Saksi yang berkaitan nanti dengan fakta-fakta apa yang dialami dan diketahui, dilihat sendiri dan keahlian, ini saya kira Prof. Sahetapy dan juga tiga orang yang asing yang akan diajukan dalam sidang sebagai Ahli nantinya.

Silakan untuk Prof. Sahetapy sudah ada CV-nya nanti yang lainnya juga Anda kemukakan CV-nya termasuk keahliannya tentunya, kemudian juga sedangkan yang tidak bisa hadir secara fisik apakah mau menggunakan video conference atau teleconference atau bahkan kemungkinan cukup keterangan tertulis bisa saja diberikan nantinya, kita lihat saja dalam persidangan selanjutnya.

Selanjutnya saya ingin memberi kesempatan kepada para hakim mungkin ada masukan, advice yang akan diberikan kepada Pemohon, tapi tadi saya menemukan dua hal terutama tambahan argumentasi terutama untuk posisi dua orang warga negara asing yang sebetulnya dalam pengujian undang-undang bukan jumlah yang mengajukan empat orang; dua orang warga negara Indonesia sebetulnya ya cukup, tidak usah yang asingnya tapi kalau mau sekaligus mempersoalkan hal ini yang mungkin penting bagi perkembangan hukum kita saya persilakan untuk dilengkapi, lebih dielaborasi argumentasi-argumentasinya sehingga meyakinkan Mahkamah, bahwa warga negara asing boleh mempersoalkan sebuah undang-undang yang diperlakukan di Indonesia karena ini menyangkut persoalan-persoalan yang mungkin agak kompleks, tapi silakan itu diberikan argumentasi termasuk kalau mau mempersoalkan Pasal 51 itu sendiri, yang tentu di sini belum disinggung.

Dan kemudian berkaitan dengan statement pada halaman 62 tadi kalau mau tetap seperti itu ya silakan, tapi tentu nanti mendalilkan perundang-undangan yang lainnya berkait dengan hukuman mati, sebab ini menjadi statement umum bahwa hukuman mati pada umumnya

(10)

sedangkan narkotika hanya dalam kurung saja, meskipun petitum-nya terfokus pada Undang-Undang Narkotika, silakan hakim Pak Roestandi atau Pak Harjono ada masukan?

6. HAKIM KONSTITUSI : H. ACHMAD ROESTANDI,S.H. Terima kasih Bapak Ketua.

Saudara Pemohon saya perlu memberikan pernyataan bahwa permohonan ini dibandingkan dengan permohonan-permohonan yang lain jarang yang seperti ini, ini sudah sangat baik walaupun juga biasanya juga dikemukakan atau disampaikan Pemohon itu para senior dari advokat tapi kadang-kadang tidak selengkap ini. Ini sudah bagus sekali dan saya hanya ingin menyampaikan apa yang tadi disampaikan oleh Bapak Mukthie bahwa Mahkamah ini masih umurnya baru tiga tahun, oleh karena itu hal-hal yang kira-kiranya dari pihak Pemohon sendiri untuk memperkaya pandangan kami, untuk memperkaya juga Mahkamah Konstitusi ada baiknya kalau yang seperti tadi dikatakan misalnya mengenai Pasal 51 itu apakah seorang warga negara asing karena ini bukan citizen right yang dipersoalkan tapi ada human right yang berlaku untuk seluruh umat manusia, apa nanti tidak nanti ditambahkan secara lebih mendalam atau tertulis di samping yang lisan tadi? Oleh karena ada juga satu hal yang pernah dilakukan semacam ini, jadi permohonan itu menggantungkan kepada permohonan yang pertama, misalnya ada permohonan yang permohonan itu dulu terkendala oleh Pasal 50, maka Pasal 50 itulah yang dimintakan dulu agar supaya itu dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum. Jadi kemudian baru isi, karena Pasal 50 itukan mengadili itu hanya dibatasi pada saat berlakunya UUD 1945 yang amandemen pertama. Ini dulu ada undang-undang yang dimintakan itu adalah yang sebelum amandemen, tapi untuk masuk ke situ dia memberi suatu alasan dan akhirnya Mahkamah mengabulkan Pasal 50 akhirnya dinyatakan tidak mengikat, ini barangkali seperti tadi kata Bapak Ketua dimasukkan Pasal 51, karena ini juga penting untuk memperkaya kami, Mahkamah.

Yang kedua, mengenai sapu jagat tadi apabila ingin dimasukkan tolonglah dibaca Pasal 51, jadi tidak harus sapu jagat demikian, tapi harus secara rinci begitu, ayat mana? Pasal mana? Oleh karena walaupun muaranya hukuman mati tetapi latar belakang untuk sampai ke hukuman mati itu bisa berlain-lainan, oleh karena itu kalau mau hukuman mati diajukan seluruhnya silakan nanti dirinci pasal-pasal yang berkaitan dengan itu, jangan sapu jagat maksudnya, karena Pasal 51 ayat (3B) menyatakan harus dirinci itu, itu saja Bapak Ketua barangkali.

(11)

7. HAKIM KONSTITUSI : Dr. HARJONO, S.H., M.C.L Terima kasih.

Kepada Saudara Pemohon saya kira kalau diminta pendapat saya mengenai apa yang Anda sampaikan tadi, sama mengenai ketentuan Pasal 51, kalau itu dimintakan nasihatnya, mungkin persoalannya bukan kita tidak mau memberi nasihat, tapi mekanisme di dalam persidangan ini bahwa pertama Mahkamah Konstitusi tidak memberikan fatwa, kita tidak memberikan fatwa. Yang kedua, untuk menentukan apakah pengertian Pasal 51 juga mencakup pengertian warga negara asing itu perlu satu putusan dari sidang sembilan hakim, oleh karena itu di dalam posisi seperti ini tidak bisa memberikan pendapat yang diminta itu, alangkah baiknya kalau tokh memang itu sebagai sesuatu yang dipandang sebagai penting maka saran kedua hakim yang terdahulu itu bisa dipertimbangkan dan ini terserah kepada Pemohon sendiri.

Kedua, persoalan yang lain, posisi Pemohon tentunya berhadapan dengan hakim itu di samping ada bukti-bukti, juga ada teknik untuk persuade kan begitu? Persuade supaya hakim ini menjadi satu pandangan dengan Pemohon sehingga itu memperlancarkan keinginan Pemohon di dalam mengambil putusan, hanya saya lihat bahwa ada hal-hal yang menurut saya itu tidak proper untuk di dalam usaha persuade itu karena ini bisa membuat kontra produktif apalagi di situ ada stigma-stigma yang sudah diberi cap oleh Pemohon, karena itu seolah-olah kalau tidak seperti ini itu masuk di sana termasuk hakimnya yang akan memutus, itu dikatakan di situ. Halaman 9, kelompok-kelompok garis keras yang kurang sepaham dengan hak asasi manusia harusnya menganggap bahwa bangsa indonesia haruslah juga menghormati lokal, agama lokalisme sepertinya. Di sini ada deviasi dalam tafsir hak asasi manusia what will be happened kalau itu menjadi penafsiran dari hakim semuanya, apakah kemudian akan dicap oleh Pemohon bahwa hakim-hakim melakukan deviasi? Kita belum tahu hasilnya tapi itu bukan persuade menurut saya, malah kontraproduktif, bisa-bisa ini tidak menjadi, menciptakan report yang baik bagi persidangan itu apalagi tadi ditantang untuk arif dan bijaksana, inikan penilaian-penilaian yang menurut saya maunya persuade ya, tapi leading ini. Kalau tidak seperti ini Anda tidak arif, tidak bijaksana, seperti itu. Hal-hal seperti ini Anda patut pertimbangkan, karena hakim pun juga di dalam pemahamannya akan membaca secara keseluruhan dari apa yang disampaikan.

Itu saya kira yang saya sampaikan di dalam permohonan ini tapi terserah kepada Anda apakah ini Anda pertahankan tapi sudah open bagi kita itu akan menjadi persoalan secara individual kalau menghadapi pernyataan-pernyataan seperti ini, terima kasih.

(12)

8. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S.

Ya, Saudara Kuasa Pemohon silakan kalau ada hal-hal yang ingin disampaikan untuk menanggapi apa yang kami sampaikan, ya jadi nasihat, namanya juga nasihat, boleh didengar boleh tidak.

9. KUASA HUKUM PEMOHON : Dr. TODUNG MULYA LUBIS, S.H., LL.M

Terima kasih Hakim Ketua,

Kami juga ingin menekankan satu hal bahwa kami sangat menghormati Majelis Mahkamah Konstitusi yang memang sebagai guardian of the constitution, sebagai polisi Konstitusi dan kalau dalam apa yang kami tulis di dalam permohonan judicial review ini ada kesan persuasi yang berlebihan yang bisa jadi—apa namanya—leading ya! Yang Mulia, dalam membaca ataupun menyimpulkan apa yang akan diputuskan kami mohon maaf, tapi kami berusaha untuk mencoba sekomprehensif mungkin membangun satu argumentasi dengan mencoba melihat konteks sosial politik yang ada, karena kami mengantisipasi mungkin saja ada kelompok-kelompok yang akan intervensi di dalam proses judicial review ini, tapi terima kasih atas pendapat, atas usulannya kami akan melihat kembali, mengkaji kembali, mencoba mereformulasi kembali.

Dua hal yang tadi dikemukakan oleh Yang Mulia, pertama mengenai Pasal 51 yang menyangkut legal standing warga negara asing, terus terang ini satu pergumulan intelektual yang sangat panjang yang membuat kami belum menuliskan secara lengkap argumentasi mengenai itu, tapi kami terpanggil untuk mencoba ikut dalam proses terobosan ini. Apakah nantinya dikabulkan atau tidak tentu kami serahkan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan, tapi kami terpanggil untuk memulai proses terobosan ini dan kami akan mencoba merumuskan apa yang kami bisa rumuskan untuk melengkapi argumentasi yang kami sudah kemukakan pada permohonan ini.

Kedua, terima kasih juga atas pendapat yang dikemukakan mengenai adanya satu paragraf sapu jagat yang ditulis pada halaman 62. Ini pun satu pergumulan yang kami juga alami sekarang karena dalam hati kecil kami semua yang ada di sini, walaupun kuasa yang diberikan kepada kami itu sebatas menguji Pasal 80, Pasal 81, Pasal 82 UU Nomor 22 Tahun 1997, tapi masih banyak hukuman mati pada undang-undang yang lain yang juga kami ingin persoalkan, nah kami khawatir bahwa kalau misalnya kami melangkah terlalu jauh, ini juga bisa menimbulkan beberapa komplikasi hukum, apalagi di tengah-tengah perdebatan mengenai apakah Mahkmah konstitusi bisa memutus lebih dari apa yang diminta? Ini perdebatan yang ada pada Mahkamah Konstitusi dan pada kami sebagai praktisi hukum, apakah ultra petita itu bisa atau tidak? Jadi ini satu hal yang masih mengganjal pada diri kami,

(13)

tapi mengucapkan terima kasih kepada Majelis kami akan mendiskusikan hal ini secara internal dan apabila kami merasa kami juga bisa untuk melengkapi dan mengajukan argumentasi tambahan, kami akan ajukan karena itu komitmen yang juga kami miliki sampai hari ini. Satu hal lain Ketua, yang ingin kami tambahkan, tadi kami sudah mengajukan beberapa orang untuk didengar sebagai saksi, sebagai ahli. Nah, saya melihat di sini ada pemerintah yang akan hadir nantinya dalam proses ini, ada DPR juga. Dalam pembicaraan yang kami lakukan dengan beberapa anggota DPR/MPR yang ikut dalam proses perubahan UUD 1945 yang tahu bagaimana proses perumusan Pasal 28A, 28I misalnya. Kami sudah meminta salah seorang anggota MPR tersebut untuk bisa dihadirkan, untuk didengar keterangannya, tapi apakah itu dimungkinkan karena sudah ada pihak DPR yang juga akan ikut dalam proses ini. Kalau itu dimungkinkan kami akan mencoba menjajaki lebih lanjut kemungkinan itu, ini pertanyaan terakhir bagi kami, terima kasih.

10. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S.

Baik, jadi memang nanti pada persidangan yang lengkap nanti juga kita akan mendengarkan keterangan Pemerintah dan DPR, dalam kapasitas sebagai pembentuk undang-undang yang tentunya akan diharapkan bisa menjelaskan tentang legal policy dari pembentuk undang-undang berkaitan dengan persoalan ini. Bahwa Pemohon akan mengajukan seorang atau lebih anggota DPR yang mungkin dulu atau MPR karena kalau ini rumusan di dalam Undang-Undang Dasar pada perubahan Undang-Undang Dasar tentunya adalah dalam kapasitas sebagai anggota MPR itu adalah sebagai saksi perorangan yang akan mengemukakan sebetulnya pikiran-pikiran atau suasana kebatinan yang ada pada saat perumusan pasal dimaksud, tentu itu juga harus dilengkapi dengan yang formal yang menjadi pendapat MPR tentu saja adalah risalah-risalah dalam persidangan di MPR yang itu memuat tentu saja berbagai perdebatan argumentasi yang muncul, tapi di forum Mahkamah saya kira sudah sangat sering tampil para mantan Anggota PAH I MPR yang biasanya, meskipun mereka kalau tampil banyak bisa berbeda-beda, jadi karena kebanyakan juga tidak berbasis pada risalah-risalah, mungkin pendapat-pendapat pribadi tapi itu tentu itu akan penilaiannya ada pada Hakim, tapi silakan saja ingin diajukan. Jadi persidangan ini sangat terbuka untuk berbagai nanti, satu proses yang membuka diri terhadap berbagai argumen entah setuju atau tidak setuju terhadap persoalan yang diajukan termasuk dari Pemerintah, DPR, para ahli, biasanya Pemerintah juga sendiri mengajukan ahli-ahli, di samping ahli yang diajukan oleh Pemohon bahkan Mahkamah juga dapat memanggil sendiri untuk meyakinkan Mahkamah mengambil ahli-ahli di bidangnya dan itu juga sudah sering dilakukan. Jadi saya kira itu dan permohonan Saudara kalau dari sudut kelengkapan, surat kuasa saya kira sudah cukup lengkap, permohonan tadi sudah ada penilaian dari

(14)

Hakim Achmad Roestandi yang suduh cukup lengkap meskipun ada beberapa hal yang perlu direnungkan kembali seperti dikemukakan Dr. Harjono dan juga ada statement pada halaman 62 dan juga pada argumen-argumen yang dikemukan pada halaman 13, 14 yang nantinya untuk memperkuat tentang eligibilitas dari Pemohon warga negara asing terutama.

Kemudian alat bukti Saudara sudah mengajukan selain nanti para ahli yang akan diajukan, nanti untuk yang lain-lain harap itu diajukan secara formal nama dari ahli-ahli lainnya. CV untuk Profesor Sahetapy saya kira sudah cukup yang lainnya nanti dimasukkan ke Kepaniteraan. Kemudian alat bukti tulisan ini sudah ada diajukan sejumlah 63 alat bukti, nanti yang mungkin akan kita sahkan pada persidangan-persidangan berikutnya. Mungkin dari kuasa hukum lainnya ada yang ingin menambahkan? Cukup? Saudara Pemohon masih ada yang ingin disampaikan atau cukup? Kuasa Pemohon? Para Hakim? Cukup?

Baik Saudara Kuasa Pemohon dengan demikian untuk sidang pemeriksaan pendahuluan akan segera kami akhiri tapi perlu kami ingatkan bahwa ada kesempatan (...)

11. KUASA HUKUM PEMOHON : Dr. TODUNG MULYA LUBIS, S.H., LL.M

Jangka waktunya Ketua?

12. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S.

Empat belas hari kerja. Hari ini tepat tanggal 1, empat belas hari kerja itu selambat-lambatnya. Jadi itu tanggal 14, tapi ini semakin cepat semakin baik, karena ini ya kebetulan juga ada satu perkara yang sama sebetulnya oleh Pemohon lain. Kita nanti mungkin persidangan-persidangan yang akan datang tentu nanti ada penetapan Mahkamah kemungkinan akan digabung dengan permohonan-permohonan yang lain, karena pasal dan undang-undang dimohonkan persis sama.

Baik, kalau tidak ada lagi yang diajukan, ingin disampaikan kita akan mengakhiri persidangan kita pada hari ini. Maka dengan Sidang Panel untuk Perkara Nomor 002/PUU-V/ 2007 dinyatakan ditutup.

KETUK PALU 3X

Referensi

Dokumen terkait

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap

Manajer cabang mampu untuk berperan sebagai panutan dengan cara memberikan contoh dalam setiap pekerjaan yang harus dilakukan oleh karyawan secara ideal, mampu

Menurut pandangan ini, ada kekuatan teks (pesan) pada khalayak dan menekankan efek media itu sendiri. Pandangan kedua bermakna apa yang akan dilakukan khalayak terhadap

“Pengaruh Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Badan Menurut UU No.36 Thaun 2008, Insentif Pajak dan Nonpajak Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur di

(a). Kategori yang memiliki nilai desimal terbesar diantara empat kategori tersebut dibulatkan ke atas. Gunakan nilai tersebut sebagai hasil akhir yang akan dilaporkan,

Berdasarkan analisis data tentang faktor yang mendukung pelaksanaan strategi the Learnig Cell pada pembelajaran fiqih di MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus yaitu

Efektivitas modal kerja Perusahaan Rokok Kanigoro Jaya Sentosa Kediri yang pengukurannya melalui rasio perputaran modal kerja, menunjukkan peningkatan yang cukup

Berdasarkan sumber tulis yang dikemukakan di atas, kita juga mengetahui bahwa aksara yang digunakan sebagai sarana tulis di Banten pada masa lalu ada lima, yaitu aksara Arab,