• Tidak ada hasil yang ditemukan

Politeknik ATI Padang 5,6. Universitas Andalas Padang ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Politeknik ATI Padang 5,6. Universitas Andalas Padang ABSTRACT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KALSIUM OKSIDA UNTUK PEMBUATAN APLIKASI BIODIESEL DENGAN

METODE KALSINASI

The Characteristics Calcium Oxide for Preparation of Biodiesel Application by Calcination

Method

Sri Elfina1, Fejri Subriadi2, Roswita3, Zefri Azharman4, Vivi Sisca5 dan Novesar Jamarun 6 1,2,3,4 Politeknik ATI Padang

5,6 Universitas Andalas Padang

Email : srielfina@gmail.com

Kontributor Penulis ABSTRACT

This research investigated characteristics of calcium carbonate, which its result was Calcium oxide by calcination method. Calcium carbonate was calcinated at 900oC temperature in Furnace tool. Calcium carbonate was from limestone of Lintau Buo. It was in west Sumatra, Indonesia. The characteristics would been measured that were The Functional Group of Calcium Oxide was analysed by Spectroscopy of Fourier Transform (FTIR). The morphological of calcium oxide was analysed by scanning electron microscope (SEM). The FTIR spectrum showed like specific at wave-length of calcium oxide (879,06 cm-1 and875,99 cm-1). The shape of morphological from the result of SEM showed the spread of particles that homogeny (8 Calcium Oxide were resulted be able used for preparation of biodiesel application.

Keywords: Calcium Carbonate, Calcium Oxide, Calcination, Biodiesel.

1,2Kontributor Utama 3,4,5,6 Kontributor Anggota

ABSTRAK

Penelitian ini menyelidiki karakteristik kalsium karbonat, yang hasilnya adalah Kalsium oksida dengan metode kalsinasi. Kalsium karbonat dikalsinasi pada suhu 900oC dalam alat Furnace. Kalsium karbonat berasal

dari batu kapur Lintau Buo di Sumatra barat, Indonesia. Karakteristik yang diukur adalah Grup Fungsional Kalsium Oksida dianalisis dengan Spektroskopi Fourier Transform (FTIR). Morfologi kalsium oksida dianalisis dengan scanning electron microscope (SEM). Spektrum FTIR seperti spesifik pada panjang gelombang kalsium oksida (879,06 cm-1 dan875,99 cm-1).

Bentuk morfologis dari hasil SEM menunjukkan penyebaran partikel yang homogen. Kalsium Oksida yang dihasilkan dapat digunakan untuk persiapan pada aplikasi biodiesel.

Kata Kunci: Kalsium Karbonat, Kalsium Oksida, Kalsinasi, Biodisel.

.

1. PENDAHULUAN

Zaman modern ini menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap kebutuhan energi. Energi yang digunakan untuk menggerakkan mesin, sebagai energi penerangan atau sebagai penggerak transportasi. Energi tersebut sebagian besar berasal dari minyak bumi fosil, seperti bensin, solar, gas LPG dan bahan bakar fosil lainnya. Kebutuhan yang semakin meningkat secara terus-menerus diperkirakan dimasa mendatang menyebabkan ketersediaan bahan bakar fosil menjadi semakin menipis. Untuk mencegah hal itu terjadi maka diperlukan suatu energi alternatif seperti biodiesel.

Biodiesel adalah energi bahan bakar alternatif yang mirip dengan minyak diesel yang berasal dari fosil atau yang sering dikenal dengan minyak solar. Proses yang dapat digunakan untuk mengubah bahan baku minyak nabati menjadi biodiesel disebut transesterifikasi. Proses transesterifikasi merupakan reaksi dari

(2)

sifat asam lemak yang melekat pada gliserin itu yang pada akhirnya akan mempengaruhi karakteristik biodiesel tersebut (Mahmud). Keberhasilan reaksi transesterifikasi ditandai dengan terjadinya pemisahan metil ester (biodiesel) dan lapisan gliserol setelah waktu reaksi selesai. Hampir semua biodiesel diproduksi dalam proses kimia menggunakan proses transesterifikasi dengan katalis basa sebagai proses yang paling ekonomis dan hanya membutuhkan suhu dan tekanan rendah untuk menghasilkan konversi atau yield 98% (Mahfud, 2018). Salah satu pengembangan katalis basa untuk dapat mempercepat reaksi dari transesterifikasi adalah dengan menggunakan katalis kalsium oksida (Nurhayati, Mukhtar and Gapur, 2014).

Kalsium oksida (CaO) adalah senyawa anorganik oksida logam yang dapat dihasilkan dari batu kapur, dimana batu kabur terdapat kalsium karbonat (CaCO3). Kalsium karbonat dari batu kapur memiliki ukuran yang

masih mikro. Batu kapur yang disintesis dengan metode presipitasi (precipitated) dapat menghasilkan kalsium karbonat dalam ukuran yang lebih kecil atau sampai ukuran nanopartikel. Metode sintesis CaCO3 tersebut

dikenal dengan produk PCC (Precipitated Calcium Carbonated) (Purba et al., 2015). Kalsium karbonat (CaCO3)

yang dikalsinasi selama 5 jam pada suhu optimum 900oC dapat menghasilkan Kalsium Oksida (Jamarun et al.,

2015). Pada kondisi tersebut dapat diasumsikan kalsium karbonat melepaskan gas monokarbon dioksida dan terbentuknya padatan kalsium oksida. Kalsium oksida dapat diubah menjadi hidroksiapatit sebagai senyawa kalsium pada tulang dengan melarutkan 5.6 g CaO dalam aquades dan direaksikan dengan asam fosfat (Jamarun et al., 2016). Perkembangan terhadap pengaplikasian kalsium oksida lainnya adalah sebagai katalis pada proses transesterifikasi yang menghasilkan metil ester mencapai 98,8% (Fanny, Subagjo and Prakoso, 2018). Persentase ini dapat diasumsikan bahwa pemanfaatan kalsium CaO dalam aplikasi biodiesel sangat berpengaruh signifikan.

Berdasarkan paparan terhadap pentingnya pemanfaatan kalsium oksida, maka dalam studi ini akan dilakukan penyelidikan terhadap sintesis kalsium oksida dari batu kapur dan Kalsium oksida dari PCC serta karakteristiknya.

2. METODE 2.1. Bahan dan Alat

Bahan bahan yang digunakan adalah Batu Kapur yang diperoleh dari daerah Lintau Buo Sumatera Barat, aquades, gas CO2, NH4OH dan HNO3

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah neraca analitik model AES 104 120-4, pH meter model Metrohm, oven model memmert UN universal 321, Pemanas listril model stuart AM 500C, Furnace model Thermolyne Muffle thermolyne 1100, pemanas dan pengaduk magnetik model stuar biocote, ayakan 120 mesh cawan porselin, kertas saring, viskometer, piknometer, termometer, perangkat refluks, perangkat transesterifikasi dan peralatan gelas.

Karakterisasi dengan analisis XRF PANalytical Epsilon 3, FTIR menggunakan alat prestige 21 shimadzu IR, XRD menggunakan peralatan Bruker D8 Advance, SEM/EDS menggunakan peralatan FEI type Inspecta S50 tipe EDAX AMETEK.

2.2. Prosedur

2.2.1. Preparasi CaO dari Batu Kapur

Batu Kapur dari daerah Lintau Buo Sumatera Barat dikumpulkan dan dicuci hingga bersih menggunakan air. Kemudian batu kapur dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 110oC selama tiga

jam. Selanjutnya gumpalan batu kapur dihaluskan menggunakan lumpang dan alu. Batu kapur yang telah dihaluskan dikalsinasi pada 900oC dalam furnace selama 5 jam. Sampel yang telah dikalsinasi dihaluskan dan

disimpan dalam wadah kedap udara. 2.2.2. Preparasi CaO dari PCC

Katalis CaO dari PCC yang digunakan disiapkan menggunakan metode karbonasi. CaO hasil kalsinasi batu kapur, diambil sebanyak 20 gram dicampur dengan 300 mL HNO3 2 M didalam erlenmeyer. Larutan di

stimulasi menggunakan magnetik stirrer sekitar 30 menit, lalu disaring. Sementara itu filtrat dipanaskan pada suhu 60⁰C, ditambahkan NH4OH pekat sampai pH 12. Kemudian dialirkan dengan gas CO2 hingga pH 8 dan

akhirnya terbentuk endapan putih yang dikenal sebagai PCC. PCC dicuci beberapa kali menggunakan air suling dan dikeringkan pada suhu 115⁰C di dalam oven. PCC yang terbentuk dikalsinasi pada suhu 900oC selama lima

(3)

Karakterisasi katalis dilakukan terhadap CaO sperti X-Ray Fluorescence (XRF), Fourier Transformed Infrared Spectroscopy (FTIR), Scanning Electron Microscopy (SEM) dan energy Dispersive X-Ray Spectrometry (EDS).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Preparasi CaO dari Batu Kapur

Katalis CaO disintesis dari batu Kapur yang didapat dari daerah Lintau Buo Sumatera Barat. Batu kapur yang dikumpulkan dicuci hingga bersih untuk menghilangkan kotoran di permukaannya menggunakan air dan di keringkan menggunakan oven pada suhu 110oC selama tiga jam yang bertujuan untuk menghilangkan

kandungan air (H2O). Pada suhu diatas 101oC molekul H2O terjadi perubahan fase dari cair menjadi gas (Ningsih,

2016). Kemudian gumpalan batu kapur dihaluskan menggunakan alu dan lumpang yang bertujuan agar menjadi ukuran mikro berupa powder. Selanjutnya powder batu kapur dikalsinasi pada suhu 900oC selama lima jam

dalam furnace untuk mengubah karbonat menjadi katalis CaO aktif (Jamarun et al., 2015). Katalis yang dikalsinasi dihaluskan dan disimpan dalam wadah kedap udara untuk menghindari kontak dengan CO2 dan

kelembaban yang mengubah CaO ke dalam CaCO3 dan Ca(OH)2 (Suprapto et al., 2016; Jindapon et al., 2020).

3.2. Preparasi CaO dari PCC

Katalis CaO dari PCC yang digunakan disiapkan dengan menggunakan metode karbonasi (Octavianty et al., 2015; Purba et al., 2015; Zikri, Amri and Yelmida, 2015). CaO hasil kalsinasi batu kapur, sebanyak 20 gram dicampur dengan 300 mL HNO3 2 M didalam erlenmeyer. Larutan di stimulasi menggunakan magnetik

stirrer sekitar 30 menit, lalu disaring. Sementara itu filtrat dipanaskan pada suhu 60⁰C, ditambahkan NH4OH

pekat sampai pH 12, kemudian dialirkan dengan gas CO2 hingga pH 8 dan akhirnya terbentuk endapan putih

yang dikenal sebagai PCC (Elfina et al., 2016). PCC dicuci beberapa kali menggunakan air suling, dikeringkan pada suhu 115⁰C bertujuan menghilangkan kandungan zat organik lain dan air . kemudian dikalsinasi pada 900oC selama lima jam dalam furnace untuk mengubah karbonat menjadi katalis CaO aktif. Katalis yang

dikalsinasi dihaluskan dan disimpan dalam wadah kedap udara untuk menghindari kontak dengan CO2 dan

kelembaban yang mengubah CaO ke dalam CaCO3 dan Ca (OH)2, sesuai yang disarankan oleh (Suprapto et al.,

2016; Jindapon et al., 2020). 3.3. Karakterisasi

3.3.1. X-Ray Fluorescence (XRF)

Pengujian XRF diuji bertuan untuk mengetahui konsentrasi unsur dalam sampel kalsium oksida yang telah disintesis. Radiasi Foton elektromagnetik ditembakkan ke material sampel. Radiasi elektromagnetik yang dipancarkan akan berinteraksi dengan elektron yang berada di kulit K suatu unsur. Elektron yang berada di kulit K akan memiliki energi kinetik yang cukup untuk melepaskan diri dari ikatan inti, sehingga elektron itu akan terpental keluar. Untuk setiap atom di dalam sampel, intensitas dari sinar–X karakterisasi tersebut sebanding dengan jumlah (konsentrasi) atom di dalam sampel. Intensitas sinar-X karakteristik dari setiap unsur, dibandingkan dengan suatu standar yang diketahui konsentrasinya, sehingga konsentrasi unsur dalam sampel bisa ditentukan. Berikut pada tabel 1, dan 2 ditampilkan hasil pengujian XRF dari CaO batu kapur dan CaO PCC.

Tabel 1. Hasil Karakteristik CaO dari Batu Kapur

Element Geology

Compound Conc Unit Compound Conc Unit

Mg 0,788 % MgO 1,12 %

Al 0,357 % Al2O3 0,578 %

Si 0,234 % SiO2 0,427 %

Ca 97,245 % CaO 96,442 %

(4)

Tabel 2. Hasil Karakteristik CaO dari PCC

Element Geology

Compound Conc Unit Compound Conc Unit

Mg 0,217 % MgO 0,311 %

Al 0,407 % Al2O3 0,66 %

Si 0,294 % SiO2 0,538 %

Ca 97,948 % CaO 97,588 %

Fe 0,14 % Fe2O3 0,13 %

Berdasarkan tabel 1 dan 2 CaO hasil kalsinasi memiliki komposisi yang besar masing-masing adalah 96,4 % dan 97,6 %. Sehingga dapat dikatakan bahwa kadungan CaO dari PCC lebih besar dari batu Kapur sebesar 97,6% dengan selisih 1,2%. Adapun kandungan lainnya yang terdapat pada CaO kalsinasi dari batu kapur dan PCC adalah MgO, AlO3, SiO2, dan Fe2O3 yang konsentrasinya kecil dari 0,7%.

3.2. Fourier Transformed Infrared Spectroscopy (FTIR)

Pengujian FTIR dilakukan pada CaO dari batu kapur dan CaO dari PCC. Radiasi IR dilewatkan pada sampel CaO, sampel CaO menyerap sebagian radiasi dan sebagian dilewatkan melalui sampel CaO. Bilangan gelombang diatur dari 400-4500 cm-1, resolusi diatur ke angka 4.0. Setelah alat dalam keadaan ready yang ditandai dengan indikator nyala hijau pada icon lampu FTIR, Interferometer dan detektor, maka dilakukan pengukuran. Pengukuran terlebih dahulu dilakukan dengan memindai blanko dan setelah itu sampel yang dimasukkan pada plat selanjutnya dipindai dengan mengklik measurement sample. Pengaturan baseline dan smoothing dilakukan. Pada puncak spektrum ditandai pita serapan dan hasil spektrum dicetak sebagai berikut (Gambar 1 dan 2).

Berdasarkan gambar 1 pada gelombang 875,99 cm-1 menandakan adanyapita serapan Ca-O pada kalsinasi batu kapur. Pada gelombang 1444 cm-1 berhubungan dengan pita serapan O-C-O dari karbon monodentate pada permukaan CaO. Sedangkan pada gelombang 2275 cm-1 dan 2066 cm-1 berhubungan

dengan pita serapan CO2 pada permukaan CaO. Selanjutnya pada Panjang gelombang 3637,98 merupakan

gugus OH dimungkinkan berasal dari molekul air yang terabsob pada permukaan CaO, dimana CaO bersifat higroskopis yang mudah menyerap air.

(5)

Gambar 2. FTIR CaO dari Batu Kapur

Berdasarkan gambar 2 pada gelombang 879,06 cm-1 menandakan adanya pita serapan Ca-O pada

kalsinasi PCC. Pada gelombang 1459,63 cm-1 berhubungan dengan pita serapan O-C-O dari karbon

monodentate pada permukaan CaO. Sedangkan pada gelombang 2290 cm-1 dan 2055 cm-1 berhubungan

dengan pita serapan CO2 pada permukaan CaO. Selanjutnya pada Panjang gelombang 3638,38 cm-1 merupakan

gugus OH dimungkinkan berasal dari molekul air yang terabsob pada permukaan CaO, dimana CaO bersifat higroskopis yang mudah menyerap air.

Spektrum CaO batu kapur dan CaO PCC memiliki spektrum gelombang yang hampir mirip, hal ini dapat juga dilihat pada gambar 3, overlay CaO batu kapur dan CaO PCC. Sedangkan Spektrum PCC sendiri memiliki perbedaan dengan dua gelombang lainnya. Jika diperhatikan pada gelombang 710,45 cm -1 pada spektrum PCC

terlihat pita serapan C-O dan pada gelombang 1393,59 cm-1 terlihat pita serapan gugus rangkap C=O dengan

vibrasi bend dari karbonat (CO32-).

3.3. Scanning Electron Microscopy (SEM) dan energy Dispersive X-Ray Spectrometry (EDS)

Dalam pengujian SEM pada CaO kalsinasi, sampel dimasukkan ke dalam Chamber SEM, komputer SEM dinyalakan. Semua kondisi diatur sesuai kebutuhan, kemudian diambil gambar yang menunjukkan morfologi permukaan sampel. Pada penelitian ini dilengkapi dengan EDS, maka pengukuran SEM dihubungkan dengan komputer EDS. Kondisi pengukuran diatur kemudian hasil SEM disambungkan dengan EDS, menu dipilih untuk memunculkan puncak unsur dari sampel yang di –SEM/EDS dan unsur-unsur yang telah terdeteksi dimunculkan pada spektrum dan tombol diatur untuk memunculkan persentase dari unsur-unsur yang telah diperoleh. Hasil pengukuran selanjutnya dicetak.

(6)

Gambar 4. Morfologi SEM CaO dari Batu Kapur, perbesaran (a) 4000x; (b) 7000x; (c) 10000x

Gambar 5. Morfologi SEM CaO dari PCC, perbesaran (a) 4000x; (b) 7000x; (c) 10000x

Gambar 6. Morfologi SEM PCC, perbesaran (a) 4000x; (b) 7000x; (c) 10000x

Gambar 4 morfologi SEM yang dilakukan pada CaO dari batu kapur memiliki permukaan yang kasar berbentuk bongkahan dengan diameter sebesar 19 μm. Sedangkan pada gambar 5 morfologi SEM yang dilakukan pada CaO dari PCC memiliki permukaan yang halus dengan diameter sebesar 8 μm. Pada gambar 6 morfologi dari PCC memiliki bentuk bongkahan yang kasar dengan diameter sebesar 10 μm. Berdasarkan hasil SEM ini CaO dari PCC lebih memiliki kelebihan dari pada CaO dari batu kapur. Ukuran yang lebih kecil dapat menyebabkan lebih cepat bereaksi, sehingga untuk pengablikasiannya CaO dari PCC dapat dikatakan lebih efisien dibandingkan CaO dari kalsinasi batu kapur. Hasil EDX persentase massa pada CaO dari kalsinasi batu kapur memiliki komposisi antara lain C 44,19%, O 42,83% dan Ca 12,98 %. Sedangkan CaO dari PCC memiliki komposisi C 41,58%, O 44,06%, dan Ca 14,37%. Unsur karbon dan oksigen mendominasi komposisi dari karakteristik CaO batu kapur dan CaO PCC. Hal ini dimungkinkan karena adanya kontak sampel dengan CO2.

Kandungan kalsium CaO dari PCC lebih banyak dari pada CaO batu kapur yaitu sebesar 14,36%.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penyelidikan karakteristik kalsium oksida dari kalsinasi batu kapur dan CaO dari kalsinasi PCC, diperoleh karakteristik CaO dari kalsinasi PCC memiliki karakteristik yang lebih baik dari kalsinasi batu kapur. CaO yang dikalsinasi dari PCC pada suhu 900oC memiliki spektrum FTIR pada gelombang 879,06 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi

(7)

Ca sebesar 14,37%. Sedangkan CaO pada batu kapur memiliki spektrum gelombang 875,99 cm-1 yang

menunjukkan vibrasi dari CaO dan diameter 19 μm dengan permukaan yang lebih kasar berbentuk bongkahan serta komposisi Ca sebesar 12,98 %.

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada Ibu Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Kejuruan dan Vokasi Industri (PPPKVI) dan Bapak Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kementerian Perindustrian R.I yang telah menyelenggarakan dan mendanai kegiatan Sarana Penelitian Industri terapan (SPIRIT) tahun 2020. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh pihak yang telah memberikan motivasi dan dukungan di dalam pelaksanaan penelitian.

6. DAFTAR PUSTAKA

Elfina, S. et al. (2016) ‘Biodegradable Plastic of Jicama Starch ( Pachyrhizus Erosus ) With Precipitate Calcium Carbonate as A Filler’, pp. 57–61. doi: 10.21063/ictis.2016.1010.

Fanny, W. A., Subagjo, S. and Prakoso, T. (2018) ‘Pengembangan katalis Kalsium Oksida untuk sintesis biodiesel’, Jurnal Teknik Kimia Indonesia, 11(2), pp. 66–73. doi: 10.5614/jtki.2012.11.2.1.

He, Z., Minteer, S. D. and Angenent, L. T. (2005) ‘Electricity generation from artificial wastewater using an upflow microbial fuel cell’, Environmental Science and Technology, 39(14), pp. 5262–5267. doi: 10.1021/es0502876.

Jamarun, N. et al. (2015) ‘Effect of temperature on synthesis of hydroxyapatite from limestone’, Rasayan Journal of Chemistry, 8(1).

Jamarun, N. et al. (2016) ‘Hydroxyapatite material: Synthesis by using precipitation method from limestone’, Der Pharma Chemica, 8(13), pp. 302–306.

Jindapon, W. et al. (2020) ‘Production of biodiesel over waste seashell-derived active and stable extrudate catalysts in a fixed-bed reactor’, Environmental Technology & Innovation, 20(November).

Lu, H. and Liu, G. (2014) ‘Spatial effects of carbon dioxide emissions from residential energy consumption: A county-level study using enhanced nocturnal lighting’, Applied Energy. Elsevier Ltd, 131, pp. 297–306. doi: 10.1016/j.apenergy.2014.06.036.

Mahfud (2018) BIODIESEL PERKEMBANGAN BAHAN BAKU DAN TEKNOLOGI. Surabaya: Putra Media Nusantara. Ningsih, S. K. W. (2016) Sintesis Anorganik, Sintesis Anorganik. Padang: UNP Press Padang.

Nurhayati, N., Mukhtar, A. and Gapur, A. (2014) ‘Transesterifikasi Crude Palm Oil (CPO) Menggunakan Katalis Heterogen CaO dari Cangkang Kerang Darah (Anadara Granosa) Kalsinasi 900oC’, Jurnal ICA (Indonesian …, 5(1), pp. 23–29. Available at: https://ica.ejournal.unri.ac.id/index.php/ICA/article/ view/2673.

Octavianty, D. et al. (2015) ‘Sintesa Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dari Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Dengan Variasi Konsentrasi Asam dan Rasio CaO/HNO3’, JOM FTEKNIK, 2(2).

Purba, P. D. et al. (2015) ‘Sintesa Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dari Cangkang Kerang Darah (Anadara granosa) Dengan Variasi Suhu Kalsinasi dan Variasi Rasio CaO/HNO3’, JOM FTEKNIK, 2(2), pp. 1–7. Suprapto et al. (2016) ‘Calcium oxide from limestone as solid base catalyst in transesterification of Reutealis

trisperma oil’, Indonesian Journal of Chemistry, 16(2), pp. 208–213. doi: 10.22146/IJC.21165.

Zikri, A., Amri, A. and Yelmida, Z. (2015) ‘Sintesa Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dari Cangkang Kerang Darah (Anadara granosa) dengan variasi Jenis Asam dan Waktu Karbonisasi’, Jom Fteknik, 2(2), pp. 1– 6.

TANYA JAWAB : a. Basuki Rahmad :

Apakah perubahan suhu mempengaruhi kualitas bio diesel? Jawaban :

Pada penelitian ini sudah dilakukan varisai suhu yaitu 55oC, 60oC, 65oC, 70oC. Yang terbaik dalam proses

pembuatan biodiesel adalah di range suhu 65oC kemudian dicoba di suhu 67oC juga cukup baik hasilnya.

(8)

Risetnya menarik, mohon info, jenis katalis yg digunakan asam/basa dan lebih prospek yg mana hasilnya? Jawaban :

Gambar

Tabel 1. Hasil Karakteristik CaO dari Batu Kapur
Gambar 1.  FTIR CaO dari Batu Kapur
Gambar 2.  FTIR CaO dari Batu Kapur
Gambar 4.  Morfologi SEM CaO dari Batu Kapur, perbesaran (a) 4000x; (b) 7000x; (c) 10000x

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan dengan bentuk-bentuk lembah yang terdapat dimuka bumi, siklus geomorfik mampu menjelaskan urut-urutan dari suatu sungai yang mengikis lembah yang mengakibatkan

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, kami dapat menyusun proposal Permohonan Bantuan Rehab Gedung Ruang Kelas

Dapat menambah pengalaman dan bisa menerapkan metode lokomotif TAWA (Tanya jawab) ini dalam pembelajaran berikutnya karena metode ini tidak hanya bisa digunakan

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan ridho, karunia, dan rahmat-Nya dalam penulisan skripsi dengan judul “KEMAMPUAN PREDIKSI RASIO KEUANGAN TERHADAP

Bertolak dari paparan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian mengenai Pengembangan Multimedia Dalam pembelajaran Ilmu

Sempena umat Kristiani tidak merasa bersalah dengan dalihnya memaklumkan Injil ke seluruh penjuru dunia dan kepada semua manusia adalah perintah dan kewajiban dari Tuhan, umat

8.. a) Vastaa kysymykseen valitsemalla parhaiten nykyistä opetustilannettasi kuvaava vaihtoehto. Opetustilani soveltuu hyvin kemian opetukseen. Saan käyttööni kemian

Apabila sasaran pengembangan agribisnis komoditas ternak unggas ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan protein hewani pada 10 tahun mendatang, setara dengan 1.250 miliar ekor