BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Pemaknaan
2.1.1 Pengaruh Cultural Studies Di Dalam Analisis Resepsi
Salah satu aktivitas yang dilakukan oleh khalayak adalah menginterpretasi apa yang mereka terima dari media massa. Cultural studies adalah studi interdisipliner yang kajian-kajian dan metode-metode tertentu tergabung. Kegunaan ketergabungan ini dapat membuat kita lebih memahami fenomena dan membongkar praktik kekuasaan yang kerap di produksi oleh media dengan menyajikan teks (pesan) untuk khalayak. Cultural studies ini menyediakan anggapan bahwa studi dari proses budaya, terutama dalam budaya massa adalah penting, kompleks dan senantiasa saling berkaitan baik secara teoritis maupun politis. Dalam cultural studies, khalayak memiliki arti sangat penting.9
Baik media maupun khalayak memiliki kekuatan yang sama dan hubungan antara media dan khalayak inilah yang menghasilkan makna dan membentuk budaya. Teori pemaknaan menyediakan cara-cara memahami pesan dari media dengan memahami bagaimana konflik yang dikemas dalam media tersebut di baca dan dilihat
9Straubhaar and LaRose. Media Now. Understanding media culture and technology. Nelson
oleh khalayak. Teori ini berpendapat bahwa pesan yang dibuat oleh media tidak memiliki makna di dalamnya. Hal ini sesuai dengan aksioma dalam ilmu komunikasi yaitu word doesn’t mean, people mean. Makna tersebut berada dalam khalayaknya, Sehingga makna dibentuk dari interaksi antara pesan (konflik) dengan khalayaknya. Jadi bisa dikatakan bahwa konflik yang dikemas oleh media khususnya film yang ingin di sampaikan oleh movie maker tidak memiliki makna sebelum ada interaksi dan dimaknai oleh penontonnya.8
Teori ini berdiri pada asumsi bahwa setiap khalayak mempunyai kemampuan untuk menginterpretasikan berbagai hal yang mereka baca atau lihat di media massa. Makna dari suatu pesan tidak tetap dan dikontruksikan oleh anggota khalayak. Kontruksi terjadi melalui tindakan rutin interpretasi terhadap media. Menurut Little John, Tujuan utama cultural studies adalah mengekspos secara ideologi dari kelompok yang berkuasa secara sengaja diulangi dan juga bagaimana cara ideologi tersebut dapat ditolak. Suatu point penting yang ditekankan pada teori ini adalah anggapannya bahwa faktor-faktor kontekstual ini termasuk dalam identitas khalayak memkanai pesan (konflik) yang ditonton. Faktor-faktor ini termasuk identitas khalayak seperti gander, ras, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Faktor kontekstual ini juga meliputi kondisi khalayak membaca dan melihat pesan (konflik) tersebut, asumsi dan nilai yang sudah dimiliki oleh khalayak sebelum membaca dan melihat pesan (konflik).9
8 Ibid.
2.1.2 Analisis Resepsi (Reception Analysis)
Reception Analysis adalah analisis yang lebih menekankan pada pandangan
audiens dan bagaimana mereka dapat menghasilkan pemaknaan yang berbeda dengan apa yang ditawarkan diteks media. Studi mengenai resepsi khalayak ini lahir dari pergulatan dua pandangan, yaitu what the media do to the people dan what people do
with the media.10 Makna pandangan pertama adalah apa yang akan dilakukan media kepada khalayak. Menurut pandangan ini, ada kekuatan teks (pesan) pada khalayak dan menekankan efek media itu sendiri. Pandangan kedua bermakna apa yang akan dilakukan khalayak terhadap media. Pandangan ini mengenai penggunaan media yang beragam pada khalayak yang berbeda dalam latar belakang dan konteks sosial penerimaan mereka akan menghasilkan makna serta penafsiran yang berbeda pula.
Reception analysis mulai diperkenalkan oleh Stuart Hall ketika menjelaskan
proses decoding. Fokus analisis resepsi ini adalah bagaimana khalayak yang berbeda-beda memaknai isi media sehingga lebih mengambil perspektif pada khalayak daripada media itu sendiri. Analisis ini juga melihat pengaruh kontekstual dalam penggunaan media dan interpretasi serta pemaknaan dari seluruh pengalaman khalayak.11
Bagian penting dari reception pada penelitian khalayak dapat disimpulkan seperti :
10 David Morley. Globalization. A basic text. Wiley: Uk, 2008. Hal.13. 11McQuail. Mass Communication theory. Sage: Uk, 2001. Hal 502.
a) Teks media di baca melalui persepsi khalayaknya, yang membentuk makna dan kesenangan dari teks media yang di tawarkan.
b) Proses penggunaan media adalah inti objek tujuannya.
c) Penggunaan media adalah secara tipikal disuatu situasi spesifik dan di orientasi pada tugas sosial yang melibatkan partisipan dalam komunitas interpretative.
d) Khalayak untuk media genre tertentu kadang terdiri dari komunitas
interpretative yang terpisah yang membagi bentuk sama dari discourse
dan kerangka berpikir untuk membuat arti dari media.
e) Khalayak tidak pernah pasif karena terkadang yang satu bisa lebih berpengalaman dari yang lain.
f) Metode yang digunakan harus kualitatif dan mendalam, melihat isi, resepsi, dan konteks secara bersamaan.
Kekuatan dari teori resepsi adalah memfokuskan perhatian pada individual dalam proses komunikasi massa, menghargai kemampuan dari pengkonsumsi media dan menyadari makna dari teks media yang berbeda-beda.12
2.1.3 Proses Encoding/Decoding Audience Stuart Hall
Menjabarkan metode encoding-decoding untuk menginterpretasikan persepsi khalayak. Metode ini memfokuskan pada produksi, teks, dan khalayak dalam sebuah kerangka dimana hubungan setiap elemen tersebut bisa dianalisis. Di antara proses
12 Arsyad. Media pembelajaran. Hakikat pengembangan pemanfaatan dan penilaian. Cv wacana
produksi dan teks yang di jalankan oleh media ada sebuah tahap penyandian (encode) yang kemudian di pecahkan (decode) oleh khalayak ketika mereka menerima teks tersebut. Khalayak memecahkan teks media dengan cara-cara yang berhubungan dengan kondisi sosial dan budaya mereka juga proses bagaimana mereka mengalami hal tersebut.13
Kajian budaya adalah perspektif teoritis yang berfokus bagaimana budaya di pengaruhi oleh budaya yang kuat dan dominan. Stuart Hall menyatakan, bahwa media merupakan alat yang kuat bagi kaum elit. Media berfungsi untuk mengkomunikasikan cara-cara berfikir yang dominan, tanpa mempedulikan efektivitas pemikiran tersebut. Media mempresentasikan ideologi dari kelas yang dominan di dalam masyarakat. Karena media di kontrol oleh korporasi (kaum elit), informasi yang ditampilkan kepada publik juga pada akhirnya di pengaruhi dan di targetkan dengan tujuan mencapai keuntungan. Hall berpendapat bahwa pengaruh media dan peranan kekuasaan harus di pertimbangkan ketika menginterpretasikan suatu budaya.14
Pemaknaan terhadap isi media oleh khalayak terdiri atas tiga kategori, yaitu : 1. Dominant reading: Khalayak menerima posisi yang ditawarkan oleh
teks dan menerima posisi tersebut dengan menghormati mitos-mitos yang membentuknya.
13 Stuart Hall. Encoding /Decoding. In culture media language. Hutchinson: London, 1973. Hal.38. 14 Nisa Sakina. Pemaknaan Khalayak Gologan Bawah Pengguna Blackberry Terhadap Broadcsat
2. Negotiated reading: khalayak tidak sepenuhnya mengambil posisi
yang ditawarkan dan mempertanyakan beberapa mitosnya.
3. Oppositional reading: Khalayak menolak sepenuhnya mitos-mitos
yang ditawarkan.
Pendekodean sangat penting di dalam kajian budaya. Para teoritikus berpendapat bahwa publik harus di lihat sebagai bagian dari konteks budaya yang lebih besar, sebuah konteks dimana mereka yang berjuang untuk menyuarakan diri mereka yang sedang di tindas. Karena seperti yang kita tahu khalayak secara tidak sadar menaati pesan yang di sampaikan oleh ideologi dominan. Media telah menyiapkan wacana untuk di encode (teks decoding). Dan ketika wacana itu di
decode (audience decoding) oleh khalayak menjadi sangat mungkin untuk berbeda
dengan realitas. Saat melakukan alih sandi, media telah menyiapkan pemaknaan atas realitas.15
Dan ketika khalayak menyandi ulang pesan itu sangat memungkinkan untuk memaknai pemaknaan atas realitas itu menurut perspektifnya. Sehingga makna dalam teks decoding akan tidak sama dengan makna audience decoding. Alhasil, realitas yang ditangkap media akan berbeda dengan realitas yang di terima khalayak. Ada tiga sudut pandang yang di gunakan khalayak untuk melakukan pendekodean pesan, yaitu:
1. Posisi dominan – hegemonis, hal ini berpendapat bahwa individu-individu bekerja di dalam sebuah kode yang mendominasi dan menjalankan kekuasaan yang lebih besar daripada lainnya.
2. Posisi ternegosiasi, hal ini berpendapat bahwa anggota khalayak dapat menerima ideologi dominan tetapi akan bekerja dengan beberapa pengecualin terhadap aturan budaya.
3. Posisi oposisional, hal ini berpendapat bahwa anggota khalayak mensubtitusikan kode alternatif bagi kode yang di sediakan oleh media.
FILM SEBAGAI WACANA YANG BERMAKNA
Encoding Decoding
Struktur-struktur Struktur-struktur Makna 1 Makna 2
Kerangka Pengetahuan Kerangka Pengetahuan
Hubungan Produksi Hubungan Produksi
Isnfratruktur Teknis Isnfratruktur Teknis
Gambar 1. Model Proses Encoding/Decoding Stuart Hall16
2.2 Film
2.2.1 Pengertian Film
Film sering disebut juga sebagai gambar hidup motion picture yaitu merupakan serangkaian gambar diam still picture yang meluncur secara cepat dan di proyeksikan sehingga menimbulkan kesan hidup dan bergerak. Film lebih dahulu menjadi media hiburan disbanding radio siaran dan televisi. Menonton bioskop ini menjadi aktivitas popular bagi orang amerika pada tahun 1920-an sampai 1950-an.17 Film merupakan salah salah bentuk media massa elektronik yang sangat besar pengaruhnya kepada komunikan, dampak yang di timbulkan bisa positif atau negatif. Jadi, fungsi media massa dan tugas media massa harus benar benar di perhatikan oleh komunikator, apalagi komunikator yang menggunakan media massa elektronik. Film misalnya dalam menyampaikan pesan-pesan komunikasi, sangat berpengaruh terhadap komunikan.18
2.2.2 Jenis Film
Film cerita (story film) adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazimnya di bintangi oleh bintang-bintang tenar. Cerita di angkat menjadi topik film bisa berupa cerita fiktif atau berdasarkan kisah nyata yang di modifikasi sehingga ada unsur menarik, baik dari jalan cerita maupun dari segi gambarnya.19
17 Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi massa suatu pengantar. Remaja
Rosdakarya: Bandung, 2015. Hal. 134
18 James Monaco. Cara menghayati sebuah film. Yayasan Citra. 1977. Hal 35
19 Elvinaro, Ardianto, Lukiati Komala, dan Siti Karlina. Komunikasi Massa (Bandung, Simbiosa
2.3 Khalayak
2.3.1 Pengertian Khalayak
Khalayak audience merupakan faktor penentu keberhasilan komunikasi. Ukuran keberhasilan upaya komunikator yang ia lakukan adalah apabila pesan-pesan yang di sampaikan melalui saluran/medium yang di terima sampai pada khalayak sasaran, dipahami, dan mendapatkan tanggapan positif dalam arti sesuai dengan harapan komunikator.20 Dengan demikian pengertian khalayak disini adalah sekumpulan orang yang terorganisir pada waktu dan tempat tertentu, dimana masing-masing secara sukarela datang kesuatu tempat tertentu, memiliki pengertian yang sama serta tujuan yang lebih kurang sama, yaitu ingin memperoleh kenangan.
2.3.2 Remaja
Istilah Adolesence atau remaja berasal dari kata Adolescere (kata belanda,
adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa.
Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan fisik. Harlock mengatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dalam masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada di dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Jadi, masa remaja merupakan masa peralihan dari masa
20 Elvinaro, Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Remaja
kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum.21
Remaja juga di definisikan sebagai suatu periode perkembangan dari transisi antara masa anak-anak dan dewasa, yang di ikuti oleh perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional. Sedangkan, menurut Monks, remaja adalah individu yang berusia antara 12-22 tahun yang sudah mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja penengahan, dan 18-22 adalah massa remaja akhir.22 Maka dapat di simpulkan bahwa remaja adalah suatu periode perkembangan dari transisi antara masa anak-anak dan dewasa, yang diikuti oleh perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional.
2.3.3 Subkultur Remaja
Subkultur adalah gejala budaya dalam masyarakat industri maju yang umumnya terbentuk berdasarkan usia dan kelas. Secara simbolis diekspresikan dalam bentuk penciptaan gaya (style) dan bukan hanya merupakan penentangan terhadap hegemoni atau jalan keluar dari suatu ketegangan sosial. Subkultur dapat terjadi karena perbedaan usia anggota, ras, etnisitas, kelas sosial, gender, dan dapat pula terjadi karena perbedaan estetik, religi, politik, dan seksual atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Anggota dari subkultur biasanya menunjukan keanggotaan
21 Ibid.
mereka dengan gaya hidup atau simbol-simbol tertentu.23 Maka subkultur remaja adalah bentuk penciptaan gaya hidup, busana, musik dan perilaku dari remaja untuk mengisi waktu luang dan mengekspresikan diri.
2.4 Konflik Sosial
2.4.1 Teori Konflik Sosial
Pada hakikatnya teori konflik muncul sebagai bentuk reaksi atas tumbuh suburnya teori fungsionalisme struktural yang di anggap kurang memerhatikan fenomena konflik sebagai salah satu gejala di masyarakat yang perlu mendapat perhatian. Teori konflik adalah salah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian atau komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha menaklukan kepentingan yang lain guna memenuhi kepentingannya atau memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.24
Menurut Marx, masyarakat terintegrasi karena adanya struktur kelas dimana kelas borjuis menggunakan negara untuk mendominasi kelas proletar. Konflik antar kelas sosial terjadi melalui proses produksi sebagai salah satu kegiatan ekonomi dimana dalam proses produksi terjadi kegiatan pengeksploitasian terhadap kelompok proletar oleh kelompok borjuis. Tingginya jumlah penawaran tenaga kerja akan
23 Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta, 2003. Hal. 152. 24 Bernard Raho, SVD. Teori Sosiologi Modern, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2007. Hal. 71.
berpengaruh pada rendahnya ongkos tenaga kerja yang di terimanya, sehingga kehidupan selanjutnya justru kian buruk. Sementara kehidupan kelompok borjuis akan semakin berlimpah dengan segala macam kekayaanya.25
Menurut Ralf Dahrendorf, bahwa masyarakat terbagi dalam dua kelas atas dasar kepemilikan kewenangan (authorithy), yaitu kelas yang memiliki kewenangan (dominant) dan kelas yang tidak memiliki kewenangan (subjeksi). Masyarakat terintegrasi karena adanya kelompok kepentingan dominan yang menguasai masyarakat banyak. Konflik antara dua kelompok tersebut akan terjadi ketika kelas yang memiliki kewenangan tersebut berusaha mempertahankan pola-pola kewenangan yang ada (yaitu tetap mendominasi), sedangkan kelas yang tidak memiliki kewenangan tersebut berusaha mengubah statusnya atau menentang status pemilik kewenangan.26
2.4.2 Struktur Dan Sistem Sosial
Struktur sosial merupakan susunan antara komponen yang meliputi status dan peranan yang ada di dalam satuan sosial yang di dalamnya terdapat nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur prilaku antara status dan peranan di dalam masyarakat. Kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, dinamika sosial, dan termasuk masalah sosial. Struktur sosial dan sistem sosial merupakan dua hal didalam ilmu
25 Elly M.setiadi dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi Pemahan Fakta Dan Gejala Pemaham Sosial:
Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya Rosdakarya: Bandung, 2010. Hal. 376.
sosial yang tidak dapat dipisahkan keberadaanya, sebab struktur sosial lebih di tekankan pada wujud fisik suatu unsur-unsur sosial, sedangkan sistem sosial lebih mengarah pada mekanisme atau kinerja sistem tersebut yang berupa aturan main dari struktur itu sendiri.27
2.4.3 Kelompok Miskin dan Kelompok Kaya
Gejala ini hampir ada di seluruh penjuru dunia. Bahkan pada umumnya status sosial yang paling mudah di identifikasi di dalam struktur sosial adalah di dasarkan pada besar kecilnya penghasilan dan kepemilikan benda-benda materi yang sering disebut harta benda. Indikator antara kaya dan miskin juga mudah sekali di identifikasi, melalui kepemilikan sarana hidup.28 Kelompok masyarakat miskin berada di kawasan marginal (pinggiran), hidup di pemukiman kumuh, tidak sehat, kotor dan sebagainya. Sedangkan kelompok masyarakat kaya bertempat tinggal di daerah kawasan real estate elite dengan rumah mewahnya yang di lengkapi dengan taman, kolam renang, memiliki mobil mewah, dan benda-benda berharga lainnya.
2.4.4 Neo Imperialisme
Neo imperialisme adalah penjajahan yang di lakukan oleh kelas borjuis untuk tetap menguasai dan menghisap keuntungan sebesar-besarnya dari kelas proleter. Tujuan utama dari neo imperialisme adalah menimbulkan rasa ketergantungan kelas
27 Ibid. Hal. 31. 28 Ibid. Hal. 38.
proleter yang telah di eksploitasi, di tindas dan di hisap semua keuntungannya oleh kelas borjuis yang menganut sebuah sistem kapitalis. Kekuatan yang menjadi andalan utama neo imperialisme adalah daya saing dalam sebuah sistem yang mengunggulkan pasar bebas.29 Neo Imperialisme adalah suatu konsep berupa siklus yang di buat dan di gunakan negara maju untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya atas negara berkembang/miskin, yang mana dalam aktifitas tersebut di kendalikan dan di buat dengan rapih. Harapan dari siklus ini adalah adanya ketergantungan dari negara yang di eksploitasi.30
2.4.5 Kapitalisme
Kapitalisme sesungguhnya bukan sekedar sebuah nilai atau sikap mental untuk mencari keuntungan secara rasional dan sistematis atau sekedar suatu sistem produksi yang berororientasi pada pencari keuntungan. Kapitalisme adalah sistem produksi yang dianut oleh kelas borjuis dengan melakukan tindakan eksploitasi dan imperialisme terhadap kelas proleter. Kapitalisme, menurut marx merupakan sebuah cara produksi dan hubungan dalam proses produksi yang kemudian menimbulkan berbagai implikasi dalam konteks ekonomi politik, sosial psikologis, maupuun
cultural. Esensi kapitalisme adalah pemilikan, persaingan, dan rasionalitas.31 Dalam
29 Marthin Khor Kok Peng. Imperialisme Ekonomi Baru : Putaran Uruguay dan Kedaulatan Dunia
Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 1993. Hal. 15.
30 Prima Gandhi. “Analisis Kualitatif Nilai Ekspor Migas Indonesia Dan Kepemilikan Blok Migas
Oleh Perusahaan Asing Di Indonesia.” Journal Of Agriculture, Resource, and Enviromental Economics, April. 2014.
31 Suyanto. Sosiologi Ekonomi : Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modernisme,
kapitalisme, Pembagian kelas sosial menciptakan sebuah kelas yang di namakan kelas borjuis sebagai pemilik modal atau perusahaan dan kelas proletar sebagai buruh pekerja di dalam perusahaan. Hubungan kerja antara kelas borjuis dan proletar di era kapitalisme bukan di bangun karena kesepahaman dan solidaritas sosial melainkan karena keterpaksaan.
Marx menggangap superordinasi kelas proletar dan superordinasi kelas borjuis adalah watak kapitalisme yang paling penting, karena dengan posisi dan cara seperti itulah kelas borjuis akan dapat leluasa menyerap nilai tambah dari tenaga kerja. Dengan posisi tawar yang relatif lemah, sering terjadi kaum buruh akan rentan menjadi korban eksploitasi dari kelas borjuis yang terus menghisap keuntungan dengan cara meminimalisasi pengeluaran. Dalam konteks ini, tidaklah keliru jika di katakan kapitalisme baru benar-benar disebut kapitalisme apabila jantung hidupnya, yaitu rasionalisasi perolehan laba berkelanjutan melalui eksploitasi tenaga kerja, memasuki ranah produksi masyarakat.32