• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Karya Cipta Dongeng dan Payas Bali dalam dimensi intangible asset bidang Pengetahuan Tradisional (PT) dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) (buku).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Karya Cipta Dongeng dan Payas Bali dalam dimensi intangible asset bidang Pengetahuan Tradisional (PT) dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) (buku)."

Copied!
206
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PERLINDUNGAN HUKUM

(3)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta Pasal 2

1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana Pasal 72

1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(4)

UDAYANA UNIVERSITY PRESS 2012

Ida Ayu Sukihana,SH,MH

Dewa Gede Rudy,SH.,MH

PERLINDUNGAN HUKUM

KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI

DALAM DIMENSI INTANGIBLE ASSETBIDANG PENGETAHUAN TRADISIONAL

(5)

Hak Cipta pada Penulis. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang :

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Penulis:

Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan,SH.,M.Hum.,LLM Anak Agung Sri Indrawati,SH.,MH

Ida Ayu Sukihana,SH,MH Dewa Gede Rudy,SH.,MH

I GN. Parikesit Widiatedja, SH.,M.Hum

PERLINDUNGAN HUKUM

(6)

P

uji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, atas berhasil terbitnya buku berjudul Perlindungan Hukum Karya Cipta

Dongeng Dalam Dimensi Intangible Asset Bidang Pengetahuan

Tradisional (PT) Dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), ditulis oleh Tim Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana, dengan sumber dana Penelitian Hibah Unggulan Udayana Tahun 2012. Kami menyambut gembira keberadaan buku ini, yang pada intinya berusaha untuk mendokumentasikan dan menjadi salah satu data base tentang keberadaan Ekspresi Budaya Tradisional Dongeng Bali, semoga berguna bagi pengembangan Hukum Hak Kekayaan Intelektual

dalam relevansinya dengan perlindungan Pengetahuan

Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional.

Pendokumentasian karya-karya cipta tradisional sangat penting berkaitan dengan perlindungan hukum atas karya tersebut, termasuk di dalamnya karya cipta dongeng yang secara tradisional telah berkembang secara turun temurun dan dilestarikan oleh masyarakat Bali. Dengan diterbitkannya buku tentang keberadaan dan kepemilikan karya-karya tradisional di bidang Dongeng atau yang di Bali dikenal dengan istilah Satue , akan sangat berguna dan menjadi salah satu wujud pendokumentasian dari karya cipta tradisional sehingga

SAMBUTAN

(7)

perlindungan hukumnya menjadi lebih pasti.

Karya tulis ilmiah ini tentu tidak akan terwujud tanpa bantuan dan dukungan moril maupun nansial dari berbagai pihak, untuk itu disampaikan terima kasih, terutama kepada LPPM UNUD yang telah mendanai penelitian dalam rangka penulisan dan penerbitan Buku ini. Sekali lagi kami menyambut baik serta berterimakasih kepada Tim Penulis Buku, karena dengan telah diterbitkannya buku tentang Perlindungan Hukum Karya Cipta Dongeng Dalam Dimensi Intangible Asset Bidang Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional, berarti telah menambah koleksi Bahan Pustaka yang ditulis oleh Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Udayana.

(8)

KATA PENGANTAR

P

uji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, Ida

Sang Hyang Widhi Wasa, akhirnya penulisan buku Perlindungan Hukum Karya Cipta Dongeng Bali Dalam

Dimensi Intangible Asset Bidang Pengetahuan Tradisional (PT)

Dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) , yang bersumber dari Penelitian Hibah Unggulan 2012 dengan judul Pembentukan Model Dokumentasi Dan Publikasi Format Buku Dalam Usaha Meningkatkan Kepastian Perlndungan Hukum Terhadap Intangible Aset (Hak Kekayaan Intelektual ) Bidang Pengetahuan Tradisional (PT) Dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) Bali , Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Nomor :

21.8/UN14/LPPM/Kontrak/2012, dapat diselesaikan tepat

pada waktunya. Diharapkan keberadaan buku sederhana ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu hukum di bidang Hak Kekayaan Intelektual , khususnya Hak Cipta atas karya tradisional

(9)

tentang keberadaan dan kepemilikan karya-karya tradisional di bidang Satue yang dimiliki oleh masyarakat Bali. Penelitian lebih lanjut dan mendalam masih sangat penting untuk dilakukan untuk kepentingan pendokumentasian serta database yang lebih lengkap. Buku ini juga menyajikan dokumentasi serta dapat menjadi basis data mengenai Payas Bali sebagai salah satu jenis karya ekspresi budaya tradisional Bali serta Gending Bali .

Buku sederhana ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun nansial, untuk itu melalui tulisan ini disampaikan terima kasih kepada seluruh responden dan informan, seluruh rekan anggota peneliti, mahasiswa sebagai tenaga lapangan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, serta Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana (LPPM UNUD) atas dukungan nansialnya mendanai penelitian Hibah Unggulan yang kami lakukan dalam rangka penulisan Buku ini.

Kami sangat menyadari bahwa buku ini ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan sumbangan pemikiran untuk kesempurnaannya senantiasa diharapkan.

(10)

SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA ... v

KATA PENGANTAR ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Permasalahan ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat / Urgensi Kegiatan Penelitian ... 4

II. METODE PENELITIAN ... 7

2.1. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan ... 7

2.2. Data dan Sumber Data ... 9

2.3. Teknik Pengumpulan Data ... 10

2.4. Lokasi Penelitian ... 11

2.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 12

III. HAK CIPTA DALAM DIMENSI PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL MODERN DAN TRADISIONAL... 13

3.1. Dimensi Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ... 13

(11)

3.2. Hak Cipta Dalam Dimensi

Perlindungan HKI Modern ... 18 3.3. Hak Cipta Dalam Dimensi

Perlindungan HKI Tradisional... 21

IV. PERLINDUNGAN DAN PENDOKUMENTASIAN

KARYA TRADISIONAL PAYAS, DONGENG, DAN GENDING BALI ... 37

4.1 Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Hak Kekayaan . Intelektual Bidang Pengetahuan Tradisional Dongeng Serta Payas Bali ... 37 4.2 Jenis-Jenis PT dan EBT yang Berkembang

di Provinsi Bali ... 51 4.3 Model Pendokumentasian yang Relevan

Melindungi HKI Tradisional Masyarakat Bali ... 58 4.3.1 Pendokumentasian Payas Tradisional

Bali ... 59 4.3.2 Pendokumentasian Dongeng (Satue)

Tradisional Bali... 116 4.3.3 Pendokumentasian Gending Tradisional

Bali ... 173

V. PENUTUP ... 190

(12)

1.1 Latar Belakang Masalah

P

erlindungan hukum terhadap salah satuIntangible Asset

Indonesia yang dikenal dengan istilah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terus mnerus diperjuangkan dan ditegakkan kkhususnya HKI modern. Dalam perkembangannya perhatian tidak hanya ditujukan pada HKI modern seperti Hak Cipta, Merek, Paten dan yang lainnya, namun juga mulai diberikan perhatian yang serius terhadap perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Folklore sebagai Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) yang sering pula disebut sebagai HKI tradisional. Jenis kememilikan terhadapintangible asset ini menjadi sangat penting untuk ditegakkan terutama dengan semakin banyaknya kasus-kasus pengklaiman karya EBT bangsa Indonesia seperti Tari Pendet , Batik serta karya-karya lainnya yang diklaim dimiliki oleh pihak lain yang tidak berwenang.

Sejak keikutsertaan Indonesia dalam World Trade

Organization (WTO) khususnya dengan ditandatanganinyaTRIPs

Agreement sebagai salah satu Annex (lampiran) dari Perjanjian WTO, penegakan hukum HKI modern di Indonesia termasuk HKI

yang dimiliki oleh WNI sudah semakin membaik.1 Namun tidak

1 TRIPs Agreement adalah perjanjian yang mengatur tentang perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual diantara anggota –anggota WTO.

BAB I

(13)

demikian halnya dengan perlindungan dan penegakan hukum

terhadap Pengetahuan Tradisional (PT) dan Folklore sebagai

Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), perlindungannya masih relatif lemah karena salah satu faktor penyebabnya adalah tidak dimilikinya dokumen atau database sebagai bukti kepemilikan hak atas karya-karya tersebut.

Dalam prakteknya, karya-karya Pengetahuan Tradisional serta karya Folklore yang merupakan hasil karya Ekspresi Budaya Tradisional termasuk karya-karya di Daerah Provinsi Bali yang merupakan intangible asset yang tidak ternilai baik

secara ekonomi maupun asset warisan budaya bangsa masih

belum terdokumentasikan secara lengkap sehingga sangat rentan diklaim oleh pihak luar serta sulit untuk proses pembuktian kepemilikan.

Sehubungan dengan fenomena hukum tersebut maka penelitian, pengkajian dan pendokumentasian Pengetahuan Tradisional (PT) Dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) yang berkembang dan dimiliki oleh masyarakat Bali menjadi sangat penting dilakukan secara berkesinambungan. Pada tahap awal melalui buku sederhana ini, pengkajian difokuskan pada perlindungan hukum serta pendokumentasian untuk tersedianya data base berkaitan dengan karya cipta dongeng sebagai Ekspresi Budaya Tradisional masyarakat Bali, serta data base tentang Payas Bali agar tercipta kepastian hukum tentang kepemilikan Hak atas HKI Tradisional Bali tersebut.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dalam kegiatan penelitian, pendokumentasian serta publikasi ini dikemukakan permasalahan sebagai berikut:

(14)

2. Jenis-jenis PT dan EBT apakah yang dimiliki serta berkembang berkaitan dengan Dogeng (Satue) Bali yang merupakan Ekspresi Budaya Tradisional masyarakat Provinsi Bali, serta model pendokumentasian yang relevan bagi tersedianya database tentang dongeng Bali?

3. Jenis-jenis PT dan EBT apa yang secara tradisi berkembang dan dimiliki berkaitan dengan Payas Bali serta model pendokumentasian yang relevan untuk melindungi Ekspresi Budaya Tradisional masyarakat Provinsi Bali tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan yang diteliti, maka dapat dikemukakan tujuan khusus dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengidenti kasi mengkaji serta menganalisis perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual di bidang Pengetahuan Tradisional (PT) dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) di Bali, khususnya yang berkaitan dengan cerita dongeng atau Satue Bali dan Payas Bali . 2. Untuk mengidenti kasi, mengkaji, menganalisis, serta mendokumentasikan jenis-jenis Pengetahuan Tradisional (PT) dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) di bidang Dongeng Bali serta mengidenti kasi nama dan loso karya cipta tersebut pada masyarakat Provinsi Bali dalam rangka penyusunan data base sebagai sarana kepastian hukum tentang kepemilikan hak, serta usaha pencegahan klaim HKI tradisional dari pihak yang tidak berwenang. 3. Untuk mengidenti kasi, mengkaji, menganalisis serta

(15)

rangka penyusunan data base sebagai sarana kepastian hukum tentang kepemilikan hak, serta usaha pencegahan klaim HKI tradisional dari pihak yang tidak berwenang.

1.4 Manfaat / Urgensi Kegiatan Penelitian

Kegiatan Pendokumentasian dan Publikasi HKI tradisional dalam bidang Pengetahuan Tradisional (PT) dan karya cipta folklor (EBT) menjadi sangat penting atau urgen untuk dilakukan, selain untuk kepentingan kepastian hukum terkait kepemilikan Hak Cipta atas karya-karya HKI tradisional, juga untuk mencegah terjadinya kasus-kasus seperti kasus Tari Pendet, Kasus Reog Ponorogo, Lagu Rasa Sayange, Angklung atau pengklaiman karya cipta Batik oleh pihak luar yang tidak berhak. Sehubungan dengan fenomena hukum seperti tersebut

di atas, maka kegiatan penelitian yang berfokus pada outcome

data base yaitu Dokumentasi dan Publikasi dalam bentuk format Buku bagi karya-karya HKI tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Bali menjadi sangat urgen dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian hak bagi kepemilikan karya-karya HKI tradisional di Bali agar tidak rentan diklaim oleh pihak luar,

(16)

Daerah, dan Riasan (Pepayasan)2.

Kegiatan penelitian dan kaji tindak pendokumentasian serta publikasi Pengetahuan Tradisional dan Folklor Provinsi Bali ini mengacu pada pengelompokan tersebut di atas. Dalam penelitian ini fokus kajiannya pada bidang Ekspresi Budaya Tradisional Bali pada kategori: Legenda, Dongeng atau Satue (Cerita Rakyat) serta Payas Bali. Kategori tersebut menjadi prioritas penelitian ini, khususnya studi dalam ranah kajian Socio Legal , mengingat penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dilakukan baik dalam ranah kajian hukum maupun di luar kajian bidang hukum sudah berfokus pada kategori lainnya dari EBT seperti Tari-Tarian , Lukisan Jenis Pepatraan , Pengobatan Tradisional maupun loso Bali berkaitan dengan keberadaan Desa Adat dan Desa Pekraman. Penelitian terdahulu di bidang Pengetahuan Tradisional Bali tidak berorientasi pada keberadaan legal document berupa Dokumentasi dan Publikasi Pengetahuan Tradisional Bali sebagai sarana Kepemilikan Hak Kekayaan Intelektual Tradisional, sementara itu urgensi dari penelitian hukum3 ini adalah untuk menghasilkan solusi praktis

berkaitan dengan ketersediaan dokumen hukum yaitu data base sebagai bukti kepemilikan HKI tradisional Bali.4 Urgensi lainnya

dari kegiatan penelitian ini dimaksudkan selain untuk kepastian

2 I Nyoman Arya Thanaya,Laporan Hasil Konsultasi Format Dokumentasi Folklor Ke Ditjen HKI Jakarta, 6-8 Juli 2010.

3 Hasil dari penelitian hukum untuk kegiatan akademis adalah preskripsi yang berupa rekomendasi atau saran yang harus mungkin untuk diterapkan, mengingat ilmu hukum merupakan ilmu terapan. Peter Mahmud, 2012,Penelitian Hukum, Makalah Dalam Workshop Legal Research, E2J-Asia foundation, Jakarta, 5 Februari.

4 Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Pengetahuan Tradisional dilakukan oleh beberapa peneliti namun tidak berorientasi pada pembentukan model tentang keberadaanlegal documents

(17)

dan adanya pendokumentasian, juga akan meningkatkan potensi dan perolehan HKI di Universitas Udayana khususnya dalam bidang karya cipta buku.

Secara lebih detail dapat dikemukakan urgensi dari kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan perlindungan hukum dan kepastian kepemilikan Hak Cipta atas karya Folklor sebagai hasil Ekspresi Budaya Tradisional masyarakat Bali di bidang Legenda Dongeng Satue (Cerita Rakyat) Bali

2. Untuk mencegah pengklaiman oleh pihak yang tidak berwenang atas karya cipta Folklor di bidan Legenda Dongeng - Satue (Cerita Rakyat) yang diciptakan serta karya Payas Bali yang berkembang pada masyarakat Bali.

(18)

2.1 Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan.

J

enis Penelitian ini adalah penelitian hukum dalam ranah Socio Legal. Jenis penelitian seperti ini bersifat interdispliner merupakan hibrida dari studi besar tentang hukum dan ilmu-ilmu tentang hukum dari perspektif kemasyarakatan yang lahir sebelumnya1. jenis penelitian ini memposisikan hukum dalam

konteks kemasyarakatan yang luas, dengan berbagai implikasi metodologisnya, peneliti harus memiliki pemahaman tentang peraturan perundang-undangan, instrumen dan substansi hukum yang terkait dengan bidang studi dan kemudian menganalisisnya2. Penelitian ini mengkaji data sekunder sebagai

data awal yang kemudian dilanjutkan dengan data primer yang diperoleh melalui studi lapangan. Jenis penelitian sosiolegal yang lebih luas dari studi lapangan untuk mengetahui bekerjanya hukum di masyarakat tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang dalam bentuk norma-norma, baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan ataupun instrumen hukum lainnya yang kemudian dihubungkan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Morris

1 Sulstyowati Irianto & Shidarta, 2011,Metode Penelitian Hukum Konstelasi Dan Re eksi, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, hlm. 173.

2 Ibid, hlm. 177.

BAB II

(19)

L.Chohen dan Kent C. Olson mengemukakanlegal research is an essential component of legal practice. It is the process o ending the law that governs an activity and materials that explain or analyze that law.3

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan penekanan pada paradigma interpretivisme yang terkait dengan hermeneutics, yaitu studi eksaminasi terhadap teks. Melalui penggunaan metode kualitatif ini diharapkan dapat ditemukan makna-makna yang tersembunyi di balik teks atau objek yang diteliti.

Mengingat jenis penelitian sosiolegal menyediakan berbagai kemungkinan yang luas bagi peneliti hukum, yaitu pendekatan doktriner dan pendekatan hukum empirik dengan berbagai metode baru, maka dalam penelitian ini beranjak pada kreteria sebagai berikut : sumber data adalah situasi yang wajar (natural

mementingkan proses maupun produk, mencari makna, mengutamakan data langsung, menonjolkan rincian kontekstual, subjek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti, mengutamakan perspektif emic, veri kasi, sampling yang purposif, serta mengadakan analisis sejak awal.4

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yaitu : pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach)5. Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini : conceptual approach, statute approach, serta comparative approach, serta pendekataninterpretivisme-hermeneutic. Teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan adalah : Natural Rights Theory yang juga dikenal dengan sebutan the Labour-based Theory dari John Locke , Reward Theorydari Robert

(20)

M Sherwood, sertaMoral Arguments & Economic Arguments dari Mc Keough Stewart.

2.2 Data dan Sumber Data

Data yang diteliti dalam penelitian ini adalah Data Primer dan Data Sekunder. Data Primer adalah data yang sumbernya langsung dari pihak- pihak yang terlibat dalam objek penelitian atau dengan kata lain data yang diperoleh atau bersumber dari penelitian lapangan.

Sedangkan Data Sekunder terdiri dari : a. Bahan Hukum

Primer yang bersumber dari peraturan perundang-undangan 6

dan dokumen resmi negara; b. Bahan Hukum Sekunder yang bersumber dari buku-buku atau jurnal hukum, hasil penelitian hukum, kamus hukum; serta c. Bahan non hukum yaitu bahan penelitian yang terdiri atas buku teks bukan hukum yang terkait dengan penelitian.7 Dalam penelitian ini, Bahan Hukum Primer

yang diteliti meliputi: Undang-Undang No. 19 Tahun 2002

Tentang Hak Cipta, TRIPs Agreement, WTO Agreement, Berne

Convition, WIPO Copyright Treaty.

Selain meneliti Bahan Hukum Primer, juga diteliti Bahan Hukum Sekunder yang terdiri jurnal dan Buku-Buku Literatur yang berkaitan dengan perlindungan PT-EBT serta Hak Kekayaan Intelektual, khususnya Hak Cipta. Mengingat kegiatan penelitian ini juga dilanjutkan dengan kegiatan kaji tindak berupa pengkajian, pendokumentasian, serta pembublikasian dalam format Buku , maka amat penting mengumpulkan dan mengidenti kasi data yang bersumber dari data sekunder dalam bentuk Buku-Buku atau tulisan dalam format lainnya yang telah memuat berbagai

6 Bahan Hukum Primer (Pimary Sources) sangat penting digunakan dalam penelitian hukum khususnya ntuk mengetahui bagaimana hukum mengaturnya (Primary sources are very important when you want to know exactly what the law says. Lihat Attorney Stephen Elias, 2009,Legal Research How to Find & Understand the Law, Nolo, Berkeley California, p. 24. 7 Mukti Fajar MD dan Yulianto Achmad, 2007,Dualisme Penelitian Hukum, FH Universitas

(21)

informasi tentang kekayaan intelektual masyarakat Bali yang terkait dengan PT dan EBT, seperti misalnya buku-buku yang menuliskan karya cerita atau dongeng masyarakat Bali serta buku-buku atau tulisan yang telah berhasil mendokumentasikan tentang keberadaan karya Payas Bali .

2.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan Data Sekunder dilakukan melalui tehnik Studi Kepustakaan (studi dokumen) serta studi perbandingan yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan menelaah, mengklasi kasikan, mengidenti kasikan, mengkaji, memotret dan melakukan scanning atas dokumen-dokumen PT dan EBT yang telah eksis, kemudian dilakukan pemahaman serta pengkajian terhadap data yang diperoleh. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dianalisis secara sistematis sebagai intisari hasil pengkajian studi dokumen yang dideskripsikan serta di-input dalam format pendokumentasian data base keberadaan kekayaan intelektual di bidang PT dan EBT sebagai sarana bukti kepemilikan hak atas HKI tradisional yang dimiliki di Bali.

Teknik pengumpulan Data Primer, dilakukan melalui studi lapangan yaitu suatu cara untuk memperoleh data dengan cara terjun langsung ke lapangan melakukan wawancara

(interview), dengan menggunakan pedoman wawancara, untuk

mendapatkan data kualitatif berkaitan dengan keberadaan Dongeng atau Satue Bali serta Payas Bali dengan berbagai makna dan loso yang melatarbelakanginya.8 Instrumen penelitian

(22)

adalah peneliti sendiri, pedoman wawancara, alat perekam dan kamera. Sumber informasi berasal dari informan kunci dengan menggunakan teknik snow bowling. Selain itu, dalam penelitian ini juga digunakan teknik penyebaran kwesioner pada responden untuk memperoleh data sekunder guna menunjang data kualitatif. Instrumen penelitian adalah tenaga lapangan, kwesioner, serta kamera. Informan kunci dalam penelitian ini di antaranya para pemerhati karya seni budaya, tokoh-tokoh masyarakat adat, para penulis buku, Guru-Guru dan Dosen di bidang Adat dan masyarakat Bali yang mengetahui keberadaan Dongeng atau Satue Bali , gending Bali , dan Payas Bali .

Berkaitan dengan Format Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional Bali maka dalam tahap penelitian dan pengumpulan data, hal-hal penting yang diteliti dan digali adalah data terkait Format Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional yang telah dibakukan dengan elemen-elemen : Jenis atau kelompok EBT, Nama EBT, Pemilik (Kustodian) EBT, Makna / Filoso s EBT, Historis Pemakaian EBT, Kekhususan EBT, Photo Dokumentasi

menyiapkan dan melakukan pendokumentasian.9

2.4 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian kegiatan doumentasi PT dan EBT ini dilaksanakan di Provinsi Bali, yaitu dilakukan penelitian di Kabupaten Badung, Denpasar, Tabanan, Gianyar, Bangli, Kelungkung, Karangasem, dam Buleleng yang potensial memiliki karya-karya intelektual di bidang PT dan EBT, khususnya PT dan EBT di bidang Dongeng- Cerita Rakyat (Satue) Bali, Gending Bali, serta Payas Bali.

(23)

2.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(24)

BAB III

HAK CIPTA DALAM DIMENSI

PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN

INTELEKTUAL MODERN DAN

TRADISIONAL

3.1 Dimensi Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

C

ornish & Liewelyn mengemukakan jenis-jenis Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau types of Intellectual Property consist of :Patent, Copyright, Trade marks and names, Other Aspirants or other ideas information and trade values . Intellectual Property protects applications of ideas and information that are of commercial value.1 Menurut Cornish & Liewelyn, Hak Cipta atau Copyright adalah salah satu jenis dari karya-karya intelektual manusia yang mendapat perlindungan Hak Kekayaan Intelektual,

selain Paten, Merek dan beberapa jenis HKI lainnya.Richard A.

Mann & Barry S. Roberts mengemukakan bahwa konsep Hak Kekayaan Intelektual2

Intellectual Property is an economically signi cant type of intangible personal property that includes trade secrets, trade symbols, copyrights, and patents. These interests are protected from infringement or unauthorized used by others

Senada dengan pengertian yang dikemukakan oleh Richard A. Mann & Barry S. Roberts, McKeough Stewart mendi nisikan:

1 Cornish & Liewelyn, 2003,Intellectual Property: Patents, Copyright, Trade Marks and Allied Rights, Thomson Sweet & Maxwell, London, p.6-9.

(25)

Intellectual Property is generic term for various rights or bundles of rights which the law accords for the protection of creative effort, or more especially, for the protection of economic investment in creative effort.

Lebih lanjut, pemahaman tentang Hak Kekayaan Intelektual dapat diikuti melalui pendapat Henry R. Cheeseman, penstudi

Amerika yang mengemukakan bahwa3

Intellectual Property Rights have value to both business and individuals. Intellectual Property Rights, such as patents, copyrights, trademarks, trade secrets, trade name, and domain name are very valuable business assets. Federal and state laws protect intellectual property rights from misappropriation and infringement.

Dalam perkembangan selanjutnya, khususnya dalam

kerangka TRIPs Agreement, suatu perjanjian internasional

di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang mana Indonesia sebagai salah satu negara anggotanya, telah disepakati lingkup pengaturan dari Hak Kekayaan Intelektual meliputi : Copyright and related rights, Trademarks, Geographical Indications, Industrial Design, Patents, Layout-designs (topographies) of integrated circuits, Protection of undisclosed information, control of anti-competitive practice in contractual licenses.4

Berkaitan dengan keikutsertaan Indonesia dalam

penandatanganan TRIPs Agreement membawa konsekuensi

bagi Indonesia untuk wajib mentaati standar internasional perlindungan Hak Kekayaan Intelektual tersebut. Kesungguhan Indonesia untuk ikut serta menegakkan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, termasuk di dalamnya Hak Cipta

3 Henry R. Cheeseman, 2003,Contemporary Business & E Commerce Law, Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey, USA, p.322.

(26)

ditandai dengan telah diundangkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization, yang kemudian secara berturu-turut telah dilakukan harmonisasi terhadap ketentuan hukum Hak Kekayaan Intelektual Indonesia yang sudah dimiliki oleh Indonesia, serta mengundangkan HKI lainnya yang sebelumnya belum diatur di Indonesia. Adapun perundang-undangan HKI di Indonesia pasca TRIPs Agreement terdiri dari : U.U. No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, U.U. No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, U.U. No. 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, U.U. No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten, U.U. No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek, serta U.U. No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

Perlindungan hukum atas karya-karya intelektual manusia tidak bisa dilepaskan dari konsep kekayaan intelektual (intellectual property) itu sendiri , yaitu yang mengacu pada kekayaan yang berasal dari kreati tas intelektual manusia dalam berkarya dengan melahirkan karya-karya inovatif, baru, serta orisinal, maka akan terlahir hak-hak seperti hak ekonomi dan hak moral serta upaya perlindungan hukumnya bagi si pemilik, terutama jika karya-karya tersebut diganggu dan dimanfaatkan oleh pihak lain yang tidak berhak, dan tanpa se in dari pemiliknya. Berkaitan dengan pentingnya perlindungan hukum atas karya-karya intelektual manusia, Hector Mac Queen mengemukakan bahwa.5:

A property paradigm implies a system of control to be exercised by the right holder, that is, control of the subject matter of his property rights. No one can take, use or otherwise interfere with the property without permission from the right holder

(27)

Nilai-nilai yang melandasi diberikannya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual kepada seseorang dalam konteks HKI modern adalah karena seseorang yang telah bersusah payah menuangkan segala kemampuan atau keahliannya untuk menciptakan sesuatu karya cipta maka sudah sewajarnya memperoleh hak milik alamiah atas jerih payahnya. Curahan jerih payah untuk berkarya sehingga menghasilkan karya-karya cipta yang bermanfaat (Labor Theory) melahirkan hak milik alamiah (the Natural Rights Theory), pandangan seperti itu berkaitan dengan pemikiran John Locke, yang mengemukakan bahwa hak atas properti lahir dan eksis karena adanya usaha dan pengorbanan waktu dan tenaga yang telah dikontribusikan serta diinvestasikan untuk menghasilkan properti tersebut. Oleh karena itu lahirlah hak yang melekat pada karya intelektual sebagai hasil investasi kreatif seseorang (Creative people have an inherent right to their intellectual property because of the labour they have invested in it).6

Pauline Newman mengemukakan, bahwa berdasarkan the Natural Right Theory, seorang pencipta mempunyai hak untuk mengontrol penggunaan dan keuntungan dari ide,

bahkan sesudah ide itu diungkapkan kepada masyarakat.7 First

Occupancy dan A Labor Justi cation merupakan dua unsur utama

dalam teori tersebut di atas. First Occupancy menekankan bahwa

seseorang yang mencipta atau menemukan sebuah temuan (invention) berhak secara moral terhadap penggunaan eksklusif dari invensi atau temuan tersebut. Sementara itu dari unsur A labor Justi cation dapat dipahami bahwa seseorang yang telah berupaya dalam mencipta dan menemukan hak kekayaan intelektual, menghasilkan invensi, seharusnya berhak atas hasil dari usahanya tersebut.8 Berlandaskan pada teori hukum alam,

6 Kinney & Lange PA, 1996,Intellectual Property Law for Business Lawyers, ST Paul Minn West Publishing Co, USA, p.3.

7 Tomi Suryo Utomo, 2010,Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global Sebuah Kajian Kontemporer, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 10.

(28)

pencipta memiliki hak eksklusif atas suatu hasil karya cipta, berhak mengawasi karya-karyanya, serta berhak untuk mendapat kompensasi yang adil atas sumbangan tenaga, dan kiran untuk

mewujudkan karya-karyanya kepada masyarakat.9

Selain teori-teori tersebut di atas, teori senada yang berkaitan dengan pentingnya memberikan perlindungan hukum terhadap karya-karya intelektual manusia juga dikemukakan oleh Robert M Sherwood sebagai berikut10 :

a. Reward Theory: Pada intinya teori ini memberi pengakuan sertareward terhadap karya intelektual yang telah dihasilkan seseorang sehingga kepadanya diberikan penghargaan atas upaya-upaya kreatifnya dalam menemukan atau menciptakan karya-karya intelektual.

b. Recovery Theory : Penemu, pencipta dan pendesain yang telah mengeluarkan waktu dan biaya serta tenaga dalam menghasilkan karya intelektualnya harus memperoleh kembali apa yang telah dikeluarkannya tersebut.

c. Incentive Theory : Pengembangan kreati tas dengan memberikan insentif bagi para penemu atau pencipta dimana insentif perlu diberikan untuk mengupayakan lahirnya kegiatan-kegiatan penelitian yang berguna.

d. Risk Theory : Hak Kekayaan Intelektual merupakan hasil dari suatu penelitian yang mengandung resiko, sehingga dengan demikian wajar untuk memberikan perlindungan hukum terhadap upaya atau kegiatan yang mengandung resiko tersebut.

e. Economic Growth Stimulus Theory : Teori ini mengakui perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu alat pembangunan ekonomi, yaitu suatu sistem perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang efektif.

Robert M Sherwood dengan teori-teorinya tampaknya

9 Marshall Leaffer, 1998,Understanding Copyright Law, Mattew Bender & Co. Inc, New York, p. 508.

(29)

sangat menekankan pendekatanreward yang bermotif ekonomi sebagai aspirasi pada individu-individu yang telah menghasilkan suatu karya kreatif, serta sejalan dengan pemikiran John Locke dengan teori hukum alam atau hukum moralnya. Teori-teori tersebut gagasan dasarnya berangkat dari pemikiran bahwa suatu hak secara alami atau natural akan lahir pada suatu karya yang berasal dari hasil investasi individu. Berangkat dari pemikiran tersebut, maka kekayaan intelektual adalah hak individu yang dimiliki oleh orang atau pihak yang menghasilkan atau melahirkan karya tersebut (individual rights).11

3.2 Hak Cipta Dalam Dimensi HKI Modern

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), termasuk

didalamnya Hak Cipta pada umumnya adalah berbasisindividual

rights,berbagai teori-teori menjadi landasan dari konsepindividual rights . Konsep perlindungan seperti itu tampaknya teradopsi dalam pengaturan Hak Kekayaan Intelektual dalam berbagai

undang-undang termasuk di dalamnya pengaturan dalamTRIPs

Agreement. Perlindungan Hak Cipta yang berbasis Individual Rights terakomodasi dalam TRIPS Agreement, yang mengacu pada ketentuan Article 9 Relation to the Berne Convention, yaitu konvensi tertua di bidang Hak Cipta.

Berne Convention pada intinya mengatur bahwaMembers

shall comply with Articles 1 through 21 of the Berne Convention (1971) and the Appendix.12 Berdasarkan ketentuan tersebut dapat

diketahui bahwa perlindungan Hak Kekayaan Intelektual adalah bersifat eksklusif yang diberikan secara individual atas hasil karya yang diketahui siapa penciptanya. Konsep perlindungan individu seperti itu juga pada akhirnya teradopsi dalam

Undang-11 Ni Ketut Supasti Dharmawan, 20Undang-11,Hak Kekayaan Intelektual Dan Harmonisasi Hukum Global Rekonstruksi Pemikiran Terhadap Perlindungan Program Komputer, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, hlm.50.

(30)

Undang Hak Cipta Indonesia sebagai bentuk harmonisasi hukum

terhadap ketentuanTRIPs Agreement.

Di Indonesia saat ini, karya cipta mendapat perlindungan hukum berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (selanjutnya disingkat U.U. No. 19 Tahun 2002). Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 2 Ayat (1) U.U. No. 19 tahun 2002 dapat diketahui bahwa hak eksklusif berarti hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Ini berarti, jika ada pihak lain yang bukan pencipta atau pemegang karya cipta ingin menggunakan atau memanfaatkan suatu karya cipta, pihak tersebut wajib mendapat izin dari pencipta atau pemegang karya cipta. Dalam dimensi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, yang acapkali juga disebut Hak Kekayaan Intelektual modern berbasis Individual Rights, pemberian izin sehubungan dengan pemanfaatan karya

cipta umumnya diikuti dengan pembayaranroyalty fee.

Hak Cipta dalam dimensi perlindungan HKI yang berbasis individual right, di Indonesia secara eksplisit diatur berdasarkan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Objek perlindungannya adalah ciptaan, yaitu hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Berdasarkan ketentuan Pasal 12 U.U. No. 19 Tahun 2002 ciptaan yang dilindungi mencakup:

(31)

b. Ceramah, kuliah pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan

d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks

e. Drama atau drama musikal, tari, koreogra , pewayangan , dan pantomin

f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligra , seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan

l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, data base, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta, berbagai jenis ciptaan mendapat perlindungan individu dalam bentuk perolehan Hak Cipta bagi penciptanya yang telah berhasil melahirkan karya-karya intelektual dalam bentuk nyata ( xation) bukan berupa ide semata, bersifat asli (orisinil) serta berbentuk khas (bersifat pribadi). Dengan dipenuhinya syarat perlindungan Hak Cipta seperti tersebut di atas, maka secara otomatis lahir Hak Cipta.13 Pencipta, bisa seseorang atau

beberapa orang yang secara bersama-sama atas inspirasinya serta berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, keterampilan atau keahlianya mampu melahirkan suatu ciptaan yang orisinil. Oleh karena kemampuannya menghasilkan karya yang asli tersebut, pencipta berhak mendapat perlindungan hukum dalam bentuk perolehan Hak Cipta.

(32)

Pasal 2 Ayat (1) U.U. No. 19 Tahun 2002 mengatur bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku14.

Secara umum berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 1 Ayat (3) serta Pasal 12 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dapat dikemukakan bahwa perlindungan Hak Cipta adalah bersifat individual (Individual Right) dan dimiliki oleh perorangan.

3.3 Hak Cipta Dalam Dimensi Perlindungan HKI Tradisional

Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia selain mengatur perlindungan atas karya cipta secara individual, juga memberi ruang terhadap pengaturan dan perlindungan terhadap karya yang dimiliki secara komunal, dalam konteks ini penciptanya bukanlah seseorang secara individual, melainkan yang dianggap sebagai pencipta atau lebih tepatnya sebagai pemilik karya tersebut adalah masyarakat yang memelihara dan mengembangkan karya -karya tersebut. Berkaitan dengan keberadaan karya-karya komunal, penciptanya bahkan tidak diketahui, oleh karenanya karya-karya seperti itu acapkali dikenal dan dikelompokkan sebagai karya yang mendapatkan perlindungan dalam ranah Hak Kekayaan Intelektual Tradisional.

Keberadaan perlindungan hukum atas karya cipta yang berbasis komunal dapat dicermati pengaturannya pada Bagian Menimbang huruf (a) U.U. Hak Cipta yang menentukan bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik /

(33)

suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut di atas. Berdasarkan ketentuan itu, dapat dicermati bahwa karya-karya cipta yang mendapat perlindungan di Indonesia tidak hanya karya-karya yang lahir secara individual atau yang bersifat individual saja, melainkan juga karya - karya dalam konteks Pengetahuan Tradisional (Traditional Knowledge) serta Ekspresi Budaya Tradisional (EBT). Lebih lanjut pengaturan tentang karya cipta yang berbasis tradisional diatur dalam ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta.

Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta dapat diketahui bahwa negara adalah pemegang Hak Cipta atas ciptaan yang tidak diketahui penciptanya. Ciptaan yang tidak diketahui penciptanya dalam konteks Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta mencakup karya peninggalan prasejarah, sejarah, benda budaya serta Hak Cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreogra , tarian, kaligra dan karya seni lainnya.

(34)

komunal.15

Sehubungan dengan Traditional Knowledge atau

Pengetahuan Tradisional (PT), tampaknya belum semua masyarakat mengetahui bahwa PT yang mereka ketahui, miliki, dan mereka kembangkan, ternyata memiliki nilai ekonomis dan mendapat perlindungan hukum HKI, khususnya dalam rezim HKI tradisional sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 10 U.U. No. 19 Tahun 2002. Masyarakat masih relatif banyak belum

memahami konsep HKI di bidang Pengetahuan Tradisional ini.16

Namun demikian, sejak Indonesia masuk dalam keanggotaan WTO-TRIPs Agreement serta seiring dengan perjalanan waktu dan dilakukannya pembenahan terhadap penegakan hukum Hak Cipta , perlindungan hukum terhadap Hak Cipta sudah menunjukkan peningkatan terutama perlindungan hukum dalam konteks Hak Cipta yang dimiliki oleh perorangan sebagaimana diatur melalui ketentuan Pasal 12 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

Negara-Negara Berkembang yang banyak memiliki karya-karya tradisional dengan nilai budaya serta nilai ekonomi yang tinggi namun tidak mengetahui penciptanya, dalam perkembangannya, secara terus menerus memperjuangkan upaya-upaya terhadap perlindungan HKI Tradisional17. Rezim

HKI Tradisional terdiri dari : a. Sumber Daya Genetik (Genetic Resources), b. Pengetahuan Tradisional (TK) (Traditional Knowledge) dan c. Ekspresi Kebudayaan Tradisional (EBT) yang juga sering disebutFolklore.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa di Indonesia, jenis HKI tradisional diindungi berdasarkan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta yang mengatur sebagai

15 Afrillyanna Purba Gazalba Saleh dan Andriana Krisnawati, 2005, TRIPS-WTO & Hukum HKI Indonesia Kajian Perlindungan Hak Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 11

16 Agus Sardjono, 2006, Hak Kekayaan Intelektual Dan Pengetahuan Tradisional, Alumni, Bandung, hlm 113.

(35)

berikut:

(1) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya. (2) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil

kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita rakyat, hikayat, dogeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreogra , tarian, kaligra dan karya seni lainnya

(3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tersebut pada Ayat (2), orang yang bukan Warga Negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Berkaitan dengan ketetuan Pasal 10 (4) tersebut di atas, ternyata sampai sekarang Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang PT dan EBT di Indonesia belum diterbitkan. Perlindungan HKI atas PT dan EBT sesungguhnya lahir sebagai reaksi terhadap sistem hukum perlindungan HKI modern yang tidak memadai. Karakteristik hukum HKI modern memberikan perlindungan kepada karya-karya baru yang bersifat individual dan identitas penciptanya jelas, serta jangka waktu perlindungannya dibatasi. Karakteristik tersebut berbeda dengan PT dan EBT yang sudah ada sejak lama, penciptanya tidak jelas dan kepemilikannya bersifat komunal serta jangka waktu perlindungannya sulit untuk dibatasi karena suatu PT dan EBT sangat erat kaitannya dengan jati diri komunitas atau masyarakat tradisional yang memilikinya.18

Secara eksplisit penegasan pengaturan tentang

(36)

karya tradisional seperti dongeng atau cerita rakyat mendapat perlindungan HKI tradisional berdasarkan Penjelasan Pasal 10 Ayat (2) U.U. No. 19 Tahun 2002, yang pada intinya menyebutnya dengan istilah foklor, yaitu sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh sekelompok maupun perorangan dalam masyarakat yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun termasuk:

a. cerita rakyat, puisi rakyat

b. lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional c. tari-tarian rakyat, permainan tradisional

d. hasil seni antara lain berupa : lukisan, gambar, ukir-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional.

Pengaturan tentang HKI tradisional sampai saat sekarang memang belum memadai dan belum setegas pengaturan HKI modern, seperti misalnya ketentuan Pasal 10 (3) U.U. No. 19 Tahun 2002 yang tidak mudah untuk diimplementasikan dalam prakteknya, karena jika ada pihak yang bukan WNI mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tradisional, dipersyaratkan pihak asing tersebut harus terebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut . Pertanyaannya adalah siapa yang diberi kewenangan sebagai instansi terkait. Meskipun Undang-Undang belum mampu mengatur secara tegas tentang keberadaan karya-karya tradisional yang berbasis komunal tersebut, namun perlindungan terhadap karya-karya tradisional patut untuk diperjuangkan oleh Indonesia baik di level nasional maupun internasional secara berkelanjutan, mengingat Indonesia banyak memiliki karya-karya tradisional yang patut untuk dilindungi keberadaannya.

(37)

Prihal Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional termasuk di dalamnya Genetic Resources, mulai banyak dikaji seperti misalnya di The World Intellectual Property Organization (WIPO) yang berkedudukan di Jenewa. Dalam konteks ini, negara Swiss telah memberikan mandat kepada anggotanya untuk membahas foklore, traditional knowledge, serta genetic resources di forum internasional.19 Berbagai instrumen internasional serta forum-forum internasional dapat dicermati telah mengatur perlindungan terhadap HKI tradisional di antaranya : WIPO,

CBD 1992, IGC GRTKF dan Like-Minded Countries (LMCs)

meetings.Beberapa negara seperti Indonesia dan Afrika Selatan sesungguhnya secara terus menerus telah memperjuangkan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional.

Selain berbagai instrumen hukum seperti tersebut di atas yang memang secara langsung dimaksudkan untuk memberi perlindungan terhadap HKI tradisional yang berbasis nilai-nilai budaya, berbagai piranti hukum lainnya juga dapat diacu sebagai landasan hukum tentang keberadaan karya-karya cipta tradisional, seperti Undang kepariwisataan, Undang-Undang Cagar Budaya, termasuk di dalamnya Konstitusi Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945.

Pengaturan tentang karya-karya tradisional beserta hak-haknya dalam Undang-Undang Dasar 1945 dapat dicermati dalam beberapa Pasal sebagai berikut: Pasal 18 B Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen II, yang menyatakan Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang . Lebih lanjut Pasal 28 I Ayat (3) Undang-Undang-Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan Identitas budaya dan hak masyarakat

(38)

tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban .

Konstitusi juga secara tegas mengatur tentang kebebasan masyarakat melestarikan dan mengembangkan bilai-nilai budaya tersebut, artinya dalam perkembangan dunia globalpun niai-nilai budaya diberi ruang untuk berkembang sesuai dengan tradisinya. Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 mengatur Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dalam mengembangkan nilai-nilai budayanya

Keberadaan pengetahuan tradisional dan karya-karya ekspresi budaya tradisional seringkali menjadi salah satu daya tarik dalam suatu kegiatan kepariwisataan. Sehubungan dengan hal tersebut, ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang kepariwisataan juga tampak mengatur perlindungan dan pengakuan terhadap hak dan karya-karya yang berbasis tradisional dan budaya lokal tersebut. Pengaturannya tidak hanya di level nasional bahkan juga di level internasional. Dalam Article 1 Global Code of Ethics for Tourism, the UN World Tourism Organization diatur bahwa:20

The understanding and promotion of the ethical values common for humanity, with an attitude of tolerance and respect for the diversity of religious, philosophical and moral beliefs, are both the foundation and the consequence of responsible tourism, stakeholders in tourism development and tourist themselves should observe the social and cultural traditions and practice of all peoples, including those of minorities and indigenous peoples and to recognize their worth

Tourism activities should be conducted in harmony with the attributes and traditions of the host regions and countries and in respect for their laws, practices and customs.

Selain dalam ketentuan Article 1 sebagaimana tersebut di

(39)

atas, pengakuan dan perlindungan yang terkait dengan warisan budaya dan dan hal-hal yang berkaitan dengan tradisi juga diatur berdasarkan ketentuanAricle 4 the Global Code of Ethics, UNWTO Tourism, a use of the cultural heritage of mankind and a contributor to its enhancement :21

Tourism resources belong to the common heritage of mankind: the communities in whose territories they are situated have particular rights and obligations to them

To the to preserving and upgrading monuments, shrines and museums as well tourism policies and activities should be conducted with respect for the artistic, archaeological and cultural heritage, which they should protect and pass on to future generations: particular care should be devoted to preserving and upgrading monuments, shrines and museums as well as archaeological and historic sites which must be widely open to tourist visits, encouragement should be given to public access to privately-owned cultural property and monuments, with respect for the rights of their owners, as well as to religious buildings, without prejudice to normal needs of worship.

Dalam dimensi kepariwisataan nasional, perlindungan terhadap karya seni dan ekspresi budaya tradisional dapat dicermati pengaturannya pada Bagian Menimbang huruf a, huruf c dari Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.

Secara lebih detail Bagian Menimbang huruf a. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 mengatur bahwa:

keadaan alam, ora, dan fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni, dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal pembangunan

(40)

kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahtraan rakyat sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945.

Lebih lanjut keberadaan nilai-nilai serta seni budaya yang hidup dan berkembang di masyarakat ditegaskan perlindungannya melalui ketentuan pada Bagian Menimbang huruf c. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 yaitu bahwa:

Kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional.

Perlindungan hukum yang berkaitan dengan kebudayaan serta karya-karya folklor atau ekspresi budaya tradisional pengaturannya selain tercermin pada Bagian Menimbang, juga dapat dicermati dalam Pasal-Pasal Undang-Undang kepariwisataan yaitu: Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 12, Pasal 25, serta Pasal 26 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan22.

Perlindungan terhadap karya ekspresi budaya tradisional, khususnya yang keberadaannya melampaui waktu 50 tahun kiranya aspek perlindungannya dapat dikaitkan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Keterhubungan antara karya ekspresi budaya tradisional dengan Undang-Undang Cagar Budaya karena salah satu wujud dari cagar budaya adalah benda. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 U.U. No. 11 Tahun 2010 ditentukan bahwa Cagar Budaya

(41)

adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya serta Kawasan Cagar Budaya.

Berkaitan dengan Benda Cagar Budaya termasuk di dalamnya adalah benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak. Dalam konteks inilah karya-karya ekspresi budaya tradisional termasuk karya seni bisa mendapat perlindungan sebagai benda Cagar Budaya terutama jika kreteria keberadaannya sudah terpenuhi yaitu telah berusia 50 tahun. Undang-Undang Cagar Budaya mengatur tentang pelestarian, perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, serta pengamanan terhadap Cagar Budaya termasuk di dalamnya dalam wujud Benda Cagar Budaya buatan manusia yang lahir dari citra, rasa dan karya manusia.

Undang-Undang Cagar Budaya secara tegas mengatur prihal kepemilikan benda Cagar Budaya, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 12 U.U. No. 11 Tahun 2010 dapat diketahui bahwa kepemilikan Benda Cagar Budaya dapat diperoleh melalui proses pewarisan, hibah, tukar-menukar, hadiah, pembelian, putusan atau penetapan pengadilan, kecuali yang dikuasai oleh Negara. Penelitian memegang peranan penting dalam rangka pelestarian dan perlindungan terhadap keberadaan Benda Cagar Budaya, termasuk benda-benda yang keberadaannya bersumber dari buatan manusia, yaitu sebagai ekspresi budaya tradisional (EBT).23

Berkaitan dengan keberadaan karya EBT ataufoklor , untuk kepastian perlindungan hukumnya membutuhkan dokumen-dokumen untuk membuktikan kepemilikan dan keberadaan hak atas karya tersebut. Berkaitan dengan perlindungan tersebut, Budi Antariksa mengemukakan berbagai usaha yang dapat dilakukan24:

(42)

(1) Melakukan pendokumentasian atau pencatatan mengenai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), format UNESCO. (2) Melestarikan, mengembangkan serta mempromosikan

WBTB.

(3) Pemberian akses secara selektif terhadap PT dan EBT. (4) Penelitian untuk menjawab List of Core Issues.

Pelestarian dan pengembangan karya-karya tradisional yang dimiliki bangsa Indonesia menjadi semakin penting untuk ditegakkan perlindungannya, karena selain karya tersebut merupakan warisan budaya luhur bangsa Indonesia yang berbasis kearifan lokal, juga karena karya tersebut dari sudut pandang rezim Hak Kekayaan Intelektual ternyata memiliki potensi ekonomi. Karya-karya tradisional yang memiliki potensi ekonomi meliputi25:

(1) Ungkapan seni musik (vokal, instrumen, gabungan : baik untuk mandiri maupun terkait dengan tari atau teater) (2) Ungkapan seni tari

(3) Ungkapan seni teater (termasuk pertunjukan wayang) (4) Ungkapan seni rupa (gra s, lukis, patung, serta

gabungan-gabungan daripadanya, termasuk boneka wayang)

(5) Ungkapan seni sastra (dalam berbagai format, baik lisan maupun tertulis)

(6) Upacara adat (baik berkenaan dengan daur hidup manusi maupun dengan siklus alam semesta), termasuk didalamnya pembuatan dan penyajian alat dan bahan yang digunakan dalam upacara.

Dalam ketentuan hukum positif yang sekarang berlaku di Indonesia, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya

(43)

perlindungan Pengetahuan Tradisional serta Ekspresi Budaya tradisional seperti folklor berada dalam lingkup ketentuan Hak Cipta, oleh karena itu sistem perlindungannyapun tunduk pada ketentuan hukum Hak Cipta, yaitu yang menganut sistem

penting untuk dilakukan sebagai sarana pembuktian kepemilikan

maka dibutuhkan piranti lain yang dapat dipergunakan sebagai bukti tentang adanya kepemilikan hak atas karya tradisional tersebut, salah satunya adalah tersedianya data base serta adanya

sarana pendokumentasian. Dengan demikian keberadaan data

base sebagai sarana pendokumentasian menjadi sangat penting untuk terus diperjuangkan keberadaannya.

Dengan mempertimbangkan bahwa U.U. Hak Cipta yang eksis sekarang ini di Indonesia belum mampu memberi perlindungan secara maksimal kepada karya-karya tradisional, maka ke depannya sangat dibutuhkan adanya pengaturan yang bersifat sui generis, yang secara eksplisit nantinya diharapkan memang khusus mengatur tentang perlindungan karya-karya tradisional serta mekanisme penegakan hukumnya. Dalam perkembangannya karena dipandang diperlukan ada pengaturan-pengaturan yang lebih mempertegas keberadaan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional, tampaknya berbagai RUU (Rancangan Undang-Undang) seperti RUU Tentang Pengakuan Dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat serta RUU yang secara sui generis mengatur Perlindungan tentang Pengetahuan Tradisional yaitu RUU tentang Perlindungan Dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya tradisional (RUU PTEBT) telah dirancang sebagai bukti kesungguhan Indonesia dalam menangani bidang ni.

(44)

mengemukakan bahwa masyarakat hukum adat memiliki hak untuk menjaga, mengendalikan, melindungi dan mengembangkan pengetahuan tradisional dan kekayaan intelektual serta praktik-praktiknya seperti teknologi, budi daya, benih, obat-obatan, desain, permainan tradisional, seni pertunjukkan, seni visual, serta kesusastraan. RUU tersebut nampaknya mempertegas kepemilikan hak dari masyarakat atas kekayaan intelektual yang bersumber dari pengetahuan tradisional.

Kebutuhan tentang keberadaan suatu ketentuan hukum yang secara sui genris mengatur prihal Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional tampaknya memang sangat urgent, mengingat Indonesia memiliki aneka ragam etnik dan suku bangsa yang sangat kaya dengan karya karya intelektual yang berasal dari warisan budaya tradisional yang mengandung potensi ekonomi. Dalam RUU Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional (RUU PTEBT), khususnya melalui Pasal 1 (1) dirumuskan Pengetahuan Tradisional adalah karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu. Sementara itu Ekspresi Budaya Tradisional dirumuskan sebagai karya intelektual dalam bidang seni, termasuk ekspresi sastra yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas masyarakat terentu.

(45)

Dan Ekspresi Budaya Tradisional. Berdasarkan ketentuan tersebut dikemukakan bahwa Ekspresi Budaya Tradisional yang dilindungi mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi berikut ini :

a. verbal tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa maupun puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya susastra ataupun narasi informatif;

b. musik, mencakup antara lain: vokal, instrumental atau kombinasinya;

c. gerak, mencakup antara lain: tarian, bela diri, dan permainan;

d. teater, mencakup antara lain: pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat;

e. seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, keramik, kertas, tekstil, dan lainlain atau kombinasinya; dan

f. upacara adat, yang juga mencakup pembuatan alat dan bahan serta penyajiannya.

(46)

Kustodian dalam konteks RUU PT EBT adalah komunitas atau masyarakat tradisional yang memelihara dan mengembangkan pengetahuan Tradisional dan / atau Ekspresi Budaya Tradisional secara tradisional dan komunal. Pasal 4 RUU ini mengatur tentang jangka waktu perlindungan yang menentukan bahwa perlindungan kekayaan intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional diberikan selama masih dipelihara oleh Kustodiannya. Mencermati bunyi ketentuan Pasal 4 RUU ini, menjadi sangat penting suatu masyarakat tertentu terus tetap menjaga dan memelihara serta menggunakan karya-karya intelektual tradisionalnya yang dimilikinya. Seperti misalnya, seni Dongeng atau Legenda sebagai perwujudan karya susastra agar terus mendapat perlindungan sangat penting untuk senantiasa diwariskan, dikembangkan serta dilestarikan dan digunakan. Jika suatu karya sudah tidak dipelihara dan dikembangkan, maka itu berarti perlindungannya bisa akan berakhir. Jadi warisan turun temurun dan terus dipelihara serta dipergunakan memegang peranan penting untuk tetap mendapat perlindungan.

(47)

dilaksanakan.26

Perlindungan hukum terhadap Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sudah diatur secara lebih detail dalam RUU PTEBT terutama yang berkaitan dengan pembagian hasil pemanfaatan (Bene t Sharing). Dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, meskipun sudah diatur perlindungan mengenai pengetahuan tradisional dan folklor, namun tidak mengatur prihalBene t Sharing. Berkaitan denganBene t Sharing, Pasal 14 RUU PTEBT menentukan:

(1) Pihak yang melakukan pemnfaatan wajib membagi sebagian dari hasil pemanfaatan kepada Kustodian pengetahuan tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional

(2) Pebagian hasil pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kesepakatan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian hasil pemanfaatan diatur dengan Peraturan Pemerintah

Dengan mencermati adanya pengaturan tentang hak bene t sharing bagi Kustodian pemilik Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional, maka penting sekali melakukan proses pendokumentasian kepemilikan PTEBT secara teliti, terutama keberadaan PTEBT di wilayah Kustodian yang berhimpitan untuk menghindari perselisihan tentang pengklaiman hak atas PTEBT.

(48)

BAB IV

PERLINDUNGAN DAN

PENDOKUMENTASIAN KARYA

TRADISIONAL PAYAS, DONGENG, DAN

GENDING BALI

4.1. Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Hak Kekayaan Intelektual Bidang Pengetahuan Tradisional Dongeng Serta Payas Bali

S

ebagaimana diketahui bahwa hasil ekspresi budaya

tradisional dalam dimensi Hak Cipta mendapat

perlindungan dalam kategori Pengetahuan Tradisional

(Tradisional Knowledge) berdasarkan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (UUHC), yang mengatur bahwa :

(1) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya. (2) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil

kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreogra , tarian, kaligra , dan karya seni lainnya.

(3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut.

(49)

Penegasan tentang apa sesungguhnya yang dapat dikategorikan sebagai Folklor serta bagaimana melindunginya, penjelasan pasal 10 Ayat (2) mengemukakan sebagai berikut1:

Dalam rangka melindungi folklor dan hasil kebudayaan rakyat lain, Pemerintah dapat mencegah adanya monopoli dan komersialisasi serta tindakan yang merusak atau pemanfaatan komersial tanpa seizin negara Republik Indonesia sebagai pemegang Hak Cipta. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari tindakan pihak asing yang dapat merusak nilai kebudayaan tersebut.

Folklor adalah sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapka atau diikuti secara turun-temurun termasuk :

a. Cerita rakyat, puisi rakyat

b. Lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional c. Tari-tarian rakyat, permainan tradisional

d. Hasil seni antara lain berupa: lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional.

Berdasarkan pemahaman dari folklor tersebut di atas

sesunguhnya obyek kajian dari folklor relatif luas.Folklor dalam RUU Perlindungan Dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional (RUU PTEBT) dikenal dengan istilah Ekspresi Budaya Tradisional (EBT). Dalam RUU ini, cakupan EBT tampaknya lebih luas jika dibandingkan dengan yang diatur dalam Pasal 10 (2) U.U. No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Dalam RUU PTEBT bidang yang dilindungi selain karya-karya seni yang dikembangkan dan dipelihara dalam lingkup tradisi , juga EBT melindungi upacara adat yang mencakup pembuatan alat dan bahan serta

(50)

penyajiannya. Dalam studi ini, sebagai tahap awal hanya berfokus pada kajianfolklor dalam bidang Cerita Rakyat (di Bali

dikenal dengan sebutan Satue) dan Pakaian Tradisional ( dalam

kategoriPayas Bali).

Sistem perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada umumnya menganut First to File System , yaitu sistem

kali yang mendapat perlindungan hukum. Hak kepemilikan atas

adalah Merek, Paten, serta Desain Industri sebagaimana diatur dalam U.U. No. 15 tahun 2001 tentang Merek, U.U. No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten, serta U.U. No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Sebaliknnya, jenis HKI yang berkaitan dengan Hak Cipta menganut sistem perlindungan otomatis (Automatically Protection

kewajiban untuk mendapatkan perlindungan hukum.

Berkaitan dengan perlindungan secara otomatis dalam rezim hukum Hak Cipta ditentukan bahwa begitu ide-ide untuk menghasilkan karya cipta terwujud serta terekspresikan dalam bentuk wujud karya nyata, maka pada saat itu karya tersebut sudah mendapatkan perlindungan Hak Cipta, dan pencipta memperoleh hak eksklusif atas karyanya. Secara lebih tegas sistem perlindungan otomatis ini dapat diketahui melalui ketentuan Pasal 2 (1) U.U. Hak Cipta yang mengatur Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku .

(51)

selalu mudah, seringkali timbul persoalan-persoalan terkait pembuktian hak dan kepastian hukum. Dalam kontek HKI yang First to File System), pembuktian kepemilikan hak jauh lebih mudah

Hak Merek. Sehubungan dengan keadaan tersebut,

Undang-Hak Cipta melalui ketentuan Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 baik terhadap Hak Cipta yang dimiliki oleh individual maupun masyarakat (Negara) . Namun demikian Undang-Undang Hak Cipta ini menegaskan lagi keberadaan perlindungan secara otomatis melalui ketentuan Pasal 35 (4) U.U. Hak Cipta yang

kembali tersirat dalam ketentuan Pasal 36 U.U. Hak Cipta yang

tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud,

dalam kontek Pengetahuan Tradisional dan Folklor memang

bukan merupakan kewajiban hukum. Namun demikian, sangat

untuk membuktikan adanya kepemilikan hak, meskipun masih memerlukan proses pembuktian lebih lanjut. Dalam RUU PTEBT, meskipun tidak diatur mengenai kewajiban untuk

sarana keberadaan PTEBT bahkan diatur sebagai kewajiban hukum. Dalam RUU ini yang wajib melakukan pendataan dan pendokumentasian mengenai Pengetahuan Tradisional dan ekspresi Budaya Tradisional adalah Menteri yang menangani urusan tersebut.

Gambar

Gambar : Cover Buku Yang Memuat Cerita Rakyat Tradisional  Bali
Gambar : Pentas Bercerita / Mendongeng  sambil Bermain
Tabel : Judul Cerita Rakyat Tradisional / Satue Bali DanKeberadaannya Di Bali

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan masa kerja, frekuensi dan durasi paparan anestesi isofluran dengan gangguan kesuburan perawat kamar operasi, dapat

Dibuat sidik dijital dari data tersebut dengan menggunakan fungsi hash MD5 dan algoritma RSA (pada skripsi ini pembuatan message digest oleh fungsi hash MD5

Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa konstruk pemikiran pendidikan Islam modern Mohammad Hatta adalah mengkoherensikan agama dengan ilmu pengetahuan modern,

Many homeland secu- rity functions, such as law enforcement, transportation, food safety and public health, information technology and emergency management, are dispersed across a

Hasil semua penelitian pati biji alpukat ( Perseae americana Mill) dapat dibuat dalam bentuk sediaan bedak tabur.. Konsentrasi kadar pati biji alpukat dari ke 4

Aspal didefinisikan sebagai suatu cairan yang lekat atau berbentuk padat terdiri dari hydrocarbon atau turunannya, terlarut dalam trichloro-ethylene dan

elektronik.” Kemudian dalam pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Peraturan Walikota Kediri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan PTSP dijelaskan pada ayat (1)

Untuk itu program pengabdian masyarakat yang berjudul GAME MONOPOLI SEBAGAI MODEL EDUKASI TENTANG BAHAYA MEROKOK PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN