• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Signalling Theory

Signalling theory atau teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan

mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (investor, kreditor). Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang.

Menurut Brigham dan Houston (2001) isyarat atau sinyal adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Selanjutnya perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan modal baru dengan cara-cara lain seperti dengan menggunakan utang. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya. Teori sinyal menjelaskan mengapa manajer suatu entitas mempunyai insentif secara sukarela (voluntary) melaporkan informasi-informasi kepada pasar modal walaupun tidak ada ketentuan yang mengharuskan.

(2)

Teori sinyal mengemukakan tentang pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi menyajikan keterangan catatan dan gambaran masa lalu, saat ini maupun masa yang akan datang bagi perusahaan dan pasar modal. Informasi yang lengkap dan relevan serta akurat dan tepat waktu diperlukan investor pasar modal sebagai alat untuk menganalisis sebelum mengambil keputusan untuk berinvetasi. Informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan sinyal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman diterima oleh pasar. Pada saat informasi diumumkan dan pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu mengiterprestasikan dan menganalisa informasi tersebut sebagai sinyal baik ataupun sinyal buruk. Jika pengumuman yang diumumkan sebagai sinyal baik bagi investor maka akan terjadi perubahan volume dalam perdagangan saham (Jogiyanto, 2013:392).

Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak luar.

(3)

2.2. Teori Penilaian Saham

Terdapat dua pendekatan yang digunakan investor untuk menganalisis dan menilai harga satuan saham, yaitu analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal lebih menekankan pada pola penggerakan harga berdasarkan data pasar masa lalu, sedangkan analisis fundamental menekankan analisisnya pada variabel ekonomi, industri dan perusahaan (Gitman, 2010:273).

2.2.1 Analisis Teknikal

Analisis ini beranggapan bahwa harga suatu saham akan ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap harga tersebut, sehingga asumsi yang mendasari analisis teknikal, antara lain (Tandelilin, 2010:248):

1) Nilai pasar barang dan jasa ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran.

2) Interaksi permintaan dan penawaran ditentukan oleh berbagai faktor, baik faktor rasional maupun faktor yang tidak rasional. Faktor-faktor tersebut meliputi berbagai variabel makroekonomi dan variabel fundamental serta faktor seperti opini yang beredar, mood investor dan ramalan-ramalan investor.

3) Harga-harga sekuritas secara individu dan nilai pasar secara keseluruhan cenderung bergerak mengikuti suatu tren selama jangka waktu yang relatif panjang.

(4)

4) Tren perubahan harga dan nilai pasar dapat berubah karena perubahan permintaan dan penawaran. Hubungan-hubungan tersebut akan dideteksi dengan melihat diagram reaksi pasar yang terjadi.

Analisis teknikal secara umum memfokuskan perhatian pada chart dari harga pasar sekuritas. Dow theory menyatakan bahwa pergerakan harga saham dibedakan menjadi tiga komponen, yaitu fluktuasi harian, pergerakan secara bulanan dan

primary trend.

2.2.2 Analisis Fundamental

Analisis fundamental merupakan analisis mengenai ekonomi, industri dan kondisi perusahaan untuk memperhitungkan nilai dari saham perusahaan. Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham dimasa yang akan datang dengan mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham dimasa yang akan datang dan menerapkan hubungan variabel-variabel sehingga diperoleh taksiran harga saham (Husnan, 2010:315).

Menurut Tandelilin (2010:338), analisis fundamental dapat dilakukan secara

top down approach melalui tiga tahapan, yaitu:

1) Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi bertujuan untuk mengetahui jenis prospek bisnis suatu perusahaan. Analisis ekonomi merupakan analisis terhadap faktor-faktor eksternal dan bersifat makro berupa peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar perusahaan dan mempengaruhi semua perusahaan, sehingga tidak

(5)

dapat dikendalikan oleh perusahaan. Analisis kondisi ekonomi merupakan langkah awal yang penting sebelum melakukan investasi karena pergerakan arah ekonomi mempengaruhi pergerakan pasar modal yang berguna bagi pengembangan keputusan para investor. Para investor menjadikan kondisi ekonomi yang stabil sebagai kabar baik sehingga berpengaruh positif bagi pasar modal.

Lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi makro dimasa yang akan datang akan sangat berguna dalam membuat keputusan investasi yang menguntungkan sehingga harus memperhatikan beberapa indikator makroekonomi yang bisa membantu mereka dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro (Tandelilin, 2010:342).

a) Produk Domestik Bruto

Produk Domestik Bruto (PDB) adalah ukuran produksi barang dan jasa total suatu negara. Pertumbuhan PDB yang cepat merupakan indikasi terjadinya pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi membaik, maka daya beli masyarakat akan meningkatkan dan ini merupakan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan penjualannya. Dengan meningkatnya penjualan perusahaan maka kesempatan perusahaan memperoleh keuntungan juga akan semakin meningkat (Tandelilin, 2010:342).

(6)

b) Inflasi

Inflasi adalah kondisi di mana tingkat harga umum meningkat. Tingginya tingkat inflasi sering dikaitkan dengan ekonomi yang tidak efisien, yaitu ekonomi dimana permintaan barang dan jasa melebihi kapasitas produktif, yang mengarah ke atas tekanan pada harga (Bodie

et al, 2010). Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakkan

perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan ini dicapai dengan membeli harta-harta tetap seperti tanah, rumah dan bangunan. Oleh karena pengusaha lebih suka menjalankan kegiatan investasi yang bersifat seperti ini, investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun. Sebagai akibatnya akan lebih banyak pengangguran. Kenaikan harga-harga menimbulkan efek yang buruk pula ke perdagangan. Kenaikan harga menyebabkan barang-barang negara itu tidak dapat bersaing di pasar internasional, maka ekspor akan menurun. Sebaliknya, harga-harga produksi dalam negeri akan semakin tinggi sebagai akibat dari inflasi menyebabkan barang-barang impor menjadi relatif murah, maka lebih banyak impor dilakukan. Ekspor yang menurun dan diikuti pula oleh impor yang bertambah menyebabkan ketidakseimbangan dalam aliran mata uang asing. Kedudukan neraca pembayaran akan memburuk (Sukirno, 2010:39).

(7)

Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus-menerus perlu diingat. Kenaikan harga-harga karena misalnya musiman, menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja (dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi. Kenaikan harga semacam ini tidak dianggap sebagai masalah atau “penyakit” ekonomi dan tidak memerlukan kebijaksanaan khusus untuk menanggulanginya. Jika melihat skala penilaian inflasi, banyak pihak (khususnya investor dan pihak manajemen perusahaan) menginginkan berada dalam kategori jenis inflasi ringan. Hal yang ditakuti adalah berada dalam hiperinflasi. Hal ini disebabkan karena dalam keadaan hiperinflasi banyak rencana yang tidak bisa dijalankan, bahkan kebijakan pengubahan dan pengalihan keputusan asset harus dilakukan. Dalam kejadian hiperinflasi, dengan kenaikan harga sebesar 100% atau lebih dalam satu tahun, ada kecenderungan orang-orang akan lebih menyukai aset keras daripada aset keuangan (Fahmi, 2012:69). Teori permintaan uang yang dikembangkan atas dasar pemikiran aliran klasik atau lebih dikenal dengan Teori Kuantitas Uang. Teori ini berpandangan bahwa terdapat hubungan langsung antara pertumbuhan jumlah uang beredar dengan kenaikan harga-harga umum (inflasi) dan pertumbuhan jumlah uang beredar merupakan penyebab utama inflasi.

(8)

c) Suku Bunga

Tingkat bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap harga saham. Tingkat suku bunga yang meningkat akan meningkatkan suku bunga yang diisyaratkan atas investasi pada suatu saham. Di samping itu, tingkat suku bunga yang meningkat bisa juga menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan ataupun deposito (Kewal, 2012:58). Tingkat bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (present value) aliran kas perusahaan sehingga kesempatan-kesempatan investasi yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Disamping itu tingkat bunga yang tinggi juga akan menyebabkan return yang disyaratkan investor dari suatu investasi akan meningkat.

d) Kurs Valuta Asing

Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Kurs valuta di antara dua negara seringkali berbeda diantara suatu masa dengan masa yang lainnya (Sukirno 2010:397).

e) Defisit Anggaran

Defisit Anggaran akan mendorong konsumsi dan investasi pemerintah sehingga dapat meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan. Akan tetapi defisit anggaran di sisi lain justru akan meningkatkan

(9)

jumlah uang beredar dan akibatnya akan mendorong inflasi. Anggaran yang defisit merupakan sinyal positif bagi ekonomi yang sedang mengalami resesi, tetapi merupakan sinyal yang negatif bagi ekonomi yang mengalami inflasi (Tandelilin, 2010:344).

f) Sentimen

Konsumen dan produsen optimis atau pesimis mengenai ekonomi merupakan faktor penentu pentingnya dari kinerja ekonomi. Jika konsumen memiliki kepercayaan terhadap tingkat pendapatan masa depan mereka, misalnya mereka akan bersedia untuk menghabiskan pendapatannya. Demikian pula, bisnis akan meningkatkan produksi dan persediaan untuk mengantisipasi permintaan yang lebih tinggi untuk produk mereka. Dengan cara ini, keyakinan mempengaruhi berapa banyak konsumsi dan investasi akan di produksi dan mempengaruhi permintaan agregat terhadap barang dan jasa (Bodie et al, 2010:545). 2) Analisis Industri

Analisi industri diperlukan untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan jenis industri perusahaan yang bersangkutan. Hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan pemodal dan analis saham misalnya seperti penjualan dan laba perusahaan, sikap dan kebijakan pemerintah terhadap industri, kondisi persaingan dan harga saham perusahaan sejenis.

3) Analisis Perusahaan

Analisis perusahaan digunakan untuk mengetahui kinerja perusahaan. Para penanam modal memerlukan informasi tentang perusahaan yang

(10)

relevan sebagai dasar pembuatan kepuusan investasi. Informasi tersebut baik informasi internal dan eksternal perusahaan. Informasi tersebut antara lain tentang informasi laporan keuangan periode tertentu. Rasio keuangan dan resiko yang dapat digunakan antara lain:

a) Rasio likuiditas

Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Ada 2 macam rasio likuiditas yaitu dengan menggunakan rasio lancar (current ratio) dan quick ratio. b) Rasio solvabilitas

Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang. Rasio solvabilitas dapat menggunakan debt ratio, debt to equity ratio (DER) dan ratio time

interest earned (TIE ratio).

c) Rasio aktivitas

Rasio aktivitas adalah rasio untuk melihat tingkat aktivitas tertentu dalam kegiatan tertentu. Terdapat beberapa macam rasio aktivitas diantaranya yaitu rasio rata-rata umur piutang, rasio rata-rata umur persediaan, rasio perputaran aktiva tetap dan rasio perputaran total aktiva.

d) Rasio profitabilitas

Rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan aset dan modal saham tertentu.

(11)

Rasio profitabilitas biasa disebut juga sebagai Rasio Rentabilitas. Dalam penelitian ini menggunakan rasio profitabilitas yang diproksikan dengan

Return on Assets (ROA). Istilah lain dari Return on Assets (ROA) adalah Return On Investment (ROI). Gitman (2003: 65) menyatakan bahwa

“Return on Total Assets (ROA) measures the overall effectiveness of

management in generating profit with its available assets; also called the return on investment (ROI)”. Berdasarkan definisi tersebut bahwa return on total assets istilah lain dari return on investment yang

mengukur tingkat efektivitas manajemen dalam menghasilkan laba dengan pemanfaatan dari aktiva yang dimiliki perusahaan. Sedangkan menurut Tandelilin (2010:40) return on assets menggambarkan sejauh mana kemampuan aset-aset yang dimiliki perusahaan bisa menghasilkan laba. Return on total assets menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan, karena itu dipergunakan angka laba setelah pajak dan (rata-rata) kekayaan perusahaan. Rasio return on assets dinyatakan sebagai berikut:

𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑂𝑛 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 = Laba bersih setelah pajak

Total aktiva x 100 %...(1)

e) Rasio pasar

Rasio yang mengukur harga pasar relatif terhadap nilai buku. Ada beberapa rasio pasar diantaranya yaitu, earning per share (EPS), price

(12)

earning ratio (PE ratio), dividen payout ratio (DPR), book value per share (BVS ratio),price to book ratio (PBV ratio).

2.3 Konsep Risk-Return Tradeoff

Konsep tersebut menjadi tulang punggung teori investasi dan juga teori keuangan. Karena itu Markowitz dikenal sebagai bapak teori portofolio. Dan karena jasanya, Ia memperoleh hadiah Nobel bidang ekonomi pada tahun 1990. Secara definisi konsep risk-return tradeoff merupakan hubungan antara risiko dan return yang biasanya dipegang, dalam mana seseorang akan menerima risiko yang lebih besar bila ingin memperoleh return yang lebih besar. Dalam hal ini, seorang investor harus memutuskan antara keinginan untuk menerima risiko rendah dan return tinggi, karena level yang rendah dari ketidakpastian (risiko) dihubungkan dengan return potensial yang rendah, sementara level yang tinggi dari ketidakpastian dihubungkan dengan return potensial yang tinggi. Dengan kata lain, secara prinsip return potensial meningkat dengan meningkatnya risiko. Bila dua alternatif investasi memberikan imbalan yang sama, maka kebanyakan individu akan memilih investasi yang risikonya lebih rendah.

Bila dipandang dari sisi preferensi investor, Risk averse investors akan mensyaratkan tingkat imbalan yang diharapkan (expected rates of return) yang lebih tinggi sebagai kompensasi terhadap pengambilan level risiko yang lebih tinggi. Suatu kesalahan konsepsi yang umum terjadi mengenai Risk-return tradeoff adalah bahwa risiko yang lebih tinggi sama dengan return yang lebih besar. Konsep

(13)

memberi kita kemungkinan return yang lebih besar. Tidak ada garansi bahwa hal tersebut pasti terjadi, konsep ini hanya bermaksud untuk menyatakan bahwa return potensial yang lebih tinggi, berarti kerugian potensial juga lebih tinggi. Kebanyakan investor mempertimbangkan konsep ini sebelum melakukan investasi mereka. Seorang investor yang mencari return lebih tinggi secara umum akan memberanikan diri investasi di pasar modal, sementara investor yang mencari kestabilan dan kepastian return akan memilih investasi pada sekuritas berpendapatan tetap.

2.3.1 Risiko Sistematis

Investor selalu menghadapi dua masalah dalam berinvestasi yaitu return dan risiko mempunyai dua komponen yang tidak dapat dihindari dari investasi. Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif (Jogiyanto, 2013). Semakin tinggi risiko, maka semakin tinggi pula expected returnnya, begitu pula sebaliknya. Oleh sebab itu dalam membuat investasi, investor akan selalu mencari portofolio optimum yang menawarkan expected return maksimal pada tingkat risiko tertentu dengan risiko yang maksimum..

Risiko sering kali disinonimkan dengan ketidakpastian karena risiko sering mengacu pada adanya variasi nilai antara yang diperkirakan dengan nilai yang diobservasi. Risiko dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

1. Risiko sistematis (Systematic Risk)

Adalah risiko selalu ada dan tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi.

(14)

disebabkan oleh karena faktor kondisi perekonomian, kebijakan pajak dan kondisi sosial politik.

2. Risiko tidak sistematis (Unsystematic Risk)

Adalah risiko yang dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Unsystematic

Risk dapat dihindari dengan cara melakukan diversifikasi atas portofolio

yang dimiliki oleh investor.

Risiko sistematis dan risiko tidak sistematis dijumlahkan disebut sebagai risiko total dan menjadi dasar pertimbangan manajer investasi dalam mengambil keputusan investasi. Risiko tidak sistematis (Unsystematic Risk) adalah risiko yang dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Unsystematic Risk dapat dihindari dengan cara melakukan diversifikasi atas portofolio yang dimiliki oleh investor. Berbeda dengan risiko tidak sistematis, risiko sistematis sulit dihindari karena risiko ini sangat berkaitan dengan risiko pasar secara umum yang berdampak pada hampir semua perusahaan. Meskipun demikian risiko pasar yang sangat dipengaruhi karakteristik pasar ini sangat sensitif terhadap faktor fundamental perusahaan. Dapat digambarkan apabila di suatu negara terjadi pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan peningkatan penjualan terhadap masing-masing perusahaan yang mana pengaruh terhadap tiap-tiap perusahaan berbeda tergantung fundamentalnya sehingga akan mempengaruhi tinggi rendahnya risiko sistematik perusahaan tersebut.

(15)

2.3.1.1 Jenis Risiko

Adapun beberapa jenis risiko sistematis dilihat dari sumber penyebabnya yang dapat digolongkan menjadi 8 jenis risiko sistematis menurut Mamduh (2010) dapat digolongkan menjadi:

1) Risiko suku bunga merupakan variabilitas pendapatan saham yang disebabkan karena adanya perubahan tingkat suku bunga. Risiko suku bunga cenderung naik turun secara bersamaan yang berpengaruh terhadap nilai aktiva secara umum. Harga saham akan bergerak berlawanan dengan perubahan suku bunga.

2) Risiko pasar merupakan variabilitas pendapatan saham yang disebabkan fluktuasi kondisi pasar secara keseluruhan meliputi resesi, perang, perubahan struktur ekonomi, dan perubahan preferensi konsumen.

3) Risiko inflasi merupakan faktor yang mempengaruhi daya beli atau kemungkinan menurunnya daya beli dana yang diinvestasikan. Risiko ini berhubungan dengan risiko suku bunga karena kenaikan suku bunga menyebabkan kenaikan inflasi.

4) Risiko bisnis adalah risiko dalam menjalankan bisnis pada suatu industri atau lingkungan industri.

5) Risiko keuangan adalah risiko yang timbul karena pemakaian hutang oleh perusahaan. Semakin besar hutang semakin besar pula risiko.

(16)

6) Risiko likuiditas adalah risiko yang berhubungan dengan pasar sekunder dimana saham diperdagangkan. Semakin mudah atau cepat saham diperjualbelikan semakin kecil risiko likuiditasnya.

7) Risiko nilai tukar adalah variabilitas pendapatan saham yang disebabkan karena fluktuasi nilai tukar.

8) Risiko negara merupakan variabilitas pendapatan saham yang disebabkan perubahan situasi politik suatu negara.

2.3.1.2 Menghitung Risiko

Menurut Jogiyanto (2013:344) beta merupakan pengukur risiko sistematik dari suatu sekuritas relatif terhadap risiko pasar. Beta suatu sekuritas dapat dihitung dengan teknik estimasi yang menggunakan data historis. Beta yang dihitung berdasarkan historis ini selanjutnya dapat digunakan untuk mengestimasikan beta masa datang. Jogiyanto (2013:357) menyatakan beta digunakan di model CAPM untuk menghitung return ekspektasi. Beta merupakan suatu pengukur volatilitas

(volatility) return suatu sekuritas terhadap return pasar. Beta sekuritas ke-i

mengukur volatilitas return sekuritas ke-i dengan return pasar. Dengan demikian beta merupakan pengukur risiko sistematik (systematic risk) dari suatu sekuritas relatif terhadap risiko pasar. Volatilitas dapat didefinisikan sebagai fluktuasi dari

return-return suatu sekuritas dalam suatu periode waktu tertentu. Jika fluktuasi return sekuritas secara statistik mengikuti fluktuasi dari return-return pasar, maka

beta dari sekuritas tersebut dikatakan bernilai 1 (satu). Karena fluktuasi juga sebagai pengukur dari risiko (ingat bahwa varian return sebagai pengukur risiko

(17)

merupakan pengukur fluktuasi dari return-return terhadap return ekspektasinya), maka beta bernilai 1 menunjukkan bahwa risiko sistematik suatu sekuritas sama dengan risiko pasar

Dengan demikian, beta pasar menjadi patokan suatu risiko saham. Besarnya suatu risiko sistematik (beta) suatu saham dapat dikemukakan dengan patokan sebagai berikut :

βi < 1 : berarti di bawah rata-rata dari risiko pasar; βi = 1 : berarti sama dengan risiko pasar;

βi > 1 : berarti di atas rata-rata dari risiko pasar

Bila suatu sekuritas dapat dihitung dengan teknik estimasi yang menggunakan data historis. Beta yang dihitung berdasarkan data historis ini selanjutnya dapat digunakan untuk mengestimasi beta masa datang. Beta historis dapat dihitung dengan menggunakan data historis berupa data pasar (return-return sekuritas dan

return pasar), data akuntansi (laba-laba perusahaan dan laba indeks pasar) atau data

fundamental (menggunakan variabel-variabel fundamental). Beta yang dihitung dengan data pasar disebut dengan beta pasar. Beta yang dihitung dengan data akuntansi disebut dengan beta akuntansi dan beta yang dihitung dengan data fundamental disebut dengan beta fundamental.

(18)

2.3.2 Return Saham

Menurut Mishkin dan Eakins (2009:259). “Investor can earn a return from stock

in one of two ways. Either the price of the stock rises over time or the firm pays the stockholder devidends”. Ketika orang membeli aset finansial, keuntungan atau

kerugian dari investasi ini disebut return atas investasi. Total return atas investasi umumnya mempunyai dua komponen. Pertama, tunai apapun yang diterima ketika mempunyai investasi. Untuk saham, pembayaran tunai dari perusahaan kepada pemegang saham adalah deviden. Kedua, nilai aset yang dibeli mungkin berubah, yang berarti ada capital gain atau capital loss. Untuk saham, harganya bisa mengalami peningkatan sehingga pemegangnya dikatakan memperoleh capital

gain atau juga bisa mengalami penurunan yang disebut capital loss (Tandelilin.

2010:26).

Menurut Jogiyanto (2013: 205) return dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Return realisasi (realized return)

Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung dengan menggunakan data historis. Return

realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return realisasi atau return historis ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan risiko dimasa datang.

(19)

2. Return ekspektasi (expected return)

Return ekspektasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan

diperoleh investor dimasa mendatang. Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum terjadi.

2.4 Hubungan Inflasi terhadap Return Saham

Tingkat inflasi yang tinggi dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan, banyak perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Inflasi yang tinggi dapat menurunkan harga saham di pasar, sedangkan tingkat inflasi yang sangat rendah akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi bergerak lamban, sehingga pergerakan harga saham juga sangat lamban. Suatu pekerjaan yang sulit untuk menciptakan tingkat inflasi yang mampu mendorong pergerakan usaha, sehingga perusahaan akan mampu memperoleh keuntungan yang maksimal dan harga saham dapat bergerak normal. Menurut teori kuantitas harga barang berbanding lurus dengan jumlah uang yang beredar. Teori ini menyatakan bahwa terjadinya inflasi disebabkan oleh satu faktor yaitu kenaikan uang yang beredar. Inflasi akan cenderung meningkatkan biaya produksi dari perusahaan. Artinya, margin keuntungan dari perusahaan menjadi lebih rendah dan dampak lebih lanjut menjadikan harga sahamnya di bursa efek menjadi menurun. Tingginya inflasi akan mengurangi nilai keuntungan dan juga mengurangi daya beli modal investasinya. Dengan demikian jika angka inflasi naik, maka harga saham akan menurun. Hal ini akan diikuti oleh penurunan return saham (Tatik, 2013).

(20)

Hubungan mengenai Inflasi dan Return Saham dalam penelitian yang dilakukan oleh Kuwornu (2012), Kudryavtsev (2014), Adusei (2014) menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap return saham. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oshaibat menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Purnomo dan Widyawati (2013), Mahilo dan Parengkuan (2013) dan Komariah dkk (2011) mendapatkan hasil bahwa inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.

2.5 Hubungan Risiko Sistematis Terhadap Return Saham

Konsep risk-return tradeoff merupakan hubungan antara risiko dan return yang biasanya dipegang, dimana seseorang akan menerima risiko yang lebih besar bila ingin memperoleh return yang lebih besar. Risiko merupakan faktor utama yang menentukan besar kecilnya nilai pengembalian. Return biasanya berbanding lurus dengan risiko, yaitu semakin tinggi tingkat risiko yang dihadapi maka semakin tinggi return dari investasi tersebut, demikian sebaliknya. Oleh karena itu, sebelum investasi dilakukan, perlu pemahaman yang cukup atas investasi, sehingga risiko yang mungkin timbul di masa yang akan datang dapat diantisipasi, dan tingkat return dapat dioptimalkan (Nugroho dan Triyonowati, 2013).

Hubungan risiko sistematis terhadap return saham dalam penelitian yang dilakukan oleh Chen (2013) menyatakan bahwa risiko sistematis memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham, semakin tinggi risiko maka akan meningkatkan return saham yang akan diterima.

(21)

2.6 Hubungan Profitabilitas Terhadap Return Saham

Rasio Keuangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rasio profitabilitas yang diproksikan dengan Return on Asset (ROA). Return on Asset (ROA) mengukur kemampuan mengasilkan laba dari total aktiva yang digunakan (Wiagustini, 2010:81). Semakin besar ROA maka menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Rasio ini merupakan rasio terpenting diantara rasio profitabilitas yang lainnya Prastowo (2005:91).

Hubungan profitabilitas terhadap return saham dalam penelitian yang dilakukan oleh Gunadi dan Kesuma (2015), Widyastuti (2007) menyatakan ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham yang mengindikasikan semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan maka return yang dihasilkan meningkat.

2.7 Hubungan Inflasi Terhadap Risiko Sistematis

Inflasi merupakan kenaikan harga-harga secara umum dan terus menerus untuk periode waktu tertentu. Inflasi adalah variabel makroekonomi yang dapat sekaligus menguntungkan dan merugikan suatu perusahaan. Pada dasarnya inflasi tinggi tidak disukai oleh pelaku pasar modal karena akan meningkatkan biaya produksi berdampak buruk pada harga produk yang dijual dan pendapatan. Namun disisi lain inflasi juga akan meningkatkan harga jual produk perusahaan tersebut. Jika margin pendapatan lebih tinggi daripada margin biaya maka perusahaan akan memperoleh keuntungan dari inflasi tetapi hal sebaliknya yang lebih sering terjadi.

(22)

Menurunnya kinerja perusahaan karena dampak inflasi akan dirasakan oleh seluruh perusahaan yang ada dalam industri. Kondisi ini akan berpengaruh pada kinerja pasar modal, karena banyak perusahaan tidak dapat beroperasi secara maksimal, akibatnya pasar modal menghadapi ketidakpastian yang tinggi

Hubungan antara inflasi dan risiko sistematis terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh Suparno (2013) mendapatkan hasil bahwa inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap Risiko Sistematis yang mengindikasikan semakin tinggi tingkat inflasi maka investor akan mengahadapi ketidakpastian yang tinggi.

2.8 Hubungan Inflasi Terhadap Profitabilitas

Inflasi adalah kondisi di mana tingkat harga umum meningkat. Tingginya tingkat inflasi sering dikaitkan dengan ekonomi yang tidak efisien, yaitu ekonomi dimana permintaan barang dan jasa melebihi kapasitas produktif, yang mengarah ke atas tekanan pada harga (Bodie et al, 2010).

Inflasi yang tinggi akan mengakibatkan daya beli masyarakat menurun dan kenaikan tingkat bunga. Besar kecilnya laju inflasi akan mempengaruhi suku bunga dan kinerja keuangan perusahaan khususnya dari sisi profitabilitas. Inflasi yang terlalu tinggi akan menurunkan profitabilitas yang diperoleh oleh perusahaan begitu juga sebaliknya.

Hubungan inflasi terhadap profitabilitas terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh Kalengkongan (2013), Malik et al. (2015), Vejzagic dan Zarafat (2014), Lee (2014) menyatakan inflasi memiliki pengaruh yang negatif dan

(23)

signifikan terhadap ROA karena inflasi yang tinggi akan menurunkan profitabilitas perusahaan.

Referensi

Dokumen terkait

PT Bank JATIM, sampai dengan Bulan Februari 2016 belum menerapkan tarif peraturan yang terbaru yaitu PMK Nomor 26/PMk.010/2016 Pasal 3 ayat 1(a) dan Pasal 3 ayat 1(b) tentang

Dengan adanya pemahaman yang disosialisasikan kepada masyarakat melalui kampanye sadar akan pajak seperti seminar dapat meningkatkan kesadaran dalam membayar pajak.. Kesadaran

Beberapa langkah yang telah dilakukan oleh Biro Umum pada tahun 2016. dalam upaya untuk mempertahankan Opini WTP atas Laporan Keuangan dan

6 Saya akan menerima setiap jenis pekerjaan yang diberikan kepada saya, agar saya tetap dapat bekerja di KAP ini.. 7 Saya sangat peduli bagaimana kelanjutan KAP ini pada

Herwasono Soedjito - Research Center for Biology - Indonesian Institute of Sciences, Bogor, Indonesia John Dransfield - Herbarium Kewense, Royal Botanic Gardens Kew,

Judul : Kesesuaian Antara Karakteristik Individu Dengan Karakteristik Pekerjaan Menggunakan Metode DISC (Studi Kasus Pada Hotel Citradream Semarang).. Semarang, 13

Media ini sangat sesuai untuk melatih keterampilan ekspresi lisan (berbicara) maupun keteramplan menulis (mengarang). Untuk melatih ekspresi lisan para siswa disuruh

Artinya ketika kekuasaan itu dipegang oleh seseorang maka besar kemungkinan akan terjadi yang namanya penyalahgunaan kekuasaan.Adapun peristiwa