dari sebuah sejarah, dimana sejarah itu tentu berkaitan dengan proses Islamisasi di tanah Jawa, karena kidung tersebut sebagai salah satu media dakwah ketika itu dan juga sebagai doa mistis. Keberhasilan peng Islam an penduduk Jawa adalah berkat kerja keras para mubaligh yang tangguh. Mereka adalah para wali yang terhimpun dalam suatu lembaga dakwah yang terkenal yaitu Wali Sanga.
Proses peng Islam an pada masa itu terjadi secara damai karena metode yang digunakan oleh para wali dalam berdakwah menggunakan metode yang akomodatif dan fleksibel, artinya dengan menggunakan unsur-unsur budaya lama (Hinduisme dan Buddhisme), namun secara tidak langsung memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam unsur-unsur lama tersebut. Mereka sangat tekun dan benar-benar memahami kondisi sosiokultural masyarakat Jawa. Sering metode ini disebut sebagi metode sinkretisasi. Sebagai contoh dari cara kerja metode ini antara lain dalam bidang ritual, pembakaran kemenyan yang semula menjadi sarana dalam penyembahan terhadap para dewa, namun metode ini tetap juga dipakai oleh Sunan Kalijaga (beliau adalah salah satu anggota Wali Sanga) dengan pemahaman sebatas sebagai pengharum ruangan ketika seorang muslim berdoa sehingga doa menjadi lebih khusyu’. Dalam bidang seni bangunan, pembangunan atap masjid yang terdiri atas tiga lapisan yang kemudian ditafsirkan sebagai simbolisme Iman, Islam, dan Ihsan adalah pengambil alihan makna dari tempat-tempat suci atau tempat ibadah agama Hindu.1
Demikian pula untuk memahami nilai-nilai Islam. Para pendakwah Islam dahulu, memang lebih luwes dan halus dalam menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat yang heterogen setting nilai budayanya. Seperti
1
Ridin Sofwan, “Dampak Metode Para Wali Mengislamkan Tanah Jawa”, dalam Ridin Sofwan dkk, Jurnal Jarlit Dewa Ruci, Nomor 3, 2000, hlm.2
halnya Wali Sanga, mereka dapat dengan lebih mudah memasukkan Islam karena agama tersebut tidak dibawanya dalam bungkus Arab, namun dalam racikan dan kemasan yang bercita rasa Jawa. Artinya masyarakat diberi “bingkisan” yang dibungkus budaya Jawa namun isinya Islam.2 Dan masih banyak lagi upaya mengambil unsur-unsur budaya lama dengan memasukkan nilai-nilai Islam yang dalam hal ini nilai-nilai iman, misalnya seperti yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dengan “Kidung Rumeksa Ing Wengi”.
Ridin Sofwan mengutip ungkapan Katsumiko Seino tentang cara-cara yang digunakan oleh para wali dalam menghadapi budaya lama yaitu sebagai berikut:
1. Menjaga, memelihara (keeping) upacara-upacara, tradisi-tradisi lama contoh menerima upacara tingkeban, mitoni
2. Menambah (addition) upacara-upacara, tradisi-tradisi lama dengan tradisi baru, contoh menambah perkawinan Jawa dengan akad nikah secara Islam. 3. Menginterpretasikan tradisi lama ke arah pengertian yang baru atau
menambah fungsi baru (modification) terhadap budaya lama, contoh wayang di samping sebagai sarana hiburan juga sebagi sarana pendidikan. 4. Menurunkan tingkatan status atau kondisi sesuatu (devalution) dari budaya
lama ; contoh status dewa dalam wayang diturunkan derajatnya dan diganti dengan Allah.
5. Mengganti (exchange) sebagian unsur lama dalam suatu tradisi dengan unsur baru, contoh selamatan atau kenduren motifasinya diganti.
6. Mengganti secara keseluruhan (subtitution) tradisi lama dengan tradisi baru, contoh sembahyang di kuil diganti sembahyang di masjid sehingga tidak ada unsur pengaruh Hindu di masjid.
7. Menciptakan tradisi, upacara baru (creation of new ritual) dengan menggunakan unsur lama, contoh menciptakan gamelan dan upacara sekaten.
2
Marwanto, Islam dan Demistifikasi Simbol Budaya, http://www.giocities.com/ Aegean/3922/opini.htm
8. Menolak (negation) tradisi lama, contoh penghancuran patung-patung Budha di candi-candi sebagai penolakan penyembahan patung.3
Menurut Siti Munawaroh Thowaf berkembangnya Islam di pulau Jawa adalah berkat jasa para mubaligh dan para wali, dengan penampilan setrategis mereka sebagai penguasa dan sekaligus sebagai tokoh agama, dan ada faktor yang sangat mendukung dalam keberhasilannya diantaranya:
1. Berjiwa patriotisme, ikhlas dalam perjuangan dan pengorbanan 2. Kreatif, komunitif, menguasai sosial psikologis
3. Kharismatik / berwibawa 4. Memiliki etos kerja yang tinggi
5. Berdedikasi tinggi, memiliki kualitas ilmu, takwa dan amalnya
6. Pandangan sosiologis, umumnya mereka bangsawan yang dihormati pada zamannya. Merupakan cikal bakal, perintis inti masyarakat baru di zamannya.4
Salah satu wali yang sangat terkenal bagi orang Jawa adalah Sunan Kalijaga. Ketenaran wali ini adalah karena ia seorang ulama’ yang sakti dan cerdas. Ia juga seorang politikus yang “mengasuh” para raja beberapa kerajaan Islam. Selain itu Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai budayawan yang santun dan seniman wayang yang hebat. Di antara Dewan Wali, Sunan Kalijaga merupakan wali yang populer di mata orang Jawa. Bahkan sebagian orang Jawa menganggap guru agung dan suci di tanah Jawa.5
Beliau sangat pandai bergaul di segala lapisan masyarakat dan di segala tingkatan, ujer-ujer dan toleransinya sangat tinggi. Maka beliau sangat terkenal dan populer pada masa hidupnya, terkenal di kalangan kaum ningrat, kaum priyayi, kaum sarjana dan dikalangan rakyat jelata sekalipun. Di dalam peranannya sebagai seorang mubaligh pari purna tersebut, Sunan Kalijaga
3Op. Cit., hlm. 4
4
Hj. Siti Munawaroh Thowaf, Aspek Theologi Islam Dalam Pewayangan, Siti Munawaroh Thowaf, dkk., Jurnal Theologia, Nomor 15, 1992, hlm. 22-23
5
Dr. Purwadi, Sejarah Sunan Kalijaga Sintesis Ajaran Wali Sanga Vs Syeh Siti Jenar, Persada, Yogyakarta, 2003, hlm. 150
sangat berjasa bagi perkembangan agama Islam dan perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia, terutama kebudayaan daerah.6
Kemampuan dalam melakukan asimilasi, adaptasi dan akulturasi budaya Jawa dengan Islam, membawa eksis yang positif dalam tugasnya sebagai seorang mubaligh yang tanpa menggunakan kekerasan sama sekali. Sehingga wajah Islam yang ditempelkan tidak terkesan sangar dan galak sehingga memudahkan masyarakat untuk hijrah dari agama terdahulu (dinamisme, animisme, Hindu dan Budha) ke agama Islam karena peran Sunan Kalijaga yang telah dibantu oleh para Wali Sanga di tanah Jawa.
Sunan Kalijaga adalah profil tokoh agama yang sekaligus budayawan yang kreatif, hampir seluruh hidupnya dipenuhi perjuangan untuk kepentingan umat. Salah satu usahanya dibidang kebudayaan adalah pelestarian wayang kulit, kerawitan, sastra Jawa dan adat tradisi. Bahkan tanpa terasa dengan wayang kulit, gending sekaten dan lagu Ilir-Ilir dapat dijadikan sebagai sarana dakwah penyebaran agama Islam. Sebabnya tidak lain karena Sunan Kalijaga mampu mengolah dan memberi bumbu penarik bagi masa yang dihadapinya.7
Di samping wayang kulit, gending sekaten dan lagu ilir-ilir, tokoh legendaris tersebut sering memanfaatkan kesenian Jawa sebagai metode dakwah Islam. Misalkan, jika umumnya kedatangan bulan Ramadhan disambut dengan Marhaban Ya Ramadlan, beliau memanfaatkan lagu Dolanan Jawa yang telah populer di masyarakat, judulnya yaitu “E, Dhayohe Teka”. Sunan Kalijaga juga mengajarkan asal-usul kejadian manusia melalui syair Jawa berjudul Cublak – Cublak Suweng.8 Dan beliau juga menciptakan kidung wingit yang berfungsi sebagai tolak balak dari berbagai malapetaka dan makhluk halus. Kidung ini diberi nama Kidung Rumeksa Ing Wengi, dan ini yang akan penulis bahas lebih mendalam dalam penulisan skripsi ini.
6
Umar Hasyim, Sunan Kalijaga, Menara Kudus, Kudus, tt, hlm. Pendahuluan
7
Imam Anom, Suluk Linglung Sunan Kalijaga, Balai Pustaka, Jakarta, 1984, hlm. ix
8
Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen Sinkretisme, Simbolisme dan Sufisme Dalam Budaya Spiritual Jawa, Narasi, Yogyakarta, 2003, hlm. 102-103
A. Asal Usul Kidung Rumeksa Ing Wengi 1. Pengertian Kidung Rumeksa Ing Wengi
Sebelum membahas secara menyeluruh tentang Kidung Rumeksa Ing Wengi secara khusus, maka perlu diuraikan terlebih dahulu pengertian Kidung Rumeksa Ing Wengi itu sendiri, hal ini dilakukan untuk mempermudah pembahasan tahap berikutnya.
Kidung dalam Ensiklopedi Indonesia diartikan sebagai karya sastra rakyat atau puisi dalam bahasa Jawa tengahan, berupa cerita romantikal seperti cerita pelipur lara. Berbentuk tembang yang dapat dinyanyikan. Salah satu kidung yang terkenal adalah kidung Bali, yaitu nyannyian berbahasa Bali tengahan (kawi Bali), kidung ini sering dinyanyikan pada upacara Panca Yadnya. Antara lain dikenal sebagai kidung Wargasari, Tantri, Nalat, Alis Alis Ijo, Bramara Sangupati. Kidung-kidung tersebut biasanya digubah di Bali, menceritakan zaman sesudah Majapahit.9
Sedangkan arti “rumeksa” adalah menjaga atau merawat,10 “ing” merupakan kata tunjuk yang berarti di dan kata “wengi” berarti waktu mulai senja sampai terbit matahari atau malam hari.11
Jadi Kidung Rumeksa Ing Wengi apabila diartikan secara terminologi adalah sebuah karya sastra atau puisi berbahasa Jawa tengahan yang berbentuk tembang dan dapat dinyanyikan yang berguna untuk menjaga atau merawat sesuatu di malam hari. Kidung ini adalah kidung wingit (keramat), atau mantra / doa yang disusun dengan berbahasa Jawa sebagai doa perlindungan, penyembuhan.
2. Masa Penulisan Kidung Rumeksa Ing Wengi
Sunan Kalijaga mempunyai nama kecil Raden Sahid. Kapan tepatnya kelahiran Raden Sahid menyimpan misteri. Ia diperkirakan lahir pada tahun 1455-an, dihitung dari pernikahan Raden Sahid
9
Ajip Rosidi, Ensiklopedi Indonesia, Ichtiar Baru, Jakarta, tt, hlm. 1776
10
S.A. Mangunsuwita, Kamus Bahasa Jawa, Yrama Widya, Bandung, 2002, hlm. 219
11
dengan Putri Sunan Ampel. Ketika itu Raden Sahid diperkirakan berusia 20-an tahun. Sunan Ampel yang diyakini lahir pada tahun 1401 ketika menikahkan putrinya dengan Raden Sahid berusia 50-an tahun.12
Begitu juga dengan penciptaan Kidung Rumeksa Ing Wengi menyimpan misteri yang sangat dalam sekali, kapan sebenarnya kidung ini ditulis. Usaha dalam penelusuran tentang karya sastra ini ditulis sudah sejauh mencari dan meneliti buku-buku literer yang membahas tentang Sunan Kalijaga sampai penulis datang dan wawancara dengan bapak Raden Muhammad Sudiyoko (78 tahun) yang merupakan sesepuh ahli waris Sunan Kalijaga itupun tidak mengerti secara pasti kapan karya sastra itu ditulis. Yang jelas di sini bahwa Kidung Rumeksa Ing Wengi diciptakan setelah Raden Sahid menjadi seorang wali.
3. Penulis Kidung Rumeksa Ing Wengi
Ada banyak tokoh / tulisan13 yang mengatakan bahwa Kidung tersebut diciptakan oleh Sunan Kalijaga yang mempunyai nama asli Raden Sahid, beliau adalah putra Adipati Tuban yaitu Tumenggung Wilatikta / Raden Sahur. Raden Sahur adalah keturunan Ranggalawe yang beragama Hindu. Sunan Kalijaga diperkenalkan Islam oleh guru agama Kadipaten Tuban sejak kecil.
12
Dr. Purwadi, op. cit., hlm. 150
13
Achmad Chodjim, Mistik dan Ma’rifat Sunan Kalijaga, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2003,hlm.32-52.
Lihat,R.Wiryopanitra, Serat Kidungan Kawedar, DEPDIKBUD,Jakarta:1979,hlm.7. Hasil wawancara dengan Raden Muhammad Sudiyoko (79) tahun, ahli waris Sunan Kalijaga, Kadilangu, Demak
Kidung Sunan Kalijaga http://www.minggupagi.com/article.php?sid=1360.
Kidung Dandang Gula, Tolak Balak, Jum’at,8 Agustus 2003 14:42. http://www.astaga.com/komentar/index.p hp?act=view&id=71906&cat-403&start,
M. Heriwijaya, Islam Kejawen: Sejarah, Anyaman Mistik dan Simbolisme Jawa, (Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2004), hlm. 44,
Kangdjeng Susuhunan Kalidjaga, Kidungan Pepak Djangkep, (Sala: S. Muliya t.th), hlm. 3-4
Beliau dikenal sebagai mubaligh / da’i keliling, ulama besar, seorang wali yang memiliki karisma tersendiri di antara wali yang lain, paling terkenal di berbagai lapisan masyarakat apalagi kalangan bawah. Ia di sebagian tempat juga dikenal bernama Syeh Malaya. Ia dapat dikatakan ahli budaya, misalnya: pengenalan agama secara luwes tanpa menghilangkan adat istiadat / kesenian daerah (adat lama yang diberi warna Islami), menciptakan baju Taqwa (lalu disempurnakan oleh Sultan Agung dengan destar nyamping dan keris serta rangkaian lainnya), menciptakan Tembang Dandanggula dan Dandanggula Semarangan.14
Kidung Rumeksa Ing Wengi ditulis oleh Sunan Kalijaga untuk menjembatani hal-hal yang bersifat supranatural. Karena pada tahun-tahun awal perkembangan Islam di Jawa bersifat sangat mistis yang pada dasarnya kepercayaan pra Islam memandang tinggi animisme dan dinamisme. Kenyataan yang terjadi pada penyebaran Islam pada waktu itu banyak berbenturan pada orang-orang yang tidak kompromi dengan diplomasi sehingga menyerang balik apa-apa yang telah diajarkan oleh Sunan Kalijaga (ajaran Islam) yaitu dengan Black Magic. Sehingga beliau menulis kidung wingit yang diberi nama Kidung Rumeksa Ing Wengi yang di dalamnya memuat berbagai macam mantra untuk menolak balak di malam hari, seperti teluh, tenung, santet dan lain sebagainya.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari seratus tahun karena dalam buku sejarah dipaparkan bahwa beliau mengalami masa keruntuhan Kerajaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga kerajaan Pajang yang lahir pada tahun 1546 serta awal kerajan Mataram di bawah pimpinan panembahan senopati.15
14
Sunan Kalijaga, http//:www.jawapalace.org/sunankalijogo.html
15
4. Tujuan Penulisan Kidung Rumeksa Ing Wengi
Sunan Kalijaga merupakan seorang ulama’ dan guru spiritual. Salah satu ajaran Sunan Kalijaga pada masyarakat Jawa pada waktu itu adalah Kidung Rumeksa Ing Wengi. Kidung ini merupakan sarana dakwah dalam bentuk tembang yang populer dan menjadi “kidung wingit” karena dipercaya membawa tuah seperti mantra sakti. Dakwah itu dirangkai menjadi sebuah tembang bermetrum Dhandanggula berisi sembilan bait dan seolah-olah sampai saat ini abadi. Orang-orang pedesaan masih banyak yang hapal dan mengamalkan syair kidung ini. Sebagai sarana dakwah kepada anak cucu, nasehat dalam bentuk tembang lebih langgeng dan awet dalam ingatan. Sepeninggal Sunan Kalijaga, kidung ini menjadi milik rakyat, siapapun yang membaca dan mengamalkan sebagai doa.16
Karena kidung ini merupakan doa, dan dalam berdoa seseorang harus yakin apa bahasa yang digunakan itu (paham yang diucapkan), tentu saja disertai keyakinan yang tinggi, serta mengerti makna doa yang digunakan. Maka di sinilah Sunan Kalijaga menciptakan doa mantra yang berbahasa Jawa. Karena dengan doa berbahasa Jawa akan mudah dihayati dan diyakini bila bahasanya dimengerti.17
Selain itu juga untuk mengantisipasi menghadapi jaman edan yang begitu menyengsarakan sendi-sendi kehidupan rakyat, hidup serba tidak menentu, semuanya serba sulit menentukan sikap, serta tidak ada fundamen keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang benar dan kokoh.18
B. Pokok Pokok Isi Kidung Rumeksa Ing Wengi
Kidung Rumeksa Ing Wengi mempunyai 45 bait tembang yang bermetrum dandhanggula, tapi menurut Achmad Chodjim menerangkan bahwa kidung yang sering dilantunkan oleh orang Jawa adalah bait
16
Dr. Purwadi, loc, cit, hlm. 191-192
17
Achmad Chodjim, Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga, Serambi, Jakarta, 2003, hlm. 16
18
pertama sampai ke bait kelima.19 Berbeda lagi dengan Dr. Purwadi yang mengatakan bahwa bait kidung yang biasa dilantunkan oleh orang Jawa adalah bait pertama sampai pada bait ke delapan.20 Sedangkan menurut penelitian penulis sendiri bahwa yang di dalam makna Kidung Rumeksa Ing Wengi itu tidak berhenti pada bait ke lima atau kedelapan saja melainkan sampai pada bait ke sembilan karena pada bait kesepuluh awalan baitnya dimulai dengan “Ana kidung reke Ki Hartati” yang berarti bahwa “Ada lagu Pujian yang bernama Ki Hartati”. Adapun lirik kidung tersebut adalah sebagai berikut:
Ono kidung rumeksa ing wengi teguh hayu luputa ing lara luputa bilahi kabeh
jim setan datan purun paneluhan tan ana wani miwah panggawe ala gunaning wong luput geni atemahan tirta
maling adoh tan ana ngarah mring mami guna duduk pan sirna
Sekehing lara pan samya bali sekeh ngama pan sami miruda welas asih pandulune
sekehing braja luput kadi kapuk tibaning wesi sekehing wisa tawa sato galak tutut
kayu aeng lemah sangar
songing landak guwaning mong lemah miring myang pakiponing merak
Pagupakaning warak sakalir nadyan arca myang segara asat temahan rahayu kabeh
apan sariro ayu
ingideran kang widadari reneksa malaikat sekatahing rarasul
19
Achmad Chodjim, op. cit., hlm. 32 - 34
20
pan dadi sarira tunggal ati Adam utekku baginda Esis pangucapku ya Musa
Napasku Nabi Isa linuwih Nabi Yakub pamyarsaningwang Yusuf ing rupaku mangke Nabi Daud swaraku
Jeng Sulaiman kasekten mami Nabi Ibrahim nyawa
Idris ing rambutku Baginda Ali kulitingwang
Abu Bakar getih daging Umar singgih balung baginda Usman
Sumsungingsun Fatimah linuwih Siti Aminah bajuning angga Ayub ing ususku mangke Nabi Nuh ing jejantung Nabi Yunus ing otot mami netraku ya Muhammad panduluku Rasul
pinayungan Adam syara’
sampun pepak sekatahing para Nabi dadya sarira tunggal
Wiji sawiji mulane dadi apan pencar saisining jagad kasamadan dening date kang maca kang angrungu kang anurat kang anyimpeni dadi ayuning badan
kinarya sesembur yen winacakna ing toya
kinarya dus rara tuwa gelis laki wong edan nuli waras
Lamun ana wong kadendan kaki wong kabanda wong kabotan uatang yogya wacanen den age
nalika tengah dalu
ping sawelas macanen singgih luwar saking kabanda
kang kadenda wurung aglis nuli sinahuran
kang angring nuli waras Lamun arsa tulus nandur pari puwasaa sawengi sadina iderana galengane wacanen kidung iki sekeh ngama sami abali yen sira lunga perang wateken ing sekul antuka tigang pukulan
mungsuhira rep sarirep tan ana wani rahayu ing payudan
Sing sapa reke bisa nglakoni amutiha lawan anawaa patang puluh dina bae lan tangi wektu subuh lan den sabar sukuring ati Insya Allah tinekan sukarsanireku
tumrap sanak rakyatira
saking sawabng ngelmu pangiket mami duk aneng Kalijaga21
Terjemahannya:
Ada nyanyian yang menjaga di malam hari. Kukuh selamat terbebas dari penyakit. Terbebas dari semua malapetaka. Jin setan jahat pun tidak ada yang berani. Juga berbuat jahat. Guna-guna pun tak ada yang berani. Api dan juga air. Pencuri pun jauh tak ada yang menuju padaku. Guna-guna sakti pun lenyap.
Semua penyakitpun bersama-sama kembali, Barbagai hama sama-sama habis, Dipandang dengan kasih sayang, Semua senjata lenyap, Seperti katuk jatuhnya besi, Semua racun menjadi hambar, Binatang buas jinak, Kayu ajaib dan tanah angker, Lubang landak rumah manusia tanah miring, Dan tempat merak berkipu.
Tempat tinggal semua badak, Walaupun arca dan lautan kering, Pada akhirnya semua selamat, Semuanya sejahtera, Dikelilingi bidadari, Dijaga oleh Malaikat, Semua rasul menyatu menjadi berbadan tunggal, Hati Adam, otakku Baginda Sis, Bibirku Musa
Napasku Nabi Isa as, Nabi Yakub mataku, Yusuf wajahku, Nabi Daud suaraku, Nabi Sulaiman kasaktianku, Nabi Ibrahim nyawaku, Idris di rambutku, Baginda Ali kulitku, Abu Bakar darah, daging Umar, balung baginda Usman.
21
Kangdjeng Susuhunan Kalidjaga, Kidungan Pepak Djangkep, S. Muliya, Surakarta, t.th, hlm. 3-4
Sumsumku Fatimah yang mulia, Siti Aminah kekuatan badanku, Ayub dalam ususku, Nabi Nuh di jejantung, Nabi Yunusdi ototku, Mataku Nabi Muhammad, Wajahku Rasul, Dipayungi oleh syariat Adam, Sudah meliputi seluruh para Nabi, Menjadi satu dalam tubuhku.
Kejadian dari biji-biji yang satu, kemudian berpencar keseluruh dunia, terimbas oleh Dzat-Nya, yang membaca dan yang mendengarkan, yang menyalin dan yang menyimpannya, menjadi keselamatan badan, sebagai sarna pengusir, jika dibacakan dalam air, dipakai mandi perawan tua cepat bersuami. Orang gila cepat sembuh.
Jika ada orang didenda cucuku. Atau orang yang terbelenggu keberatan hutang. Maka bacalah dengan segera. Di malam hari. Bacalah dengan sungguh-sungguh sebelas kali. Maka tidak akan jadi didenda. Segera terbayarkan oleh Tuhan. Karena Tuhanlah yang menjadikannya berhutang. Yang sakit segera sembuh.
Jika ingin bagus menanam padi. Berpuasalah sehari semalam. Kelilingi pematangnya. Bacalah nyanyian itu. Semua hama kembali. Jika engkau pergi berperang. Bacakan kedalam nasi. Makanlah tiga suappan. Musuhmu tersihir tidak ada yang berani. Selamat di medan perang.
Siapa saja yang dapat melakukan puasa. Mutih dan minum air putih. Selama 40 hari. Dan bangun waktu subuh. Bersabar dan bersyukur di hati. Insya Allah tercapai semua cita-citamu. Dan semua sanak keluargamu. Dari daya kekuatan seperti yang mengikatku ketika di kalijaga.22
Kidung ini terdiri atas sembilan bait yang disertai laku dan fungsi pragmatisnya secara spesifik. Dan dibagi atas dua bagian, bagian pertama, terdiri lima bait yang wajib diamalkan setiap malam, kedua, terdiri empat bait berupa petunjuk yang menyertai laku dan wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang mengamalkannya.23
Adapun makna dari kidung atau sabda suci yang dimaksudkan untuk menjaga diri di malam hari. Karena malam hari merupakan “sumber” berbagai macam kejahatan. Walaupun siang hari tidak jauh beda, namun malam hari lebih banyak lagi, karena malam hari kejahatan tidak dilakukan secara tidak terang-terangan. Pada bait pertama, berisi ajaran tentang perlindungan dari dari berbagai kejahatan yang bisa dilakukan di malam hari. Bukan hanya kejahatan dari hasil perbuatan jahat orang atau pencuri, tetapi juga kejahatan ghaib seperti sihir, teluh, tuju,
22
M. Heriwijaya, Islam Kejawen : Sejarah, Anyaman Mistik dan Simbolisme Jawa, Gelombang Pasang, Yogyakarta, 2004, hlm. 48-50
23
santet dan sebagainya. Dengan melafalkan kidung ini, berbagai kejahatan malam tersebut akan menyingkir. Bukan diperangi, tetapi ditolak. Bukan disingkirkan, tetapi kejahatan itu sendiri yang menyingkir.24
Bait yang kedua, dari daya pujian itu, segala penyakit yang akan menimpa lalu kembali tidak jadi mengena, segala hama yang menjadikan kesulitan hidup pun akan menjauh, semuanya itu hanya memiliki belas kasih. Seandainya ada yang hendak menyerang dengan senjata, dengan sendirinya akan luput, bila pun kena, ya tidak terasakan apa-apa, ibarat kapuk yang jatuh di atas besi. Bila terkena racun akan tawar, jika bertemu dengan hewan buas juga tidak mau memangsa malah sebaliknya binatang tersebut akan jinak, dan apa bila melewati pepohonan angker dan tanah yang gawat, juga akan tawar.
Adapun yang dimaksud dari kata; sarang landak rumahnya orang miring dan tempat merak mendekam, itu sekedar simbol, menurut pedoman ilmu artinya, menunjukkan asal kejadian manusia, dari pria dan wanita (ayah dan ibu). R. Wiryapanitra menerangkan bahwa ayah menurunkan benih kepada rahim ibu kemudian larutlah benih tersebut dalam seperma, mani, madi, wadi di situlah Tuhan Yang Maha Kuasa menciptakan makhluknya, tetapi benih tadi masih berada di dalam nukan, berupa cahaya bening.25
Chodjim pun menjelaskan bait kedua. Yang dimaksudkan Hayyu dalam bahasa Arab namun dibaca dengan lidah Jawa menjadi kayu, yang mempunyai arti hidup. Benih yang hidup disebut pohon ajaib. Sedangkan tanah sebagai tempat tumbuhnya benih dinamakan tanah angker atau tanah keramat. Karena tanah itu hanya layak ditanami bila dalam kedaan suci dan halal.26
24Achmad Chodjim, lok. cit, hlm. 37 25
R. Wiryapanitra, Serat Kidungan Kawedhar, Effhar dan Dahara Prize, Semarang, 1995, cet. I, hlm.9
26
Kemudian makna dari bait ketiga, kata pagupakaning warak sekalir yang memiliki arti bibit manusia itu dapat berwujud, karena berasal dari berbagai daya, seperti titipan bapak dan ibu, titipan Allah dan anasir delapan macam yaitu, surya, candra, kartika, swasana, sedangkan empat anasir lainnya menjadi badan kasar atau wujud badaniah yang berupa, api, angin, air dan tanah. Yen winaca ing segara asat adalah sebuah pribahasa yang mempunyai arti, semua anasir itu hanya diambil intisarinya, ialah dari daya kekuasaan dari Sang Sabda Kun (Allah) atau hanya dengan disabdakan saja telah jadi. Temahan rahayu kabeh apan sarira ayu berarti tiap-tiap anasir dijadikan sebagai alat kebutuhan hidup manusia yang sempurna, kemudian dapat berwujud manusia ini. Angideran kang widadari, keterangannya adalah setelah berwujud tubuh manusia, lalu dimasuki lima macam mudah (isian rohani) nur, perasaan, roh, nafsu, dan budi. Rineksa malaikat maksudnya adalah manusia itu juga dijaga malaikat, malaikat yang menjaga yang berada di dalam tubuh , menurut pedoman Ilmu pengetahuan agama ada empat orang jumlahnya. adapun kedudukan mereka demikian, malaikat jibril berkedudukan pada kulit, malaikat Mikail berkedudukan pada tulang, Isrofil bertempat pada urat atau otot-otot , dan Izroil berkedudukan pada daging manusia.27
Dalam perbendaharaan Islam Jawa ada seorang Nabi yang tidak banyak dikenal dalam dunia Islam umumnya, yaitu Nabi Sis. Beliau diyakini sebagai anak Nabi Adam, yaitu anak nomor enam. Kata “sis” berasal dari kata “sit” yang artinya enam. Karena itu Nabi Sis juga dikenal Nabi Sitta. Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa istri Nabi Adam, yang disebut Siti Hawa, setiap kali melahirkan dua kembar. Tetapi, ketika mengandung Sis, ternyata lahir tunggal, setelah itu setiap kali melahirkan kembar dua lagi. Nabi Sis dikenal bapaknya orang-orang bijasana. Nabi Sis adalah bapak dari orang-orang yang memiliki daya cipta yang kuat. Menurut kitab Paramayoga karya Ranggawarsita yang dikutip oleh
27
R. Wiryapanitra, T.W.K. Hadisoeprapto dan Siswoyo, Serat Kidungan Kawedhar, Departemen P dan K, Jakarta, 1979, hlm. 12
Chodjim, bahwa para dewa merupakan anak cucu dari Nabi Sis. Dan hasil cipta hening dari para dewa itu berwujud kesurgaan, suatu tempat surgawi yang ada di dalam metafisik, yang disebut swargaloka.28
Nabi Musa dinyatakan sebagai pangucapan dalam kidung. Dia diyakini sebagai seorang Nabi yang bercakap-cakap secara langsung dengan Allah. Nabi yang ucapannya dipercaya penuh oleh kaumnya. Sehingga mampu melepaskan Bani Israel dari kekuasaan Fir’aun. Maka dalam Kidung Rumeksa Ing Wengi ini, daya Nabi Musa diyakini sebagai ucapan pembaca kidung. Yaitu ucapan yang mengandung daya dan kekuatan yang sangat luar biasa.29
Maksud dari penempatan Nabi Musa sebagai pengucapan adalah pengharapan terhadap apa yang dirapalkan. Ketika sang pembaca doa menyebut semua penyakit, hama dan petaka tidak mengena, maka apa yang diucapkan itu benar-benar menjadi kenyataan. Dalam agama hal ini disebut wasilah, perantaraan. Jembatan yang dilakui pembaca dalam berhubungan dengan Tuhan. Dalam kidung ini termuat dengan tegas bahwa semua Nabi itu merupakan Nabinya orang Islam.30
Bait yang keempat, napasku Nabi Isa linuwih artinya napas itu menjadi ikatan badan dan apa bila mampu memusatkan gerak napas yang berasal dari dalam atau luar, sesungguhnya dapat menimbulkan kenyataan kehendak yang sungguh terhormat. Yang demikian itu diumpamakan seperti halnya Nabi Isa yang juga menjadi pengikat agama. Nabi Yakub pamiyar saningwang, Nabi Yakub adalah seorang Nabi yang tetap pengabdiannya kepada Allah, serta selalu suka mendengarkan firasat perintah Allah, maka diibaratkan pendengaran , agar paling tidak juga mau mendengar-dengarkan (mendakwahkan) ajaran yang baik, atau firasat dari Tuhan. Dawud swaraku mangke, Nabi Dawud dihadirkan karena beliau telah deberi karunia oleh Allah yaitu Allah mengutusnya sebagai Nabi dan rasul mengurniainya nikmah, kesempurnaan ilmu, ketelitian
28
Achmad Chodjim, op. cit, hlm. 51
29
Ibid, hlm. 52
30
amal perbuatan serta kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan, kepadanya diturunkan kitab "Zabur", kitab suci yang menghimpunkan qasidah-qasidah dan sajak-sajak serta lagu-lagu yang mengandungi tasbih dan pujian-pujian kepada Allah, kisah umat-umat yang dahulu dan berita Nabi-Nabi yang akan datang, di antaranya berita tentang datangnya Nabi Muhammad s.a.w., Allah menjadikan gunung-gunung dan memerintahkannya bertasbih mengikuti tasbih Nabi Daud tiap pagi dan senja. Burung-burung pun turut bertasbih mengikuti tasbih Nabi Daud berulang-ulang, beliau diberi peringatan tentang maksud suara atau bahasa burung-burung. Allah telah memberinya kekuatan melunakkan besi, sehingga ia dapat membuat baju-baju dan lingkaran-lingkaran besi dengan tangannya tanpa pertolongan api, Nabi Daud telah diberikannya kesempatan menjadi raja memimpin kerajaan yang kuat yang tidak dapat dikalahkan oleh musuh, bahkan sebaliknya ia selalu memperoleh kemenangan di atas semua musuhnya, Nabi Daud dikurniakan suara yang merdu oleh Allah yang enak didengar sehingga kini ia menjadi kiasan bila seseorang bersuara merdu dikatakan bahwa ia memperoleh suara Nabi Daud.31
Nabi Ibrahim Nyawaku, orang Jawa menyebut Nabi Ibrahim sebagai orang yang nyawanya rangkap. Karena meski dibakar, bukan sekedar di atas bara api beliu tetap hidup dan utuh. Daya yang dapat membuat panasnya api terasa dingin dan akhirnya tidak dapat membakar Nabi Ibrahim.
Yusuf ing rupaku mangke, maksudnya Nabi Yusuf adalah seorang yang menderita sejak kecil, karena dianiaya, tetapi penderitaannya itu hanya menjadi pembuka ke arah kebenaran, sehingga dapat menduduki jabatan Adipati di negei Mesir. Maka diibaratkan sebagai wajah , karena wajah itu menjadi pembuka warna, sedangkan wajah itu menjadi pintu
31
pembuka kegaiban. Jadi wajah ini menjadi tirai gaib yang hebat atau titipan Tuhan.32
Nabi Sulaiman kasekten mami, Nabi Sulaiman yang telah berkuasa penuh atas kerajaan Bani Isra'il yang makin meluas dan melebar, Allah telah menundukkan baginya makhluk-makhluk lain, yaitu Jin Angin dan burung-burung yang kesemuanya berada di bawah perintahnya melakukan apa yang dikehendakinya dan melaksanakan segala komandonya. Di samping itu Allah memberinya pula suatu kurnia berupa mengalirnya cairan tembaga dari bawah tanah untuk dimanfaatkannya bagi karya pembangunan gedung-gedung, perbuatan piring-piring sebesar kolam air, periuk-periuk yang tetap berada diatas tungku yang dikerjakan oleh pasukan Jin-Nya. Sebagai salah satu mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada Sulaiman ialah kesanggupan beliau menangkap maksud yang terkandung dalam suara binatang dan sebaliknya binatang-binatang 33 dapat pula mengerti apa yang ia perintahkan dan ucapkan.
Idris ing rambutku, Karena rambut sebagai pelindung kepala dan sekaligus sebagai mahkota. Dalam Al-Qur’an nama Idris hanya disebut dua kali, yaitu Q.S. Maryam: 56 dan al-Anbiya’ :85. Dalam ayat-ayat tersebut, Idris digolongkan sebagai Nabi yang shiddiq, dan sabar. Shiddiq ialah orang yang senantiasa berbuat kebenaran dan ucapannya setulus hatinya. Orang yang shiddiq merupakan orang yang mampu dalam praktik, dan bukan hanya ngomong atau pandai dalam hal teori. Sedangkan orang yang sabar dapat dipahami sebagai orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya, menahan diri dari berbaga godaan, dan mengikuti prosedur yang benar dalam meniti hidupnya. Daya Nabi Idris dihadirkan pada rambut agar daya shiddiq dan kesabarannya bisa menjadi peneduh dan juga pelindung dari berbagai terpaan godaan dan bencana dalam kehidupan.34
32
R Wiryapanitra, loc cit, hlm.19
33
Kisah Nabi Sulaiman, http://www.dzikir.org/b_ceri17.htm
34
Nabi Idris adalah keturunan keenam dari Nabi Adam putera dari Yarid bin Mihla'iel bin Qinan bin Anusy bin Syith bin Adam A.S. dan adalah keturunan pertama yang dikurniai keNabian menjadi Nabi setelah Adam dan Syith. Nabi Idris menurut sementara riwayat bermukim di Mesir di mana ia berdakwah untuk agama Allah s.w.t. mengajarkan tauhid dan beribadat menyembah Allah s.w.t. serta memberi beberapa pendoman hidup bagi pengikut-pengikutnya agar menyelamat diri dari seksaan diakhirat dan kehancuran serta kebinasaan di dunia. Ia hidup sampai usia 82 tahun.
Diantara beberapa nasihat dan kata-kata mutiaranya ialah :
1. Kesabaran yang disertai iman kepada Allah s.w.t. membawa kemenangan
2. Orang yang bahagia ialah orang yang berwaspada dan mengharapkan syafaat dari Tuhannya dengan amal-amal solehnya.
3. Bila kamu memohon sesuatu kepada Allah s.w.t. dan berdoa maka ikhlaskanlah niatmu demikian pula puasa dan sholatmu
4. Janganlah bersumpah dalam keadaan kamu berdusta dan janganlah menuntup sumpah dari orang yang berdusta agar kamu tidak menyekutui mereka dalam dosa.
5. Taatlah kepada raja-rajamu dan tunduklah kepada pembesar-pembesarmu serta penuhilah selalu mulut-mulutmu dengan ucapan syukur dan puji kepada Allah s.w.t.
6. Anganlah iri hati kepada orang-orang yang baik nasibnya, kerana mereka tidak akan banyak dan lama menikmati kebaikan nasibnya. 7. Barang siapa melampaui kesederhanaan tidak sesuatu pun akan
memuaskannya.
8. Tanpa membagi-bagikan nikmat yang diperolehnya seorang tidak dapat bersyukur kepada Allah s.w.t. atas nikmat-nikmat yang diperolehinya itu.35
35
Peradaban Masa Ali bin Abi Thalib, http://tanbihul_ghafilin.tripod.com/himpunankisah paraNabi1.htm
Kemudian keempat sahabat Nabi Muhamad disebut juga, yaitu dimulai dari Ali dan dilanjutkan dengan sahabat Abu Bakar, Umar, dan yang terakhir Umar. Ini memang tidak sesuai dengan urutan kekahalifahannya. Ali adalah sepupu dan menantu Rasul. Suami Fatimah, putri bungsu Nabi s.a.w. Ali bin Abu Thalib bin Abdul Mutthalib bin Hisyam Abu Abdu Manaf al Quraisyi al Hasyimi. Dilahirkan sepuluh tahun sebelum Nabi diutus sebagai Rasul. Sepupu Nabi ini adalah orang pertama masuk Islam dari kalangan anak-anak. Ibunya bernama Fatimah binti As’ad bin Hasyim bin Abd Manaf. Sewaktu kecil ia diberi nama Haidarah oleh ibunya. Kemudian diganti oleh ayahnya menjadi Ali.
Menginjak usia enam tahun, ia diasuh oleh Nabi Muhammad saw. Ia adalah orang kedua yang menerima dakwah Islam setelah Khadijah binti Khuwailid. Sebagai anak asuh Rasul, ia menguasai banyak masalah keagamaan secara mendalam. Ia juga dikenal cerdas, sebagaimana sabda Nabi saw, “Aku kota ilmu pengetahuan sedang Ali adalah pintu gerbangnya.” 36
Dalam khazanah Jawa, dia dilambangkan sebagai kulit manusia. Dalam kidung daya sahabat Ali dihadirkan sebagai kulit sang pembaca kidung, yang diharapkan adalah sebagai perlindungan. Sebagaimana kulit untuk melindungi tubuh manusia. Dan juga sebagai pintu rasa manusia apabila tingkat rasa seseorang itu tinggi, maka kulitnya bagaikan radar. Karena bila dilihat dari sejarah, dalam hal peperangan, Ali dikenal sebagai panglima yang gagah perkasa. Keberaniannya menggetarkan hati lawan-lawannya. Zul fiqar sebagai pedang yang selalu menemaninya dalam setiap peperangan, ia tebas semua musuh dalam medan perang. Hampir di semua peperangan yang terjadi di masa Nabi s.a.w, ia selalu menjadi andalan barisan terdepan.37
Abu Bakar, Umar, dan Usman dihadirkan sebagai daya yang mendukung eksistensi darah, daging dan tulang. Secara keseluruhan
36
Ibid., hlm. 61
37
sahabat empat adalah merupakan kulit, darah, daging dan tulang bagi kebangn umat yang baru pada masa itu. Yaitu umat Islam. Maka daya ke empat sahabat itu dihadirkan dalam kekuatan doa untuk keselamatan lahir dan batin bagi pembacanya.
Abu Bakar getih, mengapa ini dihadirkan dalam kidung tersebut, karena jika lihat sejarah dari sayidina Abu Abu Bakar As-Siddiq adalah sifat rendah dirinya. Semasa beliau diangkat menjadi khalifah, beliau telah memberi ucapan kepada umat Islam. Dengan segala rendah hati beliau mengatakan bahwa beliau bukanlah yang terbaik di kalangan umat Islam. Beliau juga memiliki sifat tawadhuk dan ini yang seharusnya dimiliki oleh setiap manusia, dan kepribadian Abu Bakar sebelum menjadi khalifah ia selalu membantu seorang wanita tua yang menjadi tetangganya, yaitu membantu memberi makan unta-unta serata memerah susunya.38
Balung Baginda Utsman, karena beliau sebagai tulang penggung Islam pada masa itu. Adapun tanda kebesaran beliau adalah beliau telah menumpas pemberontakan yang terjadi di beberapa negeri yang telah masuk di bawah kekuasaan Islam pada zaman Kholifah Umar, seperti mengamankan Azerbaijan dan Armenia, kemudian melanjutkan perluasan ke daerah-daerah yang sempat terhenti pada masa pemerintahan Umar.
Pembentukan Armada Laut yang kuat. Panglima Muawiyah bin Abi Sofyan berulangkali mengajukan permohonan kepada Khalifah Umar untuk menggerakkan pasukan Islam di laut. Akan tetapi, Umar selalu menolak. Hingga Muawiyah menjadi Gubernur Syam pun jawabannya tetap sama. Salah satu alasan Umar menolak adalah untuk memperkuat basis pertahanan pada daerah taklukan. Dan negeri-negeri tersebut hanya berada di daratan. Akhirnya niat baik Muawiyah, dapat terealisasikan pada masa Utsman bin Affan. Mengingat kuatnya sektor pertahanan Roma terutama di lautan. Melalui lautan inilah, imperium Roma banyak menaklukkan negeri-negeri sekitar.
38
Pembentukan Komite Pembukuan Al Qur’an. Adanya keragaman bacaan dan tulisan pada masa Utsman mendatangkan perpecahan yang tidak kecil. Hal inilah yang membuat Huzaifah bin Yaman merasa perlu meminta penyelesaian kepada khalifah Utsman. Maka segera dibentuklah komite pembukuan Al Qur’an, dipimpin oleh Zaid bin Tsabit dan beranggotakan Abdullah bin Zubeir dan Abdurrahman bin Harits. Langkah awal adalah meminta kumpulan naskah Al Qur’an yang disimpan Hafsah binti Umar. Naskah ini merupakan kumpulan tulisan Al Qur’an yang berserakan pada masa Abu Bakar r.a. Kemudian dari kumpulan naskah itu, dibentuklah sebuah mushaf, dengan cara menyalin ulang. Dialek yang dipakai Al Qur’an adalah bahasa suku Quraisy.39
Sungsumingsun Patimah linuwih, Fatimah dihadirkan sebagai sumsum, darah diproduksi oleh sumsum. Dan darah ibarat nyawa, sebab jika kekurangan darah atau darah berhenti mengalir di dalam tubuh menyebabkan kematian, jadi menghadirkan Fatimah dimaksudkan untuk menghadirkan kekuatan kehidupan yang selalu mengalir di dalam tubuh . Dalam tulisan Syed Hasan Alatas, Fatimah adalah putri Nabi s.a.w. yang mendapat gelar Assidiqah (wanita terpercaya), Athahirah (wanita suci), al-Mubarakah (yang diberkahi Allah) dan yang paling disebutkan adalah Fatimah Azzahra (bunga yang mekar semerbak.40 Kemudian daya dari ibunda Nabi, yaitu Aminah juga dihadirkan sebagai kekuatan jasmani. Kekuatan wadahnya zat hidup. Kekuatan yang dikandung oleh Aminah yang menyebabkan kehadiran Nabi, kehadiran daya ini kepada pembaca kidung untuk membangun kekuatan tubuh. Kuat untuk menolak petaka serta menerima amanat atau ajaran yang luhur.41
Ayub Ing Ususku Mangke, Nabi Ayub di hadirkan dalam kidung tersebut untuk menjadi kekuatan. Dalam kisah Nabi Ayub beliau adalah orang yang sangat sabar walau diuji oleh Allah, ini terbukti ketika beliau
39
Sofyan Wijananto, Peradaban Masa Utsman bin Affan, http://kitamuslimfren.tripod.com/ artikel.htm
40
Ustaz Syed Hasan Alatas, Siti Fatimah Azzahra, http://www.shiar-islam.com/doc32.htm
41
diuji dengan penyakit dan kehilangan ahli keluarganya, namun keimanan dan ketakwaannya tetap utuh.42 Daya Nabi Nuh dihadirkan untuk menjadi kekuatan jantung. Karena beliau selalu sabar dan kuat dalam mengemban tugas sebagai Nabi Allah. Nabi Nuh yang dikurniakan Allah s.w.t. dengan sifat-sifat yang patut dimiliki oleh seorang Nabi, fasih dan tegas dalam kata-katanya, bijaksana dan sabar dalam tindak-tanduknya melaksanakan tugas risalahnya kepada kaumnya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dengan cara yang lemah lembut mengetuk hati nurani mereka dan kadang kala dengan kata-kata yang tajam dan nada yang kasar bila menghadapi para pembesar kaumnya yang keras kepala yang enggan menerima hujjah dan dalil-dalil yang dikemukakan kepada mereka yang tidak dapat mereka membantahnya atau mematahkannya.43 Kemudian daya Nabi Yunus juga dihadirkan sebagai kekuatan otot. Jika dilihat dari sejarah beliau tidak mati ketika ikan menelannya. Beliau ibarat otot yang mampu menahan kekuatan negatif yang menelannya.
Maksud yang terkandung dalam bait ke enam, adalah sebagai berikut; manusia itu adalah berasal dari setitik bibit, ialah hidup yang berdiri sendiri serta berharga diri, kemudian dapat tersebar dan berkembang biak menjadi beribu-ribu memenuhi dunia ini, itu semua asalnya hanya berasal yang satu itu, ialah bibit kehidupan hamba Allah semua itu dijaga atau dilestarikan dan diberkahi oleh Zat Allah. Baik yang membaca lagu pujian itu, maupun yang mendengarkan, ataupun yang menuliskannya, bahkan yang hanya memelihara lagu pujian itu atau menyimaknya, semua akan mendapat berkah keselamatan dalam segala tingkah lakunya. Lagu pujian ini jika dibacakan dekat air, lalu disemburkan ludahnya, air semburan itu mempunyai keberkahan; jika dipakai mandi oleh gadis terlambat berjodoh, akan segera mendapatkan jodoh, jika digunakan untuk mandi oleh orang yang berpenyakit gila, tentu akan segera sembuh gilanya. Artinya bagi orang yang berilmu yang
42
Iktibar: Nabi Ayub Diuji Sakit, http://www.hmetro.com.my/Current_News/HM/ Friday?Ad%20Din/20050506113557/Article/indexs_html
43
dinamkan lagu pujian itu merupakan kiasan dari Sang Guru Sejati, karena itu daya kewibawaannya juga diambilkan dari kekuasaan Sang Guru Sejati juga, sehingga yang diperlukan adalah keselarasan dan penyesuaian dengan Sang Guru Sejati, supaya dapat meminjam daya kewibawaan-Nya itu.44
Sedangkan maksud dari bait ke tujuh, adalah memberikan pengetahuan pada anak muda, jika ada yang didenda oleh negara / orang yang dihukum denda. Serta orang yang tersangkut urusan polisi dan orang yang terlalu banyak mempunyai pinjaman tetapi kesulitan untuk membayar, hendaknya segeralah membaca kitab lagu pujian itu, artinya yang dibacakan hanyalah lagu pujian yang terdapat pada lagu nomor satu, tapi jika orang yang berilmu, lebih diutamakan memuji kebesaran Sang Guru Sejati (Allah). Sedang waktu membacanya di malam hari dengan nada yang lirih sebanyak dua puluh lima kali, dapat terbebas itu tentunya dengan daya upaya juga dan telah dianugrahi berkah oleh Allah. Gusti Allah membayar hutangnya itu tetapi dengan perantara orang lain, dan jika seseorang terkena sakit maka akan sembuh yang jelas kesembuhannya itu, sebenarnya harus dengan cara pengobatan, tetapi obatnya itu telah mendapatkan berkah.45
Bait yang ke delapan, Sunan kalijaga menganjurkan orang-orang yang hendak berdoa untuk melakukan puasa mutih. Yaitu, mengurangi makan, dan yang dimakan hanya nasi putih atau ubi-ubian yang tawar rasanya. Dan minumnya pun cukup air tawar. Tidak ada asin dan manis dalam makanan dan minuman, puasa ini dilakukan setahun sekali selama 40 hari sudah cukup untuk menurunkan emosi dan dorongan hawa nafsu. Jika pada waktu puasa usahakan bangun pada dini hari, setiap perbuatan tampakkan dengan sikap sabar dan pasrah, apa bila ini dilakukan dengan sungguh-sunguh dapat dikabulkan oleh Allah, dapat tercapai apa yang dicita-citakan, serta dapat digunakan untuk menolong kepada segala
44
R.Wiryapanitra, loc.cit., hlm. 19-20
45
kesulitan sanak kerabat, anak cucu, dan sebagainya. Yang demikian itu karena mendapat berkat dari puasa yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga.46
Bait ke sembilan, artinya adalah bila ingin selamat dalam menanam padi, maka berpuasalah satu hari satu malam, kemudian kitarilah pematang sawah yang akan ditanam padi sambil membacakan doa Kidung Rumeksa Ing Wengi ini terutama pada bait pertama. Semua hama akan menjadi takut dan tidak akan menyerang tanaman padi. Apa bila kamu akan berangkat perang melaksanakan tugas negara, lafalkanlah doa ini saat memegang nasi, lalu kunyah dan telan sampai tiga kali puluan (suapan). Musuh akan merasa ngeri, pergi tidak ada yang akan melawan dan akhirnya tidak menjadi perang dan akhirnya semua selamat.47
Dari berbagai penjelasan tentang arti atau maksud dari Kidung Rumeksa Ing Wengi di atas sangatlah jelas dan lugas, sebenarnya inti laku pembacaan kidung tersebut adalah agar senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga terhindar dari kutukan dan malapetaka yang lebih dahsyat. Dengan demikian dituntut untuk senantiasa berbakti, beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adapun fungsi dari kidung secara eksplisit tersurat dalam kalimat kidung itu, diantaranya yaitu: penyembuh segala macam penyakit, pembebas pageblug, mempercepat jodoh bagi perawan tua, penolak bala’ yang datang di malam hari, sepeti teluh, santet, hama dan pencuri, menang dalam perang, memperlancar cita-cita luhur dan mulia.48
Semuanya itu harus didasari dengan keimanan, karena orang yang teguh kepercayaannya, kokoh itikatnya, matang tauhidnya, tidak akan terkena sihir atau tenung atau modhong. Dia ikhlas karena Allah, menyerahkan diri sepenuh hati akan segala nasibnya kepada Tuhan, di samping berusaha keras memenuhi segala syarat-syaratnya. Kecuali itu dia percaya dan yakin bahwa segalanya akan kembali kepada-Nya. Maka segala puja dan puji hanya teruntuk Nya. Berlindung diri
46
Achmad Chodjim, loc. cit., hlm.29
47
R.Wiryapanitra, op. cit., hlm. 39-41
48
Nya, beriman hanya kepada-Nya, berserah diri kepada-Nya, dan tidak ada sesuatu yang menyekutui-Nya.49
49
Umar Hasyim, Syetan Sebagai Tertuduh Dalam Masalah Sihir, Tahayul, Pedukunan dan Azimat, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1991, hlm.182