• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR ANATOMI RUMPUT MUTIARA (Hedyotis corymbosa [L.] Lamk.) PADA KETERSEDIAAN AIR DAN INTENSITAS CAHAYA BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR ANATOMI RUMPUT MUTIARA (Hedyotis corymbosa [L.] Lamk.) PADA KETERSEDIAAN AIR DAN INTENSITAS CAHAYA BERBEDA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

RUMPUT MUTIARA (Hedyotis corymbosa [L.] Lamk.)

PADA KETERSEDIAAN AIR DAN INTENSITAS

CAHAYA BERBEDA

THE GROWTH AND ANATOMICAL STRUCTURE OF

(Hedyotis corymbosa [L.] Lamk.) IN VARIOUS WATER

AVAILABILITY AND LIGHT INTENSITY

ANITA RAHAYU ISTIQOMAH1, WIDYA MUDYANTINI1,

ENDANG ANGGARWULAN1

1Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Abstract Information about the growth and anatomical structure of Hedyotis corymbosa [L.] Lamk. is still limited, expecially for its tolerance to water availability and light in-tensity. The aims of this research were to know the growth and anatomical structure of H. corymbosa in various water availability and light intensity. The Completely Random Design with two factor was used to analyze this experiment. The first factor is water availability (A) and the second one is light intensity (I). The wa-ter availability variation which used are A0= 100% field capacity (KL), A1= 80% field capacity (KL), A2= 60% field capacity (KL) and A3= 40% field capacity (KL) meanwhile light intensity variation which used are I0= 100% light intensity (without shade), I1= 25% light intensity and I2= 45% light intensity. They are combination of water availability and light intensity that consist of 12 treatment combination are A100%I100%, A80%I100%, A60%I100%, A40%I100%, A100%I25%, A80%I25%, A60%I25%, A40%I25%, A100%I45%, A80%I45%, A60%I45% and A40%I45%. The plants were maintained in the experimental conditions up to 8 weeks. Some parameters like growth and anatomy parameter were measured. The results showed that treatment combination of water availability and light intensity affect to the wet weight, dry weight, leaf thickness, palisade ratio, stomatal index and amount of glanduler trichoma per mm2, but they does not affect to the leaf number. The treatment of 100% KL and 100% light intensity showed the maximum result to the im-provement of the wet weight and dry weight. The treatment of 40% KL and 100% light intensity showed maximum result to the improvement of palisade ratio, leaf thickness and amount of glanduler trichoma per mm2. The treatment of 100% KL and 100% light intensity showed maximum result to the improvement of stomatal index. The treatment of 100% KL and 100% light intensity showed maximum result to the growth of H. corymbosa.

Key words : water availability, light intensity, Hedyotis corymbosa [L.] Lamk., growth, anatomical structure

(2)

ini dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan April-Agustus 2008, bertempat di Sub Laboratorium Biologi dan rumah kaca (Green House) Fakultas Pertanian Univer-sitas Sebelas Maret Surakarta. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah nampan plas- tik, polibag, sekop, timbangan, hand spray-er, paranet pada konsentrasi 75% dan 55%, luxmeter untuk mengukur intensitas caha-ya, timbangan analitik, oven, botol flakon, staining jar, gelas ukur, pipet, gelas benda, gelas penutup, tusuk gigi, thermostat, mik-rotom, kertas untuk membuat blok parafin, lemari es, cutter, oven, bunsen, korek api, spatula, pinset, holder kayu, mikroskop, jarum preparat, mikrometer, silet, cawan petri, tisue, etiket preparat, kertas label dan kamera digital.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tumbuhan hasil perkecambahan biji H. corymbosa yang telah berumur 3 bulan. Media yang digunakan adalah tanah, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1. Kemikalia pada pembuatan preparat adalah alkohol, akuades, safranin, xilol, canada balsam, Mayer’s albumin, parafin, asam asetat glasial dan formalin.

Cara Kerja

1. Persiapan

Persemaian benih dilakukan pada nampan plastik berlubang. Media yang digunakan tanah, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1. Setelah benih tumbuh kira-kira 4-5 cm, dipindahkan dalam poli-bag dan ditumbuhkan selama 2 minggu. 2. Penentuan kapasitas lapang Tanah dikeringanginkan dengan diayak. Sebelum digunakan sebagai media tanam, tanah tersebut terlebih dahulu ditentukan kapasitas lapangnya dengan metode gra-vimetri (penimbangan). Campuran media tanam yang telah kering ditimbang 1 kg dan dimasukkan ke polibag, kemudian disiram dengan air sampai jenuh dan di-PENDAHULUAN

Saat ini terdapat kecenderungan manusia untuk kembali ke alam (back to nature) da- lam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, termasuk dalam menggunakan obat bagi kesehatan. Diperkirakan 80% dari penduduk dunia menggantungkan pengo-batannya pada obat tradisional (Pramono, 2002; Soemantri, 1993).

Kanker merupakan salah satu penyebab kematian yang sering terjadi, di Indonesia kanker menduduki peringkat kelima dan di negara-negara maju menempati peringkat kedua sebagai penyebab kematian. Usaha penyembuhan penyakit ini umumnya masih relatif mahal dan memiliki efek samping yang besar (Indrayani dkk., 2006).

Rumput mutiara (Hedyotis corymbosa [L.] Lamk.) dikenal di China dengan nama shui xian cao dan diduga mempunyai khasiat sama dengan rumput lidah ular (Hedyotis diffusa Willd.) sebagai antikanker (CBN Portal, 2007). Tumbuhan H. corymbosa belum populer secara umum sebagai tana- man obat yang dibudidayakan secara mas-sal, bahkan H. corymbosa lebih dikenal sebagai tumbuhan liar (IPTEKnet, 2005). Berdasarkan penelitian Hsu (1998), se-nyawa ursolic acid pada H. corymbosa memiliki aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan sel hep-2B dan pembesaran tumor subcutan, sehingga tumbuhan ini berpotensi sebagai obat kanker.

Dalam rangka mencari sumber tanaman obat baru sekaligus mencoba mengang-kat tumbuhan yang belum banyak dibu-didayakan, maka H. corymbosa dipilih sebagai bahan penelitian kali ini. Untuk dapat melakukan budidaya yang intensif, maka diperlukan suatu penelitian menge-nai pertumbuhan dan struktur anatomi H. corymbosa pada ketersediaan air dan inten-sitas cahaya berbeda agar syarat fisiologis suatu tumbuhan dan kemampuan toleransi terhadap ketersediaan air dan intensitas ca-haya berbeda dapat diketahui. Penelitian

(3)

Pengamatan struktur anatomi daun dilaku-kan dengan membuat preparat penampang melintang daun dengan metode parafin (embedding) (Lampiran 1) (Prakash, 1986). Irisan epidermis berikut jaringan palisade diamati dengan mikroskop. Di-tentukan 1 sel epidermis yang berdekatan dan sel-sel palisade yang ada di bawahnya. Sel-sel epidermis (4 buah) dan sel-sel pali-sade yang ada di sebelah dalamnya diamati dan jumlah sel-selnya dihitung. Prosedur di atas diulang hingga diperoleh 3 ulangan. Hasil akhir rasio palisade adalah rata-rata ketiga pengamatan. Preparat dipotret den-gan kamera digital. f. Indeks stomata Sayatan epidermis bawah daun diletakkan dalam media air di atas gelas benda, kemu-dian ditutup dengan gelas penutup. Jumlah sel epidermis (E) dan stomata (S) dihitung. Indeks stomata dapat dihitung dengan rumus:

S

E

E

+

x 100 Prosedur di atas diulang hingga diperoleh 3 ulangan. Preparat dipotret dengan kamera digital.

g. Jumlah trikoma glanduler per mm2

Sayatan epidermis bawah daun diletakkan dalam media air di atas gelas benda, kemu-dian ditutup dengan gelas penutup. Jumlah trikoma glanduler per mm2 dihitung meng-gunakan mikrometer. Preparat dipotret dengan kamera digital.

Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis statistik. Jika data homogen di- analisis dengan analisis sidik ragam Gen- eral Linear Model Univariate (GLM Uni-variate). Untuk mengetahui beda nyata di antara perlakuan, dilanjutkan dengan uji Duncans Multiple Range Test (DMRT) pada taraf uji 5%. Jika data tidak homo-gen dianalisis dengan analisis sidik ragam (GLM Univariate) dan untuk mengetahui tunggu hingga tidak ada air yang menetes.

Kapasitas lapang (KL) dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kapasitas Lapang = (Berat tanah + polibag + air) - (Berat tanah + polibag) (Patoni, 2000). 3. Menentukan titik layu sementara dan titik layu permanen

Tumbuhan tanpa disiram dan dibiarkan hingga layu kemudian disiram kembali. Apabila tumbuhan dapat segar kembali maka didapatkan titik layu sementara, dan apabila tidak dapat segar kembali maka didapatkan titik layu permanen.

4. Perlakuan

Perlakuan dengan variasi ketersediaan air yaitu 100% (kontrol), 80%, 60%, 40% KL dan intensitas cahaya 100% (tanpa paranet/ kontrol), intensitas cahaya 25% (paranet 75%) dan intensitas cahaya 45% (paranet 55%).

5. Pemeliharaan

Lama waktu pemeliharan selama 8 min-ggu. 6. Pengamatan a. Jumlah daun Jumlah daun yang muncul diamati setiap 1 minggu sekali sampai panen. b. Berat basah

Berat basah tumbuhan ditimbang setelah pemeliharaan selama 8 minggu.

c. Berat kering

Tumbuhan dikeringkan dengan dioven pada suhu 40oC sampai beratnya konstan, kemudian ditimbang.

d. Tebal daun

Tebal daun diamati dari preparat pe-nampang melintang daun dengan me-tode parafin (embedding) (Lampiran 1) (Prakash, 1986). Tebal daun dihitung den-gan mikrometer. Preparat dipotret dengan kamera digital.

e. Rasio palisade

Daun yang digunakan dalam pembuatan preparat penampang melintang daun yaitu daun ke-3 dari ujung, dengan panjang daun terpanjang dan lebar daun terlebar.

(4)

meliputi jumlah daun, berat basah, berat kering dan tebal daun.

Jumlah Daun

Daun merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang dapat diamati karena perubahan lingkungan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan interaksi antara varia-si ketersediaan air dan intensitas cahaya memberikan pengaruh yang tidak signifi-kan terhadap jumlah daun H. corymbosa dapat dilihat pada Tabel 2. beda nyata di antara perlakuan dilanjutkan dengan uji Tamhane pada taraf uji 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Pertumbuhan didefinisikan sebagai pembe- lahan sel (peningkatan jumlah) dan pemb- esaran sel (peningkatan ukuran) yang me-merlukan sintesis protein dan merupakan proses yang tidak dapat balik (irreversible) (Gardner et al., 1991). Parameter pertum-buhan yang diamati dalam penelitian ini

Tabel 2. Rata-rata jumlah daun H. corymbosa pada variasi ketersediaan air dan intensi-tas cahaya

Keterangan:* Angka yang diikuti huruf sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada uji DMRT pada taraf 5% * I: Intensitas cahaya; I0: 100%; I1: 25%; I2: 45% * A: Ketersediaan air dalam % ka-pasitas lapang (KL) A0: 100% KL; A1: 80% KL: A2: 60% KL; 40% KL

Variasi intensitas cahaya yang diberikan pada penelitian ini meliputi 100%, 25% dan 45%. Jumlah daun H. corymbosa tert-inggi dihasilkan pada intensitas cahaya 100% yaitu 184,92 helai. Tumbuhan H. corymbosa pada intensitas cahaya 100% memiliki titik kompensasi tinggi dan da- pat menggunakan cahaya lebih efisien seh-ingga memungkinkan fotosintesis melebihi respirasi. Pada kondisi inilah tumbuhan dapat meningkatkan kapasitas fotosintes-isnya sehingga proses pertumbuhan juga meningkat. Adanya fotosintat yang banyak

salah satunya digunakan untuk meningkat- kan aktifitas meristematis pada pembentu-kan primordia daun (Salisbury dan Ross, 1995).

Jumlah daun H. corymbosa tertinggi di-hasilkan pada interaksi perlakuan 80% KL dan intensitas cahaya 100% yaitu 224 helai. Hal ini dikarenakan pada kondisi tersebut tumbuhan memiliki ketersediaan air yang cukup dan intensitas cahaya yang tinggi. Pengaruh cahaya pada tumbuhan sangat kompleks yaitu mempengaruhi proses fi-tokimia juga bentuk dan ukuran tanaman. Ketersediaan air yang cukup akan men-dukung peningkatan luas daun sehingga berhubungan dengan tingkat produksi tanaman. Permukaan daun yang semakin luas diharapkan mengandung klorofil lebih banyak. Salah satu faktor internal yang tu-rut mempengaruhi laju fotosintesis daun adalah kandungan klorofil daun. Daun yang memiliki kandungan klorofil tinggi diharapkan lebih efisien dalam menangkap energi cahaya matahari untuk fotosintesis (Sulistyaningsih dkk., 1994). Kandungan klorofil yang banyak dalam tanaman juga

(5)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara variasi ketersediaan air dan intensitas cahaya memberikan pen-garuh yang signifikan terhadap berat basah H. corymbosa dapat dilihat pada Tabel 3. akan mempengaruhi peningkatan proses

fotosintesis, sehingga dapat dihasilkan fotosintat yang lebih banyak dalam hal ini glukosa yang merupakan karbohidrat (Gardner et al., 1991)

Berat Basah

Tabel 3. Rata-rata berat basah (g) H. corymbosa pada variasi ketersediaan air dan inten-sitas cahaya

Keterangan:* Angka yang diikuti huruf sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada uji DMRT pada taraf 5% * I: Intensitas cahaya; I0: 100%; I1: 25%; I2: 45% * A: Ketersediaan air dalam % ka-pasitas lapang (KL) A0: 100% KL; A1: 80% KL: A2: 60% KL; 40% KL Berat basah H. corymbosa terbesar terda- pat pada perlakuan 100% KL dan intensi-tas cahaya 100% yaitu 6,30 gram. Hal ini

karena pada kondisi ini tumbuhan memi- liki ketersediaan air yang melimpah dan in-tensitas cahaya tinggi sehingga tumbuhan H. corymbosa menghasilkan cabang yang banyak dan menyebabkan hasil panen (be-rat basah) lebih tinggi. Berat Kering

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara variasi ketersediaan air dan intensitas cahaya memberikan pen-garuh yang signifikan terhadap berat kering H. corymbosa dapat dilihat pada Tabel 4.

Keterangan:* Angka yang diikuti huruf sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada uji DMRT pada taraf 5% * I: Intensitas cahaya; I0: 100%; I1: 25%; I2: 45% * A: Ketersediaan air dalam % ka-pasitas lapang (KL) A0: 100% KL; A1: 80% KL: A2: 60% KL; 40% KL

Berat kering mencerminkan akumulasi senyawa organik yang disintesis tanaman Tabel 4. Rata-rata berat kering (g) H. corymbosa pada variasi ketersedi

aan air dan

(6)

sitas cahaya 45% yaitu 0,02 gram. Hal ini dikarenakan cahaya, air dan unsur hara yang diperoleh tumbuhan sedikit sehingga mengurangi hasil fotosintesis yang ditrans-lokasikan. Kekurangan air mengakibatkan berkurangnya laju fotosintesis karena de-hidrasi protoplas akan menurunkan kapa-sitas fotosintesis. Defisit air dalam jangka waktu yang pendek hanya berpengaruh pada kapasitas pertukaran gas dan efisiensi fotosintesis, sedangkan untuk jangka pan-jang mengakibatkan menurunnya efisiensi pembentukan bahan kering.

Tebal Daun

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara variasi ketersediaan air dan intensitas cahaya memberikan pen-garuh yang signifikan terhadap tebal daun H. corymbosa dapat dilihat pada Tabel 5. dari senyawa anorganik, terutama air dan CO2. Tumbuhan memanfaatkan intensitas sinar matahari secara baik sehingga men-ingkatkan pembentukan karbohidrat yang digunakan untuk pertumbuhan. Ketersedi-aan air yang melimpah dan unsur hara yang diserap akan memberi kontribusi terhadap pertambahan berat kering. Berat kering tertinggi H. corymbosa terdapat pada per-lakuan 100% KL dan intensitas cahaya 100% yaitu 2,27 gram memperlihatkan pertumbuhan terbaik pada H. corymbosa. Hal ini dikarenakan tumbuhan H. corym- bosa termasuk gulma yang melakukan per-tumbuhan optimal di tempat terbuka dan ketersediaan air yang melimpah sehingga pada kondisi tersebut tumbuhan ini banyak ditemukan.

Berat kering terendah H. corymbosa ter-

dapat pada perlakuan 40% KL dan inten- Tabel 5. Rata-rata tebal daun (um) H. corymbosa pada variasi ketersediaan air dan inten-sitas cahaya

Keterangan:* Angka yang diikuti huruf sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada uji DMRT pada taraf 5% * I: Intensitas cahaya; I0: 100%; I1: 25%; I2: 45% * A: Ketersediaan air dalam % ka-pasitas lapang (KL) A0: 100% KL; A1: 80% KL: A2: 60% KL; 40% KL Tebal daun H. corymbosa tertinggi terda-pat pada perlakuan 40% KL dan intensitas cahaya 100% yaitu 102,67 m. Tumbuhan membutuhkan perlindungan yang lebih tinggi terhadap kondisi kekeringan dan in-tensitas cahaya penuh sehingga ketebalan lapisan sel pelindung yaitu epidermis dan kutikula akan mempengaruhi ketebalan

daunnya (Hidayat, 1995; Sulistyaningsih, 1994).

Struktur Anatomi

Adaptasi yang dilakukan oleh tumbuhan terhadap lingkungan yang berbeda me-nyebabkan perbedaan struktur anatominya. Parameter struktur anatomi yang diamati meliputi rasio palisade, indeks stomata dan jumlah trikoma glanduler per mm2. Rasio Palisade

Berdasarkan tipe palisadenya, daun H. corymbosa termasuk tipe daun dorsiventral atau bifasial yaitu jaringan palisade hanya terdapat di sisi adaksial (Fahn, 1991). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara variasi ketersediaan air dan intensitas cahaya memberikan pen-garuh signifikan terhadap rasio palisade H.

(7)

dan memaksimalkan transport air menuju epidermis karena air di daun tidak hanya dihantarkan oleh tulang daun tetapi juga oleh sel mesofil. Daun pada intensitas ca- haya penuh juga akan membentuk sel pali-sade yang lebih panjang atau membentuk tambahan lapisan palisade (Salisbury dan Ross, 1995).

Indeks Stomata

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara variasi ketersedi-aan air dan intensitas cahaya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap indeks stomata H. corymbosa dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6. Rata-rata rasio palisade H. corymbosa pada variasi ketersediaan air dan intensitas cahaya

Keterangan:* Angka yang diikuti huruf sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada uji DMRT pada taraf 5% * I: Intensitas cahaya; I0: 100%; I1: 25%; I2: 45% * A: Ketersediaan air dalam % ka-pasitas lapang (KL) A0: 100% KL; A1: 80% KL: A2: 60% KL; 40% KL

Rasio palisade H. corymbosa tertinggi terdapat pada perlakuan 40% KL dan in-tensitas cahaya 100% yaitu 6,42. Pada kondisi kekurangan air, rasio palisade juga akan meningkat untuk mempercepat

Tabel 7. Rata-rata indeks stomata H. corymbosa pada variasi ketersediaan air dan inten-sitas cahaya

Keterangan:* Angka yang diikuti huruf sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada uji DMRT pada taraf 5% * I: Intensitas cahaya; I0: 100%; I1: 25%; I2: 45% * A: Ketersediaan air dalam % ka-pasitas lapang (KL) A0: 100% KL; A1: 80% KL: A2: 60% KL; 40% KL

Indeks stomata H. corymbosa tertinggi terdapat pada perlakuan 100% KL dan in-tensitas cahaya 100% yaitu 67,92. Air dan cahaya berpengaruh dalam proses fotosin-tesis. Penyerapan zat hara akan berlang-sung lancar saat ketersediaan air cukup melimpah sehingga kapasitas fotosintesis tinggi. Kapasitas fotosintesis yang tinggi akan menghasilkan materi organik yang lebih banyak dan akan digunakan untuk

(8)

penutupnya berada jauh di bawah permu-kaan daun (Nugroho dkk., 2006).

Jumlah Trikoma Glanduler per mm2 Trikoma glanduler merupakan trikoma yang menghasilkan sekret. Trikoma non glanduler merupakan trikoma yang tidak menghasilkan sekret. Trikoma glanduler H. corymbosa memiliki tangkai dengan kepala bersel dua. Trikoma non glanduler H. corymbosa termasuk trikoma yang ber-cabang satu (unicellular) (Nugroho dkk., 2006). Hasil analisis sidik ragam menun-jukkan bahwa interaksi antara variasi ketersediaan air dan intensitas cahaya memberikan pengaruh yang signifikan ter-hadap jumlah trikoma glanduler per mm2 H. corymbosa dapat dilihat pada Tabel 8. pembelahan sel, sehingga jumlah stomata

lebih banyak.

Berdasarkan susunan epidermis yang berdekatan dengan sel penutup, stomata H. corymbosa termasuk tipe parasitik/ Rubi-aceae yaitu sel penutup diiringi sebuah sel tetangga atau lebih dengan sumbu panjang sel tetangga sejajar dengan sumbu sel pe-nutup serta celah (aperture) (Fahn, 1991). Menurut letak penebalan-penebalan pada sel penutup, stomata H. corymbosa ter- masuk tipe Amaryllidaceae yaitu sel penu-tup berbentuk ginjal. Dinding punggung-nya tipis sedangkan dinding perutnya lebih tebal. Berdasarkan perbedaan letak sel pe-nutupnya, stomata H. corymbosa termasuk stomata cryptophore yaitu apabila sel-sel

Tabel 8. Rata-rata jumlah trikoma glanduler per mm2 H. corymbosa pada variasi keterse-diaan air dan intensitas cahaya

Keterangan:* Angka yang diikuti huruf sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada uji DMRT pada taraf 5% * I: Intensitas cahaya; I0: 100%; I1: 25%; I2: 45% * A: Ketersediaan air dalam % ka-pasitas lapang (KL) A0: 100% KL; A1: 80% KL: A2: 60% KL; 40% KL

Jumlah trikoma glanduler per mm2 H. corymbosa tertinggi terdapat pada per-lakuan 40% KL dan intensitas cahaya 100% yaitu 5,00. Pada kondisi ini laju transpirasi meningkat dan menyebabkan respirasi juga akan meningkat. Peningka- tan jumlah trikoma glanduler per mm2 di-lakukan sebagai bentuk adaptasi tumbuhan pada kondisi kekeringan dan intensitas ca-haya tinggi. Selain itu, tumbuhan juga akan

memproduksi metabolit sekunder yang berfungsi sebagai zat pertahanan diri (Taiz dan Zeiger, 1998).

Lebih lanjut Utami (2007) menyatakan kaitan antara struktur anatomi dengan kandungan bahan aktif tumbuhan da-pat diamati dari jumlah trikoma glanduler per mm2. Trikoma glanduler merupakan trikoma yang menghasilkan sekret (Nu-groho dkk., 2006). Kandungan bahan aktif tumbuhan H. corymbosa diduga terakumu-lasi pada trikoma glanduler. Peningkatan jumlah trikoma glanduler per mm2 pada kondisi kekeringan dan intensitas cahaya tinggi diduga berkaitan dengan kandungan bahan aktif tumbuhan H. corymbosa. Pengaruh cahaya sangat penting terutama dalam proses fotosintesis. Laju fotosintesis maksimum terjadi saat banyak cahaya seh-

(9)

ingga akan mempengaruhi biosintesis me- Gardner, F. P., R. B. Pearce and R. I. Mitch-ell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Diterjemahkan oleh: Herawati Susilo. UI Press, Jakarta.

Hidayat, E. B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Penerbit ITB, Bandung.

Hsu, H. Y.1998. Tumor Inhibition by Sev-eral Components Extracted from Hedyotis corymbosa and Hedyotis diffusa. Interna-tional Symposium on the Impact of Bio-technology on Rediction, Prevention and Treatment of Cancer. http://www.cancer-prev.org/ [14 November 2008].

Indrayani, L., H. Soetjipto dan L. Sihasale. 2006. Skrining Fitokimia dan Uji Toksisi-tas Ekstrak Daun Pecut Kuda (Stachytar-pheta jamaicensis [L.] Vahl.) terhadap Larva Udang Artemia salina Leach. Berk. Penel. Hayati. 12: 57-61. http://journal.dis-coveryindonesia.com/ [18 Februari 2008]. IPTEKnet. 2005. Tanaman Obat Indonesia, Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.). http://www.iptek.net.id/ [ 18 Feb-ruari 2008].

Nugroho, H., Purnomo dan I. Sumardi. 2006. Struktur dan Perkembangan Tumbu-han. Penebar Swadaya, Jakarta.

Patoni. 2000. Pengaruh Cekaman Keker-ingan terhadap Pertumbuhan, Hasil dan Kandungan Vitamin C Buah Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.). Skripsi. Fakultas Biologi Universitas Gad-jah Mada, Yogyakarta. Prakash, N. 1986. Methode in Plant Micro-technique. 2nd Edition. University of New England N.S.W, Armidale. Pramono, S. 2002. Kontribusi Bahan Obat Alam dalam Mengatasi Krisis Bahan Obat di Indonesia. Jurnal Bahan Alami Indone-tabolisme sekunder dari jalur metabolisme

primer (Taiz dan Zeiger, 1998). Turtula (2005) menambahkan kondisi kekeringan dapat meningkatkan struktur sel sekretori dan sebagian atom karbon hasil fotosinte-sis mengalami pembagian pada beberapa jalur alternatif dialihkan untuk membentuk komponen metabolit sekunder sehingga akan meningkatkan metabolit sekunder. KESIMPULAN

1. Interaksi ketersediaan air dan intensitas cahaya berpengaruh nyata ter-hadap berat basah, berat kering dan tebal daun, tetapi tidak berpengaruh nyata ter-hadap jumlah daun. Perlakuan 100% KL dan intensitas cahaya 100% menunjukkan pengaruh terbaik terhadap peningkatan be-rat basah dan berat kering. Perlakuan 40% KL dan intensitas cahaya 100% menunjuk-kan pengaruh terbaik terhadap peningkatan tebal daun. Perlakuan 100% KL dan inten-sitas cahaya 100% menunjukkan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan H. corymbosa. 2. Interaksi ketersediaan air dan in-tensitas cahaya berpengaruh nyata terhadap rasio palisade, indeks stomata dan jumlah trikoma glanduler per mm2. Perlakuan 40% KL dan intensitas cahaya 100% menunjuk-kan pengaruh terbaik terhadap peningkatan rasio palisade dan jumlah trikoma glan-duler per mm2. Perlakuan 100% KL dan intensitas cahaya 100% menunjukkan pen-garuh terbaik terhadap peningkatan indeks stomata.

DAFTAR PUSTAKA

CBN Portal. 2007. Rumput Mutiara, Stim-ulan Bagi Aliran Darah. http://cybermed. cbn.net.id/ [18 Februari 2008].

Fahn, A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Edisi ke III. Diterjemahkan oleh: Ahmad Soedi-arto, dkk. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(10)

sia 1(1): 18-20. Salisbury, F. B. and C. W. Ross. 1995. Fi- siologi Tumbuhan. Jilid II: Biokimia Tum-buhan. Diterjemahkan oleh: Lukman, D.R. dan Sumaryono. Penerbit ITB, Bandung. Soemantri, 1993. Masalah Pengembangan Teknologi Sediaan Fitofarmaka. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 2(4): 4-7. Sulistyaningsih, Y. C., Dorli dan H. Akmal. 1994. Studi Anatomi Daun Saccharum sp. sebagai Induk dalam Pemuliaan Tebu. Hayati 1(2): 61-65.

Taiz, L. and Zieger, E. 1998. Plant Physiol-ogy. Sinaver Associates, Inc. USA. Turtula, S. 2005. The Effects of Drought Stress and Enhanced UV-B Radiation on The Growth and Secondary Chemistry of Boreal Conifer and Willow Seedling. De-sertation. University of Joensuu. Finland. Pp. 1-26.

Utami, D. 2007. Menjadikan Struktur dan Perkembangan Tumbuhan, Sebuah Kajian yang Menarik. Prosiding Hasil Penelitian Sains. Fakultas Biologi, Universitas Jen-deral Soedirman, Purwokerto.

Gambar

Tabel	3.	Rata-rata	berat	basah	(g)	H.	corymbosa	pada	variasi	ketersediaan	air	dan	inten- Tabel	3.	Rata-rata	berat	basah	(g)	H.	corymbosa	pada	variasi	ketersediaan	air	dan	inten-sitas	cahaya
Tabel	5.	Rata-rata	tebal	daun	(um)	H.	corymbosa	pada	variasi	ketersediaan	air	dan	inten- Tabel	5.	Rata-rata	tebal	daun	(um)	H.	corymbosa	pada	variasi	ketersediaan	air	dan	inten-sitas	cahaya
Tabel	7.	Rata-rata	indeks	stomata	H.	corymbosa	pada	variasi	ketersediaan	air	dan	inten- Tabel	7.	Rata-rata	indeks	stomata	H.	corymbosa	pada	variasi	ketersediaan	air	dan	inten-sitas	cahaya
Tabel	8.	Rata-rata	jumlah	trikoma	glanduler	per	mm2	H.	corymbosa	pada	variasi	keterse- Tabel	8.	Rata-rata	jumlah	trikoma	glanduler	per	mm2	H.	corymbosa	pada	variasi	keterse-diaan	air	dan	intensitas	cahaya

Referensi

Dokumen terkait

handphone perusahaan tetap menyusutkan sampai dengan tahun berakhirnya masa manfaat dari aset yang dimiliki perusahaaan, meskipun aset tetap yang ada sudah rusak dan tidak ada

A ciklikus nyomó igénybevétel hatására mutatott viselkedésüket tanulmányozva, a tervezési megismételhetőség szintjén elsőként megszerkesztettem az Al99,5, illetve

227.120,- yaitu perubahan Bangunan/Gedung Menjadi Komplek Perumahan di Kecamatan Denpasar Utara sedangkan kenaikan nilai tertinggi terjadi di Denpasar Barat yaitu

The fact that triphenyltin(IV) chlorobenzoate derivative have shown the highest anticorrosion ability was in line with other data relating to the number of carbon atom present in

Terkadang dalam mencari mahasiswa yang sudah lulus dengan kriteria yang sudah di tentukan oleh user dengan bahasa sehari- hari (misal: IPK SANGAT BAIK,TOFEL BAIK,PERNAH

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya dengan judul : “ STATUS DAN KEDUDUKAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO.12 TAHUN 2006

Proses resize pada penelitian ini tidak memerlukan metode khusus, caranya hanya dengan dilakukan perbandingan ukuran antara citra hasil thresholding (pada tahap latih) dan