• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEABSAHAN STATUS FACEBOOK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA JURNAL ILMIAH. Oleh : ANNA RAHMANIA RAMADHAN D1A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEABSAHAN STATUS FACEBOOK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA JURNAL ILMIAH. Oleh : ANNA RAHMANIA RAMADHAN D1A"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KEABSAHAN STATUS FACEBOOK SEBAGAI ALAT BUKTI

DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA

JURNAL ILMIAH

Oleh :

ANNA RAHMANIA RAMADHAN D1A 009 135

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

(2)

HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH

KEABSAHAN STATUS FACEBOOK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA

OLEH :

ANNA RAHMANIA RAMADHAN D1A 009 135 Menyetujui Mataram, Februari 2013 Pembimbing Pertama, Dr. Amiruddin S.H., M.Hum NIP. 195707101985031003

(3)

ABSTRAK

KEABSAHAN STATUS FACEBOOK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kedudukan, peranan dan kekuatan status

facebook sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana. Penelitian ini merupakan

penelitian normatif, menggunakan metode pendekatan Undang-undang dan pendekatan konseptual. Status facebook merupakan salah satu alat bukti yang sah, meskipun disebutkan secara limitatif dalam Pasal 184 KUHAP, tetapi berdasarkan asas lex specialis derogat legi generali diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Berdasarkan hal tersebut pemerintah perlu melakukan revisi terhadap KUHAP, khususnya mengenai alat bukti yang digunakan dalam pemeriksaan perkara pidana. Kata Kunci:Alat bukti dan status facebook.

ABSTRACT

THE VALIDITY OF FACEBOOK’S STATUS AS THE INSTRUMENT

PROOF IN THE INVESTIGATION OF CRIMINAL CASE

The purpose this research is to learn or know about the state, role, and the

power of facebook’s status as the instrument proof for investigation of criminal’s

case. This research is normative research, which use the method of statue

approach and conceptual approach. Facebook’s status is one of the very valid

Instrument proof, although it is mentioned as limitative in Article 184 KUHAP, but based on the principle of lex specialis derogat legi generali which is ordered in Article 5 Verse (1) The statue Number 11 in 2008 about the Information and Electronical Transaction. Based on the matter so the government should do the revision of the KUHAP, especially about the Instrument proof which can be used

for Investigation in Criminal’s case.

The Keyword:Instrument proof and Facebook’s status

(4)

Dewasa ini penggunaan situs jejaring sosial sebagai media berinteraksi sosial secara online sudah begitu meluas bahkan mendunia. Banyak manfaat yang bisa didapat dengan bergabung dalam situs jejaring sosial seperti facebook. Diantaranya manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan jejaring sosial adalah dapat berinteraksi dan berkoneksi dengan teman, baik itu teman baru atau teman lama, dengan keluarga, dan lain-lain tanpa terhalang oleh jarak dan tempat.

Perkembangan teknologi dan informasi ini banyak sekali memberikan kemudahan dan keuntungan bagi masyarakat, namun demikian penggunaan

facebook dapat juga membawa keburukan pada anggota masyarakat, yang tidak

mengatur dan tidak memilih waktu dalam penggunaan facebook sehingga menimbulkan kekhawatiran dari sebagian anggota masyarakat. Pengaruh buruknya adalah bahwa penggunaan facebook bisa mengarah pada tindak pidana. Diantaranya : pornografi dan pencemaran nama baik atau tindak pidana penghinaan.

Terjadinya suatu tindak pidana yang menggunakan teknologi komunikasi khususnya facebook menimbulkan persoalan baru dalam penegakkan hukum pidana baik yang menyangkut perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana maupun yang berkaitan dengan sistem pembuktian dan alat-alat bukti yang dapat digunakan untuk membuktikan telah terjadinya suatu tindak pidana dan dalam menentukan siapa pelaku tindak pidana tersebut. Timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dengan tindak pidana yang menggunakan teknologi komunikasi khususnya facebook karena di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maupun di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara

(5)

Pidana (KUHAP) tidak lagi dapat mengakomodasi perkembangan teknologi informasi seperti tindak pidana melalui facebook, e-mail dan SMS. Permasalahan ini menyebabkan tergesernya alat bukti tertulis menjadi alat bukti elektronik dalam bentuk media digital.

Dengan adanya perkembangan kejahatan dengan menggunakan komputer, penyidik dan penuntut umum serta hakim dihadapkan pada eksistensi bukti-bukti elektronik seperti data komputer, informasi elektronik, dokumen elektronik, maupun e-mail, sehingga alat bukti tidak hanya terbatas pada keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa dan petunjuk, akan tetapi mencangkup informasi dan dokumen yang tersimpan secara elektronik.

Untuk memelihara dan mempertahankan kemanan dan ketertiban dalam masyarakat dan untuk mengantisipasi penyalahgunaan teknologi komunikasi (facebook) maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang yang berkaitan dengan penggunaan teknologi komunikasi yaitu Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan demikian jika terjadi suatu tindak pidana yang menggunakan teknologi komunikasi dan untuk membuktikan adanya Tindak pidana dibidang teknologi komunikasi bisa menggunakan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Undang-undang tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam tulisan ini adalah:

1. Apakah status facebook dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana.

(6)

2. Bagaimana kekuatan pembuktian status facebook menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kedudukan, peranan dan kekuatan status facebook sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana. Penelitian ini bermanfaat guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai kebulatan Studi Strata Satu (S1) Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Mataram, memberi sumbangan pengetahuan dan pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan ilmu hukum pidana pada khususnya, terutama yang berkaitan dengan sistem pembuktian dengan alat-alat elektronik.

Jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian Normatif, yaitu dengan cara mengkaji dan menganalisa peraturan perUndang-undangan, asas-asas hukum dan norma-norma hukum yang menjadi fokus penelitian. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : pendekatan Undang-undang dan pendekatan konseptual.

Untuk membahas permasalahan di atas, metode analisis yang digunakan adalah instrument penafsiran ekstensif atau penafsiran memperluas, yaitu memperluas pengertian atau istilah yang ada di dalam suatu Undang-undang. Penafsiran ini masih berpegang pada ketentuan Undang-undang, oleh karenanya, dapat diuji oleh pihak lain (objektif).1

2. PEMBAHASAN

2.1 Kedudukan Dan Peranan Alat Bukti Status Facebook Dalam Pembuktian Perkara Pidana

1

Amiruddin Dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum ( Jakarta : Rajawali Pers, 2010), Hal.165

(7)

1. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Dalam Dunia Maya (Cyber Crime)

Sebelum membahas lebih jauh tentang tindak pidana, lebih dahulu harus menjelaskan tentang hukum pidana. Menurut pendapat Moeljatno bahwa hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:2

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah

melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Menurut Mr. W . PJ. Pompe menguraikan bahwa hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya. Kemudian menurut Simons hukum pidana adalah kesemuanya perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh Negara dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana) barang siapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya aturan-aturan yang menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut.3

Terdapat beragam pemahaman mengenai cyber crime, namun bila dilihat dari asal katanya, cyber crime terdiri dari dua kata, yakni cyber dan crime. Kata cyber merupakan singkatan dari cyberspace, yang berasal dari kata cybernetics dan space istilah

cyberspace muncul pertama kali pada tahun 1984 dalam novel William Gibson yang

berjudul Neuromancer. Cyberspace oleh Gibson didefinisikan sebagai berikut:

2

Moeljatno,Asas-Asas Hukum Pidana,(Jakarta : Rineka Cipta, 2009) hal 01

3

(8)

Cyberspace adalah sebuah halusinasi konsensual dialami setiap hari oleh milyar dari

operator sah menurut hukum, disetiap bangsa, sebuah grafik dari diabstraksikan dari bank data setiap komputer dalam system manusia. Terbayangkan kompleksitas. Garis cahaya berkisar diruang non pikiran, cluster dan konstelasi data. Seperti lampu-lampu kota, surut.

Dari definisi yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa cyberspace merupakan sebuah ruang yang tidak dapat terlihat ruang ini tercipta ketika terjadi hubungan komunikasi yang dilakukan untuk menyebarkan suatu informasi, dimana jarak secara fisik tidak lagi menjadi halangan.

Sedangkan crime berarti kejahatan. Menurut Van Bemmelen kejahatan adalah :

Tiap kelakuan yang bersifat tindak susila dan merugikan, menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan mengatakan penolakan atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.4

Uraian di atas tentang pengertian cyber crime menjelaskan bahwa tindak pidana yang dilakukan melalui dunia maya ini memiliki jangkauan yang tidak terbatas. Seseorang atau sekelompok orang dapat mengembangkan tindak pidananya ke Negara lain yang berada diluar yuridiksi negaranya melalui internet online.

Adapun jenis-jenis tindak pidana cyber crime, adalah sebagai berikut :5

1. Unauthorized access to computer system and service (akses yang tidak berkepentingan/tidak sah ke sistem computer dan sistem pelayanan).

Kejahatan ini dilakukan dengan memasuki atau menyusup kedalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik jaringan komputer yang di masukinya. Motifnya bisa bermacam-macam, antara lain adalah sabotase, pencurian data dan sebagainya.

2. Illegal contents (muatan tidak sah). 4

http://www.turnady.com, diakses hari Senin 5 November 2012

5

Abdul Wahid & Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), Bandung : PT Refika Aditama, 2005, hal.72

(9)

Kejahatan ini dilakukan dengan memasukan data atau informasi ke internet tentang sesuatu yang tidak benar, etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Contohnya adalah pornografi, pemuatan berita bohong, agitasi termasuk delik politik dapat dimasukkan dalam kategori ini bila menggunakan media ruang maya (cyber)

3. Data forgery (pemalsuan data).

Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet.

4. Cyber espionage (mata-mata).

Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen atau datanya tersimpan dalam suatu sistem yang

computeraized.

5. Cyber sabotage and extortion (sabotase dan pemerasan).

Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung ke internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu virus, Trojan, atau backdoor, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku. Kejahatan ini juga kadang disebut cyber

terrorism.

6. Offence againts intellectual property (penyerangan terhadap kekayaan intelektual). Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang dimiliki

pihak lain di internet.

7. Infringements of piracy (pelanggaran pembajakan).

Kejahatan ini di tujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya di tujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan secara computeraized. Yang apabila diketahui orang lain maka dapat merugikan korban secara materill maupun immaterial, seperti nomor PIN (personal identity number) ATM, nomor kartu kredit dan sebagainya.

Uraian di atas tersebut merupakan aktivitas tindak pidana yang kian marak terjadi di dunia virtural internet online, dimana dari tindak pidana tersebut sangat sulit untuk mengungkap pelaku dibalik tindak pidana yang dilakukan dalam internet online. Sebab pelaku tindak pidana internet online tersebut sangat pintar untuk menyembunyikan identitas dirinya dengan beragam cara, salah satunya dengan mengakses data internet pada tempat yang berbeda-beda, dengan maksud untuk mengelabui penegak hukum

(10)

dalam melacak tempat pelaku mengakses data internet yang ia gunakan untuk melakukan tindak pidana.

Menurut pendapat penulis, dari ketujuh uraian tentang kejahatan di atas, tindak pidana yang sering terjadi di facebook yaitu Illegal contents (muatan tidak sah). yaitu kejahatan yang dilakukan dengan cara menuliskan status yang tidak benar terghadap orang lain dan di unggah secara langsung melalui dunia maya, kejahatan tersebut biasa disebut dengan pencemaran nama baik.

Kemunculan tindak pidana yang memerlukan pembuktian dengan alat bukti informasi elektronik (facebook) dapat terjadi melalui 2 perangkat elektronik, yaitu:6

1. Komputer

2. Handphone (telepon genggam).

a. Jenis-Jenis Tindak Pidana Melalui Perangkat Komputer

Tindak pidana yang sedang marak berkembang dijaman sekarang lebih memanfaatkan kepintaran otak dan tidak lagi hanya mengandalkan kekuatan otot saja, khususnya mengenai masalah tindak pidana melalui layanan internet, dengan semakin berkembangnya teknologi dan informasi berdampak juga pada beragamnya jenis, bentuk dan cara yang dipakai dalam melakukan tindak pidana melalui layanan internet.

b. Jenis-Jenis Tindak Pidana Melalui Perangkat Handphone

Jenis tindak pidana yang biasa dilakukan dengan handphone adalah penyebaran gambar atau video (informasi elektronik) yang memuat pelanggaran

6

I Putu Agus Eka, Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Pidana, (Skripsi Sarjana Hukum Universitas Mataram, 2011), Hal. 51

(11)

kesusilaan seperti penyebaran video porno dengan sengaja ke kalangan pelajar melalui jejaring sosial seperti facebook, twitter atau youtube, yang berakibat rusaknya moral generasi bangsa, pengiriman pesan yang memuat perjudian, tindak pidana penipuan, penghinaan atau pencemaran nama baik, pengancaman atau pemerasan, pelanggara kesusilaan, penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian, atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).

Beberapa contoh kasus tindak pidana yang pernah terjadi di Indonesia melalui media facebook dan membutuhkan pembuktian dengan media elektronik seperti :

1. LSM Balik Laporkan ketua DPRD.

Sebelumnya, Ketua DPRD Wajo Yunus Panaungi mengancam akan melaporkan Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aku Ingin Sehat Sejahtera (AISS) Peduli Kemanusiaan Wajo lantaran dinilai telah menghina perlemen pada 13 Agustus 2012 lalu. Kini giliran Ketua LSM AISS, Peduli Kemanusiaan Wajo Andi Harinawati yang melaporkan Yunus Panaungi ke kantor polisi. Aksi saling melapor itu bermula dari tulisan di dinding akun jejaring sosial Facebook milik Andi Harinawati.7

2. Kasus di Sorong.

Kasus dugaan tindak pidana pencemaran nama baik lewat internet diduga dilakukan terdakwa Ir. Abdulah Bustomi terhadap korban Rais Bintaher Sorong. Perbuatan terdakwa dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 45 ayat 1

Undang-7

Http://Regional.Kompas.Com/Read/2012/09/02/19151424/Penghinaan.Di.Facebook, Diakses Hari Rabu 7 November 2012.

(12)

Undang No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik , kemudian terdakwa juga dijerat dengan Pasal 310 KUHP dan Pasal 315 KUHP.8 3. Kasus diBogor.

Penghinaan melalui jejaring sosial yang dilakukan terdakwa Nur Arafah alias Farah (17) atas Felly Fandini (18) akhirnya di vonis bersalah oleh Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor Selasa (16/2) dengan hukuman dua bulan 15 hari dengan masa percobaan lima bulan.9

Usaha nyata pemerintah dalam menanggulangi pemanfaatan teknologi informasi yang mengarah pada dampak negatif adalah dengan mengesahkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, untuk memberikan perlindungan maksimal pada seluruh aktivitas pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi didalam negeri agar terlindung dengan baik dari potensi tindak pidana dan penyalahgunaan teknologi sehingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar keseluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa.

2. Status Facebook Sebagai Alat Bukti Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana

Dapat dikatakan bahwa teknologi informasi dan komunikasi bagaikan pedang bermata dua, dimana selain memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, juga menjadi sarana potensial dan sarana efektif untuk melakukan perbuatan melawan hukum.

8

Http://Www.Radartimika.Com/Index.Php?Mib=Berita.Detail&Id=3170

9

(13)

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,berguna sebagai regulasi untuk mengatasi perkembangan tindak pidana yang terjadi didunia maya. Dalam hal ini, alat bukti yang digunakan dalam pembuktian terhadap tindak pidana yang terjadi dalam dunia maya belum diatur dalam KUHAP, bentuk alat bukti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 berupa informasi elektronik.

Pada Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, menjelaskan bahwa :

“Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah”. .

Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, suatu informasi elektronik dinyatakan sah untuk dijadikan alat bukti apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Ektronik, yaitu sistem elektronik yang andal dan aman serta memenuhi persyaratan minimum sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu :

(1)Sepanjang tidak ditentukan lain oleh Undang-undang tersendiri, setiap penyelenggarasistem elektronika wajib mengoperasikan system elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut :

a. Dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan PerUndang-undangan.

b. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan dan keteraksesan informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut.

(14)

c. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut.

d. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau symbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem elektronik tersebut, dan e. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan,

kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.

Berdasarkan bunyi pasal di atas, informasi elektronik dan dokumen elektronik tersebut haruslah disertifikasi oleh lembaga atau badan sertifikasi elektronik. Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menjelaskan tentang pengertian lembaga atau badan sertifikasi sebagai berikut :

“Penyelenggara sertifikasi elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit sertifikat elektronik”.

2.2 Kekuatan Pembuktian Status Facebook Sebagai Alat Bukti Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

Kelima alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) di atas memang tidak mencantumkan secara lebih luas alat bukti status facebook sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana, apabila status facebook diimplementasikan ke dalam alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP, maka status facebook termasuk dalam alat bukti petunjuk, untuk mengimbangi perkembangan tindak pidana dalam bidang teknologi, pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang

(15)

mengatur tentang alat bukti yang berkaitan dengan teknologi komunikasi tersebut. Salah satunya yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Maka status

facebook merupakan alat bukti yang sah menurut Pasal (5) Undang-undang

Informasi dan Transaksi Elektronik.

Apabila berdasarkan KUHAP, maka yang dinilai sebagai alat bukti

dan yang dibenarkan mempunyai “kekuatan pembuktian” hanya terbatas

kepada alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP. Dengan kata lain, sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang ditentukan saja. Akan tetapi, KUHAP bukanlah satu-satunya Undang-undang pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian. Beberapa Undang-undang pidana formil yang memiliki aspek formil juga mengatur mengenai alat bukti tersendiri. Meskipun demikian, secara umum alat bukti yang diatur dalam Undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti yang diatur dalam KUHAP.

3. PENUTUP 3.1 Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Status facebook merupakan salah satu alat bukti yang sah di dalam pemeriksaan perkara pidana, khususnya dalam pemeriksaan perkara tindak pidana cyber crime meskipun disebutkan secara limitatif dalam Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, tetapi berdasarkan asas lex specialis derogat legi generali diatur dalam

(16)

Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

2. Kekuatan pembuktian status facebook sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana adalah memiliki kekuatan pembuktian yang sah dan sama dengan kekuatan kelima alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP, apabila status facebook diimplementasikan ke dalam alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP, maka status facebook termasuk dalam alat bukti petunjuk, dengan ketentuan selama status

facebook tersebut memiliki kekuatan yang sah dan sempurna dengan syarat didukung

alat-alat bukti lain dan keyakinan hakim.

3.2 Saran

Pemerintah perlu melakukan revisi terhadap Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, khususnya mengenai alat bukti yang digunakan dalam pemeriksaan perkara pidana. Diharapkan dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tersebut, bukti digital berupa informasi dan atau dokumen elektronik dapat dimasukan sebagai alat bukti, pengaturan bukti digital tidak hanya terdapat pada tindak pidana khusus seperti tindak pidana korupsi dan pencucian uang, tetapi bukti digital juga dapat digunakan sebagai alat bukti dalam tindak pidana lainnya yang mengandung muatan informasi teknologi. Sehingga di kemudian hari dalam menangani kasus cyber crime atau tindak pidana lainnya yang berhubungan dengan alat bukti elektronik, pihak kepolisian, kejaksaan dan hakim tidak ragu dalam menerapkan bukti digital terutama terkait dengan keabsahan dari bukti digital tersebut.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Amiruddin dan Asikin Zainal, 2010, Pengantar Metode Penelitian

Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Moeljatno, 2009, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta.

Salam Moch. Faisal, 2001, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan

Praktek, Bandung : Mandar Maju.

Wahid Abdul & mohammad labib, 2005, Kejahatan Mayantara (Cyber

Crime), Bandung : PT Refika Aditama.

Waliyadi, 2003, Hukum Pidana Indonesia, Jakarta : djambatan.

B. SKRIPSI

Eka I Putu Agus, 2011, Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti dalam

Pemeriksaan Perkara Pidana, Skripsi Sarjana Hukum Universitas

Mataram. C. UNDANG-UNDANG

Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana .

Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang

Perubahan KUHP yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 74.

(18)

Indonesia, Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154.

Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58.

D. INTERNET

Http://.Tunardy.Com/pengertian-cybercrime, diakses hari senin, 5

November 2012

Http://Regional.Kompas.Com/Read/2012/09/02/19151424/Penghinaan. DiFacebook, diakses hari Rabu 7 November 2012.

Http://Www.Radartimika.Com/Index.Php?Mib=Berita.Detail&Id=3170, diakses hari Rabu 7 November 2012

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Pelelangan Nomor : BA / 23 / V / 2015 / Pokja Barang tanggal 13 Mei 2015 tentang penetapan pemenang pelaksana Pekerjaan Pengadaan Bahan

a) Mahasiswa dapat mencari judul-judul yang sudah pernah diajukan oleh mahasiswa lain sehingga dapat mengurangi tingkat plagiarisme atau sebagai referensi dalam

Hasil pengukuran dapat diterima karena penyimpangan hasil pengukuran yang digambarkan dengan nilai standar deviasi cukup kecil yaitu 1,07% untuk sampel uji 1 dan 1,49% untuk

Gambaran status gizi berdasarkan indeks tinggi badan per umur pada anak talasemia β mayor di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr.. Djamil Padang memperlihatkan

[r]

Serta didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Micheli & Marzoni,(2010) Keputusan strategis yang diberikan oleh sistem pengukuran kinerja akan memberikan

lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan menjadi.. kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai

Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (Pvalue = 5,82 x 10 -16 ) yang berarti bahwa peluang untuk membantah konsep