• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM Pengukuran Beda Tinggi Dengan Sipat Ukur Datar Profil Memanjang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM Pengukuran Beda Tinggi Dengan Sipat Ukur Datar Profil Memanjang"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM PEMETAAN SUMBERDAYA LAHAN

(Pengukuran Beda Tinggi dengan Sipat Ukur Datar Profil Memanjang)

Oleh: Kelompok : 4

Kelas/Hari/Tanggal : TEP Shift B/Rabu, 30 Maret 2016 Nama (NPM) : 1. Reimon Dion Ripera (240110140050)

2. Candra Melati (240110140057) 3. Yeyen Yulianti (240110140061) 4. Lia Genesya S (240110140086) 5. Istiqomah Haq (240110140088) Asisten : Agung Ridwan

Encep Farokhi Mareta Gita Putri

LABORATORIUM KONSERVASI TANAH DAN AIR

DEPARTEMEN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN 2016

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bola bumi pada hakikatnya mendekati bentuk ellipsoida putar, sehingga untuk pengukuran pada permukaan bumi haruslah dipergunakan metode pengukuran pada bidang ellipsoida. Jadi pengukuran di atas permukaan bumi dan proses perhitungannya pun akan lebih sukar dibandingkan dengan pengukuran yang dilakukan pada bidang datar. Pengukuran beda tinggi antara dua titik di atas permukaan tanah merupakan bagian yang sangat penting.

Pengukuran beda tinggi adalah suatu pekerjaan pengukuran untuk menentukan beda tinggi beberapa titik dimuka bumi terhadap tinggi muka air laut rata-rata. Keadaan permukaan tanah yang berbeda-beda menyebabkan berbedanya tinggi suatu dataran di tiap wilayah. Untuk mengetahui bagaimana bentuk permukaan bumi, baik situasi maupun beda tinggi suatu titik dengan titik lain yang diamati pada permukaan tanah yaitu dengan mengukur jarak, luas, ketinggian, dan sudut kita dapat mengetahui keadaan dan beda tinggi titik-titik.

Pada pengukuran, sudut dan jarak menjadi unsur yang penting. Oleh sebab itu pengukuran-pengukuran bentuk permukaan bumi difokuskan pada pengukuran keduanya. Dalam praktikum ini, alat yang digunakan adalah waterpass. Karena begitu pentingnya pengukuran tersebut maka dilakukannya pengukuran beda tinggi dengan salah satu sipat ukur datar profil memanjang, dimana alat berada diantara titik-titik bidikan membentuk suatu garis lurus.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran sipat datar profil dengan benar

1.3 Peralatan:

Peralatan yang dipakai pada praktikum kali ini adalah : 1. Alat tulis, berfungsi untuk alat bantu dalam perhitugan.

2. Formulir ukuran beda tinggi, berfungsi untuk mengisi data hasil pengukuran.

(3)

4. Kalkulator, berfungsi sebagai alat untuk menghitung. 5. Patok, berfungsi sebagai titik-titik acuan bidikan. 6. Rambu ukur, berfungsi sebagai media bidikan teodolit. 7. Tripod, berfungsi untuk menyimpan teodolit.

8. Unting-unting, berfungsi sebagai acuan alat ukur wilayah tegak lurus dengan permukaan.

9. Waterpass, berfungsi sebagai alat pengukur sipat datar.

1.4 Pelaksanaan praktikum:

Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pematokan dengan 10 titik pada jalur yang akan diukur disertai dengan mengukur jarak dan arah diantara patok-patok tersebut sehingga posisinya dapat ditentukan atau digambarkan. Bila tidak dilakukan seperti ini, maka dengan cara melakukan pematokan sambil berjalan (ingat titik-titik untuk menempatkan rambu ini adalah lokasi yang mewakili bentuk/perubahan bentuk lahan).

2. Mendirikan alat di titik tertentu sepanjang jalur pengukuran, kira-kira ditengah antara rambu belakang (bidikan bawah awal) dan rambu muka (bidikan selanjutnya).

3. Mengukur dan mencatat tinggi alat (Hi).

4. Membidikkan alat ke rambu ukur yang dipasang dititik BM (titik BM dijadikan sebagai acuan/ingat teropong dalam keadaan mendatar). 5. Membaca dan mencatat bacaan rambu BA,BT dan BB. Bacaan bidikan

ini merupakan bidikan/bacaan belakang.

6. Memutar waterpass sebanyak 180o searah jarum jam kemudian

membidikkan alat ke rambu ukur yang dipasang di titik-titik berikutnya sebanyak mungkin selama titik-titik tersebut masih memungkinkan untuk dibidik.

7. Bila bidikkan sudah tidak memungkinkan terjangkau lagi, maka alat perlu dipindahkan. Tempat alat berikutnya ini harus dapat membidik ke titik sebelumnya yang telah dibidik pada pengukuran sebelumnya untuk dijadikan sebagai bidikan belakang.

8. Melakukan pengukuran seperti pada langkah (5) dan (6) dengan titik sebelumnya dijadikan sebagai bacaan belakang dan titik selanjutnya sebagai bacaan muka.

(4)

9. Melakukan terus langkah (7) dan (8) sampai akhirnya bidikan mukanya membidik ke titik terakhir, yaitu jalon.

10. Menghitung jarak dan beda tinggi pada setiap titik bidikan, kemudian menghitung elevasi lahan.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prinsip Dan Fungsi Pengukuran Beda Tinggi

Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan menggunakan alat sipat datar (waterpass). Alat didirikan pada suatu titik yang diarahkan pada dua buah rambu yang berdiri vertical. Maka beda tinggi dapat dicari dengan menggunakan pengurangan antara bacaan muka dan bacaan belakang.

Rumus beda tinggi antara dua titik adalah sebagai berikut: BT = BTB – BTA

Keterangan : BT = beda tinggi

BTA = bacaan benang tengah A BTB = bacaan benang tengah B

Namun, apabila beda tinggi yang dicari adalah beda tinggi antara tempat alat dan bacaan muka terakhir dari alat tersebut maka persamaan yang dipakai adalah:

BT = Hi – BTM Keterangan: BT = beda tinggi

Hi = tinggi alat

BTM = bacaan tengah muka

Sebelum mendapatkan beda tinggi antara dua titik, diperlukan terlebih dahulu pembacaan benang tengah titik tersebut, dengan menggunakan rumus :

BT = BA + BB / 2 Keterangan : BT = bacaan benang tengah

BA = bacaan banang atas BB = bacaan benang bawah

Untuk mencari jarak optis antara dua titik dapat digunakan rumus sebagai berikut.:

J = (BA – BB) x 100 Keterangan : J = jarak datar optis

BA = bacaan benang atas BB = bacaan benang bawah

(6)

100 = konstanta pesawat

Dalam setiap pengukuran tidaklah lepas dari adanya kesalahan pembacaan angka, sehingga diperlukan adanya koreksi antara hasil yang didapat di lapangan dengan hasil dari perhitungan.

Fungsi dari pengukuran beda tinggi ini, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Merancang jalan raya, jalan baja, dan saluran-saluran yang mempunyai garis gradien paling sesuai dengan topografi yang ada.

b. Merencanakan proyek-proyek konsruksi menurut evaluasi terencana. c. Menghitung volume pekerjaan tanah.

d. Menyelidiki ciri-ciri aliran di suatu wilayah.

e. Mengembangkan peta-peta yang menunjukkan bentuk tanah secara umum. Fungsi dari pengukuran beda tinggi ini digunakan untuk menentukan ketinggian titik-titik yang menyebar dengan kerapatan tertentu untuk membuat garis-garis ketinggian (kontur).

1. Pengukuran sipat datar resiprokal (reciprocal levelling)

Pengukuran sipat datar resiprokal adalah pengukuran sipat datar dimana alat sipat datar tidak dapat ditempatkan antara dua statiun.Misalnya pengukuran sipat datar menyeberangi sungai/lembah yang lebar.

2. Pengukuran sipat datar teliti (precise levelling)

Pengukuran sipat datar teliti adalah pengukuran sipat datar yang menggunakan aturan serta peralatan sipat datar teliti.

2.2 Pengukuran Sipat Datar Memanjang

Sipat datar memanjang adalah suatu pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui ketinggian titik-titik sepanjang jalur pengukuran dan pada umumnya digunakan sebagai kerangka vertikal bagi suatu daerah pemetaan.Sipat datar memanjang terbagi menjadi sipat datar terbuka dan tertutup.

(7)

Gambar 1. Metode Sipat Datar Memanjang

(Sumber:http://geomatika07.wordpress.com/2008/07/18/pengukuran-beda-tinggi/) Cara pengukuran dari metode ini adalah sebagai berikut:

1. Letakkan rambu ukur di titik A dan B.

2. Letakkan alat antara titik A dan titik B (usahakan jarak antara alat dengan titik A maupun titik B sama).

3. Baca Rambu A (BA, BT, BB). Hitung koreksi dengan cara BT=(BA+BB):2 4. Baca rambu B (BA, BT, BB). Hitung koreksi dengan cara BT=(BA+BB):2 5. Koreksi maksimum 2mm.

6. Hitung beda tinggi dengan mengurangi BT muka dan BT belakang. 7. Hitung jarak alat dengan titik A. dA=(BA A – BB A)x100

8. Hitung jarak alat dengan titik B. dB=(BA B – BB B)x100 9. Hitung jarak AB=dA+dB

10. Pada slag berikutnya, rambu A menjadi bacaan muka dan sebaliknya, rambu B menjadi bacaan belakang.

Adapun yang perlu diperhatikan dalam pengukuran ini adalah sebagai berikut:

a. Usahakan jarak antara titik dengan alat sama. b. Seksi dibagi dalam jumlah yang genap.

c. Baca rambu belakang, baru kemudian dibaca rambu muka. d. Diukur pulang pergi dalam waktu satu hari.

e. Jumlah jarak muka=jumlah jarak belakang. f. Jarak alat ke rambu maksimum 75 m.

Kesalahan utama dalam sipat datar memanjang adalah kesalahan tidak dengan jumlah pengukuran yang diadakan sedang jumlah pengukuran yang diambil tergantung pada besarnya jarak yang diukur.Menyipat datar memanjang disengaja dan besarnya dianggap sebanding keliling, biasanya untuk satu penyipatan datar yang memerlukan perbedaan tinggi dua titik dengan jarak yang tidak jauh kita pilih. Jalan yang sama untuk penyipatan pergi dan penyipatan pulang sehingga kita mendapat tinggi beberapa titik lagi yang penyipatan datar ini berbentuk segi banyak. Suatu segi banyak ini dapat kita letakkan misalnya sekeliling suatu lapangan, gedung dan lain sebagainya yang akan kita sipat lagi dengan teliti pada pengerjaan lanjutan, pada banyak Negara sudah dilakukan suatu jaringan titik (Irvene, 1995).

(8)

Telah dikatakan bahwa beda tinggi antara dua titik adalah jarak antara dua bidang nivo yang melalui titik itu sedangkan untuk beda tinggi dapat ditentukan dengan menggunakan garis yang mendatar sembarang dan dua mistar dipasang pada dua titik itu sedangkan beda tinggi dapat ditentukan. Untuk melakukan dan mendapat pembacaan pada mistar dinamakan back, diperlukan suatu garis lurus, selain itu pada pengukuran ini diperlukan juga nivo tabung.Pada nivo tabung ini dijumpai suatu garis lurus mendatar dengan ketelitian yang tinggi (Sosrodarsono, 2005).

2.3 Waterpass

Waterpass adalah salah satu alat lapangan yang digunakan dalam ilmu ukur wilayah yang berfungsi untuk mengukur jarak dan beda tinggi suatu daerah. Pengukuran waterpass di antaranya digunakan untuk perencanaan jalan, jalan kereta api, saluran, penentuan letak bangunan gedung yang didasarkan atas elevasi tanah yang ada, perhitungan urugan dan galian tanah, penelitian terhadap saluran-saluran yang sudah ada, dan lain-lain.

Fungsi dari bagian-bagian yang terdapat pada waterpass adalah sebagai berikut:

1. Sekrup pengatur ketajaman diafragma, berfungsi untuk mengatur ketajaman benang diafragma (benang silang).

2. Lensa pembacaan sudut horisontal, berfungsi untuk memperbesar dan memperjelas bacaan sudut horisontal.

3. Sekrup A,B,C, berfungsi untuk mengatur kedataran pesawat (sumbu I vertikal).

4. Sekrup pengatur fokus teropong, berfungsi untuk memperjelas obyek yang dibidik.

5. Teropong, berfungsi untuk menempatkan lensa serta peralatan yang berfungsi untuk meneropong atau membidik obyek pengukuran.

6. Pelindung lensa obyektif, berfungsi untuk melindungi lensa obyektif dari sinar matahari secara langsung.

7. Lensa obyektif, berfungsi untuk menerima obyek yang dibidik.

8. Klem aldehide horisontal, berfungsi untuk mengunci perputaran pesawat arah horisontal.

9. Sekrup penggerak halus aldehide horisontal, berfungsi untuk menggerakkan pesawat arah horisontal secara halus setalah klem

(9)

aldehide horisontal dikunci agar kedudukan benang pada pesawat tepat pada obyek yang dibidik.

10. Sekrup pengatur sudut, berfungsi untuk mengatur landasan sudut datar. 11. Visier, berfungsi sebagai alat bantu bidikan kasar untuk mempercepat

pembidikan obyek. Kegunaan waterpass:

 Memperoleh pandangan mendatar atau lurus  Menentukan beda tinggi

 Bila dilengkapi benang stadia dapat mengukur jarak

 Bila dilengkapi lingkatan horisontal berskala dapat mengukur sudut horisontal (Ferdian, 2013)

Dalam menggunakan alat ukur waterpass harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut.

1. Garis sumbu teropong harus sejajar dengan garis arah nivo. 2. Garis arah nivo harus tegak lurus sumbu I.

3. Benang silang horisontal harus tegak lurus sumbu I.

Gambar 4. Waterpass

(Sumber: http://mediapancasurveying.com) 2.4 Rambu Ukur

Dalam ilmu ukur tanah, banyak sekali alat ukur yang digunakan dalam berbagai macam pengukuran. Ada berbagai macam pengukuran, yaitu pengukuran sipat datar, pengukuran sudut, pengukuran panjang, dan lain-lain. Alat ukur yang digunakan pun ada yang sederhana dan modern, yang masing-masing bekerja sesuai dengan fungsinya.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa permukaan bumi ini tidak rata, untuk itu diperlukan adanya pengukuran beda tinggi baik dengan cara barometris, trigonometris ataupun dengan cara pengukuran penyipatan datar. Alat yang digunakan dalam pengukuran sipat datar salah satunya adalah rambu ukur.

(10)

Rambu ukur dapat terbuat dari kayu, campuran alumunium yang diberi skala pembacaan. Ukuran lebarnya 4 cm, panjang antara 3m-5m pembacaan dilengkapi dengan angka dari meter, desimeter, sentimeter, dan milimeter. Umumnya dicat dengan warna merah, putih, hitam, kuning. Selain rambu ukur, ada juga waterpass yang dilengkapi dengan nivo yang berfungsi untuk mendapatkan sipatan mendatar dari kedudukan alat dan unting-unting untuk mendapatkan kedudukan alat tersebut di atas titik yang bersangkutan. Kedua alat ini digunakan bersamaan dalam pengukuran sipat datar. Rambu ukur diperlukan untuk mempermudah/membantu mengukur beda tinggi antara garis bidik dengan permukaan tanah. (Yogie, 2010)

Gambar 5. Rambu Ukur

(Sumber: http://www.plazagps.com/images/products/5mstaff.jpg)

Kesalahan yang sering terjadi dalam penggunaan rambu ukur adalah sebagai berikut:

1. Garis bidik tidak sejajar dengan garis jurusan nivo. 2. Kesalahan pembagian skala rambu.

3. Kesalahan panjang rambu. 4. Kesalahan letak skala nol rambu. 2.5 Tripod (Statif)

Statif (kaki tiga) berfungsi sebagai penyangga waterpass dengan ketiga kakinya dapat menyangga penempatan alat yang pada masing-masing ujungnya runcing, agar masuk ke dalam tanah. Ketiga kaki statif ini dapat diatur tinggi

(11)

rendahnya sesuai dengan keadaan tanah tempat alat itu berdiri. Seperti tampak pada gambar dibawah ini.

Gambar 6. Tripod (kaki tiga)

(Sumber: http://www.pythagoras-afrique.com/en_indexf96a.html) 2.6 Pengukuran Sudut dan Jarak dengan Waterpass

Pengukuran sudut dapat dilakukan dengan mengukur beda selisih sudut azimuth dan bacaan skala horizontal.

1. Mengukur selisih sudut azimut Azimut adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari sembarang meridian acuan. Dalam pengukuran tanah datar, Azimut biasanya diukur dari utara, tetapi para ahli astronomi, militer dan National Geodetic Survey memakai selatan sebagai arah acuan. Pernyataan Azimuth, merupakan besarnya sudut arah yang diukur dari utara magnet Bumi ke titik yang lain searah putaran jarum jam. Dengan demikian, pengukuran dengan metode Azimuth mempunyai kisaran 0°– 360° dan tidak memerlukan huruf-huruf untuk menunjukkan kuadran.

2. Mengukur selisih sudut horizontal

Secara definisi sudut horizontal adalah merupakan sudut yang dibentuk oleh selisih dari dua arah. Besaran Sudut dapat ditentukan dari selisih pembacaan skala lingkaran yang terdapat pada arah yang berbeda tersebut, baik secara horizontal maupun secara vertikal.

(12)

Pengukuran jarak dengan alat ukur waterpas merupakan pengukuran sipat datar, jarak mendatar diperoleh dari hasil bacaan benang diafragma dengan persamaan berikut:

J = c (BA – BB) ... (1) J : jarak mendatar (cm)

BA : Bacaan benang atas (cm) BB : Bacaan benang baawah (cm) C : konstanta alat = 100 (Wahyudi, 2006)

2.7 Nivo

Pada waktu melakukan pengukuran dengan alat-alat ilmu ukur wilayah, baik pengukuran mendatar maupun pengukuran tegak, haruslah sumbu kesatu tegak lurus dan sumbu kedua tegak lurus pada sumbu kesatu. Untuk mencapai keadaan dua sumbu itu, digunakan suatu alat yang dinamakan nivo. Menurut bentuknya nivo dibagi dalam dua macam yaitu nivo kotak dan nivo tabung.

Nivo kotak terdiri atas kotak dari gelas yang dimasukkan dalam montur dari logam sedemikian higga bagian atas tidak tertutup. Kotak dari gelas itu diisi dengan eter atau alkohol dan diatas di bagian dalam tutup kotak diberi bentuk bidang lengkung dari bulatan dengan jari-jari yang besar. Bagian kecil kotak itu tidak berisi zat cair sehingga bagian ini kelihatan sebagai gelembung. Pada bagian tengah tutup dinyatakan dengan satu atau lebih lingkarang yang konsentris.

Nivo tabung terdiri atas tabung dari gelas yang berbentuk silinder dengan bidang dalamnya yang atas digosok, hingga mempunyai bentuk bidang bulanan dengan jari-jari yang besar. Irisan memanjang bidang dalam atas menjadi mempunyai bentuk busur lingkaran. Setelah tabung diisi dengan eter kecuali sebagian kecil yang tidak diisi, kedua ujung tabung ditutup dengan menggunakan api colok. Bagian yang tidak diisi dengan zat cair eter akan berisi uap eter jenuh dan dari atas kelihatan lagi sebagi gelembung. (Soetomo, 1992).

(13)

2.8 Ketelitian Pengukuran Sipat Datar

Untuk menentukan baik buruknya pengukuran menyipat datar, sehingga pengukuran harus diulang atau tidak, maka akan ditentukan batas harga kesalahan terbesar yang masih dapat diterima.

Bila pengukuran dilakukan pulang pergi, maka selisih hasil pengukuran pulang pergi tidak boleh lebih besar dari pada:

k1 = ± (2,0 √ Skm) mm untuk pengukuran tingkat pertama (First Order Levelling)

k2 = ± (3,0 √Skm) mm untuk pengukuran tingkat kedua (Second Order Levelling)

k3 = ± (4,0 √Skm) mm untuk pengukuran tingkat ketiga (Third Order Levelling)

Untuk pengukuran menyipat datar yang diikat oleh dua titik yang telah diketahui tingginya sebagai titik-titik ujung pengukuran, maka beda tinggi yang didapat dari tinggi titik-titik ujung tertentu itu tidak boleh mempunyai selisih lebih besar dari pada:

k1 = ± (2,0 ± 2,0 √ Skm) mm untuk pengukuran tingkat pertama

k2 = ± (2,0 ± 3,0 √Skm) mm untuk pengukuran tingkat kedua

k3 = ± (2,0 ± 6,0 √Skm) mm untuk pengukuran tingkat ketiga

(14)

BAB III

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil

Tabel 1. Data Hasil Pengukuran

Tempat Alat Tinggi Alat (m) Tempat Bidikan

Bacaan Belakang Bacaan Muka

Sudut horizonta l Jarak (m) Beda Tinggi (m) Elevasi BA BT BB BA BT BB 1 147,5 BM 170,0 8 170,04 170 0 0 0,08 740 1 133,5 132,75 132 1800 1,5 0,1475 740,1475 2 48,8 47,45 46,1 2,7 1,0005 741,0005 3 25,5 23,35 21,2 4,3 1,2415 741,2415 2 147,1 BM 294,1 291,55 289 00 5,1 4 117,9 117,2 116,5 1800 1,4 0,299 740,299 5 91,8 90,6 89,3 2,5 0,565 740,565 6 63,8 62,2 60,5 3,3 0,849 740,849 7 25 22,6 20,1 4,9 1,245 741,245 3 152,2 6 221,1 219,85 218,6 00 2,5 8 105,2 104,4 103,4 1800 1,8 0,478 741,723 9 57,3 55,3 53,4 3,9 0,969 742,214 10 37,7 35,45 33,2 4,5 1,1675 742,4125 4 147,2 7 266,9 264,6 262,3 00 4,6 11 50,7 48,95 47,2 1800 3,5 0,9825 743,395

(15)

12 19,3 17 14,7 4,6 1,302 743,7145 5 145,7 11 279,7 278,45 277,2 00 2,5 13 113,4 112,5 111,8 1800 1,6 0,332 744,0465 14 73,6 72,1 70,6 3 0,736 744,4505 15 33,7 31,7 29,7 4 1,14 744,8545 16 27,5 25,3 23,2 4,3 1,204 744,9185 6 145,8 10 269,3 267,3 265,3 00 4 17 70,4 68 66,9 1800 3,5 0,778 745,6965 18 36,8 34,5 32,4 4,4 1,113 746,0315 7 142,8 16 256,8 254,5 252,2 00 4,6 19 104,4 103,5 102,6 1800 1,8 0,393 746,4245 20 73,4 71,8 70,2 3,2 0,71 746,7415 21 40,4 38,4 36,3 4,1 1,044 747,0755 8 145,6 18 252,7 250,4 248,3 00 4,4 22 112,2 111,1 110,2 1800 2 0,345 747,4205 23 61,5 59,5 57,3 4,2 0,861 747,9365 9 148,2 21 234,1 232 229,9 00 4,2 24 125,8 125 124,2 1800 1,6 0,232 748,1685 25 90,4 89,2 88 2,4 0,59 748,5265

(16)

Perhitungan :

A. Jarak [c(BA – BB)]

1.1 Jarak Bacaan Belakang 1) 100(170,08 - 170) = 0,08 m 2) 100(294,1 - 289) = 5,1 m 3) 100(221,1 - 218,6) = 2,5 m 4) 100(266,9 - 262,3) = 4,6 m 5) 100(279,7 - 277,2) = 2,5 m 6) 100(269,3 - 265,3) = 4 m 7) 100(256,8 - 252,2) = 4,6 m 8) 100(252,7 - 248,3) = 4,4 m 9) 100(234,1 - 229,9) = 4,2 m 1.2 Jarak Bacaan Muka

1) 100(133,5-132) = 1,5 m 2) 100(48,4-46,1) = 2,7 m 3) 100(25,5-21,2) = 4,3 m 4) 100(117,9-116,5) = 1,4 m 5) 100(91,8-89,3) = 2,5 m 6) 100(63,8-60,5) = 3,3 m 7) 100(25-20,1) = 4,9 m 8) 100(105,2-103,4) = 1,8 m 9) 100(57,3-53,4) = 3,9 m 10) 100(37,7-33,2) = 4,5 m 11) 100(50,7-47,2) = 3,5 m 12) 100(19,3-14,7) = 4,6 m 13) 100(113,4-111,8) = 1,6 m 14) 100(73,6-70,6) = 3 m 15) 100(33,7-29,7) = 4 m 16) 100(27,5-23,2) = 4,3 m 17) 100(70,4-66,9) = 3,5 m 18) 100(36,8-32,4) = 4,4 m 19) 100(104,4-102,6) = 1,8 m 20) 100(73,4-70,2) = 3,2 m 21) 100(40,4-36,3) = 4,1 m 22) 100(112,1-110,2) = 2 m 23) 100(61,5-75,3) = 4,2 m 24) 100(125,8-124,2) = 1,6 25) 100(90,4-88) = 2,4

B. Beda Tinggi = Tinggi Alat – BT bacaan muka Titik Bidikan 1 : 147,5 -132,75 = 0,1475 m Titik Bidikan 2 : 147,5 -47,45 = 1,0005 m Titik Bidikan 3 : 147,5 -23,35 = 1,2415 m Titik Bidikan 4 : 147,1-117,2 = 0,299 m Titik Bidikan 5 : 147,1-90,6 = 0,565 m Titik Bidikan 6 : 147,1 -62,2 = 0,849 m Titik Bidikan 7 : 147,1-22,6 = 1,245 m

(17)

Titik Bidikan 8 : 152,2-104,4 = 0,478 m Titik Bidikan 9 : 152,2-55,3 = 0,969 m Titik Bidikan 10 : 152,2-35,45 = 1,1675 m Titik Bidikan 11 : 147,2-48,95 = 0,9825m Titik Bidikan 12 : 147,2-17 = 1,302 m Titik Bidikan 13 : 145,7– 112,5 = 0,332 m Titik Bidikan 14 : 145,7-72,1 = 0,736 m Titik Bidikan 15 : 145,7-31,7 = 1,14 m Titik Bidikan 16 : 145,7-25,3 = 1,204 m Titik Bidikan 17 : 145,8-68 = 0,778 m Titik Bidikan 18 : 145,8-34,5 = 1,113m Titik Bidikan 19 : 142,8-103,5 = 0,393 m Titik Bidikan 20 : 142,8-71,8 = 0,71 m Titik Bidikan 21 : 142,8-38,4 = 1,044 m Titik Bidikan 22 : 145,6-111,1 = 0,345 m Titik Bidikan 23 : 145,6-59,5 = 0,861 m Titik Bidikan 24 : 148,2-125 = 0,232 m Titik Bidikan 25 : 148,2 -89,2 = 0,59 m C. Elevasi Tempat Alat 1 : 740 + 1,2415 = 741,2415 m Tempat Alat 2 : 740 + 1,245 = 741,245 m Tempat Alat 3 : 741,245 +1,1675 = 742,4125 m Tempat Alat 4 : 742,4125 + 1,302 = 743,7145 m Tempat Alat 5 : 743,7145 + 1,204 = 744,9185 m Tempat Alat 6 : 744,9185 + 1,113 = 746,0315 m Tempat Alat 7 : 746,0315 + 1,044 =747,0755 m Tempat Alat 8 : 747,0755 +0,861 = 747,9365 m Tempat Alat 9 : 747,9365 + 0,59 = 748,5265 m Error : Sudut Horizontal : 6,50

Jarak dari Rambu ukur – Jalon : 30 cm Elevasi : -8,4735

(18)

3.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan pengukuran beda tinggi menggunakan metode sipat ukur datar profil memanjang serta menggunakan alat ukur waterpass. Pengukuran dengan metode sipat ukur datar profil memanjang ini dilakukan tanpa melakukan pindah alat ukur, kecuali titik yang akan diukur sudah tidak lagi terlihat sehingga alat perlu dipindahkan kembali ke titik bacaan terakhir. Pada pengukuran sipat ukur datar profil memanjang ini, pengukuran dilakukan dengan menentukan titik benchmark awal dan titik bacaan terakhir terlebih dahulu. Titik bacaan terakhir ditandai dengan menggunakan jalon dan harus berada pada titik 180 derajat pada titik berdiri alat awal namun sebelum pengukuran dimulai sebaiknya pengukur membuat penanda yang membentuk track lurus dari bacaan belakang pertama ke Jalon dengan cara memasang beberapa patok secara lurus, hal ini bertujuan untuk menentukan acuan arah horisontal dan agar pemindahan patok dari penanda awal ke tempa yang sebenarnya saat pengukuran tidak sulit dilakukan.. Sebelum dilakukan pengukuran beda tinggi, harus dilakukan pembidikan dan pemfisiran jalon yang dipasang pada titik akhir apakah sudah tepat 180 derajat atau belum, sehingga pengukuran dapat dilakukan dan dapat dipastikan akan membentuk jalur dengan garis lurus sebesar 180 derajat. Pemasangan alat ukur juga harus memperhatikan nivo tabung yang terdapat pada alat ukur untuk memastikan bahwa alat ukur yang dipasang sudah tegak lurus dan dalam posisi yang benar untuk digunakan dalam pengukuran.

Pada akhir bidikan akan didapatkan beda elevasi antara titik bawah dan titik letak Jalon dan didapatkan juga error bidikkan horisontal dari titik awal ke titik jalon, hasil menunjukan bahwa error bidikan horisontal hanya sebesar 2,8 derajat sehingga bisa dikatakan perpindahan alat, penyetelan nivo, pengkondisian unting-unting dan pengaturan sudut 180 derajat pada saat pembidikkan dilakukan dengan baik karena error yang dihasilkan hanya sedikit, namun dalam membaca error bidikkan horisontal harus dilakukan dengan cara mengukur sudut yang dibentuk antara titik tengah rambu ukur atau bidikkan dan titik tengah jalon, bukan dengan cara mengukur sudut dari jarak terdekat rambu ukur dan jalon, jika hal demikian dilakukan maka pengukuran error bidikkan horisontal menghasilkan data yang tidak valid. Hasil perhitungan beda elevasi terdapat error yang cukup besar dimana pada data acuan yang dihasilkan dari citra satelit (GPS) beda elevasi titik

Reimon Dion Ripera 240110140050

(19)

awal dan titik jalon adalah 17 meter namun pada hasil perhitungan didapatkan beda elevasi hanya mencapai 9,9 meter, hal ini menunjukan masih banyak kekurangan dan kurangnya ketelitian dalam proses pembidikkan atau pengukuran dan perhitungan, namun hal tersebut belum dapat dianggap benar sepenuhnya karena citra satelit (GPS) juga sangat mungkin memiliki kemungkinan error pembacaan elevasi pada suatu titik.

(20)

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada praktikum kali ini yaitu :

1. Pengukuran dengan metode sipat ukur datar profil memanjang dilakukan tanpa memindahkan alat ukur, kecuali bila rambu ukur sudah tidak terlihat lagi.

2. Pengukuran dengan metoda sipat ukur datar profil memanjang membentuk jalur yang lurus 180 derajat menuju titik akhir pengukuran dengan mengukur beda tinggi di beberapa titik tertentu.

3. Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan membaca benchmark dan menentukan sudut horisontal antara benchmark dengan titik akhir pengukuran, kemudian baru dilakukan pengukuran.

4. Pengukuran metode spat ukur datar profil memanjang bisa digunakan untuk mengukur beda tinggi pada lahan dengan tingkat kemiringan yang tinggi, namun bisa memakan waktu yang lama.

4.2 Saran

Saran untuk praktikum kali ini diantaranya :

1. Ketelitian acuan data dari GPS harus dicek lagi keakuratannya.

2. Praktikan diharapkan lebih memakai perlengkapan yang lengkap demi kelancaran praktikum.

3. Praktikan harus lebih menjaga keamanan alat, contohnya menjaga waterpass agar tidak tersorot sinar matahari secara langsung yang bisa menyebabkan mengapnya cairan nivo.

(21)

3.2 Pembahasan

Pengukuran beda tinggi dengan sipat ukur datar profil memanjang dilaksanakan untuk menentukan elevasi pada lahan dengan menghitung beda tinggi serta jarak. Pengukuran dilaksanakan dengan menentukan titik yang dirasa memiliki perubahan ketinggian dan dapat memberikan gambaran profil lahan.

Pengukuran dilaksanakan dari bawah naik ke atas dimana elevasi awalnya sebesar 740 meter. Beda tinggi dihitung dari selisih antara BT dari bacaan belakang dengan BT dari bacaan muka, pengambilan data beda tinggi ini untuk menentukan setiap perubahan profil dari lahan yang diukur sedangkan yang digunakan dalam menentukan elevasi akhir hanya diambil dari beda tinggi pada jarak paling jauh untuk setiap tempat alat. Namun, pada penentuan elevasi di tempat alat 2 penentuan elevasinya berbeda karena yang titik bidikan yang belakangnya sama dengan Bench Mark pada tempat alat pertama sehingga penentuan elevasinya tidak langsung ditambahkan dengan beda tinggi pada jarak terjauh melainkan ditambahkan dari selisih beda tinggi pada jarak terjauh di tempat alat 2 dengan beda tinggi pada jarak terjauh di tempat alat 1 yaitu sebesar 1,2226. Hasil akhir, didapat error untuk sudut sebesar 6,50 karena patok terakhir

tidak berada tepat dengan jalon, adapun jaraknya sebesar 0,3 meter sedangkan untuk elevasi sebesar 757,3665 sedangkan elevasi yang diukur dengan gps sebesar 757 berarti errornya sebesar +0,3665 masih dalam nilai toleransi. Hasil dari pengukuran jarak serta elevasi digunakan untuk membuat grafik hubungan antara jarak dan elevasi dimana grafik yang dihasilkan berupa garis linear yang naik, sesuai dengan pengukuran dari elevasi yang lebih rendah naik ke atas ke elevasi yang lebih tinggi. Ternyata, penentuan titik bidikan mempengaruhi setiap penggambaran grafik dalam menentukan perubahan tinggi dari lahan yang diukur dimana pada grafik terdapat garis yang naik secara halus dan ada pula yang naik secara tajam yang menandakan kondisi lahan yang curam.

Adapun kesulitan yang dialami selama praktikum adalah kondisi lahan yang curam sehingga penempatan alat agak sulit dan memakan waktu serta penentuan jarak yang jauh tidak memungkinkan karena rambu ukur tidak terbaca akibat kondisi lahan yang curam tersebut.

Candra Melati 240110140057

(22)

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Pengukuran sifat datar profil memanjang digunakan untuk mengetahui jarak serta elevasi pada suatu lahan

2. Penentuan titik dalam pengukuran sifat datar profil memanjang harus memberikan gambaran profil dari lahan yang diukurnya

3. Hasil dari pengukuran jarak serta elevasi digunakan untuk membuat grafik hubungan antara jarak dan elevasi dimana grafik yang dihasilkan berupa garis linear

4. Beda tinggi digunakan untuk menghitung elevasi.

5. Pemasangan unting-unting harus benar-benar sejajar dengan patok dan juga gelembung yang terdapat pada nivo harus dipastikan benar-benar berada di tengah agar hasil bidikan sejajar.

6. Kesalahan membaca hasil bidikan pada rambu ukur akan berpengaruh terhadap perhitungan beda tinggi yang nantinya akan berpengaruh terhadap elevasi.

4.2 Saran

Saran untuk praktikum kali ini adalah sebgagai berikut:

1. Jangan terburu-buru dalam melaksanakan praktikum dan selalu menerapkan SOP.

2. Sebaiknya praktikan lebih teliti lagi dalam melakukan praktikum agar data yang diperoleh lebih akurat.

(23)

3.2 Pembahasan

Praktikum dengan sipat ukur datar profil memanjang dilakukan dengan menggunakan alat ukur waterpas. Praktikum ini dilaksanakan dilahan miring, terjal dan terdapat banyak rumput. Pengukuran beda tinggi sipat ukur datar profil memanjang ini dilakukan dari lahan paling bawah menuju kelahan paling atas. Setiap pindah alat ukur waterpas, jarak tidak perlu mendekati jarak sebelumnya. Hanya saja, perlu diperhatikan bahwa bacaan pada rambu terlihat mengingat kondisi lahan yang miring. Karena kondisi tersebut, maka pengukuran jarak tidak lebih dari 6 meter. Pengukuran pun dilakukan pada satu garis lurus dari titik benchmark ke titik teratas yang telah ditandai dengan jalon dengan sudut 1800.

Untuk menandai pengukuran selanjutnya, maka praktikan menggunakan patok sebagai tanda bahwa pengukuran akan dilakukan pada satu garis lurus.

Praktikan melakukan 9 kali pindah alat dengan titik bidikan yang tidak sama setiap pindah alatnya. Saat melakukan pembacaan rambu pada titik bidikan terakhir, jarak rambu dari jalon yang telah dibuat selurus mungkin dari titik benchmark ternyata tidak pas pada jalon tersebut. Dengan kata lain, patok yang telah ditandai sebelumnya dengan jalon yang telah dipasang berbeda. Jaraknya 0,3 m dan sudut yang melenceng dari jalon sebesar 60.

Selain sudut dan jarak yang berbeda dari jalon, terdapat perbedaan elevasi. Berdasarkan literatur elevasi awal 740 meter dan elevasi di titik akhir 757 meter. Sedangkan elevasi di titik akhir yang didapatkan adalah sebesar 748,5265 meter. Maka dari itu, kesalahan pada elevasi di titik akhir sebesar 8,4735 meter. Kesalahan atau error yang terjadi pada praktikum disebabkan oleh berbagai macam hal. Mulai dari pengamat, kondisi lahan dan alat yang digunakan. Kesalahan yang dilakukan pengamat dapat terjadi saat pembacaan rambu. Saat pembacaan rambu, pengamat kurang focus sehingga pembacaan rambu dilakukan dengan tergesa-gesa dan bacaan rambu pun tidak tegak. Kondisi lahan pun berpengaruh pada kesalahan yang terjadi. Kondisi lahan yang pada kenyataannya miring, terjal dan terdapat banyak rumput liar dapat mempengaruhi pengukuran. Selain itu, patok pun susah dipasang karena lahan yang keras. Factor yang mempengaruhi kesalahan elevasi yang lainnya adalah alat. Alat yang digunakan adalah waterpas sehingga nivo hanya ada satu, berbeda dengan teodolit. Yeyen Yulianti 240110140061

(24)

Kesalahan dapat terjadi pada saat nivo belum tepat ditengah tetapi pembacaan rambu ukur telah dilakukan. Selain itu, dapat terjadi juga unting-unting tidak berada ditengah patok sehingga sedikit demi sedikit membuat alat menjadi geser dan tidak segaris dengan patok yang telah dipasang menuju jalon.

(25)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diambil dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut :

1. Pengukuran beda tinggi dengan sipat datar propil memanjang dapat digunakan untuk kondisi lahan yang miring.

2. Pengukuran beda tinggi propil datar memanjang dilakukan dengan sudut 1800.

3. Jarak pada praktikum ini tidak harus sama dengan jarak sebelumnya, hanya saja rambu ukur harus tetap bisa dibaca.

4. Jarak yang diambil harus pada kondisi lahan tertentu agar dapat digambar secara detail pada grafik.

5. Kesalahan (error) yang terjadi dapat disebabkan oleh pengamat, kondisi alam, dan alat.

4.2 Saran

Saran yang diambil dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut :

1. Praktikan harus melakukan praktikum sesuai modul dan arahan asisten dosen.

2. Praktikan harus menjaga alat yang digunakan. 3. Praktikan harus melakukan praktikum dengan serius.

(26)

3.2 Pembahasan

Pada praktikum pemetaan sumber daya lahan kali ini dilakukan pengukuran beda tinggi dengan sipat ukur datar profil memanjang. Adapun pengukuran dilakukan dengan cara meletakkan alat di antara dua titik lalu membidik alat ke rambu ukur dengan data yang dibutuhkan adalah BA, BT, BB. Dikarenakan alat yang ditempatkan berada di antara dua titik maka rumus beda tinggi yang digunakan adalah BT bidikan belakang dikurang dengan hasil nilai BT bidikan muka. Selain itu dilakukan pula pengukuran jarak, adapun pada pengukuran jarak besar BA dikurang dengan besar BB lalu dikalikan dengan konstanta yang bernilai 100 pada tiap tempat bidikan. Alat yang digunakan pada pengukuran ini adalah waterpas dan rambu ukur.

Dari hasil pengukuran yang didapat dari tiap beda tinggi yang ada dari tiap titik di jumlahkan untuk mengetahui tinggi keseluruhan lahan yang diukur. Adapun tinggi keseluruhan ini diawali dengan elevasi awal 740 m lalu tiap pengukuran yang ada pada tiap titik mempengaruhi nilai tersebut hingga berakhir pada titik terkahir dengan elevasi 757,3665 m. Namun pada pengukuran yang terjadi hasil yang didapat justru lebih dari elevasi yang didapat dan tidak sesuai literatur yang ada atau nilai hasil pengukuran elevasi menggunakan gps dimana elevasi akhir harusnya 757 m, maka pada pengukuran ini didapati nilai error +0,3665 m. Sesuai dengan standar kekeliruan yang ada maka hasil ini dinyatakan akurat dikarenakan standar minimal error pada pengukuran beda tinggi ini adalah 0,5 m. Meskipun belum tentu nilai elevasi yang dihitung menggunakan gps dapat dikatakan akurat. Selain itu didapat pula nilai error sudut sebesar 6,50, sehingga

terdapat error sebesar 30 cm letak jalon dari bidikan. Nilai error sudut ini terjadi dikarenakan letak pengukuran tidak tepat 1800 dari BM awal karena seharusnya

praktikum ini menghasilkan pengukuran pada satu jalur lurus dari bawah hingga atas.

Kekeliruan yang ada bisa dikarenakan beberapa faktor diantaranya pada pengukuran jarak, hasil yang didapat menggunakan pembacaan waterpas bisa saja keliru meskipun pada waterpas nivo yang ada sudah menunjukkan lahan datar. Hal ini bisa dikarenakan kurang telitinya praktikan dalam membaca nilai rambu yang ada. Selain itu letak rambu ukur yang bergerak-gerak, meskipun perbedaan Lia Genesya S 240110140086

(27)

nilai tersebut tidak terlalu signifikan, tetapi tetap perlu diperhatikan dan diperbaiki karena kesalahan sekecil apapun akan mempengaruhi ketepatan pengukuran dan keakuratan data. Selain itu pada saat menyesuaikan sudut yang ada menjadi kesalahan yang mendomnasi nilai error yang didapat, dikarenakan penetapan sudut ini akan mempengaruhi nilai hasil yang ada, terlebih jika perpindahan alat tidak pada tempat yang tepat dan bidikan sumbu yang kurang pas akan memperbesar nilai error yang ada sehingga sudut yang didapat lebih dari 1800.

Pada pembacaan bidikan di waterpas cukup sulit ketika jangkauan rambu ukur tidak dapat terbaca dikarenakan letak antara alat dan rambu ukur cukup jauh dan keadaan lahan dengan ketinggian yang sangat berbeda. Adapun letak rambu ukur yang tidak berdiri tegak juga dapat mempengaruhi data yang ada. Waktu praktikum cukup lama dikarenakan praktikan harus menyesuaikan letak alat agar rambu ukur yang ada dapat terbaca, peletakan alat ini diantaranya juga adalah mengatur tinggi alat, karena hal ini cukup mempengaruhi pembacaan bidikan.

(28)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut: 1. Pengukuran dengan sipat ukur profil memanjang digunakan untuk

mengetahui beda tinggi, jarak dan elevasi suatu wilayah.

2. Dikarenakan alat ditempatkan di antara dua titik maka nilai beda tinggi didapat dari bidikan belakang dikurang bidikan muka. Dalam hal ini alat yang digunakan adalah waterpas.

3. Menurut literatur yang ada, besar nilai elevasi yaitu 740 m – 757 m

4. Nilai error yang didapat adalah +0,3665 m, dengan error sudut sebesar 6,50, sehingga terdapat error sebesar 30 cm letak jalon dari bidikan.

5. Perbedaan hasil nilai pengukuran dikarenakan beberapa kekeliruan diantaranya, kurang telitinya praktikan dalam membaca alat serta letak daripada alat yang digunakan seperti pengaturan nivo nya dan juga letak daripada rambu ukur yang ada dikarenakan lahan yang ada cukup curam dan pengaturan sudut yang tidak tepat sehingga jalur lurus tidak tepat 1800..

4.2 Saran

Adapun saran dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan praktikan mempelajari materi praktikum terlebih dahulu. 2. Diharapkan praktikum dimulai tepat waktu sehingga waktu yang

digunakan dapat maksimal.

3. Diharapkan praktikan dapat lebih teliti dan berhati-hati dalam menggunakan alat yang ada.

(29)

3.2 Pembahasan

4. Pengukuran sipat datar profil memanjang dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tinggi rendahnya permukaan tanah sepanjang jalur pengukuran, yaitu dengan mengukur ketinggian dari masing-masing titik. Pengukuran sipat datar profil banyak digunakan dalam perencanaan suatu wilayah. Dengan pengukuran profil ini, banyak manfaat yang bisa diperoleh dari data yang dihasilkan karena beda tinggi di setiap bagian di wilayah tersebut dapat diketahui. Informasi mengenai beda tinggi sangat berguna dalam melihat penampang suatu permukaan tanah yang tidak rata. Pengukuran dilakukan pada lahan yang memiliki kemiringan berbeda-beda sehingga beda tingginya dapat terlihat jelas yaitu pada praktikum kali ini lahan yang diukur adalah lahan dibawah kantin Simental.

5. Pelaksanaan pengukuran Sipat datar profil memanjang ini tidak jauh berbeda dengan sipat datar memanjang sebelumnya, yaitu melalui jalur pengukuran yang nantinya merupakan titik acuan bagi sipat datar profil melintangnya. Yang membedakan praktikum kali ini dengan praktikum sebelumnya yaitu dimana pada praktikum sebelumnya adalah pengukuran dilakukan dengan membuat titik patokan secara sembarang, tidak memperhatikan sudutnya dan jarak antar patok harus diperhatikan. Namun pada praktikum kali ini, pengukuran dilakukan dengan membuat titik-titik jalur sebagai suatu garis lurus 180o, dimana letak titik-titik tesebut berada

pada setiap perubahan bentuk lahan/ ketinggian lahan, patok yang satu dengan patok yang lainnya harus benar-benar lurus dengan titik awal dan jalon yang akhir.

6. Pada praktikum kali ini tinggi alat dan bacaan tengah pada bidikan muka sangat berpengaruh pada ΔH serta perbedaan terhadap elevasi, karena elevasi awal akan dijumlahkan dengan beda tinggi tersebut sehingga beda tinggi sangat berpengaruh dan harus benar-benar akurat. Hasil dari pengukuran jarak serta elevasi digunakan untuk membuat grafik hubungan antara jarak dan elevasi dimana grafik yang dihasilkan berupa garis linear. 7. Dengan menggunakan rumus Δh= Hi – BT, didapatkan beda tinggi pada setiap ketinggian lahan. Dari hasil pengukuran elevasi, didapatkan nilai perhitungan elevasi kami cukup jauh berbeda dengan nilai elevasi dari GPS. Pada GPS, dikatakan bahwa elevasi lahan tersebut adalah 740 mdpl Istiqomah Haq 240110140088

(30)

pada titik BM dan 757 mdpl pada jalon atas, namun hasil perhitungan didapatkan nilai elevasi pada jalon yang berbeda dengan nilai pada GPS. Error yang didapatkan cukup besar dikarenakan jika dilihat dari sudut akhir pada jalon tidak didapat sudut sebesar 180o dimana berarti patok

terakhir tidak berada tepat dengan jalon. Hasil pengukuran kelompok kami didapatkan bahwa terdapat error sudut horizontal sebesar 6,5o dan jarak

patok terakhir berada 30 cm dari jalon. Seharusnya, patok terakhir berada tepat pada jalon, jika tidak berarti hal tersebut menunjukkan bahwa patok antara titik bidikan satu dengan titik bidikan yang selanjutnya tidak benar-benar sejajar 180o. Semakin besar error pada sudut akhirnya, maka

semakin besar pula error elevasi yang terjadi. Selain itu, perbedaan elevasi yang jauh juga dapat dikarenakan GPS yang digunakan kurang akurat sehingga terdapat perbedaan nilai yang cukup signifikan.

8. Faktor kesalahan lainnya dapat disebabkan oleh praktikan diantaranya yaitu kesalahan dalam membaca skala sudut horizontal pada waterpas dan skala pada rambu ukur, kesalahan mencatat, kesalahan dalam menempatkan alat ukur yang tidak pada garis ukur, kesalahan dalam mendatarkan alat ukur, dan tidak tepat menghimpitkan kedua ujung alat ukur.

(31)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini ialah:

1. Pengukuran dengan metode sipat datar profil memanjang dilakukan pada lahan yang memiliki kemiringan berbeda-beda untuk mendapatkan gambaran tinggi rendahnya permukaan tanah sepanjang jalur pengukuran.

2. Dalam pengukuran sipat datar profil memanjang, patok yang satu dengan patok yang lainnya harus benar-benar lurus dengan titik awal dan jalon yang akhir sampai membentuk sudut 1800.

3. Pattok-patok ditempatkan pada setiap perubahan bentuk lahan atau perubahan ketinggian lahan.

4. Tinggi alat dan bacaan tengah (BT) bidikan muka memperngaruhi beda tinggi lahan.

5. Beda tinggi mempengaruhi nilai elevasi.

6. Semakin besar error yang terjadi pada sudut akhirnya, maka semakin besar pula error elevasi yang terjadi.

7. Perbedaan selisih beda tinggi dan elevasi bisa terjadi karena faktor alat dan kesalahan praktikan.

4.2 Saran

Saran untuk praktikum kali ini adalah:

1. Praktikan harus lebih memahami materi maupun prosedur praktikum dengan membaca buku modul yang telah diberikan terlebih dahulu. 2. Dalam menempatkan patok-patok, praktikan harus lebih teliti agar patok

yang terpasang sesuai berada pada garis lurus dengan jalon.

3. Dalam melakukan bidikan, waterpass jangan sampai tergeser agar tetap pada sudut 1800.

4. Praktikan harus lebih teliti dalam melakukan pembidikan dan memperhatikan nivo pada waterpass.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Pengukuran Beda Tinggi. Terdapat pada: http://geomatika07.wordpress.com/2008/07/18/pengukuran-beda-tinggi/ (diakses pada tanggal 5 April 2016 pukul 20.33 WIB)

(32)

Ferdian, Feri. 2013. Waterpass. Terdapat

http://www.academia.edu/3790480/Waterpass (diakses pada Hari Minggu tanggal 5 April 2016 pukul 20.31WIB).

Irvene, W. 1995. Pengujian untuk Konstruksi. Edisi kedua. Bandung:ITB Press. Sosrodarsono, S., dan Takasaki, M. 2005. Pengukuran Topografi dan Teknik

Pemetaan. Jakarta:Pradnya Paramita.

Wahyudi, Noor. 2006. Ilmu Ukur Tanah. Lab. Dasar Ukur Tanan Teknik Sipil. Banjarbaru.

Yogie. 2010. Rambu Ukur. Terdapat pada

http://yogie-civil.blogspot.com/2010/06/rambu-ukur_14.html (diakses pada tanggal % April 2016 pukul 21.02 WIB).

(33)

Gambar 1. Waterpas dan tripod

Gambar

Gambar 5. Rambu Ukur
Gambar 6. Tripod (kaki tiga)
Tabel 1. Data Hasil Pengukuran
Gambar 1. Waterpas dan tripod

Referensi

Dokumen terkait

Bila sisi-sisi luar rangkaian segitiga ditinjau sebagai 2 buah poligon, yaitu poligon atas A-B- C-D-E-H dengan B sebagai titik awal dan E sebagai titik akhir; kemudian poligon bawah

Pengukuran jarak antara titik A dan B dilakukan dengan metode busur dengan titik A sebagai titik tumpu, kemudian tarik garik lurus dari B hingga