• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENDUGAAN JENIS KELAMIN IKAN: STUDI KASUS IKAN KOI (Cyprinus carpio)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENDUGAAN JENIS KELAMIN IKAN: STUDI KASUS IKAN KOI (Cyprinus carpio)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK

PENDUGAAN JENIS KELAMIN IKAN: STUDI KASUS IKAN KOI

(Cyprinus carpio)

Oleh:

MUHAMMAD IQBAL C06400008

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

2005

PENERAPAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK

PENDUGAAN JENIS KELAMIN IKAN: STUDI KASUS IKAN KOI

(Cyprinus carpio)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Oleh:

MUHAMMAD IQBAL C06400008

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

MUHAMMAD IQBAL. Penerapan Metode Jaringan Syaraf Tiruan untuk Pendugaan Jenis Kelamin Ikan: Studi Kasus Ikan Koi (Cyprinus carpio ). Dibimbing oleh INDRA JAYA dan ODANG CARMAN.

Koi (Cyprinus carpio) merupakan salah satu ikan yang dari dulu hingga saat ini terkenal di masyarakat, khususnya pecinta ikan hias, para hobiis dan pebisnis yang terjun langsung memelihara dan mengkomersialkannya. Koi terkenal karena warna, bentuk dan gerakannya yang menarik sehingga sederetan langkah dilakukan untuk mendapatkan keindahan tersebut. Salah satu langkah penting yang sering dilakukan adalah denga n penentuan jenis kelamin ikan dimana ikan koi jantan pada umumnya memiliki keindahan yang lebih bila dibandingkan dengan koi betina.

Penelitian ini bertujuan untuk mengimplementasikan sebuah sistem yang mampu mengintegrasikan metode pemilahan jenis kela min melalui penerapan jaringan syaraf tiruan sebagai sebuah metode komputasi yang relatif baru dibidang perikanan.

Diharapkan pengembangan sistem ini nantinya mampu melakukan pendugaan yang lebih dini terhadap jenis kelamin ikan koi.

Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan Februari 2005. Sumber data diperoleh dari hasil foto ikan koi yang dipelihara di Laboratorium Basah Biologi Laut. Implementasi dan analisis sistem di lakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan Departemen ITK dan Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan Departemen BDP untuk identifikasi jenis kelamin.

Analisis citra ikan yang didapatkan menggunakan algoritma pengolahan citra sehingga akan dihasilkan nilai deskriptor – deskriptor sebagai masukan pada sebuah jaringan syaraf tiruan. Adapun deskriptor yang diambil yaitu Panjang, Lebar, Perimeter, Area, Elongation, Circulariy, Rectangular, Indeks Warna Merah, Indeks Warna Biru, Indeks Warna Hijau, Intensitas, Hue dan Saturasi objek ikan Koi.

Hasil analisis menunjukan bahwa nilai deskriptor yang dihasilkan ikan jantan dan ikan betina pada umumnya berbeda nyata kecuali pada deskriptor Elongation dan

deskriptor Iindeks Warna Hijau.

Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan (JST) yang digunakan adalah algoritma

Backpropagation. Komponen algoritma JST yang digunakan berbeda untuk ikan jantan

dan betina sangat tergantung pada nilai laju pembelajaran, jumlah neuron tersembunyi dan jumlah iterasi yang dilakukan, sedangkan nilai momentum yang digunakan sama yaitu 0.5

Tingkat akurasi terbaik yang diperoleh adalah 100% pada saat pelatihan baik pada ikan jantan maupun ikan betina sedangkan tingkat akurasi terbaik yang diperoleh pada saat validasi adalah 70%. Pada ikan jantan laju pembelajaran yang memberikan hasil validasi terbaik adalah learning rate 0.9 dengan iterasi maksimum 10,000 kali dan jumlah neuron tersembunyi sebanyak 39 buah, sedangkan pada ikan betina didapatkan nilai laju pembelajaran sebesar 0.3 dengan jumlah neuron tersembunyi sebanyak 39 buah dan iterasi maksimum sebanyak 10,000 kali.

(4)

Judul : PENERAPAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENDUGAAN JENIS KELAMIN IKAN: STUDI KASUS IKAN KOI (Cyprinus carpio)

Nama Mahasiswa : Muhammad Iqbal

NRP : C06400008

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc.

NIP. 131 578 799 NIP. 131 578 847

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi, M.Sc. NIP. 130 805 031

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Pemurah, berkat karunia dan anugrah-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Penerapan Metode Jaringan Syaraf Tiruan untuk Pendugaan Jenis Kelamin Ikan: Studi Kasus Ikan Koi

(Cyprinus carpio) “ sebagai salah satu syarat kelulusan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc sebagai penanggung jawab Laboratorium Instrumentasi dan Telemetri Kelautan sekaligus sebagai ketua dosen pembimbing, Bapak Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc selaku anggota dosen pembimbing dan atas izinnya menggunakan Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan Departemen BDP, Bapak Prof. Dr. Ir. Dedhi Soedharma, DEA selaku kepala Laboratorium Biologi Laut yang telah memberikan izin untuk penggunaan Laboratorium tersebut, Bapak Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc yang telah bersedia menjadi dosen penguji tamu.

Penulis menyadari menyadari keterbatasan yang ada sehingga tulisan ini masih belum sempurna, oleh karena itu perbaikan dan penelitian selanjutnya masih tetap diperlukan. Namun demikian penulis berharap semoga tulisan ini berguna bagi penulis dan pihak lain yang memerlukan.

Bogor, Oktober 2005

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN... viii

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Koi ... 4

2.2 Jaringan Syaraf Tiruan ... ... 8

2.3 JST Propagasi balik... 14

2.4 Penerapan Metode JST di Bidang Perikanan dan Kelautan.. 18

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 20

3.2 Bahan dan Alat Penelitian... 20

3.3 Teknik Pengambilan Data ... 21

3.4 Penentuan Jenis Kelamin Ikan secara Histologi... 22

3.5 Penentuan Deskriptor Ikan dengan Pengolahan Citra ... 23

3.6 Desain Perangkat Lunak Pendugaan Jenis Kelamin Ikan Koi. 28 3.7 Metode JST dalam identifikasi kelamin Ikan Koi... ... 30

3.8 Validasi Model... 32

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Program Aplikasi JST ... 35

4.2 Mengedit Citra Hasil Pemotretan Dengan Image Editor... 37

4.3 Perhitungan Deskriptor dengan Pengolahan Citra... 39

4.4 Basisdata KOI... 42

4.5 Histogram Citra... 44

4.6 Karakteristik Deskriptor Geometrik... 45

4.6.1 Karakteristik Deskriptor Panjang... 46

4.6.2 Karakteristik Deskriptor Lebar... 47

4.6.3 Karakteristik Deskriptor Perimeter... 48

4.6.4 Karakteristik Deskriptor Area... 49

4.6.5 Karakteristik Deskriptor Elongation... 51

4.6.6 Karakteristik Deskriptor Circularity... 52

4.6.7 Karakteristik deskriptor Rectangular... 54

(7)

4.7.1 Karakteristik Deskriptor Indeks Warna Merah... 56

4.7.2 Karakteristik Deskriptor Indeks Warna Hijau... 57

4.7.3 Karakteristik Indeks Warna Biru... 59

4.7.4 Karakteristik Deskriptor Intensitas... 0

4.7.5 Karkteristik Deskriptor Hue... 62

4.7.6 Karakteristik Deskriptor Saturasi... 63

4.8 Pendugaan Jenis Kelamin Ikan Koi dengan JST... 65

4.8.1 Pelatihan JST... 65

4.8.2 Pengujian JST... 73

4.9 Keunggulan metode JST dibandingkan metode histologi dan morfologi untuk penentuan jenis kelamin ikan koi... 72

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 81 5.2 Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA... 83 LAMPIRAN... 85 RIWAYAT HIDUP... 90 iii iv 6

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Deskripsi Statistik Deskriptor Ikan koi Jantan

pada proses pelatihan... 68

2. Tipe Jaringan Syaraf Tiruan Ikan Koi Jantan pada proses Pelatihan... 68

3. Deskripsi Statistik Deskriptor Ikan koi Betina pada proses pelatihan... 71

4. Tipe Jaringan Syaraf Tiruan Ikan Koi Betina pada proses Pelatihan... 71

5. Hasil Dugaan JST pada tipe JST pertama ikan koi jantan... 75

6. Hasil Dugaan JST pada tipe JST kedua ikan koi jantan... 76

7. Hasil Dugaan JST pada tipe JST ketiga ikan koi jantan... 77

8. Hasil Dugaan JST pada tipe JST pertama ikan koi betina... 78

9. Hasil Dugaan JST pada tipe JST kedua ikan koi betina... 79

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan Koi Betina dan Ikan Koi Jantan……… 8

2. Ikan Koi Lokal dan Ikan Koi Impor... 9

3. Konsep Kerja Jaringan Syaraf Tiruan (JST)... 11

4. Gambaran Jaringan Syaraf Tiruan (JST)... 12

5. Model Network Multilayer ... 13

6. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner... 16

7. Arsitektur Jaringan Propagasi Balik... .. 18

8. Teknik Pengambilan Data... . 24

9. Metode Deteksi Tepi dan Ujung Objek... 25

10. Koneksi Piksel 8-Path... 26

11. Alur Perhitungan Deskriptor... ... 28

12. Alur Program Utama yang dikembangkan... 30

13. Struktur Jaringan Syaraf Tiruan yang dikembangkan... 33

14. Form Utama Aplikasi... 36

15. Modul Image Editor dan perhitungan secara manual... 38

16. Citra sebelum dan sesudah diedit... 39

17. Citra hasil Filter, Hasil Binerisasi dan Hasil Deteksi Tepi... 40

18. Tampilan form Advance Filter... 41

19. Struktur Direktori Aplikasi... 42

20. Tampilan Form Database Editor... 43

21. Tampilan Form Copy Database Untuk manipulasi Struktur Database... 44

v

(10)

22. Tampilan form Histogram Citra... 45

23. Grafik Pertumbuhan Linear Panjang Ikan Koi Jantan dan Betina.. 46

24. Grafik Pertumbuhan Linear Lebar Ikan Koi Jantan dan Betina.. 47

25. Grafik Pertumbuhan Linear Perimeter Ikan Koi Jantan dan Betina.. 49

26. Grafik Pertumbuhan Linear Area Ikan Koi Jantan dan Betina... 50

27. Grafik Pertumbuhan Linear Elongation Ikan Koi Jantan dan Betina.. 52

28. Grafik Pertumbuhan linear Circularity ikan Koi Jantan dan Betina.. 53

29. Grafik Pertumbuhan linear Rectangular ikan Koi Jantan dan Betina.. 55

30. Grafik Pertumbuhan linear Indeks Warna Merah ikan Koi Jantan dan Betina... 57

31. Grafik Pertumbuhan linear Indeks Warna Hijau ikan Koi Jantan dan Betina... 58

32. Grafik Pertumbuhan linear Indeks Warna Biru ikan Koi Jantan dan Betina... 60

33. Grafik Pertumbuhan Linear Intensitas Ikan Koi Jantan dan Betina.... 61

34. Grafik Pertumbuhan Linear Hue Ikan Koi Jantan dan Betina... 63

35. Grafik Pertumbuhan Linear Saturasi Ikan Koi Jantan dan Betina... 64

36. Tampilan Form Learning Propagasi balik... .. 66

37. Grafik Perubahan sigma error JST pertama ikan jantan... . 69

38. Grafik Perubahan sigma error JST Kedua ikan jantan... 69

39. Grafik Perubahan sigma error JST ketiga ikan jantan... ... 70

40. Grafik Perubahan sigma error JST pertama ikan betina... . 72

41. Grafik Perubahan sigma error JST Kedua ikan betina... 73

42. Grafik Perubahan sigma error JST ketiga ikan betina... ... 73

43. Tampilan form Aktivasi JST... 74

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data Deskriptor Ikan... 76

2. Hasil Perhitungan FHitung setiap deskriptor Menggunakan Software MINITAB... 80

3. Data Masukan Pelatihan... 82

4. Data Masukan Pendugaan... 86

5. Kode Sumber Beberapa Modul Penting Aplikasi... 88

6. Jenis-jenis JST yang dicoba untuk mencari parameter Terbaik... 91

1.

(12)

2. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Koi (Cyprinus carpio) merupakan salah satu ikan hias yang sejak dulu hingga saat ini terkenal di masyarakat, khususnya pecinta ikan hias, para hobiis dan pebisnis yang terjun langsung memelihara koi dan mengkomersialkannya. Hal ini disebabkan koi memiliki warna yang indah dan eksotis, bentuk dan gerakan yang menarik serta harga yang sangat menggiurkan.

Untuk mendapatkan warna yang indah, bentuk dan gerakan yang menarik para pemelihara koi harus melakukan sederetan langkah yang rumit untuk dilakukan, salah satu langkah terpenting yang harus dilakukan adalah penentuan jenis kelamin (gender) secara dini. Penentuan gender ini penting dilakukan karena pada umumnya koi betina memiliki warna yang kurang tajam dibandingkan dengan koi jantan sehingga warna buram atau tidak cemerlang ini akan sangat menurunkan nilai dari seekor koi, terutama bagi seekor koi kontes.

Penentuan gender yang dilakukan selama ini masih dilakukan secara manual sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama agar ciri – ciri fisik pembeda kelamin tersebut muncul, sehingga biaya produksi yang harus ditanggung oleh para pembudidaya ikan semakin besar, oleh karena itu diperlukan suatu cara yang lebih dini dan lebih baik dalam penentuan jenis kelamin ini.

Perkembangan dunia komputer pada akhir–akhir ini sangat pesat. Hal ini terbukti dengan digunakanya komputer dan komponen yang terintegrasi dengannya hampir di setiap bidang. Salah satu sistem yang kemudian berkembang yaitu sistem kecerdasan

(13)

buatan (Artificial Intelegence). Kecerdasan buatan merupakan teknik menggunakan komputer untuk berpikir atau berperilaku seperti manusia yang jika diamati pada manusia dianggap cerdas.

Pada kesempatan ini penulis mencoba meneliti mengenai salah satu subsistem dari sistem kecerdasan buatan , yaitu yang disebut dengan Jaringan Saraf Tiruan (JST) . JST merupakan suatu struktur komputasi yang dikembangkan dari proses jaringan saraf biologi di dalam otak, dengan kemampuan dasar yaitu mampu mempelajari contoh input dan output yang diberikan, kemudian belajar beradaptasi dengan lingkungan sehingga dapat memecahkan masalah – masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan metode komputasi konvensional.

JST merupakan teknik komputasi yang efektif untuk memecahkan berbagai permasalahan seperti pengidentifikasian sampel (termasuk pengidentifikasian suara dan citra), klasifikasi, kompresi data, optimasi, pemodelan dan peramalan serta pemecahan permasalahan kombinatorial, adaptive control dan multi sensor data fusion. Dalam aplikasinya, JST banyak dipakai dalam masalah klasifikasi (Haralobus dan

Georgakarakos, 1996).

Agar komputer bisa bertindak seperti dan sebaik manusia, maka komputer juga harus diberi bekal pengetahuan, dan mempunyai kemampuan menalar. Untuk itu pada teknik kecerdasan buatan, akan dicoba untuk memberikan beberapa metode untuk membekali komputer dengan kedua komponen tersebut agar komputer bisa menjadi mesin yang pintar (Kusumadewi, 2003).

(14)

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mendesain dan mengimplementasikan sebuah sistem yang mampu melakukan metode pemilahan jenis kelamin ikan Koi (Cyprinus carpio) mela lui penerapan metode jaringan syaraf tiruan.

(15)

3. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Koi

Koi berasal dari ikan karper hitam, sehingga secara sistematik koi dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Yusuf, 2002).

Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Superklas : Gnasthostomata Kelas : Osteichthyes Superordo : Teleostei Ordo : Ostariophysi Famili : Cyprinidae Genus : Cyprinus

Spesies : Cyprinus carpio

Morfologi koi tidak jauh berbeda dengan jenis-jenis ikan yang lain yaitu terdiri atas bagian kepala, badan dan bagian mulut. Bagian badan memiliki pigmen atau warna seperti Xantofora (kuning), Melanofora (hitam), gunofora (putih kemilauan) dan

Eritrofora (merah). Bagian kepala mirip dengan ikan mas koki, tetapi dilengkapi dengan

satu sungut, sedangkan bagian mulut koi tidak terlalu lebar dan bagian rahang tidak memiliki gigi. Gigi yang digunakan untuk mengunyah makanan terletak pada bagian tenggorokan.

(16)

Penentuan jenis kelamin ikan koi pada saat ini dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan metode jaringan secara morfologi dan metode histologis.

Secara morfologi, koi jantan dan betina dapat dibedakan dengan jelas. Perbedaan itu dapat dilihat dari beberapa ciri (Agoes.et.al, 2002) yaitu :

1. Koi jantan bertubuh lebih ramping dibandingkan dengan koi betina 2. Perut koi jantan mengecil sedangkan koi betina perutnya membesar

3. Warna koi jantan lebih menyolok atau nyata dibandingkan dengan koi betina yang berwarna kuning menyolok

4. Bagian anus koi jantan menonjol (cembung) sedangkan koi betina bagian anus cekung ke dalam

5. Koi jantan memiliki tutup insang kasar sedangkan koi betina memiliki tutup insang halus

6. Pada koi jantan, jika bagian perut ke anus dipijit akan mengeluarkan cairan putih seperti susu sedangkan pada koi betina cairanya bening

7. Gerakan koi jantan lebih gesit dibandingkan dengan koi betina. 8. Pertumbuhan koi jantan lebih lambat daripada betina seumurnya

Jenis kelamin ikan koi dapat dibedakan saat ikan tersebut sudah cukup dewasa, kurang lebih saat mencapai ukuran 25 cm. Koi jantan umumnya memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan ujung tubuh yang meruncing, kepalanya tampak lebih besar dari tubuhnya, sementara ikan koi betina memiliki kepala yang lebih kecil dan runcing. Tepi sirip dada bagian pangkal koi jantan lebih tebal dan kuat daripada sirip koi betina. Tubuh betina terlihat gemuk dan lebih lembut bila ditekan, lubang pelvic koi jantan lebih sempit dengan bentuk oval dan agak cekung. Induk koi jantan yang berkualitas

(17)

didapatkan setelah berumur kurang lebih dua tahun sedangkan untuk koi betina harus lebih dari tiga tahun (Ria, 1995).

Untuk membedakan induk jantan dan induk betina memang agak sulit terutama jika ukurannya masih dibawah 25 cm. Induk yang dewasa harus berukuran minimum 40 cm, sehingga tanda-tanda kelaminya tampak jelas (Dayat dan Sitanggang, 2003).

(a) (b)

Sumber: Agoes.et.al (2002)

Gambar 1. Ikan Koi Betina (a) dan Koi Jantan (b)

Secara Histologis, penentuan jenis kelamin ikan koi dilakukan pada saat ikan berumur 140 hari, caranya yaitu dengan mengambil ikan uji lalu diletakkan diatas gelas objek dan dicacah, setelah itu diteteskan larutan asetokarmin dan didiamkan beberapa saat. Preparat ditutup dengan gelas penutup dan diamati dibawah mikroskop. Gonad ikan koi betina akan terlihat berukuran lebih besar dibandingkan dengan gonad ikan koi jantan (Zairin, 2002).

(18)

Koi yang ada di Indonesia memiliki banyak variasi terutama pola warna yang dihasilkan. Umumnya, pecinta ikan hias menggolongkan koi sebagai ikan hias biasa dan ikan hias untuk kontes.

Pada dasarnya, ikan koi yang ada di Indonesia dikelompokkan menjadi 2, yaitu koi lokal dan koi impor. Koi lokal adalah hasil persilangan atau pembastaran antara koi Indonesia dan koi impor sedangkan koi impor adalah koi yang didatangkan dari Jepang.

Koi lokal memiliki perbedaan yang jelas dengan koi impor. Koi lokal memiliki warna yang kurang cemerlang dibandingkan dengan koi impor. Koi impor memiliki warna yang lebih murni, warna putih tidak memudar kekuningan seperti koi lokal, bentuknya juga tidak pipih seperti koi lokal (Agoes.et.al, 2002).

(a) (b)

Sumber: Agoes.et.al (2002)

Gambar 2. Ikan Koi Impor (a) dan Ikan koi lokal (b)

Untuk menyatakan apakah seekor koi (baik koi lokal maupun koi impor) berkualias memang sangat susah, sehingga dibutuhkan suatu standar minimal agar koi

(19)

tersebut dikatakan berkualitas terutama karena koi berfungsi sebagai ikan hias, tentu saja harus memberi kepuasan kepada konsumennya.

2.2 Jaringan syaraf tiruan

Pada sistem yang menggunakan kecerdasan buatan, akan dicoba untuk

memberikan output berupa solusi dari suatu masalah berdasarkan kumpulan pengetahuan yang ada. Input yang diberikan pada sistem yang menggunakan kecerdasan buatan berupa masalah. Pada sistem harus dilengkapi dengan sekumpulan pengetahuan yang ada pada basis pengetahuan. Sistem harus memiliki inference engine agar mampu mengambil kesimpulan berdasarkan fakta atau pengetahuan. Output yang diberikan berupa solusi masalah sebagai hasil dari inferensi.

JST merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia pada struktur komputasi, sehingga output yang dihasilkan bekerja seperti halnya sistem jaringan saraf biologi di dalam otak. Secara sederhana konsep kerja dari jaringan syaraf tiruan dapat dijelaskan oleh Gambar 3 (Demuth dan Beale, 1999 dalam Kusumadewi, 2003).

Sumber: ( Demuth dan Beale, 1999) in Kusumadewi (2003)

Gambar 3. Konsep kerja jaringan syaraf tiruan

Neuron-neuron jaringan syaraf tiruan yang memiliki

bobot tertentu Bandingkan

Target

Perbaiki nilai Bobot Input

(20)

Seperti terlihat pada Gambar 3, bobot hubungan antara elemen atau neuron pada JST disesuaikan berdasarkan galat hasil perbandingan antara output dengan target sampai jaringan mencapai pola target.

Jaringan syaraf tiruan adalah suatu grup pemrosesan elemen-elemen

(neuron-neuron), dimana suatu subgroup (layer) melakukan komputasi yang independent dan

meneruskan hasilnya ke subgroup selanjutnya. Pemrosesan elemen-elemen dalam subgroup ele men mempunyai tingkat aktivasi dari input yang diterimanya, kemudian mengirimkannya sebagai sinyal ke beberapa elemen yang lain. Seperti yang ditunjukan pada Gambar 4, JST ini mempunyai beberapa input dan satu output.

Sumber: Kusumadewi (2003)

Gambar 4. Gambaran Jaringan syaraf tiruan (JST)

Gambar 4 diatas dapat dijelaskan dengan singkat yaitu sebelum sinyal input dimasukan kedalam unit output, suatu sinyal X digandakan dengan beban i ω terhadap i

i

X dinyatakan dengan X =

ω . Oleh unit outputixi X dimasukan kedalam suatu i

fungsi transfer f(x) tertentu (fungsi aktivasi) untuk menghasilkan output akhir. Fungsi transfer f(x) dapat berupa fungsi linier atau fungsi lainya yang dapat lebih kompleks.

Y = f(x) Output f(x) X x x x

ù

ù

ù

Input X =

ωixi

(21)

Layaknya jaringan syaraf biologi, jaringan syaraf tiruan memiliki karakteristik-karakteristik yang khas antara lain:

a) Arsitektur

Merupakan gambaran pola hubungan antara neuron. Pada arsitektur JST terdapat elemen – elemen pemrosesan informasi (neuron – neuron) yang saling berhubungan melalui connection link. Neuron – neuron disusun pada suatu lapisan (layer),

umumnya lapisan – lapisan tersebut terdiri dari lapisan input (input layer), lapisan terselubung (hidden layer) dan lapisan output (ouput layer). Neuron – neuron pada lapisan yang sama biasanya memiliki sifat atau kelakuan yang sama. Arsitektur JST yang digunakan pada penelitian ini adalah multi – layer neural net (JST lapis ganda) yang memiliki satu lapisan terselubung (hidden layer) diantara lapisan input dan lapisan ouput. Arsitektur JST lapisan ganda adalah seperti gambar berikut.

Sumber: (Rich dan Knight) in Sriyasa (2003)

Gambar 5. Model Network Multilayer (Rich dan Knight, 2001)

ù

AB Output Layer Hidden Layer Input Layer

v

BC 1 H0 H H1 H2 H3 HB O0 H O1 H Oc H 1 X0 X1 XA

(22)

dimana :

A

X = Variabel input node A pada lapisan input, A=0, 1, 2, …

B

H = Output node B pada lapisan Hidden, B=0, 1, 2, …

C

O = Output node C pada lapisan terselubung (hidden layer)

AB

ω = Bobot yang menghubungkan node A pada lapisan input dengan

node B pada lapisan hidden

BC

V = Bobot yang menghubungkan node B pada lapisan terselubung (hidden

layer) dengan node C pada lapisan output.

b) Pelatihan (Training)

Pembelajaran (learning) merupakan algoritma yang dipakai untuk penentuan bobot pada hubungan (connection link). Metode pelatihan jaringan syaraf tirua n dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: supervised, reinforcement dan unsupervised. Metode pelatihan supervised yaitu metode pembelajaran dengan output yang

diharapkan telah diketahui sehingga pembelajaran ini dapat diasumsikan dengan guru yang hadir selama proses pelatihan dan setiap contoh yang diberikan terdiri dari nilai input dan nilai target. Selama proses pelatihan, nilai output yang dihasilkan

dibandingkan dengan antar target untuk menentukan besarnya galat. Galat tersebut digunakan untuk mena mbah pembobot pada jaringan syaraf tiruan sehingga dapat meningkatkan kinerja jaringan. Proses pelatihan ini tercapai jika galat pada setiap contoh yang diberikan telah diperkecil pada tingkat yang dapat diterima.

(23)

Contoh algoritma yang menggunakan metode supervised adalah Delta rule,

Backpropagation, Hebian dan Stokastik. Metode pelatihan reinforcement adalah

dengan diasumsikan adanya guru yang hadir selama proses pelatihan, tetapi nilai target tidak diberikan, hanya diberikan indikasi bahwa nilai output adalah benar atau salah, indikasi ini digunakan oleh JST untuk memperbaiki kinerja jaringan. Contoh algoritma yang menggunakan metode reinforcement adalah Learning automata. Metode pelatihan Unsupervised adalah diasumsikan tanpa guru selama proses pelatihan, contoh yang diberikan selama pelatihan hanya berupa input tanpa nilai target. Sistem harus belajar menemukan dan beradaptasi terhadap perbedaan dan persamaan didalam nilai input yang diberikan . Contoh algoritma yang menggunakan metode unsupervised antara lain hopfield dan Kohonen feature Map.

c) Fungsi aktivasi

Fungsi aktivasi yang mentranformasikan total input JST pada suatu neuron untuk menghasilkan sinyal keluaran (outgoing activity). Fungsi aktivasi yang digunakan pada penelitian ini adalah fungsi sigmoid:

)

1

(

1

)

(

+

=

i ix

e

x

f

ω ……… (1) dengan f'(x)=δf(x)(1− f(x)) dimana:

= ωixi δ ... (2) ) ( ' x

f = turunan pertama fungsi aktivasi ω = bobot neuron ke – i; i = 0,1,2,… i X = input ke – i pada layer i

(24)

Fungsi sigmoid biner memiliki nilai pada range 0 sampai 1. oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk jaringan syaraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. walaupun pada penelitian ini hanya membutuhkan nilai keluaran 0 dan 1 tetapi dengan menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner pengambilan keputusan dapat lebih teliti karena perubahan nilai output lebih ”halus” (mengikuti kurva sigmoid) dibandingkan dengan menggunakan fungsi biner, dimana perubahanya sangat ”kasar” (hanya memiliki keluaran 0 dan 1).

Untuk mendapatkan nilai keluaran 0 dan 1 maka akan digunakan nilai 0.5 sebagai batas dimana nilai keluaran dibawah 0.5 dianggap sebagai keluaran 0 dan keluaran diatas 0.5 dianggap sebagai keluaran 1

Sumber: Kusumadewi (2002)

Gambar 6. Fungsi aktivasi sigmoid biner

Pada Gambar 6. dapat dilihat bahwa semakin kecil nilai δ =

ωixi maka keluaran atau output akan semakin landai, ini berarti perubahan nilai output yang dihasilkan akan semakin halus.

ä = 0.2

ä = 1

ä = 0.5 f(x)

(25)

2.3 JST Propagasi Balik

JST propagasi balik merupakan salah satu model JST yang popular dan tangguh. JST ini menggunakan arsitektur yang mirip denga n arsitektur JST multi layer perceptron ( dengan satu atau lebih lapisan tersembunyi diantara lapisan masukan dan lapisan keluaran). JST propagasi balik menggunakan metode pembelajaran terawasi (supervised

training) (Rich dan Knight, 2001).

JST propagasi balik tidak memiliki hubungan umpan balik (feedback), artinya suatu lapisan (layer) tidak memiliki hubungan dengan lapisan sebelumnya sehingga bersifat umpan maju (feedforward), namun galat yang diperoleh diumpankan kembali ke lapisan sebelumnya selama proses pelatihan, kemudian dilakukan penyesuaian bobot. Gambar 7 merupakan arsitektur JST propagasi balik dengan satu lapisan input (unit – unit X ) , satu lapisan tersembunyi (unit-uniti H ) dan satu lapisan output (unit – unit i O ). i

Neuron – neuron pada lapisan yang sama tidak saling berhubungan, tetapi pada lapisan yang berbeda saling berhubungan (fully interconnected). Lapisan input berfungsi untuk meneruskan input dan tidak melakukan komputasi, sedangkan lapisan tersembunyi dan lapisan output melakukan komputasi.

Umumnya, neuron-neuron yang terletak pada lapisan yang sama akan memiliki keadaan yang sama. Faktor terpenting dalam menentukan kelakuan suatu neuron adalah fungsi aktivasi dan pola bobotnya. Pada lapisan yang sama, neuron-neuron akan

(26)

Sumber: Kusumadewi (2003)

Gambar 7. Arsitektur jaringan propagasi balik

Menurut Rich dan Knight (2001) algoritma yang dipakai pada JST propagasi balik adalah sebagai berikut :

1) Tentukan matrik X sebagai lapisan input, vector A O sebagai lapisan output C

dengan C sebagai banyak unit neuronnya, dan matrik H sebagai lapisan B

terselubung dengan B unit neuron. Tingkat aktivasi masing – masing lapisan adalah

-X sebagai tingkat aktivasi pada lapisan input A

-H sebagai tingkat aktivasi pada lapisan terselubung B

-O sebagai tingkat aktivasi pada lapisan output C

Normalisasi nilai input X dan target A Y dalam selang [0..1] C

2) Bobot yang menghub ungkan masing – masing layer adalah:

- ω merupakan bobot yang menghubungkan lapisan input dengan lapisan AB terselubung X0 X1 X2 O1 O2 O3 H0 H1 Input Layer

Hidden Layer Output Layer

Bobot Matrik 2 Bobot Matrik 1 N i l a i I n p u t

(27)

- VBC merupakan bobot yang menghubungkan lapisan terselubung dengan

keluaran.

Tiap-tiap bobot harus bernilai acak dengan nilai antara -1 dan 1

3) Inisialisasi aktivasi unit ambang, dimana nilai unit ini bersifat tetap dan tidak berubah, yaitu:

-X = 1.0 - 0 H = 1.0 0

4) Propagasi nilai aktivasi mulai dari unit-unit lapisan input ke unit-unit lapisan terselubung dengan menggunakan fungsi aktivasi :

) 1 ( 1 ∑ + = i ijx B e H ω ;……… (3) dimana : i = 0,……A j = 1,…….B 0

X = selalu bernilai 1 (satu)

j 0

ω = merupakan bobot threshold untuk unit ke-j lapisan terselubung

5) Propagasikan aktiva si dari unit – unit lapisan terselubung ke unit – unit lapisan output dengan fungsi aktivasi :

) 1 ( 1 ∑ + = j jkh V c e O ;….……….. (4) dimana : i = 0,……B j = 1,…….C 0

(28)

k

V0 = merupakan bobot threshold unit ke- k lapisan output

6) Hitung besar error (äk) keluaran yang dihasilkan oleh lapisan output. Error

merupakan selisih antara output aktual network (Ok) dengan target (yk).

(

k

)(

k k

)

k

k =O 1− y yO

δ k=1,..C; ………... (5)

7) Hitung besar error (äj) unit- unit neuron pada lapisan terselubung sebagai berikut:

(

)

= j j k jk

j H H δω

δ 1 ; j=1,...,B ... (6)

8) Sesuaikan bobot unit- unit neuron antara lapisan terselubung dengan lapisan output dengan memberikan niali learning rate (â) yang menentukan kecepatan jaringan untuk melakukan training.

j k jk H v = βδ ∆ ... (7.a) j k jk jk V H V = +βδ ... (7.b) dimana j= 0,…..,B dan k= 1,…., C

9) Sesuaikan bobot unit- unit neuron antara lapisan input dengan lapisan terselubung

i jk βδx ω = ∆ ... (8.a) i jk jk ω βδx ω = + ... ….. (8.b)

(29)

10) Kembali ke langkah 4 dan ulangi sampai dengan langkah 10, proses dihentikan sampai dengan Ok mendekati yk, dengan menentukan nilai E<0.0001.

2.4 Penerapan metode JST di bidang perikanan dan kelautan

Penerapan metode JST pada bidang perikanan dan kelautan masih jarang dilakukan. Penerapan JST yang sudah dilakukan diantaranya pada tahun 2003, Wayan Sriyasa menerapkan algoritma propagasi balik untuk melakukan pendugaan schooling ikan. Dengan menggunakan jumlah neuron hidden dua kali dari jumlah neuron input dan variasi nilai laju pembelajaran 0.3; 0.5 dan 0.9 dilaporkan bahwa JST propagasi balik dapat diterapkan untuk pendugaan schooling ikan dengan ketelitian mencapai 100% pada saat pelatihan dan akurasi 70% pada saat validasi.

(30)

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan tempat penelitian

Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan bulan Februari 2005. Sumber data diperoleh dari hasil foto ikan koi yang dipelihara di

Laboratorium Basah Biologi Laut. Implementasi dan analisis sistem dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, dan Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan Departemen Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan alat penelitian

Dalam penelitian ini digunakan seperangkat komputer lengkap dengan perangkat lunak yang diperlukan serta alat dan bahan lain yang diperlukan. Perangkat komputer dan bahan yang digunakan yaitu :

1. Komputer dengan CPU berbasis AMD Athlon 2. Bahasa Pemrograman Borland Delphi 7.0

3. Software Pengolah gambar Adobe Photoshop 6.0 4. Program spreadsheet Microsoft Excel

5. Program Apllikasi basisdata Microsoft Acces 6. Lampu Pijar 30 Watt

7. Kamera Digital (3,2 MegaPiksel) 8. Bak pemeliharaan (3 x 1.5 x 0.5 m) 9. Akuarium (50 x50 x 30 cm)

(31)

11. Kertas lilin warna biru

12. Penggaris (Alat Ukur Panjang) 13. Ikan Koi (80 ekor)

Seluruh perangkat keras dan lunak tersebut dipergunakan dalam implementasi sistem serta program yang akan dikembangkan didalam penelitian ini.

Ikan yang dipelihara adalah jenis ikan koi lokal dengan umur ikan satu bulan. Pemeliharaan ikan dilakukan pada bak berukuran 2x3 meter dan disekat dengan dimensi 20x30 cm. Penyekatan ini bertujuan agar ikan dapat dikenali, baik pada saat pengambilan data citra maupun pada proses pencocokan data citra dengan data jenis kelamin ikan yang ditentukan secara histologis.

3.3 Teknik pengambilan data

Image atau citra didapatkan dari hasil pemotretan ikan pada satu sisi pemotretan yaitu pemotretan pada bagian atas ikan. Pemotretan bagian atas ikan ini dilakukan pada jarak 20 cm dari ikan dengan bidang pandang tegak lurus kamera (Gambar 8). Kemudian citra dimasukan kedalam komputer dan disimpan dalam komputer dengan format JPEG

Pengambilan data dilakukan setiap hari dengan frekuensi pengambilan sebanyak satu kali . Dengan frekuensi pengambilan data sekali sehari ini diharapkan mampu memperlihatkan perubahan nilai data deskriptor yang lebih baik.

(32)

3.4 Penentuan jenis kelamin ikan secara histologi

Setelah pengambilan foto selama tiga bulan dilakukan , kemudian ikan –ikan koi tersebut diambil data jenis kelaminnya sebagai input data target bagi sistem jaringan syaraf tiruan yang dibuat. Pada penelitian ini sebanyak 10 ikan yang di uji jenis kelaminnya sehingga didapatkan jenis kelamin yang berbeda yaitu jantan dan betina kemudian diambil satu ikan jantan dan satu ikan betina yang akan dianalisis pada sistem jaringan syaraf tiruan yang dikembangkan.

Penentuan jenis kelamin ikan percobaan dilakukan secara histologi dengan cara pemeriksaan pada jaringan gonad. Adapun prosedur pelaksanaannya yaitu gonad diambil dan dihancurkan pada gelas objek sampai halus dan ditambahkan beberapa tetes larutan asetokarmin. Setelah itu didiamkan beberapa menit dan diamati menggunakan

mikroskop. Gonad ikan koi betina akan terlihat berukuran lebih besar dibandingkan dengan gonad ikan koi jantan

Larutan asetokarmin digunakan dala m pewarnaan jaringan gonad pada penentuan jenis kelamin ikan. Larutan asetokarmin dibuat dengan cara melarutkan 0.6 gram bubuk karmin dalam 100 ml asam asetat 45 %. Larutan dipanaskan selama 2-4 menit.

Selanjutnya didinginkan dan disaring dengan menggunakan kertas saring untuk memisahkan partikel kasarnya (Guerrero dan Shelton, 1974).

Setelah data jenis kelamin secara histologi didapatkan kemudian dilakukan insialisasi data target dimana data target ikan jenis kelamin jantan diberi nilai 1 sedangkan ikan dengan jenis kelamin betina deberi nilai 0.

(33)

Gambar 8. Teknik pengambilan Data

3.5 Penentuan deskriptor Ikan dengan Pengolahan Citra

Penentuan deskriptor ikan koi dilakukan dengan membaca citra digital secara keseluruhan dengan beberapa tahapan yaitu:

1) Setiap piksel citra dibaca secara sistematis dari atas ke bawah.

2) Kemudian dilakukan filtering warna berdasarkan nilai ambang objek. Sebelumnya ambang objek diukur dengan software pengolah image yaitu Adobe Photoshop 6.0. Ikan Keluar Air Masuk Pompa Tripot Kamera

Bak Penampung

Ikan masuk 15 cm 5 cm 30 cm 15 cm 15 cm 30 cm 20 cm 30 cm 30 cm Penggaris

(34)

3) Setelah objek didapatkan kemudian dilakukan binerisasi citra terfilter, dimana objek dan latar diberikan dua warna yang berbeda yaitu putih untuk objek dan hitam untuk latar. Pada tahap ini juga akan dihitung deskriptor indeks warna biru, merah, hijau,nilai hue, nilai saturasi, dan intensitas dari objek.

4) Dengan image yang sudah biner ini dilakukan perhitungan deskriptor

Perhitungan deskriptor diawali dengan perhitungan area dan perimeter dengan cara sebagai berikut:

Sumber: Sriyasa (2003)

Gambar 9. Metode Deteksi tepi dan ujung objek

Deteksi dilakukan dengan pembacaan piksel objek dengan menggunakan kaidah

8-Neighborhs, dimana piksel objek dikelilingi oleh 8 piksel lainya. Awal Deteksi Piksel (Xkiri, Y) Piksel (X, Yatas) Piksel (Xkanan, Y) Piksel (X, Ybawah) Akhir Deteksi

(35)

Pxl(i-1,j-1) Pxl(i-1,j+1) Pxl(i+1,j-1) Pxl(i+1,j+1) Pxl(i,j) Pxl(i-1,j) Pxl(i,j+1) Pxl(i+1,j) Pxl(i,j-1) Sumber: Balza (2005)

Gambar 10. Koneksi Piksel 8-Path

Pendeteksian tepi objek dilakukan dengan koneksi 8-neighborhs atau 8-path (Usman, 2002).

Perimeter objek yaitu jumlah piksel yang menyusun seluruh tepi objek, dimana perimeter dapat dihitung dengan :

Perimeter = Piksel(t)(X,Y) ... (9) Pengukuran luas (area) objek dan latar belakang dilakukan dengan membedakan citra objek dengan latar belakangnya menggunkan citra biner. Objek berwarna putih sedangkan latar berwarna hitam. Luas objek dihitung dengan cara menghitung jumlah piksel yang berwarna putih.

Area = Piksel(X,Y) ... (10) Lebar objek yaitu jarak atau selisih antara koordinat piksel tepi paling bawah dengan koordinat piksel paling atas,

Lebar = Piksel(X, Ybawah) – Piksel(X, Yatas) ... (11)

Pengukuran deskriptor lebar menggunakan rumus diatas dilakukan bila gradien (Xkanan,Y) dan (Xkiri,Y) adalah nol. Jika gradien tersebut tidak nol maka perhitungan

(36)

deskriptor lebar dilakukan denga n menghitung panjang garis lurus yang tegak lurus dengan garis panjang, dengan memanfaatkan sifat gradien tegak lurus yaitu

m1* m2=-1 ... (12) 1 2 1 2 X X Y Y m − − = ... (13) dimana: - Y2 = Ybawah - Y1 = Yatas - X2 = Xkanan - X1 = Xkiri.

Sedangkan panjang objek adalah selisih koordinat piksel tepi paling kanan dengan koordinat tepi paling kiri,

Panjang = Piksel(Xkanan, Y) – Piksel(Xkiri, Y) ... (14)

Untuk konversi jumlah piksel kedalam nilai ukuran panjang (Milimeter) maka pada setiap pemotretan dilakukan pada perbesaran dan jarak yang sama dengan penggaris sebagai kontrol.

(37)

Langkah- langkah perhitungan deskriptor diatas dapat disusun dalam sebuah diagram alir sebagaimana ditunjukan pada Gambar 13.

Mulai

Baca citra secara sistematis

Filtering dan Binerisasi serta hitung sebagian Deskriptor

Deteksi tepi, hitung Sisa Deskriptor

Simpan Hasil

Masih ada data

Selesai Ya

Tidak Pengeditan citra

(38)

Gambar 11. Alur penghitungan deskriptor

3.6 Desain perangkat lunak pendugaan jenis kelamin ikan Koi

Perangkat lunak yang dikembangkan terdiri dari beberapa unit fungsional yaitu unit pengolahan citra, unit perhitungan deskriptor, unit pembelajaran, unit aktivasi dan unit basisdata (database). Semua unit tersebut akan menjadi satu kesatuan membentuk sebuah program utama yang ma mpu melakukan pendugaan gender ikan koi (Gambar 12).

Pertama kali unit pengolahan citra akan bekerja untuk mengolah citra agar dapat mendeteksi deskriptor yang dibutuhkan dengan melakukan proses filtering kemudian dilakukan proses binerisasi citra. Dengan citra yang sudah dibiner ini kemudian dlakukan proses pendeteksian tepi. Unit perhitungan deskriptor sebagian bekerja pada saat citra sudah terbiner yaitu melakukan perhitungan descriptor warna yaitu jumlah warna RGB dan nilai indeksnya, sedangkan sebagian lagi dilakukan pada saat citra sudah di deteksi perimeternya. Hasil perhitungan yang dilakukan oleh unit

perhitungan deskriptor akan disimpan pada unit basisdata. Pada saat penyimpan di unit basisdata terdapat dua pilihan yaitu apakah data tersebut disimpan sebagai data pelatihan atau sebagai data aktivasi.

Setelah semua citra dan deskriptor dideteksi dan datanya disimpan dalam basisdata, kemudian dilakukan proses pelatihan atau aktivasi jaringan. Jika dilakukan proses pelatihan maka akan digunakan basisdata pelatihan dan begitu juga sebaliknya. Pada proses pelatihan digunakan algoritma propagasi balik sedangkan pada proses aktivasi hanya menggunakan algoritma propagasi maju.

(39)

Gambar 12. Alur program utama yang dikembangkan

Mulai

Panggil Image(*.JPG) dan Edit Citra

Baca citra secara Sistematis Filtering dan Binerisasi

Deteksi Tepi dan Hitung Deskriptor Simpan Hasil Masih ada Data?

Propagasi Balik Propagasi Maju Apakah error < 0.001 Keputusan Masih ada Data? Selesai Tidak Ya Pelatihan Aktivasi Tidak Ya Database Pelatihan/ Aktivasi Hitung sebagian Deskriptor Simpan Hasil Ya Tidak Pelatihan/ Aktivasi Pelatihan/ Aktivasi

(40)

3.7 Metode jaringan syaraf tiruan dalam identifikasi kelamin ikan Koi

Pada model jaringan syaraf ini digunakan tiga lapisan yaitu lapisan input, lapisan tersembunyi (hidden layer) dan lapisan output. Pemilihan model dengan 3 lapisan ini dengan pertimbangan bahwa penggunaan JST lebih dari tiga lapisan tidak akan memperbaiki kinerja jaringan.

Faktor deskriptor yang terdeteksi pada citra akan menjadi masukan pada lapisan input dengan jumlah titik simpul (node) pada input adalah sebanyak 14 unit, dengan data masukan berupa Area (A), perimeter (Pr), Lebar (L), panjang (P), Elongation(elong), Circularity (circ) , Rectangular(rect) , indeks warna merah (Ired), indeks warna hijau (Igreen), indeks warna biru (Iblue), intensitas (I), hue (Hu),

dan Saturation (S). lapisan tersembunyi terdiri atas 1, 2 dan 3 kali noda input dan lapisan output terdiri atas satu titik simpul.

Data input yang diberikan pada input layer terdiri atas : a) X1 = Area (A) b) X2 = Perimeter (Pr) c) X3 = Lebar (L) d) X4 = Panjang (P) e) X5 = Elongation (Elong = PL) f) X6 = Circularity (Circ = P 4πA 2 ) g) X7 = Rectangular (rect = PLA)

h) X8 = Indeks warna merah (Ired =

) (R G B

R +

(41)

i) X9 = Indeks warna hijau (Igreen = ) (R G B G + + )

j) X10 = Indeks warna biru (Iblue =

) (R G B B + + ) k) X11 = Intensitas (I = 3 B G R+ + ) l) X12 = hue (cos Hu = ) ( ) ( ) ( 2 2 ( 2 G R B R G R B G R + ⋅ + + + − − ) m) X13 = Saturation ( S = min( ) ) ( 3 RGB B G R I + + − )

Sebagai output terdiri atas dua keputusan yaitu jantan memberikan nilai >0.5 dan betina memberikan nilai < 0.5

Keterangan : B = 1, 2, 3 kali noda input

[0 1] 1 X1 X2 X3 X4 X13 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 HB 1 O1 Input Layer Hidden Layer Output Layer

(42)

Gambar 13. Struktur jaringan syaraf tiruan yang dikembangkan 3.8 Validasi model

Setelah sistem menyelesaikan proses pembelajaran maka diperlukan adanya proses pengujian kinerja apakah jaringan yang kita bangun telah bekerja sesuai dengan yang diharapkan tentu saja pengujian ini menggunakan data yang belum pernah diberikan kepada jaringan. Proses pengujian ini disebut dengan validasi. Kinerja jaringan dapat dinilai berdasarkan nilai RMSE (Root Mean Square Error) pada proses generalisasi contoh data input-output baru, nilai RMSE dapat dirumuskan menjadi :

(

)

n a p RMSE =

− 2 ;………. (15) dimana :

p = nilai prediksi yang dihasilkan oleh jaringan a = nilai target yang diberikan oleh jaringan n = jumlah contoh pada set data validasi

Jika sistem (JST) telah berhasil selama proses pelatihan dan validasi maka sistem tersebut sudah dapat digunakan untuk aplikasi selanjutnya.

(43)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Program aplikasi JST

Perangkat lunak yang dikembangkan dalam penentuan jenis kelamin ikan koi dengan menggunakan pengolahan citra dan JST adalah berupa program aplikasi yang bekerja pada sistem operasi Microsoft Windows™. Aplikasi ini dibangun dengan teknologi yang mendukung objek GUI (Graphical User Interface), dimana dalam era pemrograman Windows objek GUI dapat mendukung aplikasi yang bersifat ramah pemakai (user friendly) sehingga dengan demikian aplikasi ini dapat mudah dipahami dan digunakan oleh pengguna.

Secara garis besar aplikasi ini dikembangkan dengan dua unsur dasar yaitu unsur fungsi dan unsur komunikasi. Unsur fungsi dalam hal ini berarti bahwa aplikasi ini mampu melakukan fungsinya sebagai aplikasi yang dapat melakukan komputasi yang relatif rumit dengan serangkaian fungsi aritmatika dan logika yang kompleks tanpa mengalami gangguan pada saat aplikasi dijalankan. Unsur kedua adalah unsur komunikasi, dimaksudkan di sini bahwa aplikasi ini sebagaimana fungsinya untuk melakukan komputasi yang rumit namun tetap mudah digunakan oleh pengguna tanpa harus memiliki kemampuan pemrograman yang tinggi, bahkan diharapkan pengguna yang tidak memiliki kemampuan programming sama sekali dapat pula memakai aplikasi ini tanpa mengalami kesulitan.

Perangkat lunak ini didesain dengan beberapa modul utama antara lain modul pengolah citra, modul pengedit citra (image editor), modul komputasi JST serta modul basisdata. Modul- modul ini kemudian diintegrasikan dalam menu- menu yang

dikelompokkan berdasarkan fungsinya masing – masing. Aplikasi ini terdiri atas 8 menu

(44)

utama yang terdiri atas menu File, Edit, View, Tool, ANN, Report, Window, Help. Desain antarmuka aplikasi ini adalah seperti terlihat dalam Gambar 14.

Gambar 14. Form utama aplikasi

Menu tersebut terdiri dari submenu yang berfungsi untuk melakukan operasi pengolahan citra dan komputasi untuk simulasi JST, serta penyimpanan dan pengelolaan basisdata koi.

4.2 Mengedit citra hasil pemotretan dengan image editor

Citra yang dihasilkan dari hasil pemotretan tidak bisa langsung digunakan dalam modul pengolah citra tetapi terlebih dahulu harus diedit sehingga tidak terjadi kesalahan

Citra Ikan KOI

Hasil Analisis Image Processing

Data Hasil Analisis Aksi Image

Processing

Histogram Keabuan Menu Utama

(45)

dalam pendeteksian nilai – nilai deskriptor ikan pada saat melakukan pengolahan citra. Pengeditan citra dapat dilakukan menggunakan image editor yang terintegrasi dalam aplikasi ini.

Image editor dibuat sehingga user dapat melakukan pengeditan terhadap citra baik

melakukan pengeditan yang bersifat standar seperti cropping, brush, sizing image maupun melakukan pengeditan yang berisifat advance seperti balancing, soften, lighten,

gradien dan lain- lain.

Untuk citra pemotretan, dimana ikan yang dipotret tidak tepat tegak lurus dapat juga diukur nilai deskriptornya, yaitu panjang dan lebar objek di dalam modul ini, dengan disediakannya fasilitas line tool dan zoom serta informasi nilai panjang vektor yang dihasilkan oleh line tool tersebut, seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 15.

Zoom Sehingga Piksel Tepi terlihat cukup Jelas

(46)

Gambar 15. Modul image editor dan perhitungan deskriptor lebar

Line tool digunakan untuk membuat garis yang menyatakan panjang maupun

lebar dari ikan, sedangkan zoom digunakan untuk memudahkan user dalam menentukan ujung atau tepi dari objek yang diukur.

Pengeditan citra pada umumnya dilakukan dengan beberapa langkah yaitu sizing

image (pengubahan ukuran citra), cropping image (pemotongan citra) kemudian

pemberian warna latar yang sama yaitu biru dengan brush. Contoh hasil pengeditan citra dapat dilihat pada Gambar 16.

(a)

(b)

Gambar 16. (a) Citra sebelum diedit, (b) Citra Setelah diedit

4.3 Perhitungan deskriptor ikan dengan pengolahan citra

Perhitungan deskriptor ikan dengan proses pengolahan citra dilakukan menggunakan beberapa algoritma yang ada yaitu algoritma filtering, binerisasi dan algoritma pendeteksian tepi (edge detection).

(47)

1. Filtering : Langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa objek (Ikan) dengan latar terpisah dengan baik, nilai ambang yang digunakan dapat berbeda untuk setiap cit ra tergantung pada pembacaan histogram dan penangkapan visual dari user. Contoh hasil filter dapat dilihat pada Gambar 17.a. Terdapat dua fasilitas filter yang disediakan pada aplikasi ini yaitu filter yang didasarkan pada satu warna dasar kemudian filter berdasarkan tiga nilai RGB citra atau disebut advance filter (Gambar 18).

2. Binerisasi : Langkah ini dilakukan setelah proses filter dilakukan, proses binerisasi ini bertujuan untuk memisahkan objek dengan latar, sehingga perhitungan deskriptor objek dapat dilakukan dengan lebih mudah. Contoh hasil Binerisasi dapat dilihat pada Gambar 17.b. Pada proses binerisasi inilah akan dihitung nilai deskriptor luas, nilai indeks warna biru, indeks warna merah, indeks warna hijau, intensitas, hue dan saturasi dari objek.

3. Deteksi Tepi : Langkah ini dilakukan dengan memberikan nilai piksel putih pada setiap tepi objek yang dideteksi dengan matriks 8 – neighborhs. Pada proses ini juga akan dihitung nilai perimeter, panjang, lebar, elongation, rectangular dan nilai circularity dari objek.

Teknik pengolahan citra pada penelitian ini masih tergolong sederhana, masih tergantung pandangan visual pengguna terutama dalam penentuan nilai ambang objek citra, hal ini disebabkan oleh citra yang dihasilkan masih belum baik dikarenakan nilai RGB latar yang diharapkan berbeda jauh dengan nilai RGB objek ternyata sangat susah didapatkan karena kondisi pencahayaan dan tingkat kekeruhan air yang berbeda pada saat

(48)

pemotretan. Akibat bervariasinya nilai RGB latar ini menyebabkan automatisasi pengolahan citra susah dilakukan.

(a)

(b)

(c)

Gambar 17. (a) Citra hasil filter (b) Citra hasil binerisasi (c) Citra hasil deteksi tepi

(49)

Gambar 18. Tampilan form Advance filter 4.4 Basisdata KOI

Data yang dihasilkan dari proses pengolahan citra akan disimpan dalam basisdata paradox. Basisdata koi ini terdiri atas dua alias yaitu basisdata untuk proses pembelajaran yang terdapat pada direktori C:\iqbal\databasekoilearn dan basisdata proses pengujian yang terdapat pada direktori C:\iqbal\databasekoiactiv.

Gambar 19. Struktur Direktori Aplikasi

Untuk melakukan pengeditan terhadap basisdata, pada aplikasi ini juga disediakan

database editor yang akan membantu user dalam mengedit dan melihat data yang telah

disimpan pada direktori tersebut.

Gambar 20. Tampilan form database editor

Directory Directory Database

(50)

Pada database editor ini yang dapat diedit hanyalah isi dari setiap field basisdata tetapi tidak dapat merubah struktur dari basisdata. Bagi pengguna yang ingin menyimpan file basisdatanya dalam file Microsoft Acces juga disediakan tool untuk konversi

basisdata dari basisdata Paradox ke basisdata Microsoft Acces, serta bagi pengguna yang sangat familiar dengan pengolahan data menggunakan Microsoft Excel juga telah

disediakan ala t bantu konversi data ke Microsoft Excel (*.CSV). Untuk pengguna yang menguasai sedikit bahasa SQL (Baca: Sequel) maka disediakan juga alat bantu yang disebut copy database. Alat bantu ini sengaja ditujukan untuk merubah struktur dari basisdata sehingga dengan data yang sama dapat dilakukan proses pembelajaran atau aktivasi yang berbeda terutama jika pengguna menginginkan jumlah dan jenis input berbeda.

Gambar 21. Tampilan form copy database untuk manipulasi struktur basisdata

(51)

4.5 Histogram citra

Pada aplikasi ini juga disediakan alat bantu bagi pengguna yang cukup baik pemahamanya tentang sebaran warna citra yaitu histogram citra, dengan alat bantul ini diharapkan seorang pengguna dapat terbantu dalam menentukan nilai ambang dari setiap citra yang akan dianalisis. Nilai – nilai statistik citra ini juga dapat disimpan dalam sebuah file teks sehingga bagi pengguna yang ingin mengikuti perkembangan statistik histogram citra yang dianalisis dapat dengan mudah terbantu. Tampilan form histogram citra ini dapat dilihat pada Gambar 22 .

(52)

4.6 Karakteristik deskriptor geometrik

Data deskriptor yang termasuk data deskriptor geomerik yaitu panjang, lebar, area, perimeter, elongation, circularity dan rectangular. Nilai elongation, circularity dan

rectangular merupakan data turunan artinya data tersebut bukan merupakan data yang

diambil secara langsung dari citra yang dimasukan tetapi merupakan hasil perhitungan dari data deskriptor geometrik yang lain.

4.6.1 Karakteristik deskriptor Panjang

Kisaran panjang untuk ikan koi jantan yang diambil yaitu berkisar antara 57.10 - 98.97 mm dengan nilai rata-rata 78.09 mm dan simpangan baku sebesar 12.72 dengan kecepatan pertumbuhan linear ikan koi jantan ini sebesar 0.73 mm/hari dengan nilai R2 sebesar 0.99. Untuk ikan koi betina nilai panjang yang terdeteksi berkisar antara 60.66 – 113.49 mm dengan nilai rata – rata 93.10 dan simpangan baku sebesar 16.03 dengan kecepatan pertumbuhan linear sebesar 0.86 mm/hari pada R2 sebesar 0.94.

y = 0,726x + 55,943 R2 = 0,9942 y = 0,9069x + 65,893 R2 = 0,9438 0 20 40 60 80 100 120 140 0 10 20 30 40 50 60 70 Hari Panjang (mm) Jantan Betina

(53)

Gambar 23. Grafik pertumbuhan linear panjang ikan koi jantan ( ) dan betina ( ) Hasil perhitungan nilai FHitungmenunjukan data deskriptor panjang ikan koi jantan

dan data deskriptor panjang ikan koi betina berbeda nyata (lampiran 2), hal ini menunjukan pertumbuhan linear panjang ikan koi jantan dan betina berbeda nyata.

4.6.2 Karakteristik deskriptor Lebar

Kisaran lebar untuk ikan koi jantan yang diambil yaitu berkisar antara 27.41 - 50.21 mm dengan nilai rata-rata 39.52 mm dan simpangan baku sebesar 6.85 dengan kecepatan pertumbuhan linear lebar ikan koi jantan ini sebesar 0.39 mm/hari pada nilai R2 sebesar 0.97. Untuk ikan koi betina nilai lebar yang terdeteksi berkisar antara 25.26 – 59.66 mm dengan nilai rata – rata 47.61 dan simpangan baku sebesar 11.76 dengan kecepatan pertumbuhan linear sebesar 0.67 mm/hari pada R2 sebesar 0.96.

y = 0,3863x + 27,732 R2 = 0,9689 y = 0,6711x + 27,471 R2 = 0,9612 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 10 20 30 40 50 60 70 Hari Lebar (mm) Jantan Betina

(54)

Hasil perhitungan nilai FHitung menunjukan data deskriptor lebar ikan koi jantan

dan data deskriptor lebar ikan koi betina berbeda nyata (lampiran 2), hal ini menunjukan pertumbuhan linear lebar ikan koi jantan dan betina berbeda nyata.

4.6.3 Karakteristik deskriptor Perimeter

Perimeter adalah jumlah piksel yang dianggap sebagai tepi dari ikan koi. Perimeter ikan koi jantan pada penelitian ini berkisar antara 1769 - 6978 piksel dengan nilai rata-rata 4198.92 piksel dan simpangan baku sebesar 1398.97 dengan kecepatan pertumbuhan linear perimeter ikan koi jantan ini sebesar 78.79 piksel/hari pada nilai R2 sebesar 0.97. Untuk ikan koi betina nilai perimeter ya ng terdeteksi berkisar antara 2800 - 14980 piksel dengan nilai rata – rata 8112.04 dan simpangan baku sebesar 3686.28 dengan kecepatan pertumbuhan linear sebesar 212.49

piksel/hari pada R2 sebesar 0.98.

y = 212,49x + 1737,3 R2 = 0,9802 y = 78,768x + 1796,5 R2 = 0,9669 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 0 10 20 30 40 50 60 70 Hari Perimeter (piksel) Jantan Betina

(55)

Hasil perhitungan nilai FHitung menunjukan data deskriptor perimeter ikan koi

jantan dan data deskriptor perimeter ikan koi betina berbeda nyata (lampiran 2), hal ini menunjukan pertumbuhan linear perimeter ikan koi jantan dan betina berbeda nyata.

4.6.4 Karakteristik deskriptor Area

Area adalah jumlah piksel yang dianggap sebagai objek. area ikan koi jantan pada penelitian ini berkisar antara 40216 - 96209 piksel dengan nilai rata-rata 64431.13 piksel dan simpangan baku sebesar 18559.96 dengan kecepatan pertumbuhan linear perimeter ikan koi jantan ini sebesar 1036.5 piksel/hari pada nilai R2 sebesar 0.95. Untuk ikan koi betina nilai area yang terdeteksi berkisar antara 48959 - 143310 piksel dengan nilai rata – rata 107446.37 dan simpangan baku sebesar 29630.54 dengan kecepatan pertumbuhan linear sebesar 1646.6 piksel/hari pada R2 sebesar 0.91. y = 1646,6x + 58351 R2 = 0,911 y = 1036,5x + 32817 R2 = 0,9513 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000 0 10 20 30 40 50 60 70 Hari Area (piksel) Jantan Betina

(56)

Hasil perhitungan nilai FHitung menunjukan data deskriptor area ikan koi jantan

dan data deskriptor area ikan koi betina berbeda nyata (lampiran 2), hal ini menunjukan pertumbuhan linear area ikan koi jantan dan betina berbeda nyata.

4.6.5 Karakteristik deskriptor Elongation

Elongation adalah nilai perbandingan antara panjang dan lebar suatu objek. Elongation ikan koi jantan pada penelitian ini berkisar antara 1.81 - 2.22 dengan nilai

rata-rata 1.98 dan simpangan baku sebesar 0.08 dengan kecepatan pertumbuhan linear

elongation ikan koi jantan ini sebesar -0.0013 /hari pada nilai R2 sebesar 0.0862. Untuk ikan koi betina nilai elongation yang terdeteksi berkisar antara 1.72 – 2.44 dengan nilai rata – rata 1.9997 dan simpangan baku sebesar 0.19007 dengan kecepatan pertumbuhan linear sebesar -0.0101/hari pada R2 sebesar 0.83.

y = -0,0101x + 2,3022 R2 = 0,8295 y = -0,0013x + 2,0224 R2 = 0,0862 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 0 10 20 30 40 50 60 70 Hari Elongation Jantan Betina

(57)

Hasil perhitungan nilai FHitung menunjukan data deskriptor elongation ikan koi

jantan dan data deskriptor elongation ikan koi betina tidak berbeda nyata (lampiran 2), hal ini menunjukan pertumbuhan linear elongation ikan koi jantan dan betina tidak berbeda nyata.

4.6.6 Karakteristik deskriptor Circularity

Circularity adalah nilai yang memberikan informasi apakah objek cenderung

berbentuk bulat atau ellips, jika objek tersebut bulat maka nilai circularity objek tersebut sama dengan 1 dan nilai ini akan bertambah sesuai dengan kelonjonganya.

Circularity ikan koi jantan pada penelitian ini berkisar antara 6.20 - 40.72 dengan

nilai rata-rata 22.39 dan simpangan baku sebesar 8.47 dengan kecepatan pertumbuhan linear circularity ikan koi jantan ini sebesar -0.4435 /hari pada nilai R2 sebesar 0.84. Untuk ikan koi betina nilai circularity yang terdeteksi berkisar antara 12.75 – 124.67 dengan nilai rata – rata 50.82 dan simpangan baku sebesar 33.64 dengan kecepatan pertumbuhan linear sebesar -1.8663/hari pada R2 sebesar 0.91.

(58)

y = 1,8663x - 5,1719 R2 = 0,908 y = 0,4435x + 8,8658 R2 = 0,8369 -20 0 20 40 60 80 100 120 140 0 10 20 30 40 50 60 70 Hari Circularity Jantan Betina

Gambar 28. Grafik pertumbuhan linear circularity ikan koi jantan ( ) dan betina ( )

Hasil perhitungan nilai FHitung menunjukan data deskriptor circularity ikan koi

jantan dan data deskriptor circularity ikan koi betina berbeda nyata (lampiran 2), hal ini menunjukan pertumbuhan linear circularity ikan koi jantan dan betina berbeda nyata.

4.6.7 Karakteristik deskriptor rectangular

Rectangular adalah nilai yang memberikan informasi apakah suatu objek

berbentuk persegi, jika objek tersebut berbentuk persegi maka nilai rectangularnya sama dengan 1. Rectangular ikan koi jantan pada penelitian ini berkisar antara 0.04 – 0.06 dengan nilai rata-rata 0.05 dan simpangan baku sebesar 0.0044 dengan

kecepatan pertumbuhan linear rectangular ikan koi jantan ini sebesar 0.0002 /hari pada nilai R2 sebesar 0.45. Untuk ikan koi betina nilai rectangular yang terdeteksi berkisar antara 0.0298 – 0.05228 dengan nilai rata – rata 0.0414 dan simpangan baku

(59)

sebesar 0.0060 dengan kecepatan pertumbuhan linear sebesar 0.0003/hari pada R2 sebesar 0.93. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar 31.

y = 0,0003x + 0,0312 R2 = 0,9272 y = 0,0002x + 0,0432 R2 = 0,4386 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0 10 20 30 40 50 60 70 Hari Rectangular Jantan Betina

Gambar 29. Grafik pertumbuhan linear rectangular ikan koi jantan ( ) dan betina ( )

Hasil perhitungan nilai FHitung menunjukan data deskriptor rectangular ikan koi

jantan dan data deskriptor rectangular ikan koi betina berbeda nyata (lampiran 2), hal ini menunjukan pertumbuhan linear rectangular ikan koi jantan dan betina berbeda nyata.

4.7 Karakteristik deskriptor warna

Data deskriptor yang termasuk data deskriptor warna yaitu indeks warna merah, indeks warna hijau, indeks warna biru, hue, saturasi dan intensitas. Nilai hue, saturasi dan intensitas merupakan data turunan artinya data tersebut bukan merupakan data yang diambil secara langsung dari citra yang dimasukan tetapi merupakan hasil perhitungan dari data deskriptor warna yang lain. Data yang dihasilkan dari deskriptor warna ini sangat fluktuatif disebabkan oleh pengkondisian cahaya dan air pada saat pengambilan

(60)

citra masih kurang baik. Pengkondisian cahaya pada penelitian ini hanya menggunakan lampu pijar 30 watt dengan keadaan terbuka, pada kondisi seperti ini pengaruh cahaya luar seperti sinar matahari ternyata masih ada, penggunaan air yang berulang-ulang pada pemotretan juga mempengaruhi warna ikan, karena sifat warna ikan koi yang mengikuti keadaan lingkungannya (komunikasi pribadi Carman, 2005).

4.7.1 Karakteristik deskriptor Indeks Warna Merah

Kisaran nilai indeks warna merah ikan koi jantan yang dideteksi yaitu 0.145 – 0.263 dengan nilai rata – rata 0.178 dan simpangan baku sebesar 0.0208 pada R2 sebesar 0.17 dengan laju pertumbuhan linear sebesar -0.0005/hari. Sedangkan untuk ikan koi betina yang dideteksi memiliki kisaran nilai indeks warna merah antara 0.144 sampai 0.263 dengan nilai rata – rata sebesar 0.228 dan simpangan baku sebesar 0.0355 pada R2 0.20 dan memiliki tingkat pertumbuhan linear sebesar 0.0009/hari. y = 0,0009x + 0,2 R2 = 0,2009 y = -0,0005x + 0,1926 R2 = 0,1737 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0 10 20 30 40 50 60 70 Hari

Indeks Warna Merah

Jantan Betina

Gambar 30. Grafik pertumbuhan linear Indeks Warna Merah ikan koi jantan ( ) dan betina ( )

(61)

Hasil perhitungan nilai FHitung menunjukan data deskriptor indeks warna merah

ikan koi jantan dan data deskriptor indeks warna merah ikan koi betina berbeda nyata (lampiran 2), hal ini menunjukan pertumbuhan linear indeks warna merah ikan koi jantan dan betina berbeda nyata.

4.7.2 Karakteristik deskriptor Indeks Warna Hijau

Kisaran nilai indeks warna hijau ikan koi jantan yang dideteksi yaitu 0.215 – 0.243 dengan nilai rata – rata 0.225 dan simpangan baku sebesar 0.005967 pada R2 sebesar 0.002 dengan laju pertumbuhan linear sebesar 2 x10-5/hari. Sedangkan untuk ikan koi betina yang dideteksi memiliki kisaran nilai indeks warna hijau antara 0.147 sampai 0.263 dengan nilai rata – rata sebesar 0.228 dan simpangan baku sebesar 0.03465 pada R2 0.14 dan memiliki laju pertumbuhan linear sebesar 0.0008/hari.

Gambar 31. Grafik pertumbuhan linear Indeks Warna Hijau ikan koi jantan ( ) dan betina ( )

(62)

Hasil perhitungan nilai FHitung menunjukan data deskriptor indeks warna hijau

ikan koi jantan dan data deskriptor indeks warna hijau ikan koi betina tidak berbeda nyata (lampiran 2), hal ini menunjukan pertumbuhan linear indeks warna hijau ikan koi jantan dan betina tidak berbeda nyata.

4.7.3 Karakteristik deskri ptor Indeks Warna Biru

Kisaran nilai indeks warna biru ikan koi jantan yang dideteksi yaitu 0.494 – 0.633 dengan nilai rata – rata 0.598 dan simpangan baku sebesar 0.0249 pada R2 sebesar 0.11 dengan laju pertumbuhan linear sebesar 0.0005/hari. Sedangkan untuk ikan koi betina yang dideteksi memiliki kisaran nilai indeks warna biru antara 0.475 sampai 0.709 dengan nilai rata – rata sebesar 0.545 dan simpangan baku sebesar 0.0701 pada R2 0.17 dan memiliki tingkat pertumbuhan linear sebesar -0.0017/hari.

Gambar 32. Grafik pertumbuhan linear Indeks Warna Biru ikan koi jantan ( ) dan betina ( )

(63)

Hasil perhitungan nilai FHitung menunjukan data deskriptor indeks warna biru ikan

koi jantan dan data deskriptor indeks warna biru ikan koi betina berbeda nyata (lampiran 2), hal ini menunjukan pertumbuhan linear indeks warna biru ikan koi jantan dan betina berbeda nyata.

4.7.4 Karakteristik deskriptor Intensitas

Intensitas adalah nilai rata – rata RGB suatu objek atau biasa disebut dengan tingkat keabuan suatu objek. Kisaran nilai intensitas ikan koi jantan yang dideteksi yaitu 89.09– 118.31 dengan nilai rata – rata 95.56 dan simpangan baku sebesar 5.858 pada R2 sebesar 0.02 dengan laju pertumbuhan linear sebesar -0.0503/hari.

Sedangkan untuk ikan koi betina yang dideteksi memiliki kisaran nilai intensitas antara 90.04 sampai 113.99 dengan nilai rata – rata sebesar 103.97 dan simpangan baku sebesar 4.529 pada R2 0.14 dan memiliki tingkat pertumbuhan linear sebesar -0.0983/hari.

(64)

Hasil perhitungan nilai FHitung menunjukan data deskriptor intensitas ikan koi

jantan dan data deskriptor intensitas ikan koi betina berbeda nyata (lampiran 2), hal ini menunjukan pertumbuhan linear intensitas ikan koi jantan dan betina berbeda nyata.

4.7.5 Karakteristik deskriptor Hue

Kisaran nilai hue ikan koi jantan yang dideteksi yaitu 1.74 – 2.12 dengan nilai rata – rata 2.004 dan simpangan baku sebesar 0.0728 pada R2 sebesar 0.17 dengan laju pertumbuhan linear sebesar 0.0017/hari. Sedangkan untuk ikan koi betina yang dideteksi memiliki kisaran nilai hue antara 1.74 sampai 2.16 dengan nilai rata – rata sebesar 1.852 dan simpangan baku sebesar 0.1286 pada R2 0.24 dan memiliki tingkat pertumbuhan linear sebesar -0.0037/hari.

Gambar

Gambar 3.  Konsep kerja jaringan syaraf tiruan  Neuron-neuron jaringan
Gambar 4.    Gambaran Jaringan syaraf tiruan (JST)
Gambar 5.   Model Network Multilayer (Rich dan Knight, 2001)
Gambar 6. Fungsi aktivasi sigmoid biner
+7

Referensi

Dokumen terkait

Demikian Rancangan Awal Rencana Strategis (Renstra) Perubahan Kecamatan Pahandut Kota Palangka Raya Tahun 2018 semoga dapat dijadikan pedoman untuk lebih memacu dalam

Analisa data kandungan logam berat timbal (Pb) diuji secara statistik menggunakan SPSS uji T, masing-masing terhadap : 1) Kandungan logam berat timbal (Pb) air

pelayanan pendeta terkontrol, pendeta akan termotivasi untuk melayani dengan lebih baik, dapat meminimalisir barbagai persoalan yang berhubungan dengan kinerja pendeta,

Tiga tema utama dari persepsi peran orangtua terkait perawatan anak di PICU yaitu hadir dan berpartisipasi dalam perawatan anak, membentuk kemitraan dengan tim

Bentuk grafik pola distribusi fluks neutron dalam penelitian ini sesuai dengan pola distribusi Poisson yang sesuai dengan statistik Maxwell Boltzmann. Keterbatasan memori komputer dan

Jika suatu graph diberi label pada setiap simpul dan sisi dengan bilangan sebanyak simpul dan sisi, maka graph tersebut mempunyai sifat total sisi ajaib jika label pada setiap sisi

Animasi komputer atau animasi CGI(Computer generated Imagery) ini sendiri merupakan sebuah proses yang digunakan untuk menghasilkan sebuah gambar atau animasi

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah dengan