BAB 2
TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Bank
Menurut Martono (2002:20) ada beberapa definisi bank yang dikemukakan sesuai dengan tahap perkembangan bank. Untuk memberikan definisi yang tepat agaknya memerlukan penjabaran, karena definisi tentang bank dapat dilihat dengan berbagai sudut pandang. Berikut ini dikemukakan bebrapa pendapat tentang pengertian bank, yaitu:
1. Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit, baik dengan alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, dengan jalan mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral. (Prof G.M. Veryn Stuart Dalam Bukunya Bank Politic).
2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan).
3. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak (Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, pengertian bank telah mengalami evolusi, sesuai dengan perkembangan bank itu sendiri. Kedua, fungsi bank pada umumnya adalah (1) menerima berbagai bentuk simpanan dari masyarakat; (2) memnerikan kredit, baik bersumber dari dana yang diterima dari masyarakat maupun berdasarkan atas kemampuannya untuk menciptakan tenaga beli baru; (3) memberikan jasa-jasa lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
2.1.2 Fungsi Bank
Dalam berbagai buku perbankan, suatu bank didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan tiga fungsi utama bank dalam pembangunan ekonomi yaitu (Kuncoro,2011:66):
1. Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan.
2. Bank sebagai lembaga yang menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit.
3. Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan peredaran uang.
2.1.3 Jenis Bank
Dari sejarah perkembangan perbankan di Indonesia yang telah beberapa kali mengalami perubahan perundang-undangannya, maka jenis bank dapat dilihat dari beebagai aspek. Pembagian jenis bank dapat dilihat dari aspek fungsinya, kepemilikannya, status atau kedudukan, dan cara menentukan harga (Martono,2002:28).
1. Dilihat dari aspek fungsinya
Sesuai dengan Undang-undang Pokok Perbankan Nomor 14 Tahun 1967, jenis bank menurut fungsinya terdiri atas:
a. Bank Umum
b. Bank Pembangunan c. Bank Tabungan d. Bank Pasar e. Bank Desa
f. Bank Lumbung Desa
Undang-undang Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, bank dikategorikan menjadi dua jenis yaitu:
a. Bank Umum
2. Dilihat dari aspek kepemilikannya
Dilihat dari aspek kepemilikannya dalam arti siapa yang memiliki bank tersebut yang dapat dilihat dari akte pendiriannya dan berapa jumlah saham yang dimiliki.
a. Bank milik pemerintah
Pada bank ini akte pendiriannya dan sahamnya dimiliki oleh pemerintah, sehinnga keuntungan yang diperolehnya juga dimiliki oleh pemerintah. b. Bank milik swasta nasional
Pada jenis bank ini akte pendirian dan sahamnya dimiliki oleh swasta nasional. Demikian pula pembagian keuntungan yang diperoleh juga dimiliki oleh swasta nasional.
c. Bank milik koperasi
Pada jenis bank ini akte pendirian dan sahamnya dimiliki oleh koperasi yang berbadan hukum.
d. Bank milik swasta asing
Pada jenis bank ini merupakan cabang dari bank yang sahamnya dimiliki oleh swasta asing maupun pemeintah asing. Dengan demikian kantor pusatnya di luar negeri dan keuntungannya juga dimiliki swasta asing.
e. Bank campuran
Pada jenis bank ini sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia.
3. Dilihat dari aspek status
Pada jenis bank ini dilihat dari kemampuannya dalam melayani masyarakat. Status dan kedudukan bank diukur dari kemampuannya melayani masyarakat yang terdiri dari jumlah produk yang ditawarkan, modal, serta kualitas pelayanannya.
a. Bank Devisa
Bank Devisa merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, travelers cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of Credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Bank non Devisa
Bank non devisa merupakan bank yang belum memiliki izin melaksanakan transaksi ke luar negeri seperti yang telah dilakukan oleh bank devisa. Dengan demikian kegiatan yang dilakukan oleh bank ini meliputi transaksi dalam negeri.
4. Dilihat dari aspek cara menentukan harga
Jenis bank dilihat dari cara menentukan harga baik harga beli maupun harga jual dapat dibagi dua yaitu:
a. Bank Konvensional
Sebagian terbesar bank yang berkembang di Indonesia melaksanakan prinsip perbankan konvensional. Dalam operasinya jenis bank ini menggunakan prinsip konvensional yang menggunakan dua metode, yaitu :
- Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan, deposito berjangka, maupun produk pinjaman (kredit) yang diberikan berdasarkan tingkat bunga tertentu.
- Untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak bank menggunakan atau menerapkan berbagai biaya dalam nominal atau prosentase tertentu. Sistem penetapan biaya ini disebut fee based.
b. Bank Syariah
Bank syariah (bank bagi hasil) merupakan bank yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Dalam operasinya,baik dalam kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat maupun dalam penyaluran dana kepada masyarakat bank syariah menetapkan harga produk yang ditawarkan berdasarkan prinsip jual beli dan bagi hasil.
2.1.4 Pengertian Akuisisi
Berasal dari kata acquisitio dan acquisition (Inggris), makna harfiah akuisisi adalah membeli atau mendapatkan sesuatu/obyek untuk ditambahkan pada sesuatu/obyek yang telah dimiliki sebelumnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.27 Tahun 1998 tentang Penggabungan Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas mendefinisikan akuisisi sebagai berikut : “ Akuisisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseroan untuk mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut” . Akuisisi adalah bentuk pengambilalihan kepemilikan perusahaan oleh pihak pengakuisisi (acquirer) sehinggan akan mengakibatkan berpindahnya kendali atas
perusahaan yang diambil alih (acquiree) tersebut (Moin,2004:8). Biasanya pihak pengakuisisi memiliki ukuran yang lebih besar dibanding dengan pihak yang diakuisisi. Yang dimaksud dengan pengendalian adalah kekuatan yang berupa kekuasaan untuk:
a. Mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan b. Mengangkat dan memberhentikan manajemen
c. Mendapatkan hak suara mayoritas dalam rapat direksi
Dengan adanya pengendalian ini maka pengakuisisi akan mendapatkan manfaat dari perusahaan yang diakuisisi. Akuisisi berbeda dengan merger karena akuisisi tidak menyebabkan pihak lain bubar sebagai entitas hukum. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam akuisisi secara yuridis masih tetap berdiri dan beroperasi secara independen tetapi telah terjadi pengalihan pengendalian oleh pihak pengakuisisi.
2.1.5 Perbedaan Akuisisi dan Merger
Merger berasal dari kata “mergere” (Latin) yang artinya (1) bergabung bersama, menyatu, berkombinasi (2) menyebabkan hilangnya identitas karena terserap atau tertelan sesuatu. Definisi lain menjelaskan bahwa merger adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan yang kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar.
Merger menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.27 Tahun 1998 didefinisikan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau
lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.
Akuisisi berbeda dengan merger karena akuisisi tidak menyebabkan pihak lain bubar sebagai entitas hukum. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam akuisisi secara yuridis tetap berdiri dan beroperasi secara independen tetapi terjadi pengalihan pengendalian oleh pihak pengakuisisi.
Beralihnya kendali berarti pengakuisisi memiliki mayoritas saham-saham berhak suara (voting stock) yang biasanya ditunjukkan atas kepemilikan lebih dari 50 persen saham berhak suara tersebut. Dimungkinkan bahwa walaupun memiliki saham kurang dari jumlah itu pengakuisisi bisa dinyatakan sebagai pemilik suara mayoritas jika anggaran dasar perusahaan yang diakuisisi menyebutkan hal demikian.
Namun dalam hal anggaran dasar menyebutkan lain, bisa juga pemilik lebih dari 51 persen tidak atau belum dinyatakan sebagai pemilik suara mayoritas. Selanjutnya akuisisi dimunculkan hubungan antara perusahaan induk (pengakuisisi) dan perusahaan anak (yang diakuisisi) dan selanjutnya keduanya memiliki hubungan afiliasi.
2.1.6 Alasan Perusahaan Melakukan Akuisisi
Pertumbuhan internal adalah ekspansi yang dilakukan dengan membangun bisnis atau unit bisnis baru dari awal. Sebaliknya pertumbuhan eksternal dilakukan dengan “membeli” perusahaan yang sudah ada. Akuisisi adalah strategi pertumbuhan eksternal dan merupakan jalur cepat untuk mengakses pasar baru
atau produk baru tanpa harus membangun dari nol. Terdapat penghematan waktu yang sangat signifikan antara pertumbuhan internal dan eksternal melalui akuisisi. Alasan mengapa perusahaan melakukan akuisisi adalah ada “manfaat lebih” yang diperoleh darinya, meskipun asumsi ini tidak semuanya terbukti. Secara spesifik, keunggulan dan manfaat akuisisi antara lain adalah (Moin,2004:13):
1. Mendapatkan cashflow dengan cepat karena produk dan pasar sudah jelas. 2. Memperoleh kemudahan dana/ pembiayaan karena kreditor lebih percaya
dengan perusahaan yang telah berdiri dan mapan. 3. Memperoleh karyawan yang telah berpengalaman.
4. Mendapatkan pelanggan yang telah mapan tanpa harus merintis dari awal. 5. Memperoleh sistem operasioanal dan administratif yang mapan.
6. Mengurangi risiko kegagalan bisnis karena tidak harus mencari konsumen baru.
7. Menghemat waktu untuk memasuki bisnis baru.
8. Memperoleh infrastruktur untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat. Disamping memperoleh manfaat, akuisisi juga memiliki kelemahan sebagai berikut:
1. Proses integrasi yang tidak mudah.
2. Kesulitan menentukan nilai perusahaan target secara akurat. 3. Biaya konsultan yang mahal.
4. Meningkatnya kompleksitas birokrasi. 5. Biaya koordiansi yang mahal.
2.1.7 Klasifikasi Akuisisi
Klasifikasi berdasarkan obyek yang diakuisisi dibedakan atas akuisisi saham dan akuisisi aset.
a. Akuisisi Saham
Istilah akuisisi digunakan untuk menggambarkan suatu transaksi jual beli perusahaan, dan transaksi tersebut mengakibatkan beralihnya kepemilikan perusahaan dari penjual kepada pembeli. Karena perusahaan didirikan atas saham-saham, maka akuisisi terjadi ketika pemilik saham menjual saham-saham mereka kepada pembeli/pengakuisisi. Pada peristiwa ini, pengakuisisi tidak harus meminta persetujuan dari pihak manajemen target, tetapi ada kalanya pembelian saham tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan negosiasi dan penawaran dengan pihak manajemen atau dewan direksi perusahaan target. Jika manajemen perusahaan setuju, maka mereka akan menginformasikannya kepada pemegang saham. Jika pemegang saham juga setuju atas tawaran yang diajukan oleh manajemen tersebut maka “deal” akan segera terwujud. Selanjutnya perusahaan yang diakuisisi akan menjadi anak perusahaan.
Berikut ini ada beberapa faktor yang terkait dalam memilih antara suatu akuisisi dengan saham (Sjahrial,2007:434):
1. Dalam suatu akuisisi dengan saham, tidak perlu mengadakan rapat umum pemegang saham dan tidak memerlukan hak suara. Jika pemegang saham perusahaan target tidak menyukai penawaran tersebut, mereka tidak diperbolehkan untuk menerimanya dan tidak menginginkan tender saham-saham mereka.
2. Dalam suatu akuisisi dengan saham, perusahaan yang menawar dapat berhubungan secara langsung dengan para pemegang saham perusahaan target dengan menggunakan suatu penawaran tender. Manajemen perusahaan target dan board of directions dapat dilewati saja.
3. Akuisisi kadang-kadang tidak bersahabat. Dalam hal demikian, suatu akuisisi saham digunakan dalm suatu usaha untuk mengecoh manajemen perusahaan target, dimana secara aktif menentang akuisisi. Penolakan oleh manajemen perusahaan target sering membuat biaya akuisisi denga saham lebih tinggi bila dibandingkan baiaya merjer.
4. Penggabungan yang lengkap dari satu perusahaan dengan perusahaan yang lainnya membutuhkan suatu merjer. Banyak akuisisi saham diikuti dengan suatu merjer yang formil kemudian.
b. Akuisisi Aset
Apabila sebuah perusahaan bermaksud memiliki perusahaan lain maka ia dapat membeli sebgaian atau seluruh aktiva atau aset perusahaan lain tersebut. Jika pembelian tersebut hanya sebagian dari aktiva perusahaan maka hal ini dinamakan akuisisi parsial. Akuisisi aset dilakukan apabila pihak pengakuisisi tidak ingin terbebani hutang yang ditanggung oleh perusahaan target. Berbeda dengan akuisisi saham dimana kewajiban atau hutang target yang ada ditanggung oleh pemilik baru, akuisisi aset dimaksudkan untuk menghindari tanggung jawab ini. Namun demikian kalau proporsi aset yang dibeli melebihi batas tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah, maka pembeli harus ikut menanggung kewajiban hutang perusahaan target.
Berdasarkan keterkaitan operasinya, akusisi dikelompokkan sebagai berikut (Sjahrial,2007:434):
a. Akuisisi Horisontal
Akuisisi ini dilakukan terhadap perusahaan lain yang mempunyai bisnis atau bidang usaha yang sama. Perusahaan yang diakuisisi dan yang mengakuisisi bersaing untuk memasarkan produk yang mereka tawarkan.
b. Akuisisi vertikal
Akuisisi ini dilakukan terhadap perusahaan yang berada pada tahap proses produksi yang berbeda. Misalnya, perusahaan rokok mengakuisisi perusahaan perkebunan tembakau.
c. Akuisisi konglomerat
Perusahaan yang mengakuisisi dan yang diakuisisi tidak mempunyai keterkaitan operasi. Akuisisi perusahaan yang menghasilkan food-product oleh perusahaan komputer, dapat dikatakan sebagai akuisisi konglomerat. 2.1.8 Motif Melakukan Merger dan Akuisisi
Pada prinsipnya terdapat dua motif yang mendorong sebuah perusahaan melakukan merger dan akuisisi yaitu motif ekonomi dan motif non ekonomi. Motif ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Di sisi lain, motif non ekonomi adalah motif yang bukan didasarkan pada esensi tujuan perusahaan tersebut, tetapi didasarkan pada keinginan subyektif atau ambisi pribadi pemilik atau manajemen perusahaan (Moin,2004:48).
a. Motif Ekonomi
Esensi tujuan perusahaan dalam perspektif manajemen keuangan adalah seberapa besar perusahaan mampu menciptakan nilai (value creation) bagi
perusahaan dan bagi pemegang saham. Merger dan akuisisi mempunyai motif ekonomi yang tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencapai peningkatan nilai tersebut. Oleh karena itu seluruh aktivitas dan pengambilan keputusan harus diarahkan untuk mencapai tujuan ini. Motif strategis juga termasuk motif ekonomi ketika aktivitas merger dan akuisisi dilakukan untuk mencapai posisi strategis perusahaan agar memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Biasanya perusahaan melakukan merger dan akuisisi untuk mendapatkan economies of scale dan economies of scope.
b. Motif Sinergi
Salah satu motivasi atau alasan utama perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah menciptakan sinergi. Sinergi merupakan nilai keseluruhan perusahaan setelah merger dan akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan merger dan akuisisi. Sinergi dihasilkan melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih elemen-elemen perusahaan yang bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan aktivitas tersebut menghasilkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan aktivitas-aktivitas perusahaan jika mereka bekerja sendiri. Pengaruh sinergi bisa timbul dari empat sumber (1) penghematan operasi, yang dihasilkan dari skala ekonomis dalam manajemen, pemasaran, produksi atau distribusi; (2) penghematan keuangan, yang meliputi biaya
transaksi yang lebih rendah dan evaluasi yang lebih baik oleh para analisis sekuritas; (3) perbedaan efisiensi, yang berarti bahwa manajemen salah satu perusahaan, lebih efisien dan aktiva perusahaan yang lemah akan lebih produktif setelah merger atau akuisisi dan (4) peningkatan penguasaan pasar akibat berkurangnya persaingan (Brigham,2001:254).
c. Motif Diversifikasi
Diversifikasi adalah strategi pembergaman bisnis yang bisa dilakukan melalui merger dan akuisisi. Diversifikasi dimaksud untuk mendukung aktivitas bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing. Akan tetapi jika melakukan diversifikasi yang semakin jauh dari bisnis semula, maka perusahaan tidak lagi berada pada koridor yang mendukung kompetensi inti (core competence). Disamping memberikan manfaat seperti transfer
teknologi dan pengalokasian modal, diversifikasi juga membawa kerugian yaitu adanya subsidi silang.
d. Motif non-ekonomi
Aktivitas merger dan akuisisi terkadang dilakukan bukan untuk kepentingan ekonomi saja tetapi juga untuk kepentingan yang bersifat non-ekonomi, seperti prestise dan ambisi. Motif non-ekonomi bisa berasal dari manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.
1)Hubris hypotesis
Hipotesis ini menyatakan bahwa merger dan akuisisi dilakukan karena “ketamakan” dan kpentingan pribadi para eksekutif perusahaan. Mereka menginginkan ukuran perusahaan yang lebih besar. Dengan semakin
besarnya ukuran perusahaan, semakin besar pula kompensasi yang mereka terima. Kompensasi yang mereka terima bukan hanya sekedar materi saja tetapi juga berupa pengakuan, penghargaan dan aktualisasi diri.
2)Ambisi pemilik
Adanya ambisi dari pemilik perusahaan untuk menguasai berbagai sektor bisnis. Menjadikan aktivitas merger dan akuisisi sebagai strategi perusahaan untuk menguasai perusahaan-perusahaan yang ada untuk dibangun “kerajaan bisnis”. Hal ini biasanya terjadi dimana pemilik perusahaan memiliki kendali dalam pengambilan keputusan perusahaan.
2.1.9 Keuntungan Akuisisi
Keuntungan dari akuisisi adalah (Sjahrial,2007:438): 1. Sinerji
Anggaplah perusahaan A mempertimbangkan untuk perngambil alihan perusahaan B. Akuisisi akan bermanfaat jika perusahaan yang bergabung akan memiliki nilai yang lebih besar dari jumlah nilai apabila perusahaan tersebut terpisah satu sama lain.
2. Peningkatan pendapatan
Suatu alasan penting untuk melakukan akuisisi adalah bahwa perusahaan gabungan mungkin menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari penjumlahan pendapatan masing-masing perusahaan.
3. Manfaat stratejik
Beberapa akuisisi membolehkan suatu stratejik yang menguntungkan. Ini merupakan kesempatan yang menguntungkan dalam lingkungan persaingan
jika hal tertentu terjadi, lebih umum, untuk meningkatkan flekasibilitas manajemen dengan melihat kepada operasi masa depan perusahaan. Dalam keadaan yang terakhir, manfaat strategis lebih merupakan suatu pilihan daripada suatu kesempatan investasi yang strandar.
4. Kekuatan pasar
Suatu perusahaan pengambilalihan perusahaan lain untuk meningkatkan pangsa pasar dan kekuatan pasarnya. Dalam akuisisi, keuntungan dapat ditingkatkan melalui harga yang lebih tinggi dan mengurangi persaingan untuk para pelanggan.
5. Pengurangan biaya
Salah satu alasan yang utama untuk akuisisi adalah perusahaan gabungan beroperasi secara lebih efisien dari operasi masing-masing perusahaan secara terpisah. Sebuah perusahaan dapat mencapai pelaksanaan yang lebih efisien dalam beberapa cara yang berbeda melalui suatu akuisisi.
6. Sumber daya yang melengkapi
Beberapa perusahaan mengambilalih perusahaan lain untuk membuat penggunaan sumber daya yang ada menjadi lebih baik atau memberikan hilangnya bahan untuk sukses.
7. Pajak yang lebih rendah
Keuntungan dari pajak merupakan suatu insentif yang kuat untuk beberapa akuisisi. Kemungkinan keuntungan pajak dan akuisisi termasuk berikut ini : 1. Penggunaan kerugian pajak
3. Penggunaan dana yang berlebih
4. Kemampuan untuk meningkatkan nilai aktiva yang dapat disusutkan. 2.1.10 Faktor-faktor Kegagalan dan Kebe rhasilan Merger dan Akuisisi 1. Faktor-faktor Kegagalan
Keberhasilan atau kegagalan suatu merger dan akuisisi dapat dilihat pada saat proses perencanaan. Pada saat proses ini biasanya terjadi sudut pandang yang berbeda-beda antara fungsi organisasi dalam menanggapi pengambilan keputusan merger dan akuisisi seiring dengan meningkatnya momentum, selanjutnya terjadi rancunya pengharapan dimana terjadi perbedaan-perbedaan harapan di pihak manajemen. Dari proses tersebut dapat memunculkan faktor-faktor yang memicu kegagalan merger dan akuisisi yaitu:
a. Perusahaan target memiliki kesesuaian strategi yang rendah dengan perusahaan pengambil alih.
b. Hanya mengandalkan analisis stratejik yang baik tidaklah cukup untuk mencapai keberhasilan merger dan akuisisi.
c. Tidak hanya kejelasan mengenai nilai yang tercipta dari setiap program merger dan akuisisi.
d. Pendekatan-pendekatan integrasi yang tidak disesuaikan dengan perusahaan target yaitu absorpsi, presenvasi atau simbiosis.
e. Rencana integrasi yang tidak disesuaikan dengan kondisi lapangan.
f. Tim negoisasi yang berbeda dengan tim implementasi yang akan menyulitkan proses integrasi.
g. Ketidakpastian, ketakutan dan kegelisahan diantara staf perusahaan yang tidak ditangani. Untuk itu tim implementasi dari perusahaan pengambilalih harus menangani masalah tersebut dengan kewibawaan, simpati, dan pengetahuan untuk menumbuhkan kepercayaan dan komitmen mereka pada proses integrasi.
h. Pihak pengambilalih tidak mengkomunikasikan perencanaan dan pengharapan mereka terhadap karyawan perusahaan target sehingga terjadi kegelisahan diantara karyawan.
2. Faktor-faktor Keberhasilan
Hunt dkk mengakhiri penelitian mereka dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang memberikan kontribusi kepada kesuksesan dan kegagalan akuisisi. Faktor-faktor yang dianggap memberi kontribusi terhadap keberhasilan merger dan akuisisi yaitu:
a. melakukan audit sebelum merger dan akuisisi.
b. memiliki pengalaman merger dan akuisisi sebelumnya. c. perusahaan target relatif kecil.
d. Melakukan merger dan akuisisi yang bersahabat. 2.1.11 Pengertian Kinerja Keuangan
Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai “performing measurement”, yaitu
kualifikasi dan efisiensi perusahaan atau segmen atau keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama periode akuntansi. Dengan demikian pengertian kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk
mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu (Hanafi,2003:70).
Bagi investor, informasi mengenai kinerja perusahaan dapat digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan investasi mereka di perusahaan tersebut atau mencari alternatif lain. Apabila kinerja perusahaan baik maka nilai usaha akan tinggi. Dengan nilai usaha yang tinggi membuat para investor melirik perusahaan tersebut untuk menanamkan modalnya sehingga akan terjadi kenaikan harga saham. Atau dapat dikatakan bahwa harga saham merupakan fungsi dari nilai perusahaan.
2.1.12 Analisis Kinerja Keuangan
Analisis Keuangan pada penelitian ini menggunakan laporan keuangan untuk menganalisa keseluruhan kinerja keuangan sebelum dan sesudah akuisisi (Brealy,2008:71). Analisa kinerja keuangan ini diperlukan oleh berbagai pihak seperti para pemegang saham atau investor, kreditur, dan para manajer karena melalui hasil analisis keuangan ini mereka akan mengetahui posisi perusahaan yang bersangkutan (Horne & Wachowicz,2012:154). Dalam menganalisa kinerja keuangan ini, kita akan menggunakan rasio keuangan yang terdapat dalam neraca dan laba rugi. Dalam analisis rasio ini terdapat kelompok rasio keuangan, yaitu (Astuti,2004:25):
1. Rasio Likuiditas
Menurut Horne & Wachowicz (2012:154) Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi liabilitas jangka pendeknya. Menurut Munawir (2002:31) likuiditas adalah menunjukkan
kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaan “likuid”, sebaliknya apabila perusahaan tidak dapat segera memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih, berarti perusahaan tersebut dalam keadaan “ilikuid”.
a. Current Ratio
Ratio yang paling umum digunakan untuk menganalisa posisi modal kerja suatu perusahaan adalah current ratio yaitu perbandingan antara jumlah aktiva lancar dengan hutang lancar. Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of savety) kreditor jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut.
b. Quick Ratio
Quick ratio yaitu perbandingan antara (aktiva lancar-persediaan) dengan hutang lancar. Ratio ini dinamakan Immediate Solvency atau cash ratio yang mengukur kemampuan yang sesungguhnya untuk memenuhi hutang-hutangnya tepat pada saatnya. Ratio ini lebih tajam dari pada current ratio, karena hanya membandingkan aktiva yang sangat lukuid (mudah dicairkan atau diuangkan) dengan hutang lancar.
2. Rasio Aktivitas
Menurut Prihadi (2012:251) Rasio aktivitas adalah rasio mengukur tingkat efektivitas penggunaan aset perusahaan. Rasio ini juga disebut rasio perputaran
atau turnover. Secara umum semakin tinggi perputaran berarti semakin efektif tingkat penggunaan aset perusahaan. Rasio ini terutama mengamati aset-aset yang dianggap penting bagi perusahaan. Aset yang dihitung biasanya dikaitkan dengan penjualan.
a. Rasio Perputaran Piutang Usaha (Account Receivable Turnover)
Rasio ini mengukur sampai berapa cepat perusahaan dapat menagih piutangnya. Semakin sering perputarannya berarti semakin pendek umur piutang. Semakin pendek umur piutang berarti juga semakin sedikit dana yang tertanam pada piutang.
b. Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)
Khusus perputaran persediaan, data yang digunakan adalah beban pokok penjualan (BPP). BPP tidak mengandung unsur laba, demikian juga persediaan belum mengandung unsur laba.
c. Rasio Perputaran Utang Usaha (Account Payable Turnover)
Perputaran utang usaha yang yang cepat akan lebih menyenangkan pemasok, karena umur utang usaha perusahaan (pembeli) pendek.
d. Rasio Perputaran Modal Kerja Bersih (Net Working Capital)
Net Working Capital adalah selisih antara aset lancar dengan utang lancar. Rasio perputaran modal kerja bersih ini untuk menunjukkan bahwa semakin baik perusahaan mendapatkan kepercayaan dalam memeroleh kredit jangka pendek, maka semakin sedikit dana yang perlu disediakan sendiri.
e. Rasio Perputaran Aset Tetap (Fixed Assets Turnover)
Perputaran aset tetap untuk mengetahui sampai seberapa efektif penggunaan aset tetap perusahaan memengaruhi penjualan.
f. Rasio Perputaran Total Aset (Total Assets Turnover)
Dengan rasio ini akan diketahui efektifitas penggunaan aset operasi perusahaan dalam menghasilkan penjualan.
3. Rasio Leverage/ Rasio Solvabilitas
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasikan, baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang. Suatu perusahaan dikatakan “solvabel” apabila perusahaan tersebut mempunyai aktiva atau kekuatan yang cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya, sebaliknya apabila jumlah aktiva tidak cukup atau lebih kecil daripada jumlah hutangnya, berarti perusahaan tersebut dalam keadaan “insolvabel”.
a. Debt to Equity Ratio
Debt to Equity Ratio menunjukkan perbandingan antara total hutang dan
ekuitas perusahaan. Semakin tinggi DER maka makin beresiko perusahaan (Murhadi,2013:61).
b. Debt to Total Asset
Ratio ini menunjukkan perbandingan antara hutang lancar dan hutang jangka panjang dan jumlah seluruh aktiva yang dikuetahui.
4. Ratio Profitabilitas
Rasio-rasio profitabilitas berusaha mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba, baik dengan menggunakan seluruh aktiva yang ada maupun dengan menggunakan modal sendiri.
a. Net Profit Margin
Net Profit Margin menunjukkan kemampuan setiap rupiah pendapatan menghasilkan laba bersih (Earnings After Taxes, EAT).
b. Return On Equity
Ratio ini digunakan untuk mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba bersih. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai.
c. Return On Asset
Ratio ini menghubungkan antara keuntungan atau laba yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan dengan kekayaan atau assets yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan-keuntungan tersebut (operating assets). Yang dimaksud dengan operating assets adalah semua aktiva kecuali investasi jangka panjang dan aktiva-aktiva lain yang tidak digunakan dalam kegiatan atau usaha memperoleh penghasilan yang rutin atau usaha pokok perusahaan.
2.1.13 Tujuan Pengukuran Kinerja Keuangan
Munawir (2002:31) menyatakan bahwa tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan adalah:
a. Mengetahui tingkat likuiditas
Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada saat ditagih.
b. Mengetahui tingkat solvabilitas
Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.
c. Mengetahui tingkat rentabilitas
Rentabilitas atau yang sering disebut dengan profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. d. Mengetahui tingkat stabilitas
Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya serta membayar beban bunga atas hutang-hutangnya tepat pada waktunya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja keuangan memberikan penilaian atas pengelolaan aset perusahaan oleh manajemen dan manajemen perusahaan dituntut untuk melakukan evaluasi dan tindakan perbaikan atas kinerja keuangan perusahaan yang tidak sehat.
Ukuran Kinerja
Ada tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara kuantitatif, yaitu :
1. Ukuran kriteria tunggal
Ukuran kriteria tunggal (single criteria) adalah ukuran kinerja yang hanya
menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja manajer. Kelemahan apabila kriteria tunggal digunakan untuk mengukur kinerja yaitu orang akan cenderung memusatkan usahanya pada kriteria pada usaha tersebut sehingga akibatnya kriteria lain diabaikan.
2. Ukuran kriteria beragam
Ukuran kriteria beragam (multiple criteria) adalah ukuran kinerja yang
menggunakan berbagai macam ukuran untuk menilai kriteria manajer. Tujuan penggunaan beragam ini adalah agar manajer yang diukur kinerjanya mengarahkan uasahanya kepada berbagai kinerja.
3. Ukuran kriteria gabungan
Ukuran kriteria gabungan (composite criteria) adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran, untuk memperhitungkan bobot masing-masing ukuran dan menghitung rata-rata sebagai ukuran yang menyeluruh kinerja manajer.
2.1.14 Penelitian Terdahulu
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan dan yang menjadi acuan oleh peneliti adalah penelitian yang dilakukan oleh Irwan Amdani Setiawan dengan judul Analisis Rasio Keuangan Untuk Mengukur Kinerja Keuangan PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk Sebelum dan Sesudah Akuisisi Periode 2007-2011. Hasil penelitian ini menyimpulkan:
1. Berdasarkan hasil penelitian, Rasio leverage PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk yang tersaji dalam rasio total hutang (DAR) dan rasio hutang - ekuitas (DER) menurun sesudah perusahaan melakukan akuisisi. Sedangkan Rasio efisiensi yang tersaji dalam rasio perputaran total aktiva (ATR1) menurun tipis, sedangkan rasio perputaran aktiva tetap (ATR2) dan rasio perputaran persediaan (ITR) meningkat sesudah perusahaan melakukan akuisisi.
2. Rasio profitabilitas PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk yang tersaji dalam tingkat pengembalian investasi dari pendapatan opersasi (ROI/ROA) dan tingkat pengembalian atas ekuitas (ROE) meningkat sesudah perusahaan melakukan akuisisi. Beberapa hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja keuangan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk sesudah perusahaan melakukan akuisisi lebih baik daripada kinerja keuangan perusahaan sebelum melakukan akuisisi.
3. Rasio likuiditas PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk yang tersaji dalam rasio modal kerja bersih terhadap total aktiva (NWCTA), rasio lancar (CR), dan rasio cepat (QR) meningkat sesudah perusahaan melakukan akuisisi. Rasio lancar (CR) dan rasio cepat (QR) meningkat hingga melebihi batas likuid sehingga tidak efisien. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja keuangan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk tidak lebih baik sesudah perusahaan melakukan akuisisi.
2.3 Rerangka Pe mikiran
Berdasarkan tinjauan teoritis yang ada, maka pemecahan masalah yang didapat adalah:
2.3 Perumusan Hipotesis
Ada perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah akuisisi PT. Bank Agroniaga, Tbk oleh PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk.