• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KETERAMPILAN ATTENDING CALON KONSELOR DALAM MEMBANGUN RAPPORT DENGAN KONSELI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KETERAMPILAN ATTENDING CALON KONSELOR DALAM MEMBANGUN RAPPORT DENGAN KONSELI."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

No. 020/T/BK/2015

ANALISIS KETERAMPILAN ATTENDING CALON

KONSELOR DALAM MEMBANGUN RAPPORT DENGAN

KONSELI

(Penelitian Pada Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Pada Mata Kuliah Praktikum Konseling Individual)

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi

Bimbingan dan Konseling

oleh

Wardah Nisa NIM 1303251

DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

ANALISIS KETERAMPILAN ATTENDING CALON

KONSELOR DALAM MEMBANGUN RAPPORT DENGAN

KONSELI

(Penelitian Pada Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Pada Mata Kuliah Praktikum Konseling Individual)

oleh Wardah Nisa

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Magister Pendidikan pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah

Pascasarjana

Wardah Nisa, 2015

Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

HALAMAN PENGESAHAN TESIS

WARDAH NISA 1303251

ANALISIS KETERAMPILAN ATTENDING CALON KONSELOR DALAM MEMBANGUN RAPPORT DENGAN KONSELI

(Penelitian pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta pada Mata Kuliah Praktikum Konseling Individual)

Disetujui dan disahkan oleh: Pembimbing

Prof. Dr. Cece Rakhmat, M. Pd NIP. 19520422 197603 1 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

(4)

ABSTRAK

Wardah Nisa. (2015). Analisis Keterampilan Attending Calon Konselor Dalam Membangun Rapport Dengan Konseli. Tesis. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Cece Rakhmat, M.Pd. Program Studi Bimbingan Konseling, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Penelitian bertujuan untuk menganalisis keterampilan Attending calon konselor dalam membangun Rapport dengan konseli. Fokus penelitian untuk melihat gambaran keterampilan Attending calon konselor, pemaknaan rapport yang dilakukan calon konselor dalam perspektif konseli dan perspektif multikultur, serta implikasinya terhadap proses konseling. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif menggunakan pendekatan etnometodologi. Penelitian dilakukan pada mahasiswa bimbingan dan konseling UNJ angkatan 2013. Partisipan ditentukan melalui metodologi kelompok fokus sebanyak 8 orang. Hasil penelitian menunjukan calon konselor sudah menunjukkan keterampilan attending baik dari segi verbal maupun non-verbal. Ada pengaruh yang dirasakan konseli baik dari aspek sikap konselor maupun implikasi dari konseling. Temuan penelitian menunjukkan respon verbal konselor dalam attending ini ditunjukan melalui : memberikan edukasi mengenai proses konseling, memberikan motivasi kepada konseli untuk terlibat dalam konseling, menemukan titik temu antara pedoman konseling dan keinginan konseli. Dari perspektif budaya, tidak ada perbedaan keterampilan attending, sedangkan dari berbagai lintas budaya respon konseling banyak dipengaruhi oleh proses sosialiasi formal. Rekomendasi bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian lebih spesifik pada penilaian kualitas keterampilan attending konselor dan mengembangkan keterampilan komunikasi konseling calon konselor. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk membuat penelitian yang cenderung sama namun dilakukan di daerah-daerah yang masih kuat dengan adat, nilai, dan norma budaya.

(5)

ABSTRACT

Wardah Nisa. (2015). Attending Skills Analysis Prospective counselors in Building Rapport With counselee. Thesis. Supervised by: Prof. Dr. Cece Rachmat, M.Pd. Counseling Guidance Study Program, Graduate School, University of Indonesia.

The purpose of this study is to analyze Attending skill of prospective counselors in building Rapport with counselees. Hence, the focus of this study is to see the overview of prospective counselors’ Attending skill, purposing Rapport conducted by prospective counselors in perspective of counselees, multicultural perspective, and its implications to counseling process. This qualitative research used etnomethodology approach. The study was conducted on guidance and counseling students in Jakarta State University class of 2013. Eight participants were determined through methodology of focus group. The result of study shows prospective counselors has shown Attending skill in terms both of verbal and non-verbal. There is influence perceived by counselees from both of counselor attitude aspect and implication of the counseling. The findings of the study shows the response of counselors in Attending is shown through: providing education about counseling process, giving motivation to counselees to engage in counseling, find meeting point between counseling guideline and counselees’ desire. From cultural perspective, there is no difference in skill attend from various across cultures. Many responses are influenced by formal socialization process. Subsequent researcher could develop research specific more on quality attend skills counselor and develop the skills of Communication Counseling Prospective counselor. Moreover, researcher is expected to make same study conducted in areas with strong customs, values, and cultural norms.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Motto dan Persembahan ... ii

Halaman Hak Cipta ... iii ktur Organisasi Tesis ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12 sep Dasar Keterampilan Konseling ... 15

D. ... Ket erampilan Attending Konselor ... 21

E.... Res pon Verbal Attending ... 34

F. ... Ket erampilan Attending dalam Domain Multikultural ... 36

G. ... Apl ikasi Conversation Analysis dalam Konseling ... 41

H. ... Pen elitian Terdahulu yang Relevan... 52

BAB III METODE PENELITIAN ... 55

A. ... Des ain Penelitian ... 55

(7)

C.... Pen kripsi Konteks Penelitian ... 63

B.... Des kripsi Temuan Penelitian ... 67

C.... Pe mbahasan Temuan Penelitian ... 154

D. ... Ket erbatasan Penelitian ... 184

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 185

A. ... Kes Tabel 2.1 Tingkat Attending Konselor Berdasarkan Tingkat Kesiapan Konseli Terhadap Proses Konseling ……… 31

Tabel 2.2 Pedoman transkripsi data ……… 51

Tabel 4.1 Data Partisipan ………. 66

Tabel 4.2 Gambaran analisis keterampilan attendingRR ……… 68

Tabel 4.3 Gambaran analisis keterampilan attendingIR ……… 80

Tabel 4.4 Gambaran analisis keterampilan attendingIAG ……… 91

Tabel 4.5 Gambaran analisis keterampilan attendingAR ……… 102

Tabel 4.6 Gambaran analisis keterampilan attendingMOL ………… 114

Tabel 4.7 Gambaran analisis keterampilan attendingDL ……… 125

Tabel 4.8 Gambaran analisis keterampilan attendingOK……… 135

Tabel 4.9 Gambaran analisis keterampilan attendingCRI ………… 147

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Skema Tahapan Processing ………... 20

Gambar 2.2 Keterampilan Attendingmenurut Carkhuff ………. 25

Gambar 2.3 Keterampilan Persiapan Attending ………..……… 25

Gambar 2.4 Keterampilan Attending personally ………. 27

Gambar 2.5 Keterampilan Observing……….. 29

Gambar 2.6 Keterampilan Listening……… 31

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Instrumen Pedoman Observasi Partisipan (Calon

Konselor)………. 190

Lampiran 2 Instrumen Pedoman wawancara Partisipan 1 (Calon Konselor)………. 191

Lampiran 3 Instrumen Pedoman wawancara Partisipan 2 (Konseli) ……. 193

Lampiran 4 Capaian Perkuliahan Mata Kuliah Praktikum Konseling …... 195

Lampiran 5 Jadwal dan Topik Mata Kuliah Praktikum Konseling Individual ………... 202

Lampiran 6 Verbatim Wawancara Calon Konselor ……….. 205

Lampiran 7 Reduksi Data Wawancara Calon Konselor ……… 220

Lampiran 8 Skrip Konseling Calon Konselor ……….. 256

Lampiran 9 Verbatim Wawancara Konseli ……….. 284

Lampiran10 Reduksi Data Wawancara Konseli ……… 290

Lampiran 11 Reduksi Data Observasi ……… 303

Lampiran 12 Dokumentasi ………. 288

Lampiran 13 Surat Izin Penelitian ……… 311

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Bimbingan dan konseling diposisikan oleh negara sebagai profesi yang

terintegrasikan sepenuhnya dalam bidang pendidikan, dengan menegaskannya

dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Dalam undang-undang ditegaskan :

konselor adalah pendidik yang profesional, konselor profesional mampu memahami konsep layanan bimbingan dan konseling secara baik dan mampu menjalankan serta mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Implikasinya adalah bagi guru bimbingan dan konseling sebagai bagian

dari tenaga kependidikan, secara profesional dituntut mampu menjalankan

profesinya dengan baik.

Pengertian konseling menurut ASCA dalam (Yusuf dan Nurihsan, 2008,

hlm.8) adalah tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan,

dan pemberian kesempatan dari konselor kepada konseli, konselor

mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu konselinya

mengatasi masalah-masalahnya. Proses konseling merupakan proses bantuan

yang diberikan oleh seseorang yang berprofesi di bidang konseling kepada

individu yang memiliki kesulitan dan dilakukan dengan cara face to face.

McLeod (2006, hlm. 5) mengemukakan konseling adalah bantuan yang diberikan

kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara,

dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk

mencapai kesejahteraan hidupnya.

Jadi dapat disimpulkan konseling adalah upaya pemberian bantuan yang

diberikan oleh konselor yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang baik

mengenai proses pemberian bantuan, secara tatap muka yang bertujuan untuk

meberikan bantuan bagi individu yang kesulitan dengan cara yang sesuai dengan

keadaan individu. Pemberian pelayanan bantuan ini merupakan tugas profesi

yang esensial bagi profesi bimbingan dan konseling (Kusmaryani, 2010, hlm.

(11)

2

dan mengembangkan potensinya secara optimal sesuai dengan tuntutan

lingkungannya (Suherman, 2013,hlm. 10).

Dapat disimpulkan dalam profesionalitas guru pembimbing, selain adanya

latar belakang pendidikan yang mendukung, ada beberapa syarat penting yang

hendaknya juga dipenuhi. Syarat professionalitas yang terdiri dari karakteristik

guru pembimbing, pengetahuan dan wawasan yang berkaitan dengan konseling,

serta penguasaan keterampilan konseling. Perez dalam M. Surya (2003) dalam

temuan penelitian menunjukan pengalaman, orientasi teoritis dan teknik yang

digunakan bukanlah penentu utama bagi keefektifan seorang terapis, akan tetapi

kualitas pribadi konselor, bukan pendidikan dan pelatihannya sebagai kriteria

dalam evaluasi keefektifannya.

Dibutuhkan keterampilan konseling yang baik agar dapat mencapai

konseling yang efektif. Carkhuff (1983) menjelaskan untuk mencapai konseling

yang efektif dibutuhkan beberapa keterampilan yang harus dikuasai konselor,

yakni : Attending to Facilitate Involvement, Responding to Facilitate Exploring,

Personalizing to Facilitate Understanding, and Initiating to Facilitate Acting.

Keterampilan konseling yang akan difokuskan dalam penelitian ini adalah

keterampilan attending dalam membangun rapport dengan konseli. Carkhuff

(1983, hlm.47) menyatakan :

Attending adalah cara yang menunjukan bagaimana konselor menyiapkan diri, bersikap atau berperilaku, mendengarkan, memberikan perhatian kepada konseli sehingga konseli merasa aman, nyaman, diperhatikan oleh konselor.Konselor harus menggunakan respon-respon pada tahap pembukaan yaitu membangun keterlibatan konseli dalam attending. Perilaku attending yang ditampilkan konselor akan mempengaruhi kepribadian konseli yaitu: (1) Meningkatkan harga diri konseli, sebab sikap dan perilaku attending memungkinkan konselor menghargai konseli. Karena dia dihargai, maka merasa harga diri ada atau meningkat; (2) Dengan perilaku attending dapat menciptakan suasana aman bagi konseli, karena konseli merasa ada orang yang bisa dipercayai, teman untuk berbicara, dan merasa terlindungi secara emosional; (3) Perilaku attending memberikan keyakinan kepada konseli konselor adalah tempat dia mudah untuk mencurahkan segala isi hati dan perasaannya.”

Keterampilan attending dalam membangun rapport dengan konseli

meliputi : preparing, positioning, observing dan listening (Carkhuff , 1983, hlm.

47). Preparing ditunjukkan melalui penataan ruang, memberikan informasi

(12)

3

dirinya dan merancang bantuan dengan cara-cara yang sesuai dengan kemampuan

konseli. Positioning ditunjukkan melalui pengaturan posisi duduk (squaring),

kecondongan cara duduk (leaning) dan kontak mata. Observing meliputi aktivitas

konselor dalam melihat energi, tingkat intelektualitas, ekspresi perasaan yang

dimiliki oleh konseli. Listening ditunjukkan melalui kemampuan konselor dalam

menangkap pembicaran konseli berkaitan dengan who, what, why, when, where

and how.

Keterampilan Attending merupakan keterampilan awal yang diperlukan

konselor agar konseli mau terlibat secara penuh dalam proses konseling (involve).

Carkhuff (1983, hlm. 49) menyatakan ada tiga prosedur yang dilakukan konselor

agar konseli bersedia terlibat dengan konseling, yaitu:

“(a) memikat konseli, antara lain dilakukan dengan membuat rapport yang baik dengan konseli, (b) memberitahukan pada konselI mengenai etika-etika dalam konseling, dan mendiskusikan berdua untuk memilih etika yang akan digunakan selama konseling berlangsung, (c) mendorong konseli untuk melakukan konseling dengan bersungguh-sungguh karena tujuannya adalah untuk membantu konseli semata.”

Indikator dari penguasaan calon konselor pada keterampilan attending

adalah terbentuknya rapport dengan konseli. Diharapkan konselor dapat

membangun rapport yang baik dengan konseli. Rapport adalah suatu hubungan

(relationship) yang ditandai dengan keharmonisan, kesesuaian, kecocokan, dan

saling tarik menarik. Rapport dimulai dengan persetujuan, kesejajaran, kesukaan,

dan persamaan (Willis, 2004,hlm. 46). Jika sudah terbangun rapport, maka

konseli akan merasa aman dan dipahami oleh konselor (Jones, 2012).

Menurut Dahlan (1987) keberhasilan konseling tidak hanya terletak pada

teknik-teknik yang digunakan, akan tetapi tumbuh dari keyakinan konseli

konselor dapat menyimpang rahasia dan menampilkan diri yang dapat dipercaya

untuk menyimpan rahasia orang lain.Penampilan ini hendaknya terkomunikasikan

pada konseli di awal pertemuan, dalam proses attending.

Mengingat pentingnya menguasai keterampilan attending dalam

membangun rapport dengan konseli, diperlukan sebuah proses analisis yang

mendalam pada calon konselor. Proses identifikasi dan seleksi keterampilan

khusus pendekatan konseling yang disebut microskills. Marjo (2013,hlm. 59)

(13)

4

“Dengan menggunakan pendekatan microskills, kita dapat memecahkan interaksi kompleks dari intervieu konseling ke dimensi yang dapat dikelola dan dipelajari. Keterampilan dasar microskills itu sendiri terdiri dari menerima (attending), mendengarkan (listening), dan mempengaruhi (influencing). Keterampilan penting lainnya adalah fokus, perhatian selektif, dan konfrontasi. Yang mendasari dan membentuk keterampilan ini adalah faktor nonverbal untuk membawa konselor pada proses intervieu). Sebagai contoh, melalui bahasa tubuh dan ekspresi wajah, yang expresif dari sikap konselor terhadap konseli.”

Fase attending merupakan tahapan awal dari tahapan konseling yang harus

dilakukan oleh konselor. Untuk dapat mencapai tujuan konseling dibutuhkan

sebuah proses konseling melalui tahapan yang benar. Berkenaan dengan tahapan

konseling, Carkhuff (1983,hlm. 18) mengemukakan :

“Proses konseling merupakan proses pribadi atau interpersonal. Konseli mengaitkan pengalaman pribadi yang relevan dan mengubah pengalaman-pengalaman ke dalam tindakan untuk tujuan konseli. Pengolahan Intrapersonal dalam konseling melibatkan satu set dasar keterampilan yakni : eksplorasi pengalaman konseli, memahami tujuan, dan melaksanakan program untuk mencapai tujuan.”

Tan (dalam Kusmaryani, 2010,hlm.178) kembali menjelaskan megenai inti

dari proses konseling yang benar, yakni : (1) contacting (membangun rapport),

(2) connecting (membangun rapport), (3) relating (membangun hubungan dan

maintenance), (4) assessing, (5) profiling, (6) conceptualizing (formulating), (7)

planning, (8) intervening, (9) monitoring, (10) evaluating, (11) terminating, dan

(12) following.

Sementara Cavanagh (1982, hlm.19) mengemukakan terdapat 6 stages

dalam melaksanakan konseling yang efektif yakni : (1)alliance,(2)Information

gathering,(3)evaluation and feedback,(4)counseling agreement,(5)behavior

change,and (6)Termination.

Disimpulkan dari pemaparan tahapan konseling menurut para ahli dapat

dilihat dari semua teori pendekatan tahapan konseling, walaupun menggunakan

istilah yang bereda menempatkan proses membangun hubungan baik dengan

konseli sebagai tahapan pertama dan yang utama. Untuk mencapai tujuan

konseling dengan baik, proses membangun hubungan baik menjadi kunci utama.

Apabila gagal dalam membangun hubungan baik di awal proses konseling, akan

(14)

5

baik dengan konseli sudah terbangun, maka konseli akan dengan sendirinya ikut

terlibat selama proses konseling dengan baik. Carkhuff mengemukakan kondisi

teribat dinamakan involved.

Untuk memulai konseling membangun hubngan baik dalam aspek

hubungan terapeutik harus dilihat sebagai hal yang sangat penting. Ketika konseli

belum sampai pada tahap involved (terlibat) sebagai dampak dari tidak optimalnya

proses attending, konseli cenderung tidak kooperatif dalam proses konseling.

Mengingat fakta setengah dari semua konseli keluar dari terapi atau mengakhiri

konseling oleh kunjungan keempat (Sharpley, 2000, hlm. 101).

Analisis alasan mengapa konseli dropout, Richmond (dalam Sharpley,

2000,hlm. 112) mencatat faktor utama yang terkait tampaknya fokus konselor

pada pengumpulan data daripada membangun hubungan baik. Marjo (2013, hlm.

59) memberikan penguatan mengenai kesalahan utama di awal proses penerimaan

awal yang dilakukan konselor adalah mengubah topik diskusi, dan mengabaikan

atau gagal untuk mendengarkan apa yang dikatakan konseli.

Dapat disimpulkan keterampilan attending memegang peranan yang cukup

penting dalam tercapainya keberhasilan konselor ketika memberikan bantuan pada

konseli. Konseling yang baik akan tercapai bila konselor memiliki keterampilan

yang baik. Wilis (2004, hlm.46) menyatakan attending merupakan langkah

pertama dan utama didalam proses konseling karena hal ini akan berdampak pada

konseli dalam memberikan keterangan terhadap seorang konselor, kepercayaan,

timbulnya rasa percaya antara konselor dan konseli. Dalam proses konseling

seorang konselor harus mampu melibatkan konseli secara penuh, supaya konseli

bisa terbuka. Konselor dituntut untuk mampu berkomunikasi secara efektif.

Temuan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ramdana (2011, hlm. 5)

memberikan penguatan mengenai keberhasilan konseling sangat ditentukan oleh

keefektifan komunikasi di antara partisipan konseling yaitu konselor dengan

konseli.

Berdasarkan temuan di lapangan ditemukan beberapa hal yang menjadi

permasalahan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusmaryani (2010,

hlm. 183) diperoleh data dalam pelaksanaaan konseling selama ini hanya sebagian

(15)

6

optimal. Sebagian guru pembimbing yang lain (53%) belum dapat menggunakan

keterampilan konseling secara optimal.

Hasil penelitian Kusmaryani menunjukan keterampilan konseling

merupakan salah satu kemampuan yang masih minim dimiliki oleh guru BK di

lapangan, sehingga perlu disiapkan dengan matang agar dapat memberikan

pelayanan yang baik kepada siwa. Mahasiswa bimbingan dan konseling sebagai

calon konselor yang nantinya akan terjun ke lapangan, dituntut untuk memiliki

keterampilan konseling yang baik. Terlebih lagi kemampuan attending

merupakan keterampilan yang paling sering digunakan, sekaligus keterampilan

yang paling tidak dikuasai oleh konselor (Kusmaryani, 2010,hlm. 186).

Penelitian yang dilakukan Hafina (1999) pada mahasiswa jurusan PPB

Universitas Pendidikan Indonesia mengenai respon-respon konseling menunjukan

respons yang tidak sesuai dengan pernyataan klien menunjukkan respon attending

rata-rata 9,33%. Informasi ini memberikan gambaran reponsyang diberikan

mahasiswa belum sepenuhnya didasarkan pada pernyataan konseli, sehingga

tahapan kondisi yang diharapkan pada klien belum tumbuh dengan baik.

Kemampuan mahasiswa untuk mengajak klien memahami tanggung jawab dirinya

terhadap masalah, memahami kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai masih

kurang.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 orang mahasiswa

angkatan 2011 yang telah mengambil mata kuliah praktikum konseling individual

dan mahasiswa angatan 2010 yang telah melaksanakan PPL (Program

Pengalaman Lapangan) di jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Jakarta yang terdiri dari dua orang laki-laki dan

delapan orang perempuan. Studi pendahuluan dilakukan melalui metode

wawancara. Hasil wawancara menghasilkan temuan ketika praktek di lapangan

mahasiswa mengalami kesulitan memulai konseling dengan konseli, dikarenakan

beberapa hal yakni : (1) kesulitan memulai percakapan ketika awal pertemuan

konseling, terlebih ketika menghadapi siswa yang pendiam (2) bingung

menggunakan teori atau pendekatan awal ketika konseling, (3) terlalu fokus pada

permasalahan konseli, dan (4) terbebani untuk segera menyelesaikan

(16)

7

Untuk mencapai kompetensi , Institusi pendidikan hendaklah memfasilitasi

para calon konselor untuk memiliki keterampilan attending yang baik, sebelum

mereka terjun ke lapangan. Proses pembelajaran mahasiswa dalam mata kuliah

praktikum konseling individu, sebagai calon konselor idealnya akan didorong

untuk mengembangkan keterampilan konseling. Secara lebih lanjut perlu

dilakukan analisis mengenai kemampuan Attending calon konselor dalam

membangun rapport dengan konseli, sebagai tolak ukur kesiapan mahasiswa

sebelum praktik sebagai Guru BK nantinya.

Analisis yang bisa dilakukan adalah analisis proses konseling

menggunakan metode Conversation Analysis atau yang kemudian disingkat

dengan CA. CA adalah studi tentang percakapan dalam interaksi dan bagaimana

melalui percakapan , individu mencapai tindakan dan memahami dunia di sekitar

mereka (Madil, 2001, hlm. 414). CA berupaya untuk menguraikan dan

menjelaskan praktik-praktik kolaboratif yang dilakukan dan diyakini oleh penutur

ketika mereka melakukan aktivitas logis, sehingga kemudian termasuk dalam

analisis wacana yang berkaitan erat dengan perspektif formalistik, yakni

perspektif yang menganggap teks memiliki koherensi internal. Denzin dkk.

(2009, hlm. 615) menyebutkan koherensi internal disatupadukan dengan dasar

kode, sintaksis, gramatika, dan bentuk.

Alasan peneliti menggunakan metode CA dalam penelitian karena ada

beberapa hal mendasar yang membedakan CA dengan analisis wacana lainnya.

Madil (2001, hlm. 414) menyatakan ada tiga fitur yang membedakan, yakni :

fokus aktivitas, analisis, dan penekanan pada partisipan.

Fitur Pertama adalah fokus aktivitasnya. Fokus aktvitas dalam tujuan

analitik mengidentifikasi bagaimana kegiatan sosial dan kelembagaan, seperti

membuat diagnosis, dicapai dalam keseluruhan interaksi. Dikatakan tindakan

yang dicapai melalui kompetensi komunikatif dan keterampilan memahami yang

mendukung interaksi sehari-hari dan bicara sesuai norma. CA bertujuan untuk

mengidentifikasi keterampilan dalam detail halus rekaman percakapan.

Fitur kedua adalah CA memeriksa secara bergantian urutan ujaran, yang

(17)

8

karena ini menampilkan publik yang tersedia untuk inspeksi dan memberikan

kesempatan untuk melihat bagaimana pemahaman bersama yang dihasilkan.

Fitur ketiga CA adalah penekanan pada partisipan untuk lebih berorientasi

kepada usaha yang dikelola. Tujuannya bukan untuk memaksakan interpretasi dari

apa yang terjadi dalam pembicaraan tetapi untuk melihat bagaimana partisipan itu

sendiri menganalisis dan mengklasifikasikan jenis usaha yang dilakukan.

Metodologi CA merupakan prosedur analitik yang melibatkan

pemeriksaan rinci transkrip percakapan pada dasar pergantian ujaran,

mengidentifikasi struktur, prosedur dan strategi orang menggunakan sehingga

dapat terlibat dalam 'talk-in-interaction', yaitu, bagaimana partisipan mengelola

untuk mengenali dan memproduksi semua yang diperlukan untuk melakukan

percakapan. Fokus aksinya, analisis pergantian ujaran, dan penekanan pada

orientasi partisipan membuat CA idealnya cocok untuk memeriksa secara empiris

sifat dari proses psikoterapi. Hare-Mustin dan Marecek (dalam madil, 2011,hlm.

429) menyarankan:

„Pertama, fokus pada individu sebagai lokus masalah mengalihkan perhatian dari peran kondisi masyarakat akan menghasilkan beberapa masalah dan memperburuk orang lain. Kedua, karena anjuran protokol terapi, masalah yang teridentifikasi mungkin tidak sepenuhnya dinegosiasikan melainkan produk dari reformulasi konselor dari versi konseli sebelumnya dan konfirmasi atau persetujuan klien. Ketiga, konselor dipandu oleh bentuk-bentuk tertentu dari pengetahuan di mana ia membangun sebuah pandangan realitas‟.

Treichel (2008, hlm. 7) mengemukakan salah satu asumsi dasar dalam CA

sosial dan urutan ujaran secara terus menerus diciptakan oleh negosiasi makna

melalui praktik mereka interpretasi dan generasi makna ketika berbicara. Secara

teoritis, CA pun mengakui orang-orang merancang perilaku mereka selalu dengan

kesadaran akuntabilitas” (Forrester, 2002, hlm. 23).

Kelebihan CA dari metode lain adalah CA menawarkan perspektif

pengendalian data dari luar institusi konseling” (Madil, 2001, hlm. 416) . Pada

saat yang sama, pendekatan ini memiliki potensi untuk lebih memberikan

pemahaman bagi kita tentang pentingnya konstruksi psycho therapeutically ,

seperti kerja sama, dan untuk digunakan dalam kombinasi dengan kerangka kerja

tertentu. Secara analitik, CA dapat menunjukan secara berurutan dalam interaksi

(18)

9

partisipan membuat tugas-tugas tertentu (misalnya, perbaikan hubungan) yang

relevan, atau memang tidak relevan, untuk masalah yang sedang dihadapi selama

konseling berlangsung.

Menggunakan metode CA diharapkan penelitian dapat menganalisis

gambaran keterampilan attending calon konselor dalam membangun rapport

dengan konseli. Pemaknaan rapport yang dilakukan calon konselor dalam

perspektif konseli, analisis dalam perspektif multikultur, serta kaitan antara

keterampilan attending calon konselor dalam membangun rapport dengan konseli

dengan proses konseling .

Mengingat pentingnya penguasaan keterampilan attending dalam

membangun rapport dengan konseli, dengan latar belakang permasalahan seperti

yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk mengangkat judul “Analisis

Keterampilan Attending Calon Konselor Dalam Membangun Rapport

Dengan Konseli

B.Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka ada beberapa fokus

kajian yang dapat disimpulkan, yaitu :

a. Bagaimana gambaran analisis keterampilan attending calon konselor dalam

membangun rapport dengan konseli?

b. Bagaimana pemaknaan attending dalam membangun rapport yang dilakukan

calon konselor dalam perspektif konseli?

c. Bagaimana gambaran analisis keterampilan attending calon konselor dalam

membangun rapport dengan konseli ditinjau dari perspektif multikultur?

d. Bagaimana implikasi keterampilan attending calon konselor dalam

membangun rapport dengan konseli terhadap proses konseling?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

a. Mengetahui gambaran analisis keterampilan attending calon konselor dalam

membangun rapport dengan konseli.

b. Mengetahui pemaknaan attending dalam membangun rapport yang dilakukan

(19)

10

c. Mengetahui gambaran analisis keterampilan attending calon konselor dalam

membangun rapport dengan konseli ditinjau dari perspektif multikultur.

d. Menganalisis implikasi keterampilan attending calon konselor dalam

membangun rapport dengan konseli terhadap proses konseling

D.Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian teoretis dibidang

bimbingan dan konseling khususnya dalam dunia pendidikan mengenai

keterampilan konseling, khususnya keterampilan Attending.

b. Manfaat praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan sekaligus evaluasi

bagi pembelajaran keterampilan konseling individual di Jurusan Bimbingan dan

konseling, khususnya keterampilan Attending. Sehingga dapat dilakukan

pengembangan program mata kuliah praktikum konseling individu yang sesuai

dengan analisis kebutuhan mahasiswa. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat

memberikan gambaran sejauh mana kemampuan Attending calon konselor sebagai

persiapan untuk terjun ke lapangan menjadi guru BK.

E.Sruktur Organisasi Tesis

Tesis ditulis dengan struktur organisasi sebagai berikut :

1. Bab I pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta struktur organisasi

tesis.

2. Bab II kajian pustaka, berisi kerangka pemikiran tentang teori-teori yang dikaji

dan kedudukan masalah penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti.

3. Bab III metode penelitian memaparkan rincian metode penelitian termasuk

lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, instrument

penelitian, teknik pengumpulan data dan analisa data.

4. Bab IV hasil penelitian dan pembahasan, terdiri dari analisis data untuk temuan

penelitian serta analisis temuan berdasartkan kajian teoritis dan temuan

(20)

11

5. Bab V kesimpulan dan saran menyajikan penafsiran dan pemaknaan penelitian

terhadap hasil analisis temuan penelitian.

6. Daftar pustaka berisi daftar sumber rujukan tertulis yang pernah dikutip dalam

tesis.

7. Lampiran-lampiran, berisi berbagai dokumen yang digunakan dalam penelitian

(21)

55

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Penelitian didasarkan kepada pendekatan penelitian kualitatif didasari

pertimbangan sebagai berikut :

a. Penelitian secara spesifik fokus pada proses praktikum konseling individual

mahasiswa Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Jakarta pada mata kuliah praktikum konseling individual.

b. Penelitian dilakukan untuk melakukan analisis terhadap keterampilan attending

calon konselor dalam membangun rapport dengan konseli, yang hanya bisa

dilakukan dengan pendekatan kualitatif agar data yang didapat lebih

mendalam.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

ethnomethodology. Denzin,dkk (2009, hlm. 338)menyatakan ethnomethodology

memperlakukan realitas objektif sebagai hasil yang interaksional dan diskursif;

deskripsi, cerita, atau laporan tidak semata-mata berkisah tentang dunia sosial,

ketiganya adalah unsur pembentuk dunia tersebut.

Pendekatan yang dilakukan tidak dimaksudkan untuk menggali informasi

lewat wawancara atau kuesioner, namun mengandalkan percakapan yang terjadi

secara alami untuk menjelaskan bagaimana interaksi sehari-hari memproduksi

tatanan sosial di dalam konteks berlangsungnya percakapan tersebut. Ujaran

subjek atau informan dipandang sebagai tindakan yang menciptakan realitas lokal

itu sendiri. Ethnomethodology berfokus pada penyediaan analisis rasional

struktur, prosedur dan strategi yang digunakan masyarakat sendiri ketika mereka

membuat rasa keluar dari dunia sehari-hari mereka sendiri dan tindakan dan

interaksi.

Dalam proses analisis keterampilan konseling calon konselor, peneliti

menggunakan berbagai macam pendekatan agar dapat melihat gambaran

keterampilan calon konselor secara utuh. Untuk menganalisis keterampilan calon

konselor yang bersifat non-verbal peneliti menggunakan alat bantu observasi,

(22)

56

calon konselor, peneliti menggunakan CA sebagai alat analisis dari skrip

konseling hasil praktikum konseling yang telah dilakukan oleh calon konselor.

B.Partisipan dan tempat penelitian

Prosedur pengambilan partisipan dalam penelitian kualitatif memiliki

karakteristik (Poerwandari, 1998,hlm. 53):

a. Diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar, melainkan pada kasus-kasus

tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian.Penelitian kualitatif tidak

mempersoalkan jumlah sampel. Jumlah sampel bisa sedikit, tetapi juga bisa

banyak tergantung dari tepat tidaknya pemilihan informan kunci serta

kompleksitas dan keragaman fenomena sosial yang diteliti (Bungin, 2009).

b. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal

jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman konseptual

yang berkembang dalam penelitian.

c. Tidak diarahkan dalam keterwakilan (dalam arti jumlah/peristiwa acak)

melainkan pada kecocokan konteks.

Untuk pengambilan partisipan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan “theory based/operational construct sampling” yakni sampel dipilih dengan

kriteria tertentu berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai tujuan

penelitian agar sampel sungguh mewakili fenomena yang diteliti. Pada umumnya

penelitian kualitatif menggunakan purposif, sampel tidak diambil secara acak

tetapi dipilih mengikuti kriteria tertentu (Poerwandari, 1998, hlm. 60), atau juga

dalam penelitian berbasis lintas kultural disebut dengan Metodologi kelompok

fokus. Penelitian ini biasanya melibatkan partisipan sebanyak 7-10 orang

(Shiraev, 2012,hlm.54).

Penelitian dilakukan di Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Sesuai dengan theory based/operational

construct sampling maka partisipan dalam penelitian ini adalah Mahasiswa

Angkatan 2013 Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Jakarta yang sedang mengambil mata kuliah Praktikum

(23)

57

kepada dua karakter yang berbeda yakni : Dibedakan sesuai Gender dan latar

belakang budaya.

C.Pengumpulan Data

Pengumpul data yang digunakan sebagai alat atau instrumen dalam

penelitian sesuai dengan fokus penelitian yaitu peneliti sendiri dibantu dengan

menggunakan pedoman wawancara serta dokumentasi dan observasi. Instrumen

tersebut disusun berdasarkan fokus penelitian yang telah dikemukakan

sebelumnya. Secara lebih rinci proses pengumpulan data dijelaskan sebagai

berikut :

1. Wawancara Mendalam

Wawancara dalam penelitian ini merupakan proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

peneliti dengan informan dengan atau tanpa pedoman wawancara (Bungin, 2009,

hlm. 68) . Wawancara ini digunakan untuk menggali lebih dalam mengenai proses

konseling dalam praktikum konseling individual baik dari perspektif calon

konselor maupun konseli.

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah pedoman

wawancara dalam bentuk Semi-Struktur dimana wawancara mula-mula

menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur kemudian satu persatu

diperdalam untuk mendapat keterangan lebih lanjut. Wawancara yang dilakukan

bersifat terbuka dilaksanakan pada tempat dan waktu yang telah disepakati oleh

peneliti dan responden. Adapun kisi-kisi pedoman wawancara dalam penelitian ini

terlampir pada lampiran 2 dan 3.

2. Analisis Dokumen

Untuk dapat memahami respon-respon verbal calon konselor dengan baik,

perlu adanya analisis dokumen konseling sebagai bukti otentik dari proses

konseling yang dilakukan. Analisis dokumen yaitu teknik analisis yang dipakai

untuk memperoleh data melalui bahan-bahan tertulis berupa skrip konseling.

Sebagai alat bantu analisis skrip konseling peneliti menggunakan teknik

pendekatan conversation analysis. Secara teoritis, CA memfokuskan diri pada

(24)

58

berupaya untuk menguraikan dan menjelaskan praktik-praktik kolaboratif yang

dilakukan dan diyakini oleh penutur ketika mereka melakukan aktivitas interaksi

logis.

Ada beberapa alasan mengapa CA tepat digunakan untuk menganalisis

keterampilan attending calon konselor dalam membangun rapport dengan

konseli, yakni :

a. CA tepat untuk dipakai sebagai studi percakapan itu sendiri, yaitu, struktur

percakapan spontan yang dihasilkan oleh para penutur selama pembicaraan.

b. CA dapat digunakan untuk menyelidiki hubungan antara pemahaman

masyarakat terhadap institusi dan bagaimana bicara dipengaruhi oleh hubungan

kelembagaan dalam konteks tertentu.

c. CA dapat digunakan untuk memahami secara rinci ide-ide implisit yang

dimiliki tentang berbagai aspek kehidupan kita dan cara-cara di mana ide-ide

ini mempengaruhi cara berbicara satu sama lain.

Adapun skrip konseling yang dianalisis pada penelitian ini terlampir pada

lampiran ke 8.

3. Observasi langsung

Observasi merupakan sebagai sumber data tambahan dilakukan melalui

observasi langsung terhadap tempat dan peristiwa yang berkaitan dengan

implementasi kebijakan tersebut. Metode yang digunakan adalah metode

observasi partisipatif, dimana peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari obyek

yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber penelitian.

Observasi dilakukan oleh peneliti pada saat calon konselor sedang

melaksanakan proses praktikum konseling individual di ruang kelas. Peneliti

melakukan observasi dengan mengikuti rangkaian perkuliahan mata kuliah

praktikum konseling individual di tiga kelas yang berbeda.

Hasil observasi harus dilaporkan secara deskriptif tidak interpretatif.

pengamat tidak mencatat kesimpulan atau interpretasi melainkan data kongkrit

berkenaan dengan fenomena yang diamati. Deskripsi observasi pun harus detail

dan harus ditulis sedemikian rupa untuk memungkinkan pembaca

memvisualisasikan setting yang diamati. Sebelum melaksanakan observasi, maka

(25)

59

perlu diamati sesuai dengan tujuan penelitian yang sedang dilaksanakan. Adapun

kisi-kisi pedoman observasi dalam penelitian ini terlampir pada lampiran.

D.Prosedur penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan pada dasarnya mengikuti alur

penelitian dengan pendekatan kualitatif. Berikut ini secara berurutan prosedur

penelitian yang dilakukan :

a. Tahap Perencanaan penelitian, pada tahap ini dilakukan pengkajian secara

mendalam tentang tema dan arah penelitian yang direncanakan. Pada tahap ini

ditemukan sejumlah masalah yang kemudian menjadi dasar dilakukannya

penelitian ini, oleh karena itu dirumuskan dalam rumusan pertanyaan

penelitian. Keseluruhan maksud yang terkandung dalam penelitian

sebagaimana dikemukakan pada bab I.

b. Tahap Orientasi dan peninjauan, pada tahap ini dilakukan sejumlah penjajakan

penelitian terhadap lokasi dan subyek penelitian. Di tahap ini dilakukan studi

pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 30 Mei 2014 dengan melakukan

wawancara di lokasi penelitian. Sebagian hasil dari tahap ini sebagaimana

dipaparkan pada permulaan bab I.

c. Tahap eksplorasi penelitian dilakukan merupakan rangkaian pelaksanaan

pengumpulan data penelitian. Dalam tahap ini dilakukan pelaksanaan

penelitian. Kegiatan utama yang dilakukan pada tahap ini adalah :

d. Penyusunan kajian pustaka yang berkenaan dengan topik penelitian

e. Pembuatan kisi-kisi pedoman penelitian sebagai dasar ketika mengumpulkan

dan mengolah data

f. Pembuatan koding untuk analisis sesuai dengan standar CA

g. Pelaksanaan pengumpulan data secara intensif melalui berbagai teknik

pengumpulan data.

h. Terakhir sebagai kegiatan penutup ditahap ini adalah penyusunan lembar

observasi, membuat ekstrak dan skrip dari data audio/video, dokumentasi

transkrip dan deskripsi wawancara yang dilakukan. Pada kegiatan terakhir ini

(26)

60

untuk memastikan hasil data telah dikumpulkan, dengan menginformasikan

kembali hasi penelitian yang telah didapat kepada partisipan penelitian

i. Tahap kajian konseptual, tahap ini sebenarnya bukanlah kelanjutan secara

berurutan dari tahap sebelumnya ini dikarenakan dalam penelitian kualitatif

pengeksplorasi data berjalan berbarengan dengan penganalisaan data. Esensial

penting dalam tahap ini adalah analisa hasil temuan yang kemudian dikaitkan

dengan kajian pustaka, yakni analisis keterampilan attending calon konselor

dalam membangun rapport dengan konseli.

j. Tahap perumusan laporan, sebagai kelanjutan dari tahap sebelumnya maka

tahap ini tidak lepas dari tahap 3 dan 4. Pada tahap ini pelaporan hasil

penelitian dibahas dan dianalisis menjadi suatu kesimpulan.

E.Analisis data

Peneliti akan menganalisa data melalui tahapan-tahapan berikut:

a. Display Data

Pada display data ini peneliti mulai memisahkan data yang diperoleh ( baik dari

wawancara, observasi, maupun analisa dokumen) ke dalam 3 tema fokus

penelitian yang telah ditentukan sebelumnya.

b. Reduksi Data

Peneliti merangkum dan memilih pokok yang penting dan ada kaitannya

dengan yang akan diteliti setelah mendapatkan informasi dari para partisipan.

Data-data yang telah dipisahkan akan peneliti pisahkan menjadi dua bagian. Data

yang telah sesuai dengan tema fokus penelitian dan yang tidak sesuai. Kemudian

yang tidak sesuai tersebut akan peneliti analisis sebagai temuan baru, jika

memang berkaitan dan penting untuk diangkat maka peneliti akan

menambahkannya sebagai tema fokus penelitian yang baru. Dari data yang sudah

terpilah tersebut, peneliti akan membandingkan data tersebut dengan keterampilan

Attending model Carkhuff.

c. Membuat Kesimpulan

Pengambilan kesimpulan dan memverifikasinya sebelum, selama dan

setelah pengumpulan data. Sebelum menjadi data, peneliti memiliki bagian-bagian

(27)

61

dapat membawa peneliti pada kesimpulan. Begitu analisis dimulai,

kesimpulan-kesimpulan ini akan dites dan akan diproses lebih lanjut hingga menjadi

sempurna. Langkah-langkah analisis data peneliti dapat dijelaskan sebagai

berikut:

a) Mencatat hasil wawancara dan observasi yang telah diperoleh dengan

menggunakan Analisis dokumen, pedoman wawancara dan observasi

b) Melakukan interpretasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan fokus penelitian

c) Mengambil kesimpulan

CA merupakan metode analisis yang ketat karena mendasarkan

kesimpulan dalam rincian apa yang sebenarnya dikatakan. Namun, kriteria

kualitas lebih lanjut yang berkaitan dengan bentuk analisis telah dikembangkan

karena konsep-konsep seperti reliabilitas dan validitas. Secara khusus, Potter

(1996) dalam Madill (2001, hlm. 25) mengidentifikasi empat kriteria yang

digunakan untuk menilai kualitas wacana atau percakapan penelitian

analitik,yakni : Evaluasi, pemahaman partisipan pemahaman, analisis kasus

menyimpang, dan koherensi.

Pertama, evaluasi pembaca menyangkut cara ekstrak dan proses analisis

diletakkan dan tersedia untuk inspeksi dan bukan hanya kesimpulan. Kedua, ada

sejauh mana peneliti memenuhi persyaratan untuk menghadiri bagaimana

partisipan tampaknya menunjukan masalah yang sedang dihadapi. Pemahaman ini

tersedia melalui berurutan terungkapnya percakapan dan tindakan yang

dipasangkan didalamnya. Kriteria ini sepenuhnya digunakan dalam penelitian ini.

Kriteria ketiga dan keempat, analisis kasus menyimpang dan koherensi, arahkan

ke cara di mana karya ini dapat dikembangkan.

F. Kredibiltas Data

Kredibilitas menjadi istilah yang paling banyak dipilih untuk

menggantikan konsep validitas, dimaksudkan untuk merangkum bahasan

menyangkut penelitian kualitatif. Kredibilitas penelitian kualitatif terletak pada

keberhasilan atas tercapainya maksud dan tujuan, mengeksplorasi masalah dan

mendeskripsikan setting proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang

(28)

62

yang terkait dan interaksi dari berbagai aspek menjadi salah satu ukuran

kredibilitas penelitian kualitatif (Poerwandari, 1998, hlm. 115).

Dalam penelitian kualitatif ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk

memperoleh data yang kredibel dan dalam penelitian ini teknik pemeriksaan

keabsahan data yang digunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu

untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Denzin,dkk:2009)

Denzin,dkk (2009) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik

pemeriksaan yang memanfaatkan sumber, metode, penyidik, dan teori. Pada

penelitian ini, teknik triangulasi yang dipergunakan adalah triangulasi metode.

Pada Triangulasi dengan metode patton terdapat dua strategi yaitu : pengecekan

derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data

dan pengecekan derajat kepercayaan sumber data dengan metode yang sama

(Poerwandari, 1998, hlm. 131).

Selain itu peneliti juga menyertakan partner atau orang-orang yang dapat

berperan sebagai pengkritik yang memberikan saran-saran dan pembelaan yang

akan memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap analisis yang dilakukan

peneliti, agar dapat mengurangi bias-bias yang mungkin timbul dalam

menginterpretasikan penelitian (Poerwandari, 1998, hlm. 131). Adapun tenaga

ahli yang berkompeten dalam bidang teori konseling yang turut dilibatkan dalam

(29)

185

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini yaitu :

1. Calon konselor sudah menunjukan keterampilan attending yang baik terlihat

dari sudah digunakannya sebagian besar keterampilan attending yakni,

persiapan attending, attending secara personal, pengamatan, dan mendengar

aktif. Adapun secara spesifik keterampilan yang belum ditampilkan oleh calon

konselor adalah persiapan terhadap ruang lingkup/konteks, kecondongan

tubuh, pengamatan intelektual, kontak mata, fokus terhadap isi, serta fokus

terhadap konseli. Kemudian dalam keterampilan verbal (respon konseling).

Temuan penelitian ini menunjukan respon konselor dalam attending ini

ditunjukan melalui : memberikan edukasi mengenai proses konseling,

memberikan motivasi kepada konseli untuk terlibat dalam konseling,

menemukan titik temu antara pedoman konseling dan keinginan konseli.

2. Secara keseluruhan proses konseling, sikap attending yang ditunjukan oleh

calon konselor dalam proses konseling tersebut membuat konseli merasa

diterima, dan mau terbuka untuk ikut terlibat aktif menjalani proses konseling.

3. Dari perspektif budaya pola interaksi antar budaya dalam konseling

menghasikan konsekuensi terhadap respon konseling. Latar belakang budaya

yang berbeda tidak menunjukan adanya perbedaan sikap dalam keterampilan

attending yang ditunjukan oleh partisipan. Namun, perbedaan budaya

berpengaruh pada intonasi dan cara bicara partisipan dalam konseling. Hal

tersebut disebabkan oleh pengaruh sosialiasi formal di instusi pendidikan lebih

berpengaruh terhadap respon konseling daripada latar belakang budaya

partisipan.

4. Implikasi dari keterampilan attending yang ditunjukan oleh calon konselor

menunjukan bahwa jika attending yang dibangun calon konselor sampai

membangun rapport dengan konseli, memudahkan calon konselor untuk

membuat konseli ikut terlibat dalam proses konseling baik secara fisik,

(30)

186

5. Rekomendasi

Hasil penelitian menunjukkan gambaran analisis keterampilan attending

calon konselor dianggap sudah ditunjukan oleh para calon konselor, namun ada

beberapa hal yang patut menjadi pertimbangan, yakni proses pengajaran yang

dilakukan di institusi pendidikan sangat berpengaruh terhadap keterampilan

attending calon konselor dalam membangun rapport dengan konseli. Berkenaan

dengan repertoar bahasa yang dimiliki oleh calon konselor, masih termasuk lemah

terlihat dari respon verbal yang ditunjukan. Penguasaan keterampilan memberikan

respon verbal pada saat konseling merupakan hal yang penting karena calon

konselor akan berhadapan dengan konseli dari berbagai usia mapun lintas budaya.

Bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan lebih

spesifik menganalisis juga kualitas dari keterampilan attending calon konselor

dalam membangun rapport dengan konseli yang ditunjukan oleh calon konselor.

Peneliti juga mengembangkan program yang sesuai untuk mengembangkan

keterampilan konseling calon konselor di bidang komunikasi konseling. Materi

tersebut diharapkan mampu mengembangkan keterampilan konseling dalam

memberikan respon secara verbal, bukan hanya meniru dari contoh yang telah

disediakan.

Sebagai institusi pendidikan yang memberikan pengaruh, proses

pengajaran di Universitas bisa menjadi sarana yang baik dalam membentuk

karakteristik calon konselor maupun untuk membangun budaya konselor di

institusi tersebut. Berkenaan dengan perspektif budaya, hendaknya penelitian

yang sama dilakukan di daerah-daerah yang masih kental dengan adat, nilai, dan

norma budayanya. Penelitian yang dilakukan di Jakarta, kurang menunjukan

karakter asli dari suku dan budaya partisipan. Partisipan dalam penelitian ini

kurang memahami adat dan nilai dari budayanya sendiri dikarenakan proses

(31)

187

DAFTAR PUSTAKA

Akhmadi, Agus. (2013). Peningkatan kesadaran multikultural konselor (guru BK). Jurnal MUADDIB Vol.03 No.02 Juli-Desember 2013, hlm 18-36

Asrowi. (2011). Pengembangan program keterampilan konseling untuk meningkatkan efektivitas konseling individual para guru bimbingan dan konseling. (Disertasi). Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Alberta , Anthony J. & Anita H. Wood. (2009). A practical skills model for effectively engaging clients in multicultural settings. Journal The Counseling Psychologist : Sage Publication edisi 15 April 2009

Carkhuff, Rober R. (1985). The art of helping. Massachusetss: Human Resource Devloment Press. Inc.

Carkhuff, R.R.&Anthony, W.A. (1979). The helping skills. Masschusets : Human Resources Development Press

Capuzzy, D & Gross, D.R. (1997). Introduction to the counseling profession. Second Edition. Boston: Allyn & Bacon

Cavanagh, M. E. (1982). The Counseling experience . A theoretical and practical approach. Belmont, CA: Wadsworth Inc.

Cavalli-Sforza, L. And M. Feldman. (1981). Cultural transmission and evolution: A Quantitative Approach. Princeton NJ : Princeton University Press. Corey, Gerald. (2013). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi

(ed.Terjemahan). Bandung : Refika Aditama

Denzin, Norman K dan Yvonna S. Lincoln. (2009). Handbook of qualitative research.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Eliasa, Eva Imania. (2011). Pentingnya respek pada diversity universality dalam konseling (The importance of respect in diversity and universality in counseling). Makalah disajikan dalam Join Counseling Conference, Bandung, 7&8 Desember 2011

Forrester, Michael A. (2002). How to do conversation analysis: a brief guide. Department of Psychology : University of Kent

Geldard, Kathryn dan David Geldard.(2011). Keterampilan praktik konseling : pendekatan integratif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Hafina, A. Anne. (1999). Pengembangan program parktik konseling berdasarkan analisis latihan keterampilan konseling mahasiswa. (Tesis). PPS IKIP Bandung.

Hafina, A. Anne. (2010). Teknik latihan keterampilan dasarkonseling individual.

(32)

188

Hafina, A. Anne. (2010). Bahan materi latihan keterampilan attending. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia

Ibrahim, Marwah. D. (2003). Basic Life : Mengelola hidup &merencanakan Masa Depan. Jakarta: MHMMD Production

Jones, Richard Nelson. (2012). Pengantar keterampilan konseling. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Kumaryani, Rosita. (2010), Penguasaan keterampilan konseling guru pembimbing di Yogyakarta. Jurnal Kependidikan : Volume 40, Nomor 2, November 2010, hal. 175-188

Llyod, Chris and Frikkie Maas. (2003), The helping relationship: The application of Carkhuff's Model. Journal CJOT : Volume 60, Nomor 2, June 1993, hal 83-88, Queesland : Austrlia

Madill, Anna, Sue Widdicombe and Michael Barkham. (2001). The potential of conversation analysis for psychotherapy research. The Counseling Psychologist Journal :Sage Publication edisi 1 Mei 2001

Marjo, Karlina. (2013). Penerapan microskills dalam domain multicultural. Jurnal Konseling dan Pendidikan, Volume 1 Nomor 1, Februari 2013, Hlm 58-66

Matsumoto, David. (2008). Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

McLeod, J. (2006). Pengantar konseling: Teori dan studi kasus. Edisi Ketiga. Jakarta: Kencana.

Muslich,Mansur dan I gusti Ngurah Oka. (2010). Perencanaan Bahasa Pada Era Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara

Poerwandari,E. Kristi. (1998). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta : LPSP3 FPUI

Ramdana. (2011). Pengaruh latihan keterampilan dasar komunikasi konseling terhadap penguasaan kompetensi profesional guru pembimbing Di SMA/SMK se kota makassar. Tesis, Pascasarjana Universitas Negeri Makassar : Tidak diterbitkan

Sack,H. Schegloff,E.A,&Jefferson G. (1974). A simplest systematic for the organization of turn-taking for conversation. Languange 50:696-735

Schiffrin, Deborah. (2007). Ancangan kajian wacana (ed.Terjemahan).Yogyakarta: Pustaka Pelajar

(33)

189

Sharpley, Christopher F; Fairnie, Emma; Tabary-Collins, E; Bates, Rebecca; Lee, Priscilla. (2000). Scholarly journals : the use of counsellor verbal response modes and client-perceived rapport. United Kingdoms : Taylor & Francis Ltd. P.99-116

Shiraev, Eric B, and David A. Levy. (2012). Psikologi lintas kultural : pemikiran kritis dan terapan modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sue, D.W & David Sue. (2003). Counseling the culturally diverse: theory and practice (4thedition).USA: John Wiley & Sons, Inc.

Suherman AS, Uman. (2013). Manajemen bimbingan dan konseling. Bandung : Rizqi Press

Sutherland,Olga. (2008). Therapeutic Collaboration: Conversation Analysis of Couple Therapy. (Thesis). The university of Calgary Faculty of graduate studies division of applied psychology

Sukyadi,Didi. (2011). Teori dan Analisis Semiotika. Bandung : Rizqi Press

Treichel, Bärbel. (2008). Conversation analysis of counselling interaction. the action scheme of counselling, problem versus solution orientation, and the place for biographical counselling. Modul B.3 Biographical Counselling in Rehabilitative Vocational Training - Further Education Curriculu

Titscher, Stefan,dkk. (2009). Metode analisis teks dan wacana (ed.Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Wilis, Sofyan. (2004). Konseling individual : Teori Dan Praktek. Bandung : Alfabeta

Wooffitt. Robin. (2005). Conversation analysis and discourse analysis. London : Sage Publications Ltd

Westerman, Michael. (2011). Theory and Psychology : Conversation analysis and interpretive quantitative research on psychotherapy process and problematic interpersonal behavior, Sage Publication edisi 8 April 20011

Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika. (2005). Landasan bimbingan dan konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya

Yeh, J.Christine dan Arpana G. Inman. (2007). Qualitative data analysis and interpretation in counselingpsychology: Strategies for best practices. The Counseling Psychologist Journal : Sage Publication edisi 19 April 2007

Referensi

Dokumen terkait

Di susun oleh : Nama : Lela Sari Kelas : XI Rpl 1. Program keahlian : Rekayasa

Saran yang dapat diberikan atas simpulan di atas adalah: Perlunya sosialisasi pendidikan anti korupsi bagi guru SD N di Kecamatan Gunungpati, perlunya pengadaan

Yang perlu menjadi pertimbangan untuk dibenahi adalah kebersihan, lantai yang kering tidak becek, penataan lokasi penjual sesuai dengan golongan barang yang

bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat efikasi siswa terhadap pada setiap kategori sekolah yang telah ditentukan sebelumnya. Analisis Statistik Deskriptif Teknik

3) an indefi nite point in time: the other day, ages ago, a long time ago To form a simple past : subject + verb + ed (regular verbs).. Note that some verbs are

Sarjana keteknikan pertanian adalah seorang yang mahir dalam rekayasa alat dan mesin di bidang industri pertanian serta pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang memiliki

In order to perform solar radiation analysis, one possibility is to directly use the Digital Surface Model produced from LiDAR data and buildings shapefile from digital cartography

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN SEBELUM BERTANDING DENGAN PERFORMA ATLET PADA CABANG OLAHRAGA BOLA BASKET. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |