18 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Penelitian Terdahulu
Adapun teori dan konsep yang digunakan oleh penulis untuk menjelaskan judul penelitian mengenai “Evaluasi Program Pengembangan Halal Tourism Kota Malang” yaitu berasal dari jurnal-jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini yang tujuannya adalah untuk menambah ilmu pengetahuan serta wawasan baik bagi penulis, akademisi, pemerintah atau orang-orang yang memiliki keterkaitan dengan pengembangan wisata halal. Beberapa penelitian terdahulu dibawah ini tidak memiliki kesamaan judul akan tetapi berkaitan dengan penelitian. Berikut dibawah ini adalah jurnal dari penelitian terdahulu yang dijadikan penulis sebagai referensi dalam penelitian ini :
Tabel 2.1 Literature Review No Nama/ Judul
Penelitian
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian 1. (Umiyati &
Tamrin, 2020)/
“Collaboration Of
Stakeholders In The Development Of Halal Tourism In Malang City Of East Java Indonesia In Technology Era 4.0”
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisa terhadap peran dan keterlibatan stakeholder dalam
mengembangkan pariwisata halal di Kota Malang.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan observasi secara langsung, wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian dalam jurnal ini yaitu UU RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen digunakan sebagai upaya untuk membangun kesadaran bagi para pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen dengan sikap jujur dan bertanggung jawab
dalam
berbisnis. Artinya bisnis industri
pariwisata halal harus mempunyai kesadaran bahwa perlindungan sebagai kewajiban yang
19
harus dipenuhi.
2. (Fithry &
Anwar, 2018)/
“An
Evaluation of Halal Tourism Program in East Lombok Regency Using
Kirkpatrick’s Model”
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program wisata halal di Lombok Timur sebagai patokan dalam mengambil keputusan di masa yang akan datang. Selain itu juga untuk melihat tingkat keberhasilan pelaksanaan program wisata halal di Lombok Timur yang dilihat dari kepuasan pemerintah, instansi, masyarakat.
Kemudian pencapaian target dan pengetahuan, perubahan perilaku
masyarakat serta pengaruh dari perubahan perilaku pemerintah, lembaga dan masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif dengan mengadopsi model
Kirkpatrick’s (Reaksi, Pembelajaran, Perilaku, Hasil) untuk mengevaluasi program. Penelitian ini menggunakan model
Kirkpatrick’s dimana peneliti melibatkan masyarakat lokal dalam memberikan penilaian kepuasan terhadap program pengembangan wisata halal yang telah dijalankan oleh pemerintah Lombok Timur.
Selain itu, pelaku dalam industri halal tourism harus dapat memahami serta mengimplementasi kan setiap makna kegiatan pariwisata sesuai prinsip syariah mulai dari hotel, sarana, transportasi, makanan dan minuman halal hingga fasilitas dan pelayanan biro perjalanan. Dalam wisata halal setiap hotel harus punya fasilitas ibadah seperti
Hasil penelitian menunjukkan bahwa reaksi
Dinas Pariwisata dan masyarakat Kabupaten Lombok Timur pada program Wisata Halal ada di kategori sedang (75,46%); reaksi masyarakat terhadap pembelajaran dan daya dukung program pariwisata halal ada di kategori sedang
(75,17%); pengetahuan masyarakat tentang Wisata Halal dinilai 82,93%; sistem manajemen, baik operasional/
administrasi yaitu 70,62%; dan reaksi masyarakat
pada aspek program Wisata Halal mendapat skor
79,03%. Efektivitas program Wisata Halal menurut tanggapan masyarakat terhadap aspek fasilitas mendapat skor 65,52 atau pada kategori sedang.
Selain itu, hasil kuesioner
mengungkapkan bahwa 91,67% peserta
berpendapat bahwa pengetahuan mereka dapat dari program Wisata Halal kurang praktis.
20
masjid/musholla.
3. (Destiana, R.,
& Kismartini, 2020)/
“Pengembanga n Pariwisata Halal Di Pulau Penyengat Provinsi Kepulauan Riau”
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap strategi alternatif dalam upaya mengembangkan wisata halal yang ada di Pulau Penyengat dapat
berdampak pada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan dan konsep wisata halal di Pulau Penyengat dapat di
implementasikan , sehingga dapat menghasilkan strategi yang disarankan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan
deskriptif kualitatif dan studi pustaka dengan
memanfaatkan berbagai jurnal yang berhubungan dengan penelitian.
Hasil penelitian jurnal ini menunjukkan bahwa ada 2 tujuan yaitu untuk menumbuhkan minat kegiatan berwisata bagi
wisatawan Muslim ke Pulau Penyengat, mengimplementasikan segmen halal tourism sebagai pelayanan jangka panjang. Kedua tujuan tersebut harus memenuhi kriteria kelayakan yang diantaranya secara teknis, ekonomi dan keuangan, politik serta administratif.
Disamping itu,
diperlukan 3 alternatif untuk dapat mencapai tujuan tersebut yakni branding dan promosi, keluasan dalam akses dan mengurus visa, persiapan fasilitas muslim friendly bagi wisatawan.
21 4. (Qaddahat, R.,
Attaalla, F., &
Hussein, 2016) /
“Halal Tourism:
Evaluating Opportunities and
Challenges in the Middle East “Jordan and Egypt”
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti
bagaimana pelaksanaan pariwisata halal yang ada di negara Yordania dan Mesir dengan menggunakan metode
kuestioner yang berisikan mengenai komitmen atau tingkat
kesadaran para pengusaha perhotelan, agen perjalanan, dan agen
penerbangan tentang konsep wisata halal;
apakah sudah melaksanakan pariwisata halal;
apakah ada kebijakan dari hotel, biro perjalanan, maskapai penerbangan halal di kedua negara tersebut;
serta tantangan yang dihadapi pariwisata halal.
Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah pendekatan deskriptif analitik yang meninjau fenomena wisata halal di wilayah Timur Tengah.
Data sekunder diperoleh melalui referensi buku dan formulir kuestioner melalui aplikasi facebook di subyek negara Yordania dan Mesir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwsanya ada tantangan umum yang dihadapi Yordania dan Mesir sebagai negara yang berkomitmen dalam mengembangkan Pariwisata Halal.
Menurut pendapat responden, banyak yang tidak mengetahui tujuan dari konsep wisata halal, termasuk harga tinggi, keamanan yang hilang dan
masalah politik. Orang Yordania sebagai penyedia utama untuk pelayanan pariwisata (maskapai
penerbangan, hotel, agen perjalanan) yang terbaik dalam
memberikan informasi, pelayanan, sarana dan prasarana mengenai wisata halal.
Sumber : data sekunder yang telah diolah oleh Penulis, Tahun 2022
Keterkaitan atau relevansi penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu (Jurnal 1) yang disusun oleh (Umiyati & Tamrin, 2020) apabila dikaitkan dengan persamaan pada penelitian ini adalah topic pembahasan yang mengangkat mengenai pengembangan pariwisata halal di Kota Malang dan juga
22
sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Adapun perbedaannya, penelitian ini meneliti mengenai kolaborasi dari para pemangku kepentingan dalam pengembangan pariwisata halal di Kota Malang di era teknologi 4.0 yang fokus utamanya pada kolaborasi antar pemangku kepentingan dan pemasaran melalui media tv lokal/nasional. Sedangkan penelitian saya berfokus pada evaluasi program pengembangan halal tourism yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang agar dapat diketahui hal-hal apa saja yang perlu untuk diperbaiki dan upaya dalam mencapai target yang telah ditetapkan.
Kemudian (Jurnal 2) yang disusun oleh (Fithry & Anwar, 2018), persamaannya dengan penelitian saya yaitu sama-sama membahas mengenai evaluasi program wisata halal dan juga menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Perbedaannya penelitian terdahulu ini penulis menggunakan model Kirkpatrick’s untuk mengevaluasi program pengembangan halal tourism di Lombok Timur dengan berdasarkan reaksi, perilaku masyarakat. Sedangkan skripsi saya adalah meneliti evaluasi yang telah dilakukan pemerintah melalui teori evaluasi kebijakan menurut William Dunn yang meliputi beberapa kriteria seperti efektivitas, efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas, dan ketepatan serta target-target yang telah ditetapkan, apakah dari segi services, fasilitas sudah sesuai atau belum, sertifikasi halal terhadap UKM/hotel/resto sudah sekian persen.
Selanjutnya, persamaan penelitian ini dengan (Jurnal 3) yang disusun oleh (Destiana, R., & Kismartini, 2020) adalah pada topic penelitian yang mengangkat mengenai pengembangan wisata halal dimana baik pemerintah daerah sama-sama belum memiliki strategi yang tepat dalam upaya mencapai tujuan dari pengembangan halal tourism. Persamaan lainnya metode penelitian yang digunakan yakni deskriptif kualitatif. Adapun yang menjadi perbedaan penelitian ini dengan skripsi saya yaitu pada fokus penelitian. Dimana dalam penelitian ini peneliti berfokus pada strategi alternatif dengan cara melakukan studi pustaka tanpa mengetahui informasi secara langsung dari pihak terkait yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan pengembangan halal tourism di Pulau Penyengat di Provinsi Kepulauan Riau. Selain itu dari jurnal ini dapat diketahui bahwsanya belum ada dasar hukum baik itu Pergub, Perda ataupun Perwali yang secara
23
khusus mengatur mengenai pariwisata halal di Provinsi Kepulauan Riau.
Pengembangan halal tourism memerlukan alternatif dalam hal strategi dalam menumbuhkan jumlah kegiatan para wisatawan Muslim khususnya di Pulau Penyengat. Strategi ini meliputi branding dan promosi; keluasan akses dan visa;
persiapan fasilitas muslim friendly dalam mendukung kebutuhan serta kegiatan berwisata bagi wisatawan Muslim yaitu masjid/musholla untuk beribadah, lisensi halal untuk makanan dan minuman.
Sedangkan, persamaan (Jurnal 4) yang disusun oleh (Qaddahat, R., Attaalla, F., & Hussein, 2016) dengan penelitian sekarang yaitu sama-sama membahas mengenai pengembangan pariwisata halal. Adapun perbedaan penelitian ini dengan skripsi saya yaitu pada metode penelitian yang menggunakan pendekatan deskriptif analitik melalui formulir kuestioner yang disebarkan melalui aplikasi facebook. Sedangkan skripsi saya menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif melalui wawancara bersama narasumber yang terkait dengan pelaksanaan pariwisata halal yakni pemangku kepentingan, dokumen resmi yang dibuat oleh Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Kota Malang, Kemenparekraf, dll.
Apabila melihat relevansi penelitian diatas, dapat diketahui bahwa penelitian yang mengangkat topic mengenai pengembangan pariwisata halal rata- rata menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Dimana metode analisis menurut (Sugiyono, 2011) terdiri atas beberapa komponen yakni reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dalam proses penelitian yang dilakukan ini, peneliti berfokus pada subyek penelitian yang befungsi memberikan informasi ataupun data yang berkaitan dengan rumusan masalah. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada hasil penelitian dalam pelaksanaan Program Pengembangan Halal Tourism di Kota Malang.
Perbedaan lain terlihat dari teori yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu teori evaluasi kebijakan menurut William Dunn yang terdiri atas beberapa kriteria seperti efektivitas, efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas dan ketepatan serta target yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada jurnal (Destiana, R., & Kismartini, 2020), terdapat teori mengenai analisis kebijakan yang
24
dikemukakan oleh Patton dan Sawicki, dimana penetapan kriteria evaluasi dibutuhkan dalam proses analisis kebijakan untuk melakukan perbandingan terhadap alternatif suatu kebijakan, serta menentukan kebijakan mana yang dapat secara benar menyelesaikan permasalahan dari kebijakan lain dan bagi masyarakat yang terkena imbas dari kebijakan tersebut. Teori evaluasi kebijakan ini digunakan untuk mengukur dan menilai sejauh mana pelaksanaan kebijakan publik ini dilaksanakan, bagaimana dampak dari pelaksanaannya, apakah kebijakan tersebut telah mencapai target dan tujuan yang sudah ditetapkan, bagaimana realitanya di lapangan sudah efektif dan efisien atau tidak, apa saja yang perlu diperbaiki di tahun berikutnya agar pelaksanaannya dapat dirasakan secara merata dan tepat sasaran kepada semua pihak yang menjadi target bahkan dampaknya kepada masyarakat terkait pelaksanaan pariwisata halal di Kota Malang.
II.2 Kajian Pustaka II.2.1 Konsep Evaluasi
a). Pengertian Evaluasi
Evaluasi berarti penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Sedangkan evaluasi menurut Komite Studi Nasional tentang Evaluasi dari UCLA (Stark & Thomas, 1994: 12), evaluasi merupakan sebuah proses atau aktivitas yang berupa pemilihan, pengumpulan, analisis dan penyediaan informasi yang bisa dijadikan dasar dalam membuat suatu keputusan dan menyusun program berikutnya (Widoyoko, 2009). Evaluasi melahirkan wawasan yang berkaitan dengan kebijakan mengenai perbedaan cara kerja kebijakan yang dikehendaki dengan yang sebenarnya dilaksanakan. Evaluasi dilakukan untuk memudahkan dalam memutuskan suatu kebijakan di tingkat penilaian terhadap proses penyusunan sebuah kebijakan. Artinya evaluasi bukan sekedar menciptakan sebuah kesimpulan tentang banyaknya pemecahan terhadap persoalan akan tetapi, juga memberikan penjelasan dan masukan akan nilai yang menjadi dasar dalam suatu kebijakan serta mendukung dalam beradaptasi dan merumuskan permasalahan yang datang.
25
Evaluasi menurut pandangan Stufflebeam dan Shinkfield (1985: 159) adalah proses menyajikan suatu informasi yang bisa digunakan untuk membuat perbandingan ketika menetapkan harga dan jasa (the worth and merit) dari tujuan yang akan diraih, desain, implementasi dan dampak dalam membuat keputusan, tanggung jawab dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena. Evaluasi kebijakan publik menurut (Widodo, 2008) selain digunakan untuk mengamati hasil serta dampak tetapi juga digunakan untuk melihat proses penerapan kebijakan yang telah diterapkan. Artinya evaluasi bisa dipakai untuk mengukur penerapan dari proses penyelenggaraan kebijakan sudah sesuai dengan petunjuk teknis yang sudah ditetapkan atau tidak.
William N. Dunn (1999) menjelaskan mengenai istilah evaluasi yang dapat diartikan sebagai penaksiran, pemberian angka atau skor, dan penilaian.
Atau dalam kata lain, evaluasi berhubungan dengan pengelolaan informasi tentang nilai atau manfaat hasil kebijakan. Pelaksanaan evaluasi dapat menghasilkan informasi yang tepat dan terpercaya khususnya mengenai kinerja kebijakan yang meliputi kebutuhan, nilai dan peluang yang sudah tercapai melalui tindakan publik. Selain itu, evaluasi memberi sumbangsih terhadap penjelasan dan masukan pada nilai-nilai yang digunakan sebagai dasar dalam menentukan target dan tujuan yang hendak dicapai. Kemudian evaluasi juga berkontribusi pada cara penggunaan terhadap metode analisis beberapa kebijakan diantaranya perumusan masalah dan usulan. Dapat dikatakan bahwasanya evaluasi kebijakan lebih berhubungan erat dengan pelaksanaan dari kebijakan terutama pada implementasi dari kebijakan publik (Dwijowijoto, 2003).
b). Evaluasi Program
Evaluasi kebijakan sama halnya dengan evaluasi program, dimana evaluasi digunakan untuk menilai apakah implementasi program dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Pada implementasi program ada yang disebut dengan kriteria, dimana kriteria ini digunakan sebagai patokan suatu keberhasilan dalam implementasi serta kondisi yang dianggap merupakan hasil dari proses pengambilan suatu kesimpulan. Evaluasi bisa dipakai untuk membuktikan tahap
26
kesuksesan dari program yang berhubungan dengan lingkungan program yaitu sebagai “judgement” akankah program tersebut dilanjutkan, ditangguhkan, dimajukan, ditumbuhkan, diperbolehkan hingga tidak diterima.
“Evaluasi program dikenal sebagai sebuah proses. Dimana secara eksplisit evaluasi berpedoman untuk mencapai pada tujuan. Hal ini berbeda dengan implisit, evaluasi dilakukan dengan cara melakukan suatu perbandingan terhadap apa yang sudah berhasil didapatkan dari program dengan apa yang sesungguhnya sudah didapatkan sesuai pada patokan yang sudah ditentukan. (Muryadi, 2017)
Berdasarkan waktu evaluasi, evaluasi implementasi program terbagi atas tiga hal diantaranya sebelum dilakukan, ketika dilakukan dan setelah dilakukan.
Evaluasi sebelum dilakukan ini dinamakan evaluasi summatif. Sedangkan evaluasi ketika sedang dilakukan dinamakan evaluasi proses dan evaluasi yang dilakukan setelah kebijakan dinamakan evaluasi konsekuensi atau disebut output dari kebijakan atau evaluasi pengaruh yang disebut dengan outcome dari suatu kebijakan (Dwijowijoto, 2003).
“Evaluasi kebijakan publik tidak berkaitan dengan pelaksanaan atau implementasi di lapangan saja akan tetapi berhubungan erat dengan perumusan, implementasi, dan lingkungan kebijakan publik.” Artinya melalui evaluasi kebijakan publik segala permasalahan lain di luar lapangan dapat diketahui seperti proses perumusan kebijakan, implementasi kebijakan di lapangan, dan lingkungan kebijakan publik entah dalam pemerintahan ataupun masyarakat di tempat kebijakan tersebut dilaksanakan.
Evaluasi perlu dilaksanakan sebab tidak seluruh program kebijakan publik mampu memperoleh hasil berdasarkan rencana yang sudah ditentukan sebelumnya. Dimana dalam pelaksanaan kebijakan publik seringkali ditemui ketidakberhasilan dalam mencapai makna dan tujuan. Hal ini disampaikan oleh (Rusmini, 2019) mengenai 4 makna dari evaluasi kebijakan yang diantaranya yaitu proses perumusan kebijakan, proses pelaksanaan atau implementasi, dampak
27
dari kebijakan, efektivitas dari dampak kebijakan. Evaluasi pertama dan kedua merupakan evaluasi implementasi sementara evaluasi ketiga dan keempat merupakan evaluasi yang dihasilkan dari dampak kebijakan (Wibawa, 2004).
Dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan sangat penting untuk dilakukan agar pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh para pemangku kebijakan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya secara tepat sasaran. Sebab evaluasi digunakan untuk mengukur dan menilai hal-hal apa saya yang masih kurang sehingga perlu diperbaiki agar selanjutnya dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
c). Fungsi Evaluasi
Evaluasi memiliki beberapa fungsi dalam evaluasi kebijakan yang diantaranya yaitu :
1. Evaluasi dapat menghasilkan informasi yang dapat dipertanggung jawabkan terkait dengan cara kerja dari kebijakan seperti nilai, kepentingan, peluang yang bisa diperoleh dengan aktivitas publik.
2. Evaluasi menghasilkan kontribusi terhadap uraian dan kritik yang berhubungan pada nilai yang menjadi dasar dalam penetapan sasaran dan tujuan.
3. Evaluasi menghasilkan kontribusi terhadap implementasi dari analisis kebijakan yang meliputi rekomendasi dan perumusan suatu masalah.
d). Kriteria Evaluasi
Evaluasi dihubungkan dengan penghasil informasi tentang nilai dan manfaat dari hasil kebijakan, apabila hasil kebijakan tersebut memiliki nilai tentunya turut memberikan sumbangsih terhadap tujuan. Kebijakan atau program dikatakan bisa memperoleh tingkat kinerja yang baik artinya permasalahan dalam kebijakan dapat dipecahkan dengan jelas. (William Dunn, 1999) memberikan gambaran mengenai evaluasi yang melahirkan berbagai ketentuan yang sifatnya evaluatif. Adapun menurut William Dunn kriteria evaluasi terbagi atas :
28 1. Efektivitas
Digunakan untuk mengukur kesuksesan dari program yang sedang dilakukan dengan cara melihat apakah sudah sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan.
2. Efisiensi
Sebuah upaya yang dilaksanakan secara singkat, tidak membutuhkan waktu lama untuk mencapai tujuan dan hasil yang dikehendaki.
3. Kecukupan
Memiliki keterkaitan dengan efektivitas dimana kecukupan digunakan sebagai patokan dan melihat banyaknya cara dalam memenuhi nilai, kepentingan, peluang dalam membereskan suatu persoalan.
4. Pemerataan
Berkaitan dengan manfaat yang disebarkan secara adil dan merata pada sekumpulan komunitas yang berbeda.
5. Responsivitas
Atau disebut dengan tanggapan yang diperoleh melalui kegiatan dari pelaksanaan program. Dimana hasil program dapat memberikan kepuasan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pelayanan yang dilakukan.
6. Ketepatan
Penilaian terhadap tujuan program memiliki kekuatan yang sama dengan praduga yang menjadi landasan dari tujuan. Ini berhubungan dengan sebuah makna untuk mewujudkan tujuan dimana program harus dijalankan secara merata dan tepat.
e). Pendekatan Evaluasi
Pendekatan Evaluasi menurut (William Dunn, 1999) dibagi menjadi 3 seperti yang digambarkan pada tabel dibawah ini :
29
Tabel 2.2 Pendekatan Evaluasi
Pendekatan Tujuan Asumsi Bentuk-bentuk
Utama Evaluasi Semu Metode deskriptif
dipakai dengan tujuan untuk mendapatkan
informasi yang dapat dibuktikan mengenai hasil dari
pelaksanaan kebijakan.
Tolak ukur manfaat atau nilai dapat dibuktikan secara mandiri atau yang disebut tidak kontroversial.
Penelitian sosial Akuntansi strata sosial
Analisis sosial Aliansi
penelitian dan penerapan.
Evaluasi Formal
Metode deskriptif diperlukan untuk mendapatkan
informasi yang dapat dibuktikan dan dipertanggung jawabkan terkait hasil kebijakan yang dilakukan dengan formal yang diberitahukan sebagai tujuan dari sebuah program.
Tujuan serta target sasaran dari pengambilan kebijakan dan administrator yang secara resmi dipublikasikan adalah patokan yang dianggap sesuai dari keuntungan atau nilai.
Evaluasi perkembangan Evaluasi penelitian Evaluasi secara retrospektif Evaluasi hasil retrospektif
Evaluasi Keputusan Teoritis
Metode deskriptif dipakai untuk mendapatkan informasi yang bisa dibuktikan serta divalidasi tentang hasil kebijakan secara eksplisit yang diinginkan oleh para pelaku kebijakan.
Tujuan serta target dari masing-masing orang yang
dipublikasikan secara formal atau secara sembunyi adalah sebenarnya patokan dari keuntungan atau angka.
Perbandingan mengenai bisa atau tidak dilakukan suatu evaluasi
Analisis utilitas multiatribut.
Sumber : Buku Pengantar Analisis Kebijakan Publik William Dunn
30 II.2.2 Halal Tourism / Pariwisata Halal
a). Pengertian Halal Tourism
Global Muslim Travel Index (Global Muslim Travel Index, 2016:7) merupakan lembaga yang bergerak dalam pengembangan wisata halal dunia memberikan pengertian mengenai halal tourism. Halal Tourism merupakan kegiatan wisata yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip Islam dan memiliki tujuan menyediakan sarana dan prasarana serta layanan yang ramah terhadap wisatawan Muslim. Adapun yang menjadi perhatian dalam wisata halal, seperti pemerintah daerah bisa menyediakan fasilitas untuk melakukan ibadah yaitu tempat untuk sholat seperti masjid/musholla; menyediakan makanan atau minuman dengan sertifikasi atau label halal; dan fasilitas umum yang memadai (Subarkah, 2018).
“Pariwisata halal merupakan sepaket pelayanan tambahan yang meliputi amenitas, daya tarik wisata, dan aksesibilitas yang diperuntukkan dan diberikan untuk menambahkan pengalaman, kebutuhan dan keinginan wisatawan muslim.” (Sutono: 15 Maret, 2019) (Pengembangan, 2019) Pariwisata halal menyediakan berbagai pilihan pelayanan pendukung seperti restoran, fasilitas publik dengan tempat ibadah, tempat wisata, penyediaan transportasi yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan muslim agar mendapat kesan dan pengalaman yang berbeda dalam melakukan kegiatan berwisata.
Pariwisata Halal sebagai sebuah fenomena baru dalam pasar pariwisata yang membawa banyak manfaat terhadap perekonomian dan sosial terutama di wilayah seperti Asia bagian Selatan dan Timur serta Timur Tengah. Pariwisata Halal diprediksi sebagai sebuah tren modern yang merupakan bagian yang baik dari pengeluaran dalam ekonomi global bagi mereka yang ingin berpergian ke luar negeri menjadi $ 233 juta pada tahun 2020. Halal berkaitan dengan keyakinan Islam dan lebih dari sekedar makanan, ini mencakup banyak jenis layanan dan produk yang ditawarkan pada populasi muslim. Ada perbedaan antara wisata Islam dan wisata halal, dimana wisata Islam mengacu pada perjalanan yang mengusulkan untuk ziarah keagamaan dan berfokus pada amal yang berkaitan
31
dengan agama Islam. Akan tetapi berbeda dengan pariwisata halal yang dilakukan untuk berbagai tujuan seperti rekreasi dan tujuan sosial serta termasuk perjalanan anggota yang beragama Islam. Halal itu tidak hanya menjauhkan diri dari daging babi, alcohol, dan daging yang disembelih dengan ritual. Akan tetapi pariwisata halal lebih inklusif dari yang disebutkan sebelumnya. Sumber utama yang memberikan informasi mengenai pariwisata halal adalah Quran dan hukum Syariah, dan itu sangat penting untuk dipahami. Pariwisata halal mencakup banyak komponen seperti Hotel Halal, Transportasi Halal, tempat makanan halal, logistic halal, keuangan Islam, paket wisata islam, dan spa halal. Serta pelayanan wisatawan dan gaya hidup yang meliputi kosmetik, tekstil, dll (Qaddahat, R., Attaalla, F., & Hussein, 2016).
Pengembangan halal tourism bukan merupakan wisata secara eksklusif melainkan pariwisata yang dapat dinikmati oleh seluruh wisatawan baik itu muslim maupun wisatawan non-Muslim. Seluruh wisatawan bisa merasakan pelayanan yang disediakan ini dengan menyesuaikan nilai-nilai halal yang telah ditentukan. Wisata halal ini mempunyai lingkup yang luas, tidak hanya dalam lingkup destinasi ziarah dan religi saja, akan tetapi menyediakan berbagai fasilitas pendukung, diantaranya restoran dan hotel yang menyajikan makanan halal dan tempat beribadah bagi umat Muslim, produk dan tour travel wisata, serta destinasi wisata dalam pariwisata halal seperti yang biasa disediakan oleh tempat wisata secara umum (Jaelani & Kalijaga, 2018).
Menurut Sofyan (2012:33), definisi halal tourism atau wisata halal mempunyai arti luas apabila dibandingkan dengan wisata religi. Dimana wisata halal merupakan wisata yang disesuaikan dengan nilai-nilai halal Islam. World Tourism Organization (WTO) menyatakan bahwasanya penikmat wisata halal tidak hanya umat Muslim saja akan tetapi juga mereka umat non Muslim yang juga mau merasakan kearifan lokal. Wisata halal adalah kegiatan berwisata yang ramah muslim akan tetapi siapa saja dapat menikmati pelayanan yang diberikan oleh usaha jasa pariwisata karena pariwisata halal menyediakan pelayanan yang pada dasarnya aman dan nyaman.
32
“Adapun yang menjadi kriteria umum pariwisata halal diantaranya:
berfokus pada kemaslahatan umum; memiliki fokus pada pencerahan, penyegaran, dan ketenangan; menghindari kemusyrikan dan khurafat;
menjauhi perbuatan dan perilaku maksiat; mampu memelihara keamanan serta kedamaian; menjaga kelestarian lingkungan; menghargai terhadap nilai-nilai sosial, budaya serta kearifan lokal yang ada dalam masyarakat”
(Nugraha, 2018). Kegiatan wisata halal didasarkan atas penyediaan fasilitas maupun sarana dan prasarana yang mendukung kebutuhan umat muslim yaitu sesuai dengan yang diperbolehkan dalam agama dengan tetap mematuhi norma yang berlaku di masyarakat.
Pariwisata Halal atau Halal Tourism dewasa ini sudah menjadi kebutuhan bagi wisatawan terutama wisatawan muslim baik mancanegara ataupun nusantara.
Tren wisata halal ini sudah mendunia tidak hanya Indonesia saja, namun juga di negara-negara lainnya seperti Malaysia, Uni Emirat Arab, Turki, Saudi Arabia, dll. Oleh karena itu, pariwisata halal harus menjadi tren yang berkelanjutan dan mempunyai pasar secara jelas serta tepat agar dapat dikembangkan di masa yang akan datang (Pengembangan, 2019). Pariwisata menjadi kebutuhan dalam kehidupan yang kehadirannya memberikan banyak manfaat, pengalaman baru dan kesan bagi wisatawan. Pariwisata halal menjadi fenomena yang akhir-akhir ini menjadi tren baru, dimana pariwisata ini diklaim ramah muslim dengan menyedikan berbagai fasilitas dan pelayanan pendukung kebutuhan bagi siapa saja yang baik wisatawan muslim maupun non muslim entah itu di dalam negeri maupun di luar negeri.
Pengembangan halal tourism di Indonesia dilaksanakan dengan mengembangkan destinasi yang ramah terhadap keluarga, menyediakan pelayanan dan fasilitas yang muslim friendly, meningkatkan pentingnya kesadaran halal dan promosi destinasi (Ferdiansyah, 2020). Artinya segala pengembangan pariwisata halal diproritaskan pada pelayanan dan fasilitas yang didasarkan akan kenyamanan, keamanan, dan kesehatan bagi wisatawan terutama kebutuhan wisatawan muslim dalam menjalankan ibadah dan penyajian menu makanan dan minuman yang telah bersertifikasi halal. Dalam pelaksanaan halal tourism
33
sertifikasi halal menjadi hal penting karena berkaitan dengan semua kegiatan wisatawan, dimana halal sudah menjadi standar dunia untuk meningkatkan rasa percaya wisatawan muslim dalam menggunakan layanan dan membeli produk yang dihasilkan (Irwansyah, I. & Zaenuri, 2021). Artinya adanya sertifikasi halal menjadi penting mengingat pelaksanaan pariwisata halal harus mengacu pada kehalalan suatu produk dengan sertifikasi yang telah diakui, dimana apabila semua aspek terpenuhi diharapkan pengembangan wisata halal dapat menumbuhkan kepercayaan dari wisatawan terutama wisatawan muslim.
b). Program Pengembangan Halal Tourism
Pengembangan halal tourism bukan merupakan pariwisata yang dapat dinikmati oleh seluruh wisatawan baik itu muslim maupun wisatawan non- Muslim. Seluruh wisatawan bisa merasakan pelayanan yang disediakan ini dengan menyesuaikan nilai-nilai halal yang telah ditentukan. Konsep program pengembangan pariwisata halal di Indonesia bertujuan untuk menciptakan kegiatan wisata halal yang dilakukan secara baik oleh masyarakat melalui kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan baik secara langsung ataupun publikasi dengan media. Adapun konsep pengembangan pariwisata halal yang digunakan oleh Malang Raya dalam (Wisnu Rahtomo, n.d.) ini merupakan gabungan dari 3 daerah yang meliputi Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu dengan sebutan “Pesona Halal Malang Raya” dengan tujuan menciptakan Sapta Pesona Halal bagi para wisatawan Mancanegara dan Nusantara. Dimana konsep halal tourism di Kota Malang ini adalah pariwisata yang ramah muslim atau muslim friendly dengan menyediakan pelayanan dan fasilitas yang sesuai kebutuhan umat muslim seperti masjid/musholla untuk beribadah, restoran dan rumah makan yang menyediakan berbagai menu yang telah bersertifikasi halal.
Sedangkan rencana pengembangan Malang Halal (Centre of Halal Tourism) berdasarkan RPJMD Kota Malang tahun 2018-2023 dilaksanakan dengan : 1) Mengembangkan destinasi halal tourism yang menyediakan tempat wisata dengan fasilitas pendukung bagi kebutuhan beribadah umat muslim; (2) Menyelenggarakan event halal tourism dengan mengadakan bazar kuliner ataupun produk halal binaan dari Halal Center terkait; (3) Melakukan kerjasama dalam
34
mencapai standar hotel bersertifikasi halal bersama stakeholder yang diantaranya Halal Center, LPPOM MUI Jatim, TP3H (Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal) dari Kementerian Pariwisata RI, BPJPH, Kemenag RI, Tim Penyelia Halal; (4) Mengembangkan destinasi kuliner halal, dimana para pelaku usaha hotel maupun restoran diberikan bantuan berupa sertifikasi halal agar produk-produknya dapat dinikmati oleh wisatawan dengan aman; (5) Melakukan penguatan kemampuan SDM Pariwisata halal dengan sosialisasi dan pembinaan wisata halal kepada pelaku usaha hotel dan restoran; (6) Melakukan promosi wisata halal secara digital yakni media sosial, televisi ataupun melalui media cetak dengan pengenalan tagline Malang Halal Tourism.
Sebelumnya di tahun 2016, Kementerian Pariwisata RI memberikan kepercayaan kepada Malang sebagai destinasi wisata halal dengan adanya MoU antara 3 pihak yaitu Walikota Malang, Kementerian Pariwisata dan Forum Rektor.
MoU ini berisi kesepakatan untuk menjadikan Malang sebagai destinasi wisata halal. Pelaksanaan pengembangan pariwisata halal Kota Malang ini juga telah tertuang dalam RPJMD Kota Malang tahun 2018 hingga 2023, yang didalamnya terdapat komitmen Pemerintah Kota Malang untuk mendukung pengembangan Kota Malang sebagai destinasi wisata halal. Dari rencana pengembangan diatas, realisasi pelaksanaan pengembangan halal tourism di Kota Malang di tahun 2020 dan 2021 pelaksanaannya difokuskan dengan pengembangan destinasi kuliner halal dengan program kegiatan sertifikasi halal pada usaha jasa pariwisata yang dibuktikan melalui pemberian sertifikasi halal terhadap dapur hotel dan restoran yang ada di Kota Malang. Dalam pelaksanaan sertifikasi halal, Disporapar Kota Malang bekerjasama dengan beberapa pihak diantaranya Halal Center 5 Perguruan Tinggi (UB, UM, UMM, UIN, Unisma), LPPOM MUI Jatim, BPJPH, Kemenag dan TP3H (Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal) dari Kementerian Pariwisata RI. TP3H bertugas menghubungkan persyaratan dari MUI yang harus dipenuhi oleh hotel dan restoran dalam upaya mengajukan sertifikasi halal (Umiyati, S. & Tamrin, 2021).
Standarisasi halal merupakan program yang bertujuan untuk dukungan bagi industri jasa pariwisata dalam mengembangkan usahanya dengan
35
memberikan sertifikasi halal terhadap produk-produk usaha yang dihasilkan.
Sebab keberadaan produk industri usaha pariwisata yang memiliki sertifikasi halal menjadi hal yang sangat krusial dalam pelaksanaan pariwisata halal. Disamping itu, kualitas dari sumber daya manusia yang turut serta dalam usaha pariwisata juga harus mempunyai standar kompetensi pariwisata halal yang setara dengan standar dunia. Program standarisasi bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia pariwisata halal yang kompeten dan berkualitas. Sebab kemampuan dan kualitas SDM pariwisata halal menjadi salah satu wujud dari keberhasilan pelaksanaan pariwisata halal di Indonesia.
c). Tujuan Pengembangan Halal Tourism di Kota Malang
Suatu kebijakan dapat dikatakan berhasil apabila dalam pelaksanaannya mampu mencapai tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun dibawah ini merupakan visi misi yang menjadi tujuan dalam pengembangan halal tourism di Kota Malang yang tercantum dalam Renstra Pariwisata Halal 2019- 2024 dan Implementasi DSRA (Desain Strategis dan Rencana Aksi) Penguatan Destinasi Wisata Halal Kota Malang yaitu :
1. Menjadikan kawasan Malang Raya sebagai destinasi pariwisata halal yang bermartabat.
2. Pengembangan destinasi berbasis pariwisata halal.
3. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan pelaku industri pariwisata serta sumber daya manusia untuk mendukung pengembangan pariwisata halal.
4. Penguatan branding Pesona Halal Bromo dan Pariwisata Halal Malang Raya untuk mempercepat pengembangan pariwisata halal di dalam dan luar negeri (Wisnu Rahtomo, n.d.).
Tujuan utama pengembangan wisata halal ini diantaranya menciptakan Malang Raya sebagai destinasi pariwisata halal yang dapat dipercayai terkait pemenuhan kebutuhan wisatawan muslim yang meliputi penyediaan masjid/musholla di setiap kawasan, penyediaan makanan dan minuman yang memiliki sertifikasi halal. Selain itu juga harus ada dukungan dari para pelaku
36
usaha jasa pariwisata dengan peningkatan kemampuan mengelola baik penyediaan fasilitas maupun kebutuhan wisatawan muslim terkait sertifikasi halal yang harus segera dipenuhi. Disamping itu diperlukan promosi terkait dengan branding pariwisata halal agar lebih dikenal oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan ini dapat dilihat dari bagaimana para pemangku kebijakan mampu bersinergi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengembangan pariwisata halal ini sehingga apakah kegiatan yang sudah terlaksana sesuai dengan tujuan yang dibentuk atau tidak.
d). Sasaran Program Pengembangan Halal Tourism
Dalam melaksanakan program tentunya pemerintah memiliki target yang telah disepakati sebelumnya sebagai tolak ukur dari keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Target atau sasaran yang ingin dicapai pemerintah daerah Kota Malang dalam pelaksanaan program pengembangan Halal Tourism di Kota Malang berdasarkan DSRA (Wisnu Rahtomo, n.d.) Penguatan Destinasi Wisata Halal diantaranya yaitu:
1. Melakukan penguatan mutu destinasi halal di kawasan Malang Raya.
2. Mendorong sertifikasi halal pada usaha (UMKM) dan kualitas Sumber Daya Manusia Pariwisata.
3. Melakukan promosi digital terkait Halal Tourism.
Sasaran dalam pelaksanaan program pengembangan halal tourism Kota Malang yang paling utama adalah melakukan peningkatan kualitas destinasi halal yang ada di kawasan Malang Raya dengan memberikan jaminan halal terhadap produk- produk usaha yang dihasilkan oleh pelaku usaha jasa pariwisata, entah itu dari bahan-bahan yang digunakan ataupun cara pengolahan dengan baik oleh juru chef yang handal. Sehingga wisatawan muslim yang datang berkunjung untuk sekedar berwisata ataupun berbelanja produk wisata merasa aman dan nyaman, karena baik fasilitas maupun produk yang dihasilkan telah diberi jaminan sertifikasi halal oleh lembaga terkait yang telah tersertifikasi. Selain itu juga harus didukung dengan pemasaran secara massif melalui media sosial, tayangan televisi maupun youtube khususnya yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Malang.