6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. E wallet
E wallet atau dompet elektronik merupakan layanan elektronik untuk menyimpan data instrumen pembayaran antara lain alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan/atau uang elektronik, yang dapat juga menampung dana untuk melakukan pembayaran. E wallet merupakan bagian dari e-bisnis yang merupakan semua kegiatan bisnis yang dilakukan melalui media elektronik yang meliputi pemasaran, penjualan, perdagangan, perancangan produk, manajemen pemasokan, pembayaran dan keuangan dikenal dengan electronic business. E- bisnis merupakan integrasi dari pembelian dan penjualan secara elektronik, pengadaan secar elektronik, distribusi dan delivery barang secara elektronik, transaksi yang aman, serta proses yang diotomatisasi dan juga kolaborasi semua bagian secara elektronik (Andadari, dkk, 2019).
Dalam PBI/18/2016 diatur bahwa setiap pihak yang bertindak sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (termasuk Penyelenggara Dompet Elektronik) wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia. Aturan e wallet ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran (PBI/18/2016). Dalam ketentuan tersebut, e wallet yang unregistered dibatasi saldonya maksimal Rp1 juta. Sedangkan e wallet yang teregister limit saldonya maksimal Rp10 juta.
2.1.2 Persepsi Manfaat
Usefulness dalam istilah bahasa Inggris merupakan arti dari kebermanfaatan dan bisa juga dapat diartikan sebagai kegunaan. Menurut Jogiyanto (2008) kebermanfaatan persepsian (perceived usefulness) didefinisikan sebagai sejauh mana seorang yakin bahwa menggunakan suatu teknologi akan meningkatkan kinerja pekerjaannya. Manfaat dari teknologi akan terbatas jika kemampuan untuk menjalankan teknologi tersebut juga terbatas sehingga manfaat yang dapat dirasakan oleh setiap individu tentunya akan berbeda pula tergantung seberapa besar mereka mampu mengoperasikan dan memanfaatkan teknologi tersebut.
Persepsi manfaat menjadi salah satu faktor penentu penggunaan e wallet. Persepsi manfaat merupakan tingkatan dimana pengguna percaya, bahwa dengan menggunakan teknologi atau sistem akan meningkatkan kinerja mereka dalam bekerja (Davis, 1989).
Menggunakan e wallet memberikan transaksi yang mudah, cepat dan kepraktisan dalam melakukan transaksi, disebabkan karena pelanggan tidak perlu menyiapkan uang pas untuk
7 membayar.
Pelanggan akan melakukan pembelian online menurut Suprihadi (2020) adalah karena adanya kenyamanan, informasi, produk dan layanan yang tersedia dan efisiensi biaya dan waktu. Penelitian menunjukkan bahwa 58% orang memilih untuk berbelanja online karena dapat berbelanja setelah jam kerja dan 61% responden memilih berbelanja online karena mereka ingin menghindari keramaian dan kemacetan terutama dalam belanja liburan. Dalam hal informasi, pelanggan menggunakan ulasan produk oleh pelanggan lain sebelum membuat keputusan. Bisnis online juga membuat transaksi lebih mudah daripada sebelumnya karena menyediakan produk dan layanan yang dapat dipilih. Sedangkan dalam hal efisiensi, pelanggan online sering diberi kesepakatan yang baik dan mudah karena tidak perlu mencari tempat parkir atau terjebak macet.
Penggunaan dunia digital sedikit demi sedikit mulai menggeser kegiatan atau transaksi yang dilakukan secara langsung antara penjual dan pembeli. Konsumen maupun produsen telah menyadari bahwa dunia digital memberikan berbagai kemudahan untuk memenuhi kebutuhan mereka masing-masing. Bagi konsumen bertransaksi melalui dunia digital memberikan kemudahan bagi dari segi waktu maupun pilihan jenis barang, merek, warna maupun harganya.
Bagi produsen, dunia digital memberikan manfaat sehingga pemasaran lebih murah, efektif, efisien dan luas. Masyarakat mampu mencari referensi sebanyak apa pun yang mereka inginkan, bahkan dapat membandingkan produk dari perusahaan A dengan B secara lebih mudah dan efektif. Informasi yang diperoleh dari berbagai referensi digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan produk yang akan dibeli (Sholihin, 2019).
Manfaat terhadap sebuah produk juga dapat dilihat dari manfaat fungsional dan emosionalnya. Nilai yang paling mudah dilihat adalah nilai fungsional, yaitu nilai yang diperoleh dari kualitas produk yang memberikan kegunaan (utility) fungsional kepada konsumen. Menurut Oesman (2010) mengemukakan bahwa nilai fungsional berkaitan langsung dengan fungsi yang diberikan oleh produk atau layanan kepada konsumen. Jika memiliki keunggulan secara fungsional, maka sebuah merek mendominasi kategori. Dalam hal penggunaan e wallet, pengguna memahami bahwa e wallet yang digunakan memang dibutuhkan dan membantu kinerjanya. Sedangkan nilai emosional (emotional value) yaitu utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif/emosi positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk (Sweeney dan Soutar, 2001). Nilai emosional merupakan kepuasan emosional dan kesenangan yang diperoleh konsumen melalui penggunaan atau konsumsi barang atau jasa tertentu. Menurut Aisyah (2004) nilai emosional merupakan perasaan atau tanggapan konsumen pada saat ingin melakukan keputusan pembelian pada dasarnya hanya
8
merupakan sedikit perhatian untuk mencapai nilai kepuasan diri dari penggunaan produk tersebut. Pada intinya nilai emosional berhubungan dengan perasaan, yaitu perasaan positif yang akan dialami oleh pelanggan pada saat membeli produk. Dalam hal menggunakan e wallet seorang konsumen yang menggunakan unsur emosional dalam memanfaatkan e wallet merasakan senang serta perasaan bangga karena sudah mempunyai aplikasi e wallet di smartphone nya. Perasaan senang tersebut juga dapat muncul saat adanya banyak iklan di televisi sehingga pengguna e wallet merasa lebih update dibandingkan pengguna smartphone yang tidak mempunyai e wallet. Penggunaan e wallet saat ini menjadi trend dalam transaksi keuangan di Indonesia dengan pengguna dan ragam aplikasi yang semakin beraneka.
Dalam hal persepsi terhadap manfaat produk dapat dilihat dari teori pengambilan keputusan oleh konsumen, yaitu economic view, passive view, cognitive view dan emotional view (Schiffman dan Kanuk, 2000). Pada economic view pengambilan keputusan oleh konsumen dilakukan secara rasional. Konsumen dapat mengambil keputusan secara rasional dengan syarat: konsumen paham terhadap semua alternatif produk, mengetahui kelebihan dan kekurangan masing – masing alternatif produk, dapat menentukan satu alternatif terbaik. Pada cognitive view konsumen digambarkan sebagai persoalan. Pada pandangan ini konsumen sering digambarkan sebagai penerima atau secara aktif mencari informasi produk atau jasa yang memenuhi keinginannya dan meningkatkan tarap kehidupannya. Pada passive view digambarkan bahwa konsumen bersikap patuh pada kepentingan melayani diri sendiri dan usaha pemasaran. Konsumen dipersiapkan sebagai pembeli yang tidak rasional dan menuruti kata hati. Pada emosional view digambarkan bahwa konsumen dalam memutuskan membeli memerlukan keterlibatan perasaan atau emosi. Manfaat fungsional dari produk menjadi bagian dari keputusan pembelian dari sisi economic view dan cognitive view sedangkan manfaat emosional berdasarkan pengertiannya merupakan keputusan pembelian dari sisi passive view dan emotional view.
Menurut Park (2003) nilai fungsional merupakan penilaian pelanggan yang rasional, karena nilai dihubungkan dengan fungsi produk dan efisiensi bagi pelanggan. Nilai fungsional ritel meliputi pelayanan cepat, penilaian atas atau persepsi yang mencerminkan biaya bagi pelanggan, lokasi, dan kebersihan. Harga masih menjadi faktor dominan dalam penilaian fungsional. Nilai yang paling mudah dilihat adalah nilai fungsional, yaitu nilai yang diperoleh dari kualitas produk yang memberikan kegunaan (utility) fungsional kepada konsumen. Jika memiliki keunggulan secara fungsional, maka sebuah merek mendominasi kategori. Menurut Surachman (2008) nilai fungsional yakni nilai yang diperoleh dari atribut produk yang memberikan kegunaan (utility) fungsional pada pelanggan. Nilai tersebut berkaitan langsung
9
dengan fungsi yang diberikan oleh produk layanan kepada pelanggan.
E wallet yang menggunakan perkembangan teknologi tentunya memiliki berbagai macam manfaat. Berikut beberapa manfaat e wallet seperti yang dipaparkan Saputra (2021) adalah (1) Mudah, praktis, dan efisien. Penggunaan e wallet tanpa disadari membuat masyarakat tidak perlu repot membawa uang tunai yang banyak, atm, kartu debit atau kredit, dan lain sebagainya. Dompet digital di kehidupan sehari-hari sangat praktis digunakan dan lebih efisien. Pengguna e wallet tidak perlu lagi bingung mencari mesin ATM untuk mengambil uang tunai saat akan melakukan pembayaran. Transaksi finansial apa saja cukup menggunakan smartphone dengan satu aplikasi dompet digital. Pengguna e wallet bisa lebih mudah melakukan pembelian barang hingga melakukan pembayaran tagihan. Jika biasanya untuk membeli sesuatu harus antri dan datang ke tokonya langsung, melalui dompet digital cukup mencari toko barang yang dibutuhkan dan membeli secara online. Tunggu barang dikirim ke rumah dan transaksi pun selesai. Begitu pula dengan pembayaran tagihan seperti listrik atau BPJS. Tidak perlu lagi antri dulu, langsung saja buka aplikasi dompet digital dan lakukan pembayaran tagihan apa saja di situ. (2) Dapat promo dan diskon. Tidak hanya mudah, praktis, dan juga efisien, pemakaian e wallet di kehidupan sehari-hari juga bisa menguntungkan. Hal ini karena promo dan diskon besar-besaran yang sering ditawarkan.
Beberapa promo yang biasanya ditawarkan, yakni point reward, cashback, gift, dan masih banyak lagi yang lainnya. Promo-promo seperti ini yang membuat masyarakat Indonesia tergiur menggunakan e wallet.
Nilai emosional (emotional value) yaitu utilitas yang berasal dari perasaan atau efektif/emosi positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk (Sweeney & Soutar, 2001).
Nilai emosional merupakan kepuasan emosional dan kesenangan yang diperoleh konsumen melalui penggunaan atau konsumsi barang atau jasa tertentu. Menurut Aisyah (2004) nilai emosional merupakan perasaan atau tanggapan konsumen pada saat ingin melakukan keputusan pembelian pada dasarnya hanya merupakan sedikit perhatian untuk mencapai nilai kepuasan diri dari penggunaan produk tersebut. Sedangkan menurut Surachman (2008), nilai emosional diperoleh jika pelanggan mengalami perasaan positif ada saat membeli atau menggunakan suatu merek, berarti merek tersebut memberikan nilai emosional. Pada intinya nilai emosional berhubungan dengan perasaan, yaitu perasaan positif yang akan dialami oleh pelanggan pada saat membeli produk. Dalam hal penggunaan e wallet nilai emosional yang dialami oleh pengguna adalah perasaan senang karena telah memanfaatkan e wallet untuk aktivitas sehari-hari.
Persepsi manfaat dapat didefinisikan sejauh mana seseorang percaya bahwa
10
menggunakan suatu teknologi akan meningkatkan kinerja pekerjaannya (Jogiyanto, 2007).
Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel persepsi manfaat dikemukakan Davis (2000), Wijaya (2006), Schiffman dan Kanuk (2000) serta Saputra (2021) sebagai berikut (1) Manfaat Fungsional yaitu (a) Mudah yaitu e wallet dapat diakses dimana saja dan 24 jam (b) Praktis yaitu dengan e wallet tidak perlu menggunakan uang tunai untuk berbagai transaksi (c) Efisien yaitu dengan menggunakan e wallet cepat dalam memenuhi kebutuhan transaksi ; (d) ) Harga murah : banyak diskon, promo dan cashback serta (2) Manfaat emosional yaitu merasa senang saat menggunakan e wallet
2.1.3 Persepsi Risiko
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (2016) terdapat risiko yang dialami oleh pengguna Fintech oleh karena itu dibutuhkan strategi untuk melindungi konsumen sebagai berikut (1) Perlindungan dana pengguna. Potensi kehilangan maupun penurunan kemampuan finansial, baik yang diakibatkan oleh penyalahgunaan, penipuan, maupun force majeur dari kegiatan Fintech dan (2) Pelindungan data pengguna. Isu privasi pengguna Fintech yang rawan terhadap penyalahgunaan data baik yang disengaja maupun tidak sengaja (serangan hacker atau malware). Menurut Andadari, dkk (2019) hacker adalah salah satu ancaman besar bagi keamanan e-bisnis. Beberapa hal yang menjadi perhatian pada keamanan adalah pribadi dan rahasia, keabsahan data dan integritas data. Beberapa metode untuk melindungi keamanan e- bisnis dan menjaga informasi tetap aman adalah menjaga keamanan fisik serta penyimpanan data, transmisi data, perangkat lunak anti virus, firewall dan enskripsi.
Menurut Saputra (2021) e wallet mempunyai nilai lebih yang berhubungan dengan persepsi terhadap risiko yaitu (1) Aman dan tidak berisiko. Menggunakan e wallet membuat masyarakat tidak perlu merasa takut ketika membawa uang tunai yang terlalu banyak. Cukup pindahkan uang tunai tersebut ke dalam e wallet, maka risiko pencurian pun bisa menurun.
Tidak hanya itu, e wallet juga memiliki keamanan yang sangat terjamin. Mulai dari memasukkan password atau pin sebelum transaksi hingga verifikasi data. (2) Ada history transaksi. Jika biasanya banyak masyarakat yang lupa telah menggunakan uangnya untuk apa saja, maka kejadian tersebut tidak perlu dikhawatirkan lagi. Hal ini karena e wallet yang memiliki history transaksi, sehingga sepeser uang yang keluar dari e wallet bisa dengan mudah terdeteksi. Dengan begitu, pengguna e wallet bisa lebih mudah untuk mencatat pengeluaran uang bulanan.
Menurut Sjöberg et al. persepsi risiko merupakan penaksiran subyektif mengenai probabilitas tipe yang menspesifikkan kecelakaan yang terjadi dan bagaimana kekhawatiran akan konsekuensi yang ditimbulkan. Persepsi risiko memiliki peranan yang kuat untuk
11
mengurangi minat konsumen untuk mengambil bagian dari transaksi elektronik sehingga persepsi risiko dimungkinkan akan berpengaruh negatif pada minat konsumen dalam menggunakan produk teknologi informasi (Yogananda & Dirgantara, 2017).
Menurut Hsu dan Chiu (2004) persepsi risiko adalah persepsi atas ketidakpastian dan konsekuensi yang akan dihadapi setelah melakukan aktivitas tertentu. Menurut Pavlou (2001) persepsi risiko merupakan suatu persepsi-persepsi tentang ketidakpastian dan konsekuensi- konsekuensi tidak diinginkan dalam melakukan suatu kegiatan tertentu. Risiko yang mungkin terjadi tersebut dapat diantisipasi dengan berbagai upaya yang sudah dirilis dan dipublikasikan oleh perusahaaan yang membuat e wallet.
Dimensi-dimensi yang dipersepsikan dari risiko menurut Liau Xio dalam (Yusnidar et al., 2014) adalah sebagai berikut:
1) Financial Risk, yaitu kerugian yang berhubungan secara finansial yang mungkin dialami sebagai konsekuensi dari pembelian suatu produk. Resiko finansial dapat dialami ketika kondisi keuangan konsumen memburuk akibat suatu pembelian, misalnya mengalami penipuan ketika melakukan transaksi pembelian dengan menggunakan e wallet, khawatir saldo berkurang atau hilang, dan khawatir dengan kegagalan transaksi lewat e wallet yang merugikan secara finansial.
2) Social Risk, yaitu risiko sosial berhubungan dengan kekhawatiran konsumen akan seperti apa pendapat orang atas pembelian suatu produk yang telah dilakukan. Misalnya seseorang yang menggunakan e wallet jenis tertentu sudah tidak trendy lagi, maka kekhawatiran akan kemudian dijauhi oleh kelompok pergaulan menjadi resiko sosial.
Secara umum penilaian negatif diri konsumen oleh kalangan sosialnya sebagai akibat dari suatu keputusan pembelian menerangkan resiko sosial.
3) Performance Risk yaitu risiko kinerja yang berhubungan dengan kekhawatiran konsumen tentang apakah suatu produk tersebut akan berfungsi sesuai dengan yang diharapkan.
Resiko kinerja berhubungan dengan kekhawatiran apakah suatu produk akan berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Misalnya saat seseorang memilih menggunakan e wallet tertentu khawatir dengan fungsi dari e wallet tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh yang bersangkutan atau bahkan merugikannya.
4) Time and Convenience Risk, yaitu risiko yang berhubungan dengan ketakutan atas kerugian dari kehilangan atau tersia-sianya waktu akibat pembelian suatu produk.
Sebagai contoh, waktu yang diperlukan untuk melakukan pembelian dengan e wallet terlalu lama prosesnya namun akhirnya gagal transaksinya.
5) Physical Risk yaitu risiko yang berhubungan dengan kekhawatiran mengenai keamanan
12
produk dan potensi membahayakan diri atau orang lain akibat dari pemakaian suatu produk. Misalnya saat menggunakan e wallet dengan handphone khawatir kalau ada yang mengincar handphone yang sedang digunakan, dan khawatir keamanan data pribadi yang digunakan untuk e wallet.
6) Psychological Risk, yaitu risiko yang berhubungan dengan kekhawatiran kemungkinan hilangnya citra diri (self image) akibat pembelian atau pemakaian suatu produk akibat tidak sesuainya produk dengan kepribadian konsumen atau dengan bagaimana konsumen mempersepsikan dirinya. Misalnya ketika menggunakan e wallet (tanpa uang tunai) dianggap sebagai orang yang tidak mempunyai uang atau miskin.
Priyono (2017) yang menyatakan bahwa dalam kondisi yang terdapat unsur ketidakpastian, secara otomatis mengandung risiko. Dalam kondisi yang berisiko, diperlukan adanya antisipasi. Transaksi digital mengandung ketidakpastian dan risiko yang besar.
Semakin seseorang menilai resikonya tinggi maka cenderung tidak akan sering menggunakan e wallet. Demikian juga sebaliknya. Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa persepsi risiko dalam penelitian ini adalah penilaian seseorang terhadap risiko menggunakan e wallet. Semakin tinggi responden menilai risiko yang mungkin timbul dari penggunaan e wallet maka loyalitasnya pun akan semakin menurun dan demikian juga sebaliknya.
2.1.4 Loyalitas
Loyalitas didefinisikan Oliver (dalam Utomo 2006) sebagai komitmen yang tinggi untuk membeli kembali suatu produk atau jasa yang disukai di masa mendatang, di samping pengaruh situasi dan usaha pemasar dalam mengubah perilaku. Dengan kata lain konsumen akan setia untuk melakukan pembelian ulang secara terus-menerus. Lebih dalam lagi Gramer dan Brown (dalam Utomo 2006) memberikan definisi mengenai loyalitas (loyalitas jasa), yaitu derajat sejauh mana seorang konsumen menunjukkan perilaku pembelian berulang dari suatu penyedia jasa, memiliki suatu disposisi atau kecenderungan sikap positif terhadap penyedia jasa, dan hanya mempertimbangkan untuk menggunakan penyedia jasa ini pada saat muncul kebutuhan untuk memakai jasa ini. Dari definisi yang disampaikan Gramer dan Brown, konsumen yang loyal tidak hanya seorang pembeli yang melakukan pembelian berulang, tetapi juga mempertahankan sikap positif terhadap penyedia jasa.
Menurut Tjiptono (2010) mengatakan bahwa loyalitas pelanggan merupakan komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, atau pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Sesuai dengan definisi tersebut, loyalitas merupakan hal yang sangat penting bagi setiap para pelaku usaha karena dengan
13
begitu konsumen akan melakukan pembelian ulang secara terus menerus. Memiliki pelanggan yang loyal menjadi kunci keberhasilan yang penting bagi perusahaan. Program mempertahankan konsumen dan membuat pelanggan loyal pada umumnya jauh lebih sulit dibanding mencari pelanggan baru.
Menurut Tjiptono dan Diana (2019) loyalitas pelanggan merupakan kombinasi antara kemungkinan pelanggan untuk membeli ulang dari pemasok yang sama di kemudian hari dan kemungkinan untuk membeli produk atau jasa perusahaan dari berbagai tingkat harga (toleransi harga). Terdapat beberapa metode untuk mengukur loyalitas pelanggan terhadap produk yang telah dibelinya diantaranya adalah niat beli ulang (repurchase intent) dan kesediaan untuk merekomendasi (willingness to recommend). Loyalitas merupakan komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko atau pemasok berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten.
Keputusan seseorang untuk membeli sebuah produk atau menggunakan jasa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Manap (2016) faktor yang mempengaruhi pembelian adalah (1) social factors yaitu grup yang turut mempengaruhi seperti keluarga, teman, tetangga, teman sekerja, dan lain-lain; (2) cultural factors yaitu faktor budaya yang mempengaruhi pembelian seperti suku bangsa; (3) personal factors yaitu masalah usia, pekerjaan, jabatan, keadaan ekonomi pribadi, gaya hidup dan kepribadian; (4) psychological factors yaitu menyangkut motivasi seseorang untuk membeli.
Tahapan seseorang dalam membeli dimulai dari pencarian informasi tentang produk yang akan dibeli. Informasi tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti keluarga, teman dan tetangga. Adanya rekomendasi dari informan mempengaruhi keputusan pembelian.
Seorang konsumen yang merekomendasikan barang yang telah digunakannya kepada orang lain merupakan salah satu bentuk dari loyalitas (Manap, 2016).
Dalam hal memberikan rekomendasi dijelaskan oleh Kotler, Kartajaya dan Setiawan (2017) bahwa terdapat 5 jalur pelanggan dengan lima A : aware (menyadari), appeal (tertarik), ask (bertanya), act (bertindak) dan advocate (menganjurkan). Dalam tahap menyadari pelanggan terpapar secara pasif dari pengalaman masa lalu, komunikasi pemasaran dan anjuran orang lain. Kaum muda biasanya kelompok pertama yang merespons produk sehingga mereka menjadi pengadopsi produk baru. Didorong oleh keingintahuan, pelanggan akan mencari tahu.
Lalu setelah yakin pelanggan akan memutuskan untuk bertindak. Setelah beberapa waktu pelanggan akan memperoleh kesetiaan yang kuat terhadap mereknya sebagaimana tercermin dalam retensi, pembelian lagi dan advokasi pada orang lain.
Wijayanti (2020) menyatakan bahwa konsumen semakin sukar untuk loyal pada satu
14
merek atau produk tertentu karena semakin banyak penawaran yang memungkinkan berpindah ke merek atau produk lain. Untuk memenangkan persaingan perusahaan harus mampu menghasilkan produk dengan mutu yang lebih baik, harga lebih ekonomis, penyerahan produk lebih cepat dan pelayanan lebih baik dari pesaingnya. Kotler dan Keller (2012) menyatakan bahwa loyalitas konsumen adalah suatu komitmen konsumen yang kuat untuk berlangganan kembali suatu produk atau jasa tertentu dimasa depan meskipun dimasa mendatang terjadi perubahan situasi pasar dan usaha pemasaran yang menyebabkan perubahan perilaku berbelanja konsumen. Ada lima aspek dalam mengukur indikator loyalitas pelanggan antara lain yaitu: (1)Pembelian ulang: keinginan pelanggan untuk tetap membeli produk atau jasa itu.
(2)Pembelian produk atau jasa lainnya: kesediaan pelanggan menerima cross selling. (3) Referensi: kesediaan pelanggan untuk menyebarkan kabar (word of mouth) positif mengenai produk atau jasa yang dibeli. (4)Kesediaan pelanggan untuk memberikan ide kepada perusahaan tentang bagaimana mengembangkan produk atau jasa layanan. (5)Ketahanan:
Konsumen tidak akan beralih ke produk pesaing. Konsumen tidak tertarik terhadap produk sejenis dari perusahaan lain.
2.2 Kerangka Berpikir
Tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan suatu kegiatan bergantung pada bagaimana pelaksanaan atau proses dari kegiatan tersebut. Begitu juga dengan loyalitas terhadap produk e wallet. Pengguna e wallet mempunyai persepsi positif tentang manfaat yang diterimanya saat menggunakan e wallet maka seseorang akan terus menggunakan e walletnya. Sedangkan pengguna e wallet yang mempunyai persepsi positif bahwa risiko dalam e wallet dapat dikendalikan maka seseorang akan terus menggunakan e walletnya.
Berikut ini adalah kerangka berpikir dalam penelitian ini:
GAMBAR 2 1Kerangka Berpikir
15 Dimana X1 = Persepsi Manfaat
X2 = Persepsi Risiko Y = Loyalitas
M = Moderasi Kelompok Generasi 2.3. Hipotesis
2.3.1. Persepsi Manfaat terhadap Loyalitas Pengguna E wallet
Penelitian sebelumnya oleh Widayanti (2020) menemukan ada pengaruh secara positif dan signifikan baik secara parsial maupun simultan antara variabel kemanfaatan, kemudahan penggunaan dan promosi terhadap keputusan penggunaan e wallet OVO. Penelitian lainnya oleh Rodiah (2020) juga menemukan pengaruh persepsi kemanfaatan terhadap minat menggunakan e wallet. Persepsi terhadap manfaat dalam menggunakan e wallet baik yang bersifat fungsional maupun emosional dapat mempengaruhi loyalitas pengguna e wallet. Persepsi manfaat terkait dengan kepercayaan seseorang terhadap manfaat e wallet yang memenuhi kebutuhan baik untuk berbagai macam transaksi serta memberikan kepuasan emosional. Semakin tinggi persepsi manfaat pengguna e wallet dapat meningkatkan loyalitasnya, dengan demikian hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah:
Ha 1 : “Persepsi manfaat berpengaruh positif terhadap loyalitas pengguna e wallet”
2.3.2. Persepsi Risiko terhadap Loyalitas Pengguna E wallet
Wahyuni et al. (2019 dalam Rodiah, 2020) menyatakan bahwa persepsi risiko berpengaruh positif terhadap minat menggunakan e-money, sedangkan Priambodo & Prabawani (2016 dalam Rodiah, 2020) menyatakan bahwa persepsi risiko berpengaruh negatif pada minat menggunakan e-money. Persepsi pengguna terhadap risiko e wallet dapat mempengaruhi loyalitasnya. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan persepsi terhadap risiko e wallet adalah risiko yang muncul saat melakukan transaksi e wallet. Semakin pengguna mempersepsi bahwa risiko penggunaan e wallet rendah maka pengguna akan lebih loyal. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut:
Ha 2 : “Persepsi risiko berpengaruh negatif terhadap loyalitas pengguna e wallet”.
2.3.3. Moderasi Kelompok Generasi pada Hubungan Persepsi Manfaat terhadap Loyalitas Masing-masing pengguna e wallet dari kelompok generasi baik X, Y maupun Z
mempunyai persepsi terhadap manfaat yang mempengaruhi loyalitas terhadap e
16
wallet. Semakin muda generasi akan lebih tinggi persepsi manfaat sehingga lebih loyal menggunakan e wallet. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut:
Ha 3 : Kelompok generasi memoderasi hubungan antara persepsi manfaat terhadap loyalitas pengguna e wallet.
2.3.4. Moderasi Kelompok Generasi pada Hubungan Persepsi Risiko terhadap Loyalitas Masing-masing pengguna e wallet dari kelompok generasi baik X, Y maupun Z mempunyai persepsi terhadap risiko yang mempengaruhi loyalitas terhadap e wallet. Semakin muda generasi akan lebih rendah persepsi risikonya sehingga lebih loyal menggunakan e wallet. Ha 4 : “Kelompok generasi
memoderasi hubungan antara persepsi risiko terhadap loyalitas pengguna e wallet”.