• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Proyek Komoditi Unggulan Daerah Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Profil Proyek Komoditi Unggulan Daerah Kalimantan Timur"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PENGANTAR

Salah satu prioritas pembangunan yang ditetapkan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur dalam mencapai Visi Daerah sebagai pusat perdagangan dan jasa yang terkemuka di Indonesia Timur dan Asia Pasifik adalah pembangunan pertanian dalam arti luas. Kalimantan Timur dengan kekayaan sumberdaya dan agroekologinya menyimpan potensi pengembangan komoditi pertanian seperti kelapa sawit dan rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas ekspor, yang saat ini di ekspor ke beberapa Negara tujuan seperti Hongkong, Cina, Denmark, Spanyol, USA dan Filipina. Di sisi lain, perkembangan pesat pembangunan perkebunan kelapa sawit harus diiringi dengan upaya serius pengembangan industri hilir yaitu pembangunan pabrik minyak goreng berbahan baku kelapa sawit.

Dalam upaya untuk mendorong pihak dunia usaha menanamkan investasinya, perlu diberikan informasi yang jelas tentang prospektif pembangunan industri minyak goreng kelapa sawit dan budidaya rumput laut tersebut. Untuk memperoleh gambaran yang komprehensif tentang bagaimana profil investasi komoditi minyak goreng kelapa sawit dan budidaya rumput laut, Badan Promosi dan Invetasi Daerah (BPID) Kalimantan Timur bekerjasama dengan Center For Community Empowerment and Economic (FORCE) melakukan studi penyusunan profil proyek komoditi minyak goreng kelapa sawit dan budidaya rumput laut.

Saya menyambut gembira atas tersusunnya Laporan Akhir Studi Penyusunan Profil Proyek Komoditi Minyak Goreng Kelapa Sawit ini, sebagai hasil studi dari kerjasama tersebut.

Kami berharap semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi dunia usaha dan pemerintah sebagai dasar dalam mengambil kebijakan pengembangan industri hilir kelapa sawit dan rumput laut tersebut di Kalimantan Timur.

Akhirnya, kepada Direktur Center For Community Empowerment and Economic (FORCE) dan Tim Studinya kami sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih atas usaha dan sumbangan pemikiran yang diberikan.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada walikota/bupati beserta jajarannya di daerah studi dan semua pihak yang telah memberikan kontribusinya sejak awal hingga tersusunnya laporan ini.

Terima Kasih.

Samarinda, Juni 2009

Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur,

KEPALA

H. Nusyirwan Ismail

(3)

1. Pendahuluan

Sesuai data dugaan produksi minyak goreng dalam negeri pada tahun 2005 sebesar 5.385,8 ribu ton diperkirakan tidak dapat mengimbangi tingginya kenaikan kebutuhan minyak goreng dimasa-masa mendatang karena kondisi pabrik yang belum optimum. Data dugaan kebutuhan minyak goreng dalam negeri mencapai 5.062,8 ribu ton dimana 83,3 % berasal dari minyak sawit (Jakarta Futures Exchanges, 2006). Hal ini menunjukkan adanya prospek investasi pabrik minyak goreng di Indonesia. Saat ini produksi nasional minyak goreng dari bahan sawit didominasi oleh pabrik di pulau Jawa sebesar 51,4 %, disusul Sumatera sebesar 47,5 %, dan Kalimantan Barat 1.1 %.

Tingginya pertumbuhan luas areal tanaman kelapa sawit dalam 5 tahun terakhir ini di Kalimantan Timur sebesar 15.312 ha/th (BPS Kaltim, 2006) menggambarkan adanya peluang untuk mendirikan pabrik minyak goreng di Kalimantan Timur karena adanya ketersediaan bahan baku yang cukup. Kebijakan ini sagat beralasan untuk ditempuh karena kegiatan industri pertanian dari hulu ke hilir akan menjadi lebih efisien sebagai akibat dekatnya industri hilir dengan bahan bakunya.

Hal ini akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah, karena keberadaan industri hilir kelapa sawit otomatis akan meningkatkan lapangan kerja, daya beli masyarakat, dan pendapatan asli daerah (PAD).

Salah satu kendala pembanguan industri hilir kelapa sawit di Kalimantan Timur adalah rendahnya minat investor untuk “bermain” di sektor ini. Profil investasi industri minyak goreng kelapa sawit ini merupakan salah satu jawaban untuk menarik investor menanamkan modalnya di sektor ini dengan memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya tentang peluang pengembangan industri minyak goreng berbahan baku minyak sawit di Kalimantan Timur, termasuk didalamnya ketersediaan bahan baku (CPO), informasi plant construction, cost production untuk kapasitas 1.000 ton per hari, dan peluang pemasaran di pasar Indonesia dan ekspor.

(4)

2. Situasi Pemasaran

Minyak goreng adalah salah satu produk jadi primer yang dihasilkan dari buah kelapa sawit.

Dari kelapa sawit dapat diperoleh dua jenis minyak kasar, yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan Crude Kernel Palm Oil (PKO). Proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng juga menghasilkan beberapa hasil samping yang bernilai ekonomis antara lain stearin (merupakan bahan baku margarin), dan Palm Fatty Acid Destillation (PDFA). Diperolehnya hasil samping ini merupakan salah satu daya tarik investasi industri minyak goreng dari CPO, disamping minyak goreng yang dihasilkan (olein) merupakan minyak tak jenuh yang sampai sejauh ini diketahui sangat baik untuk kesehatan.

2.1. Pasar Dunia dan Pasar Domestik

Produksi minyak goreng dunia pada lima tahun terakhir menunjukkan kenaikan sekitar 6 % per tahun dan produksinya pada tahun 2005 mencapai 139.199 ribu ton (Oil World Annual, 2005).

Pada tahun yang sama, kondisi pasar dalam negeri menunjukkan permintaan yang juga tinggi, yaitu sebesar 5.062,8 ton, dengan peningkatan permintaan sebesar 11,8 % per tahun selama 5 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan adanya peluang usaha di sektor ini. Walaupun jumlah produksi minyak goreng Indonesia (5.385,8 ton) lebih besar dari permintaan pasar dalam negeri, tetapi jumlah ekspor minyak goreng yang sangat besar menyebabkan pemerintah mengimpor minyak goreng. Melihat kenyataan pasar tersebut, maka industri minyak goreng berpeluang besar untuk dikembangkan di Indonesia. Data tentang pasar dunia dan nasional disajikan pada Tabel 1.

(5)

Tabel 1. Kondisi pasar dunia dan pasar dalam negeri untuk minyak goreng tahun 1999-2005

Tahun

Pasar Internasional (ribu ton)1)

Pasar dalam Negeri (ribu ton)2)

Konsumsi Produksi Konsumsi Produksi

1999 19.837 20.625 2.494,1 2.598,4

2000 21.771 21.867 2.606,1 2.923,2

2001 23.869 23.984 3.137,9 3.303,2

2002 25.595 25.392 3.508,1 3.732,7

2003 28.201 28.111 3.964,9 4.217,9

2004 30.050 30.909 4.527,7 4.766,2

2005 33.156 33.326 5.062,8 5.385,8

Sumber: 1) Oil World Annual (1999-2005) & Oil Worl Weekly 16 Desember 2005, 2) Angka dugaan (BIRO, 1999).

2.2. Struktur Industri

Minyak goreng nabati dapat dibuat dari berbagai sumber seperti kelapa, sawit, inti sawit, jagung, kedelai, kacang tanah, biji bunga matahari, kapas, wijen, kapuk, rami, dan rape. Dari sekitar 6 juta ton produksi minyak goreng nasional pada tahun 2005, minyak sawit mendominasi dengan kontribusi sebesar 83,3 %. Kondisi pasar dunia untuk untuk industri ini juga menunjukkan hal yang sama seperti disajikan pada Gambar 1.

Keterangan:

Lainnya termasuk minyak zaitun, jagung, wijen, biji lin, kemiri, minyak ikan.

Gambar 1. Produksi minyak goreng dunia dan jenis minyak dengan pertumbuhan tertinggi

M INYAK DENG AN P ERT UM BUHAN P AL ING T ING G I

2 ,2

3 ,4

4 ,6

8 ,3 8 ,6

0 2 4 6 8 1 0

B iji Ma ta h a ri B iji R a p e K e d e la i In ti s a w it S a w it

Je n is M in ya k

% Pertumbuhan

D IS T R IB U S I P R O D U K S I M IN YA K G O R EN G D U N IA (%)

K e d e la i; 2 3 ,9

S a w it; 2 4 ,1

B iji Ra p e ; 1 2 ,1 B iji B u n g a

Ma ta h a r i; 7 ,2 B ji K a p a s ; 3 ,4 K a c a n g Ta n a h ;

3 ,1 K e la p a ; 2 ,3 In ti S a w it; 2 ,8

Min y a k He w a n i;

1 5 ,8

L a in n y a ; 5 ,4

(6)

Saat ini ada lima produsen minyak goreng dunia teratas adalah RRC, Uni Eropa, Malaysia, USA, dan Indonesia dengan produksi antara 15,8-18,6 juta ton.

Industri minyak goreng merupakan salah satu aktivitas hilir dari industri pertanian berbasis sawit. Minyak goreng dari sawit yang dalam bahasa industri disebut RBD Olein (Refined Bleached Deodorized Palm Olein) dibuat dari CPO sebagai bahan bakunya. Proses pengolahan minyak goreng ini menghasilkan hasil samping RBD Stearin (Refined Bleached Deodorized Stearin), dan PFAD (Palm Fatty Acids Destillation). RBD Stearin merupakan bahan baku untuk pembuatan margarin dan shortening, sedangkan PFAD dapat diolah lebih lanjut menjadi sabun, shortening, dan emulsifier.

Margarin, shorteing dan emulsifier mempunyai pasar yang cukup baik dalam industri pengolahan pangan, sehingga RBD Stearin dan PFAD dapat diperhitungkan dalam cash flow perusahaan. Rantai aktivitas dari kebun sawit (TBS) sampai dengan minyak goreng dan produk lain yang dihasilkan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Rantai aktivitas industri minyak goreng berbahan baku CPO

Aplikasi:

Minyak goreng Shortening Margarin

Aplikasi:

Shortening Margarin

Aplikasi:

Shortening Emulsifier Sabun

Pemurnian dan Fraksinasi (Pabrik Minyak Goreng)

RBD Stearin RBD Olein

PFAD Tandan Buah Segar

Penghancuran dan Ekstraksi (Pabrik CPO)

Tandan Buah Kosong Palm Kernel

C P O

(7)

Industri minyak goreng ternyata mempunyai segmen pasar yang beragam tergantung kualitas minyak dan bahan pengkaya yang ditambahkannya seperti vitamin. Ada 5 segmen pasar yang dapat diidentifikasi dari strategi pemasaran pemain di industri minyak goreng ini, yaitu segmen pasar tradisional (kelas C), kelas B, kelas B+, kelas A, dan A+. Produk minyak goreng yang bermain di pasar tradisional biasanya adalah industri lokal yang bahkan tidak menggunakan strategi periklanan yang gencar, contoh dari produk ini adalah minyak goreng cap tawon dari PT Tunas Baru Lampung, di Lampung. Pemain lain seperti Indofood, memproduksi minyak goreng dengan segmen pasar menengah ke atas. Contoh produk minyak goreng kelas B dari Indofood adalah Bimoli. Bimoli spesial termasuk kelas B+, sedangkan contoh untuk kelas A dan A+ adalah minyak goreng dengan merk Happy Salad dan Sunrise. Beberapa pabrik minyak goreng dan merk minyak goreng yang diproduksinya, serta segmen pasarnya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Berbagai merk dagang minyak goreng dan segmen pasarnya

No. Merk dagang Produsen Jenis minyak Segmen

pasar 1 Delima;

Borneo; Bimoli

PT Inti Boga Sejahtera, Jakarta Minyak sawit C

2 Bimoli Spesial PT Inti Boga Sejahtera, Jakarta Minyak sawit B 3 Sunrise PT Inti Boga Sejahtera, Jakarta Campuran

minyak sawit dengan minyak kedelai atau minyak wijen atau minyak jagung

B+

4 Happy Salad PT Inti Boga Sejahtera Minyak kedelai A 5 Cornola PT Inti Boga Sejahtera Minyak jagung A 6 Sania

7 Filma; Kunci

Mas, Obor PT Smart Corporation,

Surabaya Minyak sawit A, B

8 Tawon PT Tunas Baru Lampung Minyak Sawit 9 Ikan Dorang;

Payung

PT Ikan Dorang Minyak sawit

10 Barokah PT. Berkah Sawit Sumatera Minyak sawit A, B

(8)

Tabel 2.(Lanjutan)

No. Merk dagang Produsen Jenis minyak Segmen

pasar

11 Padi UD Cahaya Terbit,

Sungguminasa, Kab.Gowa

Minyak kelapa 12 Welcolin;

Bentoel

PT Sari Mas Permai, Karangpilang-Surabaya

Minyak kelapa 13 Damai; Damai

Spesial; Dunia

PT Damai Santosa Cooking Oil, Jakarta

Minyak kelapa, Mnyak sawit 14 Vecto Mas;

Ratu Masak;

999;Gurame Mas, Golden Fry, Appel Mas;

E.T.C

PT Hasil Kesatuan, Jakarta Minyak kelapa

15 SA PT Sumber Ampenan,

Mataram

Minyak kelapa

16 Sunco; Tani PT Musim Semi Mas, Medan Minyak sawit 17 Delisis; Berkah;

Unggul

PTPT Tjengkareng Djaja, Jakarta

Minyak kelapa, Minyak sawit 18 Arrow, Surya PT Lembah Karya, Padang Minyak kelapa 19 Jamco PT Slimigo Wangi, Jambi Minyak kelapa Sumber: ICBS (1998)

Sampai dengan tahun 1998 terdapat sekitar 244 pabrik minyak goreng di Indonesia, yang memproduksi lebih dari 37 merk minyak goreng. Pabrik yang menggunakan bahan baku CPO adalah 67 buah (ICBS, 1998), tetapi baru 31 % yang beroperasi secara maksimal (ICBS, 1998; Jakarta Future Exchange, 2006).

3. Potensi Daerah Dan Teknis Produksi 3.1. Bahan Baku

Perkembangan luas areal dan produksi TBS nasional sejak tahun 2000 sampai dengan 2004 menunjukkan peningkatan yang cukup berarti dengan pertumbuhan 10,3 % per tahun untuk luas arealnya dan 10,2 % untuk produksi CPO-nya seperti disajikan pada tabel 3 (BPS, 2004). Hal yang sama terjadi di Kalimantan Timur, perkembangan luas areal dan produksi TBS-nya masing-masing

(9)

adalah 13,1 dan 20,28.% (Tabel 4) (BPS Kaltim, 2006). Adapun kontribusi luas areal dan produksi TBS masing-masing Kabupaten/Kota terhadap luas areal sawit dan produksi TBS Kalimantan Timur disajikan pada Gambar 3 dan gambar 4. Kini telah terdapat 11 pabrik CPO di Kalimantan Timur yang tersebar di Kabupaten Nunukan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Penajam Paser Utara, dan Kabupaten Pasir (Tabel 5).

Tabel 3. Perkembangan industri kelapa sawit Indonesia tahun 2000-2004 Tahun Luas areal (ha) Produksi CPO

(ribu ton)

Ekspor CPO (ribu ton)

Nilai FOB ekspor (juta US$)

2000 2.440,5 4.574,5 4.100,0 1.087,3

2001 2.691,9 5.016,4 4.903,2 1.080,9

2002 3.258,6 6.272,7 6.333,7 2.092,4

2003 3.411,3 6.310,2 6.386,4 2.454,6

2004 3.445,4 6.448,6 8.661,6 3.441,8

Sumber : BPS 2004

Tabel 4. Perkembangan luas areal dan produksi kelapa sawit Kalimantan Timur tahun 2000- 2005

Tahun Luas areal (ha) Pertumbuhan areal (%)

Produksi TBS (ton)

Pertumbuhan produksi (%)

2000 116.887,50 433.645,00

2001 117.055,00 0,14 466.729,00 7,64

2002 132.173,50 12,92 760.293,00 62,90

2003 159.079,00 20,36 791.064,00 4,05

2004 171.580,50 7,86 957.058,00 20,98

2005 201.087,00 17,20 1.012.788,50 5,82

Rata-rata 13,10 Rata-rata 20,28

Sumber : BPS Kaltim 2004, BPS Kaltim 2006

(10)

Gambar 3. Distribusi luas areal perkebunan kelapa sawit tahun 2005 di Provinsi Kalimantan Timur (ribu ha)

Gambar 4. Distribusi produksi TBS kelapa sawit tahun 2005 di Provinsi Kalimantan Timur (ribu ton).

Bila setiap pabrik dapat beroperasi 80 % dari kapasitas terpasang dengan efisiensi CPO extraction rate sebesar 23 %, maka dari 11 pabrik ini diproduksi sekitar 1.564 ton CPO per hari (dengan asumsi pabrik bekerja 20 jam per hari). Selama ini produksi CPO dari pabrik-pabrik di Kalimantan Timur diperdagangkan antar pulau atau diekspor. Bila pabrik CPO di Kalimantan Timur hanya melempar 50 % dari produksinya ke pasar bebas, sedangkan 50 % lagi khusus untuk industri hilir sawit (minyak goreng) yang ada di Kalimantan Timur, maka akan tersedia bahan baku sekitar 782 ton CPO per hari. Angka ini pada tahun-tahun mendatang akan semakin besar dengan

6 4 ; 2 9 , 6 % 5 ; 2 , 3 %

3 3 ; 1 5 , 3 % 4 3 ; 1 9 , 9 %

8 ; 3 , 7 %0 ; 0 , 0 %2 ; 0 , 9 % 3 0 ; 1 3 , 9 %

1 5 ; 6 , 9 % 0 ; 0 , 0 %

1 6 ; 7 , 4 %

0 ; 0 , 0 % 0 ; 0 , 0 %

P A S I R

K U TA I B A R A T

K U TA I K A R TA N E G A R A

K U TA I TI M U R

B E R A U

M A L I N A U

B U L U N G A N

N U N U K A N

P E N A J A M P A S E R U TA R A

B A L I K P A P A N

S A M A R I N D A

TA R A K A N

B O N TA N G

4 6 2 ; 4 5 , 7 %

5 ; 0 , 5 % 2 5 2 ; 2 4 , 9 %

7 3 ; 7 , 2 % 0 ; 0 , 0 % 0 ; 0 , 0 % 0 ; 0 , 0 % 1 6 ; 1 , 6 %

2 0 4 ; 2 0 , 2 % 0 ; 0 , 0 %0 ; 0 , 0 %0 ; 0 , 0 %0 ; 0 , 0 %

P A S I R K U TA I B A R A T K U TA I K A R TA N E G A R A K U TA I TI M U R B E R A U M A L I N A U B U L U N G A N N U N U K A N

P E N A J A M P A S E R U TA R A B A L I K P A P A N

S A M A R I N D A TA R A K A N B O N TA N G

(11)

meningkatnya luas areal produksi sawit. Dari data di atas maka kebutuhan akan bahan baku tidak menjadi kendala bila dibangun pabrik minyak sawit di Kalimantan Timur.

Tabel 5. Nama perusahaan dan kapasitas produksi CPO yang ada di Kalimantan Timur No. Nama Perusahaan Kapasitas

(ton TBS/jam)

Lokasi Pabrik

1 PT REA Kaltim Plantation 80 Kec.Kembang Janggut, Kab.Kutai Kartanegara

2 PT Swakarsa Sinar Sentosa

45 Kec.Muara Wahau, Kab.Kutai Timur 3 PT Matra Sawit Sejahtera 30 Kec.Muara Wahau, Kab.Kutai Timur

4 PTPN XII 30 Desa Semuntai, Kab.Pasir

5 PTPN XII 60 Desa Long Pinang, Kab.Pasir

6 PTPN XII 60 Desa Long Kali, Kab.Pasir

7 PT Waru Kaltim Plantation 30 Kec.Waru, Kab.Penajam Paser Utara 8 PT Nunukan Jaya Lestari 30 Kec.Nunukan, Kab.Nunukan

9 PT Etam Bersama Mandiri 15 Kec.Kongbeng,kab.Kutai Timur 10 PT AB Dharma Nusantara 30 Kec.Kuaro, Kab.Pasir

11 PT Comismar Wanamaja 15 Kec.Lumbis Sumber: Adhynugraha (2006)

3.2. Lokasi

Pabrik minyak goreng dengan kapasitas 700-1.000 ton CPO per hari dapat dibangun pada lokasi dengan luas sekitar 4-6 ha. Selain lahan untuk pengolahan limbah, yang juga penting untuk dipertimbangkan adalah ketersediaan air dan energi/listrik. Untuk pabrik dengan kapasitas 1.000 ton CPO per hari memerlukan energi sekitar 19.100 kWH setara dengan 16.758 liter solar dan air sebanyak 11.159 ton per hari.

Beberapa lokasi potensial yang dapat dipertimbangkan sebagai lokasi pabrik minyak goreng bila menggunakan efisiensi transportasi bahan baku ke lokasi pabrik disamping pertimbangan kesediaan tenaga kerja dan infrastruktur adalah Balikpapan, Kabupaten Pasir, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, atau Nunukan. Dari 5 lokasi potensial tersebut bila dilakukan pertimbangan tata ruang wilayah di masing-masing wilayah maka Kabupaten Kutai Timur adalah lokasi paling tepat. Alasan untuk hal ini karena Kabupaten Kutai Timur telah mempunyai tata ruang Kawasan Industri Maloy (KIM) di Kecamatan Maloy. KIM ini akan dilengkapi dengan kawasan

(12)

pendukung seperti pelabuhan Maloy yang direncanakan mempunyai terminal cargo dan CPO.

Pemilihan lokasi pabrik minyak goreng di KIM ini akan memberikan beberapa kemudahan seperti meminimalisasi kesulitan pembebasan lahan, tersedianya infrastruktur yang diperlukan oleh suatu industri pengolahan, dan dapat mengakses pelabuhan laut secara langsung yang sangat penting untuk transpor bahan baku dan produk dari produsen ke konsumen atau sebaliknya.

Kabupaten Kutai Timur beribukota di Sangatta, kota ukuran sedang dengan luas administrasi 35.747,50 Km2 (17 %) dari wilayah Kalimantan Timur. Jumlah penduduk 168.529 jiwa dengan kepadatan 4,71 penduduk/km2 dan pertumbuhan 1,85 % tahun 2004. Kabupaten yang mempunyai 18 Kecamatan dengan 135 desa, memiliki suatu kawasan yaitu Maloy yang akan dikembangkan menjadi kawasan industri terpadu. Kabupaten ini mempunyai program pembangunan Gerdabangagri, yaitu program pembangunan daerah berbasis agroindustri. Gerdabangagri yang dicetuskan oleh Kabupaten Kutai Timur dalam Renstra Kabupaten Kutai Timur 2000-2005 tersebut, direncanakan dibangun Kawasan Ekonomi Khusus (Spesific Economic Zone, SEZ) yang didalamnya terdapat KIM mulai tahun 2008, hal ini juga merupakan alasan bahwa KIM yang akan dikembangkan di kawasan Maloy merupakan pilihan lokasi pabrik minyak goreng yang tepat.

Secara umum, letak Kabupaten Kutai Timur dan KIM dapat dilihat pada Gambar 5. Tata letak peruntukan lahan pada KIM disajikan pada Gambar 6, sedangkan rencana pembangunan Pelabuhan Maloy dengan terminal CPO-nya ditampilkan pada Gambar 7.

KIM akan dibangun diatas areal 10.000 ha (yang telah dibebaskan 4.260 ha) yang dapat menampung tenaga kerja sebanyak 250.000 ditambah dengan 5.000 eks patriat. Kaveling industri yang disediakan pada 8 kluster kawasan industri yang direncanakan adalah 4.500 unit, yang didukung oleh 1.000 unit layanan terdiri dari perkantoran, perbankan dan instansi pelayanan lainnya.

Sedangkan untuk kawasan residensial adalah sebanyak 250.000 unit pada kawasan satelit (kota baru).

Untuk menampung produksi CPO dari pabrik CPO di Kabupaten Kutai Timur dan sekitarnya sebesar keperluan industri hilir kelapa sawit, dibangun tangki penimbunan CPO untuk melayani luas lahan sawit seluas 100.000 ha, dengan asumsi produksi tandan buah segar sebesar 27 ton/ha/tahun (kebun klas III), dan rendemen 24 %. Dengan kata lain jumlah CPO yang dapat dilayani adalah

(13)

sebesar 648.000 ton per tahun. Untuk keperluan tersebut jumlah tangki yang dibangun adalah 34 buah tangki masing-masing dengan kapasitas sekitar 12.500 ton (volume 625 m3). Sedangkan tingkat pemakaian diasumsikan sebesar 75 %. Lahan untuk zona CPO ini disediakan sebesar 10.676 m2 dengan zona bersih area tangki seluas 2.669 m2.

Gambar 5. Letak Kabupaten Kutai Timur di peta Indonesia dan letak KIM di peta Kabupaten Kutai Timur

(14)

Gambar 6 Tata letak peruntukan lahan pada KIM dan tata letak Pelabuhan Maloy

Gambar 7. Rencana Pelabuhan Maloy sebagai pintu gerbang Indonesia bagian utara dengan terminal CPO-nya

(15)

3.3. Teknis Produksi

Produksi minyak goreng dari CPO dilakukan melalui tahapan, pemurnian, fraksinasi, pengemasan, dan pengepakan. Tahap pemurnian terdiri dari proses degumming, pemucatan (bleaching), deodorisasi (deodorisation), dan fraksinasi (fractionation). Tahapan prosesnya disajikan pada Gambar 8., peralatan dan jenis produk yang dihasilkan ditampilkan pada Gambar 9, sedangkan Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar 12 masing-masing menampilkan aliran massa plus penggunaan energi selama proses degumming, bleaching, dan deodorisasi. Adapun layout pabrik minyak goreng disajikan pada Gambar 13.

Gambar 8. Diagram alir proses pengolahan minyak goreng dengan bahan baku CPO (kehilangan pada proses ini adalah sekitar 1 %)

Fraksinasi (Fractionation) 4,5 bar

C P O (FFA 4,5 %

Pemucatan (Bleaching) Vakum, 85-90 oC, 20 menit Pengendapan (Wet degumming) 2,5-3,0 bar, 80-110 oC, 5-7 menit

Deodorisasi (Deodorization) 3-6 mmHg, 240-260 oC, 1,5 jam

RBD Stearin (23,1 %) RBD Olein (minyak goreng)

(72,4 %)

Air + kotoran + getah (gum)

Bleaching earth / arang aktif 2-3 % cestillationid

Palm Fatty Acid Destillation (PFAD) (4,5 %) H3PO4

0,07-0.1 %

Air panas 10 %

Blotong

Kristalisasi (Cristallization) 70 oC dan 37 oC secara bergantian

(16)

Gambar 9. Diagram alir dan peralatan yang dipergunakan dalam pengolahan minyak goreng dengan bahan baku CPO serta produknya

CPO

Degumming Bleaching

Deodorisasi

Kristalisasi dan fraksinasi

PFAD Stearin

Olein (minyak goreng)

TBS Pabrik CPO

(17)

Gambar 10. Aliran massa dan energi pada proses degumming

Gambar 11. Aliran massa dan energi pada proses bleaching

(18)

Gambar 12. Aliran massa dan energi pada proses deodorisasi.

Gambar 13. Layout pabrik minyak goreng dan margarine berbahan baku CPO

(19)

4.

Kebijakan Dan Infrastruktur Pendukung 4.1. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang mendukung investasi industri minyak goreng di Kalimantan Timur telah mencukupi dengan tersedianya jaringan jalan, airport, pelabuhan laut, fasilitas air bersih dan listrik serta hotel dan restoran. Airport internasional (Bandara Sepinggan) dan pelabuhan laut nasional (Pelabuhan Semayang) terdapat di Balikpapan yang berjarak sekitar 290 km dari Kabupaten Kutai Timur yang merupakan lokasi paling potensial untuk penanaman investasi industri minyak goreng berbasis sawit saat ini. Disamping itu masih terdapat pelabuhan laut dan bandara nasional di Kota Tarakan dan Samarinda (170 km dari KIM). Disamping itu sesuai dengan program Gerdabangagri, secara mandiri Kabupaten Kutai Timur mulai tahun 2008 akan mulai membangun Specific Economic Zone (SEZ) yang meliputi areal seluas 40.000 ha dengan hinterland seluas 80.000 ha. Kawasan Industri Maloy (KIM) yang merupakan kawasan pinggir pantai yang berada dalam SEZ tersebut dengan luas areal sebesar 10.000 ha.

4.1.1. Pelabuhan dan spesifikasinya

Saat ini di Kabupaten Kutai Timur terdapat 3 pelabuhan, yaitu 2 di Sangatta (milik KPC, 1.800 m2; dan Pertamina, 725 m2), dan pelabuhan umum di Sangkulirang seluas 189 m2. Dalam rangka pembangunan kawasan agroindustri, maka pelabuhan laut nasional direncanakan mulai tahun 2008 dibangun di Maloy, dengan nama Pelabuhan Maloy. Pelabuhan Maloy ini merupakan pelabuhan penumpang, dengan fasilitas pelabuhan peti kemas sekaligus terminal CPO.

4.1.2. Airport beserta fasilitasnya

Kalimantan Timur telah memiliki 11 bandara, dengan kualifikasi bandara yaitu Sepinggan Balikpapan, Temindung Samarinda, Juata Tarakan, Kalimarau Berau, Nunukan, dan Tanjung Harapan Bulungan. Ketersediaan bandara ini mampu untuk memberikan dukungan bagi pengembangan investasi dan kegiatan ekonomi daerah. Sepinggan merupakan bandara internsional, memiliki 27 operator maskapai penerbangan seperti Garuda Indonesia, Merpati Airlines, Silk Air, Lion, Mandala, dan lain-lai.

(20)

Kabupaten Kutai Timur sendiri memiliki 9 bandara yaitu KPC di Tanjung Bara dan Bandara Pertamina di Sangkimah serta 7 bandara perintis yaitu di LongLees, Sautara, Batu Ampar, Jabdan, Miau Baru, Long Segar, Pengadan.

4.1.3. Listrik Beserta Kapasitas

Listrik merupakan prasarana yang amat penting untuk memasok kebutuhan industri. Sumber listrik hingga saat ini dipasok oleh Perusahaan Umum Listrik Negara. Pada tahun 2005, produksi tenaga listrik di daerah ini mencapai 47.519,32 MWH dengan daya terpasang 10,40 MW. Sedangkan daerah sekitar Kabupaten Kutai Timur yang terdekat adalah kota Bontang. Jaringan listrik di kota ini telah menjangkau seluruh wilayah kota. Pada tahun 2005, tenaga listrik yang diproduksi sebesar 63.390,02 MWH dengan kapasitas terpasang 13,65 MW.

4.1.4. Air bersih dan kapasitasnya

Seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Timur memiliki jaringan air yang dikelola PDAM dengan kapasitas potensial 4.124 liter/detik dan kapasitas efektif 3.088 liter/detik.

Produksi air bersih Kota Bontang yang terpakai 25 liter/detik diluar KIE (PT. PKT) dan PT. Badak LNG. Tahun 2004, kapasitas potensial air sebesar 780 liter/detik dengan produksi 1.813.817 m3 (BPS, 2004).

4.1.5. Hotel dan Restoran

Kalimantan Timur sebagai daerah sentra perdagangan dan jasa, serta tujuan wisata terdapat sarana pendukung berupa hotel dan restoran. Jumlah hotel berbintang maupun non bintang pada tahun 2004 sebanyak 404 buah. Hotel berbintang 17 buah yang memiliki 1.775 kamar dan 2.777 tempat tidur, sedangkan hotel melati 297 buah dengan 3.063 kamar dan 4.987 tempat tidur.

Di Kota Bontang yang merupakan daerah terdekat dengan kabupaten Kutai Timur memiliki 1 buah hotel bintang III, yaitu Hotel Bintang Sintuk dan beberapa hotel non bintang 23 buah.

Sementara, Kabupaten Kutai Timur memiliki hotel non bintang 52 buah.

Selain hotel, di Kalimantan Timur terdapat pula restoran sebanyak 912 buah. Keberadaan hotel dan restoran ini mendukung fasilitas bagi investor.

(21)

4.1.6. Sekolah /PT/lembaga pendidikan

Kalimantan Timur memiliki fasilitas pendidikan yang memadai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Di Samarinda, terdapat satu-satunya universitas negeri di provinsi ini, yaitu Universitas Mulawarman yang memiliki Fakultas Pertanian. Fakultas Pertanian ini menyelenggarakan Program Studi Teknologi Hasil Pertanian yang dapat mendukung ketersediaan tenaga kerja di bidang teknologi pengolahan hasil pertanian. Program studi yang sama juga diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) yang terdapat di Sangatta. Selain pendidikan formal, pelatihan-pelatihan pun dilaksanakan oleh lembaga-lambaga pelatihan swasta maupun oleh dinas tenaga kerja dan dinas teknis terkait.

4.1.7. Jalan/ transportasi

Untuk memperlancar arus lintas bahan input maupun produk setengah jadi atau produk jadi telah dibangun jalan lintas Kalimantan yang terdiri 3 poros, yaitu poros Selatan, Tengah dan Utara.

Infrastruktur perhubungan darat yang tersedia telah memadai untuk angkutan antar kota dalam provinsi maupun antar kota antar provinsi.

Pembangunan jembatan seperti jembatan Dondang dan Mahakam II yang memperpendek jarak jarak tempuh Samarinda-Balikpapan merupakan bagian dari pembangunan highway Sangatta (Bontang) – Samarinda – Balikpapan. Pembangunan jalan pintas utara Kalimantan Timur Sangatta, Kutai Timur dan Tanjung Redeb, Berau akan mempercepat arus angkutan barang/jasa.

4.1.8. Perbankan / asuransi

Lembaga perbankan di Kalimantan Timur pada tahun 2004 berjumlah 223 unit yang tersebar di kabupaten/kota di Kalimantan Timur. Posisi kredit yang telah tersalurkan kepada sektor usaha berjumlah Rp 8 trilyun, dan khusus untuk sektor perikanan mencapai Rp 3,27 milyar. Posisi kredit untuk wilayah Bontang berjumlah 815,044 milyar, Berau sebesar Rp 477,61 milyar dan Kutai Timur sebesar Rp 350,514 milyar.

Di Kota Bontang terdapat 23 unit bank, terdiri dari 7 bank pemerintah, 5 bank swasta, 2 bank perkreditan dan lembaga keuangan non perbankan 74 koperasi dengan 3 koperasi perikanan ikut membantu struktur permodalan.

(22)

Di Kabupaten Berau terdapat 9 unit bank. Di Kabupaten Kutai Timur terdapat 4 unit bank dengan 3 unit bank pemerintah dan 1 unit bank swasta serta lembaga non perbankan 188 koperasi dengan 1 koperasi khusus perikanan. Dan ada 3 lembaga asuransi yaitu Asuransi Bumi Putera, Asuransi Jiwasraya dan Asuransi Jiwa Mubarakah.

4.1.9. Pos dan telekomunikasi

Kalimantan Timur melalui PT. Telkom pada tahun 2004/2005 telah mempunyai 197.573 SST.

Penggunaan jasa telekomunikasi telepon saat ini meningkat pesat, dengan diindikasikan tercatatnya 9 operator telepon selular. Distribusi SST tersebut adalah 5.475 SST untuk kota Sangatta dan 13.088 SST untuk kota Bontang. Dikedua kota tersebut juga telah tercatat lebih dari 3 operator telepon selular, 3 yang besar diantaranya adalah Telkomsel, Indosat, dan Pro XL.

4.2. Aspek sosial dan lingkungan

Adanya kepastian peruntukan lokasi untuk industri pengolahan di KIM akan membuat suasana investasi aman karena jauh dari persoalan-persoalan yang sering timbul bila suatu kawasan industri baru dibangun, seperti tumpang tindih lahan usaha ataupun masalah sosial yang timbul karena bersinggungan dengan masyarakat. Begitu pula dengan masalah limbah yang mungkin timbul dari aktivitas industri tersebut akan dapat ditangani dengan baik, karena perencanaan pengolahan limbah untuk kawasan industri tersebut dapat dikelola secara terpadu.

Sebaliknya, banyaknya investasi yang masuk ke kawasan KIM akan mempercepat pembangungan dan sekaligus dapat meningkatkan kesempatan kerja, dan pendapatan bagi masyarakat, serta meningkatkan PAD dari Kabupaten Kutai Timur khususnya dan Provinsi Kalimantan Timur pada umumnya.

4.3 Legalitas

Dalam rangka pengembangan industri minyak goreng, pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan di tingkat nasional hingga daerah. Secara nasional, pemerintah Indonesia telah memberikan pembebasan bea masuk atas impor mesin yang terkait langsung dengan kegiatan industri/jasa, kemudahan dalam perijinan dan sejumlah insentif lainnya.

(23)

Adapun prosedur penanaman modal asing maupun dalam negeri diatur sesuai dengan keputusan Kepala Badan Koordinasi Penawaran Modal (BKPM) No.57/SK/2004, dengan tahapan sebagai berikut :

Mengajukan permohonan kepala BKPM untuk PMA dan PMDN. Kepala BKPM mengeluarkan dan menandatangani Surat Persetujuan (SP) penanaman modal dalam rangka PMDA dan PMA. Surat persetujuan tersebut diterbitkan selambat-lambatnya 10 hari pada hari kerja.

5. Analisis Finansial

Analisis finansial kelayakan industri minyak goreng kelapa sawit dibuat dengan beberapa asumsi seperti disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Asumsi analisis finansial industri minyak goreng kelapa sawit Luas lahan pabrik

Kapasitas produksi Jam kerja pabrik Hari kerja

Interest rate (Discount factor) - Modal sendiri

- Modal pinjaman Nilai tukar Rupiah

Angka pertumbuhan komponen biaya

2.500.000 m2

1.000.000 ton / hari 20 jam/hari

300 hari/tahun 14 % pa 12 % pa 15 % pa

1 US$ = Rp 9.300,- 7,5%/tahun

5.1. Biaya Investasi

Seperti halnya industri manufaktur lainnya pendirian industri minyak goreng kelapa sawit membutuhkan investasi yang besar. Industri minyak goreng kelapa sawit ini diperhitungkan akan membutuhkan investasi sebesar US$. 31.397.972,27, (Rp.156.989.861.350,00) dimana sebesar US$

119.942,53 (Rp.599.712.650,00) yang akan dialokasikan untuk menutupi biaya pra-oprasional, biaya pengadaan investasi tetap seperti tanah, bangunan fisik utama dan penunjang, mesin dan peralatan utama, dan pembantu, peralatan kantor (office supplies) peralatan transportasi dan investasi tetap lainnya, serta untuk menutupi biaya-biaya contingencies (2,5% dari total investasi tetap di luar

(24)

modal kerja). Disamping itu total biaya investasi ini juga akan dialokasikan untuk membiayai modal kerja sampai tahap turn-over yang besarnya mencapai US$ 12.912.076 (Rp.64.560.379.167,00).

Tabel 7. Proyeksi biaya investasi industri minyak goreng sawit (Dalam US $)

No Uraian Luas Harga Satuan Biaya

(m2) (US$) (US$)

A Biaya Pra Operasional 1 119.942,53 119.942.53

B Lahan

1. Pembelian Tanah 250.000 1,5 375.000

2. Pematangan Tanah yg sdh direklamasi 50.000 7,5 375.000

C Bangunan Utama

1. Bangunan Produksi (18 unit) 2.200 427,58 940.676,00

2. Bangunan Timbangan 500 204,00 102.000,00

3. Rumah Tangga 600 255,11 153.066,00

4. Rumah Pompa 1.200 127,55 153.060,00

5. Kantor 280 255,11 71.430,80

6. Laboratorium 120 255,11 30.613,20

7. Workshop/Store 1.200 255,11 306.132,00

C Bangunan Penunjang

1. Pos Jaga 24 169,99 4.079,76

2. Tempat Parkir 1.000 10,20 10.200,00

3. Rumah Pegawai 2.500 187,58 468.950,00

4. Pagar Keliling 6.700 9,84 65.928,00

5. Tempat Olahraga 1.000 10,20 10.200,00

6. Jalan dan Parkir 20.000 10,20 204.000,00

(25)

Tabel 8. Biaya pengadaan mesin peralatan utama dan pembantu

No Items Satuan Harga Satuan Biaya

(Unit) (US$) (US$)

A Mesin dan Peralatan Utama

1. Unit Refinery Plant 1.000 TPG 1 3.162.000 3.162.000

2. Unit Fractionation Plant 1.000 TPD 1 2.142.000 2.142.000 3. Unit Pendinginan Air ( Water Cooling Plant) 1 255.000 255.000 4. Unit Pengolahan Limbah Cair (Waste

Treatment Plant)

1 76.500 76.500

5. Unit Tangki Pengimpanan (Tank Farm) 1 2.652.000 2.652.000

I6. nstalasi 1 280.500 280.500

B Mesin dan Peralatan Pembantu

1. Broiler 1 354.960 354.960

2. Compressor 1 132.600 132.600

3. Genset 3 237.966 713.898

4. Pompa 1 163.200 163.200

5. Water Treatment 1 153.000 153.000

6. Peralatan Laboratorium 1 102.000 102.000

C Peralatan Kantor dan Instalasi 1 35.000 35.000

Kendaraan

1. Kendaraan (Mobil) 5 40.000,00 200.000,00

2. Sepeda Motor 8 1.500,00 12.000,00

3. Mobil Karyawan 1 12.980,00 12.980,00

5.2. Biaya Operasional

Biaya operasional yang dibutuhkan untuk kapasitas pabrik 1.000 ton /hari atau 300.000 ton/tahun sebesar US$ 515.964,84 / hari (Rp 4.798.469.664/ hari) ekuivalen US$ 154.789.345,2/tahun (Rp 143.954.091.036/ tahun) yang terdiri dari :

1. Biaya Bahan baku dan bahan penolong

Biaya bahan baku CPO selama 1 tahun pertama adalah sebesar US$ 151.704.000.

(Rp.1.410.847.200.000) Biaya ini diasumsikan besarnya tetap karena harga CPO diasumsikan tetap serta produktivitas mesin dan peralatan relatif stabil atau hanya dengan biaya penyusutan yang kurang dari 5%. Sedangkan biaya bahan penolong pada tahun pertama produksi dianggarkan sebesar US$ 3.085.344, (Rp.28.693.699.200) kemudian pada 9 tahun berikutnya seluruh komponen biaya bahan penolong diasumsikan akan meningkat sebesar 7,5%/tahun (Tabel 9).

(26)

Tabel 9. Kebutuhan biaya operasional untuk 1.000 ton CPO /hari 300.000 ton/Th

No Jenis Bahan Jumlah Satuan Biaya

Satuan

Biaya/hr Biaya/Th

(Ton) (US

$/Unit)

(US $) (US $)

1 Bahan Baku CPO 1.000 Ton 505,680 505.680,00 151.704.000,00

2 Bahan Penolong

a. H3PO4 2 ton 92,653 185,31 55.591,80

2. Diatomic 15 ton 173,730 2.605,95 781.785,00

3. Bahan Bakar Genset 16.758 liter 0,207 3.468,91 1.040.671,80

4. Bahan Bakar Broiler 5.446 0,207 1.127,32 338.196,60

3 Maintenance 1.287,00 386.100,00

4 Tenaga Kerja 134 Orang 1.150,00 345.000,00

5 Overhead 460,00 138.000,00

Total Biaya Bahan per 1.000 ton CPO 515.964,48 154.789.345,2

2. Biaya energi

Kebutuhan energi pada setiap pengolahan 1000 ton bahan baku CPO di perkirakan akan menghabiskan energi sebanyak 19.100 Kwh dan ini akan dipenuhi dengan genset dengan kapakitas 500 KVA 3 unit pararel. Jumlah bahan bakar solar yang dibutuhkan sebanyak 16.758 liter solar/hari yang terdiri dari 5.880 liter untuk proses rafinasi dan 10.878 liter untuk proses fraksinasi dan bahan bakar solar yang digunakan steam boiler adalah sebanyak 5.446 liter/hari yang terdiri dari 1.911 liter untuk proses rafinasi dan 3.535 liter untuk proses fraksionasi. Jika harga solar US$ 0,207/ liter, maka besarnya biaya yang dibutuhkan sebesar US$ 4.596,23 per hari atau US$ 1.378.869 per tahun.

Sementara kebutuhan air dalam proses produksi sebesar 11.159 ton/hari 3. Biaya tenaga kerja langsung

Jumlah tenaga kerja yang terlibat langsung dengan proses produksi atau yang disebut dengan tenaga kerja langsung adalah 134 orang yang terdiri dari 128 orang tenaga operasional dan 6 orang tenaga manajerial. Dari 128 orang tenaga operasional, 18 orang diantaranya melakukan pekerjaan managerial dan 110 orang lainnya bekerja sebagai tenaga operasional sampai tenaga kebersihan.

Pada tahap produksi tahun pertama, total biaya tenaga kerja akan mancapai sebesar US$

345.000. Pada tahun-tahun selanjutnya selama 10 tahun berikutnya biaya tenaga kerja akan

(27)

meningkat 10% pertahun. Setiap tahun diperkirakan perusahaan akan membutuhkan tenaga kerja harian lepas untuk membantu proses rafinasi dan fraksionasi dengan biaya tambahan sebesar US$

130.410. Biaya tambahan ini setiap tahun dianggarkan akan meningkat 10%.

5.3. Hasil analisis finansial

Berdasarkan analisis kelayakan proyek diperoleh nilai NPV, IRR, Net B/C danPayback Period seperti disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil analisis finansial proyek

Kriteria Kelayakan Proyek Nilai

ROI 228,79%

NPV 26.717.950

IRR 98,17%

Net B/C 4,48

Payback Period 7 tahun 10 bulan

Seperti disajikan pada Tabel 4.10, nilai Return on Investment (ROI) diperoleh 228,79%. Nilai ROI tersebut menunjukkan bahwa dari setiap US $1,- modal yang ditanamkan pada industri minyak goreng kelapa sawit akan diperoleh keuntungan sebesar US $ 228,79.

Berdasarkan analisis cash flow (cash inflow dan cash outflow) investasi industri minyak goreng kelapa sawit dengan tingkat discount factor 14%, diperoleh nilai Net Present Value (NPV) US $ 26.717.950,-. Nilai NPV ini lebih besar dari nol, sehingga industri minyak goreng kelapa sawit layak untuk dilaksanakan.

Sementara nilai internal rate of return (IRR) sebesar 98,17%, jauh lebih tinggi dari suku bunga bank sebesar 14%, maka proyek ini layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan analisis Net B/C ratio pun, industri minyak goreng kelapa sawit ini layak dilaksanakan karena nilai Net B/C nya 4,48 masih di atas dari nilai 1.

Dilihat dari sudut kemampuan proyek ini mengembalikan modal (payback period), proyek ini mencapai titik impas setelah 6 tahun 10 bulan. Dari beberapa kriteria kelayakan usaha di atas, maka industri minyak goreng kelapa sawit secara finansial layak diusahakan. Proyeksi aruskas (Cash flow) industri minyk goreng kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 1.

(28)

Untuk melihat kelayakan proyek ini, apabila terjadi kenaikan biaya produksi dan penurunan harga jual dilakukan analisis sensitivitas dengan hasil seperti disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil analisis sensitivitas kelayakan proyek

Kriteria Kelayakan Proyek Kenaikan Biaya Produksi (2 %)

Penurunan Harga Jual (2

%)

ROI 76,23 181,1

NPV 8.243.431,45 24.628.936,1

IRR 34,22% 91,38%

Net B/C 1,96 4,1

Pay back Period 8 tahun 3 bulan 7 tahun 10 bulan

Walaupun terjadi kenaikan biaya produksi dan penurunan harga jual, dari hasil analisis sensitivitas seperti disajikan pada Tabel 4.10 ternyata industri minyak goreng kelapa sawit masih layak untuk diusahakan.

(29)

Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi profil proyek komoditas unggulan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Rumput laut merupakan komoditi ekspor yang memiliki peran sebagai penghasil devisa negara dengan nilai ekspor pada tahun 2004 sebesar US $ 25,296 juta.

2. Negara tujuan ekspor utama rumput laut Indonesia adalah Negara Cina, Hongkong, Denmark, Spanyol, USA dan Filipina.

3. Daerah penghasil rumput laut utama di propinsi Kalimantan Timur adalah Kota Bontang, Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Berau.

4. Investasi pada usaha pengembangan budidaya rumput laut di Propinsi Kalimantan Timur ditinjau dari aspek pasar, teknis, finansial serta dukungan pemerintah daerah adalah feasible.

5. Berdasarkan aspek pasar, teknis dan finansial, industri minyak goreng kelapa sawit feasible untuk dibangun di Kalimantan Timur.

6. Analisis kapasitas industri minyak goreng kelapa sawit di Kalimantan Timur membutuhkan bahan baku CPO 1.000 ton per hari, dan Kawasan Industri Maloy di Kabupaten Kutai Timur merupakan lokasi yang tepat untuk pembangunan lokasi pabrik minyak goreng.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil studi profil dan persoalan yang dihadapi dalam pengembangan komoditas unggulan tersebut, maka dapat direkomendasikan sebagai berikut:

1. Pengembangan investasi budidaya rumput laut diarahkan bagi perusahaan besar dan menengah melalui pola kemitraan dengan usaha kecil/ koperasi.

2. Pemerintah daerah kabupaten/kota diharapkan dapat memfasilitasi dan mampu memberikan kemudahan perizinan bagi produsen rumput laut untuk melakukan perdagangan antar pulau maupun ekspor.

Pengembangan investasi industri minyak goreng diarahkan bagi perusahaan besar swasta baik dalam negeri maupun luar negeri, dan terbuka juga bagi perusahaan daerah.

(30)

3. Kawasan Industri Maloy berpeluang untuk dibangun industri minyak goreng kelapa sawit, dengan demikian perlu ada komitmen Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dengan dukungan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya untuk percepatan pembangunan Maloy Port dengan fasilitas dan faktor pendukung nya.

Jika diperlukan informasi lebih lanjut tentang investasi minyak goreng kelapa sawit dapat melakukan kontak ke alamat:

1. Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Provinsi Kalimantan Timur Jl Basuki Rahmat No 56 Samarinda KALTIM 75112 Telp. (62-541) 743235 & 743446 Fax : (62-541) 736446

E-mail : Humas@bppmd.kaltimprov.go.id Website : http://www.bppmd.kaltimprov.go.id

2. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura Provinsi Kalimantan Timur Jl. Basuki Rahmat Samarinda Kalimantan Timur 75117 .

Telp. (62-541) 732079

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, J.T., Zatnika, A., Purwoto, H,. dan Istini, S. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya.

Jakarta. 148 hlm.

Aslan, L.M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. 114 hlm

Badan Agribisnis Departemen Pertanian. 1999. Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Perikanan.

Kanisius. Yogyakarta. 120 hlm.

BAPPEDA KALTIM dan BPS KALTIM (2006) Kaltim Dalam Angka Publikasi Elektronik 2006. BPS KALTIM, Samarinda.

BPS (2004) Statistik Indonesia 2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Danie, A.T.E. 2000. Rumput Laut Tumpas Kemiskinan di Bentenan. Trubus No.363 Edisi Februari.

Jakarta

Departemen Teknologi Hasil Perairan. 2006. Kosmetika Laut. IPB dan KPP-Bioteknologi ITB.

Bandung

Dinas Kelautan dan Perikanan Samarinda. 2005. Buku Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Propinsi Kalimantan Timur tahun 2004. DKP Samarinda.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kutai Timur. 2006. Buku Tahunan Statistik Perikanan 2005. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kutai Timur.

Dinas Perikanan dan Kelautan Berau. 2005. Statistik Perikanan 2004. DPK Berau

Dinas Perikanan dan Kelautan Berau kerjasama dengan PPPW UNMUL. 2003. Identifikasi Potensi Perikanan dan Kelautan Kabupaten Berau. DPK Berau

Dinas Perikanan dan Kelautan Bontang. 2004. Gerakan Pengembangan Budidaya Ikan (GERBANG- BUDI). DPK Bontang

Dinas Perikanan dan Kelautan Bontang. 2006. Buku Saku Statistik Perikanan Tahun 2003 – 2005.

Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bontang. Pemerintah Kota Bontang.

Effendi, I., dan Oktariza, W. 2006. Manajemen Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta. 164 hlm.

(32)

Gatra. 2006. Revitalisasi Perikanan Jalan Menuju Kesejahteraan Bersama. Gatra Edisi Khusus Januari.

Jakarta

ICBSa (1998) Studi tentang Analisis Supplai, Permintaan, Pengolahan dan Prospek Investasi Industri Minyak Goreng Indonesia 1998. Buku I. ICBS, Jakarta.

ICBSb (1998) Studi tentang Analisis Supplai, Permintaan, Pengolahan dan Prospek Investasi Industri Minyak Goreng Indonesia 1998. Buku II. ICBS, Jakarta.

Jakarta Future Exchange (2006) Olein. http://www.bbj-jfx.com/product.

Hidayat, N. dan Pitakasari,A.R. 2006. Menanam Rumput Laut Gaji Manajer. Gatra Edisi Khusus Januari. Jakarta

Ngangi, E.L.A. 2001. Kajian Intensifikasi dan Analisis Finansial Usaha Budidaya Rumput Laut

Kappaphycus alvarezii di Desa Bentenan- Tambak Kecamatan Belang Prop. Sulawesi Utara.

ProgramPasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Raharjo, A,. 2000. Semarak Rumput Laut di Pulau Tidung. Trubus No.364 Edisi Maret . Jakarta Riduan, M. 2006. Analisis Finansial Usaha Budidaya Rumput Laut (Eucheuma sp) di Perkampungan

Nelayan Kowetang Melahing Kelurahan Tanjung Laut Indah Kecamatan Bontang Selatan Kota Bontang. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Mulawarman, Samarinda.

Sediadi, A, dan Budihardjo, U. 2000. Rumput Laut Komoditas Unggulan. PT.Grasindo. Jakarta. 31 hlm.

Sekretariat Kota Bontang. 2005. Peluang Investasi Bontang 2005. Sekretariat Kota Bontang Tim Penulis PS. 2004. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut. PT Penebar Swadaya.

Jakarta. 99 hlm

(33)

LAMPIRAN

(34)

1.

P E R M O H O N A N

Model 1 / PMDN Kelengkapan

- Akte perusahaan atau KTP bagi perorangan

- Copy NPWP

- Proses dan flowchart - Uraian produksi / kegiatan

usaha

- Surat kuasa apabila bukan ditandatangani Direksi

Model 1 / Foreigen Capital Investment (PMA) Peserta Indonesia

-Akta perusahaan

-Copy KTP apabila perorangan -Copy NPWP untuk PMA peserta asing

-Akte perusahaan -Copy paspor apabila

perorangan

-Copy NPWP untuk PT PMA -Proses dan flowchart -Uraian produksi kegiatan Surat

Persetujuan untuk PMDN

Surat Persetujuan untuk PMA

2. PERSETUJUAN PENANAMAN

RENCANA PERUBAHAN

- Perubahan bidang usaha atau produksi - Perubahan investasi

- Perubahan/pertambahan TKA - Perubahan kepemilikan saham

- Preusan PMA atau PMDN atau non PMA/PMDN - Perpanjangan WPP

- Perubahan status

- Pembelian saham preusan PMDN dan non PMA/PMDN oleh asing atau sebaliknya

-APIT, untukmengimpor barang modal dan bahan baku yang dibutuhkan -RPTK untuk mendatangkan/ menggunakan TKA

-Rekomendasi TA.01 kepada Dirjen Imigrasi agar dapat diterbitkan VISA bagi TKA

-IKTA, untuk memperkerjakan TKA

-SP Pabean BB/P, pemberian fasilitas atas penginfor bahan baku/penolong

===========================================

Di Kabupaten/ Kota : Izin lokasi, IMB, Izin UUG/HO, Sertifikat Atas Tanah

3.

PERIZI- NAN PELAK- SANA- AN

Copy akta pendirian Dan pengesahan

Kelengkapan

- Copy akte perusahaan - Copy IMB

- Copy izin UUG/HO

- Copy sertifikat hak atas tanah - LKPM

- RKL/RPL atau UKL/UPL atau SPPL BAP

Sebagai dasar untuk -Melakukan produksi komersil -Pengajuan rencana peluasan investasi

-Pengajuan restrukturisasi -Pengajuan atau tambahan bahan baku /penolong

4. REALI- SASI IZIN USAHA

Lampiran: Diagram Alir Proses Perijinan

Gambar

Tabel 1.  Kondisi pasar dunia dan pasar dalam negeri untuk minyak goreng tahun 1999-2005
Tabel  2.  Berbagai merk dagang minyak goreng dan segmen pasarnya
Tabel 4.  Perkembangan luas areal dan produksi kelapa sawit Kalimantan Timur tahun 2000- 2000-2005
Gambar 4.  Distribusi  produksi  TBS  kelapa  sawit  tahun  2005  di  Provinsi  Kalimantan  Timur (ribu ton)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovaskular Disease adalah suatu Menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovaskular Disease adalah

negeri atau bersubsidi. Calon guru juga harus berkelakuan baik dengan dibuktikan surat keterangan dari bupati. Pihak sekolah menyediakan kamus bahasa Jerman dan Inggris dengan

[r]

Enam varietas unggul nasional yang telah dilepas Balai penelitian Tanaman Hias (Balithi), yaitu Puspita nusantara, Nyi Ageng Serang, Shakuntala, Puspita Asri, Dewi

Istana Tiara Surabaya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri manufaktur yang melayani pembuatan produk Spare part kendaraan ( selebor motor )

Uraian tentang hasil penelitian meliputi pelaksanaan penelitian, deskripsi data hasil penelitian, analisis data hasil penelitian yang diperoleh, serta pembahasan

Subang Siti Rohmah Hasanah Mtss Tanjungsiang 238 - Sejarah Kebudayaan Islam TAHAP XVII.. Sutrisno MtsN 238 - Sejarah Kebudayaan Islam

Tapi sangatlah jelas, jika kita melihat sepuluh tahun ke belakang, Anda harus percaya bahwa titik-titik itu akan saling berhubungan di masa depan.” Ia pun berpesan, satu-satunya