Identitas Jurnal
Judul : Kawasan Bantaran Sungai Cikapundung Sebagai Pemukiman Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kota Bandung
Penulis : Karto Wijaya, Asep Yudi Permana dan Noor Suwanto Sumber : -
Publikasi : universitaskebangsaan.ac.id
Reviewer : Heldi Yusup (19/445021/GE/09128)
1. Judul : Kawasan Bantaran Sungai Cikapundung Sebagai Pemukiman Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kota Bandung
Kelebihan : Judul terdiri dari kata-kata yang jelas singkat, deskriptif, dan pernyataan tidak terlalu puitis. Struktur judul yang direview adalah “variabel bebas” terhadap
“variabel terikat” sehingga judul dinilai singkat, jelas, serta memuat poin penting penelitian.
2. Abstrak
Kota Bandung selalu menjadi daya tarik pendatang dengan berbagai aktivitas setiap tahunnya. Laju pertumbuhan penduduk Kota Bandung dalam 5 tahun terakhir mencapai 0,89% per tahun dan di wilayah perluasan mencapai 6,79% per tahun. Dengan luas wilayah hanya sekitar 17.000 Ha, Bandung kini dihuni oleh ± 2.481.901 jiwa.
Impilikasi dari tingginya urbanisasi Kota Bandung dalam skala Metropolitan hingga skala kawasan muncul masalah integrasi permukiman dengan fungsi sekitarnya. Permasalahan permukiman Kota Bandung juga meliputi segmentasi objek hunian seperti masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), non MBR, pendatang, penduduk lokal, mahasiswa dan pekerja berbagai sektor. Dengan demikian masalah-masalah yang permukiman Kota Bandung meliputi rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak, terbatasnya akses Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) terhadap sumber daya perumahan, belum mantapnya sistem pembiayaan dan pasar perumahan, menurunnya kualitas lingkungan perumahan dan permukiman dan belum terintegrasinya pengembangan kawasan perumahan dan permukiman dengan pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman.
Kelebihan: Bahasa yang digunakan mudah dipahami serta menguraikan pembahasan berdasarkan poin sehingga reviewer dapat melihat gambaran penelitian secara gamblang.
Kekurangan: Abstrak harus mampu memuat secara cermat dan singkat tentang karya tulis secara keseluruhan meliputi latar belakang, tujuan, landasan teori, metode penulisan, pembahasan, dan kesimpulan.
3. Pendahuluan
Kondisi pemukiman kota-kota besar yang mengalami penurunan kualitas menyebabkan permukiman kota menjadi lingkungan kawasan pemukiman kumuh membawa permasalahan baru, seperti perkembangan fisik kota yang tidak baik, memberikan efek visual yang jelek, tingkat kesehatan masyarakat yang semakin rendah sebagai akibat dari kondisi permukiman yang tidak sesuai dengan standar kesehatan dan memberikan dampak sosial dan ekonomi masyarakat yang buruk. Bertumbuhnya pemukiman Kota yang menjadi kawasan pemukiman kumuh dialami oleh Kota Bandung. Peningkatan penduduk Kota Bandung mencapai 67% selama lebih kurang sepuluh tahun terakhir ini (Badan Pusat Statistik Kota Bandung, 2012).
Permasalahan permukiman Kota Bandung juga meliputi segmentasi objek hunian seperti masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), non MBR, pendatang, penduduk lokal, mahasiswa dan pekerja berbagai sektor. Melihat dari masalah yang ada dalam studi kasus ini, tujuan yang ingin dicapai untuk mengetahui kualitas dan kondisi kawasan pemukiman bantaran sungai Cikapundung sebagai kawasan pemukiman masyarakat berpenghasilan rendah.
- Kelebihan : Pendahuluan memuat tujuan penelitian, latar belakang, landasan teori, penelitian sebelumnya, dan strukturnya mengerucut (tidak keluar dari topik utama).
- Kekurangan: Namun, penulis tidak mengemukakan secara singkat agar dapat dimengerti oleh pembaca
4. Kajian Teori
Pengertian Permukiman
Perumahan dan permukiman di dalam Undang- undang no 1 tahun 2011 adalah sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Menurut Bintarto, 1983 ciri sosial Kota, terutama di kota-kota tergolong Kota besar antara lain:
a) Lapisan sosial ekonomi, misalnya perbedaan pendidikan, status sosial dan pekerjaan.
b) Individualisme, misalnya sifat kegotongroyongan yang tidak murni, kemudahan komunikasi.
c) Toleransi sosial, misalnya kurangnya perhatian kepada sesama.
d) Jarak sosial, misalnya perbedaan kebutuhan dan kepentingan.
e) Penilaian sosial, misalnya perbedaan status, perbedaan latar belakang ekonomi pendidikan dan filsafat.
Kawasan Kumuh
Kawasan kumuh adalah kawasan di mana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun prasarana dan sarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya (Budihardjo,
1984; Budihardjo, 1997;Kurniasih, 2007). Kawasan kumuh seperti yang diungkapkan menurut Suparlan, 2004, adalah:
Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.
a) Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruang-ruanganya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.
b) Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruangruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.
c) Pemukiman kumuh merupakan suatu satuansatuan komunititas yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar.
d) Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai pekerjaan dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya.
e) Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di Sektor informal.
Perumahan tidak layak huni adalah kondisi dimana rumah beserta lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial (Kurniasih, 2007), dengan kriteria antara lain:
a) Luas lantai perkapita, di Kota kurang dari 4 m2 sedangkan di desa kurang dari 10 m2.
b) Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya.
c) Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses.
d) Jenis lantai tanah.
e) Tidak mempunyai fasilitas tempat untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK).
Faktor-faktor Penyebab Meningkatnya Jumlah Kawasan Kumuh
Penyebab adanya kawasan kumuh atau peningkatan jumlah kawasan kumuh yang ada di Kota menurut Suparlan, 2004, adalah:
1) Faktor ekonomi atau kemiskinan mendorong bagi pendatang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kota-kota.Dengan keterbatasan pengetahuan, ketrampilan, dan modal, maupun adanya persaingan yang sangat ketat diantara sesama pendatang maka pendatang-pendatang tersebut hanya dapat tinggal dan membangun rumah dengan kondisi yang sangat minim di kota-kota.
2) Faktor bencana dapat pula menjadi salah satu pendorong perluasan kawasan kumuh.
Adanya bencana, baik bencana alam seperti misalnya banjir, gempa, gunung meletus, longsor maupun bencana akibat perang atau pertikaian antar suku juga menjadi penyebab jumlah rumah kumuh meningkat dengan cepat.
Pandangan Masyarakat Berpenghasilan Rendah terhadap Hunian
Dalam Sistem Perumahan Sosial, maka Santoso, 2006 mengungkapkan bahwa rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah adalah:
a) Dekat dengan tempat kerja atau di tempat yang berpeluang untuk mendapatkan pekerjaan, minimal pekerjaan di sektor informal.
b) Kualitas fisik hunian dan lingkungan tidak penting sejauh mereka masih bisa menyelenggarakan kehidupan mereka.
c) Hak-hak penguasaan atas tanah dan bangunan khususnya hak milik tidak penting. Yang penting bagi mereka adalah mereka tidak diusir atau digusur, sesuai dengan pola berpikir mereka bahwa rumah adalah sebuah fasilitas.
Namun demikian secara umum dengan mengacu pada Undang-undang No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas pemukiman meliputi upaya melalui perbaikan atau pemugaran, peremajaan serta pengelolaan dan pemeliharaan yang berkelanjutan.
Kelebihan : Kajian Teori pada jurnal ini menyajikan definisi-definisi istilah yang digunakan pada proses penelitian.
Kekurangan : Masih adanya definisi yang belumdijelaskan, Namun definisi juga ada pada Hasil dan Analisa Penelitian
5. Hasil dan Analisa Penelitian Gambaran Umum
Wilayah yang digunakan sebagai daerah studi kasus adalah Kampung Taman Hewan RW.04 - 06 Kelurahan Cipaganti Kecamatan Coblong Kota Bandung, yang terletak di bantaran atau lembah sungai Cikapundung. Batas kelurahan Cipaganti adalah sebelah Utara kelurahan Hegarmanah, sebelah Timur Kelurahan Pasteur, sebelah selatan Kelurahan Tamansari, dan sebelah Barat kelurahan Lebak Siliwangi. Sungai Cikapundung merupakan sungai terbesar yang melintasi Kota Bandung.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung Tahun 2011-2030, Kawasan Sungai Cikapundung ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Strategis Kota (KSK) yang mempunyai nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi Daya Dukung Lingkungan Hidup. Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga Bandung merupakan suatu cekungan (Bandung Basin). Bandung mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah disekitarnya (Bappeda Kota Bandung, 2011).
Kawasan Strategis Cikapundung ditetapkan dalam RTRW Kota Bandung Tahun 2011- 2030 yang merupakan kawasan dengan lintas wilayah administrasi Kelurahan dan Kecamatan serta melintasi 3 (tiga) Sub Wilayah Kota (SWK) yaitu SWK Cibeunying, Karees dan Tegalega.
Bila ditinjau dari lokasi ini maka kawasan Cikapundung ini sangatlah strategis, sehingga perkembangan kawasan ini sangatlah pesat. Pekembangan Kawasan Strategis Cikapundung memberikan dampak terhadap perkembangan Kota seluruhnya. Pengaruh sektor ekonomi sangatlah kuat, hal ini mengakibatkan pengaruh pada sektor lain (sosial, budaya, bahkan politik). Salah satu dampak dari perkembangan ini adalah tumbuhnya
permukiman kumuh sepanjang DAS Sungai Cikapundung Kota Bandung (Bappeda Kota Bandung, 2011).
Kepadatan Bangunan
Kerapatan dapat dilihat dari setiap rumah tidak memiliki lahan sebagai halaman. Antar bangunan rumah satu dengan lainnya tidak ada jarak yang memisahkan. Fasilitas umum seperti ruang terbuka sangat minim atau hampir tidak ada. Ruang terbuka yang ada juga berfungsi sebagai ruang sirkulasi. Lebar jalan sebagai ruang sirkulasi tidak besar sekitar 80 – 100 cm. Kegiatan masyarakat berkumpul dan bersosialisasi di lakukan di jalur sirkulasi (Permana, 2013).
Ruang privat bagi penghuni hanya terdapat di dalam rumah yang relatif sempit. Faktor pencahayaan dan sirkulasi penghawaan sangat tidak baik. Karena terdapat jalan atau rumah yang tidak mendapat sinar matahari, sebab diatasnya tertutup oleh bangunan yang bertingkat dan bangunan di sebelahnya, sehingga tidak menyisakan ruang bagi pencahayaan (Permana, 2013).
Jarak Antar Bangunan
Bangunan satu dengan lainnya tidak mempunyai jarak sama sekali. Jarak antar bangunan hanya di batasi oleh dinding tembok antar rumah yang saling menempel. Antar bangunan dibatasi oleh jalan sirkulasi yang lebarnya sekitar 80 - 100cm. Bahkan pintu masuk rumah warga juga saling berhadapan langsung tanpa batas penghalang atau tidak adanya pekarangan rumah yang membatasi, hanya terpisahkan jalan sirkulasi yang sempit.
Konstruksi Bangunan
Bangunan yang berada di bantaran sungai Cikapundung untuk wilayah Kelurahan Cipaganti sebagian besar atau lebih dari 60% menggunakan bangunan semi permanen dan tidak permanen. Bangunan di bangunan masih banyak menggunakan atap asbes yang dapat mengganggu kesehatan. Untuk bangunan bertingkat menggunakan konstruksi kayu.
Dinding bangunan menggunakan papan kayu atau seng, serta ada yang menggunakan dinding bata tanpa di plester sehingga ditumbuhi banyak lumut dan lembab. Terlihat juga dalam pembuatan tangga untuk naik ke lantai dua yang dibangun dengan konstruksi seadanya serta lebar dan bentuk tangga yang tidak nyaman. Konstruksi bangunan terlihat tidak layak dengan pondasi, dinding dan juga bagian atap yang dibangun tanpa perhitungan dalam pembangunannya serta sudah banyak terjadi kerusakan.
Kondisi Kependudukan
Penduduk yang tinggal di kawasan ini kebanyakan adalah warga pendatang untuk mencari pekerjaan dari luar daerah Kota Bandung. Para pendatang tertarik dengan kawasan ini karena kawasan ini merupakan salah satu pusat perekonomian di Kota Bandung. Kondisi penduduk di kawasan ini memiliki kepadatan yang sangat tinggi ditandai dengan banyaknya bentuk rumah petak atau rumah kost yang memiliki luas sangat kecil, rumah petak ini di bagi atas dan bawah. Bahkan ada hunian yang ditempati rata-rata 4-8 orang/rumah. Satu rumah bisa ditempati lebih dari satu KK. Hal ini terjadi karena kondisi
perekonomian masyarakat di wilayah ini sangat rendah sehingga tidak memungkinkan memiliki rumah yang cukup luas terutama untuk anak-anak mereka. Kebanyakan dapat dilihat bahwa bentuk rumah yang hampir seluruhnya bertingkat dan luasannya yang kecil.
Wilayah Perekonomian
Tingkat kepentingan dan fungsi kawasan ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan kawasan sekitarnya sebagai kawasan perekonomian. Kawasan ini terbentuk menjadi daerah yang padat karena adanya daya tarik. Kawasan ini di kelilingi oleh pusat perekonomian, pendidikan, dan hiburan yang mendorong untuk berkembangnya sektor perekonomian informal.
Daya tarik yang dihasilkan tidak diimbangi oleh ketersediaannya lahan permukiman yang memadai. Sehingga timbul masalah pemukiman padat dan penyalahgunaan lahan di bantaran sungai yang seharusnya tidak digunakan sebagai permukiman melainkan sebagai resapan. Jarak tempat mata pencaharian yang sangat dekat dengan tempat pekerjaan memberikan banyak keuntungan yang banyak bagi para pekerja dengan penghasilan yang sangat kecil. Keuntungan yang diperoleh adalah biaya transportasi dapat dihemat, kemudahan dalam mendapatkan kebutuhan pokok yang dapat dipenuhi tanpa harus menempuh jarak yang jauh, tersedianya rumah hunian dengan harga yang rendah, kondisi lingkungan pemukiman yang sudah terbentuk dengan penghuni yang sudah banyak, serta fasilitas pemukiman seperti mck, air bersih serta listrik yang dapat dengan mudah diperoleh.
Kondisi Sarana Prasarana
Kondisi serta kualitas sarana dan prasarana mempengaruhi suatu permukiman termasuk dalam kawasan yang kumuh atau tidak. Minimnya kondisi sarana dan prasarana yang jauh dari kata layak menjadi salah satu penyebab kawasan tersebut menjadi kumuh. Kondisi sarana dan prasarana yang diamati dalam studi ini terdiri dari kondisi jalan, ruang terbuka, drainase, air bersih, air limbah, fasilitas MCK, dan sungai. Jalan yang berada di kawasan permukiman ini merupakan sebuah jalan yang berupa gang dengan lebar sekitar 80 – 100 cm.
Lebar gang yang sempit dan kontur daerah yang terjal karena di tepi bantaran sungai, menyebabkan banyaknya undakan serta ram yang tidak memenuhi standar kenyamanan sehingga memaksa pengguna jalan harus berhati-hati. Gang yang berada di pemukiman ini memiliki peranan sangat penting bagi masyarakat karena banyak kegiatan masyarakat yang dilakukan di gang tersebut. Keterbatasan lahan dengan padatnya permukiman mendorong warga melakukan kegiatan sosial di jalur sirkulasi. Gang digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan seperti : yang utama sebagai jalur sirkulasi menuju jalan utama dari tempat tinggal, tempat berjualan pedagang keliling, tempat bermain anak-anak, untuk parkir motor warga, sebagai tempat menjemur pakaian, tempat meletakkan gerobak warga yang berprofesi sebagai pedagang, tempat bertemu antar warga saling mengobrol atau hanya duduk-duduk saja di depan rumah yang saling berhadapan, sebagai tempat meletakkan tanaman warga, sebagai tempat untuk mengumpulkan sampah, sebagai tempat hajatan, tempat acara perayaan hari raya dan untuk mencuci motor serta alat rumah tangga.
Ruang terbuka sangat sedikit jumlahnya atau hampir tidak ada. Karena kepadatan bangunan yang ada pada kawasan pemukiman ini. Lahan lebih diperuntukan sebagai tempat hunian dari pada sebagai tempat untuk kepentingan bersama. Ruang terbuka yang ada adalah ruang sirkulasi yang memiliki fungsi ganda. Ruang terbuka yang juga berfungsi sebagai ruang atau jalur sirkulasi, maka aktivitas pada ruang terbuka ini sama dengan aktivitas yang terjadi pada jalur sirkulasi. Aktivitas tersebut seperti sebagai tempat berjualan pedagang keliling, tempat bermain anak-anak, untuk parker motor warga, sebagai tempat menjemur pakaian, tempat meletakkan gerobak warga yang berprofesi sebagai pedagang, tempat bertemu antar warga saling mengobrol atau hanya duduk-duduk saja di depan rumah yang saling berhadapan, sebagai tempat meletakkan tanaman warga, sebagai tempat untuk mengumpulkan sampah, sebagai tempat hajatan, tempat acara perayaan hari raya dan untuk mencuci motor serta alat rumah tangga.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kawasan Kumuh
Kawasan kumuh berkembang tidak dapat lepas faktor-faktor penyebabnya, khususnya penyebab kawasan kumuh di bantaran sungai Cikapundung Kota Bandung:
a. Kemiskinan mendorong masyarakat di daerah pinggiran atau Kota kecil untuk bermigrasi ke Kota besar untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak sehingga terbebas dari kemiskinan.
b. Daya tarik Kota besar yang banyak menyediakan lapangan pekerjaan ataupun lapangan usaha dari sektor informal.
c. Pendatang dengan faktor pengetahuan, keterampilan, dan modal yang sangat terbatas maka pendatang hanya dapat tinggal dan membangun rumah dengan kondisi yang minim.
d. Keterbatasan lahan pemukiman di tengah Kota yang tidak sebanding dengan laju pertambahan penduduk dan pendatang.
e. Keterbatasan yang dimiliki oleh pendatang lebih memilih tinggal di kawasan yang tidak jauh dari tempat para pendatang bekerja terlebih untuk sektor informal.
f. Kualitas fisik bangunan serta sarana dan prasarana tidak menjadi prioritas pendatang dengan penghasilan rendah.
g. Pendatang dengan penghasilan yang rendah tidak memperdulikan status kepemilikan lahan yang digunakan sebagai hunian.
Uraian diatas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kawasan pemukiman kumuh, dapat menjadi pertimbangan atau dasar dalam penataan atau penanganan kawasan kumuh yang efektif dan bermanfaat bagi masyarakat sebagai penghuninya.
Prioritas Penanganan Kawasan Pemukiman Kumuh
Kawasan permukiman kumuh yang terindentifikasi sebagai kawasan permukiman yang memiliki fungsi sebagai penyangga atau berpengaruh terhadap kawasan perkotaan lainnya dapat dijadikan sebuah kriteria dalam menentukan prioritas penanganan kawasan.
Berdasarkan identifikasi tentang kualitas pemukiman kumuh diatas kawasan pemukiman bantaran sungai Cikapundung di RW.04 – 06 Kelurahan Cipaganti Kecamatan Coblong Kota Bandung termasuk dalam kawasan pemukiman kumuh. Pemukiman ini menjadi
kawasan pendukung kawasan perekonomian yang ada di kecamatan Coblong dan sekitarnya.
Adapun rencana dalam penanganannya dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Membuat konsep rumah secara vertical sehingga sisa lahan yang ada dapat dimanfaatkan untuk ruang terbuka.
b) Perhatian pemerintah sudah ditunjukkan melalui permukiman terletak dalam satuan unit RW yang mempunyai perangkat pemerintahan legal, status kependudukan yang legal, adanya program menjadikan kawasan ini menjadi kawasan kreatif dalam bidang seni, dan perhatian pemerintah lebih di tingkatkan dengan memberikan keuntungan bagi masyarakat yang mau di tata kawasannya dengan bantuan yang mendidik.
c) Memaksimalkan ruang terbuka yang ada dengan tidak menutupi dengan perkerasan beton.
d) Memanfaatkan jarak antar bangunan sebagai ruang terbuka hijau.
e) Perencanaan sempadan bangunan yang berada di pinggiran sungai penetapan sempadan sungai yang berjarak 100 meter dari pinggir sungai.
f) Perbaikan bangunan yang tidak layak huni dengan pemberian material sesuai kebutuhan atau pemerintah dapat bekerja sama dengan instansi terkait seperti Menpera yang memiliki program perbaikan rumah tidak layak.
g) Pembuangan limbah domestik diarahkan menggunakan sistem septik tank dengan resapan/filter, sebagian dengan septik tank tanpa resapan.
h) Pembangunan dan pengelolaan sistem air bersih pedesaan dilakukan secara partisipatif.
i) Penyediaan spot-spot bak sampah di setiap kawasan kumuh, pengolahan sampah menjadi sampah organik dan ditempatkan TPS untuk menampung sampah-sampah rumah tangga sementara.
Inti dari perbaikan daerah pemukiman kumuh ini adalah memperbaiki lingkungan pemukiman tanpa harus merelokasi warga yang tinggal di bantaran sungai. Tanpa relokasi, warga dapat tetap menjalankan kehidupan tanpa harus kehilangan atau mencari lagi mata pencaharian.
Kelebihan : Analisis permasalahan berdasarkan pada data dan tinjauan pustaka sehingga menghasilkan solusi yang idealis dan implementatif. Hasil disajikan secara ringkas berbentuk definisi serta gambar yang sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan. Pada hasil juga menunjukkan gambar yang sesuai di lapangan.
- Kekurangan : Masih adanya definisi-definisi umum yang seharusnya ada pada kajian teori.
6. Kesimpulan
Kondisi lingkungan yang ada di kawasan pemukiman bantaran sungai Cikapundung di RW.04 – 06 Kelurahan Cipaganti Kecamatan Coblong Kota Bandung termasuk ke dalam kawasan permukiman kumuh Kota dilihat dari beberapa kondisi:
1. Kondisi fisik bangunan yang termasuk di dalamnya adalah Faktor kepadatan bangunan, Jarak antar bangunan, konstruksi bangunan, dan kondisi kependudukan.
2. Wilayah perekonomian memiliki faktor tingkat kepentingan dan fungsi kawasan yang mendukung atau berada di kawasan yang stategis bagi Kota, dan jarak tempat mata pencaharian dengan permukiman sangat dekat sehingga menguntungkan masyarakat berpenghasilan rendah.
3. Status tanah adalah hak guna bangunan dengan masyarakat membayar pajak hak gun bangunan kepada pemerintah.
4. Kondisi prasarana dan Sarana memeliki beberapa aspek yaitu : a) Kondisi jalan, lebar sekitar 80 – 100 cm
b) Ruang terbuka, tidak mempunyai ruang terbuka karena ruang terbuka adalah jalur sirkulasi itu sendiri.
c) Drainase, ukuran tidak terlalu besar serta minim, drainase tidak berfungsi baik, jarang dibersihkan, dan timbul genangan serta sumbatan sampah.
d) Air bersih, menggunakan air bersih PDAM, sebagian kecil menggunakan air tanah yang cenderung buruk, masyarakat tidak sanggup menggunakan air tanah yang baik karena dalam serta biaya mahal.
e) Air limbah, pembuangan limbah dialirkan ke sungai, jaringan saluran limbah tidak teratur, terjadi genangan bila saluran bocor, dan kesulitan dalam perawatan serta pengelolaannya.
f) Fasilitas MCK, atap dari asbes yang mulai rusak, dindingnya semi permanen, lantai terlihat kotor tidak dapat dibersihkan, dindingnya yang kotor tidak dibersihkan, dan saluran yang seadanya.
g) Sungai, lebar sungai yang menyempit akibat permukiman, dan pencemaran sungai akibat air limbah rumah tangga serta sampah.
Melihat kawaan permukiman ini memilki pengaruh serta fungsi yang penting bagi perkembangan kawasan sekitarnya, kondisi penghasilan warganya yang relatif rendah dapat di dorong untuk dilakukan perbaikan kawasan dengan pemberian kemudahan dan fasilitas yang menguntungkan, dan masyarakat berpenghasilan rendah lebih perduli dimana mereka bisa tinggal dekat dengan tempat kerja tidak terlalu peduli baik tidaknya kondisi tempat tinggal atau status kepemilikannya.
Kelebihan : Kesimpulan memberikan solusi penyelesaian dari permasalahan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti.
Kekurangan : Lebih banyaknya poin-poin dibandingkan diksi atau uraian membuat kesimpulan terlalu panjang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Giyarsih S.R. (2010). Pola Spasial Transformasi Wilayah di Koridor Yogyakarta-Surakarta.
Forum Geografi 24 (1) : 28-38
2. Giyarsih S.R., Abdi. Z., Ma’mun. S., Hasanati. S., Sitohang. L.L., & Junaidi, I.A.( 2011).
Analisis Karakteristik Sosial Ekonomi dan Sinergisme Kelembagaan Sebagai Bentuk Pengelolaan DAS Terpadu. Potensi dan Permasalahan Lingkungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Wilayah Pesisir. Badan Penerbit Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta
3. Giyarsih S.R., & Dalimunthe. S.A. (2012). Surviving the Bantul Earthquake: Perspective from Livelihood Aspecte. Community Approach to Disaster. Gadjah Mada University Press.
4. Giyarsih S.R. (2012). Sinergisme Spasial dan Sinergisme Fungsional Sebagai Bagian Penting Untuk Kerjasama Antar Daerah di Koridor Antar Kota. Prosiding Seminar Nasional Informasi Geospasial Untuk Kajian Kebencanaan Dalam Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan dan Pengembangan Kecerdasan Spasial Masyarakat di Surakarta 22 Maret 2012 : 222-232.
5. Giyarsih S.R. (2012). Pola Spasial Kepadatan Unit Aktivitas Sektor Informal di Ruang Publik Perkotaan di Kota Yogyakart. Prosiding Seminar Nasional Informasi Geospasial Untuk Kajian Kebencanaan Dalam Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan dan Pengembangan Kecerdasan Spasial Masyarakat di Surakarta 22 Maret 2012 : 233-239.
6. Giyarsih S.R. (2012). Koridor Antar Kota Sebagai Penentu Sinergisme Spasial, Kajian Geografi Yang Semakin Penting. Jurnal Tata Loka 14 (2): 90-97.
7. Giyarsih S.R. (2012). Dampak Transformasi Wilayah Terhadap Kondisi Kultural Penduduk,Tinjauan Perspektif Geografis. Forum Geografi 26 (2) :120-131
8. Giyarsih S.R. (2012). Strategi Penghidupan Korban Bencana Merapi di Tempat Hunian Sementara di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Merapi Dalam Kajian Multidisiplin, Badan Penerbit Sekolah Pascasarjana UGM : 155-168
9. Arsanti. V.A., & Giyarsih S.R. (2012). Pengelolaan Sampah oleh Masyarakat Perkotaan di Kota Yogyakarta. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan 4 (1): 55-66.
10. Akuntomo. P., Suprodjo. S.W., & Giyarsih S.R. (2012). Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Kegiatan Sosial Budaya Berbasis Konsep Tri Hita Karana di Lingkungan Permukiman Perkotaan di Perumnas Monang Maning Kota Denpasar. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota 8 (1): 95-104.
11. Ridwan. U.H., & Giyarsih S.R. (2012). Kualitas Lingkungan Permukiman Masyarakat Suku Bajo di Daerah Yang Berkarakter Pinggiran Kota dan Daerah Berkarakter Perdesaan di Kabupaten Muna. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota 8 (2):118-125
12. Purwaningsih. E., & Giyarsih S.R. (2012). Penyesuaian Diri Penghuni Rumah Susun Terhadap Lingkungan Tempat Tinggal, Kasus Penghuni Rumah Susun Cokrodirjan Yogyakarta.
Prosiding Seminar Nasional tentang Green Urban Policy, di Semarang 4 September 2012:
227-239
13. Akuntomo. P., Suratman., & Giyarsih S.R. (2012). The Application of Tri Hita Karana Concept in the Environment of Perumnas (Public Settlement) Monang Maning in Denpasar Bali Based on the Cultural Component of Environment. Proceeding of International Conference on Sustainable Built Environment di Yogyakarta tanggal 10-12 Juli 2012: 393-400
14. Ma’mun S., Giyarsih S.R.,, & Marfai. M.A. (2012). Participation of Coastal Communities in Mangrove Forests Conservation in Pasekan Sub District Indramayu District. Prceeding of International Conference on Sustainable Built Environment di Yogyakarta tanggal 10-12 Juli 2012: 546-554.
15. Akuntomo P., Suratman, & Giyarsih. S.R. (2012). Persepsi Masyarakat Terhadap Konsep Tri Hita Karana di Lingkungan Perumnas Monag Maning Kota Denpasar Provinsi Bali. Prosiding Seminar Nasional Informasi Geospasial Untuk Kajian Kebencanaan Dalam Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan dan Pengembangan Kecerdasan Spasial Masyarakat, Surakarta 22 Maret 2012 : 208-214.
16. Giyarsih S.R. (2012). Sinergisme Spasial dan Sinergisme Fungsional Sebagai Bagian Penting Untuk Kerjasama Antar Daerah di Koridor Antar Kota. Prosiding Seminar Nasional Informasi Geospasial Untuk Kajian Kebencanaan Dalam Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan dan Pengembangan Kecerdasan Spasial Masyarakat di Surakarta 22 Maret 2012 : 222-232.
17. Giyarsih S.R. (2012). Pola Spasial Kepadatan Unit Aktivitas Sektor Informal di Ruang Publik Perkotaan di Kota Yogyakart. Prosiding Seminar Nasional Informasi Geospasial Untuk Kajian Kebencanaan Dalam Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan dan Pengembangan Kecerdasan Spasial Masyarakat di Surakarta 22 Maret 2012 : 233-239.
18. Giyarsih S.R. (2012). Koridor Antar Kota Sebagai Penentu Sinergisme Spasial, Kajian Geografi Yang Semakin Penting. Jurnal Tata Loka 14 (2) : 90-97.
19. Giyarsih S.R. (2012). Dampak Transformasi Wilayah Terhadap Kondisi Kultural Penduduk,Tinjauan Perspektif Geografis. Forum Geografi 26 (2) :120-131
20. Giyarsih S.R. (2012). Strategi Penghidupan Korban Bencana Merapi di Tempat Hunian Sementara di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Merapi Dalam Kajian Multidisiplin, Badan Penerbit Sekolah Pascasarjana UGM : 155-168
21. Giyarsih S.R. & Alfana M.A.F. (2013). The Role of Urban Area as the Determinant Factor of Population Growth. Indonesian Journal of Geography 45(1): 25-36
22. Giyarsih S.R., & Alfana. M.A. F. (2013). Livelihood Strategies of Informal Sector in Urban Area (Particular Reference from Angkringan Merchant in Yogyakarta City. Proceeding of Internatonal Seminar, Utilizaion of Geospatial Information to Raise Environmental Awareness in Realizing the Nation Character, di Surakarta 3th-4th November 2012 : 321-327 23. Giyarsih S.R., & Dalimunthe S.A. (2013). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas
Permukiman Pasca Gempa Bumi di Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul. Jurnal Tataloka 15 (1) : 28-38
24. Giyarsih S.R.,Listyaningsih U., & Sarmita. I.M. (2013). Pedagang Angkringan Sebagai Entitas Ekonomi di Kota Yogyakarta : Pelarian atau Menjanjikan?.Jurnal Patrawidya 14 (2) : 211- 230
25. Giyarsih S.R., U.Listyaningsih., & S.R. Budiani. 2013. Aspek Sosial Banjir Lahar., Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
26. Tuloli. Y., Yunus H.S., & Giyarsih S.R. (2013). Proses Perubahan Spasial Kota Gorontalo, Konversi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Terbangun. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XVI Ikatan Geograf Indonesia, Banjarmasin 2-3 November 2013 : 478-484
27. Sarwadi A., Giyarsih S.R., & Pramono R.W.D. (2013). Kajian Perluasan Sifat Fisik Kekotaan Kota Yogyakarta di Kawasan Hinterland, Studi Kasus Kawasan Sekitar Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XVI Ikatan Geograf Indonesia, Banjarmasin 2-3 November 2013 : 503-514
28. Christiawan P.I., Yunus H.S., & Giyarsih S.R. (2014). The Spatial Patterns of the Carrying Capacity of Road in Singaraja City, Bali. KKU International Journal of Humanities and Social Sciences : 15-23
29. Saputra I.A., Giyarsih S.R., & Marwasta D. (2014). Faktor Pengaruh Transformasi Wilayah di Kabupaten Klaten. Prosiding Mega Seminar Nasional, Geografi Untukmu Negeri, di Yogyakarta 5 Mei 2014 : 91-102
30. Harini R., Giyarsih S.R., Ariani R.D., & Darusasi R. (2014). Community Adaptation Model of Food Security Due to Global Warming in Kulon Progo. Proceeding of The 6th International Graduate Students and Scholars’ Conference in Indonesia, Yogyakarta November 19-20, 2014: 305-320.
31. Giyarsih S.R. (2014). The Role of Yogyakarta and Surakarta Cities in the Intensity of the Regional Transformation of Two Villages Located in the Yogyakarta-Surakarta Corridor.
Romanian Review of Regional Studies X (1): 15-22.
32. Giyarsih S.R. (2015). Kegiatan Digitalisasi Data Kependudukan Berdasarkan Registrasi Penduduk di Desa Sentolo Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulonprog. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat 1(1) : 63-66
33. Ramdani D., Giyarsih S.R., & Ariani I. (2015). Peran Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP-3) Terhadap Kemandirian Wirausaha Pemuda Dalam Mendukung Ketahanan Ekonomi Wilayah di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul.
Pengembangan Iptek Berbasis Multikultural dan Kearifan Lokal Sebagai Fondasi Kemandirian dan Kedaulatan Bangsa. Badan Penerbit Sekolah Pascasarjana UGM : 1-20.
34. Tajuddin, L., Rijanta R., Yunus H.S., & Giyarsih S.R. (2015). Migrasi Internasional : Perilaku Pekerja Migran di Malaysia dan Perempuan Ditinggal Migrasi di Lombok Timur. Jurnal Kawistara 5 (3) : 310-321.
35. Sriartha, I.P., Suratman., & Giyarsih S.R. (2015). Spatial Zonation Model of Local Irrigation System Sustainability (A Case of Subak System in Bali). Indonesian Journal of Geography 47(2): 142-150
36. Sriartha, I.P., & Giyarsih S.R. (2015). The Effect of Regional Development on The Sustainability of Local Irrigation System (A Case of Subak System in Badung Regency, Bali Province). Forum Geografi 29 : 31-40.
37. Giyarsih S.R., & Fauzi N. (2016). Factors That Affect Urban Sprawl Symptoms in Sub Urban Areas of Yogyakarta. Proceeding of The 8th International Graduate Students and Scholars’
Conference in Indonesia (IGSSCI, Yogyakarta 26-27 October 2016: 314-329.
38. Anjarsariningtyas, R., Laksmiasri W., Pratiwi A.A., & Giyarsih S.R. (2016). Food Security in Urban Sprwal Effected Area : Case Study in Sub Districts on The Outskirts of Yogyakarta City. Proceeding of The 13th International Asian Urbanization Conference, di Yogyakarta, January 6-8, 2016 : 713-718
39. Harini, R., Rahayu E., Sarastika T., & Giyarsih S.R. (2016). Adaptation Strategy of Communities Facing Coastal Hazard in Demak Coastal Area. Proceeding of The 8th International Graduate Students and Scholars’ Conference in Indonesia (IGSSCI, 26-27 October 2016: 314-329
40. Alviawati, E., Rijanta R., & Giyarsih S.R. (2016). Household Livelihood Strategies of Dairy Cattle Farmers in Kepuharjo Village, Pre and Post 2010 Merapi Volcano Eruption. Romanian Review of Regional Studies XI (1): 91-98.
41. Abadi, R., Ritohardoyo S., & Giyarsih S.R. (2016). Persepsi dan Motivasi Masyarakat Lokal Terhadap Program Transmigrasi Pasca Konflik di Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh.
Jurnal Kawistara 6 (2) : 188-197
42. Shofa. M A., Riyono B., & Giyarsih S.R. (2016). Peran Pemuda Dalam Pendampingan Mahasiswa Difabel dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Pribadi Pemuda (Studi di Pusat
Layanan Difabel (PLD) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Jurnal Ketahanan Nasional 22 (2) : 199-216
43. Hatam, R., Rijanta R, Yunus H.S., & Giyarsih S.R. (2016). Transformation of Land Use in Kota Utara Subdistrict Kotamobagu City From 2000-2013. International Multidisciplinary e- Journal (An International Peer Reviewed, Refereed Journal) 5(9): 31-38
44. Setyono, J.S. Yunus H.S., & Giyarsih S.R. (2016). Spatial Pattern of Urbanization and Small Cities Development in Central Java : A Case Study of Semarang-Yogyakarta-Surakarta Region. Journal of Geomatic and Planning. 3(1): 53-66
45. Putri, R.F., Wibirama S., Sukamdi., & Giyarsih S.R. (2017). Sand Dune Conservation Assessment in Coastal Area Usng Alos Palsar DlnSAR Technique. Journal of Urban and Environmental Engineering 11(1) : 9-29
46. Sriartha, I.P., & Giyarsih S.R. (2017). Subak Edurance in Facing External Development in South Bali, Indonesia. International Research Journal of Management, IT & Social Sciences (IRJMIS) 4 (4) : 20-30, http://ijcu.us/online/journal/index.php/irjmis, DOI http://dx.doi.org/10. 21744/irjmis.v4i4.494
47. Setyono, J.S., Yunus H.S., & Giyarsih S.R. (2017). Pengelolaan Kota-Kota Kecil di Jawa Tengah : Studi Kasus Pada Empat Kota Kecil di Wilayah Joglosemar. Jurrnal Tataloka 19 (2): 142-162. http://www.ejournal2.undip.ac.id/index.php/tataloka
48. Murwani, P., Rijanta R., Giyarsih S.R., & Khakim N. (2017). Circular Mobility of Migrants in Small Islands: A Case Study of Migrantsin Lease Islands to Ambon City. International Multidisciplinary e-Journal (An International Peer Reviewed, Refereed Journal), 6 (7) : 37-
45; ISSN: 2277-4262,
http://www.shreeprakashan.com/Documents/20170726093943437.5.%20Prapti%20Murwan i.pdf
49. Arif, D.A., Mardiatno D., & Giyarsih S.R. (2017). Kerentanan Masyarakat Perkotaan Terhadap Bahaya Banjir Di Kelurahan Legok Kecamatan Telanipura Kota Jambi. Majalah Geografi Indonesa 31 (1) : 1-11
50. Giyarsih S.R.,& Marfai, M.A. (2017). Regional Transformation in Semarang City, Indonesia.
Journal of Urban and Regional Analysis IX (2) : 129-139
51. Giyarsih S.R. (2017). Regional Management of Areas with Indications of Urban Sprawl in the Surrounding Areas of Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, Indonesia. Indonesian Journal of Geography 49 (1) : 35-41, DOI https://dx.doi.org/10.22146/ijg2323
52. Putra M., Giyarsih S.R., & Kurniawan A. (2017). Sektor Unggulan dan Interaksi Antar Wilayah Pada Kawasan Strategis Nasional Perkotaan MEBIDANGRO. Jurnal Wilayah dan Lingkungan 5 (3) : 181-187
53. Giyarsih S.R., & Marfai M.A. (2018). The Perception of Stakeholders on Regional Transformation on the Outskirts of Yogyakarta City, Indonesia. Geojournal 83 : 983-991 54. Putri R.F., Wibirama S., Sukamdi., & Giyarsih S.R. (2018). Population Condition Analysis of
Jakarta Land Deformation Area. IOP Conf. Series : Earth and Environmental Science 148 (2018)012007 doi : 10.1088/1755-1315/148/1/012007. ICERM 2017 IOP Publishing.
55. Putri R.F., Wibirama S., Giyarsih S.R., Pradana A., & Kusmiati Y. (2018). Landuse Change Monitoring and Population Density Analysisi of Penjaringan, Cengkareng, and Cakung Urban Area in Jakarta Province. Paper Presented in the International Conference on Science and Technology (ICST 2018) held on 7-8 August 2018 in Yogyakarta, Indonesia, organied by Universitas Gadjah Mada
56. Kaho H.E.D.P.R., & Giyarsih S.R. (2018). Kualitas Permukiman di Basin Wonosari dan Perbukitan Karst Gunungsewu di Kabupaten Gunungkidul. Majalah Geografi Indonesia 32 (1) :68-76
57. Choirunnisa A.K., & Giyarsih S.R. (2018). The Socioeconomic Vulnerability of Coastal Communities to Abrasion in Samas, Bantul Regency, Indonesia. Quaestiones Geographicae 37 (3) : 115-126
58. Setyawan A., Gunawan T.,Dibosaputra S,. & Giyarsih S.R. (2018). Jasa dan Etika Lingkungan Untuk Pengendalian Air dan Banjir Sebagai Dasar Pengelolaan DAS Serang. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota Vol 14, No 4 : 241-251
59. Yetti A., Giyarsih S.R., & Pangaribowo E.H. (2018). Kajian Ketimpangan Wilayah di Kawasan Subosukowonosatren Tahun 2001-2016. Kawistara 8 (3) : 288-295
60. Pradika M.I., Giyarsih S.R., & Hartono. (2018). Peran Pemuda Dalam Pengurangan Risiko Bencana Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Wilayah Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ketahanan Nasional 24 (2) :261-286
61. Nastiti F.N.,& Giyarsih S.R. (2019). Green Open Space in Urban Areas : A Case in the Government Office of Boyolali, Indonesia. Regional Science Inquiry, XI (2) : 19-28
62. Fauziyah, C., Priyambodo, T.K. & Giyarsih S.R. (2019). Kontribusi PT. Telkom dalam Pengembangan UMKM Perkotaan di Kota Yogyakarta. Majalah Geografi Indonesia 33 (2) : 14-21
63. Shara, A. R. I. D., Listyaningsih. U.,& Giyarsih S.R. (2019). Analisis Sebaran Spasial Pengemis di Kawasan Sanglah Denpasar. Media Komunikasi Geografi 20 (2) : 150-160.
64. Putri, R.F., Giyarsih S.R., Naufal, M., Dwiputra, D.S., Wibirama, S., Sumantyo, J.T.S. (2019).
The Impact of Population Pressure on Agricultural Land Toawrds Food Suffiency (Case in West Kalimantan Province, Indonesia. IOP Conference Series : arth and Environmental Science 256 (2019) 012050 doi 10.1088/1755-1315/256/1/012050
65. Saputra, W., Giyarsih S.R., & Pitoyo, A.J. (2019). Effects of Disruptive Innovation on the Employment Status and Income of Migrants and Non Migrants Engaging in Online Transportation, the City of Palembang. Proceeding of the International Conferences on Information System and Technology (CONRIST) : 261-265
66. Alabshar, N., & Giyarsih S.R. (2020). Factors Infuencing the Prosperity of Migrants in Indonesia. Solid State Technology 63 (3) : 4358-4372.
67. Saputra, W., Giyarsih S.R., & Pitoyo, A.J. (2020). Employment Status Transformation of Online Transportation Workers at the City of Palembang in the Demographic Bonus Era. Solid State Technology 63 (1) : 1390-1402
68. Saputra, W., Giyarsih S.R., & Pitoyo, A.J. (2020). Redefinition of the Employment Status and Income Transformation of Online Transportation Workers in Palembang, Indonesia. Solid State Technology 63 (3) : 4419-4433
69. Giyarsih S.R., & Harini, R. (2020). The Social and Demographic Characteristics of Vulnerable Communities on the Outskirts of Yogyakarta City, Indonesia. Solid State Technology 63 (3):
4373-4387
70. Giyarsih S.R., & Harini R. (2020). Roles of University Campuses in Building the Capacity of Vulnerable Communities in Urban Fringe of Yogyakarta, Indonesia. Solid State Technology 63 (3) : 4388-4401
71. Rahmawati, S.S., Sudrajat.,& Giyarsih, S.R. (2020). Analysis of Settlements along Abandoned Railway Tracks in Majalaya Subdistric, Bandung Regency, Indonesia. Forum Geografi 34 (1) : 51-65
72. Saputra, W., Giyarsih, S.R., & Pitoyo, A. J. (2020). Online Transportation Workers in Palembang City : Context and Characteristics. IOP Conferences Earth and Environmental Sciences 451 (2020) 012100, doi 10.1088/1755-1315/451/1/012100 : 1-8
73. Amri, I., & Giyarsih, S.R. (2020). Quantifying urban physical growth types in Banda Aceh City after the 2004 Indian Ocean Tsunami. The 1st Geosciences and Environmental Sciences Symposium (ICST 2020) E3S Web of Conferences 200 : 1-6.
74. Purwatiningsih, S.E., Sukamdi., & Giyarsih, S.R. (2020). Timor Leste Population on Internal Migration, in the Analysis of Direction, Flow, Pathways, Boundaries, and International Procedures. The 1st Geosciences and Environmental Sciences Symposium (ICST 2020) E3S Web of Conferences 200 : 1-9
75. Purwatiningsih, S.E., Sukamdi., & Giyarsih, S.R. (2020). The Comparative Analysis of TL- SDI Values, Within the Area of Administrative Posts in the Municipality of Oecusse. The 1st Geosciences and Environmental Sciences Symposium (ICST 2020) E3S Web of Conferences 200 : 1-10
76. Nuranisa., Mei. E.T.W., Giyarsih, S.R., Sukmaniar., Saputra, W.,& Putri, M.K. (2020).
Socioeconomic Vulnerability Level in the Demographic Bonus Era among Musi Riverbanks Community, the City of Palembang. TEST Enginnering A Management : 6493-6502
77. Shara, A. R I. D., Listyaningsih, U., & Giyarsih, S.R. (2020). Differences in the Spatial Distribution and Characteristics of Urban Beggars : The Case of the Sanglah District in Denpasar (Indonesia). Quaestiones Geographicae 39 (4) : 109-119
78. Amri, I., & Giyarsih, S.R. (2020). Monitoring Urban Physical Growth in Tsunami Affected Areas : A Case Study of Banda Aceh City, Indonesia. Geojournal 85 (6)
79. Satriawan D., Pitoyo A.J., Giyarsih S.R. (2020). Cakupan Kesehatan Universal (UHC) Pekerja Sektor Informal di Indonesia. Tata Loka 22 (4) : 556-572
80. Jannah R., Giyarsih S.R., & Marwasta D. (2021). Feasibility of Determining Padukuhan Blotan As Slum Settlement in Sleman Regency : Perspective From Community and Local Government. Book Chapter Empowering Human Development Through Science and Education : 177-186