• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mencari kebenaran materiil atau kebenaran yang sesungguhnya. 2 pembuktian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. mencari kebenaran materiil atau kebenaran yang sesungguhnya. 2 pembuktian"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

17 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis Mengenai Pembuktian 1. Pengertian Pembuktian

Pembuktian yaitu berasal dari kata “bukti” yang dimana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tersebut diartikan sebagai suatu pernyataan kebenaran dari sebuah peristiwa atau dapat juga dikatakan sebagai keterangan nyata.1 Pembuktian pada suatu perkara pidana memiliki tujuan yaitu untuk mencari kebenaran materiil atau kebenaran yang sesungguhnya .2 pembuktian secara (terminologi), kamus besar bahasa Indonesia adalah proses perbuatan, suatu usaha menentukan benar atau tidaknya suatu tindakan pidana yang dilakukan oleh terdakwa dan sebagai cara membuktikan di persidangan.3

Pembuktian merupakan salah satu unsur penting di dalam hukum acara pidana. Karena di dalam sebuah pembuktian hakim menentukan terdakwa tersebut bersalah atau tidaknya di pengadilan. KUHAP menentukan tahap dalam mencari kebenaran di dalam sebuah pembuktian yakni dengan melalui :

1 Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008, hlm. 229.

2 Andi Sofyan. “Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar”, Yogyakarta: Rangkang Education, 2013, hlm.241.

3 Ebta Setiawan, ‚arti atau makna pembuktian‛ dalam http://KBBI.web.id (diakses pada hari Minggu, 29 November 2020. 15.00 WIB)

(2)

18 a. Penyidikan

b. Penuntutan

c. Pemeriksaan di persidangan

d. Pelakanaan, pengamatan dan pengawasan

Pembuktian menurut R. Subekti adalah proses meyakinkan hakim mengenai kebenaran-kebenaran dalil dalam persengketaan yang dikemukakan di suatu persidangan.4

Menurut J.C.T. Simorangkir pembuktian adalah suatu usaha yang dilakukan oleh orang yang berwenang untuk mengemukakan suatu dalil kepada hakim yang berkaitan dengan perkara, tujuannya yaitu agar hakim dapat menggunakannya sebagai sumber pengambil keputusan atas suatu tindakan yang dilakukan oleh terdakwa, yang dimana tindakan tersebut dapat dikatakan bersalah atau tidak.5

Sumber hukum pembuktian yaitu berpa :

a. Undang-Undang b. Doktrin atau ajaran c. Yurisprudensi6

4 R. Subekti,. Hukum Pembuktian. Jakarta. Pradnya Paramita. 2008. Hlm.1.

5 Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif.

Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2004. hlm 25-26.

6 Hari Sasongko dan Lili Rosita, “Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana untuk Mahasiswa dan Praktisi”, ( Bandung: Mandar Maju, 2003), hal. 10.

(3)

19

Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, membahas mengenai kekuatan pembuktian, yang bunyinya yakni “Hakim tindak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukannya”.

2. Teori Pembuktian

pada dasarnya pembuktian bertujuan untuk mencari kebenaran sejati atau dapat dikatakan mencari kebenaran yang sebenar-benarnya. Menurut Andi Hamzah, teori dalam sistem pembuktian, yakni sebagai berikut:

a. Teori Pembuktian menurut Undang-Undang Positif (positive wetteljik bewijstheorie)

Pada teori ini menjelaskan bahwa pembuktian yang benar hanyalah berdasarkan pada Undang Undang. Yang artinya yaitu hakim hanya diberikan kewenangan menilai suatu pembuktian hanya berdasarkan Undang-Undang saja, diluar dari dariUndang-Undang maka tidak diperbolehkan,

b. Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim (Conviction Intime) Teori ini yaitu mengenai penentuan salah atau tidaknya terdakwa sebagaimana berdasarkan keyakinan hakim. Dengan cara hakim menggunakan alat bukti yang ada dan kesimpulan-kesimpulan dari

(4)

20

keterangan saksi dan keterangan terdakwa untuk memperoleh keyakinan atas kesalahan yang dilakuka oleh terdakwa

c. Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim yang Secara logis (Conviction Raisonnee)

Teori ini mengenai keyakinan dari seorang hakim yang mana berdasarkan alas an yang jelas. Sehingga hakim wajib menjelaskan dan juga menguraikan alasan yang jelas mengenai putusannya tersebut, apa yang mendasari terdakwa dinyatakan bersalah.

d. Teori Pembuktian Berdasarkan Undang Undang Negatif (Negatiev Wettellijk Bewijs Thotrie)

Teori ini adalahcampuran antara teori pembuktian conviction raisonnee dengan teori pembuktian berdasarkan Undang Undang secara positif.

Berdasarkan teori ini bersalah atau tidaknya seorang terdakwa adalah berdasarkan pada keyakinan hakim pada alat bukti yang sah mnurut Undang-Undang.7

B. Kajian Teoritis Mengenai Alat Bukti 1. Pengertian Alat Bukti

Pengertian alat bukti adalah sesuatu yang berkaitan dengan sebuah perkara, yang dimana alat bukti dapat dugunakan sebagai bahan pembuktian, agar hakim yakin dan percaya atas kebenaran dalam suatu tindak pidana yang dilakukan oleh

7 R. Indra, Teori Pembuktian Hukum Pidana, https://doktorhukum.com diakses pada tanggal 6 Desember 2020, 19.00 WIB

(5)

21

terdakwa. Karena Alat bukti digunakan sebagai sebuah upaya yang dilakukan hakim untuk memutus sebuah perkara pidana.8

Pengertian Alat Bukti menurut ahli Hari Sasangka dan Lily Rosita, Alat Bukti yaitu segala perguatan yang dimana dengan menggunakan alat-alat buktu tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pembuktian di dalam pengadilan, guna menimbulkan keyakinan hakim atas benar atau tidaknya suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa.9

Sedangkan menurut Darwan Prinst, Alat Bukti yaitu suau alat yang berkaitan dengan suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. Guna hakim memiliki keyakinan atas kebenaran yang telah terjadi.10

Pentingnya sebuah Alat bukti dalam pemeriksaan suatu perkara pidana, karena alat bukti berupa barang atau non barang yang dimana sudah ditentukan oleh Undang-Undang dapat digunakan untuk memperkuat sebuah dakwaan, tuntutan maupun gugatan. Pada pasal 184 (1) KUHAP menetapkan bahwa alat bukti yang sah yaitu alat bukti menurut Unang-Undang. Diluar alat bukti itu, tidak dapat dibenarkan dalam proses pembuktian kepada terdakwa.

2. Alat Bukti Menurut KUHAP

8 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, Bandung 2003, hlm.11

9 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op.cit, hlm.11

10 Darwan Prinst, Op.cit, hlm.135

(6)

22

Alat bukti yang sah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Berdasarkan keterangan pasal 183 KUHAP menjelaskan bahwa “hakim tidak dapat menjatuhkan tindak pidana kepada terdakwa apabila tidak terdapat sekurang- kurannya dua buah ala bukti.”

Alat bukti menurut KUHAP terdapat di dalam pasal 184 ayat 1 yang dimana disebutkan bahwa alat bukti yang sah menurut hukum adalah “alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.” Alat bukti tersebut sajalah yang menurut Undang-Undang dapat digunakan sebagai pembuktian dalam perkara tindak pidana di Pengadilan.

Alat bukti yang sah sebagaimana diatur di dalam pasal 184 KUHAP yakni :

1. Keterangan Saksi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian dari saksi yaitu seseorang yang melihat dan mengetahui kejadian pada saat itu, baik dengan melihat dan/atau mendengar secara langsung. Kemudian orang tersebut dapat memberikan keterangannya dan dapat mempertanggung jawabkan keterangan tersebut guna kepentingan suatu penyidikan di pengadilan.11 Pengertian keterangan saksi terdapat di dalam pasal 1 butir 27 KUHAP yang bunyinya, “keterangan saksi adalah suatu bukti dalam sebuah perkara pidana

11 Kamus Pusat Bahasa. . Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008, hlm. 1246

(7)

23

berupa keterangan yang diberikan oleh saksi di perdisangan mengenai peristiwa pidana yang ia alami secara nyata, ia lihat dan peristiwa yang ia dengan sendiri”.

2. Keterangan Ahli

Pengertian keterangan ahli adalah sebuah keterangan yang diperoleh dari seseorang yang memiliki sebuah keahlia di bidang tersebut yang digunakan sebagai penerang suatu perkara pidana, yang tujuannya sebagai kepentingan sebuah pemeriksaan di Pengadilan.

Menurut Karim A. Nasution pengertian ahli menurut hukum yaitu seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan serta pengalaman khusus mengenai hal tersebut. Sehingga dapat dikatakan sebagai ahli tidak melulu harus memperoleh pendidikan dan juga ijazah tertentu. 12

Adapun kualifikasi berbeda-beda mengenai keterangan ahli berdasarkan bidangnya masing-masing yang dimana menurut KUHAP, yaitu terdapat di dalam pasal 120 KUHAP mengenai keahlian khusus yang dimiliki ahli, pasal 132 KUHAP mengenai keahlian di bidang surat dan tulisan palsu yang dimiliki ahli, pasal 133 KUHAP mengenai ahli kedokteran kehakiman dan forensic.

3. Surat

12 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op, Cit., hlm. 56

(8)

24

Surat merupakan alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana di Indonesia. Menurut pengertian Sudikno Mertokusumo surat adalah sesuatu yang di dalamnya memuat tanda baca yang bertujuan untuk menyampaikan pikiran seseorang serta mencurahkan isi hati seseorang yang dimana dipergunakan sebagai pembuktian di dalam pengadilan.

Dapat dikatakan bahwa surat adalah segala sesuat yang berbentuk tulisan baik berupa cetakan ataupun berupa pesan secara online.

Karena surat memuat beberapa hal, yakni :

a. Berbentuk tulisan tertulis ataupun tidak tertulis b. Berbentuk Pesan

Dalam perkembangannya, yang dimaksud dengan alat bukti surat tidak hanya mengenai apa yang ditulis. Di dalam KUHAP memang alat bukti surat sangatlah terbatas. Akan tetapi dengan seiring berkembangnya jaman yang dimana saat ini serba menggunakan teknologi informasi dan elektronik, maka munculah Undang-Undang yang mengatur mengenai Alat Bukti Elektronik berupa surat yakni surat elektronik (email). 13

4. Petunjuk

Alat bukti petunjuk dalam hukum acara pidana ini sangat berbeda dari yang lainnya. Karena pemeriksaan alat bukti petunjuk tidak dilakukan di dalam

13 Tolib Effendi, SH. MH. Dacar-Dasar Hukum Acara Pidana, Setara Pres Malang, 2014, Hlm. 178

(9)

25

persidangan, karena alat bukti petunjuk bersifat abstrak. Alat bukti petunjuk merupakan sebuah kejadian, perbuatan dan/atau keadaan yang menandakan telah terjadi tindak pidana. Pengertian alat bukti petunjuk tersebut terdapat di dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP. Bahwa alat bukti petunjuk merupakan suatu kejadian, perbuatan dan/atau bahkan perbuatan karena persesuaiannya, antara satu dengan yang lain, atau bahkan dengan tindak pidana itu sendiri, yang dimana telah menandakan terjadinya tindak pidana dan mengetahui pelakunya.14

Petunjuk berdasarkan ayat (1) dapat diperoleh dari : a. keterangan saksi

b. surat

c. keterangan terdakwa

penilaian alat bukti petunjuk atas kekuatan pembuktian hanya dilakukan oleh hakim, bagaimana hakim bijaksana dalam melakukan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keyakinan berdasarkan hati nuraninya,

5. Keterangan Terdakwa

Keterangan terdakwa merupakan alat bukti terakhir dalam sebuah persidangan. Pengertian keterangan terdakwa adalah keterangan yang diberikan oleh terdakwa mengenai apa yang telah di alami oleh baik mengenai perbuatan yang telah ia lakukan ataupun yang ia alami sendiri.

14 Pasal 188 ayat (1) KUHAP

(10)

26

Terdakwa juga diperbolehkan menyampaikan pengakuan terdakwa. Karena dapat pula memperingan hukuman terdakwa. Akan tetapi tujuan dari keterangan terdakwa bukan lah semata-mata agar terdakwa mengakui perbuatannya. Melainkan agar hakim di dalam persidangan mengetahui keterangan terdakwa yang sebenarnya yang dimana ia alami sendiri.

sesuai ketentuan pasal 184 ayat (1) diatas, diluar dari itu tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah. Apabila ketentuan di dalam pasal 183 dihubungkan dengan jenis dari alat bukti tersebut maka baru dapat dijatuhi hukuman pidana.

3. Alat Bukti Elektronik Menurut UU ITE

Alat Bukti Elektronik adalah sebuah informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dimana memenuhi sebuah persyaratan formil dan materiil berdasarkan ketetapan UU ITE. Menurut pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yakni berbunyi “Informasi Elektroni dan/atau Dokumen Elektronik berupa hasil cetakan merupakan alat bukti yang sah menurut hukum.”

Diakuinya informasi dan dokumen elektronik sebagai alat bukti karena keberadaannya yang mengikat. Karena “informasi elektronik merupakan suatu kumpulan data elektronik berupa tulisan, gambar, suara, surat elektronik (email,

(11)

27

telegram dll).”15 Sedangkan “dokumen elektronik adalah sebuah informasi elektronik yang dibuat, dikirimkan, diteruskan, disimpan ataupun diterima baik dalam bentuk digital ataupun elektromagnetik. Yang dapat dilihat, di dengar dan ditampilkan dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.”16

Keberadaan suatu Informasi elektronik dengan dokumen elektronik tidak dapat dipisahkan. Karena informasi elektronik memuat tentang kumpulan data dalam berbagai bentuk. Sedangkan Dokumen Elektronik sebagai wadah dari sebuah informasi elektronik.

4. Jenis Alat Bukti Yang Belum Diatur di Dalam KUHAP

Berdasarkan ketentuan hukum acara perdata mengenai alat bukti yang sah menurut hukum dalam pasal 295 HIR menyebutkan bahwa yang diakui menurut Undang-Undang hanyalah empat macam alat bukti saja yaitu: “kesaksian- kesaksian, surat-surat, pengakuan, syarat-syarat.”17 Sedangkan di dalam pasal 184 KUHAP menyebutkan bahwa alat bukti yang sah menurut hukum yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan ahli.18

Di dalam KUHAP menambahkan keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah.

Karena tujuannya yaitu agar apabila hakim merasa ragu dan tidak yakin maka

15 Pasal 1 butir 1 UU ITE

16 Pasal 1 butir 4 UU ITE

17 Pasal 295 HERZIEN INLANDSCH REGLEMENT (HIR)

18 Pasal 184 KUHAP

(12)

28

keterangan ahli lah yang akan membantu hakim dalam mengambil keputusan.

Memang pada dasarnya ahli tidak dapat mengetahui dan mengalami peristiwa tersebut secara langsung, akan tetapi ahli mengetahui ilmu-ilmu dan pengetahuan mengenai bidangnya tersebut. Karena ahli adalah orang yang mengetahui dan mahir dalam bidangnya.

Seiring berkembangnya jaman dengan adanya kemajuan teknologi, yang dimana kejahatan-kejahatan sangatlah beragam bentuknya. Baik menggunakan elektronik ataupun jejaring sosial. Sehingga seorang hakim akan merasa kesulitan apabila alat bukti yang digunakan tersangka dalam pe;anggaran hukum yaitu dengan menggunakan elektronik. Padahal di dalam KUHAP tidak terdapat keterangan dan ketentuan mengenai alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah.

Akan tetapi alat bukti elektronik sudah diatur di dalam Undang-Undang Khusus seperti Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang Psikotropika, Undang- Undang Narkotika, Undang-Undang Perdagangan Orang, dan Undang-Undang Pencucian Uang. Alat Bukti Elektronik di dalam Tindak Pidana Umum juga sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 menyebutkan bahwa seluruh informasi dan/atau dokumen dalam bentuk elektronik baru dianggap

(13)

29

sebagai alat bukti yang sah apabila dapat diakses, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggung jawabkan.19

Saat ini KUHAP berencana akan memperbarui isi dari KUHAP termasuk mengenai masalah alat bukti yang sah di dalam Hukum. Di dalam Rancangan KUHAP Pasal 175 ayat 1 menyebutkan bahwa alat bukti yang sah yaitu :

a. Barang bukti b. Surat-surat c. Bukti elektronik

d. Keterangan seorang ahli e. Keterangan seorang saksi f. Keterangan terdakwa g. Pengamatan hakim

penambahan pada alat bukti di dalam Rancangan KUHAP tersebut yaitu mengenai alat bukti elektronik dan pengamatan hakim. Pengamatan hakim pada ketentuan ini yaitu berdasarkan pada kesimpulan hakim yang ditarik dari seluruh alat bukti yang ada. Sedangkan alat bukti elektronik yaitu seluruh informasi yang diterima, diucapkan dan disampaikan secara elektronik baik telpon, sms, internet, surat elektronik (email, telegram) dll, berupa tulisan, gambar, rekaman, foto, hurf

19 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE

(14)

30

dan sebagainya.20 Maka menurut Rancangan KUHAP mengenai alat bukti tersebut harus diperoleh secara sah dan tidak melawan hukum.21

C. Kajian Teoritis Mengenai Barang Bukti 1. Pengertian Barang Bukti

Menurut pendapat Prof. Andi Hamzah Barang Bukti ialah suatu barang bukti yang berkaitan dengan dilakukannya delik pidana, kemudian juga mengenai barang yang telah dipakai untuk melakukan elik pidana tersebut, dan barang hasil dari sebuah delik pidana. 22 Barang bukti sangat lah penting dalam mengungkap sebuah tindak pidana. Karena sebuah barang bukti menjadi penunjang alat pendukung di dalam persidangan.23

Berdasarkan pasal 39 ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa barang bukti yang dapat disita yaitu berupa:

a. Benda atau tagihan tersangka dan/atau terdakwa yang diduga di dapatkan dari hasil tindak pidana baik itu keseluruhan ataupun hanya sebagian.

b. Benda yang secara langsung diganakan ataupun dipersiapkan dalam melakukan tindak pidana.

20 Raditya Dika, RKUHAP Memunculkan Alat Bukti Baru, https://news.detik.com , diakses pada tanggal 6 Desember 2020, 17:00 WIB

21 Pasal 175 ayat 2 Rancangan KUHAP

22 Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta. Penerbit Sinar Grafika.

2006. hlm. 254.

23 Huruf a dan b Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti.

(15)

31

c. Benda yang dipergunakan sebagai penghalang dalam proses penyidikan suatu tindak pidana.

d. Benda khusus yang dibuat dan/atau digunakan sebagai sarana melakukan suatu tindak pidana.

e. Benda lain yang memiliki hubungan langsung dengan tindak pidana yang telah dilakukan.

2. Fungsi Barang Bukti di Dalam Persidangan

a. Sebagai penguat kedudukan alat bukti yang sah menurut Undang Undang.

24

b. Guna mencari dan menentukan suatu kebenaran materiil atas sebuah perkara pidana yang sedang ditangani.

c. Seteah barang bukti sebagai penunjang alat bukti yang sah maka barang bukti dapat menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan yang di dakwakan oleh JPU.25

Barang bukti memiliki fungsi sebagai penguat suatu kedudukan alat bukti yang sah dalam sebuah dakwaan. Sehingga barang bukti termasuk salah satu alat bukti di persidangan. Barang bukti merupakan suatu objek materiil yang memiliki kekuatan pembuktian di persidangan. Objek materiil tersebut yaitu

24 Pasal 184 ayat (1) KUHAP

25 M. Agus Yozami, https://www.hukumonline.comm (diakses pada hari minggu 29 November 2020 : 13.00 WIB)

(16)

32

barang sasaran dari tindak pidana, barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana, hasil dari suatu tindak pidana dll,

3. Keterkaitan Antara Barang Bukti dengan Alat Bukti

Hubungan antara alat bukti dengan barang bukti dalam sistem KUHAP yaitu alat bukti dipandang sebagai bukti yang dapat berdiri sendiri. Sedangkan barang bukti yaitu kebalikannya bahwa bukti yang tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus diterangkan dengan alat-alat bukti yang lain. 26

Barang bukti merupakan penunjang alat bukti yang mempunyai kedudukan sangat penting dalam suatu perkara pidana. Tetapi kehadiran suatu barang bukti tidak mutlak dalam suatu perkara pidana, ada beberapa tindak pidana yang dalam proses pembuktiannya tidak memerlukan barang bukti, seperti tindak pidana penghinaan secara lisan.

Dalam pasal 183 KUHAP untuk menentukan pidana kepada terdakwa, kesalahannya harus terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa alat bukti dan barang bukti memiliki terkaitan yaitu bahwa barang bukti sebagai penguat kedudukan alat bukti yang

26 Fernando Louis Pantow, https://ejurnal.unsrat.ac.id , “hubungan alat bukti dengan barang bukti”, diakses pada tanggal 29 Juli 2021, pukul 22.35 WIB.

(17)

33

sah, menemukan kebenaran materiil suatu perkara, barang bukti dapat menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan yang didakwakan JPU.

D. Kajian Teoritis Mengenai Informasi 1. Pengertian Informasi

Menurut ahli George H, Bodnar Informasi adalah data yang telah diolah dengan tujuan untuk dijadikan dasar dalam pengambilan putusan yang tepat.

Menurut Tata Sutabri Informasi adalah sebuah data yang diklarifikasikan dan/atau sudah diolah dan diinterpretasikan untuk digunakan sebagai pengambilan keputusan.

Sebagaimana berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang – Undang No.

11 tahun 2008, yaitu bahwa yang dimaksud informasi elektronik yaitu sekumpulan data elektronik, yang tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto, surat elektronik (electronic mail), telegram, huruf, tanda, angka, kode, simbol, yang telah diolah dan dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.27

2. Fungsi Informasi

27 Raida L. Tobing, Penelitian Hukum Tentang Efektivitas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, 2012, hlm. 19.

(18)

34

a. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan dalam penggunaan informasi.

b. Menggambarkan suatu keadaan dan/atau peristiwa yang saat ini sedang terjadi.

c. Membantu pengguna dalam mengambil suatu putusan agar meminimalisir kesalahan.28

d. Sebagai media hiburan.

e. Sebagai sumber berita.

f. Untuk mempengaruhi masyarakat agar tetarik untuk menggunakan sesuatu.

3. Ciri-Ciri Informasi Yang Berkualitas Menurut Mc. Leod (1997) yaitu:

a. Informasi harus Akurat, artinya yaitu informasi yang disampaikan jangan sampai salah dan harus mencerminkan sebuah keadaan yang sebenarnya.

b. Informasi haru Tepat, artinya yaitu informasi yang akan disediakan tidak boleh mengalami keterlambatan dan onformasi harus ada paa saat diperlukan.

c. Informasi harus Relevan, yang artinya informasi yang akan diberikan harus memiliki manfaat bagi penggunanya dan informasi yang diberikan juga harus sesuai dengan apa yang sedang dibutuhkan.

28 Om.makplus, Devinisi dan pengertian informasi menurut para ahli, http://www.definisi-pengertian.com, diakses pada 5 Desember 2020. 00.00 WIB.

(19)

35

d. Informasi harus Lengkap, yang artinya informasi yang dibutuhkan harus lengkap atau utuh sesuai dengan datanya, tidak boleh mengalami perubahan dan tidak memberikan data hanya dengan setengah-setengah saja

4. Jenis-Jenis Informasi

Informasi berdasarkan funginya dan kegunaannya, yaitu antara lain :

a. Informasi yang berguna untuk menambah wawasan pembaca, yaitu seperti pendidikan, budaya, pariwisata, dunia artis dan selebritis.

b. Informasi yang bertujuan untuk mengajari atau edukatif kepada pembacanya, yaitu seperti artikel, jurnal, tutorial, blog dan lain-lain

c. Informasi sesuai dengan format penulisannya, yaitu seperti dibedakan bentuk penyajiannya seperti bentuk gambar, bentuk tulisan (berita, artikel,esai,dll).29 5. Cara Memperoleh Informasi

a. Mengambil informasi dari pusat dan/atau badan data unformasi.

b. Mengambil infomasi melalui elektronik seperti internet dan televisi.

c. Mengambil informasi dengan menggunakan media cetak, yaitu seperti Koran, buku, majalah, karya ilmiah, proposal. Jurnal dll.

d. Mengambil informasi juga bias dengan menggunakan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya.

29 Parta setiawan, Pengertian Informasi Menurut Ahli, https://www.gurupendidikan.co.id, diakses pada tanggal 5 Desember 2020, 19.40 WIB

(20)

36

e. Mendapatkan informasi juga dapat dengan cara mengikuti seminar atau pelatihan.

E. Kajian Teoritis Mengenai Transaksi Elektronik 1. Pengertian Transaksi Elektronik

Berkembangnya teknologi telekomunikasi dan informatika mendorong lahirnya suatu alternatif dalam penyelenggaraan kegiatas jual beli atau bisnis melalui transaksi elektronik atau perdagangan melalui elektronik. 30Berdasarkan pasal 1 angka 2 pengertian “Transaksi Elektronik yaitu suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh seseorangan dengan menggunakan jejaring komputer dan/atau media elektronik”.31

Perbuatan transaksi elektronik dilakukan dalam sebuah lingkup publik dan privat. Transaksi yang dilakukan haruslah dengan beritikat baik dalam bertransaksi satu sama lain ataupun dalam melakukan pertukaran informasi. 32 Transaksi elektronik dalam lingkup publik biasanya dilakukan oleh instansi atau pihak lain yang dimana pihak tersebut menyelenggarakan perlayanan publik.

Karena transaksi elektronik dalam lingkup publik ini dituju untuk semua orang

30 Shinta Dewi, Cyberlaw 1 Perlindungan Privasi Atas Informasi Pribadi Dalam E- commerce Menurut Hukum International, Bandung: Widya Padjajaran, hlm. 54

31 Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE

32 Raida L. Tobing, Penelitian Hukum Tentang Efektivitas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, 2012.

hlm. 23

(21)

37

dan dapat dilakukan oleh semua orang tanpa terkecuali. Sedangkan transaksi elektronik dalam lingkup privat seperti halnya transaksi antar pelaku usaha, antar pribadi, dengan konsumen dan lain sebagainya.33

Di dalam sebuah transaksi elektronik ada bermacam-macam perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang ITE. Yang dimana perbuatan tersebut sering sekali dilanggar oleh pengguna media elektronik. Perbuatan yang dilarang yaitu sebagaimana berdasarkan pasal 27 ayat (1) Undan-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE yang berbunyi “:Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”

a. Mendistribusikan

Maksud dari “Mendistribusikan” yaitu mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada seseorang atau beberapa pihak dengan menggunakan sebuah sistem elektronik.

b. Mentransmisikan

Maksud dari “Mentransmisikan” yaitu mengirimkan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada satu pihak saja dengam melalui sebuah sistem elektronik.

33 Made Wahyu Arthaluhur, S.H., Transaksi Elektronik, https://www.hukumonline.com , (diakses pada tanggal 5 Desember 2020, 17.00 WIB)

(22)

38

Juga dijelaskan pada pasal 32 ayat (1) berbunyi “:Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.”

c. Membuat dapat diakses

Maksud dari “Membuat dapat diakses” yaitu seluruh perbuatan yang dilakukan selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui sebuah sistem elektronik yang mengakibatkan dapat diketahuinya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik pada publik atau pihak yang lain.”

Transaksi elektronik dilakukan dengan menggunakan sistem elektronik, baik berupa komputer, laptop, hp dan sebagainya, yang isinya berupa data elektronik, surat elektronik, rekaman, video, dll. Apabila dokumen elektronik berupa file disimpan di dalam komputer dan tidak di sebar luaskan, kemudian dilakukannya pemeriksaan oleh penyidik dapat dijadikan sebagai alat bukti atau tidak.

Dokumen elektronik yaitu informasi elektronik yang dibuat, disimpan, dikirimkan, diterma dan/atau diteruskan yang dapat ditampilkan, dilihat dan didengar melalui komputer atau elektronik lainnya.34 Berdasarkan pasal 30 ayat (1) UU ITE berbunyi “:Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan

34 Pasal 1 angka 4 Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE

(23)

39

cara apa pun.” Hal tersebut dilarang oleh Undang-Undang, akan tetapi apabila penyidik memiliki surat perintah maka diperbolehkan untuk mengakses komputer tersebut. Dan sebaliknya apabila tidak adanya surat perintah maka hal tersebut dinyatakan sebagai pelanggaran.

2. Sifat dan Karakteristik Transaksi Elektronik a. Transparan

b. Interaktif c. cepat

F. Kajian Teoritis Mengenai Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan sebuah masalah yang dimana berhubungan erat dengan kriminalisasi (criminal policy). 35 istilah dari tindak pidana yaitu strafbaar feit atau delict. Kata “straf” memeiliki arti yakni pidana atau juga dapat diartikan sebagai hukum, sedangkan kata dari “feit” adalah sebuah perbuatan, peristiwa, tindak dan pelanggaran.36

Menurut pendapat ahli Pompe mengenai Strafbaar feit yaitu sebagai sebuah pelanggaran norma (tidak tertibnya hukum) yang dilakukan oleh seorang pelaku baik dengan sengaja atau tidak disengaja. Sehingga penjatuhan hukuman bagi

35 Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, Hukum Pidana, Malang: Setara Press, 2016, hlm.57.

36 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, hlm.69.

(24)

40

pelaku sangatlah perlu demi terpeliharanya kehidupan di masyarakat yang damai dan tentram serta menjadikan tertiban hukum bagi seorang pelaku.37

Sedangkan menurut pendapat ahli Seno Adji mengnai tindak pidana yaitu suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang diancam pidana karena perbuatannya telah melawan hukum. Dan perbuatan yang telah dilakukan pelaku tersebut harus dipertanggungjawabkan.38

Mengenai perbuatan pidana itu sendiri, Moeljatno berpendapat bahwa perbuatan pidana yaitu perbuatan yang telah dilarang oleh aturan hukum yang dimana larangan tersebut disertai dengan ancaman atau sanksi berupa pidana.

Ancaman pidana tersebut ditujukan kepada suatu kejadian atau keadaan yang timbul karena kelalaian dari seseorang, dan ancaman pidana yang ditujukan kepada seseorang yaitu apabila menimbulkan suatu kejadian hukum. 39

Beberapa syarat menentukan perbuatan tersebut sebagai tindak pidana atau tidak, syarat tersebut yaitu :

a. Perbuatan tersebut dilakukan oleh manusia

b. Perbuatan manusia tersebut bertentangan dengan hukum

37 Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Bandung: PT. Refika Aditama, 2014, hlm.97.

38 Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Hukum Pidana, Jakarta: Kantor Pengacara dan Konsultasi Hukum “Prof. Oemar Seno Adji & Rekan, 2002, hlm.155.

39 C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hlm. 54

(25)

41

c. Perbuatan tersebut telah dilarang oleh Undang-Undang dengan ancaman pidana

d. Perbuatan tersebut dapat dipertanggung jawabkan40 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Dalam unsur-unsur tindak pidana memiliki dua macam, yaitu unsur subjektif dan objektif. Karena setiap perbuatan pidana didasarkan pada kejadian secara fakta (sesungguhnya), dan mengandung akibat yang ditimbulkan karenanya, maka munculah kejadian di dunia. Unusr subjektif adalah unsur yang sangat melekat pada diri si pelaku dan segala sesuatu yang terdapat pada hatinya.sedangkan unsur objektif adalah unsur yang berhubungna dengan keadaan si pelaku, yang dimana pelaku hingga harus melakukan tindak pidana tersebut.

Unsur subjektif pada tindak pidana yaitu :

1. Culpa dan dolus atau kesengajaan dan tidak kesengajaan.

2. Maksud dari suatu perobaan, sebagaimana berdasarkan pasal 53 ayat (1) KUHP.

3. Berbagai macam maksud yang terdapat di dalam kejahatan seperti penipuan, pencurian dan lain-lain.

40 Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, Hukum Pidana, hlm. 60.

(26)

42

4. Merencanakannya terlebih dahulu, sebagaimana berdasakran pasal 340 KUHP, yaitu mengenai kejahatan pembunuhan yang dimana melakukan sebuah rencana terlebih dahulu sebelum melakukannya.

5. Perasaan takut sebagaimana berdasarkan pasal 308 KUHP.41

Sedangkan mengenai unsur objektif tindak pidana yaitu :

1. Sifat yang melanggar hukum 2. Kualitas dari pelaku

3. Kausalitas, hubungan suatu tindakan sebagai penyebab dengan kenyataan sebagai ebuah akibat.42

Tindak Pidana dibagi menjadi dua bagian, yakni Tindak pidana umum dan Tindak pidana khusus.

3. Pengertian Tindak pidana umum

Tindak Pidana Umum adalah suatu perkara pidana yang peraturan- peraturannya dibuat dan diberlakukan bagi setiap orang pada umumnya.

Singkatnya tindak pidana umum ini diatur di dalam KUHP. Yang dimana ketentuan di dalamnya berlaku bagi semua orang tanpa terkecuali. Contoh dari kasus tindak pidana umum yakni seperti Penipuan dan Penggelapan,

41 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 50.

42 C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hlm. 54.

(27)

43

Penganiayaan dan Pengeroyokan, Pencemaran Nama Baik dan Fitnah, pembunuhan, pemerasan dan pengancaman, perselingkuhan dan nikah siri, pencabulan dan lain sebagainya.

4. Pengertian Tindak pidana khusus

Tindak Pidana Khusus adalah suatu perkara pidana yang peraturannya dibentuk secara sengaja yang bertujuan untuk diberlakukan bagi orang-orang tertentu saja. Tindak Pidana Khusus dapat dilihat dari peraturan Perundang- Undangan, karena Tindak Pidana Khusus mengatur ketentuan pidana di luar KUHP. contoh mengenai Tindak Pidana Khusus juga mengenai hal-hal khusus saja yakni seperti Korupsi, Narkotika dan Psikotropika, Pencucian Uang, dan Perdagangan Orang.

G. Kajian Teoritis Mengenai Pelaku Tindak Pidana

Pengertian pelaku tindak pidana (Dader) berdasarkan doktrin yaitu barang siapa yang melakukan semua unsur tindak pidana sebagaimana menurut KUHAP.

Pelaku tindak pidana berdasarkan Undang-Undang adalah orang yang dapat diterapkan sebuah istilah “barang siapa” melakukan sesuatu yang dilakukan oleh dirinya, yang dimana hal tersebut masuk kedalam pemenuhan semua unsur subjektif dan objektif suatu peristiwa. 43

43 Proefscrift, The Aircraft Commander in Commercial Air Transportation. Meno Sjored Kammingga. Januari, 1953, hlm. 10

(28)

44

“Melakukan” diartikan bahwa suatu peristiwa tersebut secara lengkap dan jelas telah memenuhi semua unsur delik. Sehingga dapat diartikan bahwa kata

“Melakukan” yaitu suatu bentuk tunggal dari pengertian “berbuat”. Pelaku bekerja sama dengan orang lain demi suatu tujuan yang sama, atau dibantu oleh orang lain, yang dimana tujuannya yaitu agar memudahkan melakukan delik tersebut. Sehingga antara kesengajaan dan kepentingan berbeda halnya dengan pelaku utama atau pelaku pembantu.44

Menurut pendapat Hoge Raad bahwa untuk menentukan siapa seseorang yang akan ditetapkan sebagai pelaku atau tidaknya yaitu dengan melihat siapa yang memiliki kemampuan dalam melakukan hal tersebut sebagai sebuah keadaan yang telah dilarang oleh Undang-UndangPidana.

Moeljatno mengatakan bahwa dirinya menyetujui pendapat dari Hoge Raad mengenai penentuan pelaku, karena menurut Moeljatno yang menjadi syarat penentu seseorang menjadi pelaku atau tidak yaitu dengan memiliki kemampuan untuk mengakhiri sebuah peristiwa. Karena apabila pelaku tidak mengakhiri sebuah peristiwa tersebut maka ia sudah mewujudkan sebuah delik45

Syarat seseorang menjadi pelaku tindak pidana :

44 D. Schaffmeister N. Keijzer-Ph.Sutorius, Hukum Pidana, Yogyakarta: Liberty, 1995, hlm. 218

45 Tolib Efendi, Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana, Malang: Setara Press, 2014, hlm. 379

(29)

45

1. Pelaku tindak pidana merupakan mereka yang telah melakukan dan/atau menyuruh melakukan dan/atau ikut serta melakukan perbuatan

2. Pelaku tindak pidana merupakan mereka yang menjanjikan sesuatu dengan kekuasaan. Ancaman, kekerasan, dan/atau menjerumuskan seseorang agar melakukan perbuatan.

pelaku tindak pidana dikelompokkan menjadi beberapa macam, yaitu antara lain :

b. Orang yang telah melakukan atau dapat dikatakan dader plagen yaitu seseorang yang bertindak sendiri dalam melakukan suatu tindak pidana untuk mewujudkan seluruh maksudnya.

c. Orang yang memerintahkan melakukan atau dapat dikatakan doen plagen yaitu orang yang telah memerintahkan paling sedikit dua orang untuk melakukan tindak pidana. Sehingga yang melakukan tindak pidana ini bukanlah pelaku utama, tetapi dengan menggunakan bantuan orang lain sebagai alatnya.

d. Orang yang turut serta ikut melakukan atau dapat dikatakan mede plagen yaitu orang yang melakukan tindak pidana secara bersama-sama. Pelakunya kurang lebih dua orang (dader plagen) dan juga orang yang melakukan tindak pidana (mede plagen).

(30)

46

Dikatakan sebagai Pelaku Tindak Pidana apabila telah memenuhi syarat dan kriteri sebagai pelaku. Apabila sudah dikatakan sebagai pelaku tindak pidana maka aka nada proses terjadinya menjadi tiga tahap berdasarkan proses acara pidana di pengadilan yaitu :

1. Tersangka, yaitu seseorang yang diduga sebagai pelaku karena telah melakukan tindak pidana. Akan tetapi pelaku belum dapat dikatakan bersalah atau tidaknya.

2. Terdakwa, yaitu seseorang yang diduga telah melakukan tindak pidana dan adanya cukup bukti untuk diajukan di sidang pengadilan sebagai pelaku tindak pidana.

3. Terpidana, yaitu seseorang yang terbukti telah melakukan suatu tindak pidana yang didakwakan kepada dirinya. dan dijatuhi hukuman oleh hakim pada saat di persidangan. Dan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap.

Terpidana dapat dikatakan sebagai Narapidana atau Terhukum.46

46 Darwan Prinst, S.H. Hukum Acara Pidana Dalam Praktik. Djambatan, 2002. hlm.

13-15

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan Urine sapi sebagai campuran biopestisida mengandung zat perangsang tumbuh dan mengandung zat penolak untuk beberapa jenis serangga hamaPenelitian ini bertujuan

Instrumen penilaian ini berbentuk soal isomorphic dan rubriknya berbasis multirepresentasi dimana dari ada beberapa tipe soal dalam satu indikator, soal-soal

Algoritma pengklasifikasi DT memiliki keunggulan dalam menyelesaikan masalah klasifikasi, namun data noise yang terdapat pada dataset berukuran besar dan memiliki

[r]

Dari penelitian diperoleh data bahwa pandangan tokoh masyarakat tentang larangan kawin karena hamil di luar nikah ini adalah aturan yang telah disepakati bersama di

Untuk tahap dream, pada kelompok ini berharap dengan mempunyai kemampuan yang meningkat dalam pencatatan keuangan usaha, maka dapat bersinergi dengan Lembaga Keuangan

yang besangkutan dengan judul, “ Faktor-Faktor Pendukung Proses Pembelajaran dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Siswa MIN Banta-bantaeng Kota Makassar” , memandang

Hasil analisis data menunjukkan bahwa keadilan prosedural berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, yang berarti bahwa semakin pegawai