PARTISIPASI PETERNAK DALAM PENYULUHAN PETERNAKAN
(Kasus Kelompok Peternak Babi Di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara)
SKRIPSI
TIAR RONA DUMARIA
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
TIAR RONA DUMARIA, D34102005. 2006. Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan Peternakan. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA Pembimbing Anggota : Prof.Dr.Ign. Djoko Susanto,SKM, APU
Pengembangan usaha peternakan tidak bisa dilepaskan dari dukungan pemerintah. Dukungan pemerintah yang terus mendorong pengembangan usaha peternakan bertujuan agar dapat menambah pendapatan masyarakat dan memenuhi kebutuhan protein hewan secara berkesinambungan. Salah satu usaha untuk tetap mempertahankan dan mengembangkan usaha peternakan adalah adanya penyuluhan.
Penyuluhan memiliki peranan yang penting dalam pembangunan peternak. Penyuluhan diharapkan dapat menimbulkan perubahan yang diinginkan oleh peternak. Perubahan ini dapat berbentuk perubahan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) peternak sehingga mereka mampu beternak dan berusaha ternak lebih baik dan lebih menguntungkan.
Desa Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara, sebagai salah satu desa yang mengembangkan berbagai jenis ternak. Salah satu komoditi peternakan yang potensial di desa tersebut adalah ternak babi. Memelihara ternak babi selain dapat memberi keuntungan, ternak babi dapat juga dipelihara di daerah tropis atau di daerah beriklim sedang.
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: Mengetahui tingkat partisipasi masyarakat desa dalam penyuluhan peternakan. Mengetahui Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertisipasi masyarakat desa dalam penyuluhan peternakan. Penelitian ini dilaksanakan selama satu setengah bulan dari pertengahan bulan februari sampai akhir bulan maret di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara.
Kesimpulan penelitian adalah: Karateristik peternak sebahagian besar berumur 37-42 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki yang paling dominan, pendidikan SLTA, pengalaman beternak 1-5 tahun, tanggungan peternak 3-6 orang, pendapatan peternak Rp. 400.000 – Rp. 600.000, luas lahan 0,25-0,5 ha, secara umum peternak ikut dalam kelompok dan selalu hadir dalam kegiatan kelompok. Tingkat partisipasi peternak dalam penyuluhan secara umum tergolong tinggi pada tingkat perencanaan dan pelaksanaan, sedangkan untuk evaluasi tergolong dalam kategori sedang. Faktor internal (umur, pendidikan, pengalaman beternak, luas lahan) berpengaruh nyata dan sangat nyata dengan tingkat partisipasi peternka dalam kegiatan penyuluhan yaitu dalam pelaksanaan dan evaluasi penyuluhan, dan faktor eksternal (interaksi dengan pedagang, ketersediaan informasi) berpengaruh nyata dengan tingkat partisipasi peternak dalam kegiatan penyuluhan yaitu dalam perencanaan dan evaluasi penyuluhan.
ABSTRACT
Participate Breeder in Ranch Illumination
(Case of Group of Pig’ Husbandry in Siborong-borong, Regency of North Tapanuli, Province of North Sumatera)
Dumaria, T.R., Lumintang, R., and Susanto, D.
Development of animal husbandry cannot be separated from government support. Government support which immediately is to motivate animal husbandry to increase society’s earnings and fulfill animal protein requirement continously. One of effort to maintain and develop animal husbandry is through extension education activities. Countryside of Siborong-borong, Regency of North Tapanuli, is one of countryside that developing various livestock type. Potential commodities in the countryside are pigs. Livestock of pigs can give advantage, and also can be maintain in tropical and sub tropical area. This research execute during 1,5 month start from mid February to March 2006 in Countryside of Siborong-borong. The data were collected through (1) primary data were collected on direct perception and interview using quesionnairs (2) secondary data were collected from reference substance, book, and obtained from the office of animal husbandry in Regency of North Tapanuli. Primary data is processed by statistical test of Rank Spearman by using computer program, SPSS for windows and used descriptive analysis to explain common things, that is society condition in countryside of Siborong-borong. Internal factor (such as age, education, ranch experience, wide farm) having very significant effect on participaties husbandries level in illumination activity in implementation and evaluation. External factor (such as interaction with merchant, information availability) having significant effect on participate husbandries level in illumination activity in the plan and evaluation.
PARTISIPASI PETERNAK DALAM PENYULUHAN PETERNAKAN
(Kasus Kelompok Peternak Babi Di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara)
TIAR RONA DUMARIA D34102005
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
PARTISIPASI PETERNAK DALAM PENYULUHAN PETERNAKAN
(Kasus Kelompok Peternak Babi Di Desa Siborong-borong, Kabupaten TapanuliUtara, Propinsi Sumatera Utara)
Oleh:
TIAR RONA DUMARIA D34102005
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 31 Juli 2006
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Ir. Richard. W.E. Lumintang, MSEA Prof. Dr.Ign. Djoko Susanto, SKM, APU
NIP. 130 367 101 NIP. 140 020 648
Dekan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 17 September 1984 di Medan, Sumatera Utara.
Penulis adalah anak keenam dari sembilan bersaudara dari pasangan Bapak Drs. R. Nafsi
Siburian dan Ibu L. Manullang
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD ST Antonius V/VI Medan,
pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTPN 3
Medan dan pendidikan sekolah menengah umum diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN
10 Medan.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Sosial Ekonomi Industri
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui seleksi masuk IPB
(USMI) pada tahun 2002. Pada tahun 2003 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada
minat studi Komunikasi dan Penyuluhan pada Program Studi Sosial Ekonomi Ternak.
Selama mengikuti pendidikan, Penulis aktif dalam kegiatan organisasi Gerakan
Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Bogor dan pernah menjabat sebagai
Departemen Pendanaan masa bakti 2005-2006. Penulis juga aktif dalam Persekutuan
Okuimene Protestan Katolik (POPK) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, dan
Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) pada komisi kesenian. Penulis juga pernah
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas Karunia dan
Penyertaan-Nya bagi Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ” Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan Peternakan (Kasus Kelompok Peternak
Babi di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara)”.
Skripsi merupakan tugas akhir akademik sebagai syarat penyelesaian studi pada
Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna untuk itu Penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini berguna untuk kemajuan petenakan khususnya dalam penyuluhan
peternakan. Akhir kata Penulis mengucapakan banyak terima kasih.
Bogor, Agustus 2006
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT... iii
Populasi dan Sampel………... 16
Desain Penelitian... 16
Data dan Instrumen………... 16
Pengumpulan Data………... 18
Analisis Data………... 18
Penyuluhan di Daerah Penelitian... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor Internal Peternak... 22
Faktor Eksternal Peternak... 29
Partisipasi... 32
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Berdasarkan Umur... 22
2. Berdasarkan Jenis Kelamin... 22
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 43
Saran... 43
UCAPAN TERIMA KASIH... 44
DAFTAR PUSTAKA... 45
PARTISIPASI PETERNAK DALAM PENYULUHAN PETERNAKAN
(Kasus Kelompok Peternak Babi Di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara)
SKRIPSI
TIAR RONA DUMARIA
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
TIAR RONA DUMARIA, D34102005. 2006. Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan Peternakan. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA Pembimbing Anggota : Prof.Dr.Ign. Djoko Susanto,SKM, APU
Pengembangan usaha peternakan tidak bisa dilepaskan dari dukungan pemerintah. Dukungan pemerintah yang terus mendorong pengembangan usaha peternakan bertujuan agar dapat menambah pendapatan masyarakat dan memenuhi kebutuhan protein hewan secara berkesinambungan. Salah satu usaha untuk tetap mempertahankan dan mengembangkan usaha peternakan adalah adanya penyuluhan.
Penyuluhan memiliki peranan yang penting dalam pembangunan peternak. Penyuluhan diharapkan dapat menimbulkan perubahan yang diinginkan oleh peternak. Perubahan ini dapat berbentuk perubahan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) peternak sehingga mereka mampu beternak dan berusaha ternak lebih baik dan lebih menguntungkan.
Desa Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara, sebagai salah satu desa yang mengembangkan berbagai jenis ternak. Salah satu komoditi peternakan yang potensial di desa tersebut adalah ternak babi. Memelihara ternak babi selain dapat memberi keuntungan, ternak babi dapat juga dipelihara di daerah tropis atau di daerah beriklim sedang.
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: Mengetahui tingkat partisipasi masyarakat desa dalam penyuluhan peternakan. Mengetahui Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertisipasi masyarakat desa dalam penyuluhan peternakan. Penelitian ini dilaksanakan selama satu setengah bulan dari pertengahan bulan februari sampai akhir bulan maret di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara.
Kesimpulan penelitian adalah: Karateristik peternak sebahagian besar berumur 37-42 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki yang paling dominan, pendidikan SLTA, pengalaman beternak 1-5 tahun, tanggungan peternak 3-6 orang, pendapatan peternak Rp. 400.000 – Rp. 600.000, luas lahan 0,25-0,5 ha, secara umum peternak ikut dalam kelompok dan selalu hadir dalam kegiatan kelompok. Tingkat partisipasi peternak dalam penyuluhan secara umum tergolong tinggi pada tingkat perencanaan dan pelaksanaan, sedangkan untuk evaluasi tergolong dalam kategori sedang. Faktor internal (umur, pendidikan, pengalaman beternak, luas lahan) berpengaruh nyata dan sangat nyata dengan tingkat partisipasi peternka dalam kegiatan penyuluhan yaitu dalam pelaksanaan dan evaluasi penyuluhan, dan faktor eksternal (interaksi dengan pedagang, ketersediaan informasi) berpengaruh nyata dengan tingkat partisipasi peternak dalam kegiatan penyuluhan yaitu dalam perencanaan dan evaluasi penyuluhan.
ABSTRACT
Participate Breeder in Ranch Illumination
(Case of Group of Pig’ Husbandry in Siborong-borong, Regency of North Tapanuli, Province of North Sumatera)
Dumaria, T.R., Lumintang, R., and Susanto, D.
Development of animal husbandry cannot be separated from government support. Government support which immediately is to motivate animal husbandry to increase society’s earnings and fulfill animal protein requirement continously. One of effort to maintain and develop animal husbandry is through extension education activities. Countryside of Siborong-borong, Regency of North Tapanuli, is one of countryside that developing various livestock type. Potential commodities in the countryside are pigs. Livestock of pigs can give advantage, and also can be maintain in tropical and sub tropical area. This research execute during 1,5 month start from mid February to March 2006 in Countryside of Siborong-borong. The data were collected through (1) primary data were collected on direct perception and interview using quesionnairs (2) secondary data were collected from reference substance, book, and obtained from the office of animal husbandry in Regency of North Tapanuli. Primary data is processed by statistical test of Rank Spearman by using computer program, SPSS for windows and used descriptive analysis to explain common things, that is society condition in countryside of Siborong-borong. Internal factor (such as age, education, ranch experience, wide farm) having very significant effect on participaties husbandries level in illumination activity in implementation and evaluation. External factor (such as interaction with merchant, information availability) having significant effect on participate husbandries level in illumination activity in the plan and evaluation.
PARTISIPASI PETERNAK DALAM PENYULUHAN PETERNAKAN
(Kasus Kelompok Peternak Babi Di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara)
TIAR RONA DUMARIA D34102005
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
PARTISIPASI PETERNAK DALAM PENYULUHAN PETERNAKAN
(Kasus Kelompok Peternak Babi Di Desa Siborong-borong, Kabupaten TapanuliUtara, Propinsi Sumatera Utara)
Oleh:
TIAR RONA DUMARIA D34102005
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 31 Juli 2006
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Ir. Richard. W.E. Lumintang, MSEA Prof. Dr.Ign. Djoko Susanto, SKM, APU
NIP. 130 367 101 NIP. 140 020 648
Dekan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 17 September 1984 di Medan, Sumatera Utara.
Penulis adalah anak keenam dari sembilan bersaudara dari pasangan Bapak Drs. R. Nafsi
Siburian dan Ibu L. Manullang
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD ST Antonius V/VI Medan,
pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTPN 3
Medan dan pendidikan sekolah menengah umum diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN
10 Medan.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Sosial Ekonomi Industri
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui seleksi masuk IPB
(USMI) pada tahun 2002. Pada tahun 2003 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada
minat studi Komunikasi dan Penyuluhan pada Program Studi Sosial Ekonomi Ternak.
Selama mengikuti pendidikan, Penulis aktif dalam kegiatan organisasi Gerakan
Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Bogor dan pernah menjabat sebagai
Departemen Pendanaan masa bakti 2005-2006. Penulis juga aktif dalam Persekutuan
Okuimene Protestan Katolik (POPK) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, dan
Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) pada komisi kesenian. Penulis juga pernah
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas Karunia dan
Penyertaan-Nya bagi Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ” Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan Peternakan (Kasus Kelompok Peternak
Babi di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara)”.
Skripsi merupakan tugas akhir akademik sebagai syarat penyelesaian studi pada
Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna untuk itu Penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini berguna untuk kemajuan petenakan khususnya dalam penyuluhan
peternakan. Akhir kata Penulis mengucapakan banyak terima kasih.
Bogor, Agustus 2006
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT... iii
Populasi dan Sampel………... 16
Desain Penelitian... 16
Data dan Instrumen………... 16
Pengumpulan Data………... 18
Analisis Data………... 18
Penyuluhan di Daerah Penelitian... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor Internal Peternak... 22
Faktor Eksternal Peternak... 29
Partisipasi... 32
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Berdasarkan Umur... 22
2. Berdasarkan Jenis Kelamin... 22
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 43
Saran... 43
UCAPAN TERIMA KASIH... 44
DAFTAR PUSTAKA... 45
3. Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 23
4. Berdasarkan Pendapatan... 23
5. Berdasarkan Pengalaman... 24
6. Berdasarkan Tanggungan... 25
7 Berdasarkan Partisipasi dalam Kelompok... 26
8. Kehadiran Peternak/Anggota Kelompok dalam Kegiatan Kelompok... 26
9. Berdasarkan Jumlah Ternak ... 27
10. Berdasarkan Luas Lahan... 28
11. Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan... 28
12. Tingkat Kesulitan Berinteraksi dengan Penyuluh... 29
13. Sikap Penyuluh……….. 30
14. Pengikutsertaan Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan……….. 30
15. Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan……… 32
16. Tingkat Partisipasi dalam Pelaksanaan Program Penyuluhan... 33
17. Tanggapan Peternak Terhadap Peran Penyuluh... 34
18. Tanggapan Peternak Terhadap Materi Penyuluhan... 35
19. Tanggapan Peternak Terhadap Manfaat Penyuluhan... 35
20. Partisipasi Peternak dalam Evaluasi……….. 36
21. Nilai Korelasi Rank Spearman Antara Faktor Internal dan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi dalam Penyuluhan... 37
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Surat Keputusan Pembimbing Skripsi... 47
3. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman... 49
PENDAHULUAN Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari 17.000 pulau
penduduk lebih dari 220 juta orang tergolong negara terbesar keempat di dunia ditinjau
dari jumlah penduduk. Indonesia juga negara kaya ditinjau dari sumber daya alam
sehingga diperkirakan tergolong negara terbesar kelima dilihat dari sumberdaya alam.
Jumlah penduduk yang banyak merupakan potensi yang besar tetapi juga
merupakan beban yang berat. Kebutuhan pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan
yang paling mendesak adalah kebutuhan lapangan kerja baru yang banyak harus tersedia
setiap tahun. Justru masalah lapangan kerja baru dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat merupakan tantangan yang dihadapi oleh banyak negara, terutama negara
berkembang termasuk Indonesia. Hal ini hanya akan dapat diatasi jika dapat dicapai
kemajuan pada berbagai bidang terutama bidang ekonomi, teknologi, dan sosial.
Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Salah
satu sub sektor Pertanian yang tidak terpisahkan adalah peternakan. Pembangunan
peternakan memiliki arti penting dan strategis dalam memenuhi kebutuhan masyarakat,
baik dari segi pendapatan maupun kebutuhan pangan yang terus meningkat seiring
meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ketahun.
Sektor peternakan mengalami permasalahan, salah satunya permasalahan yang
timbul adalah: berkurangnya kebutuhan bekerja disektor peternakan terutama bagi
golongan usia muda. Kondisi minimnya keterlibatan golongan usia muda di pedesaan
pada sektor peternakan disebabkan oleh penerapan teknologi peternakan. Penerapan
teknologi baru pada sektor peternakan dilakukan untuk mengimbangi pertambahan
penduduk yang cepat guna tercapainya produktivitas peternakan.
Pengembangan usaha peternakan tidak bisa dilepaskan dari dukungan pemerintah.
Dukungan pemerintah yang terus mendorong pengembangan usaha peternakan agar
peranannya dapat menambah pendapatan masyarakat dan dapat memenuhi kebutuhan
protein hewan bagi masyarakat dapat terus meningkat dan berkesinambungan. Sebagai
salah satu usaha untuk tetap dapat mempertahankan dan mengembangkan usaha
peternakan adalah adanya penyuluhan.
Penyuluhan memiliki peranan yang penting dalam pembangunan peternak.
Penyuluhan diharapkan dapat menimbulkan perubahan yang diinginkan oleh peternak.
keterampilan (psikomotorik) peternak sehingga mereka mampu berternak dan berusaha
ternak lebih baik dan menguntungkan.
Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, sebagai salah satu desa yang
mengembangkan berbagai jenis ternak. Ternak yang dipelihara terdiri dari ternak babi,
sapi, ayam, kerbau dan kuda yang telah mampu menjadi sumber pendapatan bagi
peternak dan keluarganya. Untuk itu perlu dikembangkan suatu kegiatan penyuluhan
yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta melibatkan masyarakat
desa dalam kegiatan penyuluhan yang bertujuan untuk pengembangan usaha peternakan.
Salah satu komotidi peternakan yang potensial di desa tersebut adalah ternak babi.
Memelihara ternak babi selain dapat memberi keuntungan, ternak babi dapat juga
dipelihara di daerah tropis atau di daerah beriklim sedang. Kegunaan dari ternak babi
bermacam-macam akan tetapi manfaat yang paling dominan adalah menghasilkan daging
babi (pork). Daging yang dihasilkan oleh ternak babi dapat memenuhi satu atau dua
kebutuhan daging babi yang dapat dikonsumsi oleh peternak dan keluarganya serta dapat
dijual sebagai salah satu sumber pendapatan. Ternak babi berdasarkan peta data di dunia
menduduki peringkat kedua setelah sapi dalam menyumbang protein hewan. Sedangkan
di Indonesia ternak babi merupakan peringkat ketiga setelah ternak sapi dan unggas
(Siagian, 2002).
Selain itu hasil ikutan dari ternak babi juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi
yaitu kulit babi dan bulu babi, dimana kulit babi sangat diperlukan untuk bahan pabrik
kulit sedangkan bulunya dapat digunakan untuk berbagai kegunaan seperti dapat
membuat sikat. Kotoran ternak babi juga dapat digunakan sebagai pupuk dalam
perkebunan dan untuk tanaman. Ternak babi juga dapat digunakan sebagai hewan untuk
penelitian.
Partisipasi masyarakat dalam pengembangan usaha ternak babi meliputi
pengetahuan, pemikiran, ikut merencanakan, melaksanakan, menikmati keberhasilan dan
menikmati hasil dari usaha yang dilakukan. Dalam hal ini, ada dua faktor penting yang
mempengaruhi masyarakat di daerah pedesaaan terhadap usaha peternakan yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam
Perumusan Masalah
Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan usaha peternakan adalah
masyarakat sebagai tenaga kerja, dimana masyarakat harus memiliki pandangan yang
benar tentang usaha peternakan dan memiliki motivasi yang tinggi dalam melakukan
pekerjaannya, maka usaha tersebut akan menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas
tinggi, sehingga secara tidak langsung akan dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan
pelanggan/konsumen. Partisipasi masyarakat memegang peranan penting dalam usaha
pengembangan ternak babi, dimana partisipasi masyarakat terhadap program penyuluhan
yang sudah dilaksanakan maupun yang akan dilaksanakan menentukan keberhasilan
program penyuluhan dan keberhasilan yang akan dicapai melalui penyuluhan dalam
pengembangan usaha peternakan yang berdampak pada peningkatan kualitas sumber
daya peternak dan pendapatan peternak.
Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat desa dalam penyuluhan
peternakan?
2. Faktor – faktor apa yang mempengaruhi partisipasi masyarakat desa dalam
penyuluhan peternakan?
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tingkat partisipasi masyarakat desa dalam penyuluhan
peternakan.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat desa
dalam penyuluhan peternakan.
Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat berguna sebagai:
1. Bahan pertimbangan atau masukan bagi pemerintah setempat dalam
mengembangkan usaha peternakan melalui penyuluhan yang melibatkan
partisipasi masyarakat desa.
2. Penelitian dapat menjadi sarana yang efektif dalam menambah pengetahuan
dan wawasan, khususnya dibidang penyuluhan peternakan.
3. Bagi pihak yang melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan
dengan dampak partisipasi peternak dalam penyuluhan terhadap usaha
peternakan.
Kegiatan penyuluhan merupakan bagian dari usaha yang dilakukan pemerintah
sebagai upaya pengembangan usaha peternakan. Keberhasilan penyuluhan ditentukan
oleh bagaimana masyarakat memandang, menilai, dan ikut serta dalam kegiatan
penyuluhan. Penyuluhan yang dilakukan harus sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
dari peternak atau sasaran.
Keterlibatan masyarakat dengan kegiatan penyuluhan dalam rangka pembangunan
peternakan sangat dibutuhkan, dimana peternak merupakan sasaran dari penyuluhan yang
dilaksanakan. Peternak merupakan sumber yang paling tepat dalam penyusunan,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan monitoring kegiatan penyuluhan serta
pengembangan program penyuluhan.
Partisipasi peternak dalam penyuluhan dapat memberikan gambaran akan
keinginan, kemauan dan kesempatan yang ada baik pada diri peternak maupun penyuluh.
Partisipasi peternak terhadap penyuluhan tidak terlepas dari faktor-faktor yang melekat
dalam diri peternak yang mempengaruhi tingkat partisipasi dari masyarakat atau peternak
terhadap penyuluhan.
Terdapat hubungan antara faktor yang melekat pada individu (usia, tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan) dengan tingkat kemampuan dan kemauan peternak untuk
berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan. Kemampuan dapat diperoleh dari pengalaman
sehari-hari khususnya yang berkaitan dengan pengalaman dalam peternakan yang mampu
membentuk kemauan peternak untuk berpartisipasi.
Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku individu, makin tinggi
pendidikan yang diperoleh seseorang selama hidupnya maka akan memberikan
peningkatan kemampuan dan kemauan peternak untuk berpartisipasi. Tingkat pendapatan
sesorang mempengaruhi motivasi dari sasaran untuk berpartisipasi dalam kegiatan
penyuluhan.
Tingkat partisipasi peternak dipengaruhi oleh faktor-faktor internal yang dimiliki
peternak yang berhubungan dengan partisipasinya dalam kegiatan penyuluhan. Penelitian
yang dilakukan lebih menyoroti partisipasi peternak guna menemukan jawaban atas
pertanyaan tentang bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dan faktor-faktor yang
oleh faktor yang melekat dalam diri individu. Berikut disajikan pada gambar 1 bagan
hubungan antar peubah dengan partisipasi.
Faktor Internal Faktor Eksternal
- Umur - Interaksi dengan Penyuluh
- Pendidikan - Interaksi dengan Pedagang/Pengumpul
- Pendapatan - Ketersediaan Sistem Pasar
- Jenis kelamin - Ketersediaan Informasi
- Tanggungan
- Pengalaman beternak
- Jumlah Ternak
- Luas Lahan
- Kegiatan Sosial/Kelembagaan/Kelompok
Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan
- Perencanaan Program Penyuluhan
- Pelaksanaan Program Penyuluhan
- Evaluasi Program Penyuluhan
Usaha Ternak Meningkat
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran
Faktor yang diteliti
Faktor yang tidak diteliti
Penyuluhan Pengertian Penyuluhan
Kartasapoetra (1991), menyatakan bahwa penyuluh dalam arti umum merupakan
suatu ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu dan
masyarakat agar dengan terwujudnya perubahan tersebut dapat tercapai apa yang
diharapkan sesuai dengan pola atau rencananya. Penyuluhan dengan demikian merupakan
suatu sistem pendidikan yang bersifat non formal atau suatu sistem pendidikan diluar
sistem persekolahan yang biasa, dimana orang ditunjukkan cara-cara mencapai sesuatu
dengan memuaskan sambil orang itu tetap mengerjakan sendiri.
Sementara itu Samsudin dalam Sadly (2004), memberikan pengertian penyuluhan
pertanian sebagai suatu cara atau usaha pendidikan yang bersifat non-formal untuk para
petani dan keluarganya di pedesaan. Penyuluhan pertanian mengandung arti aktivitas
pendidikan diluar bangku sekolah (non-formal) yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Selalu berhubungan dengan masyarakat petani di pedesaan yang sesuai
dengan kepentingan atau kebutuhan pada waktu tertentu.
2. Menggunakan cara-cara dan metode pendidikan khusus yang disesuaikan
dengan sifat, perilaku, dan kepentingan petaninya.
3. Keberhasilan pelaksanaannya memerlukan bantuan berbagai aktivitas baik
yang langsung menunjang pendidikan itu maupun yang tidak langsung.
4. Pelaksanaan pendidikan non-formal ini dilangsungkan dalam suasana
kooperasi dan toleransi, musyawarah untuk memecahkan masalah yang
berkaitan dengan pelaksanaan usaha tani.
Menurut Sastraatmadja (1986), penyuluhan pertanian atau peternakan merupakan
pendidikan non-formal yang ditujukan kepada petani atau peternak beserta keluarganya
yang hidup di pedesaan dengan membawa dua tujuan utama yang diharapkan.
Peran Penyuluh
Mengutip pernyataan Susanto dalam Maharani (2005) peran penyuluh
Pertanian didalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi perlu secara jelas
keterkaitannya dengan kelembagaan formal dan tidak formal akan cenderung
menguntungkan petani.
Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), peran penyuluh pertanian diharapkan
dapat menampilkan diri sebagai: (1) sumber informasi bagi para petani tentang
pembangunan pertanian (segi mikro) atau hal yang bersifat sebagai masukan bagi petani
dalam pengambilan keputusan, (2) pendidik petani dalam rangka peningkatan
intelegensia dan peningkatan kepercayaan pada diri sendiri, (3) penghubung dari/kepada
sumber informasi, khususnya yang bersifat teknik, ekonomi, manajemen dan
kemasyarakatan, (4) katalisator dan dinamisator para petani-ternak dalam rangka
meningkatkan kerjasama, baik pada tingkat kelompok tani maupun pada tingkat koperasi,
(5) penasehat/konsultan usahatani yang disesuaikan dengan kondisi sasaran, dan (6)
pelatih dalam keterampilan khusus.
Metode Penyuluhan
Metode penyuluhan pertanian atau peternakan dapat digolongkan berdasarkan
teknik komunikasi yaitu metode penyuluhan langsung dan tidak langsung, berdasarkan
jumlah sasaran yang dicapai yaitu metode berdasarkan pendekatan massal, pendekatan
kelompok dan pendekatan individual dan berdasarkan indera penerima sasaran yaitu
melalui penglihatan, pendengaran dan melalui kombinasi beberapa macam indera
penerima (Suriatna,1988).
Menurut Nasution (2002), dalam pandangan masyarakat yang menjadi sasaran
penyuluhan atau penyebarserapan inovasi, ada lima atribut yang menandai setiap gagasan
atau cara-cara baru yang dimaksud yaitu:
1. Keuntungan-keuntungan relatif (relative advantages); yaitu apakah cara-cara
atau gagasan baru ini memberikan sesuatu keuntungan relatif bagi mereka
yang akan menerimanya.
2. Keserasian (compability); yaitu apakah inovasi yang hendak didifusikan itu
serasi dengan nilai-nilai, sistem kepercayaan, gagasan yang lebih dahulu
diperkenalkan sebelumnya, kebutuhan, selera, adat-istiadat, dan sebagainya
3. Kerumitan (complexity); yakni apakah inovasi tersebut dirasakan rumit. Pada
umumnya masyarakat tidak atau kurang berminat pada hal-hal yang rumit,
sebab selain sukar untuk dipahami, juga cenderung dirasakan merupakan
tambahan beban yang baru.
4. Dapat dicobakan (trialability); yaitu bahwa suatu inovasi akan lebih cepat
diterima, bila dapat dicobakan dulu dalam ukuran kecil sebelum orang
terlanjur menerimanya secara menyeluruh. Ini adalah cerminan prinsip
manusia yang selalu ingin menghindari suatu risiko yang besar dari
perbuatannya.
5. Dapat dilihat (observability); jika suatu inovasi dapat disaksikan dengan mata,
dapat dilihat langsung hasilnya, maka orang akan lebih mudah untuk
mempertimbangkan untuk menerimanya, ketimbang bila inovasi itu berupa
sesuatu yang abstrak, yang hanya dapat diwujudkan dalam pikiran atau hanya
dapat dibayangkan.
Partisipasi Pengertian Partisipasi
Soetrisno dalam Sadly (2004), menyatakan bahwa partisipasi adalah kemauan
masyarakat untuk mendukung secara mutlak program-program yang dirancang dan
ditentukan tujuannya oleh pemerintah. Pengertian tersebut menimbulkan kesan bahwa
ada subordinasi dalam suatu sistem, dimana perencana pembangunan yang dalam hal ini
adalah pemerintah menjadi pihak yang menempati hierarki yang tertinggi dan masyarakat
merupakan pihak yang menempati hierarki yang terendah. Hal ini menyebabkan adanya
eksploitasi terhadap masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan.
Partisipasi Masyarakat
Secara sederhana, partisipasi dapat diartikan sebagai peran serta seseorang atau
sekelompok masyarakat dalam satu kegiatan yang jika dikaitkan dengan pembangunan
maka yang dimaksud adalah peran serta pembangunan. Partisipasi merupakan bentuk
perilaku. Untuk dapat berperilaku tertentu ada dua hal yang mendukung, yaitu (1) ada
iklim atau lingkungan yang memungkinkan terjadi perilaku tertentu. (Ndraha, dalam
Maharani, 2005).
Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999), partisipasi petani dapat dan sering
dicapai secara informal. Agen penyuluhan dapat mendengarkan dengan seksama berbagai
tipe petani diwilayah kerja, dengan tujuan memahami kebutuhan, tujuan serta peluang
mereka. Agen penyuluhan dapat dan seharusnya belajar dari pengalaman petani yang
berhasil serta menggunakan informasi ini untuk mengolah pesan-pesan penyuluhan yang
diinginkan pada situasi setempat. Partisipasi memungkinkan perubahan-perubahan yang
lebih besar dalam cara berpikir manusia.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi menurut Pangestu (1995) adalah
sebagai berikut:
1. Faktor internal yang mencakup karateristik individu yang dapat mempengaruhi
individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karateristik individu
mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah pendapatan,
dan pengalaman berkelompok.
2. Faktor eksternal meliputi hubungan pengelola proyek dengan sasaran dan
pelayanan kegiatan. Hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek
dengan sasaran dapat mempengaruhi partisipasi karena sasaran akan dengan
sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola positif dan
menguntungkan mereka. Selain itu bila didukung dengan pelayanan pengelolaan
kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tidak akan
ragu-ragu untuk berpartisipasi dalam kegiatan proyek tersebut.
Soekanto (2000), menyatakan bahwa pelapisan masyarakat pertanian atau
pedesaaan pada dasarnya didasarkan kepada luas lahan yang dikuasai. Lapisan atas
mempunyai derajat partisipasi dalam suatu kegiatan pembangunan pertanian terkait
dengan adanya adopsi dan inovasi, mereka merupakan pihak yang paling berani
mengambil resiko dan mempunyai modal yang cukup untuk menerapkan inovasi. Pada
luas lahan yang dikuasai seseorang, partisipasi lebih didasarkan pada tingkat pendidikan
dan pengetahuan yang dimiliki.
Slamet dalam Arifah (2002), menyatakan bahwa cepat lambatnya proses adopsi
inovasi oleh individu sangat dipengaruhi oleh ciri-ciri pribadi yang terdiri dari: (1) umur;
(2) pendidikan; (3) status sosial ekonomi; (4) pola hubungan (lokalit atau komposit); (5)
keberanian mengambil resiko; (6) sikap terhadap perubahan; (7) motivasi berkarya; (8)
aspirasi; (9) fatalisme; dan (10) diaknotisme.
Menurut Sastropoetro (1986) dalam partisipasi bahwa unsur-unsur penting dan
turut menentukan tingkat partisipasi adalah:
1. Komunikasi yang menumbuhkan pengertian yang efektif/berhasil.
2. Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian
yang menumbuhkan kesadaran.
3. Kesadaran yang didasarkan kepada perhitungan dan pertimbangan.
4. Enthousiasme yang menumbuhkan spontanitas, yaitu kesediaan melakukan
sesuatu yang tumbuh dari dalam lubuk hati sendiri tanpa dipaksa orang lain.
5. Adanya rasa tanggungjawab terhadap kepentingan bersama.
Bentuk Partisipasi
Yadau dalam Asngari (2001), mengemukakan bentuk partisipasi peternak dapat
dilihat dari beberapa aspek antara lain: pengambilan keputusan, pelaksanaan, menikmati
hasil dan evaluasi. Davis dalam Handayani (2005), menyatakan bahwa ada delapan
bentuk partisipasi yaitu: konsultasi dalam bentuk jasa, sumbangan berupa uang atau
barang, mendirikan proyek berdikari yang dananya dari dermawan, mendirikan proyek
berdikari yang dana dari masyarakat, sumbangan dalam bentuk kerja aksi massal
mengerjakan proyek secara sukarela, mengadakan pembangunan dan membangun proyek
Jenis-jenis Partisipasi
Ada empat jenis partisipasi yang dikemukakan oleh Pamudji (1997) yaitu:
1. Partisipasi dalam perencanaan kegiatan yaitu: keterlibatan dalam bentuk
kehadiran, menyampaikan pendapat, dan pengambilan keputusan tentang segala
sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.
2. Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan yaitu keterlibatan dalam bentuk
penyediaan dana, pengadaan sarana, dan korbanan waktu/tenaga sejak persiapan
kegiatan, pelaksanaan dan paska pelaksanaan kegiatan yang berupa pemeliharaan
hasil-hasil kegiatan.
3. Partisipasi dalam pengendalian kegiatan (monitoring, pengawasan dan evaluasi)
yaitu keterlibatan warga masyarakat dalam bentuk: penyusunan pedoman
pengendalian (meliputi survey partisipatif), pengumpulan data (melalui survey
partisipatif) dan penilaiannya (melalui penilaiaan partisipatif).
4. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan yaitu : keterlibatan masyarakat
dalam bentuk pemanfaatan hasil kegiatan.
Pendekatan Penyuluhan dan Partisipasi Peternak
Menurut Wardojo (1992), beberapa pendekatan penyuluhan yang dikenal di
Indonesia yakni:
1. Pendekatan umum adalah pendekatan penyuluhan pertanian ini diterapkan pada
peningkatan produksi prioritas padi, jagung, kedelai, dan ayam buras, dan
peternakan lainnya.
2. Pendekatan komoditas adalah pendekatan ini antara lain melalui pola PIR-BUN
dan perikanan.
3. Pendekatan latihan dan kunjungan adalah penyelenggaraan pendekatan ini
terutama pada upaya peningkatan produksi tanaman padi dalam program Bimas.
4. Pendekatan partisipatif, diterapkan pada petani kecil, wanita tani, dan proyek
P4K.
5. Pendekatan proyek adalah penyelenggaraannya antara lain pada usaha tani lahan
6. Pendekatan sistem usaha tani antara lain dilakukan pada usaha tani lahan kering
dan usaha tani konservasi. Semua pendekatan itu menggunakan pendekatan
kelompok.
Pembangunan Desa
Pokok-pokok Kebijaksanaan Pelaksanaan
Pokok-pokok kebijaksanaan dalam pelaksanaan pembangunan desa, maka tidak
dapat diabaikan pengertian, latar belakang, pendekatan, konsep maupun
kenyataan-kenyataan kondisi masyarakat didaerah yang berbeda dikaitkan dengan masalah
keterpaduan yang sangat penting artinya bagi pembangunan desa. Menurut Sajogyo dan
Pudjiwati (1980) prinsip- prinsip pembangunan desa meliputi:
a. Imbangan kewajiban yang serasi antara pemerintah dengan masyarakat.
b. Dinamis dan berkelanjutan.
c. Menyeluruh, terpadu dan terkoordinasi.
Pokok-pokok kebijaksanaan pembangunan desa meliputi:
a. Pemanfaatan sumber daya manusia dan potensi alam.
b. Pemenuhan kebutuhan esensial masyarakat.
c. Peningkatan prakarsa dan swadaya gotong royong masyarakat.
d. Pengembangan tata desa yang teratur dan serasi.
Objek dan subjek pembangunan desa adalah desa secara keseluruhan yang meliputi
segala potensi manusia, alam dan teknologi, serta yang mencakup segala aspek
kehidupan dan usaha yang dilakukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut Rejeki dan Herawati (1999), penyuluhan pembangunan sebagai bentuk
komunikasi manusia yang lebih mengarah pada keterlibatan manusia secara langsung
sehingga tujuan dari suatu penyuluhan lebih mudah dicapai. Komunikasi yang efektif
adalah melalui komunikasi yang terjadi secara interpersonal, terutama yang
menghadirkan dan melibatkan komunikator dan komunikan yang baik psikis maupun
Usaha Peternakan Tipologi Usaha Peternakan
Usaha peternakan adalah usaha dibidang peternakan yang dapat diselenggarakan
dalam bentuk peternakan rakyat dan perusahaan peternakan (Dinas Peternakan, 2000
dalam Suhendar, 2004).
Menurut Soehadji dalam Annisa (2005), tipologi usaha peternakan dibatasi
berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak dan diklasifikasikan kedalam
kelompok berikut:
1. Peternakan sebagai usaha sambilan, dimana ternak sebagai usaha sambilan untuk
mencukupi kebutuhan sendiri (subsistence) dengan tingkat pendapatan dari usaha
ternak kurang dari 30%.
2. Peternakan sebagai cabang usaha, dimana petani peternak mengusahakan
pertanian campuran (mixed farming) yang melibatkan ternak sebagai cabang
usaha dengan tingkat pendapatan dari usaha ternak 30-70% (semi komersial atau
usaha terpadu).
3. Peternakan sebagai usaha pokok, dimana peternak mengusahakan ternak sebagai
usaha pokok dan komoditi pertanian lainnya sebagai usaha sambilan (single
comodity), dengan tingkat pendapatan usaha ternak 70%-100%.
4. Peternakan sebagai usaha industri, dimana komoditas ternak diusahakan secara
khusus (specialized farming) dengan tingkat pendapatan usaha ternak 100%
(komoditi pilihan).
Pengembangan Usaha
Menurut Riyanto dalam Suhendar (2004), pengembangan usaha merupakan suatu
proses menuju tercapainya keadaan dewasa dan mapan (mantap), baik dari segi fisik
maupun finansial.
Pengembangan dilakukan untuk meningkatkan hasil yang diperoleh dengan jalan
(menambah/mengurangi) sumber daya. Umumnya dilakukan apabila target produksi yang
ditetapkan telah tercapai dan untuk meningkatkan produksi maka jalan yang ditempuh
Ternak Babi
Menurut Aksi Agraris, Kanisius (1980), ternak babi adalah merupakan salah satu
sumber daging dan untuk pemenuhan sumber gizi yang sangat efisien diantara
ternak-ternak yang lain, sehingga arti ekonomi sebagai ternak-ternak potong cukup tinggi. Hal ini
antara lain adalah karena:
1. Babi memiliki konversi terhadap makanan yang cukup tinggi. Semua bahan
makanan bisa diubah menjadi daging, lemak dengan sangat efisien. Menurut
Goodwin dalam Kanisius (1980), untuk pembentukan 1 kg daging rata-rata
diperlukan 3,5 kg makanan.
2. Ternak babi sangat peridi (prolific), satu kali beranak bisa 6-12 ekor, dan setiap
induk bisa beranak dua kali dalam satu tahun.
3. Persentase karkas babi cukup tinggi, bisa mencapai 65-80%, sedangkan
persentase karkas sapi hanya 50-60%, domba dan kambing 45-55%, kerbau 38%.
4. Daging babi kandungan lemaknya lebih tinggi, sehingga nilai energinya pun lebih
tinggi, sedang kadar air lebih rendah.
5. Ternak babi sangat efisien dalam mengubah sisa-sisa makanan serta hasil ikutan
pertanian, pabrik dan lain sebagainya.
6. Ternak babi mudah beradaptasi terhadap sistem pemakaian alat-alat perlengkapan
kandang seperti tempat minum dan makan yang otomatis, sehingga biaya lebih
bisa dihemat, karena tenaga buruh bisa dikurangi.
Disamping segi-segi ekonomis yang menguntungkan, usaha ternak babi juga tak
lepas dari segi-segi yang kurang menguntungkan, yaitu:
1. Sesuai dengan sosial budaya manusia, tidak semua orang makan daging babi.
Dalam hal ini tidak seperti halnya daging ayam dan lain-lain yang bisa diterima
oleh segala lapisan masyarakat. Usaha ternak babi tidak bisa diusahakan
disembarang tempat atau tidak semudah usaha ternak-ternak lain.
2. Sesuai dengan sistem alat pencernaannya yang sangat sederhana
(non-ruminansia), maka ternak babi harus banyak makan dari bahan konsentrat dan
hijauan dalam jumlah yang kecil saja.
3. Ternak babi sangat peka terhadap infeksi dari berbagai jenis penyakit dan parasit.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan selama satu setengah bulan mulai pertengahan bulan
Februari sampai akhir bulan Maret 2006 di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli
Utara, Propinsi Sumatera Utara.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat peternak babi didaerah
Siborong-borong, Kecamatan Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara. Sampel yang diambil
sebanyak 31 orang dengan menggunakan metode bahan acak sederhana.
Desain Penelitian
Penelitian ini menerapkan penelitian survai yang berbentuk deskriptif dan
korelasional. Deskriptif digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang umum kemudian
korelasional digunakan untuk menjelaskan hubungan antar peubah. Survai dilakukan
dengan metode wawancara dengan panduan kuisioner.
Data dan Instrumen Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data yang diolah lebih lanjut yaitu data
primer dan data sekunder. Data yang dikumpulkan dari para peternak adalah data primer
melalui wawancara dengan panduan kuesioner. Sedangkan data sekunder diambil dari
bahan rujukan, buku, dan data yang diperoleh dari kantor peternakan Kabupaten Tapanuli
Utara. Data sekunder yang diambil berupa (1) kondisi daerah penelitian, (2) jumlah
populasi ternak dan peternak, dan (3) jumlah penyuluh.
Instrumen
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang mencakup partisipasi peternak
dalam perencanaan program penyuluhan, pelaksanaan program penyuluhan, dan evaluasi
dikategorikan kedalam variabel yaitu (1) variabel karakteristik individu peternak, (2)
variabel eksternal peternak dan (3) variabel partisipasi peternak.
Validitas dan Reliabilitas Instrumen Validitas
Validitas dalam penelitian dari jawaban kuesioner digunakan rumus teknik
korelasi product moment dan angka korelasi yang diperoleh dibandingkan dengan angka
kritik tabel korelasi nilai r. Rumus teknik nilai korelasi product moment menurut Ancok
dalam Singarimbun dan Effendi (1989) adalah sebagai berikut:
(
) (
)
Perhitungan validitas dengan menggunakan rumus korelasi product moment di
atas pada pertanyaan yang ditanyakan pada kuesioner penelitian memiliki nilai validitas
yang cukup tinggi.
Reliabilitas
Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu
hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih.
Reliabilitas dapat juga diartikan sebagai indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai
dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif
konsisten, maka alat tersebut reliabel. Reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat
Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara,
Propinsi Sumatera Utara. Data dikumpulkan melalui:
1. Pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan menggunakan
kuesioner.
2. Pengumpulan data sekunder dari bahan rujukan, buku, dan data yang diperoleh
dari kantor peternakan Kabupaten Tapanuli Utara.
Analisis Data Analisis Korelasional
Data primer yang terkumpul diolah dengan memakai uji statistik Rank Spearman
dengan menggunakan program komputer SPSS for windows. Rumus korelasi peringkat
Rank Spearman yang di gunakan adalah sebagai berikut:
(
)
Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang umum, yaitu
kondisi masyarakat di desa Siborong-borong. Selain itu analisis deskriptif digunakan
untuk menjelaskan tingkat partisipasi masyarakat dalam penyuluhan peternakan yang ada
selama ini di Kabupaten Tapanuli Utara.
Definisi Istilah
1. Kantor Peternakan adalah lembaga pemerintah yang mempunyai tugas untuk membangun dan mengembangkan subsektor peternakan.
3. Kegiatan Penyuluhan adalah semua aktivitas yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengembangan program penyuluhan.
4. Pelaksanaan Kegiatan adalah implementasi atau aplikasi dari program yang sudah direncanakan terlebih dahulu
5. Pembangunan Peternakan adalah usaha yang dilakukan untuk mengubah kondisi peternakan dari keadaan sekarang yang kurang baik menjadi kondisi baik
yang diinginkan untuk meningkatkan kesejahteraan peternak dan masyarakat.
6. Pendidikan adalah lamanya responden duduk di bangku sekolah formal.
7. Pengembangan Usaha adalah kegiatan pertambahan produksi terhadap kekurangan yang ada pada usaha peternakan.
8. Penyuluhan adalah proses komunikasi yang disengaja untuk memberikan informasi yang berguna untuk membantu peternak atau mahasiswa membentuk
pendapat yang sehat dan dapat mengambil keputusan yang benar.
9. Peternakan adalah jenis usaha hewan yang mencakup semua jenis ternak yang ada dan tidak hanya didasarkan pada kuantitas atau jumlah dan tingkat
kontribusinya dalam pembangunan.
10.Prioritas Usaha adalah posisi peternakan dipandang sebagai sumber pendapatan utama atau sampingan dalam kehidupan sehari-hari.
11.Tingkat Partisipasi adalah sering-tidaknya/frekuensi (dalam angka) peternak turut serta dalam setiap kegiatan penyuluhan.
KEADAAN UMUM LOKASI
Kondisi Daerah Penelitian
Kabupaten Tapanuli Utara secara geografis terletak di bagian tengah Sumatera
Utara pada 10 201-20 411 Lintang Utara dan 980 051- 990 161 Bujur Timur dan diapit oleh 5
(lima) Kabupaten yakni : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Toba
Samosir, sebelah Timur dengan Kabupaten Tapanuli Selatan dan Sebelah Barat dengan
Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Humbang Hasundutan.
Kabupaten Tapanuli Utara memiliki luas wilayah 3.793,71 km2 termasuk
didalamnya luas perairan Danau Toba yang berada di Kecamatan Muara, wilayah
tersebut terdiri dari: lahan sawah 30.376 ha dan lahan kering 348.788 ha, dimana wilayah
darat digunakan untuk pemukiman, sarana/prasarana sosial, ekonomi dan budaya yang
berada di 15 Kecamatan dengan jumlah penduduk 260.471 jiwa. Menurut potensi diatas
bahwa Kabupaten Tapanuli Utara sangat berpeluang besar sebagai daerah Pembangunan
Peternakan yang disesuaikan dengan sumber daya dan tradisinya.
Penyuluhan di Daerah Penelitian
Penyuluhan di desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara dilaksanakan
oleh Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) berbasis peternakan yang berada dibawah Dinas
Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tapanuli Utara. Penyuluhan yang dilaksanakan
diarahkan kepada pemanfaatan sumber daya yang ada (SDM, SDA dan Sumber daya
sarana/teknologi, serta sumber daya kelompok) secara optimal sehingga dapat
mendukung program pemerintah.
Faktor-faktor yang mendukung dalam membangun usaha peternakan di
Kabupaten Tapanuli Utara adalah: produksi pertanian yang digunakan sebagai sumber
pakan ternak yang merupakan salah satu faktor pendukung dalam pengembangan ternak
babi, karena rata-rata atau sebagian besar peternak di desa Siborong – borong dalam
pemeliharaan dan produksi ternak babi masih menggunakan cara tradisional, di mana,
upaya peningkatan genetik ternak terdapat pendukung kegiatan yaitu pos Inseminasi
Buatan (IB) yang berlokasi di Kecamatan Siborong-borong, dalam pengembangan ternak
babi, peternak di Kabupaten Tapanuli Utara telah melakukan pengawinan melalui kawin
suntik Inseminasi Buatan (IB). Untuk melayani kesehatan hewan terdapat pos kesehatan
hewan yang berlokasi di Kecamatan Siborong-borong yang ditangani oleh dokter hewan
yang dibantu oleh petugas teknis peternakan.
Penyediaan bibit ternak, di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara terdapat Balai
Pembibitan Ternak Unggul Nasional (BPTUN) ternak babi dan kerbau Sinur
Siborong-borong. Dalam upaya pembinaan dan pengembangan usaha peternakan di Tapanuli Utara,
Dinas Perikanan dan Peternakan memiliki petugas teknis peternakan yang ada saat ini
adalah :
1. Dokter hewan = 3 orang
2. Sarjana Peternakan = 5 orang
3. Mantri hewan = 7 orang
4.PPL berbasis peternakan = 9 orang
Petugas teknis peternakan yang ada sangat minim untuk melayani bidang
peternakan di 15 Kecamatan di Tapanuli Utara. Disamping itu pengetahuan tentang
HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor Internal Peternak Umur
Peternak mempunyai kisaran umur antara 25 sampai 66 tahun. Hasil yang
diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Berdasarkan Umur
Umur peternak (tahun) Persentase (%)
25 – 30 6,56
31 – 36 16,12
37 – 42 29,03
43 – 48 9,67
49 – 54 9,67
55 – 60 22,58
61 – 66 6,45
Total 100,00
Tabel 1 menunjukkan bahwa peternak yang berusia 37 – 42 tahun dan peternak
yang berusia 55 – 60 tahun lebih banyak jumlahnya apabila dibandingkan dengan umur
peternak yang lainnya masing – masing 29,03 % dan 22, 58 %.
Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin tidak mempengaruhi masyarakat untuk bertani-ternak.
Hal ini dapat terlihat dari jumlah peternak laki – laki sebanyak 20 orang (64,51 %) dan
jumlah wanita 11 orang (35,48 %) dari total responden penelitian yang dilakukan.
Perbedaan jumlah peternak laki- laki dan perempuan dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 2. Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Persentase (%)
Laki – Laki 64,51
Perempuan 35,48
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan peternak dilihat dari pendidikan formal terakhir yang
diperoleh. Jenjang pendidikan dikategorikan dari tingkat pendidikan terendah yaitu
tamatan Sekolah Dasar (SD) sampai lulusan dari perguruan tinggi atau sarjana.
Tabel 3. Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pendidikan Teakhir Persentase (%)
SD 19,35
SLTP 35,48
SLTA 41,93
Sarjana 3,22
Total 100,00
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan peternak lulusan SD
sebanyak 6 orang (19,35%) dan lulusan SLTP sebanyak 11 orang (35,48%). Tingkat
pendidikan peternak yang lulus SLTA sebanyak 13 orang (41,93%) sedangkan peternak
lulusan perguruan tinggi hanya 1 orang (3,22%). Dari data yang diperoleh semua
peternak pernah mengenyam tingkat pendidikan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa
peternak masih punya keinginan yang kuat untuk belajar guna memperbaiki tingkat
kehidupan kearah yang lebih baik.
Pendapatan
Tingkat pendapatan peternak perbulannya didasarkan pada jumlah uang yang
diperoleh dari usaha tani-ternak yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari dan biaya lainnya.
Tabel 4. Berdasarkan Pendapatan Penghasilan (Rp) Persentase (%)
400.000 – 600.000 51,61
700.000 – 900.000 22,58
1.000.000 – 1.500.000 25,80
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pendapatan peternak secara umum dari Rp
400.000 – 600.000. Pendapatan peternak setiap bulannya masih tergolong cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari akan tetapi untuk keperluan lainnya seperti untuk
biaya sekolah anak tidak mencukupi. Peternak masih merasa kurang sehingga dapat
disimpulkan bahwa pendapatan peternak cukup atau tidaknya dipengaruhi oleh jumlah
tanggungan dari peternak.
Pengalaman
Pengalaman peternak didasarkan dari awal peternak memulai usaha ternak sampai
pada saat penelitian ini dilakukan. Pengalaman peternak dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Berdasarkan Pengalaman Pengalaman (tahun) Persentase (%)
1 – 5 61,29
6 – 15 25,80
16 – 30 12,90
Total 100,00
Dari Tabel dapat dilihat bahwa pengalaman peternak sebahagian besar berkisar
diantara 1-5 tahun. Sedikitnya pengalaman peternak dalam usaha ternak diduga karena
peternak lebih terfokus pada usaha pertanian dari pada peternakan, sehingga mereka baru
memulai usaha peternakan sebagai usaha sampingan.
Tanggungan
Tanggungan peternak dilihat dari jumlah orang yang menjadi tanggungan mulai
dari istri, anak, dan orang lain yang menjadi tanggungan peternak. Tingkat tanggungan
peternak didasarkan pada banyak tanggungan mulai dari yang tidak mempunyai
tanggungan sampai pada tanggungan yang paling banyak yaitu 10 orang.
Tabel 6. Berdasarkan Tanggungan Banyak Tanggungan Persentase (%)
Tidak ada 12,90
1 – 2 12,90
3 – 4 32,25
5 – 6 32,25
7 – 8 6,45
10 3,22
Total 100,00
Tabel 6 terlihat bahwa peternak yang mempunyai tanggungan berkisar anatar 3-4
dan 5-6 lebih banyak jumlahnya. Adanya peternak yang tidak memiliki tanggungan
dikarenakan peternak belum menikah dan adanya peternak yang janda/duda yang
anaknya sudah menikah atau bekerja sehingga tidak termasuk dalam jumlah tanggungan
lagi.
Kegiatan Sosial/Kelompok/Kelembagaan
Kegiatan sosial/kelompok peternak di Desa Siborong-borong dapat membantu
peternak dalam pengembangan usaha tani ternaknya dan dapat memberikan kontribusi
bagi partisipasi peternak dalam kegiatan yang dilakukan oleh kelompok maupun
pemerintah seperti kegiatan penyuluhan, karena penyuluhan yang dilakukan melibatkan
anggota kelompok. Peternak yang bukan anggota kelompok dapat terlibat dalam kegiatan
penyuluhan. Adanya peternak yang tidak menjadi anggota kelompok disebabkan berbagai
faktor yang terjadi dalam kelompok seperti adanya unsur ketidak percayaan diantara
anggota kelompok dan tidak berjalannya kegiatan kelompok yang mengakibatkan
beberapa peternak tidak lagi menjadi anggota kelompok.
Jumlah peternak yang menjadi anggota kelompok dan tingkat partisipasi peternak
dalam kelompok dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan kelompok dapat dilihat dalam
Tabel 7. Berdasarkan Partisipasi dalam Kelompok Anggota kelompok Persentase (%)
Ya 80,64
Tidak 19,35
Total 100,00
Tabel 7 memperlihatkan bahwa peternak yang menjadi anggota kelompok lebih
banyak dibanding dengan peternak yang tidak menjadi anggota kelompok yaitu sebanyak
25 orang (80,64%) dan 6 orang (19,35%). Hal ini mengambarkan bahwa secara umum
peternak yang menjadi responden dalam penelitian ini tertarik menjadi anggota
kelompok.
Tingkat kehadiran anggota kelompok dapat dilihat pada Tabel 8, dimana
kehadiran peternak dalam setiap kegiatan kelompok dibagi dalam tiga kategori yaitu
peternak yang selalu hadir sebanyak 23 orang (74,19 %), peternak yang kadang – kadang
hadir sebanyak 2 orang (6,45 %) dan peternak yang tidak pernah hadir dalam kegiatan
kelompok sebanyak 6 orang (19,35 %). Dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Kehadiran Peternak/Anggota Kelompok dalam Kegiatan Kelompok. Kehadiran Persentase (%)
Selalu 74,19
Kadang-kadang 6,45
Tidak pernah 19,35
Total 100,00
Bentuk kegiatan kelompok yang diikuti peternak adalah kegiatan kelompok tani
ternak yang bertujuan untuk mengembangkan usaha tani ternak. Kegiatan ini juga
merupakan sarana yang dipakai Pemerintah khususnya Dinas Perikanan dan Peternakan
Kabupaten Tapanuli Utara untuk mendorong serta meningkatkan keterampilan peternak
Jumlah Ternak
Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak dilihat dari banyaknya jumlah ternak
yang dimiliki peternak. Dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Berdasarkan Jumlah Ternak. Jumlah Ternak Persentase (%)
1-5 ekor 90,32
6-10 ekor 6,45
15 ekor 3,22
Total 100,00
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa peternak secara umum jumlah ternak babi yang
dimiliki berkisar diantara 1-5 ekor sebanyak 28 orang (90,32%). Jumlah ternak yang
dimiliki harus disesuaikan dengan luas lahan dan modal yang dimiliki peternak, karena
untuk 1 ekor ternak babi pejantan/calon pejantan ruang yang dibutuhkan 1,85 m2 , babi
induk/ calon induk ruang yang dibutuhkan 1,85 m2 , kandang pemisah babi habis lahir
ruang yang dibutuhkan 1,85 m2, babi berat badan 9-18 kg ruang yang dibutuhkan
0,22-0,28 m2, babi berat 19-45 kg ruang yang dibutuhkan 0,37-0,46 m2, babi berat 45-70 kg
ruang yang dibutuhkan 0,46-0,60 m2, babi berat 70-90 kg ruang yang dibutuhkan
0,74-0,84 m2 , babi berat 90-115 kg ruang yang dibutuhkan 0,93-1,02 m2.
Luas Lahan
Luas lahan yang dimiliki peternak adalah dilihat dari luasnya lahan yang
digunakan untuk beternak, bertani dan tempat tinggal. Sebagian besar peternak
melakukan usaha tani dan ternak babi disekitar rumahnya. Banyaknya luas lahan yang
Tabel 10. Berdasarkan Luas Lahan
Luas Lahan (Ha) Persentase (%) 0,1 - 0,25 19,35
0,26 - 0,5 48,38
0,6 - 0,75 6,45
> 0,76 25,80
Total 100
Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa peternak yang memiliki luas lahan 0,1000 –
0,2500 ha sebanyak 6 orang (19,35 %) luas lahan ini tergolong kecil untuk lahan
beternak, bertani dan tempat tinggal. Hal ini dikarenakan ternak yang dipelihara adalah
ternak babi yang memerlukan lahan yang luas untuk kandang yang menurut kegunaannya
dapat dibagi tiga yaitu: (1) kandang induk, (2) kandang pengemukan, dan (3) kandang
pejantan, dimana masing-masing kandang dibuat dengan ukuran dan perlengkapan yang
berbeda-beda dengan dua macam tipe kandang yaitu: (1) kandang tunggal, yakni
bangunan kandang yang terdiri dari satu baris saja dan (2) kandang ganda, yakni
bangunan kandang yang terdiri dari dua baris yang letaknya bisa saling berhadapan
ataupun bertolak belakang (AA, K., 1980)
Peternak yang memiliki luas lahan 0,25 – 0,5 ha sebanyak 15 orang (48,38% )
dan jumlah peternak yang memiliki luas lahan 0,5 – 0,75 ha sebanyak dua orang (6,45%)
luas lahan ini tergolong cukup untuk lahan ternak, tani dan tempat tinggal. Sedangkan
peternak yang memiliki luas lahan > 0,75 ha sebanyak delapan orang (25,80%) sehingga
luas lahan yang dimiliki mempengaruhi banyak tidaknya ternak yang dipelihara.
Tabel 11. Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan. Pemilik Lahan Persentase (%)
Sendiri 74,41
Sewa 16,12
Orang tua 6,45
Lahan yang dimiliki peternak kebanyakan adalah milik sendiri dengan
memanfaatkan pekarangan rumah yang ada. Dari Tabel 11, peternak yang menjadikan
lahan sendiri untuk beternak sebanyak 24 orang (74,41 %), peternak yang menyewa lahan
sebanyak 5 orang (16,12 %) dan peternak yang menggunakan lahan orang tua atau
warisan sebanyak 2 orang (6,45 %). Status kepemilikan lahan mempengaruhi pendapatan
dan pengembangan usaha ternak yang dilakukan. Peternak yang memiliki lahan sendiri
pendapatannya lebih tinggi jika dibanding dengan peternak yang tidak memiliki lahan
sendiri, karena biaya yang dikeluarkan untuk menyewa lahan dapat digunakan untuk
keperluan usaha ternaknya seperti untuk pembelian pakan.
Faktor Eksternal Peternak
Interaksi dengan Penyuluh
Hubungan yang baik antara peternak dengan penyuluh dibutuhkan dalam
pencapaian tujuan penyuluhan. Salah satu faktor yang mendukung adalah adanya
interaksi dengan penyuluh. Interaksi dengan penyuluh diukur berdasarkan tingkat
kesulitan yang dihadapi peternak dalam berinteraksi, dilihat dari sikap penyuluh dan
seberapa sering penyuluh mengikutsertakan partisipasi peternak dalam kegiatan
penyuluhan. Peternak yang tidak mengalami kesulitan berinteraksi dengan penyuluh
sebanyak 80,64%, peternak yang cukup kesulitan berinteraksi sebesar 6,45% dan
peternak yang merasa sangat kesulitan sebesar 12,90%. Dapat dilihat dalam tabel 12
dibawah ini.
Tabel 12. Tingkat Kesulitan Berinteraksi dengan Penyuluh Frekuensi Persentase (%)
Kesulitan 12,90
Agak kesulitan 6,45
Tidak sama sekali 80,64
Total 100,00
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada peternak yang merasa sikap
penyuluh sangat baik yaitu 74,19% sedangkan yang beranggapan bahwa sikap penyuluh
terhadap peternak cukup baik sebanyak 25,80%. Seperti diperlihatkan pada Tabel 13
dibawah ini.
Tabel 13. Sikap Penyuluh Frekuensi Persentase (%)
Sangat baik 74,19
Cukup baik 25,80
Total 100,00
Pengikutsertaan partisipasi peternak dalam penyuluhan diperoleh hasil bahwa
penyuluh sangat sering mengikutsertakan peternak dalam penyuluhan. Peternak yang
sangat sering terlibat dalam kegiatan penyuluhan sebanyak 74,19%, peternak yang cukup
sering terlibat sebanyak 16,12% dan peternak yang tidak sering terlibat sebanyak 9,67%.
Seperti diperlihatkan pada Tabel 14 dibawah ini.
Tabel 14. Pengikutsertaan Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan Frekuensi Persentase (%)
Sangat sering 74,19
Kurang sering 16,12
Tidak sering 9,67
Total 100,00
Data menunjukkan bahwa interaksi dengan penyuluh yang tidak mengalami
kesulitan dipengaruhi oleh sikap penyuluh yang sangat baik kepada peternak yang
berpengaruh pada partisipasi peternak dalam penyuluhan yang tergolong sangat sering
atau bisa digolongkan dalam kategori tinggi.
Interaksi dengan Pedagang
Beberapa faktor yang menjadi penentu keberhasilan dari penjualan produk di
antaranya adalah interaksi dengan pedagang, jumlah pedagang yang menjual produk serta
sikap dari pedagang. Peternak tidak mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan