BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Teori Legistimasi
Teori legistimasi merupakan teori yang menjelaskan hubungan anatara perusahaan dengan masyarakat melalui peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Selain melalui peraturan yang dibuat oleh pemerintah, teori legistimasi juga menggambarkan bahwa perusahaan haru s beroperasi berdasar pada norma yang berlaku serta batasan yang ada. Dengan beroperasinya sebuah perusahaan yang sesuai dengan norma, maka perusahaan tersebut menggambarkan bahwa perusahaan tersebut dapat diterima oleh stakeholder yakni masyarakat maupun investor karena mampu menjaga nilai-nilai dalam masyarakat maupun investor.
Jika suatu organisasi gagal untuk memenuhi kontrak sosial yang berlaku, maka akan menjadikan ancaman bagi perusahaan tersebut dalam melanjutkan kegiatan usahanya.
Ancaman yang akan didapatkan oleh perusahaan yakni pembatasan sumber daya, pemboikotan produk, dan pencabutan ijin usaha. Dengan adanya teori ini, dapat dijadikan sebagai pedoman bahwa suatu organisasi atau perusahaan harus mampu untuk tetap menjaga citra atau image perusahaan. dengan menjaga citra perusahaan maka, perusahaan akan mendapatkan kepercayaan dari stakeholder yakni salah satunya dalah masyarakat dan investor.
Menurut Gray Et Al (1996), menyatakan bahwa jika dilihat dari sudut pandang organisasi, pengungkapan memiliki peran penting dalam menghubungkan antara oraganisasi perusahaan, perusahaan dengan kelompok masyarakat. Sedangkan menurut Choi (2013), pengungkapan lingkungan sukarela dapat digunakan oleh perusahaan untuk mendapatkan legistimasi dengan mengurangi tekanan sosial dan politik. Sesuai dengan teori legistimasi, legistimasi sangatlah penting bagi perusahaan untuk mempertahankan nilai lebih suatu perusahaan tidak hanya investor tetapi juga nilai lebih dari pandangan masyarakat.
Hubungan perusahaann dengan masyarakat sangat dekat dengan keterkaitan perusahaan dengan lingkungan masyarakat. Operasi sebuah perusahaan yang ada ditengah lingkungan
masyarakat menjadikan perusahaan diharapkan mampu untuk menjaga lingkungan yang berdampak pada masyarakat itu sendiri. Dengan penerapan perusahaan terkait dengan usaha perusahan untuk menjaga lingkungan atas operasi perusahaan merupakan hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat. Masyarakat akan menerima dengan baik perusahaan atas kegiatan operasinya jika perusahaan itu sendiri mampu bertanggung jawab dan mempedulikan dari aspek lingkungan yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Selain itu menjaga lingkungan atas kegiatan operasional perusahaan juga merupakan aturan dari pemerintah agar perusahaan mampu menjaga lingkungan untuk kepentingan bersama.
2.1.2 Teori Stakeholder
Stakeholder atau pemangku kepentingan merupakan salah satu bagian dalam perusahaan yang sangat penting. Stakeholder dalam perusahaan meliputi masyarakat ataupun investor. Perusahaan harus menyejahterakan stakeholder untuk menjadikan perusahaan menjadi lebih baik. Chariri dan Ghazali (2007) menyatakan bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder, dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan untuk mencari dukungan tersebut. Perusahaan yang menyejahterakan para stakeholder akan mendapatkan nilai positif bagi organisasi atau perusahaan itu sendiri.
Suatu perusahaan harus berusaha untuk mengetahui apa saja kebuthan dari stakeholder.
Pengungkapan laporan keberlanjutan merupakan salah satu tanggung jawab perusahaan dalam menyampaikan kegiatan perusahaan. Pengungkapan ini ditujukan kepada investor dan masyarakat dengan tujuan agar stakeholder dapat tahu bagaiamana usaha perusahaan dalam menyeahterakan para stakeholder. Menurut Harahap (2002), perusahaan tidak hanya bertanggung jawab kepada shareholder (pemilik perusahaan) sebagaimana terjadi selama ini, namun bergeser menjadi lebih luas yaitu pada ranah stakeholder(kemasyarakatan), selanjutnya dengan corporate social responsibility. Fenomena ini terjadi karena tuntutan dari masyarakat akibat dari negative externalities yang timbul serta ketimpangan sosial.
Dengan adanya stakeholder, perusahaan dapat melanjutkan kegiatan usahanya. Dengan dukungan para pemangku kepentingan perusahaan dapat mengembangkan perusahaannya.
Perusahaan yang mampu menyejahterakan kepentingan stakeholder maka perusahaan itu
berhasil dalam menciptkan citra atau image perusahaan yang baik. Dengan memiliki image dan citra yang baik, maka perusahaan dapat dipercaya oleh seluruh stakeholder. Kepercayaan ini akan berdampak positf bagi perusahaan tersebut. Stakeholder dalam penelitian ini yang dimaksud adalah masyarakat itu sendiri, masyarakat disekitar lingkungan perusahaan harus mendapatkan perhatian perusahaan. Semakin besar dampak dari operasional perusahaan baik yang disengaja maupun tidak disengaja maka perusahaan harus mempertanggungjawabkan kepada stakeholder. Dengan berdirinya perusahaan di lingkungan kehidupan masyarakat maka perusahan juga harus mampu menyejahterakan stakeholdernya yakni masyarakat. Salah satu cara perusahaan meliputi menjaga lingkungan. Pengurangan emisi karbon terkait dengan operasi perusahaan disekitar lingkungan masyarakat akan berdampak baik salah satunya atas kesehatan masyarakat itu sendiri. Dengan adanya tanggung jawab perusahan seperti ini, dapat menjadikan nilah lebih perusahaan sehingga stakeholder juga mendukung atas kegiatan operasional perusahaan.
2.1.3 Teori Triple Bottom Line
Menurut Elkington (1998) menyatakan bahwa triple bottom line merupakan konsep pengukuran kinerja suatu perusahaan secara holistik dengan memperhatikan ukuran kinerja ekonomis berupa perolehan profit, ukuran kepedulian sosial , dan kelestarian lingkungan hidup (people-planet-profit). Dengan adanya teori ini, maka perusahaan diharapkan untuk mampu memperhatikan dari seluruh aspek dan tidak hanya terkait dengan profit. Sesuai dengan teori legistimasi perusahaan harus mampu membangun hubungan dengan masyarakat.
Sehingga teori tripple botoom line ini juga terkait dengan masyarakat dan lingkungan.
Dengan perusahaan yang mampu menyeimbangkan antara people, planet dan profit maka perusahaan tersebut adalah perusahaan yang mampu menerapkan tata kelola yang baik. Salah satu kepedulian masyarakat terkait dengan lingkungan adalah kemampuan perusahaan untuk mengungkapkan dalam annual report dan laporan keberlanjutan perusahaan terkait dengan tanggung jawab lingkungan atau kelestarian terhadap lingkungan.Salah satu pengungkapan atas lingkungan adalah emisi karbon yang terkait dengan dampak aktivitas perusahaan.
2.1.4 Teori Akuntabilitas
Turner dan Hulme (1997), akuntabilitas merupakan suatu keharusan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekan padapertnggung jawaban horizontal yakni masyarakat bukan hanya pertanggungajwaban vertikal (otoritas yang lebih tinggi). Teori ini juga memiliki kesamaan dengan teori akuntabilitas yang dinyatakan oleh Syahrudin Rasul (2002:8), yakni akuntabilitas adalah kemampuan memberi jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas tindakaan seseorang atau kelompok atau organisasi terhadap masyarakat luas. Dengan adanya teori ini, perusahaan diharapkan untuk menyejahterakan masyarakat luas yang merupakan stakeholder . teori ini juga berkaitan dengan teori legistimasi yang berhubungan dengan masyarakat. Dengan memberikan pertanggung jawaban atas aktivitas perushaaan kepada masyarakat maka menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki citra yang baik. Tanggung jawab terhadap masyarakat luas salah satunya adalah melalui tanggung jawab sosial perusahaan terkait dengan aspek lingkungan. Dengan pelaporan atau penyampaian informasi lingkungan yang salah satunya adalah pelaporan atau pengungkapan emisi karbon kepada masyarakat maka perusahaan tersebut memiliki citra yang baik bagi stakeholder. Dengan adanya pengungkapan emisi karbon yang disampaikan kepada publik, maka stakeholder akan menilai bahwa perusahaan tersebut bertanggung jawab atas kegiatan operasionalnya. Dengan adanya dukungan dari stakeholder akan mendorong perusahaan untuk terus melaporkan emisi karbon.
2.1.5 Media Exposure
Media exposure merupakan media yang digunakan perusahaan untuk melaporkan kegiatan perusahaan misalnya dalam majalah, koran yang berfungsi untuk menyalurkan informasi kepada masyarakat. Menurut Jannah (2014), menyatakan terdapatnya media di suatu negara sebagai pengontrol aktivitas perusahaan, maka perusahaan perlu mempertimbangkan keberadaan media tersebut. Shore (2005), menyatakan bahwa penentuan media exposure tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisik cukup dekat dengan kehadiran media massa, melainkan apakah orang tersebut benar-benar terbuka terhadap pesan-pesan media tersebut. Pemebritaan media dapat mempengaruhi sikap publik terhadap
perusahaan yang kemuiaan akan mempengaruhi stakeholder. Menurut Kasten dalam Iksan (2016) menyatakan bahwa media exposure merupakan kegiatan mendengar, melihat, membaca pesan-pesan media atau pengalaman dan perhatian terhadap informasi informasi yang disajikan yang dapat terjadi oleh masyarakat banyak baik dalam individu maupun kelompok. Melalui media informasi atas kegiatan perusahaan dapat dilakukan pengawasan.
Pemberitaan melalui media salah satunya adalah melalui koran, televisi, internet atau web perusahaan maka menjadikan perusahaan ingin memiliki pemberitaan yang baik atas perusahaannya. Dengan adanya media perusahaan akan berusaha melaporkan emisi karbon sebagai tanggung jawab sosial perusahaan terhadap kegiatan operasional perusahaan. Dengan adanya informasi melalui media massa, terkait aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan tersebut menjaga lingkungan karena mampu meminformasikan kepada publik terkait aktivitas yang mempengaruhi lingkungan sekitar perushaaan. Dengan adanya media massa akan mendorong perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab lingkungan perusahaan, salah satunya terkait dengan pengungkapan emisi karbon. Semakin besar dampak dari operasional perusahaan baik yang disengaja maupun tidak disengaja maka perusahaan harus mempertanggungjawabkan kepada stakeholder. Salah satu dari pertanggung jawaban perusahaan dapat dilaksanakan melalui penyampaian informasi melalui media koran, website perusahaan, majalah terkait dengan lingkungan, salah satunya adalah mengenai informasi carbon emission disclosure. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jannah dan Muid (2014).
2.1.6 Good Corporate Governance
Seacara umum tata kelola perusahaan merupakan prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berdasarkan undang-undang dan etika bisnis.
Peraturan mentri negara Badan Usaha Milik Negara No. 117 /M-MBU/2002 Good Corporate Governance (GCG) merupakan proses dan struktur yang digunakan oleh BUMN untuk meningkatkan kesuksesan usaha dan akuntabilitas perusahaan dalam mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan para stakeholders berlandaskan undang-undang dan etika bisnis. Berdasarkan teori tersebut tata kelola
perusahaan memberikan nilai positif bagi perusaahan. Nilai positif ini akan meningkatkan citra perusahaan.
Menurut Supriyatno (2000), Good Corporate Governance sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap mempertimbangkan stakeholders.
Artinya tata kelola perusahaan yang baik harus tetap mempertahankan dengan meningkatkan nilainpemegang saham dan tetap menjamin stakeholders. Franita (2018;10) menyatakan bahwa tata kelola perusahaan yang baik adalah sebuah sistem yang dapat mengelola serta mengawasi manajemen perusahaan agar dapat berjalan berkesinambungan dalam aspek menaikkan nilai saham, sehingga dapat meingkatkan nilai perusahaan dan sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada stakeholders lainnya seperti masyarakat, kreditur, dan karyawan. Tata kelola perusahaan dapat dilihat dari struktuk kepemilikan perusahaan. Good corporate governance yang baik tentunya harus memiliki prinsip sesuai dengan teori yang ada, prinsip tersebut adalah :
a. Transparency (keterbukaan)
Keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
b. Accountability (akuntabilitas)
Kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggung jawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
c. Responsibility (pertanggung jawaban)
Kesesuian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan undang-undang yang berlaku dan prinsip korporasi yang sehat.
d. Independency (kemandirian)
Keadaan dimana perusahaan dikelola secaramprofesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pighak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan prinsip korporasi yang terkait.
e. Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Keadilan dan kestaraaan dalam memenuhi hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undang yang berlaku.
Pada intinya, good corporate governance yang baik akan meningkatkan nilai perusahaan dan akan menyebabkan investor tertarik pada perusahaan. Manfaat Good Corporate Governanve menurut forum of corporate governance di Indonesia :
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta meningkatkan pelayanan kepada stakeholder.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid yang pada akhirnya meningkatkan corporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
4. Pemegang saham akan puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholder value dan deviden.
Penelitian yang meneliti mengenai good corporate governance dapat diukur menggunakan proksi antara lain :
a) Ukuran dewan komisaris
Dewan komisaris merupakan dewan yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan nasihat kepada direktur perseroan terbatas (PT). Di Indonesia, dewan komisaris ditunjuk oleh RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas yang dijabarkan fungsi, wewenang dan tanggung jawab dari dewan komisaris. Ukuran dewan komisaris dihitung menggunakan total jumlah anggota dewan komisaris di perusahaan. Semakin banyak dewan komisaris akan berpengaruh besar bagi perusahaan yakni dewan komisaris berfungsi sebagai pengawas direksi telah bertindak sesuai dengan peraturan dan principal perusahaan. dalam penelitian ini ukuran dewan komisaris dihitung dengan :
Ukuran Dewan Komisaris = jumlah anggota dewan komisaris
b) Komite Audit
Secara umum komite audit menurut Komite Nasional Good Corporate Governance mengenai komite audit adalah suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota dewan komisaris dan dapat meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan komite audit. Artinya, dalam mewujudkan tujuan akan ada pengadaan rapat komite audit guna mencapai tujuan yang
ditentukan. Peratuan otoritas jasa keuangan nomor 55/Pjok.04/2015 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan komite audit, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada dewan komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi dewan komisaris. Berdasarkan ketentuan ketua Bapepam nomor:Kep-29/PM/2004 menyatakan bahwa komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya.
Komite audit merupakan komite yang bertugas mengawasi dan mengelola pelaporan termasuk sistem pengendalian internal dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum, serta mengawasi proses secara keseluruhan. Klein (2006) menyatakan perbedaan pengukuran komite audit yakni, perhitungan komite audit menggunakan rasio komisaris independen dalam komite audit dengan total komite audit. Menurut Arents(2010) komite audit adalah umumnya terdiri dari tiga atau lima orang yang bukan dari bagian manajemen perushaan, dengan tujuan menjadi penengah antara auditor dan manajemen jika terjadi suatu perselisihan. Dalam arti lain komite audit mengawasi serta mengelola perusahaan.
Lukviarman (2016;03) menyatakan bahwa komite audit memiliki tugas pada perusahaan dalam membantu komisaris untuk memantau manajemen. Penentuan ukuran komite audit adalah jumlah rapat komite audit. Rapat komite audit harus dilaksanakan minimal sebanyak empat kali dalam satu periode. Semakin tinggi jumlah rapat komite audit daalam satu periode maka semakin baik komite audit dalam menjalankan tugasnya dan tanggung jawabnya(Onasis, 2016). Komite audit sebagai variabel dapat diukur dengan rumus :
Komite audit = jumlah rapat komite audit dalam satu periode
c) Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan Manajerial adalah kepemilikan manajemen yang ikut aktif dalam pengambilan keputusan perusahaan (manager, direktur, atau komisaris) serta diberi kesempatan utnuk memiliki saham perusahaan itu sendiri menurut Suastini (2016).
Kepemilikan manajerial yang besar akan membuat kekayaan pribadi manajemen semakin terikat dengan kekayaan perusahaan sehingga manajemen akan berusaha mengurangi reiko finansial dengan cara menurunkan nilai hutang. Kepemilikan manajerial adalah presentase saham yang dimiliki oleh manajemen perusahaan yang aktif dalam pengambilan keputusan
perusahaan. Chritian dan Tarigan (2004) menyatakan, bahwa kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus pemegang saham perusahaan. Dalam arti lain saham perusahaan juga dibeli oleh manajer perusahaan itu sendiri, sehingga manajer memiliki hak atas kepemilikan saham perusahaan.
Menurut Jansen and Meckling (1976) kepemilikan manajerial adalah sebuah mekanisme penting untuk meluruskan intensif manajer dengan para pemegang saham.
Sedangkan menurut Mahmud dan Djakman (2008) kepemilikan saham manajerial adalah tingkat kepemilikan saham pihak manajemen yang secara aktif dalam pengambilan keputusan. Semakin tinggi kepedulianan manajemen terhadap perusahaan maka semakin baik pula tata kelola perusahaan tersebut.
d) Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan suatu hal yang penting bagi perusahaan.
Kepemilikan saham suatu perusahaan oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi menurut Bernandhi (2013). Nabela (2012) menyatakan bahwa kepemilikan institusional adalah proporsi saham yang yang dimiliki institusi pada akhir tahun yang diukur dengan prosentanse. Prosentase tersebut adalah jumlah saham yang dimiliki instirtusi lain di luar perusahaan minimal 10% terhadap semua total saham.
Semakin tinggi tingkat kepemilikan institusional merupakan suatu hal yang positif bagi setiap perusahaan. Kepemilikan institusional yang tinggi dapat meningkatkan kontrol terhadap tindakan kecurangan yang dilakukan manajer. Dapat dibuktikan bahwa kepemilikan institusional dapat mengontrol aktivitas manajer dalam suatu perusahaan. Selain itu, kepemilikan institusional juga dapat menjadi kunci sebagai penyelarasan tujuan antara manajer dengan kepemilikan institusi. Kepemilikan institusional diukur dengan prosentase kepemilikan institusi dari seluruh saham perusahaan. Pada intinya bahwa kepemilikan institusional dapat mengontrol manajemen sehingga tata kelola perusahaan juga berjalan dengan baik.
e) Dewan Komisaris Independen
Menurut KNKG (2006) dewan komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak berafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Sedangkan menurut Agoes an Ardana (2014:110), dewan komisaris independen adalah seorang yang ditunjuk untuk mewakili pemegang saham independen (pemegang saham minoritas) dan pihak yang ditunjuk tidak dalam kapasitas mewakili pihak manapun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan, pengalaman, dan keahlian profesional yang dimilikinya untuk sepenuhnya menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan proksi ukuran dewan komisaris dan komite audit. Sesuai dengan hasil penelitian terdahulu, menurut Zanra, Tanjung dan Silfi (2020) menyatakan bahwa ada hubungan antara ukuran dewan komisaris terhadap carbon emission disclosure. Dengan adanya jumlah dewan komisaris yang semakin besar maka perusahaan akan mampu mengelola perusahaan sesuai dengan principal yang berlaku salah satunya terkait dengan pengungkapan lingkungan perusahaan yakni pengungkapan atas emisi karbon yang terjadi akibat dari aktivitas operasi perusahaan. Dengan adanya pengungkapan emisi karbon perusahaan dapat memiliki nilai positif bagi stakeholder karena mampu mengurangi emisi karbon yang merupakan kepedulian perusahaan atas aspek lingkungan. Menurut hasil penelitian Niza dan Ratmono (2019), menyatakan bahwa komite audit dapat mempengaruhi carbon emission disclosure. Komite audit yang besar akan mengawasi kebijakan perusahaan terkait dengan kebijakan akuntansi yang juga wajib melaporkan atas kegiatan operasional perusahaan dan dampaknya terhadap lingkungan sekitar, dengan pengungkapan emisi karbon perusahaan mengungkapkan bahwa perusahaan memiliki kepedulian atas lingkungan dan tidak hanya sekedar mencari keuntungan, melainkan juga mensejahterakan stakeholder.
2.1.7 Profitabilitas
Perusahaan yang besar bagi investor adalah perusahaan yag memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi. Profitabilitas menggambarkan bahwa perusahaan tersebut dapat mengelola perusahaan dengan baik atau buruk. Profitabilitas merupakan indikator pengukuran keberhasilan sebuah perusahaan dalam mengelola melalui kegiatan perusahaan tersebut. Menurut M.Hanafi (2012:81), profitabilitas merupakan rasio yang mengukur
kemampuan perusahaan mengahsilakan keuntungan pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu (profit margin, ROA, dan ROE). Perusahaan yang mampu menaikkan profitabilitas akan menarik investor untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut.
Kasmir (2015:114) menyatakan bahwa, rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suatu periode tertentu. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan yang ditunjukkan dari laba yang dihasilkan dari penjualan atau pendapatan investasi. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa profitabilitas sangat berpengaruh bagi keberlanjutan perusahaan, melalui profitabilitas perusahaan dapat menarik investor untuk berinvestasi pada perusahaan.
perusahaan harus berusaha untuk meningkatkan profitabilitas. Dalam pengukuran profitabilitas terdapat beberapa tujuan yakni :
- Untuk mengukur laba yang dihasilkan oleh perusahaan dalam satu periode tertentu - Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang - Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu
- Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendri
- Untuk mengukur produktivitas dana yang digunakan baik yang berasal dari modal sendiri maupun pinjaman
Penelitian ini menggunakan profitabilitas sebgai variabel independen dan menggunkan return on assets (ROA) sebagai pengukuran. Penelitian ini menggunakan proksi ROA sebagai penggambaran profitabilitas, semakin besarnya nilai profitabilitas perusahaan maka menggambarkan kemampuan finansial yang tinggi dalam suatu perusahaan tersebut. Dengan besarnya kemampuan finansial perusahaan maka akan membawa perusahaan tersebut dapat melaporkan atas aspek lingkungan. Besarnya nilai finansial perusahaan, dapat diartikan bahwa perusahaan mempunyai laba yang besar sehingga dapat menerapkan kebijakan- kebijakan terkait dengan keputusan lingkungan yang berhubungan dengan operasional perusahaan. sehingga penelitian ini mencoba membuktikan bahwa profitabilitas tinggi akan dapat mempengaruhi perusahaan untuk mengungkapkan lingkungan salah satunya keterkaitan dengan pengurangan emisi karbon, profitabilitas diukur dengan ROA dengan rumus :
Selain ROA, proksi yang dapat digunakan dalam pengukuran profitabilitas adalah sebagai berikut :
1. ROE (Return On Equity)
Menurut Irham Fahmi (2014), ROE merupakan rasio yang mengkaji sejauh mana perusahaan menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas ekuitas. ROE sangat penting bagi para pemegang saham perushaaan, dengan tingginya ROE perusahaan maka dapat digambarkan bahwa tingkat kemampuan manajemen dalam mengelola capital yang tersedia untuk mendapatkan net income adalah tinggi. Menurut Brigham dan Huston (2010), ROE merupakan rasio bersih terhadap ekuitas biasa, yang berfungsi untuk mengukur tingkat pengembalian investasi dari pemegang saham biasa. Sedangkan menurut, Kamir (2014), ROE adalah rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri. Dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang mampu mengelola modal dengan baik maka akan memiliki rasio ROE yang tinggi. Dengan rasio yang tingggi perusahan tersebut dapat dipandang bahwa perusahaan tersebut memiliki tingkat profitabilitas yang baik karena kemampuan pengelolaan modal yang baik.
2. NPM (Net Profit Margin)
Net Profit Margin merupakan rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan bersih setelah dipotong pajak. Bastian dan Suhardjono (2006:299), menyatakan bahwa NPM merupakan perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Semakin besarnya tingkat NPM perusahan maka dapat dikatakan bahwa kinerja perusahaan adalah semakin produktif. Dengan produktifnya perusahaan maka perusahaan itu memiliki nilai positif bagi investor maupun calon investor. Dengan meningkatnya NPM perusahan akan mendapat kepercayaan dari investor dan hal ini merupakan hal yang sangat berpengaruh atas kemjuan perusahaan itu sendiri. Sedangkan menurut Kasmir (2012:199) NPM merupakansalah satu rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan. Dapat disimpulkan bahwa NPM merupakan rasio yang menggambarkan seberapa besar presentase laba bersih yang didapatkan perusahaan dari setiap penjualan perusahaan.
2.1.8 Carbon Emission
Setiap perusahaan yang memproduksi suatu barang tentu saja memiliki sebuah pabrik yang beroperasi. Kegiatan perusahaan terkait dengan produksi tentu saja menggunakan bahan - bahan yang mendukung untuk kegiatan perusahaan tersebut. Perusahaan memproduksi barang menggunakan bantuan dari alat berat, hingga bahan-bahan kimia. Kegiatan perusahaan ini secara tidak langsung berhubungan langsung dengan lingkungan di sekitar perusahaan.
Sehingga akan lebih baik jika perusahaan mampu meminimalisir pencemaran yang terjadi di lingkungan perusahaan tersebut. Carbon emission menurut Riebek (2010) didefinisikan sebagai pelepasan gas-gas yang mengandung karbon ke lapisan atmosfer bumi hingga menyebabkan terbentuknya emisi gas rumah kaca. Gas-gas tersebut berbentuk CO2, CH4, N20, HFC dan sebagainya (menurut Kementrian Lingkungan Hidup, 2012).
Di era globalisasi seperti ini tentu saja emisi gas karbon yang dihasilkan dari aktvitas suatu perusahaan akan terus meningkat. Meningkatnya emisi karbon ini tidak hanya lokal tetapi juga melalui skala global ataupun nasional. Peningkatan emisi karbon terjadi karena semakin besarnya penggunaan energi dari bahan organik, serta perubahan tata guna lahan dan kebakaran hutan, serta meningkatnya kegiatan atropogenik, menurut Slamet S, peneliti lapangan. Kegiatan operasional perusahaan yang terus meningkat adalah salah satu penyumbang terbesar dalam peningkatan emisi gas karbon yang menyebabkan terbentuknya emisi gas rumah kaca.
Dengan adanya dampak atas kegiatan operasional perusahaan, maka perusahaan diharapkan melaporkan kegiatan operasional perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan. Dengan adanya pelaporan perusahaan atas kegiatan perusahaan maka perusahaan mendapat nilai lebih atas pelaporannya. Nilai lebih dari stakeholder yakni masyarakat maupun calo investor. Dengan adanya pelaporan atas kegiatan perusahaan, hal ini dapat mendukung keberlanjutan kegiatan perusahaan tersebut. Perusahaan diharapkan melaporkan emisi karbon pada annual report atau laporan tahunan perusahaan.
2.1.9 Carbon Emission Disclosure
Perusahaan yang berdiri di tengah lingkungan masyarakat, diharapkan untuk terbuka atas kegiatan operasional perusahaan. Perusahaan diharapkan untuk melaporkan kegiatan tahunan perusahaan yakni annual report. Pengungkapan emisi karbon sangatlah diharapkan bagi stakeholder. Pengungkapan ini juga menjadikan perushaan memiliki nilai lebih dan hal ini sangat menguntungkan bagi perusahaan tersebut. Menurut Tri Cahya (2016), Carbon Emission Disclosure adalah pengungkapan untuk menilai emisi karbon sebuah organisasi dan menetapkan target untuk pengurangan emisi tersebut.
Pengungkapan emisi karbon di Indonesia bukanlah hal yang wajib dilaksankan karena Indonesia belum diwajibkan oleh protokol kyoto. Pengungkapan emisi karbon di Indonesia bersifat voluntary disclosure. Voluntary disclosure adalah pilihan bebas bagi manajemen perusahaan untuk memberikan informasi terkait dengan informasi akuntansi dan infomasi lainnya yang dianggap relevan oleh pengguna laporan keuangan. Pengungkapan emisi karbon dalam penelitian ini menggunakan indeks pengungkapan yang telah dikembangkan oleh Choi Et Al (2013) yaitu checklist berdasarkan lembar permintaan informasi yang diberikan oleh Carbon Disclosure Project (CDP) . Dalam indeks ini dibagi kedalam lima kategori yang relevan terkait dengan perubahan iklim dan emisi karbon. Lima kategori tersebut adalah risiko dan peluang perubahan iklim (CC/Climate Change), emisi gas rumah kaca (GHG/Greenhouse Gas), konsumsi energi (EC/Energy Consumption), pengurangan gas rumah kaca dan biaya (RC/Reduction and Cost), dan akuntabilitas emisi karbon (AEC/Accountability of Emission Carbon). Dalam lima kategori tersebut total ada 18 item yang diidentifikasi. Jika perusahaan melakukan pengungkapan item yang sesuai maka diberi skor 1, sedangkan jika item yang ditentukan tidak diungkapkan maka diberi skor 0. Jika sudah semua item dinilai maka total skor yang didapatkan dibagi 18.
CED =
Berikut adalah tabel indeks pengukuran luas pengungkapan emisi karbon :
Tabel 2.1
Indeks Pengungkapan Emisi Karbon
Kategori Item Keterangan
Perubahan Iklim
CC1
Penilaian/deskripsi yang berhubungan dengan perubahan iklim dan aksi yang dilakukan untuk mengatasi resiko
CC2
Penilaian/deskripsi saat ini dan masa depan dari implikasi keuangan, implikasi bisnis, dan peluang dari perubahan iklim
Emisi Gas Rumah Kaca
GHG1
Deskripsi tentang metodelogi yang digunakan untuk mengkalkulasi (menghitung) emisi gas rumah kaca (misal protokol GRK atau ISO)
GHG2
Keberadaan verifikasi dari pihak eksternal dalam mengukur jumlah emisi GRK
GHG3 Total emisi GRK yang dihasilkan
GHG4 Pengungkapan lingkup 1 dan 2 atau lingkup 3 emisi GRK GHG5 Pengungkapan sumber emisi GRK
GHG6 Pengungkapan fasilitas atau segmen dari GRK GHG7 Perbandingan emisi GRK dengan tahun sebelumnya
Konsumsi Energi
EC1 Total energi yang dikonsumsi
EC2 Kuantifikasi energi yang digunakan dari energi terbarukan EC3 Pengungkapan menurut tipe, fasilitas, dan segmen
Pengurangan Gas Rumah Kaca Dan
Biaya
RC1 Rencana atau strategi detail untuk mengurangi emisi GRK
RC2 Spesifikasi dan target tingkat/level dan tahun untuk mengurangi GRK
RC3
Pengurangan emisi dan biaya atau tabungan yang dicapai saat ini sebagai akibat dari rencana pengurangan emisi karbon
RC4
Biaya dari biaya emisi masa depan yang diperhitungkan dalam perencanaan belanja modal
Akuntabilitas Emisi Karbon
AEC1
Indikasi dari dewan komite yang bertanggung jawab atas tindakan yang berhubungan dengan perubahan iklim
AEC2
Deskripsi dari mekanisme dimana dewan mininjau kemajuan perusahaan mengenai perubahan iklim
Tabel 2.1
Lingkup Pengungkapan Carbon Emission Disclosure
Scope 1 Emisi GRK langsung
Emisi GRK terjadi dari sumber yang dimiliki atau dikendalikan oleh perusahaan, misalnya: emisi dari pembakaran boiler, tungku, kendaraan yang dimiliki oleh perusahaan, emisi dari produksi kimia pada peralatan yang dimiliki dan dikendalikan oleh perusahaan.
Emisi CO2 langsung dari pembakaran biomassa tidak dimasukkan dalam lingkup 1 tetapi dilaporkan secara terpisah.
Emisi GRK yang tidak terdapat pada protocol kyoto, misalnya CFC, NOX dll sebaiknya tidak dimasukkan dalam lingkup 1 tetapi dilaporkan secara terpisah.
Scope 2
Emisi GRK secara tidak langsung yang berasal dari listrik
Mencakup emisi GRK dari pembangkit listrik yang dibeli atau dikonsumsi oleh perusahaan.
Lingkup 2 secara fisik terjadi pada fasilitas dimana listrik dihasilkan.
Scope 3
Emisi GRK tidak
langsung lainnya
Lingkup 3 adalah kategori pelaporan opsional yang memungkinkan untuk perlakuan semua emisi tidak langsung lainnya.
Lingkup 3 dari konsekuensi dari kegiatan perusahaan, tetapi dari sumber yang tidak dimiliki atau dikendalikan oleh perusahaan
Contoh lingkup 3 adalah kegiatan ekstraksi dan produksi bahan baku yang dibeli, transportasi dari bahan bakar yang dibeli, dan penggunaan produk dan jasa yang dijual.
2.2 Tinjauan Peneliti Terdahulu
Beberapa peneliti terdahulu meneliti dengan topik yang terkait dengan penelitian ini.
Namun, hasil penelitian mengenai tata kelola perusahaan, profitabilitas dan carbon emission disclosure yang telah ada memiliki hasil yang berbeda-beda. Berikut adalah beberapa hasil penelitian terdahulu yang menjadi referensi dan perbandingan dalam penelitian ini :
Trufvisa dan Ardiyanto (2019), melakukan penelitian mengenai pengaruh karakteristik dewan komisaris terhadap pengungkapan emisi karbon. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2017. Variabel independen dalam penelitian ini adalah karakteristik dewan komisaris (ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris indpenden, keragaman gender, keragaman kebangsaan dalam komisaris ). Metode analisis yang digunakan yakni metode analisis regresi data panel dengan pengujian hipotesis. Hasil dari penelitian ini adalah ukuran dewan komisaris, keragaman gender, kebangsaan dewan komisaris tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan emisi karbon, komposisi komisaris independen berpengaruh positif terhadap pengungkapan emisi karbon.
Mulya, Rohman (2020), melakukan penelitian dengan judul Analisis pengaruh tipe industri, ukuran perusahaan, leverage, dan kualitas tata kelola perusahaan terhadap carbon emission disclosure. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2015-2017. Variabel independen dalam penelitian ini adalah tipe industri, ukuran perusahaan, leverage, dan kualitas tata kelola perusahaan, dan variabel dependennya adalah carbon emission disclosure. Metode analisis yang digunakan yakni metode analisis regeresi berganda dengan pengujian hipotesis. Hasil dari penelitian ini adalah ukuran perusahaan, tipe industri, dan kualitas tata kelola perusahaan berpengaruh positif terhadap carbon emission disclosure. Sedangkan leverage dan profitabilitas tidak berpengaruh signifikakan terhadap pengungkapan emisi karbon.
Zanra, Tanjung dan Silfi (2020), melakukan penelitian dengan judul pengaruh mekanisme good corporate governance, ukuran perusahaan, leverage, dan profitabilitas terhadap carbon emission disclosure dengan kinerja lingkungan sebagai variabel moderasi pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017. Variabel independen dalam penelitian ini adalah mekanisme good corporate governance, ukuran perusahaan, leverage, dan
profitabilitas. Sedangkan variabel dependennya adalah carbon emission disclosure, dan variabel moderasinya adalah kinerja lingkungan. Metode analisis dalam penelitian ini adalah linear berganda dengan pengujian hipotesis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, keragaman gender, ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas berpengaruh positif terhadap carbon emission disclosure. Sedangkan kinerja lingkungan mampu memoderasi antara ukuran perusahaan dengan carbon emission disclosure.
Koeswandini dan Kusumadewi (2019), melakukan penelitian dengan judul pengaruh tipe industri, visibilitas perusahaan, profitabilitas dan leverage terhadap pengungkapan emisi karbon pada perusahaan non keuangan yang terdaftar pada BEI tahun 2015-2017. Variabel independen dalam penelitian ini adalah tipe industri, visibilitas perusahaan, profitabilitas dan leverage. Variabel dependennya adalah carbon emission disclosure. Metode analisis dalam penelitian ini adalah linear berganda dengan pengujian hipotesis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profitabilitas, tipe industri tidak berpengaruh signifikan terhadap carbon emission disclosure. Sedangkan ukuran perusahaan dan leverage berpengaruh signifikan terhadap carbon emission disclosure.
Niza dan Ratmono (2019), melakukan penelitian dengan judul pengaruh karakteristik good corporate governance terhadap pengungkapan emisi gas rumah kaca pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2015-2017. Variabel independen penelitian ini adalah proporsi anggota perempuan dewan komisaris, jumlah dewan komisaris, jumlah komite audit, frekuensi rapat komite audit, kompetisi keuangan audit. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan emisi gas rumah kaca. Metode analisis dalam penelitian ini adalah analisis linear berganda dengan pengujian hipotesis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi anggota dewan komisaris independen dan frekuensi rapat komite audit berpengaruh signifikan terhadap pelaporan emisi gas rumah kaca. Sedangkan proporsi anggota dewan perempuan dan jumlah anggota dewan komisaris, jumlah anggota komite audit, dan kompetensi anggota komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap pelaporan emisi gas rumah kaca.
Setiawan, Widya, dan Iswati (2019), melakukan penelitian dengan judul peran good corporate governance dalam memprediksi emisi gas karbon pada perusahaan pertambangan
yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017. Variabel independen penelitian ini adalah anggota dewan komisaris, anggota komisaris independen, gender dewan komisaris, keragaman kebangsaan. Sedangkan, variabel dependennya adalah carbon emission disclosure. Metode penelitian ini adalah regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anggota dewan komisaris, keragaman gender, keragaman kebangsaan tidak berpengaruh signifikan terhadap carbon emission disclosure. Sedangkan anggota dewan komisaris berpengaruh positif terhadap carbon emission disclosure.
Farida dan Sofyani (2018), melakukan penelitian dengan judul pengaruh profitabilitas, leverage, afiliasi politik, dan dewan komisaris independen terhadap carbon emission disclosue pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI tahun 2014-2016. Variabel independen penelitian ini adalah profitabilitas, ukuran perusahaan, leverage, afiliasi politik, dewan komisaris indeenden. Sedangan variabel dependennya adalah carbon emission disclosure.
Metode penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profitabilitas, afiliasi politik, dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap carbon emission disclosure. Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap carbon emission disclosure.
Kurniawati dan Sarwenda (2017), melakukan penelitian dengan judul apakah ukuran perusahaan, media exposure, dan profitability berpengaruh terhadap emission carbon disclosure?. Variabel independen penelitian ini adalah ukuran perusahaan, media exposure, dan profitability. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah carbon emission disclosure. Penelitian ini adalah kuantitatif dengan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis linear berganda. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa ukuran perusahaan, media exposure, dan profitabilitas bnberpengaruh terdahap carbon emission disclosure.
Suci dan Nur (2019), melakukan penelitian engan judul pengaruh media exposure, ukuran perusahaan, profitabilitas dan leverage terhadap pengungkapan emisi karbon pada perusahaan manufaktur yang terdaftar pada BEI tahun 2014-2018. Variabel independen dalam penelitian ini adalah media exposure, ukuran perusahaan, profitabilitas dan lev erage. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah carbon emission dislosure. Penelitian ini melakukan pengujian hipotesis dengan metode dalam penelitian ini adalah metode linear berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa media exposure berpengaruh terhadap carbon emission
disclosure. Sedangkan ukuran perusahaan, profitabilitas dan leverage tidak berpengaruh terhadap carbon emission disclosure.
Tabel 2.2
Hasil Penelitian Terdahalu
No Nama
Peneliti
Judul Variabel Metode Analisis Hasil Penelitian
1 Trufvisa dan Ardiyanto (2019)
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris Terhadap Pengungkapan Emisi Karbon.
- Variabel independen karakteristik dewan komisaris (ukuran dewan komisaris,
komposisi komisaris indpenden, keragaman kebangsaan dalam komisaris) - Variabel dependen
pengungkapan emisi karbon
metode analisis regresi data panel dengan pengujian hipotesis
ukuran dewan komisaris,
keragaman kebangsaan dalam komisaris tidak
berpengaruh signifikan sedangkan komposisi komisaris indpenden berpengaruh signifikan
2 Mulya dan Rohman (2020)
Analisis
Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Perusahaan, Leverage, Dan Kualitas Tata
Variabel independen adalah tipe industri, ukuran perusahaan, leverage, dan
metode analisis regeresi dengan pengujian
hipotesis berganda
ukuran
perusahaan, tipe industri, dan kualitas tata kelola
perusahaan
Kelola Perusahaan Terhadap Carbon Emission
Disclosure.
kualitas tata kelola
perusahaan, variabel dependennya adalah carbon emission
disclosure.
berpengaruh positif terhadap carbon emission disclosure.
leverage dan profitabilitas tidak
berpengaruh signifikakan terhadap pengungkapan emisi karbon.
3 Zanra,
Tanjung dan Silfi (2020)
Pengaruh
Mekanisme Good Corporate
Governance, Ukuran Perusahaan, Leverage, Dan Profitabilitas Terhadap Carbon Emission
Disclosure
Dengan Kinerja Lingkungan Sebagai Variabel Moderasi
Variabel
independen : mekanisme good corporate
governance, ukuran perusahaan, leverage, dan profitabilitas.
variabel dependennya carbon emission disclosure, variabel moderasinya adalah kinerja lingkungan.
Metode analisis linear berganda dengan
pengujian hipotesis.
kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris,
proporsi dewan komisaris
independen, keragaman gender, ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas berpengaruh positif terhadap carbon emission disclosure.
kinerja lingkungan mampu
memoderasi antara ukuran perusahaan dengan carbon emission
disclosure.
4 Koeswandini dan
Kusumadewi (2019)
Pengaruh Tipe Industri,
Visibilitas Perusahaan, Profitabilitas Dan Leverage
Terhadap Pengungkapan Emisi Karbon Pada Perusahaan Non Keuangan Yang Terdaftar Pada BEI Tahun 2015-2017.
Variabel independen adalah tipe industri,
visibilitas perusahaan, profitabilitas dan leverage.
Variabel dependennya adalah carbon emission
disclosure.
Metode analisis linear berganda dengan
pengujian hipotesis
profitabilitas, tipe industri tidak
berpengaruh signifikan
terhadap carbon emission
disclosure.
ukuran
perusahaan dan leverage
berpengaruh signifikan
terhadap carbon emission
disclosure.
5 Niza dan Ratmono (2019)
Pengaruh Karakteristik Good Corporate Governance Terhadap Pengungkapan
Emisi Gas
Rumah Kaca
Variabel
independen : proporsi anggota perempuan
dewan komisaris, jumlah dewan komisaris, jumlah komite audit,
Metode analisis linear berganda dan pengujian hipotesis
proporsi anggota dewan komisaris independen dan frekuensi rapat komite audit berpengaruh signifikan terhadap
Pada Perusahaan Non Keuangan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2015-2017.
frekuensi rapat komite audit, kompetisi
keuangan audit.
Variabel
dependen : pengungkapan emisi gas rumah kaca.
pelaporan emisi gas rumah kaca.
proporsi anggota dewan
perempuan dan jumlah anggota dewan komisaris, jumlah anggota komite audit, dan kompetensi anggota komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap
pelaporan emisi gas rumah kaca.
6 Setiawan, Widya, dan Iswati (2019)
Peran Good Corporate
Governance Dalam Memprediksi
Emisi Gas
Karbon Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2013-2017.
Variabel
independen : anggota dewan komisaris,
anggota komisaris independen, gender dewan komisaris,
keragaman kebangsaan.
variabel
dependennya :
Metode analisis regresi berganda dengan
pengujian hipotesis
anggota dewan komisaris,
keragaman gender, keragaman kebangsaan tidak berpengaruh signifikan
terhadap carbon emission
disclosure.
anggota dewan komisaris
adalah carbon emission
disclosure
berpengaruh positif terhadap carbon emission disclosure.
7 Farida dan Sofyani (2018)
Pengaruh Profitabilitas, Leverage,
Afiliasi Politik,
Dan Dewan
Komisaris Independen Terhadap Carbon Emission
Disclosue Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2014-2016.
Variabel
independen : profitabilitas, ukuran perusahaan, leverage, afiliasi politik, dewan komisaris
indeenden.
variabel
dependennya : carbon emission disclosure.
Metode analisis regresi berganda
profitabilitas, afiliasi politik, dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan
terhadap carbon emission
disclosure.
Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap carbon emission disclosure.
8 Kurniawati dan
Sarwenda (2017)
Apakah Ukuran Perusahaan, Media Exposure, Dan Profitability Berpengaruh Terhadap
Emission Carbon Disclosure?.
Variabel
independen : ukuran
perusahaan, media exposure, dan profitability.
variabel
dependen : carbon emission disclosure.
Penelitian kuantitatif dengan pengujian hipotesis menggunakan analisis linear berganda.
ukuran perusahaan, media exposure, dan profitabilitas berpengaruh terdahap carbon emission
disclosure.
9 Suci dan Nur Pengaruh Media Variabel pengujian media exposure
(2019), Exposure, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas Dan Leverage
Terhadap Pengungkapan Emisi Karbon Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Pada BEI Tahun 2014- 2018.
independen : media exposure, ukuran
perusahaan, profitabilitas dan leverage.
Variabel
dependen : carbon emission dislosure.
hipotesis dengan metode dalam penelitian ini adalah metode linear berganda.
berpengaruh terhadap carbon emission
disclosure.
perusahaan, profitabilitas dan leverage tidak berpengaruh terhadap carbon emission
disclosure.
Dalam penelitian ini memiliki beberapa kesamaan dengan peneliti terdahulu yakni memiliki persamaan dalam pemilihan proksi atau pengukuran variabel independen. Vari abel penelitian ini memiliki persamaan bahwa variabel independen peneliti menggunakan proksi media exposure sebagai X1 yang diukur menggunakan dummy, ukuran dewan komisaris yang menunjuukan X2, selain itu penelitian ini juga menggunakan jumlah rapat komite audit sebagai X3, dan menggunkan ROA sebagai X4. Selain persamaan variabel independen, adapun persamaan dengan variabel dependennya yakni carbon emission disclosure. Dalam penelitian ini ingin mencari tahu mengenai pengaruh ukuran dewan komisaris, jumlah rapat komite audit dan profitabilitas terhadap carbon emission disclosure. Adapun dalam penelitian ini memiliki perbedaan yakni, perbedaan dalam mengambil populasi dan sample. Peneliti terdahulu sering kali meneliti pada perusahan non keuangan yang terdaftar pada BEI, sedangkan dalam penelitian ini terfokus pada perusahaan subsektorsub sektor pertambangan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia pada tahun 2017-2019.
2.3 Model Konseptual Penelitian
Model konseptual penelitian bertujuan untuk memberikan gambaran umum mengenai konsep dalam penelitian. Penyusunan model konseptual ini didasarkan atas pemehaman peneliti atas tinjauan teori serta hasil dari penelitian terdahulu yang telah dikaji oleh penel iti sebelumnya. Model konseptual ini akan dijadikan sebagai dasar peneliti untuk membentuk suatu hipotesis. Berikut adalah model konseptual yang dibuat dalam bentuk bagan, untuk mempermudah memahami maksud dan tujuan penelitian.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Ukuran Dewan Komisaris
Menurut hasil penlitian Sri Wahyuni, Amries R, Alfiati (2020), menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap Carbon Emission Disclosure. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris perusahaan dapat mempengaruhi pelaoporan emisi karbon perusahaan. Selain itu, peneliti Missy dan Agung (2019), menyatakan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap carbon emission disclosure.
Komite Audit
Menurut hasil penelitian Triana dan Dwi (2019), komite audit berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan emisi karbon. Jumlah rapat komite audit yang semakin besar menunjukkan bahwa permasalahn perusahaan dapat diselesaikan dengan baik salah satunya adalah pengungkapan emisi karbon. Menurut Amalyah dan Solikah (2019), menyatkan bahwa komite audit berpengaruh signifikan dan positif terhadap carbon emission disclosure.
Carbon Emission Disclosure
Sesuai dengan penelitihan terdahulu bahwa ukuran dewan komisaris, profitbilitas mempengaruhi pengungkapan emisi karbon menurut Sri Wahyuni, Amries R, Alfiati (2020). Serta, hasil penlitian Sri Wahyuni, Amries R, Alfiati (2020), menyatakan bahwa carbon emssion disclosure dipengaruhi oleh komite audit. Semakin besarnya ukuran dewan komisaris, komite audit dan profitabilitas maka perusahaan akan terdorong untuk melaporkan emisi karbon.
Profitabilitas
Menurut hasil penlitian Sri Wahyuni, Amries R, Alfiati (2020), menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap Carbon Emission Disclosure. Semakin tinggi fianancial perusahaan maka akan berpengaruh pada kemampuan perusahaan untuk melakukan pengurangan emisi karbon.
Media Exposure
Suci dan Nur (2019),menyatakan bahwa media exposure berpengaruh positif terhadap pelaporan emisi karbon . dengan aanya media massa sebagai penyampaian infornasi maka akan mendorong perusahaan untuk mengungkapkan emisi karbon.
Kurniawati dan Sarwenda (2017) juga menunjukkan hasil penelitian bahwa media exposure berpengaruh psoitif alam pengungkapan emisi karbon.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai pengaruh media exposure, good corporate governance dan profitabilitas terhadap carbon emission disclosure.
Media Exposure, Good corporate governance dan profitabilitas diduga memiliki pengaruh terhadap carbon emission disclosure. Penyampaian informasi melalui media massa diduga dapat mendorong perusahaan untuk melaporkan emisi karbon akibat dari aktivitas perusahaan, dengan adanya media penyampaian akan mempengaruhi stakeholder untuk mendukung perusahaan, serta penyampaian informasi melalui media dan laporan emisi karbon melalui laporan tahunan atau laporan keberlanjutan merupakan tanggung jawa lingkungan perusahaan. Suatu tata kelola perusahaan yang baik serta profitabilitas perusahaan yang baik akan berhubungan dengan pengungkapan aktivitas perusahaan. Tata kelola yang berhubungan dengan ukuran dewan komisaris dan rapat komite audit menunjukkan bahwa perusahaan tersebut dapat mengelola perusahaan secara baik untuk pengungkapan aktivitas perusahaan kepada stakeholder.pengungkapan tersebut salah satunya adalah pengungkapan atas kepedulian lingkungan sekitar yakni pengungkapan emisi karbon. Sedangkan profitabilitas perusahaan yang baik dapat mempengaruhi perusahaan untuk mengungkapan aktivitas perusahaan. Kemampuan finansial perusahaan yang diukur melalui profitabilitas, perusahaan yang memiliki profitabilitas yang baik akan berusaha untuk menerapkan pengurangan emisi gas rumah kaca yang akan dilaporkan pada pengungkapan emisi karbon.
Dengan tata kelola yang baik dan kemampuan profitabilitas yang tinggi maka perusahaan akan dapat mengungkapan pelaporan emisi karbon perusahaan yang berguna bagi stakeholder.
2.4 Pengembangan Hipotesis
Gambar 2.2 Model Hipotesis
H2
2.4.1.1 Pengaruh Media Exposure terhadap Carbon Emission Disclosure
Media Exposure merupakan kegiatan penyampaian informasi melalui media, penyampaian ini ditujukan kepada publik. Menurut Kasten dalam Iksan (2016) menyatakan bahwa media exposure merupakan kegiatan mendengar, melihat, membaca pesan-pesan media atau pengalaman dan perhatian terhadap informasi informasi yang disajikan yang dapat terjadi oleh masyarakat banyak baik dalam individu maupun kelompok. Melalui media informasi atas kegiatan perusahaan dapat dilakukan pengawasan. Pemberitaan melalui media menjadikan perusahaan ingin memiliki pemberitaan yang baik atas perusahaannya. Dengan adanya media maka perusahaan akan berusaha sebaik mungkin untuk melakukan pelaporan terkait kegiatan perusahaan salah satunya pengungkapan lingkungan yang berhubungan dengan emisi karbon.
Suci dan Nur (2019),menyatakan bahwa media exposure berpengaruh positif terhadap pelaporan emisi karbon .Dengan adanya media perusahaan akan berusaha melaporkan emisi karbon sebagai tanggung jawab sosial perusahaan terhadap kegiatan operasional perusahaan.
H1 : Media Exposure berpengaruh terhadap carbon emission disclosure Ukuran dewan
komisaris (X2)
Komite audit (X3)
Return On Assets (ROA) (X4)
Carbon Emission Disclosure (Y) Good Corporate
Governance
Profitabilitas
Media Exposure (X1)
2.4.1.2 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Carbon Emission Disclosure Dewan komisaris suatu perusahaan memiliki peran penting dalam pengembangan dan kemajuan suatu perusahaan. Dewan komisaris bertugas untuk melaksanakan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi agar sesuai dengan aturan dan sesai dengan kepentingan principal perusahaan . Jika suatu perusahaan memiliki jumlah dewan komisaris yang banyak maka semakin besar pengawasan dalam perusahaan itu. Pengawasan terhdap suatu perusahaan tidak hanya melalui laporan keuangan, tetapi juga dapat melalui transparansi atas aktivitas suatu perusahaan yang melibatkan stakeholder. Salah satu bentuk transparansi perusahaan adalah melalui pengungkapan emisi karbon. Dengan adanya pengungkapan emisi karbon, hal ini menjadikan bukti bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab atas aktivitas operasioanal perusahaan yang berdampak pada lingkungan sekitar. Menurut penelitian Liao et al dan Yunus (2015), menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan emisi gas rumah kaca. Dengan demikian hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
H2 : Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh terhadap carbon emission disclosure
2.4.1.3 Pengaruh Komite Audit terhadap Carbon Emission Disclosure
Komite audit merupakan komite yan mengawasi dewan komisaris perusahaan. komite audit mengawasi agar dewan komisaris sesuai dengan aturan dan kebijakan akuntansi yang berlaku. Sedangkan menurut agensi teori merupakan adanya pemisah antara manajemen dan pengawasan dapat mengahsilkan informasi yang asimetri. Komite audit bertugas menelaah informasi yang akan dipublikasikan oleh perusahaan. komite audit yang memiliki frekuensi rapat tinggi maka menunjukkan bahwa komiteb audit bertugas sesuai dengan fungsinya yang berguna untuk kebaikan perusahaan. semakin tinggi frekuensi rapat komite audit, maka menunjukkan bahwa semakin besar kemungkinan komite audit untuk dapat mengetahui apabila permasalahan dalam suatu proses pengungkapan informasi perusahaan salah satunya terkait dengan pelaporan emisi gas rumah kaca perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan.
Menurut Allegrini dan Greco (2013), dengan adanya komite audit maka perusahaan akan semakin transparan atas informasi perusahaan. dengan uraian tersebut maka hipot esis penliti adalah sebagai berikut :
H3 : Komite Audit berpengaruh terhadap Carbon Emission Disclosure 2.4.1.4 Pengaruh Profitabilitas terhadap Carbon Emission Disclosure
Perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang baik maka memiliki nilai lebih bagi stakeholder. Profitabilitas yang tinggi tidak hanya untuk menarik investor untuk berinvestasi dalam perusahaan tersebut, melainan dengan tingginya profitabilitas perusahan maka perusahaan tersebut menunjukkan bahwa finansial perusahaan itu baik. Dengan kemampua n finansial yang besar maka mempengaruhi perusahaan untuk mengungkapkan lingkungan salah satunya adalah pengungkapan emisi karbon. Kemampuan finansial perusahaan yang tinggi menjadikan perusahaan untuk dapat mengolah hasil kegiatan operasi perusahaannya un tuk mengurangi emisi karbon yang terjadi. Dengan mampunya suatu perusahaan untuk mengurangi emisi karbon maka menjadikan perusahaan bersedia untuk mengungkapkan emisi karbon.
Sesuai dengan Luo (2013), menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang baik maka perusahaan tersebut mempunyai finansial yang cukup terkait dengan keputusan lingkungan. Sesuai dengan uraian diatas, peneliti merumuskan hipotesis adalah sebagai berikut :
H4 : Profitabilitas berpengaruh terhadap carbon emission disclosure