• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKSI DINI KEGAGALAN PADA TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS VIBRASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DETEKSI DINI KEGAGALAN PADA TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS VIBRASI"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS VIBRASI

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

REDMAN WIJAYA NIM. 120401073

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

ANALISIS VIBRASI

REDMAN WIJAYA NIM. 120401073

Telah disetujui oleh:

Pembimbing/Penguji

Dr. Ir. M. Sabri, M.T NIP. 1963 0623 1989 021001

Penguji I. Penguji II,

Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri Ir.Syahrul Abda,M.Sc NIP. 1964 1224 1992 111001 NIP. 1957 0508 1988 11101

Diketahui oleh : Departemen Teknik Mesin

Ketua

Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri NIP. 1964 1224 1992 111001

(3)

ANALISIS VIBRASI

REDMAN WIJAYA NIM. 120401073

Telah Disetujui dari Hasil Seminar Skripsi Periode ke-863, pada Tanggal 22 Juli 2016

Pembanding I. Pembanding II,

Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri Ir.Syahrul Abda,M.Sc NIP. 1964 1224 1992 111001 NIP.1957 0508 1988 111001

(4)

ANALISIS VIBRASI

REDMAN WIJAYA NIM. 120401073

Telah Disetujui dari Hasil Seminar Skripsi Periode ke-863, pada Tanggal 22 Juli 2016

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. M. Sabri, M.T NIP. 1963 0623 1989 021001

(5)

ANALISIS VIBRASI

REDMAN WIJAYA NIM : 120401073

Diketahui / Disahkan : Disetujui Oleh : Departemen Teknik Mesin Dosen Pembimbing, Fakultas Teknik USU

Ketua,

Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri Dr. Ir. M. Sabri, M.T NIP. 1964 1224 1992 111001 NIP. 1963 0623 1989 21001

(6)

MEDAN PARAF :

TUGAS SARJANA

NAMA : REDMAN WIJAYA

NIM : 120401073

MATA KULIAH : CONDITION BASED MAINTENANCE (CBM) SPESIFIKASI :

DIBERIKAN TANGGAL : 04 APRIL 2016 SELESAI TANGGAL : 15 JULI 2016

MEDAN, JULI 2016 KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, DOSEN PEMBIMBING,

Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri Dr. Ir. M. Sabri, M.T NIP. 196412241992111001 NIP. 196306231989021001

Lakukanlah eksperimen getaran pada transmisi dengan menggunakan alat ukur vibrometer untuk mendapatkan hasil amplitudo pada transmisi keadaan rusak dan transmisi setelah perbaikan.

Deteksi fungsi komponen yang mengalami

kerusakan.

(7)

KARTU BIMBINGAN

TUGAS SARJANA MAHASISWA

NO : 2347/TS/2016

Sub. Program studi : Teknik Pemeliharaan

Bidang Tugas : Condition Based Maintenance (CBM)

Judul tugas : Deteksi Dini Kegagalan pada Transmisi dengan Menggunakan Analisis Vibrasi

Diberikan tanggal : 06 April 2016 Selesai tanggal : 15 Juli 2016 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. M. Sabri, M. Nama Mhs.: Redman Wijaya NIM : 120401073 No Tanggal Kegiatan Asistensi Bimbingan

Tanda Tangan

Dosen Pembimbing 1. 09 April 2016 Pengajuan Tugas Skripsi

2. 15 April 2016 Studi Literatur dan Pencarian Referensi 3. 25 April 2016 Perumusan Judul dan Metode Penelitian 4. 14 Mei 2016 Peminjaman Alat

5. 21 Mei 2016 Asistensi laporan BAB 2 6. 31 Mei 2016 Perbaikan laporan BAB 2 7. 06 Juni 2016 Asistensi BAB 3

8. 08 Juni 2016 Perbaikan BAB 3 9. 13 Juni 2016 Asistensi BAB 4 10. 15 Juni 2016 Perbaikan BAB 4 11. 22 Juni 2016 Asistensi BAB 1 & 5 12. 23 Juni 2016 Perbaikan BAB 1 & 5

13 27 Juni 2016 Asistensi Laporan Secara Keseluruhan 14 15 Juli 2016 ACC untuk diseminarkan

Catatan :

1. Kartu ini harus diperlihatkan kepada Dosen Pembimbing setiap asistensi.

2. Kartu ini harus dijaga bersih dan rapi.

3. Kartu ini harus dikembalikan ke Departemen, bila kegiatan asistensi telah selesai.

Diketahui,

Ketua Departemen Teknik Mesin

FT USU

(8)

menyesuaikan daya atau torsi (momen/daya) dari motor yang berputar, dan transmisi juga adalah alat pengubah daya dari motor yang berputar menjadi tenaga yang lebih besar. Kegagalan yang sering ditemukan pada transmisi adalah ketidakseimbangan (unbalance), ketidaksumbuan (misalignment), kelonggaran (looseness), dan kerusakan pada bearing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi kegagalan yang terjadi pada transmisi dengan melihat besar velocity amplitudo dan tren dari vibrasi. Kerusakan satu buah gigi pada sebuah transmisi dapat menyebabkan getaran yang tinggi dan dapat membuat perbedaan getaran pada keadaan normal dan pada saat terjadi kerusakan. Metode analisa getaran ini adalah dengan melakukan eksperimental yang dibantu dengan menggunakan alat ukur berupa vibrometer agar mendapat spektrum dari getaran untuk mengetahui titik kritis yang berpotensi mengalami kegagalan. Untuk menyelidiki getaran gearbox dalam kajian ini dilakukan metode reverse engineering dengan membandingkan antara spektrum getaran yang terjadi pada gearbox pada keadaan rusak kemudian dibandingkan dengan gearbox yang telah diperbaiki. Analisis getaran dilakukan dengan mengamati velocity amplitudo untuk kondisi rusak dan normal. Hasil yang didapat dari eksperimen adalah terjadi kerusakan pada gigi empat yang dapat dilihat pada velocity amplitudo tertinggi pada transmisi keadaan rusak mencapai 4,640256 mm pada putaran 2000 RPM jika dibandingkan dengan transmisi keadaan normal mencapai 3,73594 mm pada putaran 2000 RPM, penyebab terjadinya vibrasi yang tinggi adalah kerusakan pada bearing. Maka dapat disimpulkan terjadi kegagalan pada gigi empat yang terlihat dari velocity amplitudo dan tren vibrasinya.

Kata Kunci: Transmisi, Vibrasi, Velocity Amplitudo, Reverse Engineering

(9)

(torque / power) of the motor that rotates, and the transmission is also a conversion tool power from the motor that rotates into a larger force. Failures that often found in transmission is unbalance, misalignment, looseness, and damage to the bearing. The purpose of this study was to detect failures in the transmission by looking at the trend of large velocity amplitude and vibration.

From previous researchers had noted that damage the teeth on a transmission can cause high vibration and vibration can make a difference in normal circumstances and at the time of the crash. The method of vibration analysis is to perform an experimental assisted by using a measuring instrument vibrometer form in order to obtain spectra of the vibration to determine the critical point of potential failure. To investigate the vibration gearbox in this study conducted a comparison between the spectrum of vibrations that occur in the gearbox in a state of disrepair and then compared with the gearbox that has been fixed.

Vibration analysis is done by observing the velocity amplitude of damaged and normal conditions. The results of the experiments was damage to the fourth gear which can be seen in the highest velocity amplitude in the transmission state of disrepair reached 4640.256 mm round 2000 RPM when compared to the normal state transmission reach 3735.94 mm round 2000 RPM, the cause of the vibration high is damage to the bearing. So we can conclude there is a failure in fourth gear which is visible from the vibration velocity amplitude and trends.

Key Word : Gearbox, Velocity Vibration, Amplitude, Torque

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk mendapatkan Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “Deteksi Dini Kegagalan pada Transmisi dengan Menggunakan Analisis Vibrasi”

Selama pengujian dan penulisan skripsi ini penulis ingin berterima kasih banyak kepada:

1. Kedua Orang tua tercinta yang selalu memberi semangat dan segala dukungan tak terkiranya baik moril maupun materil,

2. Bapak Dr. Ir. M. Sabri, M.T., selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing sehingga skripsi ini dapat selesai, 3. Bapak Dr.Ing Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Jurusan Departemen

Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,

4. Kolega seperjuangan Harris Tangkas, Willy, Surya, Nordick Huywen dan Nixon Randy yang telah memberi semangat, bantuan dan tempat sharing dalam masa-masa sulit dan bahagia.

5. Bapak Atak selaku kepala bengkel yang telah bersedia meluangkan waktu untuk melakukan pembongkaran transmisi sehingga perbaikan transmisi dapat berjalan lancar.

6. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin terkhususnya stambuk 2012 yang sering memberi dukungan, dan sharing ilmu kepada penulis

7. Abang kandung tercinta Redham Wijaya yang sering memotivasi dan tempat meluangkan keluh kesah dalam penyelesaian skripsi ini

8. Serta kepada teman ataupun saudara-saudara penulis yang tidak dapat diucapkan namanya satu persatu yang juga memberi motivasi dan dukungan hingga sekarang.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna dan terdapat kesalahan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis sendiri pada khususnya.

Medan, Juli 2016 Penulis,

Redman Wijaya NIM: 120401073

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR NOTASI xii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penelitian 2

1.3 Batasan Masalah Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 2

1.5 Sistematika Penulisan 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Objek Penelitian 4

2.2 Sistem Transmisi (Gearbox) 6

2.2.1 Fungsi transmisi 7

2.2.2 Prinsip kerja transmisi 7

2.2.3 Komponen-komponen pada transmisi 8

2.3 Getaran (Vibrasi) 10

2.3.1 Jenis-jenis getaran 11

2.3.2 Karakteristik vibrasi 12

2.3.2.1 Perpindahan getaran (Vibration Displacement) 13 2.3.2.2 Kecepatan getaran (Vibration Velocity) 13 2.3.2.3 Percepatan getaran (Vibration Acceleration) 14

2.3.2.4 Frekuensi 14

2.3.2.5 Panjang gelombang (Wavelength) 15

2.3.2.6 Amplitudo 15

(12)

2.3.2.8 Harmonik 16 2.4 Karakteristik Kerusakan pada Transmisi 17

2.4.1 Ketidakseimbangan (Unbalance) 18

2.4.2 Ketidaksumbuan (Misalignment) 18

2.4.3 Kelonggaran (Looseness) 19

2.4.4 Kerusakan Bearing 20

2.5 Teori Persamaan Redaman 21

2.5.1 Persamaan gerak untuk sistem tanpa redaman 22 2.5.2 Persamaan gerak untuk sistem redaman 24

2.6 Model Analitik Vibrasi 24

2.6.1 Model analitik vibrasi pada poros 24 2.6.2 Model analitik vibrasi pada roda gigi 26 2.6.3 Model analitik persamaan getaran arah aksial 28 2.6.4 Model analitik persamaan getaran arah radial 31 2.6.5 Model analitik persamaan getaran arah aksial dan radial 35

2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu 35

2.8 Reverse Engineering 40

2.9 Standar ISO 41

2.9.1 ISO 2372 42

2.9.2 ISO 10816-6 43

2.9.3 ISO 10816-3 44

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Parameter Analisis (Design Of Analysis) 46

3.1.1 Komponen dan fungsi 46

3.1.2 Tabel data pengukuran 47

3.2 Kelengkapan Penelitian 49

3.2.1 Waktu dan Tempat 49

3.2.2 Pengukur vibrasi dan objek penelitian 49

3.2.2.1 Pengukur vibrasi 49

3.2.2.2 Objek penelitian 50

3.3 Prosedur Pengujian 51

(13)

3.4 Tahapan Pengujian 51

3.5 Membangun Set Up Pengujian 52

3.6 Jadwal Pelaksanaan Penelitian / Schedule 54

3.7 Biaya Penelitian 54

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Membangun Desain Analisis 56

4.2 Hasil Eksperimental Vibrasi pada Transmisi 56

4.2.1 Hasil untuk gigi satu 56

4.2.2 Hasil untuk gigi dua 57

4.2.3 Hasil untuk gigi tiga 58

4.2.4 Hasil Untuk gigi empat 59

4.2.5 Hasil untuk gigi lima 50

4.2.6 Hasil untuk gigi netral 61

4.2.7 Hasil untuk gigi mundur 62

4.2.8 Hasil keseluruhan eksperimen 63

4.3 Sinyal Vibrasi Hasil Eksperimen 65

4.3.1 Sinyal vibrasi pada gigi satu 65

4.3.1.1 Sinyal vibrasi pada gigi satu arah aksial 65 4.3.1.2 Sinyal vibrasi pada gigi satu arah vertikal 70

4.3.2 Sinyal vibrasi pada gigi dua 74

4.3.2.1 Sinyal vibrasi pada gigi dua arah aksial 78 4.3.2.2 Sinyal vibrasi pada gigi dua arah vertikal 82

4.3.3 Sinyal vibrasi pada gigi tiga 82

4.3.3.1 Sinyal vibrasi pada gigi tiga arah aksial 82 4.3.3.2 Sinyal vibrasi pada gigi tiga arah vertikal 85

4.3.4 Sinyal vibrasi pada gigi empat 89

4.3.4.1 Sinyal vibrasi pada gigi empat arah aksial 89 4.3.4.2 Sinyal vibrasi pada gigi empat arah vertikal 93

4.3.5 Sinyal vibrasi pada gigi lima 97

4.3.5.1 Sinyal vibrasi pada gigi lima arah aksial 97 4.3.5.2 Sinyal vibrasi pada gigi lima arah vertikal 101

4.3.6 Sinyal vibrasi pada gigi netral 105

(14)

4.3.6.2 Sinyal vibrasi pada gigi netral arah vertikal 110

4.3.7 Sinyal vibrasi pada gigi mundur 115

4.3.7.1 Sinyal vibrasi pada gigi mundur arah aksial 115 4.3.7.2 Sinyal vibrasi pada gigi mundur arah vertikal 119

4.4 Hasil Amplitudo Ideal pada Transmisi 122

4.4.1 Hasil amplitudo ideal gigi satu 122

4.4.2 Hasil amplitudo ideal gigi dua 122

4.4.3 Hasil amplitudo ideal gigi tiga 123

4.4.4 Hasil amplitudo ideal gigi empat 123

4.4.5 Hasil amplitudo ideal gigi lima 123

4.4.6 Hasil amplitudo ideal gigi netral 124 4.4.7 Hasil amplitudo ideal gigi mundur 124

4.5 Analisa Hasil Eksperimen 124

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 127

5.2 Saran 127

DAFTAR PUSTAKA 128

LAMPIRAN

A. Spesifikasi Transmisi 129

B. Log Book 131

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Spesifikasi Daihatsu Taft Hiline GTL 5

Tabel 2.2 Faktor Skala Gelombang Sinusoidal 13

Tabel 2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu 36 Tabel 2.4 Standar ISO 41

Tabel 2.5 ISO 2372 42 Tabel 2.6 ISO 10816-6 43

Tabel 2.7 ISO 10816-3 44

Tabel 3.1 Komponen dan Fungsi 48 Tabel 3.2 Tabel Data Pengukuran 49 Tabel 3.3 Jadwal Penelitian 54 Tabel 3.4 Biaya Penelitian 55 Tabel 4.1 Parameter Desain Analisis 56 Tabel 4.2 Hasil Eksperimen Gigi Satu 56

Tabel 4.3 Hasil Eksperimen Gigi Dua 57

Tabel 4.4 Hasil Eksperimen Gigi Tiga 58

Tabel 4.5 Hasil Eksperimen Gigi Empat 59 Tabel 4.6 Hasil Eksperimen Gigi Lima 60

Tabel 4.7 Hasil Eksperimen Gigi Netral 61 Tabel 4.8 Hasil Eksperimen Gigi Mundur 62 Tabel 4.9 Amplitudo Ideal Gigi Satu 122

Tabel 4.10 Amplitudo Ideal Gigi Dua 122

Tabel 4.11 Amplitudo Ideal Gigi Tiga 123

Tabel 4.12 Amplitudo Ideal Gigi Empat 123

Tabel 4.13 Amplitudo Ideal Gigi Lima 123

Tabel 4.14 Amplitudo Ideal Gigi Netral 124

Tabel 4.15 Amplitudo Ideal Gigi Mundur 124

Tabel 4.15 ISO 2372 125

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Daihatsu Taft Hiline GTL 5

Gambar 2.2 Gearbox 7

Gambar 2.3 Free Body Vibration 11

Gambar 2.4 Gear Mesh Vibration 12

Gambar 2.5 Karakteristik getaran 12

Gambar 2.6 Fundamental Gelombang 15

Gambar 2.7 Hubungan Fase dengan Dua Gelombang yang Sama 16

Gambar 2.8 Gelombang Harmonik 16

Gambar 2.9 Analisa Spektrum pada FFT 17

Gambar 2.10 Kondisi Unbalance 18

Gambar 2.11 Kondisi Angular Misalignment 19

Gambar 2.12 Kondisi Parallel Misalignment 19

Gambar 2.13 Analisa FFT-kondisi Looseness 20

Gambar 2.14 Analisa FFT-kondisi Bearing defect 21

Gambar 2.15 Diagram Benda Bebas Poros 25

Gambar 2.16 Diagram Benda Bebas Roda Gigi 27

Gambar 2.17 Konstruksi Poros (ditinjau arah aksial) 29

Gambar 2.18 Diagram Benda Bebas Poros (Aksial) 29

Gambar 2.19 Konstruksi Poros (ditinjau arah radial) 32 Gambar 2.20 Diagram Benda Bebas Poros (arah radial) 32

Gambar 3.1 Diagram Desain Penelitian 47

Gambar 3.2 Vibrometer 50

Gambar 3.3 Labjack 50

Gambar 3.4 Gearbox 51

Gambar 3.5 Diagram Alir Pengujian 52

Gambar 3.6 Setup Pengujian 53

Gambar 4.1 Grafik Amplitudo vs RPM Gigi Satu 57

Gambar 4.2 Grafik Amplitudo vs RPM Gigi Dua 58

(17)

Gambar 4.3 Grafik Amplitudo vs RPM Gigi Tiga 59

Gambar 4.4 Grafik Amplitudo vs RPM Gigi Empat 60

Gambar 4.5 Grafik Amplitudo vs RPM Gigi Lima 61

Gambar 4.6 Grafik Amplitudo vs RPM Gigi Netral 62

Gambar 4.7 Grafik Amplitudo vs RPM Gigi Mundur 63

Gambar 4.8 Grafik Amplitudo vs RPM Seluruh Data 64

Gambar 4.9 Amplitudo vs Waktu Gigi 1 600 RPM Arah Aksial (Rusak) 65 Gambar 4.10 Amplitudo vs Waktu Gigi 1 600 RPM Arah Aksial (Normal) 66 Gambar 4.11 Amplitudo vs Waktu Gigi 1 1000 RPM Arah Aksial (Rusak) 66 Gambar 4.12 Amplitudo vs Waktu Gigi 1 1000 RPM Arah Aksial (Normal) 67 Gambar 4.13 Amplitudo vs Waktu Gigi 1 1500 RPM Arah Aksial (Rusak) 67 Gambar 4.14 Amplitudo vs Waktu Gigi 1 1500 RPM Arah Aksial (Normal) 68 Gambar 4.15 Amplitudo vs Waktu Gigi 1 2000 RPM Arah Aksial (Rusak) 68 Gambar 4.16 Amplitudo vs Waktu Gigi 1 2000 RPM Arah Aksial (Normal) 69 Gambar 4.17 Amplitudo vs Waktu Gigi 1 600 RPM Arah Vertikal (Rusak) 70 Gambar 4.18 Amplitudo vs Waktu Gigi 1 600 RPM Arah Vertikal (Normal) 70 Gambar 4.19 Amplitudo vs Waktu Gigi 1 1000 RPM Arah Vertikal (Rusak) 71 Gambar 4.20 Amplitudo vs Waktu Gigi 1 1000 RPM Arah Vertikal (Normal) 71 Gambar 4.21 Amplitudo vs Waktu Gigi 1 1500 RPM Arah Vertikal (Rusak) 72 Gambar 4.22 Amplitudo vs Waktu Gigi 1 1500 RPM Arah Vertikal (Normal) 72 Gambar 4.23 Amplitudo vs Waktu Gigi 1 2000 RPM Arah Vertikal (Rusak) 73 Gambar 4.24 Amplitudo vs Waktu Gigi 1 2000 RPM Arah Vertikal (Normal) 73 Gambar 4.25 Amplitudo vs Waktu Gigi 2 600 RPM Arah Aksial (Rusak) 74 Gambar 4.26 Amplitudo vs Waktu Gigi 2 600 RPM Arah Aksial (Normal) 75 Gambar 4.27 Amplitudo vs Waktu Gigi 2 1000 RPM Arah Aksial (Rusak) 75 Gambar 4.28 Amplitudo vs Waktu Gigi 2 1000 RPM Arah Aksial (Normal) 76 Gambar 4.29 Amplitudo vs Waktu Gigi 2 1500 RPM Arah Aksial (Rusak) 76 Gambar 4.30 Amplitudo vs Waktu Gigi 2 1500 RPM Arah Aksial (Normal) 77 Gambar 4.31 Amplitudo vs Waktu Gigi 2 2000 RPM Arah Aksial (Rusak) 77 Gambar 4.32 Amplitudo vs Waktu Gigi 2 2000 RPM Arah Aksial (Normal) 78

(18)

Gambar 4.34 Amplitudo vs Waktu Gigi 2 600 RPM Arah Vertikal (Normal) 79 Gambar 4.35 Amplitudo vs Waktu Gigi 2 1000 RPM Arah Vertikal (Rusak) 79 Gambar 4.36 Amplitudo vs Waktu Gigi 2 1000 RPM Arah Vertikal (Normal) 80 Gambar 4.37 Amplitudo vs Waktu Gigi 2 1500 RPM Arah Vertikal (Rusak) 80 Gambar 4.38 Amplitudo vs Waktu Gigi 2 1500 RPM Arah Vertikal (Normal) 81 Gambar 4.39 Amplitudo vs Waktu Gigi 2 2000 RPM Arah Vertikal (Rusak) 81 Gambar 4.40 Amplitudo vs Waktu Gigi 2 2000 RPM Arah Vertikal (Normal) 82 Gambar 4.41 Amplitudo vs Waktu Gigi 3 1000 RPM Arah Aksial (Rusak) 82 Gambar 4.42 Amplitudo vs Waktu Gigi 3 1000 RPM Arah Aksial (Normal) 83 Gambar 4.43 Amplitudo vs Waktu Gigi 3 1500 RPM Arah Aksial (Rusak) 83 Gambar 4.44 Amplitudo vs Waktu Gigi 3 1500 RPM Arah Aksial (Normal) 84 Gambar 4.45 Amplitudo vs Waktu Gigi 3 2000 RPM Arah Aksial (Rusak) 84 Gambar 4.46 Amplitudo vs Waktu Gigi 3 2000 RPM Arah Aksial (Normal) 85 Gambar 4.47 Amplitudo vs Waktu Gigi 3 1000 RPM Arah Vertikal (Rusak) 85 Gambar 4.48 Amplitudo vs Waktu Gigi 3 1000 RPM Arah Vertikal (Normal) 86 Gambar 4.49 Amplitudo vs Waktu Gigi 3 1500 RPM Arah Vertikal (Rusak) 86 Gambar 4.50 Amplitudo vs Waktu Gigi 3 1500 RPM Arah Vertikal (Normal) 87 Gambar 4.51 Amplitudo vs Waktu Gigi 3 2000 RPM Arah Vertikal (Rusak) 87 Gambar 4.52 Amplitudo vs Waktu Gigi 3 2000 RPM Arah Vertikal (Normal) 88 Gambar 4.53 Amplitudo vs Waktu Gigi 4 1000 RPM Arah Aksial (Rusak) 89 Gambar 4.54 Amplitudo vs Waktu Gigi 4 1000 RPM Arah Aksial (Normal) 89 Gambar 4.55 Amplitudo vs Waktu Gigi 4 1500 RPM Arah Aksial (Rusak) 90 Gambar 4.56 Amplitudo vs Waktu Gigi 4 1500 RPM Arah Aksial (Normal) 91 Gambar 4.57 Amplitudo vs Waktu Gigi 4 2000 RPM Arah Aksial (Rusak) 91 Gambar 4.58 Amplitudo vs Waktu Gigi 4 2000 RPM Arah Aksial (Normal) 92 Gambar 4.59 Amplitudo vs Waktu Gigi 4 1000 RPM Arah Vertikal (Rusak) 93 Gambar 4.60 Amplitudo vs Waktu Gigi 4 1000 RPM Arah Vertikal (Normal) 93 Gambar 4.61 Amplitudo vs Waktu Gigi 4 1500 RPM Arah Vertikal (Rusak) 94 Gambar 4.62 Amplitudo vs Waktu Gigi 4 1500 RPM Arah Vertikal (Normal) 95 Gambar 4.63 Amplitudo vs Waktu Gigi 4 2000 RPM Arah Vertikal (Rusak) 95 Gambar 4.64 Amplitudo vs Waktu Gigi 4 2000 RPM Arah Vertikal (Normal) 96

(19)

Gambar 4.65 Amplitudo vs Waktu Gigi 5 1000 RPM Arah Aksial (Rusak) 97 Gambar 4.66 Amplitudo vs Waktu Gigi 5 1000 RPM Arah Aksial (Normal) 98 Gambar 4.67 Amplitudo vs Waktu Gigi 5 1500 RPM Arah Aksial (Rusak) 98 Gambar 4.68 Amplitudo vs Waktu Gigi 5 1500 RPM Arah Aksial (Normal) 99 Gambar 4.69 Amplitudo vs Waktu Gigi 5 2000 RPM Arah Aksial (Rusak) 100 Gambar 4.70 Amplitudo vs Waktu Gigi 5 2000 RPM Arah Aksial (Normal) 100 Gambar 4.71 Amplitudo vs Waktu Gigi 5 1000 RPM Arah Vertikal (Rusak) 101 Gambar 4.72 Amplitudo vs Waktu Gigi 5 1000 RPM Arah Vertikal (Normal) 101 Gambar 4.73 Amplitudo vs Waktu Gigi 5 1500 RPM Arah Vertikal (Rusak) 102 Gambar 4.74 Amplitudo vs Waktu Gigi 5 1500 RPM Arah Vertikal (Normal) 103 Gambar 4.75 Amplitudo vs Waktu Gigi 5 2000 RPM Arah Vertikal (Rusak) 103 Gambar 4.76 Amplitudo vs Waktu Gigi 5 2000 RPM Arah Vertikal (Normal) 104 Gambar 4.77 Amplitudo vs Waktu Gigi Netral 600 RPM Arah Aksial (Rusak) 105 Gambar 4.78 Amplitudo vs Waktu Gigi Netral 600 RPM Arah Aksial (Normal) 106 Gambar 4.79 Amplitudo vs Waktu Gigi Netral 1000 RPM Arah Aksial (Rusak) 106 Gambar 4.80 Amplitudo vs Waktu Gigi Netral 1000 RPM Arah Aksial (Normal) 107 Gambar 4.81 Amplitudo vs Waktu Gigi Netral 1500 RPM Arah Aksial (Rusak) 108 Gambar 4.82 Amplitudo vs Waktu Gigi Netral 1500 RPM Arah Aksial (Normal) 108 Gambar 4.83 Amplitudo vs Waktu Gigi Netral 2000 RPM Arah Aksial (Rusak) 109 Gambar 4.84 Amplitudo vs Waktu Gigi Netral 2000 RPM Arah Aksial (Normal) 109 Gambar 4.85 Amplitudo vs Waktu Gigi Netral 600 RPM Arah Vertikal (Rusak) 110 Gambar 4.86 Amplitudo vs Waktu Gigi Netral 600 RPM Arah Vertikal (Normal) 111 Gambar 4.87 Amplitudo vs Waktu Gigi Netral 1000 RPM Arah Vertikal (Rusak) 111 Gambar 4.88 Amplitudo vs Waktu Gigi Netral 1000 RPM Arah Vertikal

(Normal) 112

Gambar 4.89 Amplitudo vs Waktu Gigi Netral 1500 RPM Arah Vertikal

(Rusak) 113

Gambar 4.90 Amplitudo vs Waktu Gigi Netral 1500 RPM Arah Vertikal

(Normal) 113

Gambar 4.91 Amplitudo vs Waktu Gigi Netral 2000 RPM Arah Vertikal

(20)

Gambar 4.92 Amplitudo vs Waktu Gigi Netral 2000 RPM Arah Vertikal

(Normal) 114

Gambar 4.93 Amplitudo vs Waktu Gigi Mundur 1000 RPM Arah Aksial

(Rusak) 115

Gambar 4.94 Amplitudo vs Waktu Gigi Mundur 1000 RPM Arah Aksial

(Normal) 116

Gambar 4.95 Amplitudo vs Waktu Gigi Mundur 1500 RPM Arah Aksial

(Rusak) 116

Gambar 4.96 Amplitudo vs Waktu Gigi Mundur 1500 RPM Arah Aksial

(Normal) 117

Gambar 4.97 Amplitudo vs Waktu Gigi Mundur 2000 RPM Arah Aksial

(Rusak) 118

Gambar 4.98 Amplitudo vs Waktu Gigi Mundur 2000 RPM Arah Aksial

(Normal) 118

Gambar 4.99 Amplitudo vs Waktu Gigi Mundur 1000 RPM Arah Vertikal

(Rusak) 119

Gambar 4.100 Amplitudo vs Waktu Gigi Mundur 1000 RPM Arah Vertikal

(Normal) 119

Gambar 4.101 Amplitudo vs Waktu Gigi Mundur 1500 RPM Arah Vertikal

(Rusak) 120

Gambar 4.102 Amplitudo vs Waktu Gigi Mundur 1500 RPM Arah Vertikal

(Normal) 120

Gambar 4.103 Amplitudo vs Waktu Gigi Mundur 2000 RPM Arah Vertikal

(Rusak) 121

Gambar 4.104 Amplitudo vs Waktu Gigi Mundur 2000 RPM Arah Vertikal

(Normal) 122

Gambar 4.105 Bearing 62012RSCM 126

(21)

DAFTAR NOTASI

Simbol Keterangan Satuan

m Massa Kg

λ Panjang Gelombang Meter

ρ Densitas Kg/m2

ω Kecepatan sudut rad/s

t Waktu Sekon

k Kekakuan

A Amplitudo Meter

T Torsi N.m

J Momen Inersia Kg.m2

P Daya Joule

N Jumlah Gigi

Nb Jumlah Bola Bearing

Bd Diameter Bola Bearing mm

Pd Diameter Pitch Bearing mm

fr Frekuensi Relatif Hz

α Sudut Kontak Derajat (xo)

FW Face Width mm

ID Inside Diameter mm

OD Outside Diameter mm

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transmisi adalah salah satu komponen utama motor yang disebut sebagai sistem pemindah tenaga, transmisi berfungsi untuk memindahkan dan mengubah tenaga dari motor yang berputar, yang digunakan untuk memutar spindel mesin maupun melakukan gerakan feeding. Transmisi juga berfungsi untuk mengatur kecepatan gerak dan torsi serta berbalik putaran, sehingga dapat bergerak maju dan mundur.

Faktor vibrasi dalam suatu proses permesinan merupakan faktor yang sangat diperhitungkan guna menjaga kondisi suatu mesin yang bekerja sehingga tidak mengalami kegagalan. Getaran dalam transmisi yang tinggi dan tidak terkendali dapat menyebabkan terjadinya kegagalan berupa proses unbalance, missalignment, kegagalan pada bantalan, kegagalan pada roda gigi (aus, retak, defleksi).

Penelitian terdahulu telah mengkaji tentang pendeteksian kegagalan transmisi menggunakan analisa getaran. Kajian dilakukan dengan membandingkan spektrum pada keadaan normal dan spektrum dimana gigi kedua dan ketiga dari transmisi tersebut dikurangi sebanyak dua gigi menggunakan pengelasan.

Analisa getaran dari skripsi ini dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan alat ukur berupa vibrometer agar diidentifikasi amplitudo dari getaran untuk mengetahui titik kritis yang berpotensi mengalami kegagalan.

Untuk menyelidiki getaran transmisi dalam kajian ini dilakukan perbandingan antara spektrum getaran dan amplitudo getaran yang terjadi pada transmisi keadaan rusak kemudian dibandingkan dengan transmisi yang telah diperbaiki.

Hasil yang ditargetkan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi kegagalan yang terjadi pada transmisi dan komponen yang menyebabkan transmisi mengalami getaran yang tinggi.

(23)

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian getaran pada transmisi yaitu :

1. Untuk mendeteksi kegagalan fungsi komponen dalam transmisi.

2. Untuk mengidentifikasi bagian komponen dari transmisi yang mengakibatkan getaran tinggi dalam transmisi.

3. Untuk mengetahui pola getaran yang terjadi dalam transmisi ketika dioperasikan secara eksperimental.

4. Untuk dapat mengetahui perbedaan velocity amplitudo yang dihasilkan pada transmisi dalam keadaan rusak dengan transmisi normal.

1.3 Batasan Masalah Penelitian

Adapun batasan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Analisis getaran hanya tertuju kepada karakteristik amplitudo dan sinyal vibrasi tersebut.

2. Analisis getaran hanya pada putaran 600 RPM, 1000 RPM, 1500 RPM, dan 2000 RPM.

3. Pengukuran dilakukan pada arah aksial dan vertikal.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun batasan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Secara aspek akademis, penelitian ini berhubungan dengan mata kuliah Kinematika dan Dinamika, Getaran Mekanis, Metode Elemen Hingga, Teknik Pemeliharaan (Condition Monitoring & Assessment, Condition Based Maintenance), Ilmu Logam Fisik, Fatik, sehingga dengan dilakukannya penelitian ini dapat menambah wawasan serta mengembangkan pola pikir tentang Desain konstruksi dan perawatan terhadap suatu komponen pada mesin.

2. Secara aspek praktis, penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan untuk membantu perawatan pada sistem transmisi.

3. Dapat mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kegagalan getaran pada sistem transmisi.

(24)

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan pada penulisan skripsi ini dibagi pada 5 bab yang terdiri dari bab 1 yang membahas membahas tentang pendahuluan yang mencakup latar belakang, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

Pada bab 2 merupakan tinjauan pustaka yang membahas tentang teori-teori mengenai objek penelitian, dan getaran, kemudian pada bab 3 membahas tentang metodologi penelitian yang mencakup desain parameter analisis, tahapan pengujian, dan jadwal penelitian. Bab 4 berisi tentang hasil dan pembahasan dari hasil eksperimen getaran dan bab 5 membahas tentang kesimpulan dan saran dari skripsi.

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Objek Penelitian

Daihatsu Taft adalah kendaraan berpenggerak 4 roda yang diproduksi oleh Daihatsu pada tahun 1974 sampai 2007. Di beberapa negara, Taft juga dikenal dengan Wildcat atau Scat atau Daihatsu Rugger (Anonim, 2014).

Generasi pertama Taft berkode F10 diluncurkan pada tahun 1974. F10 menggunakan mesin bensin 1.0 L (958 cc) dan transmisi 4 percepatan dengan transfer case 2 mode. Di Indonesia, Taft F10 diperkenalkan pertama kali pada tahun 1976.

Pada tahun 1977, F10 digantikan oleh seri F20 yang menggunakan mesin bensin 12R 1.6 L (1587 cc). Selain itu, Taft berkode F50 dengan mesin diesel DG 2.5 L juga diluncurkan.

Pada tahun 1985, Taft F50 digantikan oleh seri F70 dengan mesin diesel berkode DL41 2.8L (2765 cc).

Selain Taft F70, Di Indonesia Daihatsu juga meluncurkan Taft F69 yang disebut Hiline yang diperkenalkan pada tahun 1986. Model yang diperkenalkan saat itu memiliki variasi dimensi, dari sumbu-roda pendek (Hiline GTS, short- wheelbase), sumbu-roda menengah (Hiline GTX, medium-wheelbase), sampai sumbu-roda panjang (Hiline GTL, long-wheelbase). Hiline GTS memiliki dimensi dan mesin sama dengan F70, hanya saja F69 hanya berpenggerak roda belakang, sedangkan F70 berpenggerak 4 roda. Hiline GTX, yang beredar pada tahun 1986- 1988, merupakan cikal bakal F75 Rocky. Sedangkan Hiline GTL memiliki sumbu roda terpanjang, umum digunakan sebagai kendaraan angkutan. Pada umumnya, semua F69 berpenggerak roda belakang saja, namun ada beberapa Hiline GTL berpenggerak 4 roda yang merupakan pesanan khusus. Daihatsu Taft Hiline GTL dapat dilihat pada gambar 2.1

(26)

Gambar 2.1 Daihatsu Taft Hiline GTL

Spesifikasi Daihatsu Taft Hiline GTL dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Spesifikasi Daihatsu Taft Hiline GTL

Panjang 4580 mm

Lebar 1580 mm

Tinggi 1840 mm

Jarak Roda 2800 mm

Tread (depan / belakang) 1320 / 1300 mm

Ground Clearance 210 mm

Berat (Kosong) 1490 kg; (Total) 2570 kg

Mesin diesel; 4 silinder; 4 langkah; berpendingin air

Kapasitas 2765 cc

Diameter x langkah 92 x 104 mm

Tenaga Maksimum 74 PS / 55 kW - 3600 rpm

Torsi Maksimum 17,5 kgm/172 Nm - 2200 rpm

Rasio Kompresi 21,5 : 1

Kopling single plate; dry clutch; diafragma dikontrol secara mekanis

Transmisi 5 speed manual; 1 speed reverse; tongkat pemindah di lantai dan sinkromes

(27)

Lanjutan Tabel 2.1

Rasio roda gigi (1) 3,467; (2) 2,136; (3) 1,382; (4) 1,000; (5) 0,860; (R) 4,351

Suspensi (Depan) axle type; pegas daun; shock absorber double action; stabilizer lateral control rod

(Belakang) axle type; pegas daun;

shock absorber double action

Rem (Depan) tipe cakram / disc dgn booster

(Belakang) tipe drums, trailing dan leading

Kemudi Power-streering; ball-nut (24-28)

Radius putar 6,4 m

Ban (Depan-Belakang) H78/235-SR70

Kapasitas tangki 60 liter

Sumber : PT. Astra Daihatsu Indonesia 2.2 Sistem Transmisi (Gearbox)

Dalam beberapa unit mesin memiliki sistem pemindah tenaga yaitu transmisi yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga atau daya mesin ke salah satu bagian mesin lainnya, sehingga unit tersebut dapat bergerak menghasilkan sebuah pergerakan baik putaran maupun pergeseran (Fajar, 2012).

Gearbox merupakan suatu alat khusus yang diperlukan untuk menyesuaikan daya atau torsi (momen/daya) dari motor yang berputar, dan gearbox juga adalah alat pengubah daya dari motor yang berputar menjadi tenaga yang lebih besar. Dapat dilihat pada gambar 2.2 nomenklatur dari gearbox.

(28)

Gambar 2.2 Gearbox

(Sumber : Gearbox Overhaul Manual, Land Rover, 1996) 2.2.1 Fungsi Transmisi

Transmisi berfungsi untuk memindahkan dan mengubah tenaga dari motor yang berputar, yang digunakan untuk memutar spindel mesin maupun melakukan gerakan feeding. Transmisi juga berfungsi untuk mengatur kecepatan gerak dan torsi serta berbalik putaran, sehingga dapat bergerak maju dan mundur (Fajar, 2012).

Transmisi manual atau lebih dikenal dengan sebutan gearbox, mempunyai beberapa fungsi antara lain :

1. Merubah momen puntir yang akan diteruskan ke spindel mesin.

2. Menyediakan rasio gigi yang sesuai dengan beban mesin.

3. Menghasilkan putaran mesin tanpa selip.

2.2.2 Prinsip Kerja Transmisi

Putaran dari motor diteruskan ke poros input melalui hubungan antara kopling, kemudian putaran diteruskan ke poros utama, torsi/momen yang ada di main shaft diteruskan ke spindel mesin, karena adanya perbedaan rasio dan

(29)

bentuk dari gigi-gigi tersebut sehingga rpm atau putaran spindel yang di keluarkan berbeda, tergantung dari rpm yang diinginkan (Fajar, 2012).

Dalam transmisi, tenaga ditransmisikan dengan urutan sbb: mesin – kopling – gearbox – prop shaft – differential – half shafts – hubs & ban.

2.2.3 Komponen – Komponen pada Transmisi

Komponen-komponen yang terdapat pada transmisi antara lain : 1. Mainshaft 1st gear 10. Breather

2. Mainshaft 2nd gear 11. Single rail gear shift 3. Mainshaft 3rd gear 12. 1st / 2nd synchromesh 4. Primary input shaft/4th gear 13. Oil seals

5. Mainshaft 5th gear 14. 3rd / 4th synchromesh

6. Layshaft 15. 5th / reverse gear synchromesh

7. Mainshaft 16. Selective spacer

8. Lubrication pump 17. Selective spacer (5th / reverse gear) 9. Oil filter

Komponen – Komponen penting yang terdapat pada gearbox adalah : 1. Input shaft (poros input)

Input shaft adalah komponen yang menerima momen output dari unit kopling, poros input juga befungsi untuk meneruskan putaran dari clutch kopling ke main shaft (poros utama), sehingga putaran bisa di teruskan ke gear-gear. Input shaft juga sebagai poros dudukan bearing dan piston ring, selain itu berfungsi juga sebagai saluran oli untuk melumasi bagian dari pada input shaft tersebut.

2. Gear shift housing (rumah lever pemindah rpm)

Gear shift housing adalah housing dari pada lever pemindah gigi yang berfungsi untuk mengatur ketepatan perpindahan gigi, apabila gigi sudah dipindahkan maka lever akan terkunci sehingga lever tidak bisa berpindah sendiri pada saat spindel sedang berputar.

(30)

3. Main shaft (poros utama)

Main shaft yang berfungsi sebagai tempat dudukan gear, synchromesh, bearing dan komponen-komponen lainnya. Main shaft juga berfungsi sebagai poros penerus putaran dari input shaft sehingga putaran dapat di teruskan ke spindel, main shaft juga berfungsi sebagai saluran tempat jalannya oli.

4. Planetary gear section (unit gigi planetari)

Planetary adalah alat pengubah rpm di suatu range tertentu dimana rpm dapat di ubah sesuai dengan kebutuhan proses pengerjaan dan dapat pula mengubah arah putaran spindel.

5. Oil pump assy (pompa oli)

Oil pump berfungsi untuk memompa dan memindahkan oli dari transmisi case (rumah transmisi) menuju ke sistem untuk dilakukan pelumasan terhadap komponen-komponen yang ada di dalam transmisi secara menyeluruh.

6. Clucth housing

Clutch housing adalah rumah dari clucth kopling yang berfungsi sebagai pelindung clutch kopling, clutch housing juga berfungsi sebagai tempat dudukan dari pada oil pump dan input shaft.

7. Transmission gear / roda gigi transmisi

Transmission gear atau roda gigi transmisi berfungsi untuk mengubah input dari motor menjadi output gaya torsi yang meninggalkan transmisi sesuai dengan kebutuhan mesin.

8. Bearing

Bearing berfungsi untuk menjaga kerenggangan dari pada shaft (poros), agar pada saat unit mulai bekerja komponen yang ada di dalam transmisi tidak terjadi kejutan, sehingga transmisi bisa bekerja dengan smooth (halus).

9. Piston ring (ring penyekat oli).

Piston ring berfungsi sebagai penyekat agar tidak terjadi kebocoran pada sistem pelumasan, piston ring juga berfungsi sebagai pengencang input shaft agar input shaft tidak rengang pada saat unit berjalan.

(31)

10. Sun gear (gigi matahari)

Sun gear berfungsi untuk meneruskan putaran ke planetary gear section. Sun gear berhubungan langsung dengan gear yang ada pada unit planetary yang berfungsi sebagai penerus putaran, momen dari transmisi.

11. Oil filter (filter oli)

Oil filter adalah komponen yang berfungsi untuk menyaring oli dari kotoran. Oli harus di saring, agar komponen transmisi tidak cepat aus yang disebabkan karena terjadinya gesekan antara komponen yang dapat menimbulkan geram-geram. Sehingga oli yang masuk ke sistem harus disaring dulu agar unit transmisi tetap baik.

2.3 Getaran (Vibrasi)

Vibrasi adalah suatu gerak bolak-balik di sekitar kesetimbangan.

Kesetimbangan adalah keadaan dimana suatu benda berada pada posisi diam jika tidak ada gaya yang bekerja pada benda tersebut (Ulfiandi, 2010).

Vibrasi dapat ditunjukkan dengan cara yang sederhana yaitu dengan pegas yang diberi beban. Kemudian pegas ditarik dan dilepaskan. Pada pegas akan tampak gerakan bolak balik dari atas ke bawah.

Mesin yang ideal tidak akan bergetar karena energi yang diterimanya digunakan sepenuhnya oleh mesin itu sendiri. Mesin yang dirancang dengan baik akan menghasilkan vibrasi yang relatif rendah tetapi dengan bertambahnya usia mesin dan dengan pengoperasian dalam jangka waktu lama akan menyebabkan mesin tersebut mengalami :

1. Keausan pada elemen mesin

2. Perubahan struktur pondasi akibat usia maupun akibat lingkungan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya misalignment pada poros.

3. Perubahan perilaku dinamik pada mesin sehingga terjadi perubahan frekuensi.

(32)

Beberapa parameter penyebab vibrasi pada gearbox :

1. Misalignment (titik pusat antara dua poros yang tidak terletak pada satu sumbu)

2. Kondisi tidak seimbang (unbalance)

3. Cacat yang terjadi pada bagian mesin antara lain pada bearing, roda gigi, dan lain-lain

4. Kekurangan pelumasan

5. Kurang baiknya kinerja bantalan.

Vibrasi yang berlebihan menyebabkan :

1. Mengendornya sambungan-sambungan pada mesin 2. Menimbulkan suara bising

3. Meningkatnya beban pada komponen-komponen mesin.

4. Mempercepat ausnya bagian-bagian mesin Parameter vibrasi :

1. Simpangan (displacement) 2. Kecepatan (velocity) 3. Percepatan (acceleration)

2.3.1 Jenis-jenis Getaran

Getaran terjadi ketika sistem merespon beberapa eksitasi internal atau eksternal dan dapat dipecah menjadi dua tipe dasar (Pruftechnik, 2002) :

1. Free Body Vibration (Getaran Bebas)

Gambar 2.3 Free Body Vibration (Sumber : Pruftechnik, 2002)

(33)

2. Meshing and Passing Vibration

Gambar 2.4 Gear Mesh Vibration (Sumber : Pruftechnik, 2002)

2.3.2 Karakteristik Vibrasi

Kondisi suatu mesin dan masalah-masalah kerusakan mekanik yang terjadi dapat diketahui dengan mengukur karakteristik sinyal getaran pada mesin tersebut dengan mengacu pada gerakan pegas. Karakteristik suatu getaran dengan memetakan gerakan dari pegas tersebut terhadap waktu. Pada Gambar 2.5, menjelaskan tentang karakteristik getaran (Sunarko, 2010).

Peak Acceleration

Displacement

Peak Velocity

Gambar 2.5 Karakteristik getaran (Sumber : Sunarko, 2010)

(34)

Nilai satuan-satuan skala faktor dapat dilihat pada Tabel 2.2, yang digunakan pada pengukuran getaran pada umumnya sebagai berikut : Nilai Peak to peak adalah nilai amplitudo dari gelombang sinusosidal mulai batas atas sampai batas bawah atau 2 x nilai peak, nilai Peak adalah nilai amplitude nilai normal = 0 sampai batas atas, nilai RMS (Root Mean Square) adalah nilai yang sering di gunakan untuk untuk mengklasifikasi keparahan getaran pada suatu mesin yang mengukur energi efektif yang menghasilkan getaran pada mesin dan Nilai Average adalah nilai rata-rata amplitudo.

Tabel 2.2 Faktor Skala Gelombang Sinusoidal

Sumber : Sunakro, 2010

2.3.2.1 Perpindahan Getaran (Vibration Displacement)

Pada Gambar 2.5, Perpindahan Getaran atau Vibration Displacement di tunjukan pada getaran dengan jarak yang ditempuh dari suatu puncak ke puncak (peak to peak), Perpindahan tersebut pada umumnya dinyatakan dalam satuan mikron (μm) atau mils. Dimana : 1 μm = 0,001 (mm) dan 1 mils = 0,001 (inch).

2.3.2.2 Kecepatan Getaran (Vibration Velocity)

Pada Gambar 2.5, Kecepatan Getaran di notasi kan dengan dua keadaan yaitu (peak) dan menurut ISO menggunakan (rms). Pada gerak periodik getaran kecepatan maksimum terjadi pada titik (posisi netral) sedangkan kecepatan minimum titik puncak atas (top or crest) dan titik puncak bawah (bottom or trough), Kecepatan getaran maksimum ini biasanya dalam satuan : mm/det atau

(35)

peak atau mm/s-pk atau inches (ips-pk). Untuk root mean square (rms). Nilai peak

= 1,414 x nilai rms, Kadang-kadang digunakan juga satuan inch/sec (peak) atau inch/sec (rms), 1 inches = 25,4 (mm)

2.3.2.3 Percepatan Getaran (Vibration Acceleration)

Pada Gambar 2.5, Karakteristik getaran lain dan juga penting adalah percepatan. kecepatan getaran adalah nol titik puncak atas (top or crest) dan titik puncak bawah (bottom or trough), tetapi pada bagian-bagian tersebut akan mengalami percepatan mengalami nilai maksimum. Sedang pada kondisi netral percepatan getaran adalah nol. Secara teknis percepatan adalah laju perubahan dari kecepatan. Percepatan getaran pada umumnya dinyatakan dalam, satuan “g”, dimana satu “g” adalah percepatan yang disebabkan oleh gaya gravitasi padapermukaan bumi. Sesuai dengan perjanjian intemasional satuan gravitasi pada permukaan bumi “g” adalah 9,0665 (m/det2), 386,087 (in/det2) atau 32, 1739 (ft/det2)

2.3.2.4 Frekuensi

Pada Gambar 2.6, titik A sampai titik E merupakan cycle kesatu, pada titik E sampai titik I cycle kedua, pada titik I sampai titik M cycle ketiga, dan seterusnya. Pada titik puncak atas (top or crest) nilai maksimum positif diatas garis dasar (line reference) dan titik puncak bawah ( bottom or trough ) nilai maksimun negatif dibawah garis dasar (line reference). Satu gelombang terdiri dari titik puncak atas (top or crest) dan titik puncak bawah. frekuensi dari getaran tersebut biasanya dinyatakan sebagai jumlah siklus getaran yang terjadi tiap menit (CPM = Cycles per minute). Sebagai contoh sebuah mesin bergetar 60 kali (siklus; dalam 1 menit maka frekensi getaran mesin tersebut adalah 60 CPM.

Frekuensi bisa juga dinyatakan dalam CPS (cycles per second) atau Hertz dan putaran dinyatakan dalam revolution per minute (RPM). Frekuensi = 1/periode.

(36)

Gambar 2.6 Fundamental Gelombang (Sumber : Sunarko, 2010) 2.3.2.5 Panjang Gelombang (Wavelength)

Pada gambar 2.6 gelombang 1 (wave 1), jarak antara A dan E, atau B dan F, dan seterusnya merupakan satu panjang gelombang. Panjang gelombang menggunakan symbol yunani = λ (lamda)

2.3.2.6 Amplitudo

Pada gambar 2.7 gelombang 1 dan gelombang 2 mempunyai panjang gelombang yang sama, tetapi titik puncak atas (top or crest) dan titik puncak bawah (bottom or trough) berbeda. Jarak antara garis dasar (line reference) dan titik puncak atas (top or crest) disebut Amplitudo (Amplitude)

2.3.2.7 Fase

Pada gambar 2.7, terlihat bentuk gelombang dengan intensifikasi amplitudo dan frekuensi, tetapi titik puncak atas (top or crest) mengalami pergeseran (offset) dengan jarak T/4 disebut sudut fase (phase angle). Jarak T = 360°, sehingga sudut fasenya = 90°

(37)

Gambar 2.7 Hubungan Fase dengan Dua Gelombang yang Sama (Sumber : Sunarko, 2010)

2.3.2.8 Harmonik

Pada Gambar 2.8, menerangkan beberapa bentuk gelombang yang menarik. Diasumsikan jarak (displacement) diwakilkan dengan sumbu Y dan Waktu (time) pada sumbu X dengan nilai 1 detik

Gambar 2.8 Gelombang Harmonik (Sumber : Sunarko, 2010)

1. Gelombang (1) mewakilkan 1 cycle. Dengan waktu 1 detik berarti F = 1 Hz.

2. Gelombang (3) mewakilkan 3 cycle. Dengan waktu 1 detik berarti F = 3 Hz.

3. Gelombang (5) mewakilkan 5 cycle. Dengan waktu 1 detik berarti F = 5 Hz.

(38)

4. Gelombang (7) mewakilkan 7 cycle. Dengan waktu 1 detik berarti F = 7 Hz.

5. Gelombang (9) mewakilkan 9 cycle. Dengan waktu 1 detik berarti F = 9 Hz

Dengan ini (1,3,5,7,9…) disebut ganjil odd harmonics pada frekuensi. Apabila semakin banyak dapai menghasilkan bentuk gelombang square. Bila semakin komplek biasanya menggunakan teknik Fourier Transform

2.4 Karakteristik Kerusakan pada Transmisi

Pada Gambar 2.9, adalah gambar tampilan analisa spektrum menggunakan FFT, Running Speed (1x), Lower Frekuensi Harmonics/Multiples.

Kedua bentuk spektrum tersebut memberikan informasi kerusakan pada mesin seperti : kerusakan misalignment, kerusakan unbalance, dan lain-lain. Sedangkan Bearing Frequencies adalah informasi spektrum FFT untuk mengindentifikasi kerusakan pada bearing, terjadi pada putaran mesin yang tinggi (Sunarko, 2010).

Gambar 2.9 Analisa Spektrum pada FFT (Sumber : Sunarko, 2010)

Sinyal getaran dapat diuraikan atas komponen-komponenya dengan memakai domain frekuensi. Setiap cacat atau kerusakan mesin membangkitkan sinyal getaran yang unik yang juga disebut dengan “signature”, yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi kerusakan mesin, sebagai berikut:

Ketidakseimbangan (Unbalance), Bent shaft, Eccentricity, Ketidaksumbuan

(39)

(Misalignment), kelonggaran (looseness), Kerusakan pada bearing (bearing defect), belt drive problems, Gear Defects, Electrical Fault, Oil Whip/Whirl, Cavitation, shaft cracks, Rotor rubs, Resonance, Hydrolic, aerodynamic forces, dan lain-lain. Berikut pembahasan karakteristik getaran kerusakan mesin tidak keseluruhan, hanya bebeberapa yang terpenting dalam penelitian ini, sebagai berikut

2.4.1 Ketidakseimbangan (Unbalance)

Ketidakseimbangan terjadi ketika poros berputar pada sumbunya massa berputar tidak tepat pada titik sumbu, hal ini disebabkan karena massa yang tidak homogen struktur bahannya. Ketidakseimbangan terbagi atas tiga bagian yaitu : ketidakseimbangan dapat terjadi pada satu bidang (static umbalance), ketidakseimbangan pada beberapa bidang (couple unbalance) dan gabungan keduanya disebut (dynamic unbalance). Gambar 2.10, menunjukan kondisi ketidakseimbangan.

Gambar 2.10 Kondisi Unbalance (Sumber : Sunarko, 2010)

2.4.2 Ketidaksumbuan (Misalignment)

Ketidaksumbuan dihasilkan ketika shafts, couplings dan bearing tidak berputar pada satu sumbu. Terdapat dua tipe misalignment yaitu:

• Angular Misalignment

Terjadi ketika dua poros pada sambungan tidak berhimpit, sehingga membentuk sudut kerengangan. Dapat dilihat pada Gambar 2.11.

(40)

Gambar 2.11 Kondisi Angular Misalignment (Sumber : Sunarko, 2010)

• Parallel Misalignment

Terjadi karena pergeseran dua buah poros yang berhubungan membentuk parallel atau lebih dikenal dengan istilah offset. Dapat dilihat pada Gambar 2.12

Gambar 2.12 Kondisi Parallel Misalignment (Sumber : Sunarko, 2010)

2.4.3 Kelonggaran (Looseness)

Terjadi apabila komponen-komponen pengikat dalam hal ini kekuatan baut fungsinya sudah tidak baik untuk mengikat komponen lain. Karakteristik dari getaran yang disebabkan oleh looseness adalah menghasikan sinyal harmonik yang seporadik akan mengasilkan 2x, 3x, 4x, 5x putaran poros atau 3x, 3,5x, 4x,

(41)

5.5x. Spektrum yang dihasil dengan analisa FFT dapat dilihat pada Gambar 2.13, sebagai berikut:

Gambar 2.13 Analisa FFT-kondisi Looseness (Sumber : Sunarko, 2010)

2.4.4 Kerusakan Bearing

Kerusakan bearing pada umumnya terkait pada kerusakan ball bearing pada frekuensi tinggi dapat dikategorikan sebagai kerusakan outer-ring, inner ring, kerusakan bola dan kerusakan pada train/retainer. frekuensi yang terjadi pada kerusakan bearing disimbolkan dengan Ford (Frequency Outer Race Defect)

= BPFO (Ball Pass Frequency-Outer), Fird (Frequency Inner Race Defect) = BPFI (Ball Pass Frequency-Inner), Fbd (Frequency Ball Defect) = BSF (Ball Spin Frequency) dan FC (Frequency Cage = FTF (Fundamental Train Frequency (cage)). Pada Gambar 2.13, Spekrum FFT untuk kerusakan bearing dapat dibagi menjadi empat bagian atau daerah (A, B, C dan D) tingkat kerusakan. Pada tingkat pertama ini indikasi awal kerusakan yaitu pada range ultrasonic.

Frekuensi ini dievaluasi denag spike energy (gSE), SEE, PeakVue, SPM dan lainya. Pada tingkat kedua kerusakan mulai terjadi pada bearing denga frekuensi natural 30 K sampai 120 K (cpm), frekuensi sideband. Pada tingkat ketiga frekuensi kerusakan bearing mulai mulai terlihat dan pada tahap keempat frekuensi defect bearing menghilang dan diganti random vibration dalam bentuk noise.

(42)

Tingkat 1 Tingkat 2

Tingkat 3 Tingkat 4

Gambar 2.14 Analisa FFT-kondisi Bearing defect (Sumber : Sunarko, 2010)

2.5 Teori Persamaan Redaman

Yang dimaksud dengan redaman adalah proses dimana terjadinya pengurangan amplitudo dari suatu getaran akibat gesekan dan hal lainnya (Lasmaria, 2011).

Untuk kasus dimana terdapat redaman, persamaan gerak untuk sistem MDOF dengan kondisi getaran bebas adalah :

mϋ+ ců + ku = 0……….……….….……(2.1) Dimana c adalah konstanta redaman yang merupakan energi yang terdisipasi pada suatu siklus getaran bebas ataupun getaran paksa yang harmonik.

Kemudian yang dimaksud dengan rasio redaman (ζ) adalah suatu nilai tidak berdimensi yang bergantung pada properti fisik suatu sistem struktur (massa dan kekakuan), yaitu perbandingan antara konstanta redaman dengan konstanta redaman kritis (ζ=c/2mω).

u= ∑𝑁𝑟=1φrqr (t) = Φq(t) ………….……….……….…(2.2)

Memasukkan pers. (2.2) ke pers. (2.1), maka :

(43)

mΦq̈+ cΦq̇ + kΦq = 0 ………..…………...………..(2.3) Dengan mengalikan ΦT pada bagian kiri dari tiap penyusun pers. (2.3), maka :

Mq̈ + Cq̇ + Kq = 0………...…………..(2.4) Dimana:

C = ΦTcΦ………..(2.5)

M = ΦTmΦ………...………(2.6)

K = ΦTkΦ……….(2.7)

C adalah matriks redaman n x n, yang mana dapat tidak berbentuk diagonal seperti halnya matriks massa dan matriks kekakuan sesuai dengan distribusi redaman pada sistem struktur. Jika C diagonal, maka sistem disebut dengan redaman klasik. Apabila sebaliknya, maka disebut redaman non-klasik, dimana analisa modal klasik tidak dapat digunakan dan sistem tidak memiliki nilai frekuensi natural dan mode getar yang sama dengan sistem tanpa redaman.

Untuk tipe redaman klasik, resio redaman mode n adalah : 𝜁𝑛 = Cn

2Mnωn………(2.8)

2.5.1 Persamaan gerak untuk sistem tanpa redaman

Persamaan gerak untuk sistem MDOF linier tanpa redaman dengan pembebanan dinamik adalah sebagai berikut (Lasmaria, 2011):

Mü + ku = p (t)……….(2.9) Persamaan gerak ini merupakan matriks persamaan, dimana persamaan pada suatu baris pada matriks persamaan berhubungan dengan satu atau lebih persamaan baris lainnya pada matriks persamaan tersebut (coupled equation).

Matriks persamaan tipe ini akan menuntut banyak waktu dan proses dalam penyelesaian apabila DOF struktur yang kita tinjau cukup banyak. Dikarenakan semakin banyak jumlah DOF, semakin besar dimensi matriks persamaan yang terbentuk. Sehingga untuk mempermudah proses penyelesaian, akan lebih mudah apabila persamaan gerak diatas dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menjadi

(44)

uncoupled equations, yaitu dengan mentransformasikan persamaan-persamaan dalam matriks ke dalam koordinat modal.

Pada sistem MDOF vektor perpindahan dapat direpresentasikan sebagai ekspansi dari kontribusi modal-modal. Dimana jumlah modal dapat diambil sebanyak N, sehingga bentuk vektor perpindahan suatu sistem struktur adalah seperti pers. (2.2).

Untuk merubah persamaan coupled menjadi uncoupled, langkah yang diambil adalah dengan memasukkan pers. (2.2) ke pers. (2.9) dan mengalikan φnT

pada awal setiap bagian penyusun pers. (2.9), maka akan didapatkan persamaan berikut:

𝑁𝑟=1φn𝑇 m φrq̈r(t) + ∑𝑁𝑟=1φn𝑇 k φrqr(t) = φn𝑇 𝑝(𝑡)….………(2.10) Perubahan tipe persamaan coupled menjadi persamaan uncoupled dibantu oleh sifat ortogonalitas dari eigenvector. Dimana :

φn𝑇 k φr = 0 dan φr𝑇 m φn = 0………(2.11) Sehingga pers. (2.5) menjadi :

n𝑇 m φn)𝑞̈𝑛(𝑡) + (φn𝑇 k φn)𝑞𝑛(𝑡) = φn𝑇 p(t)……….(2.12) Atau :

𝑀𝒏𝑞̈𝑛(𝑡) + 𝐾𝒏𝑞𝑛(𝑡) = 𝑃𝑛(𝑡)……….……….(2.13) Persamaan ini adalah suatu persamaan differensial orde dua yang menerangkan kontribusi modal ke-n. Dimana apabila kesemua modal yang diinginkan dibentuk menjadi suatu persamaan matriks besar, maka persamaannya adalah sebagai berikut :

Mq̈+ Kq = P(t)………..(2.14) Persamaan matriks menjadi uncoupled karena matriks M dan K adalah matriks diagonal, dimana tiap modal-n dapat diselesaikan seperti permasalahan SDOF, dimana hanya qn(t) sebagai komponen yang tidak diketahui. Kemudian untuk mengetahui vektor perpindahan, setelah mengetahui nilai q (vektor qn(t)), kita kembali ke pers. (2.2).

(45)

2.5.2 Persamaan gerak untuk sistem redaman

Dengan memasukkan faktor redaman pada pers. (2.9), maka persamaan gerak menjadi (Lasmaria, 2011):

mü + ců + ku = p(t)………..(2.15) Metode yang digunakan dalam penurunan persamaan sama dengan bagian sebelumnya. Sehingga pada akhirnya akan didapatkan persaman sebagai berikut :

𝑀𝒏𝑞̈𝑛(𝑡) + ∑𝑁𝑟=1φn𝑇 𝐶𝑛𝑟q̇r(t) + Kn qn (t) = Pn (t)……….(2.16) Dimana:

Cnr = φn𝑇 c φr……….………(2.17) Pers. (2.16) dalam bentuk matrisial :

Mq̈+ Cq̇ + Kq = P(t)……….(2.18) C adalah matriks non-diagonal dari koefisien Cnr, sehingga nilai qn(t) masih coupled. Persamaan modal dapat bersifat uncoupled apabila sistem struktur memiliki tipe redaman klasik, dimana Cnr = 0 apabila n ≠ r. Sehingga pers. (2.16) menjadi :

𝑀𝒏𝑞̈𝑛(𝑡) + 𝐶𝑛𝑞̇𝑛 + 𝐾𝒏q𝑛(𝑡) = 𝑃𝑛(𝑡)………(2.19) Dengan membagi pers. (2.19) dengan Mn, maka :

𝑞̈𝑛 + 2𝜁𝑛 𝜔𝑛𝑞̇𝑛 + ω𝑛2𝑞n = 𝑃𝑛 (𝑡)

𝑀𝑛 ………...(2.20)

2.6 Model Analitik Vibrasi

Vibrasi yang terjadi pada gearbox memiliki titik kritis pada bagian poros dan roda gigi karena berfungsi untuk mentransmisikan daya yang diterima dan mendistribusikan daya tersebut

2.6.1 Model Analitik Vibrasi pada Poros

Poros merupakan komponen yang menyalurkan torsi sehingga timbulnya tenaga. Poros penggerak menghasilkan gaya beban aksial dari proses kerja

(46)

transmisi. Dapat dilihat pada gambar 2.15 diagram benda bebas pada poros penggerak (M. Krodkiewski, 2008).

Gambar 2.15 Diagram Benda Bebas Poros

(Sumber: Mechanical Vibration, J.M. Krodkiewski, 2008)

Poros merupakan elemen elastis yang menyalurkan torsi. Diasumsikan torsi Ƭ (z,t) terdistribusi sepanjang sumbu z dan merupakan fungsi dari waktu t.

Poros memiliki modulus geser G(z), densitas ρ(z), luas penampang A(z) dan momen kedua dari J(z). Ketika terjadi momen torsi Ƭ (z,t), poros menghasilkan getaran torsional dan secara langsung membentuk sudut dari luas penampang pada z yaitu φ(z,t). Posisi sudut pada jarak z + dz lebih besar daripada total diferensial

𝜕𝜑(𝑧,𝑡)

𝜕𝑧 𝑑𝑧. Diasumsikan elemen dz merupakan poros. Maka momen inersia dari sumbu z adalah

dI = ∫ rA 2dAρ(z)dz = J(z)ρ(z)dz………..….(2.21) Dimasukkan ke persaaman umum Newton, maka didapatkan persamaan :

dI 2φ(z,t)

∂t2 = −T (z, t) + T (z, T) +∂T(z,t)

∂z dz + τ (z, t)dz………..(2.22) Persamaan 2.22 disederhanakan menjadi :

J(z)ρ(z)2φ(z,t)

∂t2∂T(z,t)

∂z = τ(z, t) ………..….(2.23) Hubungan antara Torsi Ƭ (z,t) dan defleksi φ (z,y)

φ(z,t)

∂z dz = T(z,t)dz

G(z) J(z)……….…….(2.24)

(47)

Dimasukkan pada persamaan 2.23 menjadi:

J(z)ρ(z)2φ(z,t)

∂t2

∂zG(z)J(z)∂φ(z,t)

∂z = τ(z, t) ………..….(2.25) Jika, λ2 = G

ρ ; q(z,t) = T(z,t)

……….(2.26) Maka, J(z) , ρ(z), dan G(z) konstan, maka persamaan getaran menjadi :

2φ(z,t)

∂t2 − λ2 2φ(z,t)

∂z2 = q(z, t) (Percepatan)………….……...(2.27)

∂φ(z,t)

∂t − λ2 ∂φ(z,t)

∂z = v(z, t) (Kecepatan)………….……....(2.28) φ − λ2 φ = x(z, t) (Perpindahan)………….…...(2.29) 2.6.2 Model Analitik Vibrasi pada Roda Gigi

Pada gambar 2.16 dapat dilihat diagram benda bebas roda gigi yang terjadi pada sistem transmisi (G. Piersol, 2010).

Gambar 2.16 Diagram Benda Bebas Roda Gigi Ada dua jenis getaran yang dihasilkan pada roda gigi yaitu:

1. Getaran dari beban aksial.

2. Getaran dari beban radial.

(48)

Namun pada arah aksial sudah dijelaskan pada subbab sebelumnya pada poros penggerak. Satu dari beberapa kemungkinan lahirnya vibrasi disebabkan oleh gaya inersia yang dihasilkan oleh elemen yang bergerak. Roda gigi berputar dengan kecepatan sudut konstan ω. Jika μ merupakan gaya gesek pada roda gigi dan m adalah massanya.

Maka roda gigi menghasilkan gaya sentrifugal

F = m μ ω2………...…….(2.30) Komponen yang bergerak secara vertikal pada sumbu x adalah

Fx = m μ ω2 sin ωt………(2.31) Massa roda gigi M diletakkan pada poros dengan kekakuan k. Sifat redaman dituliskan dengan koefisien redaman c. Maka didapatkan model persamaan matematika :

Mẍ = - kx – cẋ + m μ ω2 sin ωt……….(2.32) Bentuk standar dari persamaan ini adalah

ẍ + 2ζωnẋ +ωn2 x = q sin ωt………..(2.33) Dimana

ωn= √k

M 2ζωn= c

M q=m μ ω2

M ……..…(2.34)

Maka, getaran paksa pada kondisi steady adalah

X = Asin(ωt + φ)……….….(2.35) Dimana

𝐴 =

𝑞 𝜔𝑛2

√(1−(𝜔 𝜔𝑛)2)

2

+4 𝜁2(𝜔 𝜔𝑛)2

𝜑 = −𝑎𝑟𝑐𝑡𝑎𝑛 2𝜁

𝜔 𝜔𝑛 1−(𝜔

𝜔𝑛)2

………..……(2.36)

𝐴 =

𝑚 𝑀𝜇(𝜔

𝜔𝑛)2

√(1−(𝜔 𝜔𝑛)2)

2

+4 𝜁2(𝜔 𝜔𝑛)2

𝜑 = −𝑎𝑟𝑐𝑡𝑎𝑛 2𝜁

𝜔 𝜔𝑛 1−(𝜔

𝜔𝑛)2 ………….(2.37)

(49)

Gaya yang ditransmisikan roda gigi, ditunjukkan pada bentuk fisik adalah : 𝑅(𝑡) = 𝑘𝑥 + 𝑐ẋ

= 𝐴√𝑘2+ 𝑐2𝜔2sin (𝜔𝑡 + 𝜑 + 𝛿)………(2.38) Maka, amplitudo dari reaksi tersebut adalah :

|𝑅| = 𝐴√𝑘2 + 𝑐2𝜔2 = 𝐴𝑀 √𝜔𝑛4+ 4𝜁2𝜔𝑛2𝜔2

= 𝑚𝜇𝜔2 √1+4𝜁

2(𝜔 𝜔𝑛)2

√(1−(𝜔 𝜔𝑛)2)

2

+4 𝜁2(𝜔 𝜔𝑛)2

……….(2.39)

Maka persamaan getaran total yang terjadi pada arah aksial dan radial adalah 𝑅(𝑡) = 𝑘 𝐴𝑠𝑖𝑛 (𝜔𝑡 + 𝜑) + 𝑐𝐴𝜔 cos(𝜔𝑡 + 𝜑)………(2.40) 2.6.3 Model Analitik Persamaan Getaran Arah Aksial

Persamaan gerak yang terjadi bersumber dari poros yang bergerak sehingga menimbulkan gerak. Berikut diuraikan persamaan gerak yang terjadi:

Gambar 2.17 Konstruksi Poros (ditinjau arah aksial)

Gambar 2.18 Diagram Benda Bebas Poros (Aksial) (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

k1 1

k2 k3 k4 k5

1 2 3 4 5 6

k11 k21 k31 k41

J1,θ1 J2,θ2 J3,θ3 J4,θ4 J5,θ5 J6,θ6

k51

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya teknik perbaikan dengan menggunakan carbon fiber tersebut, maka akan terjadi peningkatan kapasitas kolom beton bertulang setelah perbaikan sehingga

Dengan adanya teknik perbaikan dengan menggunakan carbon fiber tersebut, maka akan terjadi peningkatan kapasitas kolom beton bertulang setelah perbaikan sehingga

Dan apakah terdapat gap (kesenjangan) yang terjadi antara persepsi dan harapan nasabah sehingga perlu dilakukan perbaikan terhadap atribut yang menjadi prioritas perbaikan,

Perbandingan tekanan yang terjadi menunjukkan bahwa data ukur awal (tanpa PRV) menunjukkan peningkatan tekanan yang semakin besar yang disebabkan oleh perbedaan elevasi yang

Hal ini akan dapat terjadi jika pada Non Perfoming Loan (NPL) mengalami peningkatan, yaitu terjadi pula peningkatan kredit bermasalah yang lebih besar

Apabila perhitungan pada IPR meningkat berarti bahwa terjadi peningkatan pada surat berharga yang dimiliki oleh bank dengan jumlah presentase lebih besar jika dibandingkan dengan

Dari pengamatan yang dilakukan penulis, faktor yang paling besar pengaruhnya adalah faktor manusia dan mesin, karena dilihat dari jenis kegagalan yang sering terjadi

Untuk meningkatkan pengaruh yang terjadi secara positif dan signifikan usulan perbaikan yang diberikan yaitu memastikan secara bertahap bahwa ekspektasi yang dimiliki pengguna terhadap