• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI LAHAN DI LERENG GUNUNG LAWU DESA SEGORO GUNUNG. Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI LAHAN DI LERENG GUNUNG LAWU DESA SEGORO GUNUNG. Skripsi"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI LAHAN DI LERENG GUNUNG LAWU

DESA SEGORO GUNUNG

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh:

Evi Rosiana NIM. M0407009

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2012

(2)

commit to user

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI LAHAN DI LERENG GUNUNG LAWU

DESA SEGORO GUNUNG Evi Rosiana

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret

Surakarta ABSTRAK

Perbedaan lahan mempengaruhi populasi dan komposisi makrofauna tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indeks keanekaragaman makrofauna tanah pada lahan perkebunan (teh dan stevia), lahan holtikultura (labu siam, kubis dan stroberi) dan lahan hutan pinus di Lereng Gunung Lawu Desa Segoro Gunung.

Koleksi makrofauna permukaan tanah dilakukan dengan metode pit fall trap dan koleksi makrofauna dalam tanah dilakukan dengan metode hand sorting.

Lokasi sampling ditentukan dengan metode purposive sampling. Indeks dinyatakan dengan indeks keanekaragaman Simpson. Perbandingan studi komunitas antar penggunaan lahan dinyatakan dengan Indeks Similaritas Sorensen. Hubungan antara keanekaragaman makrofauna tanah dengan faktor lingkungan abiotik dianalisis dengan korelasi Pearson.

Berdasarkan penelitian ini ditemukan 2 phylum yaitu Annelida dan Arthropoda. Indeks keanekaragaman makrofauna permukaan tanah berturut-turut dari yang tertinggi adalah perkebunan teh (0,7918), lahan holtikultura labu siam (0,7532), lahan holtikultura stroberi (0,7098), lahan perkebunan stevia (0,6924), hutan pinus (0,3921), dan holtikultura kubis (0,3902). Indeks keanekaragaman makrofauna dalam tanah berturut-turut dari yang tertinggi adalah lahan holtikultura labu siam (0,6942), perkebunan teh (0,5717), hutan pinus (0,4494), holtikultura stroberi (0,4447), holtikultura kubis (0,2780) dan perkebunan stevia (0,0000). Dari hasil analisis korelasi Pearson, menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman makrofauna dalam tanah terlihat erat dengan intensitas cahaya (-0,902), suhu udara (-0,899) dan kelembaban tanah (0,905).

Kata Kunci: Keanekaragaman, Makrofauna Tanah, Lahan, Desa Segoro Gunung

(3)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Makrofauna tanah sangat besar peranannya dalam proses aliran karbon, redistribusi unsur hara, siklus unsur hara, bioturbasi dan pembentukan struktur tanah (Anderson, 1994). Fauna tanah memegang peranan penting dalam ekosistem tanah, karena proses dekomposisi material organik dalam tanah ikut ditentukan oleh adanya makrofauna tanah di habitat tersebut sehingga bermanfaat bagi kesuburan tanah (Buckman & Brady, 1982).

Menurut Wallwork (1970), fauna tanah dalam melakukan aktivitas hidupnya sangat ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, baik faktor abiotik maupun biotik dimana dia berada (hidup), seperti kondisi-kondisi fisik, kimia, biotis, dan ketersediaan makanannya, serta cara pengelolaan tanah yang secara umum dapat mempengaruhi populasi fauna tanah, baik kehadiran, penyebaran, kelimpahan maupun keanekaragaman spesiesnya.

Gunung Lawu merupakan habitat yang sangat eksotis, karena terletak antara lingkungan Jawa Timur yang cenderung datar, kering dan gersang dengan Jawa Tengah yang mulai basah, sebelum Jawa Barat dan Banten yang bergunung- gunung, basah dan dingin. Sebagai kawasan peralihan ekologi (ekoton), tempat ini ditumbuhi flora khas Jawa Timur yang tidak tumbuh di daerah Jawa Barat atau sebaliknya (Steenis, 1972).

Berdasarkan pengamatan secara langsung di Desa Segoro Gunung yang merupakan sebuah desa kecil yang berada di lereng barat Gunung Lawu ini, sudah digunakan menjadi lahan perkebunan (perkebunan teh dan stevia), lahan

(4)

commit to user

holtikultura (labu siam, kubis dan stroberi) dan lahan hutan pinus.

Perbedaan lahan akan mempengaruhi populasi dan komposisi makrofauna tanah. Pengolahan tanah secara intensif, pemupukan dan penanaman secara monokultur pada sistem pertanian konvensional dapat menyebabkan terjadinya penurunan secara nyata keanekaragaman hayati makrofauna tanah (Crossley et al., 1992; Paoletti et al., 1992; Pankhurst, 1994 dalam Maftuah et al., 2005).

Menurut Juhadi (2007), dalam konteks pengelolaan suatu kawasan perbukitan, upaya pemanfaatan lahan harus sesuai dengan tingkat kemampuannya, yaitu dengan memperbaiki pola pemanfaatan lahan serta melakukan usaha konservasi tanah dan air sehingga dapat terhindar dari kerusakan (erosi dan longsor) dan terwujud lahan yang optimal.

Pada saat ini, belum ada informasi mengenai komposisi komunitas fauna tanah khususnya makrofauna tanah yang terdapat di Lereng Gunung Lawu Desa Segoro Gunung. Mengingat pentingnya peran makrofauna tanah dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan masih relatif terbatasnya informasi mengenai keberadaan makrofauna tanah di Lereng Gunung Lawu Desa Segoro Gunung ini, maka perlu dilakukan inventarisasi mengenai keanekaragaman makrofauna tanah di lahan tersebut.

Penelitian keanekaragaman makrofauna tanah di Lereng Gunung Lawu Desa Segoro Gunung ini dilakukan dengan mendeskripsikan keanekaragaman makrofauna tanah pada berbagai lahan yang ada di Lereng Gunung Lawu Desa Segoro Gunung serta mengidentifikasi hubungan faktor-faktor lingkungan dengan keanekaragaman makrofauna tanah.

(5)

commit to user B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

a.Bagaimana indeks keanekaragaman makrofauna tanah pada lahan perkebunan (teh dan stevia), lahan holtikultura (labu siam, kubis dan stroberi) dan lahan hutan pinus di Lereng Gunung Lawu Desa Segoro Gunung?

b.Bagaimana hubungan antara faktor lingkungan dengan indeks keanekaragaman makrofauna tanah pada lahan perkebunan (teh dan stevia), lahan holtikultura (labu siam, kubis dan stroberi) dan lahan hutan pinus di Lereng Gunung Lawu Desa Segoro Gunung?

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:

a.Mengetahui indeks keanekaragaman makrofauna tanah pada lahan perkebunan (teh dan stevia), lahan holtikultura (labu siam, kubis dan stroberi) dan lahan hutan pinus di Lereng Gunung Lawu Desa Segoro Gunung.

b.Mengetahui hubungan antara faktor lingkungan dengan indeks keanekaragaman makrofauna tanah lahan perkebunan (teh dan stevia), lahan holtikultura (labu siam, kubis dan stroberi) dan lahan hutan pinus di Lereng Gunung Lawu Desa Segoro Gunung.

(6)

commit to user D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Memberi informasi mengenai indeks keanekaragaman makrofauna tanah lahan perkebunan (teh dan stevia), lahan holtikultura (labu siam, kubis dan stroberi) dan lahan hutan pinus di Lereng Gunung Lawu Desa Segoro Gunung.

b. Memberi informasi pendukung dalam memperbaiki kualitas lingkungan sebagai fungsi pelestarian lingkungan hidup.

c. Memberikan informasi kepada masyarakat petani di Lereng Gunung Lawu, khususnya di Desa Segoro Gunung agar dapat memilih lahan yang cocok digunakan untuk menanam tanaman perkebunan dan holtikultura.

(7)

commit to user BAB II DASAR TEORI

A. Tinjauan Pustaka Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati merupakan variabilitas antar makhluk hidup dari semua sumber daya, termasuk di daratan, ekosistem perairan dan kompleks ekologis termasuk juga keanekaragaman dalam spesies, antara spesies dan ekosistemnya. Sepuluh persen dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka marga satwa, taman nasional, hutan lindung dan sebagian lagi untuk kepentingan budidaya plasma nufah yang dialokasikan sebagai kawasan yang dapat memberi perlindungan bagi keanekaragaman hayati (Arief, 2001).

Para pakar ekologis mendefinisikan keanekaragaman spesies (spesies diversity) pada dua faktor dasar yaitu jumlah spesies dalam komunitas, yang

biasanya para ekologis menyebut dengan kekayaan spesies (spesies richness) dan kelimpahan relatif spesies atau kerataan spesies (spesies evenness). Pengaruh dari kekayaan spesies pada keanekaragaman komunitas adalah jelas. Sebuah komunitas dengan dua puluh spesies secara nyata lebih kecil keanekaragamannya daripada komunitas serupa dengan delapan puluh spesies. Efek-efek dari kerataan spesies pada keanekaragaman lebih halus (tidak diketahui) tetapi mudah untuk digambarkan (Molles, 1999).

Untuk mengkaji keanekaragaman, ahli ekologi biasanya menggunakan konsep “grup fungsional” yakni pengelompokkan organisme dalam tanah berdasarkan fungsinya yang spesifik dalam ekosistem, yakni sebagai:

(8)

commit to user

pendekomposisi seresah (litter transformer), ecosystem engineers, mikropredator, biota rhizosfer dan bakteri penambat Nitrogen. Selain itu, pengelompokkan grup fungsional juga didasarkan pada habitatnya dalam profil tanah dan caranya memperoleh makan, yakni spesies epigeik (biota yang hidup dan memperoleh makannya di permukaan tanah), spesies aneksik (biota pemakan seresah yang diperolehnya di permukaan, kemudian dibawanya masuk ke dalam tanah) dan spesies endogeik (biota yang hidup dan makan di dalam tanah) (Crossley et al., 1996).

Makrofauna Tanah

Makrofauna tanah merupakan kelompok fauna bagian dari biokeanekaragaman tanah yang berukuran 2 mm sampai 20 mm (Gorny dan Leszek, 1993). Singh (1980), menjelaskan bahwa yang termasuk kelompok makrofauna tanah adalah Annelida, Mollusca, Arthropoda, dan vertebrata kecil, diantaranya yang paling banyak ditemukan hidup di tanah adalah dari kelompok Arthropoda, seperti Insecta, Arachnida, Diplopoda, dan Chilopoda. Brown et al., (2001) menyatakan terdapat banyak definisi mengenai makrofauna tanah.

Makrofauna tanah tersebut termasuk invertebrata di dalam tanah, contoh yang disebutkan adalah:

a. Memiliki panjang tubuh > 1 cm (Dunger, 1964: Wallwork, 1970);

b. Memiliki lebar tubuh > 2 mm (Swift et al., 1979);

c. Dapat dilihat dengan mata telanjang (Kevan, 1962);

d. 90% atau lebih dapat dilihat dengan mata telanjang (Eggleton et al., 2000).

Berdasarkan kehadirannya di dalam tanah, makrofauna tanah dibagi menjadi kelompok transient, temporer, periodik, dan permanen sehingga ada

(9)

commit to user

beberapa hewan yang hidup di tanah hanya selama periode–periode tertentu saja dan pada fase–fase tertentu dari perkembangan mereka (Gorny dan Grum, 1993 dalam Saptini, 2000; Suin, 1997). Makrofauna tanah merupakan hewan endopedonik yaitu yang mempengaruhi tanah dari dalam tanah, yang umumnya tinggal di dalam sistem tanah dan mempengaruhi penampilannya dari sisi dalam (Rahmawaty, 2004). Menurut hasil penelitian Suhardjono et al., (1997) dan Rahmawaty (2004) keanekaragaman fauna tanah pada musim atau tipe permukaan tanah yang berbeda memiliki perbedaan.

Makrofauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau bahan–bahan organik dengan cara menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur; melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin; merubah sisa–sisa tumbuhan menjadi humus; menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas; membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral tanah (Barnes, 1997).

Menurut Arief, (2001 dalam Rahmawaty, 2004), beberapa fauna tanah, seperti herbivora, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas akarnya, tetapi juga hidup dari tumbuh-tumbuhan yang sudah mati. Jika telah mengalami kematian, fauna-fauna tersebut memberikan masukan bagi tumbuhan yang masih hidup, meskipun adapula sebagai kehidupan fauna yang lain. Fauna tanah merupakan salah satu kelompok heterotrof (makhluk hidup di luar tumbuh- tumbuhan dan bakteria yang hidupnya tergantung dari tersedianya makhluk hidup produsen) utama di dalam tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah.

(10)

commit to user

Salah satu tanda kegiatan makrofauna tanah ialah terbentuknya krotovina dalam profil tanah. Krotovina adalah kantong atau terowongan dengan bentuk yang beraneka ragam yang dibuat oleh hewan penggali di dalam suatu bagian profil tanah, yang berisi bahan tanah atau bahan lain yang diangkut dari tempat lain (Notohadiprawiro, 1998).

Desa Segoro Gunung

Desa Segoro Gunung adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Luas Desa Segoro Gunung adalah 1.737.230 Ha. Jumlah penduduk di Desa Segoro Gunung lebih dari 1.342 jiwa.

Desa Segoro Gunung terletak di lereng barat Gunung Lawu, yang berjarak ± 30 km dari Solo, dengan ketinggian 1382 m di atas permukaan laut. Pada umumnya, sebagian besar masyarakatnya adalah petani, diantaranya petani sayuran dan stroberi. Selain itu di Segoro Gunung juga terdapat kebun teh, sehingga sebagian masyarakatnya juga bekerja di kebun teh tersebut.

Lahan Perkebunan

Istilah lahan digunakan berkenaan dengan permukaan bumi beserta segenap karakteristik-karakteristik yang ada padanya dan penting bagi perikehidupan manusia (Christian dan Stewart, 1968). Secara lebih rinci, istilah lahan atau land dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang; yang kesemuanya

(11)

commit to user

itu berpengaruh terhadap lahan oleh manusia pada saat sekarang dan masa mendatang (Brinkman dan Smyth, 1973).

Lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu, lahan pertanian dan lahan bukan pertanian. Lahan pertanian dibedakan secara garis besar kedalam macam lahan berdasarkan penyediaan air dan lahan yang diusahakan. Berdasarkan hal itu dikenal macam lahan seperti sawah, tegalan, kebun, kebun campuran, ladang, perkebunan dan hutan. lahan bukan lahan pertanian dapat dibedakan ke dalam kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi dan sebagainya (Arsyad, 2000).

Dalam Buku Pembakuan Statistik Perkebunan 2007 mengacu pada UU No 18 Tahun 2004, perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.

Tanaman teh merupakan salah satu tanaman tahunan yakni tanaman perkebunan yang umumnya berumur lebih dari satu tahun dan pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu kali masa panen untuk satu kali pertanaman.

Holtikultura

Secara harfiah istilah holtikultura diartikan sebagai usaha membudidayakan tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias (Janick, 1972;

Edmond et al., 1975). Sehingga holtikultura merupakan suatu cabang ilmu pertanian yang mempelajari budidaya buah-buahan, sayuran dan tanaman hias.

(12)

commit to user

Menurut GBHN 1993-1998 selain buah-buahan, sayuran dan tanaman hias, yang termasuk dalam kelompok holtikultura adalah tanaman obat-obatan.

Klasifikasi hortikultura, sebagaimana definisikan oleh Janick (1972) dan Edmond, et al., (1975) yang dikutip Pratignja Sunu dan Wartoyo (2006), adalah budidaya pertanian tanaman buah, obat, sayuran, dan hias. Kegiatan hortikultura dicirikan oleh tenaga kerja, prasarana, serta sarana produksi secara intensif.

Konsekuensinya, tanaman yang dibudidayakan dipilih yang berdaya menghasilkan pendapatan tinggi (alasan ekonomi) atau yang menghasilkan kepuasan pribadi, dan terbagi dalam satuan- satuan usaha berluasan terbatas.

Secara teknis konservasi, adanya variasi antara tanaman pertanian (pangan, holtikultura) dengan rumput diantara tegakan tanaman tahunan, akan meningkatkan penutupan lahan secara sempurna. Variasi tanaman tahunan dan tanaman pertanian ini akan mengurangi pukulan butir hujan secara langsung ke permukaaan tanah (terhindar dari rusaknya struktur tanah), melindungi daya transportasi aliran permukaan, menahan sedimen, meningkatkan pasokan air ke dalam tanah dan mengurangi evaporasi sehingga meningkatkan ketersediaan air tanah dan meningkatkan cadangan air di musim kemarau (Atmojo, 2008).

6. Hutan Pinus

Sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, definisi hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

(13)

commit to user

Jenis hutan berdasarkan fungsi dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi kayu. Jenis hutan berdasarkan tujuan khusus yaitu hutan untuk keperluan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, serta untuk kepentingan religi dan budaya setempat. Syaratnya tidak mengubah fungsi hutan pokok kawasan hutan (Salim, 2003).

Manfaat hutan antara lain untuk memberikan hasil, pencagaran flora dan fauna, pengendalian air tanah dan erosi, ameliorasi iklim. Jika hutan tersebut berada di dalam kota fungsi dan manfaat hutan antara lain menciptakan iklim mikro, engineering, arsitektural, estetika, modifikasi suhu, peresapan air hujan, perlindungan angin dan udara, pengendalian polusi udara, pengelolaan limbah dan memperkecil pantulan sinar matahari, pengendalian erosi tanah, mengurangi aliran permukaan, mengikat tanah (Greenlumut, 2008).

Menurut Syaufina et al., (2007), kondisi hutan yang kebakaran memiliki pengaruh terhadap jenis-jenis arthropoda tanah yang hilang, berkurang atau bertambah di suatu areal hutan, sehingga pengelolaan atau lahan hutan bekas terbakar harus sangat diperhatikan agar tidak menghambat proses pemulihan kondisi tegakan. Berdasarkan pengamatan secara langsung hutan pinus di Desa

(14)

commit to user

Segoro Gunung termasuk ke dalam hutan lindung (pelestarian alam), hutan produksi (kayu dan getah pinus), hutan wisata alam, hutan konservasi dan kawasan perkemahan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999, hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

7. Faktor Lingkungan

Hakim et al., (1986) dan Makalew (2001), menjelaskan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi aktivitas organisme tanah yaitu, iklim (curah hujan, suhu), tanah (kemasaman, kelembaban, suhu tanah, hara), dan vegetasi (hutan, padang rumput) serta cahaya matahari. Tinggi rendahnya komunitas serangga dipengaruhi oleh waktu, tempat dan lingkungannya (Richard dan Southwood, 1968). Selain itu, aktivitas organisme tanah dapat ditentukan oleh beberapa parameter seperti jumlahnya dalam tanah, bobot tiap unit isi atau luas tanah (biomassa) dan aktivitas metaboliknya (Hakim et al., 1986).

Menurut Tian (1992), aktivitas fauna, kondisi tanah dan iklim mikro akan mempengaruhi produktivitas organisme tanah dan struktur vegetasi. Sebaliknya vegetasi akan mempengaruhi organisme tanah melalui sumbangan bahan organik dan iklim mikro yang terbentuk. Cahaya matahari merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sifat-sifat tumbuhan dan hewan (Soetjipta, 1992).

Tumbuhan dan hewan yang berbeda memiliki kebutuhan akan cahaya, air, suhu, dan kelembapan yang berbeda (Reinjtjes et al., 1999). Jumar (2000) menyebutkan berdasarkan responnya terhadap cahaya, makrofauna tanah ada yang aktif pada pagi, siang, sore, dan malam hari.

(15)

commit to user

Sugiyarto (2000), menjelaskan bahwa kebanyakan makrofauna permukaaan tanah aktif di malam hari. Selain terkait dengan penyesuaian proses metabolismenya, respon makrofauna tanah terhadap intensitas cahaya matahari lebih disebabkan oleh akitivitas menghindari pemangsaan dari predator. Dengan pergerakaannya yang umumnya lambat, maka kebanyakan jenis makrofauna tanah aktif atau muncul ke permukaan tanah pada malam hari.

Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah, dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah (Suin, 1997).

Menurut Wallwork (1970), besarnya perubahan gelombang suhu di lapisan yang jauh dari tanah berhubungan dengan jumlah radiasi sinar matahari yang jatuh pada permukaan tanah. Besarnya radiasi yang terintersepsi sebelum sampai pada permukaan tanah, tergantung pada vegetasi yang ada di atas permukaannya.

Kelembaban tanah sangat erat hubungannya dengan populasi hewan tanah, karena tubuh hewan tanah mengandung air, oleh karena itu kondisi tanah yang kering dapat menyebabkan tubuh hewan tanah kehilangan air dan hal ini merupakan masalah yang besar bagi kelulusan hidupnya (Lee, 1985). Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara. Kelembaban udara penting untuk diketahui karena dengan mengetahui kalembaban udara, dapat diketahui seberapa besar jumlah atau kandungan uap air yang ada. Jika besarnya kandungan

(16)

commit to user

uap air yang ada melebihi atau kurang dari kebutuhan yang diperlukan, maka menimbulkan gangguan atau kerusakan (Anggraini et al., 2003).

Pengukuran pH tanah juga sangat diperlukan dalam melakukan penelitian mengenai fauna tanah. Derajat keasaman (pH) tanah sangat penting dalam ekologi fauna tanah karena keberadaan dan kepadatan fauna sangat tergantung pada pH tanah. Ada fauna tanah yang hidup pada tanah dengan pH asam dan ada pula pada pH basa, sehingga dominasi fauna tanah yang ada akan dipengaruhi oleh pH tanah (Suin, 1997).

Kandungan air dalam tanah berfungsi sebagai pelarut unsur hara dalam tanah. Kadar air dalam tanah merupakan jumlah air yang terdapat dalam tanah dalam persen terhadap tanah kering (Hakim et al., 1986). Bahan organik tanah mempengaruhi keberadaan fauna tanah. Arthropoda tanah sangat bergantung pada tersedianya bahan organik berupa serasah atau lainnya di atas permukaan tanah (Suhardjono, 1997).

Menurut Sugiyarto et al., (2007) bahan organik tanaman mempengaruhi jumlah individu makrofauna tanah dan setiap jenis makrofauna tanah menunjukkan respon yang berbeda terhadap perlakuan bahan organik tanaman maupun intensitas cahaya, kaki seribu sangat dipengaruhi oleh macam bahan organik, sedangkan gangsir tidak. Makrofauna tanah secara tidak langsung dipengaruhi oleh vegetasi bawah. Brussard (1998), menyatakan bahwa sisa-sisa tanaman dan pupuk organik merupakan bahan organik yang digunakan sebagai bahan makanan. Oleh karena itu, keanekaragaman vegetasi bawah juga akan menentukan keanekaragaman makrofauna tanah (Rahmadi dan Suhardjono, 2003).

(17)

commit to user B. Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis Dari kerangka pemikiran dapat diduga bahwa:

1.Tingkat keanekaragaman makrofauna tanah terdapat perbedaan keanekaragaman makrofauna tanah antara lahan perkebunan (teh dan stevia), lahan holtikultura (labu siam, kubis dan stroberi) dan lahan hutan pinus di Lereng Gunung Lawu Desa Segoro Gunung.

2.Terdapat hubungan antara faktor lingkungan abiotik dengan indeks keanekaragaman makrofauna tanah.

Abiotik

Intensitas Cahaya, Suhu Udara, Suhu Tanah, Kelembaban Tanah, Kelembaban Udara, Kadar Air Tanah,

pH Tanah, dan Bahan Organik Tanah Biotik

Makrofauna Permukaan Tanah, Makrofauna Dalam Tanah,

Keanekaragaan Makrofauna Permukaan dan Dalam Tanah Perkebunan

Teh dan Stevia Holtikultura

Labu Siam, Kubis, Stroberi

Hutan Pinus Lereng Gunung Lawu Desa Segoro Gunung

(18)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni- Juli 2011 yang meliputi pengambilan sampel makrofauna tanah, pengambilan sampel tanah dan pengukuran parameter lingkungan abiotik di Lereng Gunung Lawu Desa Segoro Gunung. Adapun untuk identifikasi dan kuantifikasi makrofauna tanah dilakukan di Laboratorium Pusat FMIPA UNS. Analisis beberapa sifat kimia sampel tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Alat dan Bahan Penelitian

a. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kantung plastik, linggis, cethok, gabus, bambu, gelas perangkap, pinset, kertas label, ember plastik, pH-meter, meteran, botol flakon, soiltester, lux-meter, oven, termometer-higro, termometer tanah, alat tulis, kamera digital dan alat-alat untuk analisis laboratorium.

b. Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian antara lain alkohol 70%, detergen, aquades, H2SO4 pekat, K2Cr2O7 1 N, H3PO4 pekat, Indikator DPA dan FeSO4 0,5 N.

(19)

commit to user C. Cara kerja 1. Penentuan Titik Sampling

Stasiun pengamatan sebanyak enam stasiun yaitu lahan perkebunan (teh dan stevia), lahan holtikultura (labu siam, kubis dan stroberi) dan lahan hutan pinus di Lereng Gunung Lawu Desa Segoro Gunung. Pada masing-masing stasiun terdapat lima titik sampling, menggunakan metode Purposive Random Sampling.

2. Pengambilan Sampel Makrofauna Permukaan dan Dalam Tanah (Faktor Lingkungan Biotik)

Pengambilan sampel makrofauna tanah yang berada di permukaan tanah dilakukan dengan metode pit fall trap, yaitu dengan cara memasang perangkap Barber berupa gelas yang telah diisi dengan alkohol 70% yang ditambah dengan detergen kurang lebih 1/3 dari tinggi gelas. Mulut gelas sejajar dengan permukaan tanah dan diusahakan tidak ada tanah yang masuk ke dalam gelas. Untuk menghindari masuknya air hujan ataupun daun-daun gugur, di atas perangkap sekitar 10 cm dipasang atap berukuran (15x15) cm yang dibuat dari gabus dan bambu. Perangkap ini dipasang selama 24 jam, setelah itu makrofauna yang tertangkap diawetkan dalam botol flakon yang berisi alkohol 70% untuk proses identifikasi dan kuantifikasi.

Pengambilan sampel makrofauna tanah yang berada di dalam tanah dengan metode hand sorting, yaitu dengan membuat kuadran berukuran ± (25x25) cm. Tanah dalam kuadran tersebut digali sedalam ± 30 cm, selanjutnya tanah yang terambil dimasukkan ke dalam kantung plastik untuk proses sortasi, kemuadian dilakukan identikasi dan kuantifikasi makrofauna yang ada dalam tanah tersebut di laboratorium (Maftuah et al., 2005).

(20)

commit to user 3. Pengukuran Faktor Lingkungan Abiotik

Pada masing-masing titik sampling dilakukan pengukuran faktor lingkungan abiotiknya pada pukul 10.00- 14.00 WIB, yang meliputi:

a. Intensitas Cahaya

Pengukuran intensitas cahaya dilakukan dengan Lux-meter. Jarak pengukuran 50 cm di atas permukaan tanah kemudian ditunggu selama 60 detik dan dicatat besarnya intensitas cahayanya.

b. Suhu Udara

Pengukuran suhu udara dilakukan dengan termometer. Jarak pengukuran 50 cm di atas permukaan tanah kemudian ditunggu selama 60 detik dan dicatat suhu udaranya.

c. Suhu Tanah

Pengukuran suhu tanah dilakukan dengan termometer tanah. Termometer tanah dimasukkan hingga menutupi lubang indikator kemudian ditunggu selama 60 detik. Selanjutnya suhu yang tertera dicatat.

d. Kelembaban Udara

Kelembaban udara diukur dengan Termometer-Higro. Jarak pengukuran 50 cm di atas permukaan tanah kemudian ditunggu selama 60 detik dan dicatat kelembaban udaranya.

e. Kelembaban Tanah

Kelembaban tanah diukur dengan Soiltester. Soiltester dimasukkan ke dalam tanah kemudian ditunggu selama 60 detik. Selanjutnya kelembaban tanah yang tertera di catat.

(21)

commit to user f. Derajat Keasaman (pH) Tanah

Derajat keasaman (pH) tanah diukur dengan pH-meter. Alat pengukur dimasukkan ke dalam tanah kemudian ditunggu selama 60 detik. Selanjutnya pH yang tertera di catat.

g. Kadar Air Tanah

Tanah diambil dari 5 titik sampling pada masing-masing stasiun sebanyak 50 g tanah pertitik sampling kemudian dicampur sesuai dengan stasiun penelitiannya. Kadar air tanah dihitung dengan memasukkan 20 g tanah (berat basah) dimasukan ke dalam oven pada suhu 105°C selama 2 jam, kemudian tanah dikeluarkan dan ditimbang berat keringnya. Kadar air adalah berat basah dikurangi berat kering lalu dibagi berat basah dikalikan 100%

(Suin, 1997).

h. Bahan Organik Tanah

Pengukurannya menggunakan metode Walkey dan Black yaitu sampel tanah kering dengan berat 1 g dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml.

Kemudian ditambahkan ke dalamnya 10 ml H2SO4 pekat dan 10 ml K2Cr2O7 1 N untuk pemisahan bahan organik. Selanjutnya didiamkan selama 30 menit.

Kemudian ditambahkan 5 ml H3PO4 pekat ke dalamnya untuk spesifikasi bahan organik dan diencerkan dengan akuades hingga tanda labu takar dan digoyang- goyangkan, kemudian didiamkan. Bagian yang jernih diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml kemudian ditambahkan 15 ml aquades. Ditambahkan 2 tetes indikator DPA (Diphenyl alanin) sebagai penunjuk adanya bahan organik. Kemudian dititrasi dengan FeSO4 0,5 N

(22)

commit to user

hingga terjadi perubahan warna (kehijauan-biru). Sebagai pembanding dibuat juga larutan blanko.

B. Organik = (b-a) x N Fe SO x 3 x 10 x1007

100

100 + ka x sampel (mg)

___

_ _ _

(

__________________________4

)

)

(

x 10058

___

Keterangan:

b : volume larutan blanko (tanpa tanah) a : merupakan larutan baku (dengan tanah) ka : kadar air (Afandie, 1987).

4. Identifikasi Makrofauna Tanah

Identifikasi makrofauna tanah dilakukan dengan mengacu pada beberapa buku referensi, diantaranya Borror et al., (1992), Jumar (2000), Suin (1997), dan Hadley (2007).

D. Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung Densitas Relatif, Frekeunsi Relatif, Nilai Penting, Indeks Keanekaragaman, Indeks Similaritas. Selanjutnya dilakukan analisa korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan indeks keanekaragaman dengan faktor lingkungan.

1. Densitas

Densitas adalah cacah individu suatu spesies per satuan ruang.

Densitas (D) Jenis A = Jumlah Individu Jenis A Jumlah Unit Sampling _______________________

Densitas Relatif (DR) Jenis A =

Jumlah Densitas Seluruh Jenis ___________________________ Densitas (D) Jenis A

x 100 %

(23)

commit to user 2. Frekuensi

Frekuensi adalah banyaknya suatu spesies yang ditemukan selama pengambilan sampel. Variabel ini menunjukkan pola distribusi makrofauna pada area kajian.

Frekuensi (F) Jenis A =

Jumlah Seluruh Stasiun

___________________________________ Jumlah Stasiun dimana Jenis A ditemukan

Frekuensi Relatif (FR) Jenis A = Jumlah Frekuensi Seluruh Jenis

___________________________ Frekuensi (F) Jenis A x 100 %

3. Nilai Penting

Nilai penting adalah nilai relatif fungsi/ peran/ tingkat kemampuan adaptasi suatu populasi dibandingkan dengan populasi yang lainnya pada suatu komunitas. Nilai ini dinyatakan sebagai nilai komulatif variabel densitas relatif dan frekuensi relatif (Suin, 1997).

4. Rumus Indeks Keanekaragaman Simpson (Sugiyarto, 2002), D = 1 - ∑ (Pi)²

Keterangan:

D = Indeks keanekaragaman

Pi = proporsi individu jenis ke-i di dalam komunitas.

5. Untuk mengetahui indeks similaritas komunitas makrofauna tanah antara stasiun satu dengan stasiun yang lain digunakan metode Sorensen (Suin, 1997).

Indeks Similaritas = x 100 %______(a + b)2j

Keterangan:

j = Jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun penelitian a dan b a = Jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun penelitian a

(24)

commit to user

b = Jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun penelitian b

6. Uji Korelasi Pearson, untuk mengetahui hubungan antar variabel lingkungan dengan indeks keanekaragaman makrofauna tanah, dilakukan analisis korelasi antara lingkungan abiotik dengan indeks keanekaragaman dengan rumus sebagai berikut:

n ∑ xi.yi - ∑ xi.yi

r = ________________________________

√ n ∑ xi² - (∑xi²) . √ n ∑ yi² - (∑ yi²) Keterangan:

r = koefisien korelasi

xi = nilai variabel lingkungan abiotik yi = nilai indeks keanekaragaman n = jumlah ulangan (Supranto, 1995)

Nilai korelasi Pearson ada yang bersifat positif dan negatif. Tanda positif dan negatif menunjukkan arah hubungan antara kedua variabel, apabila muncul tanda positif dapat diartikan bahwa peningkatan variabel satu akan diikuti oleh peningkatan variabel yang lain (Hartono, 2009). Sebaliknya apabila muncul tanda negatif, maka dapat diartikan bahwa peningkatan variabel yang satu akan diikuti oleh penurunan variabel yang lain (Rahmawanto, 2008). Koefisien korelasi (r), dapat diterjemahkan dalam beberapa tingkatan yaitu:

e. r = 0, tidak ada korelasi,

f. 0 < r ≤ 0,200, korelasi sangat rendah/ lemah sekali, g. 0,200 < r ≤ 0,400, korelasi rendah/ lemah tapi pasti, h. 0,400 < r ≤ 0,700, korelasi yang cukup berarti, i. 0,700 < r ≤ 0,900, korelasi sangat tinggi, kuat,

j. 0,900 < r ≤ 1, korelasi sangat tinggi, kuat sekali (Hasan, 2001).

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak (SITT) penting untuk diterapkan agar pupuk kandang (Pukan) yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk

3) Reader akan membaca data pada e-KTP jika data tentang pemilihan yang akan dilaksanakan belum ada memori e-KTP maka reader akan menuliskan data pada memori e-KTP

Penulis menyadari laporan tugas akhir ini tidak luput dari berbagai kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga

“Analisis Operasional Mura&gt;bahah pada Produk Tabungan Emas Terhadap Keuntungan Dana Titipan di Pegadaian Syariah Cabang Blauran Surabaya”.. Identifikasi dan Batasan

Untuk kelengkapan perangkat Manajemen Perpustakaan, terbungkus dalam 1 dus yang pada bagian luarnya tercatat data jenis barang. SPESIFIKASI TEKNIS SARANA

Adapun maksud dan tujuan konsultansi pengawasan pada Peningkatan Jalan Lingkungan (TPT, Drainase &amp; Gorong - Gorong) adalah membantu memberikan masukan kepada Direksi terhadap

Namun, permohonan kategori Bujang boleh dibuat sekiranya memenuhi syarat kelayakan seperti Jawapan bagi Soalan 2 (Kategori Bujang). S: Borang Permohonan BPR 2021 mengandungi 2

Fungsi pengecatan adalah untuk melindungi besi kontak dengan air dan udara. Cat yang mengandung timbal dan seng akan lebih melindungi besi terhadap korosi. Pengecatan harus