• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN PEMBUATAN DAN UJI PERFORMANCE ALAT PENGATUR VARIASI KECEPATAN BASEPLATE PADA LAS SMAW SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERANCANGAN PEMBUATAN DAN UJI PERFORMANCE ALAT PENGATUR VARIASI KECEPATAN BASEPLATE PADA LAS SMAW SKRIPSI"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN PEMBUATAN DAN UJI PERFORMANCE ALAT PENGATUR VARIASI KECEPATAN BASEPLATE

PADA LAS SMAW

SKRIPSI

Skripsi yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

RIO YONATAN SIMARMATA NIM. 100401100

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat, kasih, kekuatan dan kesehatan yang diberikan selama pengerjaan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan untuk mencapai gelar sarjana di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul skripsi ini yaitu

“Perancangan Pembuatan Dan Uji Performance Alat Pengatur Variasi Kecepatan Baseplate Pada Las SMAW.”

Penulis berterima kasih kepada banyak pihak yang telah banyak membantu penulis di berbagai hal dalam proses penyusunan skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Orang tua penulis Bapak P. Simarmata dan Ibunda D. Manik yang tidak pernah putus-putusnya memberikan dukungan materil dan doa serta kasih sayangnya yang tak terhingga kepada penulis. Kepada abang dan adik penulis yang terus memberi semangat.

2. Bapak Ir.Alfian Hamsi,M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, arahan, dan masukan yang positif kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT. selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi Departemen Teknik Mesin di Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu penulis dan memberikan bimbingan selama perkuliahan.

6. Seluruh mahasiswa Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara terkhusus stambuk 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

(3)

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki berbagai kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Penulis juga mengharapkan skripsi ini dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi pembaca dan bermanfaat untuk kita semua.

Terimakasih.

Medan, 12 September 2016

Penulis,

Rio Yonatan Simarmata NIM. 100401100

M edan,

Juni 2015

Immanuel Richart P. Sembiring

(4)

ABSTRAK

Logam merupakan unsur penting dalam perkembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju. Sehingga tidak dapat dipisahkan dari pengelasan karena mempunyai peranan penting dalam rekayasa dan reparasi logam.

Pembangunan konstruksi dengan logam pada masa sekarang ini banyak melibatkan unsur pengelasan khususnya bidang rancang bangun dan lingkup penggunaannya meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja dan lain sebagainya.

Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh variasi kecepatan baseplate 150 mm/menit dan 200 mm/menit dalam pengelasan SMAW terhadap baja ST 37 lalu akan di uji tarik dan di uji kekerasan. Dari hasil pengujian tarik diperoleh tegangan rata-rata tertinggi 366,96 N/mm2 dan regangan rata-rata tertinggi 25,90 % pada variasi kecepatan 150 mm/menit. Sedangkan, tegangan rata-rata terendah 362,35 N/mm2 dan regangan rata-rata terendah 24,50 % pada variasi kecepatan 200 mm/menit. Lalu, dari hasil pengujian kekerasan diperoleh nilai kekerasan rata-rata tertinggi adalah 81,63 HRB pada variasi kecepatan 150 mm/menit dan nilai kekerasan rata-rata terendah adalah 74,88 HRB pada variasi kecepatan 200 mm/menit. Hal ini menunjukkan bahwa variasi kecepatan dalam pengelasan berpengaruh terhadap hasil pengelasan pada material logam.

Kata kunci: baja ST 37, pengelasan SMAW, uji kekerasan, uji tarik, variasi kecepatan baseplate

(5)

ABSTRACT

Metal is an important element in the development of technology in the construction field is more advanced. So it can not be separated from the welding because it has an important role in the engineering and metal repair. Construction of the metal at the present time involves a lot of welding elements, especially the field of design and the scope of its use include shipbuilding, bridges, steel frames, and so forth. The purpose of this study to determine the effect of variations in the speed of the baseplate 150 mm/min and 200 mm/min in the SMAW welding steel ST 37 and then will be tested in the tensile and hardness tests. From the tensile test results obtained the highest average voltage 366,96 N/mm2 and strain the highest average 25,90 % in the variation speed of 150 mm/min. Meanwhile, the voltage of the lowest average 362,35 N/mm2 and strain the lowest average of 24,50 % on the variation speed of 200 mm/min. Then, from the results of hardness testing hardness values obtained the highest average was 81,63 HRB on the variation speed of 150 mm/min and the hardness value is the lowest average 74,88 HRB on the variation speed of 200 mm/min. This suggests that the variation in the speed of the welding affects the outcome of the welding on the metal material.

Keywords: steel ST 37, SMAW welding, hardness testing, tensile testing, speed variation baseplate

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...

ABSTRAK ...

DAFTAR ISI ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR NOTASI ...

BAB 1 PENDAHULUAN ...

1.1 Latar Belakang ...

1.2 Tujuan Penelitian ...

1.3 Batasan Masalah ...

1.4 Manfaat Penelitian ...

1.5 Metodologi Penulisan ...

1.6 Sistematika Penulisan ...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...

2.1 Teknologi Pengelasan ...

2.1.1 Sejarah Pengelasan ...

2.1.2 Pengertian Teknologi Pengelasan ...

2.1.3 Klasifikasi Cara Pengelasan ...

2.1.4 Parameter-Parameter Dasar Pengelasan ...

2.2 Las Listrik ...

2.2.1 Defenisi Las Listrik ...

iii

v

vii

x

xii

xiii

1 1 2 2 3 3 3

5 5 5 7 8 10 20 20

(7)

2.2.2 Jenis Las Listrik ...

2.2.3 Pengujian Hasil Pengelasan ...

2.2.3.1 Pengujian Tarik (Tensile Test) ...

2.2.3.2 Pengujian Kekerasan (Hardness Test) ...

2.2.4 Klasifikasi Kawat Elektroda dan Fluksi ...

2.2.4.1 Kawat Elektroda ...

2.2.4.2 Fluksi ...

2.2.5 Siklus Thermal Daerah Pengelasan (Heat Affected Zone) ...

2.2.6 Sambungan Pengelasan ...

2.3 Cacat Pada Las ...

2.3.1 Jenis Cacat Permukaan Las ...

2.3.2 Retak Las ...

2.3.3 Lubang-Lubang Halus pada Pengelasan ...

2.3.4 Pengaruh Panas Pengelasan ...

BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN DAN UJI PERFORMANCE ...

3.1 Tempat serta Waktu Perancangan dan Uji Performance ...

3.1.1 Tempat Perancangan dan Uji Performance ...

3.1.2 Waktu Perancangan dan Uji Performance ...

3.2 Alat dan Bahan yang Digunakan ...

3.2.1 Peralatan ...

3.2.2 Bahan ...

3.3 Persiapan Perancangan dan Uji Performance ...

3.4 Prosedur Pengelasan Spesimen Uji pada Alat Pengatur Variasi Kecepatan Baseplate ...

3.5 Pengujian Tarik (Tensile Test) ...

3.6 Pengujian Kekerasan (Hardness Test) ...

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN ...

4.1 Pendahuluan ...

21 29 29 32 33 33 34 35 37 42 42 50 51 52

53 53 53 53 53 53 59 61

61 61 62

64 64

(8)

4.2 Proses Perancangan/Pembuatan Alat Pengatur Variasi Kecepatan Baseplate ...

4.3 Hasil Pengujian ...

4.3.1 Hasil Pengujian Tarik (Tensile) ...

4.3.2 Hasil Pengujian Kekerasan (Hardness) ...

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ...

5.1 Kesimpulan ...

5.2 Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN

64 65 65 68

70 70 71 72

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 2.2

2.3 2.4 2.5 2.6 2.7

2.8 2.9

2.10 2.11 2.12 2.13 2.14 2.15 2.16 2.17 2.18 2.19 2.20 2.21 2.22 2.23 2.24 2.25 2.26

Perkembangan cara-cara pengelasan (Wiryosumarto,2004) ...

Jenjang Suhu pada Pengelasan Baja Lunak selama Pengelasan

Berlangsung ...

Pengaruh Tegangan Busur terhadap Bentuk Manik ...

Pengaruh Arus Las pada Bentuk Manik ...

Pengaruh Kecepatan Pengelasan pada Bentuk Manik ...

Las SMAW (Wiryosumarto,2004) ...

Arah Pembekuan dari Logam Las (Wiryosumarto dan Okumura 2000:57) ...

Bagian las (Widharto 2013: 456) ...

Transformasi fasa pada logam hasil pengelasan (Sonawan dan

Suratman, 2006: 72) ...

Jenis-jenis sambungan las (Wiryosumarto, Harsono 2004) ...

Pengaruh Arus Listrik ...

Lubang jarum (Sri Widharto,2007) ...

Percikan Las (Sri Widharto, 2007) ...

Retak (Sri Widharto, 2007) ...

Keropos (Sri Widharto, 2007) ...

Muka Cekung (Sri Widharto, 2007) ...

Longsor Pinggir (Sri Widharto, 2007) ...

Penguat Berlebihan (Sri Widharto, 2007) ...

Jalur Terlalu Lebar (Sri Widharto, 2007) ...

Tinggi Rendah (Sri Widharto, 2007) ...

Lapis Dingin (Sri Widharto, 2007) ...

Penetrasi Tidak Sempurna (Sri Widharto, 2007) ...

Penetrasi Berlebihan (Sri Widharto, 2007) ...

Retak Akar (Sri Widharto, 2007) ...

Terbakar Tembus (Sri Widharto, 2007) ...

Longsor Pinggir Akar (Sri Widharto, 2007) ...

6

11 12 13 14 24

35 36

37 39 40 42 42 43 43 44 44 45 45 45 46 46 47 47 48 48

(10)

2.27 2.28 2.29 2.30

2.31

3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 4.1

4.2

4.3

Akar Cekung (Sri Widharto, 2007) ...

Stop Start A (Sri Widharto, 2007) ...

Stop Start B (Sri Widharto, 2007) ...

Terjadinya Lubang Halus dalam Pengelasan Aluminium

(Wiryosumarto, 2004) ...

Struktur Mikro Daerah Las dari Paduan Aluminium yang dapat diperlaku-panaskan (Wiryosumarto, 2004) ...

Mesin Bubut ...

Mesin Las ...

Mesin Uji Tarik (Tensile Test) ...

Mesin Uji Kekerasan (Rockwell Hardness Test) ...

Spesimen Setelah Uji Tarik ...

Spesimen Setelah Uji Kekerasan ...

Diagram Alir Tahapan Pengerjaan Skripsi ...

Grafik Nilai Tegangan Rata-rata dengan Kecepatan 150, 175, 200, 225, 250, dan 275 (satuan mm/menit) ...

Grafik Nilai Regangan Rata-rata dengan Kecepatan 150, 175, 200, 225, 250, dan 275 (satuan mm/menit) ...

Grafik Nilai Kekerasan (HRB) dengan Kecepatan 150, 175, 200, 225, 250, dan 275 (satuan mm/menit) ...

49 49 50

52

52 53 55 57 58 62 62 63

66

67

69

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 2.2 4.1

4.2

Klasifikasi Cara Pengelasan ...

Hubungan diameter elektroda dengan arus pengelasan ...

Nilai Kekuatan Tarik Variasi Kecepatan Pengelasan 150, 175, 200, 225, 250, dan 275 (satuan mm/menit) ...

Nilai Kekerasan (HRB) Variasi Kecepatan Pengelasan 150, 175, 200, 225, 250, dan 275 (satuan mm/menit) ...

9 41

65

68

(12)

DAFTAR NOTASI

Simbol Keterangan Satuan

H Panas yang dihasilkan Joule

E Tegangan Listrik Volt

I Kuat Arus Ampere

t Waktu Detik

σ Tegangan N/mm2

A Luas Penampang mm2

F Beban pada Maksimal N

 Regangan %

L Panjang Awal mm

Lf Panjang Akhir mm

ΔL Perpanjangan mm2

E Modulus Elastisitas N/mm2

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu cabang ilmu yang dipelajari pada teknik mesin adalah teknik pengelasan logam. Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi pengelasan telah mengalami perkembangan dengan pesat. Ditemukannya metode-metode baru untuk mengatasi permasalahan dalam proses penyambungan material merupakan petunjuk adanya perkembangan dalam teknologi pengelasan. Teknik pengelasan telah dipergunakan secara luas dalam penyambungan logam struktur pada konstruksi bangunan baja dan konstruksi mesin. Salah satu jenis pengelasan yang sering digunakan adalah pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding).

Pengelasan SMAW adalah pengelasan dengan busur nyala listrik yang digunakan sebagai sumber panas untuk mencairkan logam (elektroda). Penelitian ini dilakukan untuk merancang atau membuat alat pengatur variasi kecepatan pengelasan Baseplate pada las SMAW dan pengujian performance dari hasil lasan tersebut.

Pengelasan (welding) adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinu. Pada pengelasan SMAW elektroda memiliki peranan penting sebagai bahan penyambung antar dua logam yang akan dilas dan elektroda ini terdiri dari banyak ukuran, jenis dan dijual dalam berbagai macam merk. Agar mendapatkan hasil pengelasan yang baik maka elektroda yang digunakan harus disesuaikan dengan bahan yang akan dilas serta pemilihan parameter-parameter pengelasan yang tepat juga akan meningkatkan kualitas dari hasil pengelasan tersebut. Dalam pengelasan cara ini digunakan kawat elektroda logam yang dibungkus dengan fluks. Busur listrik terbentuk di antara logam induk dan ujung elektroda tersebut mencair dan kemudian membeku bersama. Elektroda adalah logam pengisi yang berperan di dalam proses pengelasan. Elektroda juga ikut menentukan kekuatan dari hasil pengelasan, karena itu jenis elektroda harus dipilih sesuai dengan jenis material logam induk karena elektroda ini akan mencair dan menyatu dengan logam induk. Saat proses pengelasan berlangsung, bahan fluks yang digunakan untuk membungkus elektroda mencair dan membentuk terak yang akan menutupi logam cair berad pada sambungan kedua logam untuk mencegah terjadinya oksidasi. Beberapa bahan fluks tidak dapat terbakar, tetapi berubah menjadi gas yang juga menjadi pelindung dari logam cair terhadap oksidasi dan memantapkan busur.

(14)

1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah :

1. Rancang bangun pengatur variasi kecepatan baseplate pada las SMAW.

2. Mengetahui dan mendapatkan validasi hasil rancangan.

3. Analisa dan uji performance dari hasil pengelasan dengan kecepatan las 150, 175, 200, 225, 250 dan 275 (satuan mm/min).

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah mulai dari pembuatan alat pengatur variasi kecepatan baseplate hingga melakukan tahapan pengujian dan kemudian menganalisa hasil variasi kecepatan las. Pembatasan masalah tersebut meliputi:

1. Pembuatan alat pengatur variasi kecepatan baseplate pada las SMAW.

2. Pengujian alat pengatur variasi kecepatan dengan pengujian tarik (Tensile Test) dan pengujian kekerasan (Hardness test).

3. Pengelasan dengan kecepatan las 150, 175, 200, 225, 250 dan 275 (satuan mm/min) menggunakan arus dan elektroda yang sama yaitu 120 A dan elektroda 3,2 mm.

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna Indonesia khususnya dalam bidang teknologi pengelasan dan sebagai masukan untuk pemanfaatan dan pengembangan pengaruh variasi kecepatan baseplate dapat berdampak pada hasil akhir pengelasan.

1.5 Metodologi Penulisan

Metodologi penulisan yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

(15)

a. Studi literatur, berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang terkait.

b. Browsing internet, berupa studi artikel-artikel, gambar-gambar dan buku elektronik (e-book) serta data-data lain yang berhubungan.

c. Diskusi berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang ditunjuk oleh Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

1.6 Sistematika Penulisan

Agar penyusunan skripsi ini dapat tersusun secara sistematis dan mempermudah pembaca memahami tulisan ini, maka skripsi ini meliputi beberapa bab yang dapat diuraikan sebagai berikut :

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI

BAB I : PENDAHULUAN

Menguraikan segalah hal mengenai latar belakang mengapa dilakukannya tugas ini, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Mengulas secara singkat semua hal yang berkaitan dengan teori-teori dasar dari berbagai bentuk sumber pustaka yang didapatkan penulis untuk menunjang dan

(16)

mendukung eksperimen ini, dari teori mengenai teknologi pengelasan, las listrik, dan cacat pada las.

BAB III : RANCANGAN PENELITIAN DAN UJI PERFORMANCE

Bab ini memberikan informasi mengenai tempat pelaksaan, pengambilan data, alat-alat dan bahan yang digunakan, langkah-langkah pengerjaan rancang bangun, dan uji performance dari hasil pengelasan.

BAB IV : HASIL DAN ANALISA

Bab ini menbahas tentang hasil data yang diperoleh dari lapangan dan dibandingkan dengan hasil perhitungan secara teoritis.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun laporan.

LAMPIRAN

Lampiran berisikan data dari hasil penelitian yang didapatkan.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknologi Pengelasan 2.1.1 Sejarah Pengelasan

Berdasarkan penemuan benda-benda sejarah dapat diketahui bahwa teknik penyambungan logam telah diketahui sejak zaman prasejarah, misalnya pematrian timbal timah menurut keterangan yang didapat telah diketahui dan dipraktekan dalam rentang waktu antara 4000 sampai 3000 SM. Sumber energi panas yang dipergunakan pada waktu itu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau arang. Berhubung suhu yang diperoleh dengan pembakaran kayu dan arang sangat rendah, maka teknik penyambungan ini pada waktu itu tidak dikembangkan lebih lanjut.

Setelah energi listrik dapat dipergunakan dengan mudah, teknologi pengelasan maju dengan pesat sehingga menjadi suatu teknik penyambungan yang mutakhir. Cara-cara dan teknik pengelasan yang banyak digunakan pada waktu sekarang ini seperti las busur, las resistansi listrik, las termit dan las gas.

Lalu, jenis las dan teknik pengelasan tersebut pada umumnya diciptakan pada akhir abad ke-19.

Alat-alat busur dipakai secara luas setelah alat tersebut digunakan dalam praktek oleh Benardes dalam tahun 1885. Dalam penggunaan yang pertama ini Benardes memakai elektroda yang dibuat dari batang karbon atau grafit. Dengan mendekatkan elektroda kelogam induk atau logam yang akan dilas sejarak kira- kira 2 mm, maka terjadi busur listrik yang merupakan sumber panas dalam proses pengelasan. Karena panas yang timbul, maka logam pengisi yang terbuat dari logam yang sama dengan logam induk mencair dan mengisi tempat sambungan.

Pada tahun 1889 Zerner mengembangkan cara pengelasan busur yang baru dengan menggunakan busur listrik yang dihasilkan oleh dua batang karbon.

Dengan cara ini busur yang dihasilkan ditarik ke logam dasar oleh gaya elektromagnet sehingga terjadi semburan busur yang kuat.

(18)

Lalu pada tahun 1892, Slavianoff adalah orang pertama yang menggunakan kawat logam elektroda yang turut mencair karena panas yang ditimbulkan oleh busur listrik. Dengan penemuan ini, maka elektroda yang berfungsi sebagai penghantar dan pembangkit busur listrik, dapat juga berfungsi sebagai logam pengisi. Kemudian Kjellberg menemukan bahwa, kualitas sambungan las menjadi lebih baik bila kawat elektroda logam yang digunakan dibungkus dengan terak. Penemuan ini adalah permulaan dari penggunaan las busur dengan elektroda terbungkus yang sangat luas penggunaanya pada waktu sekarang ini.

Seiring kemajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai sampai dengan tahun 1950, turut serta juga kemajuan dalam bidang las.

Karena itu, tahun 1950 dapat dianggap sebagai permulaan masa keemasan yang ketiga yang masih terus berlangsung terus sampai sekarang. Selama masa keemasan yang ketiga ini ditemukan juga cara las baru antara lain las tekan dingin, las listrik terak, las busur dengan perlindungan gas CO2, las gesek, las ultrasonik, las sinar elektron, las busur plasma, las laser, dan lain-lain. Jumlah penemuan pada tahun-tahun tertentu dan jenis pengelasan yang ditemukan yang dipergunakan dalam praktek pada waktu ini, sebagian masih memerlukan perbaikan yang mungkin dalam waktu yang dekat akan menjadi lebih bermanfaat dan dapat merupakan sumbangan yang berharga kepada kemajuan teknologi pengelasan.

Gambar 2.1 Perkembangan cara-cara pengelasan (Wiryosumarto,2004)

(19)

2.1.2 Pengertian Teknologi Pengelasan

Berdasarkan definisi dari DIN (Deutch Industrie Normen) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Pada waktu ini telah dipergunakan lebih dari 40 jenis pengelasan termasuk pengelasan yang dilaksanakan dengan cara menekan dua logam yang disambung sehingga terjadi ikatan antara atom-atom molekul dari logam yang disambungkan.

Pengelasan dapat diartikan juga dengan proses penyambungan dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. Pengelasan juga berarti sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang dipanaskan.

Pada waktu ini pengelasan dan pemotongan merupakan pengelasan pengerjaan yang amat penting dalam teknologi produksi dengan bahan baku logam. Dari pertama perkembangannya sangat pesat telah banyak teknologi baru yang ditemukan. Sehingga boleh dikatakan hampir tidak ada logam yang dapat dipotong dan di las dengan cara-cara yang ada pada waktu ini.

Dengan kemampuan akalnya, manusia mampu memanfaatkan logam sebagai alat bantu kehidupannya yang sangat vital. Berbagai macam konstruksi mesin, bangunan dan lainnya dapat tercipta dengan adanya logam. Logam tersebut menimbulkan kebutuhan akan teknologi perakitan atau penyambungan.

Salah satu teknologi penyambungan tersebut adalah dengan pengelasan. Teknik penyambungan logam sebenarnya terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu :

1. Penyambungan sementara (temporary joint), yaitu teknik penyambungan logam yang dapat dilepas kembali.

2. Penyambungan tetap (permanen joint), yaitu teknik penyambungan logam dengan cara mengubah struktur logam yang akan disambung dengan penambahan logam pengisi.

Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda atau logam sampai mencair dan membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh

(20)

dengan cara memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga mempunyai kekuatan seperti yang dikehendaki. Kekuatan sambungan las dipengaruhi beberapa faktor antara lain: prosedur pengelasan, bahan, elektroda dan jenis kampuh yang digunakan.

2.1.3 Klasifikasi Cara Pengelasan

Cara-cara pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang las sangat banyak sekali. Hal ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan dalam hal pengelasan. Secara konvensional cara-cara pengklasifikasian tersebut pada saat sekarang ini dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan cara kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan. Klasifikasi pertama membagi las dalam kelompok las cair, las tekan, las patri, dan lain-lain.

Sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia, las mekanik, dan seterusnya. Bila diadakan yang lebih terperinci lagi, maka kedua klasifikasi tersebut di atas akan terbaur dan akan terbentuk kelompok-kelompok yang banyak sekali.

Di antara kedua cara klasifikasi tersebut, klasifikasi berdasarkan cara kerja lebih banyak digunakan dalam kehidupan sekarang ini. Dalam klasifikasi berdasarkan cara kerja, pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu :

• Pengelasan cair adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar.

• Pengelasan tekan adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan hingga menjadi satu.

(21)

• Pematrian adalah cara pengelasan di mana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam cara ini logam induk tidak turut mencair.

Perincian lebih lanjut dari klasifikasi ini dapat dilihat pada tabel 2.1. Berdasarkan klasifikasi dalam tabel tersebut, beberapa cara pengelasan yang banyak dilaksanakan pada masa sekarang ini diterangkan lebih terperinci dalam pembagian masing-masing.

Tabel 2.1 Klasifikasi Cara Pengelasan

(22)

2.1.4 Parameter-Parameter Dasar Pengelasan

Parameter-parameter dasar pengelasan untuk mendapatkan hasil lasan yang baik, diantaranya :

1. Heat Input

Dari sumber panas yang digunakan, pemanasan logam induk sampai pada suhu puncak (mencair), mempunyai karakteristik sesuai sifat fisik logam tersebut antara lain pada suhu tertentu logam tersebut mengalami transformasi baik sebagian atau seluruhnya, tergantung kecepatan pemanasannya (heating rate).

Sedangkan heating rate tersebut tergantung dari jenis proses pengelasan.

Contohnya, pada proses las karbid sumber panasnya rendah, kecepatan pemanasan lambat, yang berdampak transformasi dapat terjadi secara menyeluruh. Tinggi rendahnya suhu puncak (peak temperature) berdampak pada penahanan logam pada struktur tertentu, sehingga dapat menyempurnakan atau mengurangi kesempatan bertransformasi. Sedangkan pada las listrik, karena heat input lebih besar dibanding las karbid, maka kecepatan pemanasannya lebih cepat, transformasi tidak sempurna. Dengan diimbangi oleh kecepatan pengelasan yang harus lebih besar, maka las listrik mempunyai daerah yang dipengaruhi panas las yang lebih sempit.

Pemanasan yang lambat juga menyebabkan perambatan panas kesegala arah, sehingga menambah jumlah energi panas yang dibutuhkan yang berarti memperlambat pencairan, yang dampaknya menambah perubahan bentuk. Jadi pada pengelasan baja dengan menggunakan heat input yang lambat memungkinkan kesempatan transformasi dari ferit-pearlit menjadi austenit.

Bisa disimpulkan bahwa bila menggunakan heat input yang rendah, mengharuskan kecepatan pengelasan yang relatif pelan, maka energi panas banyak menyebar kebagian logam, sehingga semakin banyak daerah yang dipanasi, berarti lebih banyak daerah yang dialami perubahan struktur kristal.

Sebaliknya dengan heat input yang tinggi, baja mencair dengan cepat, sehingga kecepatan pengelasan lebih besar, yang berarti daerah yang dipengaruhi panas las sempit.

(23)

Lamanya sumber panas menyentuh permukaan logam, untuk mencairkan logam induk, mempengaruhi terbentuknya logam las dan dalamnya penetrasi.

Bertambah lamanya sumber panas ada pada satu tempat, misalnya pada kecepatan pengelasan yang lambat, menyebabkan over heating logam induk yang menghasilkan daerah yang dipengaruhi panas lebih luas namun penetrasinya dangkal.

Panas yang mengenai benda kerja merambat sesuai dengan pola pada gambar 2.2, dimana bertambah jauh letak tempat yang diukur dari sumber panas, maka suhunya bertambah rendah.

Gambar 2.2 Jenjang Suhu pada Pengelasan Baja Lunak selama Pengelasan Berlangsung

2. Daya

Daya terbagi dalam dua bagian, yaitu :

• Tegangan busur las

Tingginya tegangan busur tergantung pada panjang busur yang dikehendaki dan jenis elektroda yang digunakan. Pada elektroda sejenis tinggi tegangan busur yang diperlukan berbanding lurus dengan panjang busur. Pada dasarnya busur listrik yang terlalu panjang tidak dikehendaki karna stabilitasnya mudah terganggu sehingga hasil pengelasan tidak rata. Disamping itu, tingginya tegangan tidak banyak mempengaruhi kecepatan pencairan sehingga tegangan yang terlalu tinggi hanya akan membuang-buang energi saja.

(24)

Tegangan busur yang rendah akan menghasilkan penembusan yang dalam dengan manik yang sempit yang menyebabkan terbentuknya manik buah pear. Tegangan yang tinggi akan menghasilkan penembusan yang kurang dalam dan manik yang datar yang dapat menyebabkan terjadinya retak tegang. Disamping itu bila tegangan dinaikan maka keperluan fluks juga bertambah.

Panjang busur yang dianggap baik kira-kira sama dengan garis tengah elektroda. Tegangan yang diperlukan untuk mengelas dengan elektroda bergaris tengah 3 - 6 mm, kira-kira antara 20 – 30 volt untuk posisi datar. Sedangkan untuk posisi tegak atau atas kepala biasanya dikurangi lagi dengan 2 -5 volt. Kestabilan busur dapat juga didengar dari kestabilan suaranya selama pengelasan.

Gambar 2.3 Pengaruh Tegangan Busur terhadap Bentuk Manik

• Besar arus las

Besarnya arus las yang diperlukan tergantung dari bahan dan ukuran dari lasan, geometri sambungan, posisi pengelasan, macam elektroda dan diameter inti elektroda. Dalam hal daerah las mempunyai kapasitas panas yang tinggi maka dengan sendirinya diperlukan arus las yang kecil. Bila ada kemungkinan terjadi retak panas seperti pada pengelasan baja tahan karat austenit maka dengan sendirinya harus diusahakan menggunakan arus yang kecil saja.

Dalam hal mengelas baja paduan, dimana daerah HAZ dapat

(25)

mengeras dengan mudah, maka harus diusahakan pendinginan yang pelan dan untuk ini diperlukan arus yang besar dan mungkin masih memerlukan pemanasan kemudian.

Arus las memberikan pengaruh yang terbesar pada penembusan dan penguatan. Arus yang terlalu kecil akan menghasilkan penembusan dan penguatan yang rendah, dan bila terlalu besar akan menghasilkan manik berbentuk buah pir seperti terlihat pada gambar 2.4 dan akan mudah terjadi retak panas.

Gambar 2.4 Pengaruh Arus Las pada Bentuk Manik 3. Kecepatan Pengelasan

Kecepatan pengelasan tergantung pada jenis elektroda, diameter inti elektroda, bahan yang dilas, geometri sambungan, ketelitian sambungan dan lain sebagainya. Karena itu pengelasan yang cepat memerlukan arus las yang tinggi.

Bila kecepatan pengelasan dinaikkan terus maka masukan panas per satuan panjang juga akan menjadi kecil, sehingga pendinginan akan berjalan terlalu cepat yang mungkin dapat memperkeras daerah HAZ.

Kecepatan pengelasan yang rendah akan menyebabkan pencairan yang banyak dan pembentukan manik datar yang dapat menimbulkan terjadinya lipatan manik. Sedangkan kecepatan yang tinggi akan menurunkan lebar manik dan menyebabkan terjadinya bentuk manik yang cekung dan takik, terlihat seperti gambar 2.5.

(26)

Gambar 2.5 Pengaruh Kecepatan Pengelasan pada Bentuk Manik 4. Pendinginan

Lamanya pendinginan dalam suatu daerah temperatur tertentu dari suatu siklus termal las sangat mempengaruhi kualitas sambungan. Karena itu banyak sekali usaha-usaha pendekatan untuk menentukan lamanya waktu pendinginan tersebut. Struktur mikro dan sifat mekanik dari daerah HAZ sebagian besar tergantung pada lamanya pendinginan dari temperatur 800 ºC sampai 500 ºC.

Sedangkan retak dingin, dimana hidrogen memegang peranan penting, terjadinya sangat tergantung oleh lamanya pendinginan dari temperatur 800 ºC sampai 300 ºC atau 100 ºC.

5. Polaritas Listrik

Pengelasan busur listrik dengan elektroda terbungkus dapat menggunakan polaritas lurus dan polaritas balik. Pemilihan polaritas ini tergantung pada bahan pembungkus elektroda, konduksi termal dari bahan induk, kapasitas panas dari sambungan dan lain sebagainya.

Bila titik cair bahan induk tinggi dan kapasitas panasnya besar sebaiknya digunakan polaritas lurus dimana elektrodanya dihubungkan dengan kutub negatif. Sebaliknya bila kapasitas panasnya kecil seperti pada pelat tipis maka dianjurkan untuk menggunakan polaritas balik dimana elektroda dihubungkan dengan kutub positif.

Sifat busur pada umumnya lebih stabil pada arus searah dari pada arus bolak balik, terutama pada pengelasan dengan arus yang rendah. Tetapi untuk

(27)

pengelasan sambungan pendek lebih baik menggunakan arus bolak balik karena pada arus searah sering terjadi ledakan busur pada akhir dari pengelasan.

6. Besarnya Penembusan atau Penetrasi

Untuk mendapatkan kekuatan sambungan yang tinggi diperlukan penembusan atau penetrasi yang cukup. Sedangkan besarnya penembusan tergantung kepada sifat-sifat fluks, polaritas, besarnya arus, kecepatan las dan tegangan yang digunakan.

Pada dasarnya makin besar arus las makin besar pula daya tembusnya.

Sedangkan tegangan memberikan pengaruh yang sebenarnya yaitu makin besar tegangan makin besar busur yang terjadi dan makin tidak terpusat, sehingga panasnya melebar dan menghasilkan penetrasi yang lebar dan dangkal. Dalam hal tegangan ada pengecualian terhadap beberapa elektroda khusus untuk penembusan dalam yang memang memerlukan tegangan tinggi.

Pengaruh kecepatan seperti diterangkan sebelumnya bahwa sampai pada suatu kecepatan tertentu naiknya kecepatan akan memperdalam penembusan, tetapi melampaui kecepatan tersebut penembusan akan turun dengan naiknya kecepatan.

7. Pemilihan Fluks dan Kawat Elektroda

Fluks dan kawat merupakan bahan las yang sangat menentukan dan saling mempengaruhi. Karena itu, pemilihan kedua bahan ini harus dilakukan bersamaan dengan memperhatikan sifat-sifat bahan induk, kualitas sambungan, keadaan permukaan geometri sambungan dan lain-lainnya. Pelaksanaan yang berhubungan dengan fluks adalah tinggi pelepasan fluks, dimana sangat tergantung dari jenis fluks yang digunakan. Pada dasarnya tinggi pelepasan fluks adalah sedemikian rupa sehingga gas yang terbentuk mudah berdifusi dan tidak menimbulkan busur yang terbuka.

Elektroda yang biasanya digunakan pada pengelasan ada 3 macam yaitu :

• Elektroda polos

Elektroda tanpa diberi lapisan dan penggunaan elektroda jenis ini terbatas, digunakan untuk besi tempa dan baja lunak.

(28)

• Elektroda fluks

Elektroda yang mempunyai lapisan tipis fluks, dimana fluks ini berguna melarutkan dan mencegah terbentuknya oksida-oksida pada saat pengelasan.

• Elektroda berlapis tebal

Digunakan terutama pada proses pengelasan komersil.

8. Material

Berhasil atau gagalnya pengelasan pada suatu logam tergantung pada sifat mampu las pada logam tersebut. Logam yang mempunyai sifat mampu las yang baik didalam melakukan proses pengelasan lebih mudah dan menghasilkan hasil lasan yang baik. Sebaliknya pada logam yang mempunyai sifat mampu las yang rendah prosedur pengelasannya lebih sulit dan menghasilkan hasil lasan yang kurang baik. Kenyataannya di dalam suatu konstruksi sambungan hanya beberapa logam yang biasa dilakukan pekerjaan las karena pada logam-logam tersebut bisa mampu diupayakan untuk proses las yang menghasilkan sambungan yang baik.

Logam-logam tersebut antara lain : Logam Ferros seperti besi, baja serta logam- logam non-Ferros seperti aluminium, magnesium, tembaga, titanium, dan paduan dari logam-logam tersebut.

9. Bentuk Sambungan dan Alur Pengelasan

Kekuatan konstruksi las sangat tergantung pada mutu sambungannya, pemilihan bentuk sambungan dan alur pengelasan berpengaruh pada hasil las, seperti halnya kekuatan sambungan, efisiensi sambungan, dan salah satu upaya meminimalisir adanya cacat pada hasil las. Bentuk dan ukuran alur juga turut menentukan mutu lasan, dalam hal ini yang penting adalah besarnya celah akar, yang harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.

Prosedur pengelasan tertulis yang berisikan pedoman bagi welder adalah WPS (Welding Prosedure Spesification). WPS yang baik selalu didukung pula dengan PQR (Procedure Qualification Record). PQR adalah dokumen data pengelasan pada sample pengujian dimana terdapat hasil tes. Pada umumnya parameter-parameter aktual yang digunakan akan lebih sedikit saat dilakukannya

(29)

proses pengelasan lapangan. PQR yang baik akan memberikan parameter penting termasuk parameter tambahan yang dipersyaratkan pada proses pengelasan.

Sedangkan parameter lainnya dapat pula digunakan sebagai pilihan.

Faktor-faktor penting lain, yang ada dalam prosedur pengelasan (Welding procedure), yaitu :

1. Jenis join / sambungan 2. Jenis logam dasar 3. Logam pengisi 4. Elektroda / fluks 5. Panas

6. Posisi

Para ahli las mempunyai saran untuk mendapatkan hasil las yang baik dan sempurna, yaitu perlu dilakukannya persiapan-persiapan yang matang. Guna persiapan tersebut perlu di ingat beberapa faktor dasar persiapan, yakni :

1. Faktor manusia

Maksudnya : manusia sebagai perancang, pelaksana, pengawas pemeriksaan, dan atau penguji. Syarat manusia sebagai pelaksana pengelasan paling tidak memenuhi persyaratan sebagai berikut : sehat jasmani dan rohani, berketerampilan mengelas, berpengalaman dalam pekerjaan kontruksi, mengetahui sedikit ilmu bahan dalam pengelasan, dan mengetahui syarat-syarat keselamatan dalam pengelasan.

2. Faktor prosedur dan cara kerja

Maksudnya : Sebelum kita melakukan pekerjaan pengelasan, kita harus mengetahui terlebih dahulu pengelasan tersebut dilakukan guna untuk menyambung, menutup, melapisi, mengunci, atau lain sebagainya. Hal lain yang ditentukan juga, yaitu : prosedur pengelasan yang tepat, cara pengelasan yang benar/efisien/selamat, ukuran dan bahan pokok atau tambahan yang mengetahui syarat dan ekonomis, serta setelah prosedur pengelasan telah tersusun, maka cara-cara kerja pengelasan yang benar/tepat juga harus dipersiapkan.

(30)

3. Faktor bahan / material

Maksudnya : Jenis, bentuk, serta ukuran-ukuran bahan yang diperlukan dalam pengelasan harus diperhatikan. Pemilihan bahan juga harus sesuai dengan parent material untuk mencegah hal-hal yang tidak di inginkan seperti stress cracking (retak tangan), crystal growth (pertumbuhan kristal) dan sebagainya.

4. Faktor peralatan

Maksudnya : Tanpa peralatan yang baik dan lengkap akan mengakibatkan hasil pengelasan tidak sempurna, kecelakaan kerja, dan yang terburuk kebakaran/peledakan. Peralatan meliputi :

- Alat bantu : Mesin las listrik, sumber tenaga listrik, kabel las, tang las dan klem las.

- Alat keselamatan tukang las : Helm las, sarung tangan las,selongsong kaki las, jaket las, dan baju kerah dengan lengan panjang serta kerah leher yang dapat ditutup.

- Alat bantu tukang las : Chipping hammer, sikat metal, pahat runcing, dan kapur tanah panas.

- Alat keselamatan umum : Botol pemadam kebakaran, dinding pelindung nyala, gas detector (untuk daerah yang mengandung gas mudah terbakar), dan alat pemadam kebakaran yang lebih besar.

- Alat-alat bantu lainnya : Kotak PPPK (terutama untuk perawatan luka bakar dan mata), alat ukur (pengukur panjang, pengukur level, pengukur amper, dan sebagainya), alat untuk keperluan quality control (dye checking kid, magnetic particle, ultrasonic, dan sebagainya).

5. Faktor alam dan lingkungan

Maksudnya : Persiapan-persiapan tertentu sebelum pengelasan di tempat- tempat dengan keadaan alam tertentu demi menyelamatkan hasil pengelasan tersebut. Misalnya, untuk tempat-tempat dimana sering turun hujan dan kelembaban yang tinggi, perlu dibuatkan sistem pengeringan

(31)

bagi elektroda low hydrogen (didalam ruang/kamar pemanas dan di dalam dapur pengering) dengan sistem pemanasan yang dapat diatur.

6. Faktor maksud dan tujuan

Maksudnya : Suatu pengelasan harus jelas maksud dan tujuannya guna menentukan persiapan-persiapan yang diperlukan. Contohnya, pengelasan bejana bertekanan rendah akan lebih longgar jika di banding dengan pengelasan bejana bertekanan tinggi (reaktor dan lain-lain).

Selain faktor persiapan, ada juga faktor ergonomis yang mempengaruhi hasil lasan para welder dalam melakukan pengelasan. Karena faktor ergonomis memberikan keyakinan bahwa kesesuaian antara manusia, bahan, peralatan kerja dan lingkungan kerja akan meningkatkan produktivitas kerja. Berikut adalah bagian-bagian faktor ergonomis yang sangat berpengaruh secara umum yang dialami oleh para welder, yaitu :

a) Tempat/Lokasi

Perlu ditinjau letak tempat pengerjaan harus nyaman, bersih, dan terhindar dari efek kebisingan. Sebab mempengaruhi welder dalam berkomunikasi antar sesama welder dalam proses welding sehingga tidak ada miss komunikasi.

b) Ruangan Tempat Pengerjaan Welding

Pada saat proses welding harus memperhatikan tingkat penerangan ruangan (cahaya sinar matahari / lampu), lantai yang bersih dan tidak licin, jarak pengerjaan welding dengan peralatan harus cukup, cat dinding yang terkesan teduh, dan ventilasi udara yang memadai sehingga sirkulasi udara lancar.

c) Ruangan Welder

Perlu diperhatikan kenyamanan welder pada saat beristirahat seperti tempat duduk yang memadai, ruang ganti yang cukup, lemari atau tempat

(32)

barang pribadi, kamar mandi / WC yang bersih, serta fasilitas yang menunjang produktivitas welder.

d) Ruangan Penyimpanan Alat

Tempat untuk meletakkan berbagai peralatan harus mudah dijangkau, teratur, dan bersih dari kotoran berupa debu, bekas oli, dan sebagainya.

e) Proses pengerjaan Welding

Dalam proses welding dianjurkan untuk menggunakan meja las bagi proses pengelasan dengan material yang kecil serta welder harus memakai pelindung badan yang safety dan posisi ragum juga harus diletakan pada meja yang dapat diatur ketinggiannya sesuai tinggi badan welder. Pada proses welding dengan material atau obyek las yang besar harus memperhatikan posisi dalam pengelasan dan material tersebut harus ditempatkan pada ruangan yang cukup. Posisi dalam pengelasan usahakan harus sejajar dengan tangan, karna posisi yang kurang sejajar akan menyebabkan beberapa ganguan tulang seperti muscoloskeletal disolder.

Dalam proses pengelasan, welder juga perlu perlu duduk dengan nyaman agar tidak mudah lelah.

2.2 Las Listrik

2.2.1 Defenisi Las Listrik

Pada dasarnya las listrik yang menggunakan elektroda karbon maupun logam, menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. Busur listrik yang terjadi antara ujung elektroda dan benda kerja dapat mencapai temperatur tinggi yang dapat melelehkan sebagian bahan. Lalu, ini merupakan perkalian antara tegangan listrik (E) dengan kuat arus (I) dan waktu (t) yang dinyatakan dalam satuan panas joule, atau kalor seperti rumus sebagai berikut :

H = E x I x t ...(2.1)

(33)

dimana :

H = Panas Dalam Satuan Joule E = Tegangan Listrik Dalam Volt I = Kuat Arus Dalam Ampere t = Waktu Dalam Detik

2.2.2 Jenis Las Listrik

Berdasarkan jenisnya las listrik terbagi dalam :

A. Las Listrik Dengan Elektroda Karbon (Carbon Arc Welding)

Carbon Arc Welding mungkin adalah proses las listrik yang dikembangkan pertama kali. Menurut catatan, eksperimen las listrik pertama kali dilakukan pada tahun 1881 ketika Auguste de Meritens (Perancis) menggunakan busur karbon sebagai sumber pengelasan dengan aki sebagai sumber listriknya.

Dalam eksperimennya, dia menghubungkan benda kerja dengan kutub positif.

Walaupun kurang efisien, proses ini berhasil menyatukan timah dengan timah.

Carbon Arc Welding adalah proses untuk menyatukan logam dengan menggunakan panas dari busur listrik, tidak memerlukan tekanan dan batang pengisi (filler metal) dipakai jika perlu. Carbon Arc Welding banyak digunakan dalam pembuatan aluminium dan besi. Mula-mula elektroda kontak/bersinggungan dengan logam yang dilas, sehingga terjadi aliran arus listrik. Kemudian elektroda diangkat sedikit sehingga menimbulkan busur. Panas pada busur bisa mencapai 55000 C. Sumber arusnya bisa DC maupun AC.

Dengan menggunakan DC/AC, proses Carbon Arc Welding bias dipakai secara manual ataupun otomatis. Pendinginannya tergantung besarnya arus. Bila penggunaan arus di atas 200 Ampere, digunakan air pendingin (Water Cooled).

Dan sebaliknya bila di bawah 200 Ampere digunakan pendingin dengan udara bebas (Air cooled). Jenis bahan elektroda yang banyak digunakan adalah elektroda jenis logam, walaupun ada juga jenis elektroda dari bahan karbon namun sudah jarang digunakan.

Elektroda berfungsi sebagai logam pengisi pada logam yang dilas sehingga jenis bahan elektroda harus disesuaikan dengan jenis logam yang dilas.

Untuk las biasa mutu lasan antara arus searah dengan arus bolak-balik tidak jauh

(34)

berbeda. Namun, polaritas sangat berpengaruh terhadap mutu lasan. Elektroda yang digunakan pada pengelasan jenis ini ada 3 macam yaitu: elektroda polos, elektroda fluks dan elektroda berlapis tebal.

Elektroda polos adalah elektroda tanpa diberi lapisan dan penggunaan elektroda jenis ini terbatas antara lain untuk besi tempa dan baja lunak. Elektroda fluks adalah elektroda yang mempunyai lapisan tipis fluks, dimana fluks ini berguna melarutkan dan mencegah terbentuknya oksida-oksida pada saat pengelasan. Kawat las berlapis tebal paling banyak digunakan terutama pada proses pengelasan komersil. Lapisan pada elektroda berlapis tebal mempunyai fungsi :

- Membentuk lingkungan pelindung.

- Membentuk terak dengan sifat-sifat tertentu untuk melindungi logam cair.

- Memungkinkan pengelasan pada posisi diatas kepala dan tegak lurus.

Kecepatan pengelasan dan keserbagunaan mesin las arus bolak-balik dan arus searah hampir sama, namun untuk pengelasan logam/pelat tebal, las arus bolak-balik lebih cepat.

B. Las Elektroda Terbungkus (Coated Electrode Welding)

Cara Pengelasan dimana elektrodanya dibungkus dengan fluks merupakan pengembangan lebih lanjut dari pengelasan dengan eletroda logam tanpa pelindung (Bare Metal Electrode). Dengan elektroda logam tanpa pelindung, busur sulit dikontrol dan mengalami pendinginan terlalu cepat sehingga O2 dan N2 dari atmosfir diubah menjadi oksida dan nitride. Akibatnya sambungan menjadi rapuh dan lemah. Prinsip Las Elektroda Terbungkus adalah akibat dari busur listrik yang terjadi antara elektroda dan logam induk yang mengakibatkan logam induk dan ujung elektroda mencair dan kemudian membeku bersama-sama.

Lalu, lapisan (pembungkus) elektroda terbakar bersama dengan meleburnya elektroda.

Fungsi Fluks ini antara lain:

- Melindungi logam cair dari lingkungan udara.

- Menghasilkan gas pelindung - Menstabilkan busur

(35)

- Sumber unsur paduan (V, Zr, Cs, Mn)

C. Las Busur Rendam (Submerged Arc Welding)

Dalam pengelasan busur rendam otomatis, busur dan material yang diumpankan untuk pengelasan tidak diperlukan seorang operator yang ahli.

Pengelasan otomatis ini pertama kali diusulkan oleh Bernardos dan N. Slavianoff dan las busur rendam dipraktekkan pertama kali oleh D. Dulchevsky. Las busur rendam adalah pengelasan dimana logam cair tertutup dengan fluks yang diatur melalui suatu penampung fluks dan logam pengisi yang berupa kawat pejal diumpankan secara terus menerus. Dalam pengelasan ini busur listriknya terendam dalam fluks. Karena dalam pengelasan ini, busur listriknya tidak kelihatan, maka sangat sukar untuk mengatur jatuhnya ujung busur. Di samping itu karena mempergunakan kawat elektroda yang besar maka sangat sukar untuk memegang alat pembakar dengan tangan tepat pada tempatnya. Karena kedua hal tersebut maka pengelasan selalu dilaksanakan secara otomatis penuh. Mesin las ini dapat menggunakan sumber listrik AC yang lamban dan DC dengan tegangan tetap.

Bila menggunakan listrik AC perlu adanya pengaturan kecepatan pengumpanan kawat las yang dapat diubah-ubah untuk mendapatkan panjang busur yang diperlukan. Bila menggunakan sumber listrik DC dengan tegangan tetap, kecepatan pengumpanan dapat dibuat tetap dan biasanya menggunakan polaritas balik (DCRP). Mesin las dengan listrik DC kadang-kadang digunakan untuk mengelas pelat tipis dengan kecepatan tinggi atau untuk pengelasan dengan eletroda lebih dari satu.

Berdasarkan proses-proses pengelasan, las listrik terbagi dalam : A. Las SMAW

Las SMAW (Shielded Metal Arc Welding) termasuk juga dalam las listrik.

Cara kerja las SMAW ini menggunakan elektroda berselaput sebagai bahan tambahan. Busur listrik yang terjadi diantara ujung elektroda dan bahan dasar akan mencairkan ujung elektroda dan sebagian bahan dasar. Selaput elektroda yang turut terbakar akan mencair dan menghasilkan gas yang melindungi ujung elektroda, kawah las, busur listrik dan daerah las di sekitar busur listrik terhadap

(36)

pengaruh udara luar. Cairan selaput elektroda yang membeku akan menutupi permukaan las yang juga berfungsi sebagai pelindung terhadap pengaruh luar.

Logam induk dalam pengelasan ini mengalami pencairan akibat pemanasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan permukaan benda kerja yang dibangkitkan dari suatu mesin las. Elektroda yang digunakan, berupa kawat yang dibungkus pelindung berupa fluks.

Elektroda ini selama pengelasan akan mengalami pencairan bersama dengan logam induk dan membeku bersama menjadi bagian kampuh las.

Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa arus busur listrik yang terjadi. Bila digunakan arus listrik besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus dan sebaliknya bila arus kecil maka butirannya menjadi besar.

Pola pemindahan logam cair sangat mempengaruhi sifat hasil las dari logam. Logam mempunyai sifat mampu las yang tinggi bila pemindahan terjadi dengan butiran yang halus. Pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Bahan fluks yang digunakan untuk membungkus elektroda selama pengelasan mencair dan membentuk terak yang menutupi logam cair yang terkumpul di tempat sambungan dan bekerja sebagai penghalang oksidasi.

Gambar 2.6 Las SMAW (Wiryosumarto, 2004)

Standar pada pengelasan SMAW harus sesuai dengan spesifikasi prosedur / record las yang sesuai berdasarkan standar ASME IX (Welding and Brazing Qualifications), API 1104 (Welding of Pipelines and Related Facilities), dan

(37)

AWS D1.1 (Structural Welding Code-Steel). Standar ini juga dipakai oleh semua jenis las busur listrik tergantung mana yang sesuai dengan material lasnya.

❖ Keuntungan :

SMAW adalah proses las busur paling sederhana dan paling serba guna.

Karena sederhana dan mudah dalam mengangkut peralatan dan perlengkapannya, membuat proses SMAW ini mempunyai aplikasi luas mulai dari refinery piping hingga pipelines, dan bahkan untuk pengelasan di bawah laut guna memperbaiki struktur anjungan lepas pantai. SMAW bisa dilakukan pada berbagai posisi atau lokasi yang bisa dijangkau dengan sebatang elektroda. Sambungan-sambungan pada daerah dimana pandangan mata terbatas masih bisa di las dengan cara membengkokkan elektroda. Proses SMAW digunakan untuk mengelas berbagai macam logam ferrous dan non ferrous, termasuk baja carbon dan baja paduan rendah, stainless steel, paduan-paduan nikel, cast iron, dan beberapa paduan tembaga.

❖ Kelemahan :

Meskipun SMAW adalah proses pengelasan dengan daya guna tinggi, proses ini mempunyai beberapa karakteristik dimana laju pengisiannya lebih rendah dibandingkan proses pengelasan semi-otomatis atau otomatis. Panjang elektroda tetap dan pengelasan mesti dihentikan setelah sebatang elektroda terbakar habis. Puntung elektroda yang tersisa terbuang, dan waktu juga terbuang untuk mengganti-ganti elektroda. Slag atau terak yang terbentuk harus dihilangkan dari lapisan las sebelum lapisan berikutnya didepositkan. Langkah- langkah ini mengurangi efisiensi pengelasan hingga sekitar 50 %. Asap dan gas yang terbentuk merupakan masalah, sehingga diperlukan ventilasi memadai pada pengelasan di dalam ruang tertutup. Pandangan mata pada kawah las agak terhalang oleh slag pelindung dan asap yang menutupi endapan logam.

Dibutuhkan juru las yang sangat terampil untuk dapat menghasilkan pengelasan berkualitas radiography apabila mengelas pipa atau plat hanya dari arah satu sisi.

B. Las Listrik TIG (Tungsten Inert Gas)

Pengelasan ini pertama kali ditemukan di USA (1940), berawal dari pengelasan paduan untuk bodi pesawat terbang. Prinsipnya panas dari busur

(38)

terjadi diantara elektroda tungsten dan logam induk akan meleburkan logam pengisi ke logam induk di mana busurnya dilindungi oleh gas mulia (Ar ata He).

Las listrik TIG menggunakan elektroda wolfram yang bukan merupakan bahan tambah. Busur listrik yang terjadi antara ujung elektroda wolfram dan bahan dasar merupakan sumber panas, untuk pengelasan. Titik cair elektroda wolfram sedemikian tingginya sampai 3410º C, sehingga tidak ikut mencair pada saat terjadi busur listrik. Tangkai las TIG biasanya didinginkan dengan air bersirkulasi.

❖ Keuntungan :

Proses TIG / GTAW menghasilkan pengelasan bermutu tinggi pada bahan-bahan ferrous dan non ferrous. Dengan teknik pengelasan yang tepat, semua pengotor yang berasal dari atmosfer dapat dihilangkan. Keuntungan utama dari proses ini yaitu, bisa digunakan untuk membuat root pass bermutu tinggi dari arah satu sisi pada berbagai jenis bahan. Oleh karena itu, GTAW digunakan secara luas pada pengelasan pipa, dengan batasan arus mulai dari 5 hingga 300 amp, menghasilkan kemampuan lebih besar untuk mengatasi masalah pada posisi sambungan yang berubah-ubah seperti celah akar.

❖ Kelemahan :

Kelemahan utama yaitu laju pengisian lebih rendah dibandingkan dengan proses las lain seperti contoh las SMAW. Selain itu, GTAW butuh kontrol kelurusan sambungan yang lebih ketat, untuk menghasilkan pengelasan bermutu tinggi pada pengelasan dari arah satu sisi. GTAW juga butuh kebersihan sambungan yang lebih baik untuk menghilangkan minyak, grease, karat, dan kotoran-kotoran lain agar terhindar dari porosity dan cacat las lainnya. GTAW juga harus dilindungi secara berhati-hati dari kecepatan udara di atas 5 mph untuk mempertahankan perlindungan inert gas di atas kawah las.

C. Las Listrik Submerged (SAW)

Las SAW yang umumnya otomatis / semi otomatis menggunakan fluksi serbuk yang berfungsi sebagai pelindung dari pengaruh udara luar. Busur listrik di antara ujung elektroda dan bahan dasar di dalam timbunan fluksi sehingga tidak terjadi sinar las keluar seperti biasanya pada las listrik lainnya. Operator las tidak perlu menggunakan kaca pelindung mata (helm las). Pada waktu pengelasan,

(39)

fluksi serbuk akan mencair dan membeku dan menutup lapisan las. Sebagian fluksi serbuk yang tidak mencair dapat dipakai lagi setelah dibersihkan dari terak- terak las.

❖ Keuntungan :

Proses las SAW ini dapat digunakan untuk mengelas carbon steal, low alloysteel, stainless steel dan beberapa paduan nikel tinggi. Proses ini digunakan secara luas untuk membuat lapisan anti karat dengan menggunakan elektroda berbentuk lembaran (tebal 0,5 mm dan lebar 60 ml). Proses las ini dapat dikerjakan dengan arus lebih tinggi serta elektroda berganda, sehingga diperoleh laju pengisihan dua hingga sepuluh kali lebih cepat dari pada SMAW.

Karakteristik penetrasi yang dalam dari proses SAW ini menyebabakan kampuh las bisa dibuat lebih sempit, sehingga dapat mengurangi jumlah lapisan yang diperlukan dan juga menghemat waktu pengelasan. Lapisan slag yang menyelimuti logam las memberikan perlindungan yang handal terhadap logam las cair, sehingga menghasilkan deposit las bermutu tinggi.

❖ Kelemahan :

Proses las SAW membutuhkan penanganan dan wkatu pemasangan lebih banyak untuk meletakan benda kerja sedemikian rupa sehingga pengelasan dapat dilakukan dengan posisi datar. Terbatasnya pandangan mata terhadap busur dan kawah las selama pengelasan membuat proses ini menjadi lebih sulit dalam mempertahankan posisi las diatas sambungan, meskipun pada umumnya hal ini tidak menjadi masalah. Waktu pemasangan untuk pengelasan lebih lama dibandingkan dengan GMAW dan SMAW, sehingga proses ini tidak ekonomis pada pekerjaan-pekerjaan kecil. Apabila menggunakan masukan panas lebih besar, bisa terbentuk butiran-butiran kasar didaerah HAZ. Keadaan ini menyebabkan hilangnya sifat impact, yang pada bebrapa aplikasi tidak diperbolehkan. Pada pengelasan dengan lapisan banyak, harus dipilih kombinasi kawat fluks yang sesuai sehingga dapat mencegah pembentukan unsur Mn dan Si pada logam las,karna unsur-unsur ini akan menaikkan kekerasan, menurunkan ketangguhan, dan menimbulkan masalah retak pada sour service.

(40)

D. Las Listrik MIG

Seperti halnya pada las listrik TIG, pada las listrik MIG juga panas ditimbulkan oleh busur listrik antara dua elekron dan bahan dasar. Elektroda yang dipakai merupakan gulungan kawat yang berbentuk rol yang geraknya diatur oleh pasangan roda gigi yang digerakkan oleh motor listrik. Gerakan dapat diatur sesuai dengan keperluan. Tangkai las dilengkapi dengan nozel logam untuk menghubungkan gas pelindung yang dialirkan dari botol gas melalui selang gas.

Gas yang dipakai adalah CO2 untuk pengelasan baja lunak dan baja. Argon atau campuran argon dan helium untuk pengelasan aluminium dan baja tahan karat.

Proses pengelasan MIG ini dapat secara semi otomatik atau otomatik. Semi otomatik dimaksudkan pengelasan secara manual, sedangkan otomatik adalah pengelasan yang seluruhnya dilaksanakan secara otomatik. Elektroda keluar melalui tangkai las bersama-sama dengan gas pelindung.

❖ Keuntungan :

Proses pengelasan GMAW dapat dikerjakan secara semi otomatis atau otomatis. Asap dan percikan las pada GMAW hubungan singkat lebih sedikit dibandingkan dengan SMAW, juga tidak ada slag yang harus dibersihkan setelah pengelasan selesai. Kecepatan pengelasan dan laju pengisian sama atau bisa lebih besar dari pada SMAW. Larutan logam las umumnya lebih rendah karena penetrasi GMAW lebih dangkal. Dengan panas masukan rendah dan penetrasi yang dangkal, logam-logam tipis lebih mudah disambung dan sambungan memiliki celah root lebih lebar akan lebih mudah dilas. Proses las GMAW mempunyai laju pengisian lebih besar pada pengelasan paduan-paduan ferrous dan non-ferrous. Proses ini cocok dipergunakan pada las kampuh dan pengelasan untuk membuat lapisan anti karat pada stainless steal, nickel based alloys dan paduan-paduan tembaga seperti aluminium bronze.

❖ Kelemahan :

Peralatan las GMAW lebih mahal, dan lebih rumit dalam pemasangan dan perawatan, dibandingkan dengan SMAW. Biaya kawat las dan shielding gas bisa menjadi lebih mahal dibandingkan dengan elekroda terbungkus, tetapi hal ini bisa diimbangi karna produktivitas yang tinggi dan sedikitnya pemborosan. Shielding gas pada pengelasan GMAW dapat terganggu karna pengaruh tiupan angin,

(41)

sehingga harus diambil tindakan pencegahan apabila kecepatan angin lebih dari 5 mph. Pelindung angin atau tirai khusus dapat dipakai untuk menahan atau mengurangi tiupan angin, sehingga kecepatannya cukup rendah untuk menjaga shielding gas secara memadai. Memperbesar aliran gas untuk mengimbangi pengaruh tiupan angin yang berlebihan, akan menimbulkan masalah lain yang lebih buruk, karna akan timbul turbulensi disekitar busur yang akan menarik udara disekitarnya. GMAW memerlukan ruang gerak yang lebih besar terhadap benda kerja karna pengaruh ukuran welding gun dan nozzle. Pada umumnya alat pengumpan kawat harus ditempatkan sedekat mungkin dengan benda kerja. Lack of fusion yang terletak diantara lapisan-lapisan las sukar dideteksi dengan radiography dan karna pengaruh kontrol yang buruk dari proses hubungan singkat ini, masalah LOF menjadi cukup berat, sehingga membuat beberapa fabrikator meninggalkan proses pengelasan ini. Dibandingkan dengan proses las SMAW, pengelasan short-circuiting butuh kebersihan, dan kelurusan sambungan serta penggrindaan tack weld yang lebih baik guna mendapatkan hasil pengelasan root pass bermutuh tinggi.

2.2.3 Pengujian Hasil Pengelasan 2.2.3.1 Pengujian Tarik (Tensile Test)

Percobaan pengujian tarik (tensile test) adalah suatu pengukuran terhadap bahan untuk mengetahui keuletan dan ketangguhan suatu bahan terhadap tegangan tertentu serta pertambahan panjang yang dialami oleh bahan tersebut, dan biasanya pada pengujian kedua ujung benda uji dijepit, lalu salah satu ujung dihubungkan dengan perangkat penegang.

Pada pengujian tarik akan diperoleh sifat mekanik dari logam. Beberapa sifat mekanik tersebut adalah :

A. Sifat mekanik di daerah elastis :

• Kekuatan elastis

Kemampuan batang untuk menerima beban / tegangan tanpa berakibat terjadinya deformasi plastis (perubahan bentuk yang permanen). Ditunjukan oleh titik luluh (yield).

(42)

• Kekakuan (stiffness)

Suatu batang yang memiliki kekakuan tinggi bila mendapat beban (dalam batas elastisnya) akan mengalami deformasi plastis, tetapi hanya sedikit.

• Resilience

Kemampuan bahan untuk menyerap energi tanpa menyebabkan terjadinya deformasi plastis. Dinyatakan dengan besarnya luasan dibawah grafik daerah elastik (Modulus Resilien).

B. Sifat mekanik di daerah plastis :

• Kekuatan tarik (Tensile strength)

Kemampuan batang untuk menerima beban / tegangan tanpa mengakibatkan batang rusak atau putus. Kekuatan tarik maksimum ditunjukkan sebagai tegangan maksimum (Ultimate stress) pada kurva tegangan dan regangan.

• Keuletan (Ductility)

Kemampuan bahan untuk berdeformasi tanpa menjadi patah. Dapat diukur dengan besarnya tegangan plastis yang terjadi setelah batang uji putus. Ditunjukkan sebagai garis elastik. Pada grafik tegangan dan regangan.

• Ketangguhan (Toughness)

Kemampuan menyerap energi tanpa mengakibatkan patah, dapat diukur dengan besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan batang uji. Ketangguhan dinyatakan dengan modulus ketangguhan yaitu banyaknya energi yang dibutuhkan untuk mematahkan satu satuan volume bahan. Ditunjukkan sebagai keseluruhan luasan dibawah kurva tegangan dan regangan.

(43)

Adapun rumus pengujian tarik (Tensile Test) terhadap tegangan, regangan, dan modulus elastisitas adalah sebagai berikut :

✓ Tegangan (σ)

Tegangan pada uji tarik merupakan berat beban (F) dibagi dengan luas penampang (A) pada sepesimen. Maka hasil perhitungan tegangan untuk setiap spesimennya sama. Dapat dihitung dengan persamaan berikut :

 =

𝑭

𝑨 ... (2.2) Dimana :

σ = Tegangan (N/mm2) F = Beban pada Maksimal (N) A = Luas penampang (mm2)

✓ Regangan ()

Regangan pada uji tarik merupakan perpanjangan (ΔL) dibagi dengan panjang awal (L) pada spesimen dikali dengan 100%. Maka hasil perhitungan regangan untuk setiap spesimennya sama. Dapat dihitung dengan persamaan berikut :

 =

∆𝐋

𝐋

...

(2.3) Dimana:

 = Regangan (%) Lf = Panjang Akhir (mm) L= Panjang Awal (mm) ΔL = Perpanjangan (mm2)

✓ Modulus elastisitas (E)

Modulus elastisitas pada uji tarik merupakan tegangan (σ) dibagi dengan regangan (ε) pada spesimen. Maka hasil perhitungan modulus elastisitas untuk setiap spesimennya sama. Dapat dihitung dengan persamaan berikut :

(44)

E

=

𝝈

𝜺

...

(2.4)

Dimana:

E = Modulus Elastisitas (N/mm2) σ = Tegangan (N/mm2)

ε = Regangan (%)

2.2.3.2 Pengujian Kekerasan (Hardness Test)

Percobaan uji kekerasan (hardness test) berdasarkan pada cara penekanannya (indentation) adalah suatu benda yang tidak terdeformasi kedalam permukaan logam yang diuji (spesimen) kekerasannya, sehingga terjadi suatu bekas penekanan (lekukan) yang kemudian dijadikan dasar untuk penilaian kekerasannya. Penekanan dilakukan sampai lekukan yang bersifat tetap. Logam yang diuji akan lebih keras bila bekas yang terjadi lebih kecil. Percobaan kekerasan ini termasuk dengan cara mekanis statis (bukan mekanis dinamis) dan itu meliputi cara-cara Rockwell, Brinell dan Vickers.

Uji kekerasan Rockwell memperhitungkan kedalaman indentasi dalam keadaan beban konstan sebagai penentu nilai kekerasan. Sebelum pengukuran, spesimen dibebani beban minor sebesar 10 kg untuk mengurangi kecenderungan ridging dan sinking akibat beban indentor. Sesudah beban minor diberikan, spesimen langsung dikenakan beban mayor.

Kedalam indentasi yang terkonversi dalam skala langsung dapat diketahui nilainya dengan membaca dial gage pada alat. Dial tersebut terdiri dari 100 bagian yang masing-masing mempresentasikan penetrasi sebesar 0,0002 mm. Dial disesuaikan sedemikian rupa sehingga nilai kekerasan yang tinggi berkorelasi dengan kecil penetrasi. Kekerasan Rockwell dapat dibagi menjadi beberapa jenis antara lain :

a) Rockwell A

Indentor berupa kerucut intan dengan pembeban 60 kg. Umumnya digunakan pada jenis logam yang sangat keras.

Gambar

Gambar 2.1 Perkembangan cara-cara pengelasan (Wiryosumarto,2004)
Tabel 2.1 Klasifikasi Cara Pengelasan
Gambar 2.2 Jenjang Suhu pada Pengelasan Baja Lunak selama Pengelasan  Berlangsung
Gambar 2.3 Pengaruh Tegangan Busur terhadap Bentuk Manik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada waktu sekarang, teknik las SMAW dipergunakan secara luas dalam penyambungan barang-barang pada konstruksi bangunan baja dan konstruksi mesin dalam dunia

Adapun judul skripsi yang saya ajukan adalah “ANALISA KEKUATAN TARIK SAMBUNGAN LAS LISTRIK SMAW PADA MATERIAL BAJA KARBON SEDANG AISI 4340 DENGAN VARIASI ARUS

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan terhadap kekuatan tarik, ketangguhan, kekerasan dan struktur mikro las SMAW dengan elektroda

Kabel penghantar arus ini dirancang khusus untuk pengelasan, dan harus mampu mengalirkan arus listrik yang besar dengan baik dari mesin las ke pemegang elektroda maupun

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh variasi arus dan arah impact serta struktur mikro pada daerah pengelasan kombinasi SMAW dan FCAW menggunakan kampuh double

Tujuan dari penelitian ini yaitu agar mengetahui pengaruh besar variasi arus terhadap kombinasi pengelasan yaitu las SMAW dan FCAW terhadap nilai Impact dan struktur mikro daerah weld

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui parameter kuat arus yang tepat dari pengelasan metode kombinasi SMAW dan GMAW dengan arus metode SMAW 95 A, 110 A, dan 125 A, arus metode

2.2.1 Pengertian Las Listrik Atau SMAW Shielded Metal Arc Welding Proses pengelasan di mana panas dihasilkan dari busur listrik antara ujung elektroda dengan logam yang dilas..