• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASAS RETROAKTIF DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA POSITIF INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ASAS RETROAKTIF DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA POSITIF INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

773

ASAS RETROAKTIF DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA POSITIF INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM

RETROAKTIF PRINCIPLES IN INDONESIA CRIMINAL LAW AND ISLAMIC CRIMINAL LAW PERSPECTIVES

Mahlil

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh – 23111

Mohd. Din

Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Abstrak - Pada dasarnya, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 28 I ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Pemberlakuan asas retroaktif merupakan pengecualian dari asas legalitas yang melarang pemberlakuan hukum secara surut atau dikenal dengan nama asas non retroaktif. Pengaturan asas retroaktif diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 43 Undang-Undang No 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia serta Pasal 1 ayat (2) KUHP. Hal seperti ini tentu juga dikenal di dalam hukum pidana islam. Tujuan penulisan artikel ini untuk menjelaskan pemberlakuan asas retroaktif yang di perbolehkan di dalam hukum pidana positif Indonesia dan hukum pidana islam. Dan untuk menjelaskan perbedaan dan persamaan asas retroaktif di dalam hukum pidana positif Indonesia dan hukum pidana islam. Penulisan artikel ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mempelajari serta menganalisa peraturan perundang-undangan, buku teks, surat kabar, tulisan ilmiah, dan literatur-literatur yang diunduh dari internet yang ada relevansinya dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pemberlakuan asas retroaktif yang di perbolehkan di dalam hukum pidana positif Indonesia adalah dalam hal terjadinya perubahan undang- undang yang lebih menguntungkan terdakwa dan untuk tindak pidana yang dikategorikan sebagai extra ordinary crimes, seperti pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. Sedangkan pemberlakuan asas retroaktif yang di perbolehkan di dalam hukum pidana islam adalah dalam hal hukuman baru lebih menguntungkan pelaku, dan untuk kejahatan yang membahayakan keamanan publik dan Negara. Adapun persamaan dan perbedaan asas retroaktif dalam hukum pidana positif Indonesia dan hukum pidana islam dapat di ketahui dari segi pengertian, sumber hukum, asas hukum, jenis hukuman dan pengecualian hukum. Disarankan kepada pemerintah Indonesia dalam hal pemberlakuan asas retroaktif hendaklah mengacu pada konsep asas retroaktif pidana islam yang memberlakukan hukum secara surut terhadap tindak pidana baru yang belum di atur di dalam hukum dengan maksud untuk menjangkau tindak pidana tersebut dengan batasan-batasan harus benar-benar merupakan tindak pidana yang serius dan membahayakan kehidupan masyarakat luas. Serta mendesak untuk diselesaikan secepatnya menurut hukum demi terciptanya kemashlahatan bersama dan mencegah agar tindak pidana serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.

Kata Kunci :Asas Retroaktif , Hukum Pidana Positif Indonesia, Hukum Pidana islam

Abstract - Basically, the right that cannot be prosecuted in retroactive law is a human right which cannot be reduced under any circumstances as stated in Article 28 I Subsection (1) of the law no 1945. The retroactive principle is an exception to the legality principle which prohibits the implementation of retroactive law known as non-retroactive principle. The regulation of the retroactive principle is regulated in Article 4 of Law No. 39 of 1999 concerning about Human Rights and Article 43 of Law No. 26 of 2000 concerning about Human Rights Courts as well as Article 1 paragraph 2 of the Criminal Code which also known in Islamic Criminal Law. The purpose of this research is to explain the implementation of the allowable retroactive principle in Indonesian criminal law and Islamic criminal law. However, to explain the differences and similarities of the retroactive principle in Indonesia criminal law and Islamic criminal law. This research is using library research methodology. Library research is done by studying and analyzing laws, textbooks, newspapers, scientific papers, and literature downloaded from the internet that have relevance to the issues. Based on the results of the research, it is known that the implementation of the retroactive principle in Indonesia criminal law only when the change of law is more benefit to the defendant and extra ordinary crimes, such as the violations on human rights. While the implementation of the retroactive principle permitted in Islamic criminal law that is benefit to the perpetrator, and for crimes that endanger the security of the public and the State. The similarities and differences of the retroactive principle in Indonesia criminal law and Islamic criminal law can be recognize

(2)

in terms of understanding, legal sources, legal principles, types of punishment and legal exclusion. It is suggested to the Indonesian government that in the implementation of the retroactive principle need to be referred to the concept of the retroactive principle on Islamic criminal law which applies the retroactive law to the new offenses which is not yet regulated in law in spite of to reach such crimes with restrictions it has to be a serious crimes and endangers the lives of many people. Moreover, encourages solving the case as soon as possible under the law in order to create the common good and prevent similar crimes from occurring in the future.

Keywords: Retroactive Principle, Criminal Law, Islamic Criminal Law

PENDAHULUAN

Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku didalam suatu Negara. Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi yang berupa hukuman, yaitu suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan serta hukuman yang bagaimana dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.1

Di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, pemberlakuan asas retroaktif digolongkan kedalam tindak pidana khusus karena pengaturannya yang bersifat khusus. Pemberlakuan asas retroaktif diatur dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak asasi Manusia dan UU No 26 Tahun Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia serta Pasal 1 ayat (2) KUHP.

Pada dasarnya, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 28 I ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Asas ini dikenal dengan nama asas non-retroaktif, yaitu asas yang melarang keberlakuan surut dari suatu undang- undang.2

Asas retroaktif yang memberlakukan surut peraturan merupakan penyimpangan dari asas legalitas yang mengandalkan tiada perbuatan boleh dihukum kecuali ada peraturan terlebih dulu.

Namun dalam sejarah dan praktek perkembangan hukum pidana di Indonesia, asas retroaktif masih tetap ada meskipun terbatas hanya pada tindak pidana tertentu.

1 Jan Remmelink, Hukum Pidana, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal. 1.

2 Tri Jata Ayu Pramesti, “Bolehkah Peraturan Tingkat Daerah Berlaku Surut?”, 2014, <

www.hukumonline.com/klinik/detail/lt533a5eead26b9/bolehkah-peraturan-tingkat-daerah-berlaku-surut>, diakses 12/04/2015.

(3)

Pidana islam sebagaimana halnya hukum pidana positif di samping mengenal adanya Asas legalitas juga mengenal adanya Asas retroaktif terhadap tindak pidana tertentu. Hal tersebut bisa di lihat dari Ayat-ayat Al-Qur’an dan sebab-sebab penurunannya. Maka akan ditemukan dengan mudah bahwa syari’at Islam mengenal adanya asas retroaktif dalam kasus- kasus tindak pidana tertentu.

Asas retroaktif bisa mendapatkan kedudukan dalam hukum pidana Islam melalui metode istihsan. Penggunaan metode istihsan dalam masalah asas retroaktif harus di uji dan dapat dinyatakan valid terlebih dahulu. Hal ini karena metode istihsan ada syarat-syarat penggunaannya.3

Musthafa Ahmad al-Zarqa’ membagi istihsan menjadi dua, yaitu

1. Istihsan qiyasiy, yaitu mengalihkan suatu masalah dari hukum qiyas dzahir, kepada hukum lain, dengan menggunakan qiyas lainnya yang lebih mendalam dan samar dibandingkan qiyas dzahir, tapi lebih kuat alasannya dan lebih valid hasilnya.

2. Istihsan al-dlarurat, yaitu menyimpangi hukum qiyas karena adanya kebutuhan yang mewajibkan, atau maslahat yang mengharuskannya, demi memenuhi kebutuhan atau menolak kesulitan.4

Istihsan al-dlarurat ini pada hakikatnya adalah bagian dari teori maslahat mursalah.5 Dalam kategori istihsan al-dlarurat inilah asas retroaktif bisa dibenarkan keberadaannya dalam hukum pidana islam.6

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dalam hal apa saja pemberlakuan asas retroaktif di perbolehkan di dalam hukum pidana positif Indonesia dan hukum pidana islam?

2. Bagaimanakah perbedaan dan persamaan asas retroaktif di dalam hukum pidana positif indonesia dan hukum pidana islam?

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif (normative legal research). Penelitian hukum normatif adalah penelitian

3 M. Fatikhun, “Pemberlakuan Ketentuan Hukum Secara Retroaktif Menurut Hukum Pidana Islam”, Jurnal Kajian Keislaman AL-MUNQIDZ Institut Agama Islam Imam Ghozali, Vol. 1 Edisi 2, Cilacap, 2012, hal.

89.

4 Musthafa Ahmad al-Zarqa’, Al-Istishlah wa al-Mashalih al-Mursalah, Dar al-Qalam, Beirut, 1988, hal.

23 - 26.

5 Ibid., hal. 26 - 56.

6 M. Fatikhun, Op.Cit, hal.90.

(4)

hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.7 metode ini mengkaji dan menganalisis tentang asas-asas hukum, sinkronisasi hukum secara vertikal maupun horizontal, sejarah hukum, sistematik hukum dan perbandingan hukum.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Pemberlakuan Asas Retroaktif Menurut Hukum Pidana Positif Indonesia dan Hukum Pidana islam

Di Indonesia ada dua aturan yang berkaitan dengan asas non-retroaktif atau larangan memberlakukan surut suatu peraturan perundangan, yaitu dalam Pasal 28 i UUD 1945 dan Pasal 1 ayat (1) KUHP. Namun Penerapan asas ini sebenarnya tidak mutlak, terdapat pengecualian-pengecualian, seperti yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP dan tindak pidana yang dikategorikan sebagai extra ordinary crimes8

Pemberlakuan hukum pidana secara retroaktif di perbolehkan untuk kondisi tertentu, seperti dalam hal terjadinya perubahan undang-undang yang lebih menguntungkan terdakwa yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP dan untuk tindak pidana yang dikategorikan sebagai extra ordinary crimes, seperti pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.

Sedangkan pemberlakuan asas retroaktif yang diperbolehkan dalam hukum pidana islam sebagai dikemukakan oleh ‘Abd al-Qadir ‘Audah, paling tidak ada tiga jenis perbuatan hukum yang memakai asas retroaktif yakni, hirabat, qadzaf atau li’an, dan zhihar.

Keterangan ini menunjukkan bahwa asas retroaktif bisa digunakan dalam dua katagori berikut, yaitu (1) Hukuman Baru Lebih Menguntungkan Pelaku, (2) Kejahatan yang Membahayakan Keamanan Publik dan Negara.9

2. Persamaan dan Perbedaan Asas Retroaktif Dalam Hukum Pidana positif Indonesia dan Hukum Pidana Islam

Persamaan dan Perbedaan asas retroaktif dalam hukum pidana positif Indonesia dan hukum pidana islam dapat di ketahui dari segi pengertian, sumber hukum, asas-asas hukum, jenis hukuman dan pengecualian hukum, yang dijelaskan sebagai berikut:

7 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hal. 13.

8Anis Widyawati, “Dilema Penerapan Asas Retroaktif di Indonesia”, Pandecta, Vol. 6 No.2. Juli 2011, hal. 171.

9 Abd al-Qadir `Awdah, al-Tasrî` al-Jinâ`î al-Islâmî, Maktabah Dar al-`Urubah, Kairo, 1968, hal. 261.

(5)

a. Pengertian

Persamaan keduanya adalah sama-sama merupakan dasar yang menjadi tumpuan pemberlakukan hukum secara surut setelah perbuatan itu dilakukan untuk melindungi keamanan Negara dan kepentingan masyarakat luas.

b. Sumber Hukum

Perbedaan keduanya adalah memiliki sumber hukum yang berbeda. Asas retroaktif pidana positif indonesia bersumber dari hukum tertulis, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Perundang-undangan indonesia. Sedangkan Asas retroaktif dalam hukum pidana islam bersumber dari hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.

Hukum tertulis terdiri dari Al-Qur’an (Firman Allah SWT), Al-hadis (Perbuatan, perkataan dan ketetapan Rasulullah SAW) serta Al-Qanun (Peraturan perundang-undang yang dibuat oleh penguasa atau pemimpin) dan hukum tidak tertulis terdiri dari Ar-Ra’yu atau penalaran.

c. Asas hukum

Persamaan keduanya adalah pemberlakuan asas retroaktif baik didalam hukum pidana positif indonesia maupun di dalam hukum pidana islam adalah sama-sama merupakan pengecualian dari asas legalitas yang melarang memberlakukan hukum secara surut. Pemberlakuan asas retroaktif di perbolehkan jika sesuai dengan yang diatur di dalam hukum.

d. Jenis Hukuman

Perbedaan keduanya adalah jenis hukuman asas retroaktif dalam hukum pidana positif indonesia telah disebutkan secara jelas dan lengkap dalam Perundang-undangan Indonesia sedangkan jenis hukuman asas retroaktif dalam hukum pidana islam ada 2 yaitu jenis hukuman untuk jarimah yang sudah ditentukan dalam Al-Qur’an dan hadis serta jarimah yang belum di tentukan di dalam Al-Qur’an dan hadis yang hukumannya di buat oleh hakim melalui putusannya yang disebut hukuman ta’zir.

e. Pengecualian Hukum

Persamaan keduanya adalah pemberlakuan asas retroaktif baik di dalam hukum positif indonesia maupun dalam hukum pidana islam merupakan sebuah pengecualian hukum untuk kasus-kasus tertentu.

(6)

KESIMPULAN

Pemberlakuan asas retroaktif dalam hukum pidana positif indonesia di perbolehkan untuk 2 (dua) kondisi yaitu dalam hal terjadinya perubahan undang-undang yang lebih menguntungkan terdakwa yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP dan untuk tindak pidana yang dikategorikan sebagai extra ordinary crimes, seperti pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang diatur dalam penjelasan Pasal 4 Undang-undang no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 43 Undang-undang no 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Sedangkan pembelakuan asas retroaktif dalam hukum pidana islam di perbolehkan untuk 2 (dua) kondisi yaitu hukuman baru lebih menguntungkan pelaku, dan kejahatan yang membahayakan keamanan publik dan Negara.

Persamaan dan perbedaan asas retroaktif dalam hukum pidana positif Indonesia dan hukum pidana islam dapat di ketahui dari segi pengertian, sumber hukum, asas hukum, jenis hukuman dan pengecualian hukum.

DAFTAR PUSTAKA 1. Buku

Abd al-Qadir `Awdah, al-Tasrî` al-Jinâ`î al-Islâmî, Maktabah Dar al-`Urubah, Kairo, 1968.

Jan Remmelink, Hukum Pidana, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.

Musthafa Ahmad al-Zarqa’, Al-Istishlah wa al-Mashalih al-Mursalah, Dar al-Qalam, Beirut, 1988.

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001.

2. Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-undang no.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Al-Qur’an.

(7)

3. Artikel

Anis Widyawati, “Dilema Penerapan Asas Retroaktif di Indonesia”, Pandecta, Vol. 6 No.2.

Juli 2011.

M. Fatikhun, “Pemberlakuan Ketentuan Hukum Secara Retroaktif Menurut Hukum Pidana Islam”, Jurnal Kajian Keislaman AL-MUNQIDZ Institut Agama Islam Imam Ghozali, Vol. 1 Edisi 2, Cilacap, 2012.

4. Websites

Tri Jata Ayu Pramesti, “Bolehkah Peraturan Tingkat Daerah Berlaku Surut?”,2014,<www.hukumonline.com/klinik/detail/lt533a5eead26b9/bolehkah- peraturan-tingkat-daerah-berlaku-surut>, diakses 12/04/2015.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah dasar hukum yang digunakan untuk menjerat para pelaku tindak pidana terorisme yakni dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mana terdapat dalam

Untuk mengetahui dan menganalisis kendala apa yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam proses penegakan hukum terkait penerapan asas retroaktif dalam Pasal 46

Asas material hukum pidana Islam menyatakan bahwa tindak pidana ialah segala yang dilarang. oleh hukum, baik dalam bentuk tindakan yang dilarang maupun tidak

Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 1 Undang-Undang

Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana upaya pemidanaan bagi pelaku tindak pidana terorisme dalam hukum pidana Islam dan Undang- Undang

Berdasarkan pembahasan di atas, kesimpulan yang dapat di ambil adalah asas- asas hukum pidana yang berasal dari hukum internasional di bagi menjadi dua yaitu

“Pertanggungjawaban Pidana Nahkoda Kapal dalam Kecelakaan Kapal Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.” JOM Fakultas Hukum Universitas Riau VII, no.. Asas-Asas

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA Bagus Sulaksono Fakultas Hukum,Jurusan Ilmu Hukum Universitas 17