• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS POTENSI HIJAUAN PAKAN BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN DAN TATA GUNA LAHAN PADA PADANG RUMPUT ALAMI DI PULAU SAMOSIR TESIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS POTENSI HIJAUAN PAKAN BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN DAN TATA GUNA LAHAN PADA PADANG RUMPUT ALAMI DI PULAU SAMOSIR TESIS."

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POTENSI HIJAUAN PAKAN BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN DAN TATA GUNA LAHAN PADA

PADANG RUMPUT ALAMI DI PULAU SAMOSIR

TESIS

Oleh :

ULINA HUTASUHUT 147040009

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(2)

ANALISIS POTENSI HIJAUAN PAKAN BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN DAN TATA GUNA LAHAN PADA

PADANG RUMPUT ALAMI DI PULAU SAMOSIR

TESIS

Oleh :

ULINA HUTASUHUT 147040009

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MagisterPeternakan pada Program Studi Ilmu Peternakan

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Penelitian : ANALISIS POTENSI HIJAUAN PAKAN BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN DAN TATA GUNA LAHAN PADA PADANG RUMPUT ALAMI DI PULAU SAMOSIR

Nama Mahasiswa : Ulina Hutasuhut

NIM : 147040009

Program Studi : Magister Ilmu Peternakan

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si Dr. Ir. Hasanuddin, M.S

Tanggal Ujian : 19 Agustus 2017 Tanggal Lulus : 19 Agustus 2017

(4)

Tesis ini telah diuji di Medan pada Tanggal : 19 Agustus 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si Anggota :Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si

Penguji : 1. Dr. Ir. Tatang Ibrahim, M.Sc, M.Kum, Sc

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam tesis

“ANALISIS POTENSI HIJAUAN PAKAN BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN DAN TATA GUNA LAHAN PADA PADANG RUMPUT ALAMI DI PULAU SAMOSIR” adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri di bawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam tesis ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis serta dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi lain.

Medan, Agustus 2017

ULINA HUTASUHUT NIM 147040009

(6)

ABSTRAK

ULINA HUTASUHUT, 2017.“Analisis Potensi Hijauan Pakan Berdasarkan Kelas Kemampuan dan Tata Guna Lahan Pada Padang Rumput Alami Di Pulau Samosir”. Dibimbing olehNEVY DIANA HANAFI dan MA’RUF TAFSIN.

Pulau Samosir merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi besar sebagai sumber hijauan untuk ternak ruminansia. Dari luas wilayah yang ada, terdapat banyak areal padang penggembalaan alam yangditumbuhi oleh berbagai vegetasi tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lokasi padang rumput alami, menganalisis potensi produksi hijauan, daya tampung ternak, indeks daya dukung hijauan, kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia dan komposisi botaniberdasarkan kelas kemampuan lahan dan tata guna lahan.

Metode penelitian menggunakan survey lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran lokasi padang rumput alami dominan terdapat pada kelas kemampuan lahan IV (93,65 %), serta pada tata guna lahan pertanian lahan kering(57,14 %) dan tanah terbuka (36,51 %).Produksi bahan kering hijauan sebesar 85.950.392,46kg/th dengan daya tampung ternak sebesar 26.912,06 ST.Nilai kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia adalah4.702,45ST.

Namun, indeks daya dukung hijauan sebesar 1,21menunjukkan bahwa ketersediaaan hijauan dalam kategori kritis. Komposisi botani pada kelas kemampuan lahan IV memiliki banyak keragaman jenis hijauan daripada kelas kemampuan lahan II. Pada kelas kemampuan lahan IV terdapat 34 jenis hijauan dengan hijauan yang dominan adalah Axonopus compressus, danpada kelas kemampuan lahan II hanya terdapat 11 jenis hijauan dengan hijauan yang dominan adalah Imperata cylindrica l. Disimpulkan bahwa padang rumput alami di Pulau Samosir dalam kategori kritis dan perlu adanya perbaikan agar dapat menampung ternak ruminansia.

Kata kunci : Pulau Samosir, hijauan, komposisi botani, padang rumput alami, kelas kemampuan dan tata guna lahan

(7)

ABSTRACT

ULINA HUTASUHUT, 2017.“Analysis of Forages Potential Based on Capability Class and Land Use on Natural Pastures in Samosir Island”. Under supervised byNEVY DIANA HANAFI andMA'RUF TAFSIN.

Samosir Island is one of the areas that have greatpotential as a source of forage for ruminant. From the existing area, there are many natural grazing areas being overgrown by various vegetationplants. The purpose of this research were to find out the location of natural pastures, to analyze the potential of forage production, carrying capacity, forage carrying capacity index, increase capacity of ruminant population and botanical composition based on land capability class and land use. The research method used field survey.The results of this study showed that the distribution of natural pastures location was dominant in the land capability class IV(93,65%), as well as on dry land farming (57,14%) and open land (36,51%). The production of forage dry matter is 85.950.392,46 kg/year with carrying capacity is 26.912,06 ST. Value of capacity increase of ruminant population is 4.702,45 ST.However, forage carrying capacity index is 1,21indicates that forage availability in the criticalcategory.The botanical composition of the land capability class IVhas a great diversity of forage types rather than the land capability class II. In the land capability class IV there are 34 species of forage with dominant forage is Axonopus compressus, and in the land capability class II there are only 11 species of forage with dominant forage is Imperata cylindrica l. It is concluded that natural pastures in Samosir Island are in critical category and need improvement in order to accommodate ruminants.

Keywords : Samosir Island, forages, botanical composition, natural pastures, capability class andland use

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Medan, Sumatera Utara pada tanggal 15 Desember 1982 dari Ayahanda Muslim Hutasuhut dan Ibunda Nurasina

Tambunan sebagai anak pertama dari empat bersaudara.

Pada tahun 1989 penulis memasuki pendidikan dasar di SD Negeri 060827

Medan dan lulus pada tahun 1995. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 22 Medan dan lulus pada tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas

di SMU Negeri 5Medan dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001penulis diterima sebagai mahasiswi Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Program Studi Produksi Ternak melalui jalur UMPTN dan lulus pada tahun 2006.Pada tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Peternakan di Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada tahun 2007 – 2008 penulis bekerja di PMI Daerah Sumatera Utara sebagai Fasilitator dalam Program Pengendalian Flu Burung Berbasis Partisipasi Masyarakat (Community Based Avian Influenza Controller). Tahun 2009 – 2010 penulis bekerja di PMI Kabupaten Tasikmalaya sebagai Fasilitator dalam Program Tanggap Flu Burung dan Aksi 100 % Bersih. Tahun 2016 sampai sekarang penulis bekerja sebagai Pendamping dalam Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Penulis menikah dengan Yamin Pamatua pada tahun 2012 dan dikaruniai satu orang putri yaitu Nursyazani Muhayana Pamatua.

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Adapun judul tesis ini adalah “Analisis Potensi Hijauan Pakan Berdasarkan Kelas Kemampuan dan Tata Guna Lahan Pada Padang Rumput Alami Di Pulau Samosir”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir.Hasanuddin, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Ucapan terima kasih penulis ucapkan juga kepada Dr.Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si selaku ketua Program Studi Magister Ilmu Peternakan Universitas Sumatera Utara merangkap ketua komisi pembimbing dan Dr.Ir.Ma’ruf Tafsin, M.Si selaku anggota komisi pembimbing. Selain itu, terima kasih penulis ucapkan kepadaDr. Ir. Tatang Ibrahim, M.Sc, M.Kum, Scselaku penguji I dan Dr.Ir. Yunilas, MP selaku penguji II. Ucapan terima kasih turut pula penulis sampaikan kepada Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Samosir serta segenap dosen, civitas akademika dan juga teman – temanmahasiswa Magister Ilmu Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada kedua orang tua tercinta atas doa, motivasi, kesempatan serta pengorbanan moril maupun materil yang diberikan selama ini. Ucapan terima kasih kepada suami, putri tercinta dan keluarga besar yang telah memberikan semangat dan kekuatan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tulisan inimasih jauh dari sempurna dan perlu dikembangkan lagi untuk kedepannya. Terlepas dari segala kekurangannya penulis berharap tulisan ini dapat menjadi bahan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2017

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Gambaran Umum Kabupaten Samosir ... 5

Tanah ... 7

Kelas Kemampuan Lahan ... 13

Tata Guna Lahan ... 21

Padang Penggembalaan ... 26

Hijauan Pakan Ternak ... 28

Produksi Hijauan ... 32

Daya Tampung Ternak ... 36

Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) ... 40

Komposisi Botani ... 41

BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 45

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

Bahan dan Alat Penelitian ... 45

Bahan ... 45

Alat ... 45

Metode Penelitian ... 46

Prosedur Penelitian... 46

I. Prosedur Penentuan Lokasi Padang Rumput Alami Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan dan Tata Guna Lahan ... 46

II. Prosedur Analisis Potensi Produksi Hijauan, Daya Tampung Ternak, Indeks Daya Dukung Hijauan dan Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia ... 48

III. Prosedur Analisis Komposisi Botani ... 51

Peubah yang Diamati ... 52

Analisis Data ... 52

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

Penentuan Lokasi Padang Rumput Alami Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan dan Tata Guna Lahan ... 53

(11)

Perekaman Posisi Koordinat di Titik – Titik Pengamatan

Menggunakan GPS (Global Positioning System) ... 60

Penentuan Tempat Pengambilan Sampel ... 63

Analisis Produksi Hijauan, Daya Tampung Ternak, Indeks Daya Dukung Hijauan, dan Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia ... 65

Produksi Hijauan ... 65

Daya Tampung Ternak ... 75

Indeks Daya Dukung Hijauan ... 77

Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) ... 78

Analisis Komposisi Botani ... 79

KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

Kesimpulan ... 89

Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90

LAMPIRAN ... 99

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kriteria Penilaian Hasil Analisis Tanah ... 10 2. Kriteria Status Daya Dukung Hijauan Berdasarkan Indeks Daya

Dukung ... 39 3. Lokasi dan Jumlah Cuplikan Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan

danTata Guna Lahan ... 49 4. Luas Lahan Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan ... 56 5. Luas Lahan Berdasarkan Tata Guna Lahan ... 59 6. Jumlah dan Sebaran Lokasi Padang Rumput Alami di Pulau Samosir 61 7. Lokasi Penelitian Berdasarkan Kelas Kemampuan dan Tata Guna

Lahan ... 64 8. Produksi Bahan Segar dan Bahan Kering Hijauan Padang Rumput

Alami di Pulau Samosir ... 65 9. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah ... 66 10. Estimasi Total Poduksi Bahan Segar dan Bahan Kering Hijauan

Padang Rumput Alami di Pulau Samosir ... 73 11. Daya Tampung Ternak (ST/th) di Pulau Samosir ... 75 12. Indeks Daya Dukung Hijauan ... 77 13. Analisis Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia

(KPPTR)... 78 14. Jenis Hijauan, Persentase Komposisi Botani Berdasarkan Berat

Segar, Berat Kering dan Frekuensi Kemunculan ... 80 15. Komposisi Jenis Hijauan (%) Berdasarkan Klasifikasi Rumput,

Legum, Gulma dan Lain – lain ... 83 16. Klasifikasi Jenis Hijauan ... 86

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta Kabupaten Samosir ... 5

2. Skema Hubungan Antara Kelas Kemampuan Lahan dengan Intensitas dan Macam Penggunaan Lahan ... 19

3. Peta Lokasi Penelitian ... 53

4. Peta Kelas Kemampuan Lahan ... 55

5. Peta Tata Guna Lahan ... 58

6. Peta Lokasi Padang Rumput ... 61

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Lokasi Titik Pengamatan Menggunakan GPS (Global Positioning

System) ... 99 2. Populasi Ternak (ST) ... 101 3. Produksi Hijauan, Komposisi Botani Berdasarkan Berat Segar dan

Frekuensi Kemunculan ... 102 4. Hasil Analisis Tanah ... 105

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketersediaan pakan hijauan merupakanprioritas utama dalam memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi ternak. Sumber hijauan pakan ternak berasal dari rumput – rumputan(graminae)dan kacang – kacangan (leguminosa) yang umum dikonsumsi oleh ternak baik dalam bentuk segar ataupun kering. Pada prinsipnya hijauan yang disajikan pada ternak harusmemiliki sifat disukai oleh ternak (palatabel), mudah dicerna, kandungan nutrisinya tinggi dan dapat tumbuh kembali dalam waktu singkat.

Produksi, kualitas serta kontinuitas pakan merupakan salah satufaktor penting untuk ternak ruminansia.Kendala utama yang sering dihadapi dalam penyediaan hijauan pakan ternak adalah produksinya tidak tersedia sepanjang tahun. Dimana, pada saat musim hujan maka produksi hijauan pakan ternak akan melimpah, sebaliknya pada saat musim kemarau tingkat produksi dan kualitasnya akan sangat rendah bahkan dapat berkurang sama sekali. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi antara lain faktor musim dankesuburan tanah. Waktu yang tidak seimbang antara musim hujandan musim kemarau mengakibatkan pengaruh negatifterhadap kuantitas dan kualitas hijauan pakan dan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan ternak.

Pulau Samosir merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber hijauan pakan ternak apabila dilihat dari luas wilayah daratan sebesar ±1.444,25 km2. Dari luas wilayah tersebut, terdapat banyak titik lokasi padang penggembalaan alam (pasture) yang tersebar luas dan mudah dijangkau ternak. Padang penggembalaan alam ini ditumbuhi berbagai vegetasi

(16)

tanaman baik rumput – rumputan, leguminosa dan juga tanaman yang bukan pakan ternak.

Usaha peternakan sudah lama melekat dalam kehidupan sehari – hari masyarakat Pulau Samosir yang dikelola sebagai usaha rumah tangga. Jenis ternak yang dipelihara antara lain kerbau, sapi, kuda, babi, kambing, domba, ayam buras dan itik manila. Pemeliharaan ternak yang banyak dilakukan adalah sistem ekstensifyakni menggembalakan ternak dengan memanfaatkan hijauan pakanpada pastura alam. Umumnya peternak menggembalakan ternaknya di lahan kosong bekas areal pertanian, disekitar perbukitan, di semak belukar maupun lapangan terbuka yang berada disekitar Pulau Samosir.

Berbagai jenis penggunaan lahan sebagai sumber hijauan pakan di Pulau Samosir yaitu padang rumput alami berupa lahan kosong seperti semak belukar, tanah terbuka dan area rawa yang merupakan tempat tumbuhnya semak dan perdu. Selain itu, lahan – lahan pertanian setelah panen juga dapat dimanfaatkan sebagai padang penggembalaan tanpa mengganggu produktivitasnya ataupun tujuan produksi utama. Sebagian besar lahan pertanian merupakan pertanian lahan kering atau tadah hujan.

Luas lahan sawah sebesar 6.530 ha dimana ada dua jenis penggunaan yaitu lahan irigasi 3.235 ha dan lahan non irigasi 3.295 ha. Jenis komoditi tanaman yang ditanam antara lain tanaman pangan, tanaman hortikultura, dan tanaman perkebunan (BPS Kabupaten Samosir, 2017).

Potensi ketersediaan hijauan pakan sangat dipengaruhi oleh luas lahan, tata guna lahan serta kelas kemampuan lahan di suatu wilayah. Kelas kemampuan

(17)

lahan akan mengklasifikasikan kriteria kualitas lahan, faktor – faktor penghambat dan usaha yang dapat dilakukan sebagai upaya perbaikan.

Tata guna lahan secara umum tergantung pada kemampuan lahan dan pada lokasi lahan. Untuk aktivitas pertanian, penggunaan lahan tergantung pada kelas kemampuan lahan yang dicirikan oleh adanya perbedaan pada sifat – sifatyang menjadi penghambat bagi penggunaannya seperti tekstur tanah, lereng permukaan tanah, kemampuan menahan air dan tingkat erosi yang telah terjadi (Suparmoko, 1995)

Istilah kemampuan lahan (land capability) digunakan oleh banyak sistem klasifikasi lahan, terutama oleh Soil Conservation Service, USDA (Klingebiel dan Montgomery, 1961) Dalam sistem USDA ini, satuan peta tanah dikelompokkan terutama atas dasar kemampuannya (capability) untuk memproduksi tanaman – tanaman pertanian dan rumput makanan ternak, tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka waktu panjang (Hardjowigeno dan Widiatmika, 2007).

Pemanfaatan berbagai jenis penggunaan lahan yang eksisting sebagai areal padang rumput alami dalam mendukung ketersediaan hijauan pakan ternak sebaiknya harus disesuaikan menurut kelas kemampuan lahan agar diperoleh kesesuaian lahan dengan rencana tata ruang wilayah di Pulau Samosir.

Bertitik tolak pada uraian diatas, Pulau Samosir dipandang strategis untuk pengembangan kawasan peternakan khususnya sebagai penyedia hijauan pakan ternak ruminansia yang dipengaruhi oleh kelas kemampuan lahan dan tata guna lahan yang ada. Namun, hingga saat ini informasi berkaitan dengan hal tersebut masih sangat terbatas dan belum pernah diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini dirasa amat penting dilakukan sebab akan sangat membantu pemerintah daerah

(18)

dan pihak – pihak terkait lainnya dalam merancangsuatu kebijakan tata ruang wilayah padang penggembalaan ternak kedepannya dan mengembangkan jenis hijauan yang sesuai dengan kondisi lahan di Pulau Samosir.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini antara lain adalah :

1. Mengetahui lokasi padang rumput alami berdasarkan kelas kemampuan lahan dan tata guna lahan.

2. Menganalisis potensi produksi hijauan, daya tampung ternak, indeks daya dukung hijauan dan kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia berdasarkan kelas kemampuan lahan dan tata guna lahan dalam pengembangan ternak ruminansia.

3. Menganalisis komposisi botani hijauan pakan di padang rumput alami Pulau Samosir dilihat dari kelas kemampuan lahan dan tata guna lahan yang berbeda.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menyajikan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak dan dapat dijadikan sebagai rujukan dalam merancang kawasan pengembangan padang rumput alami di Pulau Samosir.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Kabupaten Samosir

Gambar1. Peta Kabupaten Samosir

Kabupaten Samosir adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Toba Samosir sesuai dengan UU RI Nomor 36 Tahun 2003 pada tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai. Kabupaten Samosir terdiri dari 9 kecamatan antara lain 6 kecamatan berada di Pulau Samosir yaitu Simanindo, Pangururan, Ronggur Nihuta, Palipi, Nainggolan, Onan Runggu dan 3 kecamatan di daerah lingkar luar Danau Toba tepat pada punggung pegunungan Bukit Barisan, yaitu Sianjur Mulamula, Harian dan Sitiotio(BPS Kabupaten Samosir, 2017).

Secara geografis Kabupaten Samosir terletak diantara 2021’38’’ – 2049’48’’ Lintang Utara dan 98024’00’’ – 99001’48’’ Bujur Timur dengan ketinggian antara 904 – 2.157 mdpl. Luas wilayah sekitar ±2.069,05 km2. Dan

(20)

terdiri dari luas daratan ±1.444,25 km2(69,80 %), yaitu seluruh Pulau Samosir yang dikelilingi oleh Danau Toba dan sebahagian wilayah daratan Pulau Sumatera, dan luas wilayah Danau Toba ±624,80 km2 (30,20 %) (BPS Kabupaten Samosir, 2017).

Batas – batas wilayah Kabupaten Samosir adalah di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, disebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan, disebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Pakpak Barat, dan disebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir (BPS Kabupaten Samosir, 2017).

Menurut kecamatan, wilayah daratan yang paling luas adalah kecamatan Harian dengan luas ± 560,45 km² (38,81%) diikuti oleh kecamatan Simanindo

±198,20 km² (13,72%), Kecamatan Sianjur Mulamula ±140,24 km² (9,71%), Kecamatan Palipi ±129,55 km² (8,97%), Kecamatan Pangururan ±121,43 km² (8,41%), Kecamatan Ronggurnihuta ±94,87 km² (6,57%), Kecamatan Nainggolan

±87,86 km² (6,08%), Kecamatan Onanrunggu ±60,89 km² (4,22%) dan Kecamatan Sitiotio ±50,76 km² (3,51%)(Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2017).

Kabupaten Samosir terletak pada wilayah dataran tinggi dengan keadaan topografi dan kontur tanahnya beraneka ragam yaitu datar, landai, miring dan terjal. Struktur tanahnya labil dan berada pada jalur gempa tektonik dan vulkanik.

Topografi dan kontur tanah di Kabupaten Samosir dengan komposisi kemiringan antara lain : a) 0 – 20 (datar) ±10 %, b) 2 – 150 (landai) ±20 %, c) 15 – 400 (miring) ±55 %, d) > 400 (terjal) ±15 %(BPS Kabupaten Samosir, 2013).

(21)

Daerah Kabupaten Samosir beriklim tropis dengan suhu sekitar 17 0C – 29 0C dan rata – rata kelembaban udara sebesar 85,04 % (BPS Kabupaten Samosir, 2015).

Sepanjang tahun 2016, rata – rata curah hujan per bulan yang tertinggi terdapat di Kecamatan yaitu Sianjur Mulamulayaitu 134,83 mm,disusul oleh Kecamatan Onan Runggu 117,25 mm,Kecamatan Sitiotio 100,25 mm, Kecamatan Simanindo 92,58 mm, Kecamatan Pangururan 85,42 mm, Kecamatan Nainggolan 84,00 mm,Kecamatan Harian 81,00 mm, Kecamatan Palipi 53,25 mm, dan yang terendah terdapat di Kecamatan Ronggur Nihuta, yaitu 14,83 mm.Rata – rata banyaknya hari hujan tiap bulan yang tertinggi terdapat di Kecamatan Simanindo sebanyak 13 hari, disusul oleh Kecamatan Sianjur Mulamula 10 hari,Kecamatan Onan Runggu, Kecamatan Nainggolan, Kecamatan Palipi, Kecamatan Harian dan Kecamatan Pangururan masing – masing 9 hari, Kecamatan Sitiotio8 hari, dan terendah adalah Kecamatan Ronggur Nihuta 4 hari (BPS Kabupaten Samosir, 2017).

Tanah

Tanah merupakan sumber daya alam yang dapat digunakan untuk pertanian, mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai sumber hara bagi tumbuhan dan sebagai tempat berjangkarnya akar tumbuhan. Tanah sebagai benda yang dinamis merupakan suatu sistem yang selalu mengalami perubahan – perubahanbaik yang disebabkan oleh material yang dimiliki tanah itu sendiri ataupun yang disebabkan oleh material yang berasal dari luar tubuh tanah.

Perubahan–perubahanitulah yang akan menyebabkan terjadinya penurunan ataupun peningkatan produktivitas tanah (Rinaldi et al., 2012).

(22)

Tanah terdiri dari 3 fase yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan organik), cairan dan gas disamping jasad – jasad, yang karena pengaruh berbagai macam faktor lingkungan terhadap permukaan bumi dan kurun waktu tertentu, membentuk berbagai hasil perubah yang memiliki ciri – ciri morfologis yang khas, sehingga berperan sebagai tempat tumbuh bermacam – macam tanaman.

Tiga fase penyusun tanah tersebut tidak berada dalam bagian yang terpisah – pisah, melainkan merupakan suatu sistem yang saling berinteraksi (Kusharsoyo, 2001).

Berdasarkan besar ukurannya tanah dibagi kedalam beberapa fraksi, yaitu;

batu >10 mm, kerikil 2 – 10 mm, pasir 0,05 – 2 mm, debu 0,002 - 0,05 mm liat

< 0,002 mm. Dan yang merupakan partikel primernya adalah pasir, debu dan liat.

Berdasarkan kandungan pasir, debu dan liat yang dinyatakan dalam jumlah persen (%) dan dibagi kedalam tiga golongan dasar, yaitu; (1) Tanah berpasir, dimana kandungan pasir pada tanah > 70 % atau sekitar 85 %; (2) Tanah berlempung, pada golongan tanah ini kandungan debu dan liat relatif sama sehingga tanah tidak terlalu lekat dan tidak terlalu lepas. Dan (3) Tanah liat, dimana kandungan liatnya

> 35 %, namun < 40 % sehingga dapat dikatakan bahwa perbandingan antara ketiga fraksinya hamper seimbang (Kartasapoetra et al., 2005).

Tanah pasir dicirikan bertekstur pasir, struktur berbutir, konsistensi lepas, sangat poros, sehingga daya sangga air dan hara sangat rendah (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1994), miskin hara dan kurang mendukung pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah pasir ini sangat berpengaruh pada status dan distribusi air, sehingga berpengaruh pada sistem perakaran, kedalaman akar, hara dan pH (Syukur, 2005).

(23)

Menurut Hardjowigeno (2007) tanah–tanahberpasir mempunyai masalah antara lain; 1)strukturnya jelek, 2) berbutir tunggal lepas, 3) mempunyai berat volume tinggi, 4) kemampuan menyerap dan menyimpan air yang rendah sehingga kurang memadai untuk mendukung usaha bercocok tanam, terutama di musim kemarau, dan 5) peka terhadap pencucian unsur–unsur hara, serta sangat peka terhadap erosi.

Tanah berpasir yaitu tanah yang kandungan pasirnya >70% dalam keadaan lembab tanah berpasir terasa kasar dan tidak lekat dalam kategori ini tanah pasir dan tanah lempung berpasir. Tipe tanah ini tidak baik untuk usahapertanian kecuali usaha tani tanah kering dikarenakan daya meloloskan air besar sekali.

Lahan tersebut mempunyai kemiringan cukup landai dan memungkinkanterjadinya erosi (Kartasapoetraet al., 2005).

Kerusakan yangdialami pada tanah tempat erosi terjadi yaitu berupa kemunduran sifat – sifatkimia dan fisik tanah, sepertikehilangan unsur hara dan bahan organik, memburuknya sifat – sifattanah yang tercermin antara lain padamenurunnya kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air, meningkatnya kepadatan dan ketahananpenetrasi tanah dan berkurangnya kemantapan struktur tanah, sehingga menyebabkan memburuknyapertumbuhan tanaman dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitasnya (Bogidarmanti etal., 2006).

Demikian pula halnya dengan sifat kimia tanah, karena tanah mirip suatu laboratorium yang hidup, tiap hari proses kimia terjadi, mineral dan batuan mengalami pelapukan fisik, kimia dan biologis dan senyawa baru dibebaskan sebagai hasil pelapukan. Dilapisan tanah atas jasad hidup tanah berkembang baik

(24)

dan menguraikan bahan organik, menghasilkan senyawa baru yang dilepaskan kedalam tanah dan diserap oleh tanaman bagi keperluan faal atau fisiologisnya (Yamani, 2004).

Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur hara mikro dan makro tanah, kejenuhan basa, kapasitas pertukaran kation, pH atau keasaman tanah, dan kadar bahan organik (Rahutomo et al., 2001).

Berikut ditampilkan kriteria penilaian analisis tanah berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian (2012) pada Tabel 1 dibawah ini :

Tabel 1. Kriteria Penilaian Hasil Analisis Tanah Sifat Tanah Sangat

Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

C (%) < 1 1 - 2 2 – 3 3 – 5 > 5

N (%) < 0,1 0,1 – 0,2 0,21 – 0,5 0,51 – 0 ,75 > 0,75 P2O5 Bray II

(ppm P)

< 4 5 – 7 8 – 10 11 – 15 > 15 KTK/CEC

(me/100g)

< 5 5 – 16 17 – 24 25 – 40 > 40 K (me/100g) < 0,1 0,1 – 0,3 0,4 – 0,5 0,6 – 1,0 > 1,0 Na (me/100g) < 0,1 0,1 – 0,3 0,4 – 0,7 0,8 – 1,0 > 1,0 Mg (me/100g) 0,3 0,4 – 1,0 1,1 – 2,0 2,1 – 8,0 > 8,0 Ca (me/100g) < 2 2 – 5 6 – 10 11 – 20 > 20 pH (H20)

< 4,5 4,5 – 5,5 5,6 – 6 ,5 6,6 – 7,5 7,6 – 8,5 > 8,5 Sangat

Masam

Masam Agak Masam

Netral Agak Alkalis

Alkalis

Unsur hara makro sangat dibutuhkan tanaman untuk kelangsungan hidupnya. UnsurN berguna untuk pertumbuhan vegetatif tanaman danpembentukan protein. Unsur K sangat penting untuk perkembangan akar, penaktifan enzim, proses fisiologis dan metabolisme tanaman, daya tahan kekeringan dan sebagainya. Unsur mikro diperlukan tanaman dalam jumlah yang

(25)

sangat kecil. Manipulasi lingkungan dengan melakukan pemupukan perlu dilakukan dengan pemberian unsur K dan P2O5karena kadar unsur hara tersebut rendah dan sangat rendah sedangkan unsur N (sedang). Oleh kerena itu tidak perlu pemberian pupuk yang mengandung unsur N. Pemberian pupuk organik (pupuk kandang dan pupuk hijau) selain dapat menyumbangkan unsur hara juga dapat meningkatkan nilai KTK dan memperbaiki struktur (Tira dan Mustikaningsih, 2006).

Bahan organik merupakan timbunan sisa–sisatanaman yang berperan penting untuk meningkatkan pH tanah, kapasitas tukar kation tanah dan unsur hara tanah (Hanafiah, 2007).Bahan organik memiliki peran penting dalam memperbaiki sifat kimia,fisik, dan biologi tanah. Meskipun kontribusi unsur hara dari bahan organik tanah relatif rendah, peranannya cukup penting karena selain unsur NPK, bahan organik juga merupakan sumber unsur esensial lain seperti C, Zn, Cu, Mo, Ca, Mg, dan Si (Suriadikarta et al., 2002).

Kandungan C-organik yang rendah menunjukkan bahwa jumlah bahan organik dalam tanah rendah. Secara umum bahan organik dapat memelihara agregasi dan kelembaban tanah, penyedia energi bagi organisme tanah dan penyediaan hara tanaman. Melalui proses yang terjadi dalam tanah maka bahan organik memiliki fungsi produktif yang mendukung produksi biomassa tanaman dan fungsi protektif sebagai pemelihara kesuburan tanah dan stabilitas biotik tanah (Widyasunu, 2002).

Kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi minetralisasi maka

(26)

sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlah harus diberikan setiap tahun (Mustofa, 2007).

Strategi untuk memelihara dan meningkatkan cadangan karbon tanah diantaranya adalah (1) meningkatkan kesuburan tanah dan menjaga pH tanah dalam kondisi netral; (2) mengoptimalkan lahan pertanian eksiting dan meminimalkan ekstensifikasi; (3) preservasi (pelestarian) lahan basah dengan cadangan karbon tinggi (misalnya lahan gambut); (4) meminimalkan gangguan dan menahan bahan organik dalam tanah; (5) agro-afforestrasi; dan (6) menerapkan sistem olah tanah konservasi (Dixon et al., 1994).

Tingkatkemasaman (pH) tanah sangat mempengaruhi status ketersediaan hara bagi tanaman (Tufaila dan Alam, 2012). Secara kimiawi murni, pH 7 disebut netral, pH dibawah 7 disebut masam dan pH diatas 7 dinamakan basa atau alkalin.

Makin jauh dibawah 7 kemasaman semakin meningkat, sedang semakin jauh diatas 7 kebasaan atau alkalinitas semakin tinggi (Notohadiprawiro, 2006).

Reaksi tanah yang penting adalah masam, netral atau alkalin. Hal tersebut didasarkan pada jumlah ion H+ dan OH- dalam larutan tanah. Reaksi tanah yang menunjukkan sifat keasaman atau alkalinitas tanah dinilai berdasarkan konsentrasi H+ dan dinyatakan dengan nilai pH (Hardjowigeno, 2003). Faktor yang mempengaruhi pH antara lain kejenuhan basa, sifat misel (kolid), macam kation yang terserap (Hakim et al., 1986).

Tanah masam, yang dicirikan oleh pH rendah (< 5,50), kadar Al tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan basa – basa dapat tukar dan KTK rendah, kandungan besi dan mangan mendekati batas meracuni tanaman, peka erosi, dan miskin unsur biotik (Adiningsih dan Sudjadi 1993 ; Soepardi 2001). Tanah tersebut didominasi

(27)

oleh Inceptisols, Ultisols, dan Oxisols, dan sebagian besar terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan Papua (Abdurachman et al., 2008).

Kemasaman tanah merupakan salah satu sifat yang penting. Sebab terdapat hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara, juga terdapat beberapa hubungan antara pH dan semua pembentukan serta sifat–sifattanah(Foth, 1994).

Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Samosir menurut Soil Taxonomy Tanah (USDA) ada 3 (tiga) ordo yaitu Ultisol (Great Group: Tropudults dan Hapludults), Inceptisol (Great Group: Hydrandepts, Dystrandepts, Dystropepts, Eutropepts, Humitropepts dan Tropaquepts) dan Entisol (Great Group:

Troporthants, Fluvaquents dan Tropopsamments); dimana secara umum tingkat kesuburan tanahnya sangat rendah, dengan pH berkisar masam sampai agak masam. Tekstur tanahnya didominasi oleh fraksi pasir sehingga porositas tanahnya besar, dan kedalaman tanah ordo Entisol dan sebagian Inceptisol sangat dangkal (< 30 cm) sehingga tingkat bahaya erosinya termasuk dalam kriteria sedang sampai sangat berat (Razali, 2006).

Kelas Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan menyiratkan daya dukung lahan. Kemampuan lahan adalah mutu lahan yang dinilai secara menyeluruh dengan pengertian merupakan suatu pengenal majemuk lahan dan nilai kemampuan lahan berbeda untuk penggunaan yang berbeda. Dalam kaitannya dalam pemenuhan kebutuhan manusia, maka kemampuan lahan terjabarkan menjadi pengertian daya dukung lahan (Notohadiprawiro, 1987).

Evaluasi kemampuan lahan merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan lahan (sumberdaya lahan) sesuai dengan potensinya. Penilaian

(28)

potensi lahan sangat diperlukan terutama dalam rangka penyusunan kebijakan, pemanfaatan lahan dan pengolahan lahan secara berkesinambungan. Untuk menyusun kebijakan tersebut sangat diperlukan peta – peta yang salah satunya adalah peta kemampuan lahan. Analisis dan evaluasi kemampuan lahan dapat mendukung proses dalam penyusunan rencana penggunaan lahan di suatu wilayah yang disusun dengan cepat dan tepat sebagai dasar pijakan dalam mengatasi benturan pemanfaatan penggunaan lahan/sumberdaya alam (Suratman et al., 1993).

Salah satu sistem klasifikasi kemampuan lahan yang banyak digunakan adalah sistem United States Departemen of Agriculture (USDA). Sistem ini mengenal tiga kategori, yaitu ; (1) kelas, (2) sub kelas, (3) satuan kemampuan.

Penggolongan ke dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor pembatas yang permanen atau sulit dirubah, penggolongan kedalam sub kelas didasarkan atas jenis faktor pembatas tersebut dan satuan kemampuan merupakan paket usaha dan perlakuan yang diperlukan atau disarankan (Akbar, 2009).

Kemampuan lahan ditentukan oleh karakteristik lahan sebagai faktor potensi dan pembatas kelas kemampuan lahan. Karakteristik lahan tersebut meliputi: kemiringan lereng, jeluk tanah (soil depth), tingkat erosi, tekstur tanah, permeabilitas, bahan kasar (stoniness and rock out crop), drainase, banjir dan salinitas. Kelas kemampuan lahan dibedakan menjadi 8 kelas. Kelas I, II, III, dan IV termasuk lahan yang dapat diolah atau digarap untuk tanaman semusim (arable land), Kelas V, VI, VII, VIII termasuk lahan yang tidak dapat digarap (unarable land) (Arsyad, 2010).

(29)

Menurut Akbar (2009), pengertian dari kelas kemampuan lahan I, II, III IV dan V adalah sebagai berikut :

1. Kelas kemampuan I

Tanah pada kelas ini tidak mempunyai penghambat atau ancaman kerusakan yang berarti dan sangat cocok untuk usaha tani yang intensif. Menurut Suripin, bahwa tanah pada kelas ini umumnya datar, solum dalam, tekstur agak halus sampai sedang, drainase baik, memiliki curah hujan dan musim yang cocok untuk hampir semua tanaman dengan hasil yang memuaskan, tidak memperlihatkan gejala erosi geologis, dan mudah diolah. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa tanah – tanah ini menghadapi resiko penurunan kesuburan dan pemadatan, maka diperlukan usaha-usaha pemupukan dan pemeliharan struktur agar lahan tetap produktif. Usaha – usaha lain yang dapat dilakukan adalah pemupukan, pengapuran, penggunaan tanaman penutup tanah dan pupuk hijau, penggunaan sisa–sisatanaman dan pupuk kandang serta pergiliran tanaman.

Biasanya dalam peta klasifikasi kemampuan lahan, tanah pada kelas I diberi warna hijau.

2. Kelas kemampuan II

Kelas II, tanah pada kelas ini memiliki sedikit faktor pembatas yang dapat merupakan salah satu atau kombinasi dari faktor seperti lereng yang landai (sekitar 5 %), kepekaan erosi atau ancaman erosi sedang atau telah mengalami erosi sedang, kedalaman efektif agak dalam (90 cm), struktur tanah dan daya olah kurang baik dengan tekstur agak kasar sampai halus, salinitas ringan sampai sedang atau terdapat garam natrium yang mudah dihilangkan akan tetapi besar kemungkinan timbul kembali, kadang – kadang terkena banjir yang merusak,

(30)

kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase tetapi tetap ada sebagai pembatas yang sedang tingkatannya, keadaan iklim agak kurang sesuai bagi tanaman dan pengelolaannya. Tanah pada kelas ini sesuai untuk penggunaan tanaman semusim, tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung dan cagar alam. Di dalam peta klasifikasi kemampuan lahan biasanya diberi warna kuning.

Penggunaan lahan pada kelas ini memerlukan tindakan – tindakan pengawetan yang ringan seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam jalur (strip cropping), pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, guludan, pemupukan dan pengapuran.

3. Kelas kemampuan III

Kelas III, bahwa tanah pada lahan kelas ini mempunyai lebih banyak faktor pembatas dari pada tanah di lahan kelas II dan apabila digunakan untuk usaha pertanian akan memerlukan tindakan konservasi yang serius yang umumnya akan lebih sulit baik dalam pelaksanaan maupun pemeliharaannya. Kondisi lahan pada kelas ini miring atau bergelombang (8 – 15 %), sangat peka terhadap erosi, solum dangkal, berdrainase buruk, permeabilitas lambat, kapasitas menahan air lambat, kesuburan tanah rendah dan tidak mudah diperbaiki. Apabila lahan ini diusahakan maka akan membutuhkan tindakan pengawetan khusus seperti perbaikan drainase, system penanaman dalam jalur atau pergiliran dengan tanaman penutup tanah, pembuatan teras disamping tindakan – tindakan untuk meningkatkan kesuburan tanah seperti penambahan bahan organik, pupuk dan sebagainya. Pada lahan kelas ini dapat dipergunakanuntuk tanaman semusim dan usaha pengolahan tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, hutan

(31)

lindung dan suaka margasatwa. Di dalam kemampuan lahan biasanya diberi warna merah.

4. Kelas kemampuan IV

Kelas IV, bahwa tanah pada lahan kelas ini mempunyai penghambat yang lebih besar dibandingkan dengan kelas III sehingga pemilihan jenis penggunaan atau jenis tanaman juga semakin terbatas. Apabila diusahakan maka akan membutuhkan tindakan pengawetan khusus yang relatif lebih sulit pelaksanaannya dan pemeliharaannya dibandingkan kelas – kelas sebelumnya.

Jika dipergunakan untuk tanaman semusim diperlukan teras bangku, saluran bervegetasi atau pergiliran dengan tanaman penutup tanah atau makanan ternak atau pupuk hijau selama beberapa tahun misalnya 3 – 5 tahun. Hambatan yang terdapat dalam tanah dalam kelas IV adalah lereng yang miring atau berbukit (15 – 25 %), kepekaan erosi yang besar, solum dangkal, kapasitas menahan air rendah, daerah yang sering tergenang yang menimbulkan kerusakan berat pada tanaman, drainase buruk, salinitas atau kandungan natrium yang tinggi atau keadaan iklim yang kurang menguntungkan. Tanah pada kelas IV ini dapat digunakan untuk tanaman semusim atau tanaman pertanian pada umumnya dengan usaha – usaha pengawetan yang sulit seperti tanaman rumput, hutan produksi, ladang penggembalaan, hutan lindung dan suaka alam. Dalam peta klasifikasi kemampuan lahan diberi warna biru.

5. Kelas kemampuan V

Kelas V, tanah – tanah di dalam kelas ini tidak terancam erosi akan tetapi mempunyai hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilangkan sehingga membatasi pilihan penggunaannya. Tanah – tanah ini terletak pada daerah

(32)

topografi datar atau hampir datar tetapi tergenang air, sering dilanda banjir, berbatu – batu atau mempunyai iklim yang tidak sesuai dan didalam peta klasifikasi kemampuan lahan biasanya diberi warna hijau tua. Contoh tanah – tanah lahan kelas V adalah tanah di daerah cekungan yang sering tergenang air sehingga menghambat pertumbuhan tanaman, tanah berbatu, tanah di daerah rawa – rawa atau di daerah yang sering dilanda banjir sehingga sulit di drainasekan.

Ditambahkan pula bahwa tanah dalam lahan kelas V ini tidak sesuai untuk tanaman semusim, tetapi lebih sesuai untuk ditanami dengan vegetasi permanen seperti tanaman makanan ternak atau dihutankan.

Sedangkan menurut Arsyad (2010), pengertian dari kelas kemampuan lahan VI, VII VIII adalah sebagai berikut :

1. Kelas kemampuan VI

Tanah – tanah dalam lahan kelas VI mempunyai hambatan yang berat yang menyebabkan tanah – tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan pertanian.

Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam.

2. Kelas kemampuan VII

Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, jika digunakan untuk padang rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat. Tanah – tanah dalam lahan kelas VII yang dalam dan tidak peka erosi jika digunakan unuk tanaman pertanian harus dibuat teras bangku yang ditunjang dengan cara – cara vegetatif untuk konservasi tanah, disamping melakukan pemupukan.

(33)

3. Kelas kemampuan VIII

Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat rekreasi atau cagar alam. Contoh lahan kelas VIII adalah puncak gunung, tanah mati, batu terungkap, dan pantai pasir.

Berikut skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan lahanmenurut Hardjowigeno dan Widiatmika (2007) ditampilkan pada Gambar 2 dibawah ini :

Kelas Kemampuan Lahan

Intensitas dan Macam Penggunaan Lahan Meningkat

Cagar Alam Hutan

Penggembalaan Pertanian

Terbatas Sedang Intensif Terbatas Sedang Intensif Sangat Intensif

Hambatan Meningkat dan Pilihan Penggunaan Berkurang

I

II

III

IV

V

VI

VII VIII

Gambar 2. Skema Hubungan Antara Kelas Kemampuan Lahan dengan Intensitas dan Macam Penggunaan Lahan

Dalam tingkatan kelas, kemampuan lahan menunjukkan kesamaan besarnya faktor – faktor penghambat. Tanah dikelompokkan kedalam kelas I sampai kelas VIII, dimana semakin tinggi kelasnya, kualitas lahannya semakin

(34)

jelek, berarti resiko kerusakan dan besarnya factor penghambat bertambah dan pilihan penggunaan lahan yang dapat diterapkan semakin terbatas. Tanah kelas I sampai IV merupakan lahan yang sesuai untuk pertanian, sedangkan kelas V sampai VIII tidak sesuai untuk usaha pertanian atau diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk pengelolaannya (Hardjowigeno dan Widiatmika, 2007).

Kesesuaian lahan adalah kecocokansuatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan biasanyadievaluasi untuk dapat dilihat pada kondisisaat ini (present) atau setelah diadakanperbaikan (improvement). Sehubungandengan luasan masing – masingarealpengembangan kawasan yang relatif homogen maka dalam penyusunan kelaskesesuaian lahan hanya didasarkan padaanalisis tapak rencana penanaman HMTsaja. Konsep dasarnya adalahmembandingkan karakteristik/kualitas lahan(land characteristics/quality) denganpersyaratan tumbuh tanaman/penggunaanlahan (land use/crop requirements) (Muyassir, 2008).

Kelas kesesuaian lahan antara lain : (1) kelas S1 : lahan tidak mempunyai faktor pembatas yangberarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, ataufaktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruhterhadap produktivitas lahan secara nyata. (2) kelas S2 : lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktorpembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya,memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanyadapat diatasi oleh petani sendiri. (3) kelas S3 : lahan mempunyai faktor pembatas yang berat,dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadapproduktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebihbanyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktorpembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu

(35)

adanyabantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihakswasta. (4) kelas N : lahan yang karena mempunyai faktor pembatas yangsangat berat dan/

atau sulit diatasi (Ritung et al.,2007).

Pada umumnya kelas kesesuaian lahan aktual di Kabupaten Samosir adalah S3 (sesuai marginal) dan N (tidak sesuai), hanya sedikit lahan yang termasuk kelas kesesuian lahan S2 (sesuai), dan sama sekali tidak ada kelas kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai). Tanaman pakan ternak seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum), Setaria (Setaria spachelata) dan Leguminosa juga pada kategori yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa lahan di Kabupaten Samosir memiliki faktor pembatas yang cukup banyak antara lain ketersediaan air, porositas tanah yang tinggi (pasir) serta solum tanah cadas (banyak batuan). Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu tindakan konservasi atau usaha perbaikan sehingga diperoleh kesesuaian lahan potensial. Adapun usaha perbaikan untuk tanaman pakan ternak antara lain pembuatan irigasi maupun teras, pemupukan, penambahan bahan organik dan kapur (Razali, 2006).

Tata Guna Lahan

Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat – sifat tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi, populasi tanaman dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan sekarang, sampai pada tingkat tertentu dengan sifat – sifat tersebut mempunyai pengaruh yang berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia pada masa sekarang dan masa yang akan datang(FAO,1977).

Tata guna lahan dapat diartikan pengarahan penggunaan lahan dengan kebijakan dan program tata keruangan untuk memperoleh manfaat total sebaik –

(36)

baiknya secara berkelanjutan dari daya dukung tiap bagian lahan yang tersediakan. Dengan kata lain, tiap macam penggunaan lahan ditempatkan pada bagian lahan yang sepadan dalam mendukung secara berkelanjutan macam penggunaan bersangkutan. Sepadan menyiratkan kemampuan dan kesesuaian yang setara (Notohadiprawiro, 2006).

Fluktuasi jumlah ketersediaan hijauan makanan ternak dipengaruhi oleh tataguna lahan dan pola tanam. Kekurangan hijauan biasanya terjadi pada musim kemarau, sementara pada musim hujan produksi hijauan ternak cukup tinggi.

Keadaan ini sering terjadi di kawasan Indonesia bagian timur dengan musim kemarau yang relatif panjang. Pada wilayah – wilayah pertanian intensif dengan pola pertanian yang diutamakan adalah tanaman pangan, kekurangan hijauan dapat juga terjadi pada musim hujan karena lahan sawah ditanami padi atau tanaman pangan lainnya. Sumberdaya pakan meliputi pembinaan mutu pakan, pengembangan pakan alternatif, pemanfaatan sumberdaya pakan hijauan lokal dan pemanfaatan teknologi pakan (Sudardjatet al., 2000).

Penempatan ternak pada suatu wilayah harus mempertimbangkan kesesuaian lahan, ketersediaan hijauan pakan ternak, limbah dari hasil pertanian dan sumber daya manusia yang terampil sebagai langkah yang strategis dalam memanfaatkan sumberdaya secara optimal serta mempertimbangkan kelestarian yang dilandasi pemahaman mendasar tentang sifat, karakteristik alami lahan dan perilaku ternak (Atmiyati, 2006).

Kerusakan atau degradasi lahan dapat terjadi dalam berbagai bentuk, terutama oleh : (1) kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran, (2) terkumpulnya garam di daerah perakaran (salinisasi), senyawa

(37)

yangmerupakan racun bagi tumbuhan, (3) penjenuhan tanah oleh air (waterlogging), dan (4) akibat erosi (Arsyad, 2010).

Klasifikasi penggunaan lahan menurut Ritohardoyo (2009) adalah sebagai berikut : (1) lahan permukiman; (2) lahan tegalan; (3) lahan sawah; (d) lahan kebun campuran; (4) lahan semak belukar; (5) lahan pertambangan dan (6) lahan hutan.

Petapenggunaan lahan terkini dapat digunakan untuk berbagai kepentingan analisis ruang. Melalui data dan informasi yang terkandung di dalamnya serta ditambah dengan beberapa data spasial maupun non spasial dapat digunakan untuk perencanaan penggunaan lahan ke depan. Dengan peta ini selanjutnya akan diperoleh luas wilayah potensi pakan. Dan dengan data statistik pertanian dan peternakan, maka akan dapat dilakukan analisis potensi pakan dan kapasitas ternak sapi, yang pada akhirnya akan diperoleh potensi pakan ternak sapi (Sunarto, 2013).

Menurut Ashari et al. (1996) bahwa peta arahan pengembangan menurut kesesuaianekologisnya didasarkan pada perpaduan antara peta kesesuaian ekologis dan peta penggunaan lahan saat ini. Arahan pengembangan lahan untuk ternak terbagi dua, yaitu:

1. Wilayah diversifikasi, yang dilambangkan : a. Ds−Diversifikasi lahan (kawasan) sawah

b. Dp−Diversifikasi kawasan perkebunan

c. Dt−Diversifikasi kawasan tegalan / lahan kering

(38)

2. Wilayah ektensifikasi yaitu wilayah yang secara ekologis sesuai untuk ternak, tetapi belum diperuntukkan bagi kegiatan komoditas tertentu, yang dilambangkan :

a. Ehp−Ekstensifikasi hutan produksi

b. Ekstensifikasi alang – alang, semak – belukar, dan lain – lain.

Setiap satuan peta lahan / tanah yang dihasilkan dari kegiatan survey dan / atau pemetaan sumber daya lahan, karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu (Razali, 2006).

Lahan kering adalah daerah mencakup yang diklasifikasikan dengan arid (masa pertanaman 1 – 59 hari), semi arid (masa pertanaman 60 – 119 hari) dan arid basah (masa pertanaman 120 – 179 hari). Dengan demikian lahan kering adalah pertanian dengan masa pertanaman 1 – 179 hari dan tidak memiliki fasilitas pengairan (FAO, 2001).

Lahan kering berpotensi besar sebagai penyedia bahan pakan ternak disamping sebagai fungsi utama penggunaannya (Somanjaya, 2011). Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau tidak digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau sepanjang waktu (Hidayat dan Mulyani, 2005).

Peternak di lahan kering umumnya melakukan budidaya tanaman pakan hanya sebagai tanaman penguat teras atau hanya ditanam di pematang. Pada kondisi lahan kering yang umumnya berlereng dan rawan erosi, penanaman hijauan pakan bukan semata – mata untuk menghasilkan hijauan, tetapi juga

(39)

dimaksudkan untuk menstabilkan teras dan mencegah erosi (Subiharta et al., 1989).

Pada umumnya lahan kering memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah, terutama pada tanah – tanah yang tererosi, sehingga lapisan olah tanah menjadi tipis dan kadar bahan organik rendah. Selain itu, kelangkaan air sering kali menjadi pembatas utama dalam pengelolaan lahan kering (Abdurachman et al., 2008).

Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan fisik/tanah.

Faktor–faktoryang menyebabkan terjadinya lahan kritis. Faktor–faktoryang menyebabkan terjadinya lahan kritis adalah (1) genangan air yang terus–menerus seperti di daerah pantai dan rawa–rawa, (2) kekeringan, biasanya terjadi di daerah bayangan hujan, (3) erosi tanah atau masswasting yang biasanya terjadi di daerah dataran tinggi, pegunungan, dan daerah miring lainnya, (4) pengelolaan lahan yang kurang memerhatikan aspek–aspekkelestarian lingkungan. Lahan kritis dapat terjadi baik di dataran tinggi, pegunungan, daerah yang miring maupun di dataran rendah, (5) masuknya material yang dapat bertahan lama ke lahan pertanian, misalnya plastik. Plastik dapat bertahan 200 tahun di dalam tanah sehingga sangat mengganggu kelestarianlahan pertanian, (6) terjadinya pembekuanair, biasanya terjadi di daerah kutub atau pegunungan yang sangat tinggi, dan (7) masuknya zat pencemar (misal pestisida dan limbah pabrik) ke dalam tanah sehingga tanah menjadi tidak subur (Hasan et al., 1995).

Lahan – lahan pengembangan peternakan ruminansia termasuk pengembangan hijauan pakan di daerah tropis pada umumnya lahan kering-kritis (Hasan, 2000). Timbulnya lahan kering kritis disebabkan oleh kurangnya air di

(40)

kawasan itu karena iklimnya yang kering. Erosi pada permukaan tanah terjadi sebagai akibat tenaga (kekuatan air), baik butiran air hujan maupun aliran permukaan. Hal itu merupakan kondisi lain yang mempercepat pembentukan lahan kering kritis. Di samping itu, erosi dapat terjadi akibat dari penerapan metode bercocok tanam secara intensif yang tidak sesuai (Reijntjes et al., 1999).

Beberapa tindakan untuk menanggulangi faktor pembatas biofisik lahan meliputi pengelolaan kesuburan tanah, konservasi dan rehabilitasi tanah, serta pengelolaan sumber daya air secara efisien (Abdurachman et al., 2008).

Selain itu, agar kebutuhan hijauan pakan dapat terpenuhi dengan baik, salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah mencari/menemukan jenis hijauan yang cocok dikembangkan pada lahan kering-kritis dengan kesesuaiannya terhadap kondisi lokal melalui penelitian – penelitian dan pengujian di lapangan (Hasan, 2012).

Padang Penggembalaan

Padang penggembalaan adalah tempat atau lahan yang ditanami rumput unggul dan atau legume (jenis rumput/legume yang tahan terhadap injakan ternak) yang digunakan untuk menggembalakan ternak. Perluasan areal kebun hijauan makanan ternak merupakan usaha penambahan baku lahan kebun hijauan makanan ternak yang dapat dilakukan melalui pembukaan lahan baru dan atau pemanfaatan lahan–lahanyang sementara tidak diusahakan guna meningkatkan produksi hijauan makanan ternak yang berkualitas (Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan dan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, 2014).

(41)

Ciri – ciri padang penggembalaan (pasture) yang baik antara lain: (1) produksi bahan kering tinggi; (2) kandungan nutrisi tinggi, terutama kandungan protein kasar; (3) tahan renggutan dan injakan serta tahan dari musim kemarau;

(4) mudah dalam pemeliharaan; (5) tingkat daya tumbuh cepat; (6) nisbah daun dan batang tinggi; (7) mudah dikembangkan bila dikombinasikan dengan tanaman legume; (8) ekonomis dan mempunyai palatabilitas yang tinggi (Setiyati, 1991).

Beberapa macam padang penggembalaan diantaranya padang penggembalaan alam, padang penggembalaan permanen yang sudah ditingkatkan, padang penggembalaan temporer dan padang penggembalaan irigasi. Beberapa cara menggembalakan di padang penggembalaan antara lain yaitu cara ektensif dengan menggembalakan ternak di padangan yang luas tanpa rotasi, semi- ekstensif dengan melakukan rotasi namun pemilihan hijauan dibatasi, strip grazing dengan menempatkan kawat sekeliling ternak yang bisa dipindah dan solling dengan hijauan padangan yang dipotong dan diberikan pada ternak di kandang (Reksohadiprodjo, 1994).

Padang penggembalaan yang bersifat terbuka untuk semua penggembalaan berupaya untuk memelihara dan membawa ternaknya sebanyak mungkin ke padang penggembalaan, hingga menghasilkan persoalan yaitu jumlah ternak lebih besar dari daya tampung padang penggembalaan yang berdampak pasokan dimana produktivitas rumput padang penggembalaan menjadi berkurang dan rusak (Tjitradjaja, 2008).

Cara perbaikan yang umum dilakukan pada padang penggembalaan antara lain : (1) pemupukan, khususnya unsur – unsur makro seperti nitrogen (N) dan pospor (P) serta unsur lainnya sesuai kebutuhan minimum tanaman; (2) introduksi

(42)

tanaman baru, rumput (rumput gajah, rumput raja, rumput benggala dan lain – lain) dan/atau legume (lamtoro, gamal, turi dan lain – lain) yang lebih produktif, dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan sasaran, persisten, dan tahan tekanan (intensitas) penggembalaan; (3) penanaman tumbuhan perdu/pohon multiguna (multi-porpose strees) sebagai sumber hijauan tambahan, khususnya pada waktu – waktu hijauan tersedia sangat terbatas, dan berfungsi pula dalam perbaikan gizi ternak. Upaya perbaikan ini merupakan kebutuhan, dan dapat dilakukan pada padang penggembalaan (Amar, 2008).

Hijauan Pakan Ternak

Hijauan pakan merupakan bahan pakan ternak ruminansia yang digunakan oleh ternak untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi, dan reproduksinya. Ketersediaan hijaun dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang baik sangat menentukan produktivitas ternak ruminansia (Dhalika et al., 2006).

Adapun jenis – jenis hijauan terdiri atas : 1. Rumput – rumputan (gramineae)

Rumput adalah tanaman yang paling efisien untuk merubah sinar matahari menjadi biomassa dan pada saat yang sama mengkonversi karbondioksida menjadi oksigen. Ternak ruminansia mampu mengubah biomassa ini, yang umumnya tidak dapat dicerna oleh manusia, menjadi protein berkualitas tinggi melalui aktifitas mikroorganisme dalam rumen mereka. Rumput – rumput memberikan tutupan tanah yang baik untuk mengurangi erosi sementara akar yang sangat halus akan membentuk bahan organik dan membantu penyusupan air ke

(43)

Jenis – jenis rumput yang tumbuh di padang penggembalaan sebagaimana halnya rumput yang tumbuh pada periode musim hujan yang singkat akan memasuki masa generatif sebelum musim kemarau tiba, sehingga nilai gizinya akan cepat berkurang. Tingkat kesukaan ternak pada rumput yang telah tua juga akan menurun. Petani akan mulai membakar padang penggembalaan ketika rumput sudah mulai mengering, tetapi tanah masih cukup lembab yang memungkinkan rumput akan segera bertunas sehingga dengan demikian tersedianya rumput muda yang disukai oleh ternak. Demikian seterusnya petani akan membakar padang penggembalaan secara bertahap agar rumput muda selalu tersedia walaupun dalam jumlah yang masih terbatas (Ferdinand danRandu, 2006).

Rumput dibedakan menjadi dua golongan yaitu rumput potong dan rumput gembala (Soegiri et al., 1982). Syarat rumput potong adalah produksi per satuan luas cukup tinggi, tumbuh tinggi secara vertikal, banyak anakan dan responsif terhadap pemupukan. Syarat rumput gembala adalah pendek atau menjalar (stolon), tahan renggut dan injak, perakarannya kuat dan dalam, serta tahan kekeringan (Parakkasi, 1999).

Rumput – rumput tropik makanan ternak antara lain adalah Axonopus compressus, Brachiaria decumbens, Brachiaria ruziziensis, Brachiaria mutica, Cenchrus ciliaris, Chloris gayana, Cynodon dactylon, Cynodon plestostachyrus, Digitaria decumbens, Eleusine indica, Euchalaena Mexicana, Hyparrhenia rufa, Melinis minutiflora, Panicum coloratum, Panicum maximum, Paspalum dilatatum, Pennisetum clandestinum, Pennisetum purpureum, Setaria sphacelata, Sorghum sudanense, dan Sorghum vulgare (Reksohadiprodjo, 1994).

(44)

2. Kacang – kacangan (Leguminosa)

Leguminose merupakan bahan pakan hijauan yang mutlak diperlukan baik secara kuantitatif atau kualitatif sepanjang tahun dalam sistem produksi ternak (Rostini, 2014).

Leguminosa termasuk dicotyledoneus dimana embrio mengandung dua daun biji/cotyledone. Famili legume dibagi menjadi 3 group sub famili, yaitu:

(1) mimisaceae, tanaman kayu dan herba dengan bunga “regular”;

(2) caesalpinaceae, tanaman dengan bunga “irregular” dan (3) papilonaceae, tanaman kayu dan herba ciri khas berbentuk bunga kupu – kupu (Susetyo. 1980).

Kebanyakan tanaman pakan dan tanaman ekonomi penting termasuk dalam papiloneceae group (Soegiri et al., 1982).

Leguminosa mempunyai peranan yang sangat penting di dalam meningkatkan produktivitas pastura dikarenakan kemampuan mereka dalam memfiksasi sejumlah nitrogen di udara. Kontribusi langsungnya terhadap produktivitas ternak melalui penyediaan sumber pakan yang kaya akan nitrogen.

Selain itu, leguminosa dapat meningkatkan produktiivitas rumput melalui peningkatan penyerapan nitrogen tanah oleh rumput apabila leguminosa ditanam bersamaan dengan rerumputan (Dhalika et al., 2006).

Beberapa jenis legume yang tumbuh di daerah tropik sebagai pencegah erosi antara lain Centrosema pubescens, Clitoria cajanofolia, Leucaena glauca, Pueraria. Legume sebagai penutup tanah yaitu Cajanus cajan, Calopogonium mucunoides, Centrosema plumieri, Crotalaria usaramoensis, Dollschos lab-lab, Indogofera, dan Mimosa infisa(Reksohadiprodjo, 1994). Jenis leguminosa yang dapat dijadikan pakan ternak seperti lamtoro (Leucaena leucocephala), kaliandra

(45)

(Calliandra calothyrsus meissn), gamal (Gliricidia sepium), dan turi (Sesbania grandiflora) (Kardiyanto, 2009).

Dalam pandangan ilmu peternakan, gulma adalah segala jenis tanaman yang tidak dikehendaki tumbuhnya pada padang rumput. Gulma tersebut tidak diharapkan tumbuh karena berbagai alasan sebagai berikut : (1) gulma tersebut mengganggu hijauan yang tumbuh disekitarnya/dibudidayakan oleh petani/peternak karena gulma mengandung allelopati yang menghambat pertumbuhan hijauan pakan; (2) gulma tersebut tidak memiliki kualitas gizi yang bahkan dapat meracuni ternak yang mengkonsumsinya (Hasan, 2012).

Allelopati adalah zat kimia yang dikeluarkan oleh tanaman tertentu yang dapat merugikan pertumbuhan tanaman lain yang tumbuh disekitarnya.

Selanjutnya, allelopati dapat meningkatkan agrevitas gulma dalam hubungan interaksi antara gulma dengan tanaman budidaya ataupun dalam pola – pola penguasaan habitat di alam (Rusdy, 2002).

Beberapa jenis gulma yang banyak tumbuh di padang rumput di Indonesia antara lain : (1) Lantara camara (saliara); (2) Chromolaena adorata (kirinyuh);

(3) Epatorium adenophorium (teklan); (4) Mimosa invisa (putri malu);

(5) Melastoma malabathricum (herendong); (6) Hiptis brevipus (bongborongan);

(7) Urena lobata (pungpurutan); (8) Ipomea pes-caprae (huhuian);

(9) Stachytarpheta jamaicensis (jarong); (10) Sida rhombifolia(sadagori) (Prawiradiputra et al., 2006).

Gulma yang tumbuh di padang penggembalaan dapat menurunkan produktivitas padang penggembalaan karena merupakan pesaing terhadap hijauan pakan, baik terhadap air, unsur hara, maupun cahaya. Pada kondisi yang

(46)

menguntungkan, gulma dapat tumbuh dengan cepat karena mempunyai daya saing tinggi yang disebabkan adanya zat penghambat pertumbuhan terhadap tumbuhan lain yang disebut zat allelopati. Dengan demikian, bila gulma telah tumbuh di tengah – tengah padang rumput, lambat laun akan mendominasi padang rumput.

Untuk itu perlu dilakukan pencegahan agar gulma tidak dapat tumbuh. Apabila suatu padang rumput telah ditumbuhi oleh gulma, yang harus dilakukan adalah membasmi gulma tersebut hingga ke akar – akarnya (Rusdy, 2002).

Besarnya proporsi hijauan non pakan mengindikasikan bahwa areal lokasi padang penggembalaan ini secara umum perlu ditangani atau diperbaiki kembali, karena tumbuhan yang ada tumbuh bersama – sama dengan hijauan pakan inimampu berkompetisi untuk mendapatkan space atau ruangan maupun unsur hara dalam tanah (Sawen dan Junaidi, 2011).

Pengendalian gulma manual merupakan cara pengendalian yang paling ramah lingkungan dan cocok dilakukan pada daerah yang ketersediaan tenaga kerjanya masih murah. Pada padang atau kebun rumput untuk mendapatkan hasil yang optimal selalu dilakukan pemanenan secara rutin. Interval pemotongan yang optimum akanmendapatkan produksi hijauan yang tinggi dan kualitas yang bagus.

Melalui pemotongan ini diharapkan juga dapat mengendalikan gulma (Mansyur et al., 2004).

Produksi Hijauan

Tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak pada suatu wilayah merupakan salah satu faktor yang sangat penting serta turut mempengaruhi dinamika populasi dalam keberhasilan pengembangan ternak, khususnya ternak

(47)

ternak yang ada diwilayah tersebut dihubungkan dengan potensi hijauan makanan ternak yang dihasilkan oleh wilayah yang bersangkutan, maka lahan – lahan yang potensial untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang diperhitungkan, antara lain: lahan pertanian, perkebunan, padang penggembalaan dan sebagian kehutanan (Natasasmita dan Mudikdjo, 1980).

Kuantitas produksi hijauan dalam kuadran 1 m². Menetapkan Proper Use Factor (PUF) tergantung pada jenis ternak yang digembalakan, spesies hijauan, dan kondisi tanah padang penggembalaan. Penggunaan padang penggembalaan ringan, sedang, dan berat nilai PUFnya masing–masing25–30%, 40–45%, dan 60–

70%(Subagyo et al., 1988).

Adanya jarak waktu yang tidak seimbang antara musim hujan dan musim kemarau mengakibatkan pengaruh negatif terhadap kuantitas dan kualitas pakan yang tersedia di padang penggembalaan dan secara tidak langsung mempengaruhi proses produksi dan reproduksi ternak. Gejala yang sudah lazim terjadi adalah kekurangan air selama musim kemarau bagi pertumbuhan rumput, di samping terjadi kekurangan air selama musim kemarau juga terjadi peningkatan suhu (mencapai di atas 32oC) yang mengakibatkan peningkatan laju proses fotosintesis dan menurun setelah mencapai titik optimum. Keadaan ini bermuara pada menurunnya kualitas rumput yang ditandai dengan menurunnya kandungan protein kasar. Penurunan kandungan protein kasar akan berpengaruh terhadap penurunan total konsumsi bermuara pada penurunan berat badan (Manu, 2013).

Ketiadaan air pada saat pertumbuhan hijauan pakan akan menekan dan menurunkan pertumbuhan dan memperpanjang waktu pemunculan bunga.

Tanggapan awal hijauan pakan (tanaman) terhadap kekurangan air berupa

(48)

perubahan dalam tekanan sel tertentu. Hijauan akan memiliki tingkatan reaksi yang berbeda – beda, mulai dari kecil hingga sedang terhadap kekurangan air (Heddy, 2010).

Hijauan pakan yang menderita cekaman air terjadi akumulasi karbohidrat dan nitrogen. Senyawa – senyawa ini segera tersedia dan dan perangsang pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan hijauan pakan yang berjalan dengan baik akan menghasilkan produksi yang tinggi pula. Kebutuhan air tanaman semakin meningkat, tetapi karena kondisi stress asupan air yang berfungsi sebagai pelarut hara dan fungsi fotosintesis berkurang, pada fase ini pertumbuhan tanaman terhambat dan menyebabkan produksi hijauan menurun (Hasan, 2012).

Besarnya kadar air yang harus dimiliki oleh suatu padangan adalah 70 – 80

% dan kadar bahan keringnya 20 – 30 % (Reksohadiprodjo dan Utama, 1983).

Sumber air bagi hijauan pakan pada padang rumput terdiri atas dua : (1) air internal adalah semua jenis air yang dihasilkan melalui padang rumput seperti air tanah dan air hujan; (2) air eksternal adalah segala sumber air yang sengaja dirancang atau diusahakan guna memenuhi kebutuhan air padang rumput. Adapun jenis sumber air tersebut meliputi pengairan,sungai buatan, ledeng, inovasi teknologi distribusi air, dan segala yang sengaja dilakukan oleh manusia (non - alami) (Hasan, 2012).

Ketersediaan unsur hara sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman hijauan pakan ternak, dan untuk meningkatkan jumlah unsur hara perlu dilakukan pemupukan. Pemupukan dapat dilakukan dengan pemberian pupuk organik yang sekarang banyak tersedia ataupun dengan pupuk anorganik (Arsyad, 2012).

(49)

Manfaat pupuk ini dapat dibagi dalam dua macam, yaitu yang berkaitan dengan perbaikan sifat fisika dan kimia tanah. Manfaat utama dari pupuk yang berkaitan dengan sifat fisika tanah, yaitu memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi gembur, sedangkan mafaat pupuk yang berkaian dengan sifat kimia tanah adalah sebagai penyedia unsur hara yang diperlukan oleh tanaman sekaligus membantu mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang oleh penguapan atau air perkolasi (Marsono dan Sigit, 2001).

Produksi bahan pakan sangat ditentukan oleh luas areal panen, umur pemanenan, kondisi tanah dan curah hujan dari masing – masing komoditi yang ditanam pada suatu wilayah serta kandungan nutrient yang terdapat dalam bahan pakan (Winugroho et al., 1998).

Keragaman hijauan yang tumbuh disetiap paddock dapat menghasilkan produksi segar paddock berbeda – beda. Besar dan kecilnya jumlah produksi hijauan segar tergantung pada faktor manajemen yaitu menyangkut perlakuan manusia diantaranya perlakuan pemupukan, pengolahan tanah dan pemotongan.

Perawatan terhadap tanaman dapat meningkatakan produksi, sehingga semakin bagus manajemen manusia maka produksi hijauan semakin meningkat (Infitria danKhalil, 2014).

Tingginya produksi hijauan kering karena kandungan bahan kering pada rumput lahan juga tinggi(Infitiria danKhalil, 2014). Semakin tua umurtanaman maka semakin tinggi bahan kering yang dihasilkan (Seseray et al., 2012).

Kandungan BK pada musim hujan umumnya lebih rendah dibandingkan dengan musim kemarau. Hal ini disebabkan oleh pengairan pada saat musim penghujan yang menyebabkan tanaman tidak mengalami krisis air dan

Gambar

Gambar 2. Skema Hubungan Antara Kelas Kemampuan Lahan dengan Intensitas  dan Macam Penggunaan Lahan
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 4. Peta Kelas Kemampuan Lahan
Gambar 5. Peta Tata Guna Lahan
+3

Referensi

Dokumen terkait