HASIL DAN PEMBAHASAN
3. Indeks Daya Dukung Hijauan
Untuk menghitung indeks daya dukung hijauan (IDD) adalah dengan membagi daya tampung ternak (ST) terhadap populasi ternak (ST).Berikut ditampilkan IDD hijauan pada Tabel 12 dibawah ini :
Tabel 12. Indeks Daya Dukung Hijauan Daya Tampung
(ST)
Populasi Ternak (ST)
Indeks Daya Dukung (IDD)
Kriteria
26.912,06 22.209,61 1,21 Kritis
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 12 diketahui bahwa dengan daya tampung ternak sebesar 26.912,06 ST dibandingkan dengan populasi ternak yang ada sebesar 22.209,61 ST maka nilai indeks daya dukung hijauan sebesar 1,21.
Hal ini menggambarkan bahwa daya dukung atau ketersediaan hijauan pakan ternak di Pulau Samosir tergolong kritis. Menurut Sumanto dan Juarini (2006) bahwa nilai 1 – 1,5 artinya ternak telah mempunyai pilihan untuk memanfaatkan sumberdaya tetapi belum terpenuhi aspek konservasi. Ditambahkan oleh Roberts (1983) dan Arsyad (2010) bahwa ada tiga model pengembangan hijauan pakan untuk melakukan konservasi : (1) memperbaiki dan menjaga keadaan lahan agar tahan terhadap penghancuran, pengangkutan, dan meningkatkan daya serap air;
(2) menutup lahan dengan tanaman atau sisa – sisa tumbuhan agar terlindung dari pukulan langsung dar hujan; (3) mengatur aliran permukaan sampai pada batas tidak merusak.
Kondisi wilayah Pulau Samosir yang tergolong krtitis disebabkan oleh kebutuhan air tanaman tidak terpenuhi karena faktor musim kemarau yang panjang. Disamping itu, kondisi wilayah yang dominan miring dan landai sehingga rawan mengalami longsor dan erosi. Hal ini sesuai dengan pendapat Reijntjes et al. (1999) bahwa timbulnya lahan kering kritis disebabkan oleh kurangnya air di kawasan itu karena iklimnya yang kering. Erosi pada permukaan tanah terjadi sebagai akibat tenaga (kekuatan air), baik butiran air hujan maupun aliran permukaan. Hal itu merupakan kondisi lain yang mempercepat pembentukan lahan kering kritis. Di samping itu, erosi dapat terjadi akibat dari penerapan metode bercocok tanam secara intensif yang tidak sesuai.
Agar kebutuhan hijauan pakan dapat terpenuhi dengan baik, salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah mencari/menemukan jenis hijauan yang cocok dikembangkan pada lahan kering-kritis dengan kesesuaiannya terhadap kondisi lokal melalui penelitian – penelitian dan pengujian di lapangan (Hasan, 2012).
4. Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)
Analisis perhitungan KPPTR efektif (ST) dihitung dengan rumus daya dukung dikurang dengan POPRIIL (populasi riil ternak ruminansia pada tahun tertentu). Berikut hasil analisis perhitungan Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) ditampilkan pada Tabel 13 dibawah ini :
Tabel 13. Analisis Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Daya Dukung (ST) Populasi Riil (ST) KPPTR (ST)
26.912,06 22.209,61 4.702,45
Dari hasil analisis KPPPTR pada Tabel 13 diketahui bahwa jumlah hijauan yang tersedia masih dapat mencukupi untuk penambahan ternak sebesar 4.702,45 ST. Namun, mengingat indeks daya dukung hijauan (IDD) dalam kategori kritisserta kesuburan tanah rendah maka sebaiknya untuk beberapa waktu penambahan ternak dalam kawasan penggembalaan tidak dilakukan sebelum dilakukannya langkah – langkah perbaikan padang pengembalaan tersebut demi meningkatkan produksi dan kualitas hijauan. Selain itu, perlu segera dilakukan pemetaan luas padang penggembalaan sehingga dapat disusun zonase padang penggembalaan.
Analisis Komposisi Botani
Komposisi botani yang tumbuh di suatu penggembalaan dipengaruhi oleh musim atau curah hujan, kondisi kesuburan tanah dan manajemen padang penggembalaan. Cekaman kekeringan yang cukup lama terjadi di Pulau Samosir menyebabkan pertumbuhan hijauan cenderung rendah terlihat dari tinggi tanaman yang rata – rata 5 – 10 cm. Rendahnya komposisi botani akhirnya mempengaruhi rendahnya produksi bahan segar per satuan luas lahan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Reksohadiprodjo (1985) bahwa komposisi botanis suatu padang pengembalaan ditentukan antara lain oleh tingkat kesuburan tanah, iklim dan curah hujan, tinggi tempat serta ternak yang digembalakan.Ditambahkan oleh Sawen dan Junaidi (2011) bahwa tinggi rendahnya kualitas suatu padang penggembalaan berkaitan erat dengan komposisi botanis (tumbuhan) yang terdapat pada padang penggembalaan tersebut.
Sedangkan padatnya ternak yang dipelihara menyebabkan ketersediaan pakan
hijauan yang terdapat pada padang penggembalaan alami tersebut tidak mencukupi kebutuhan seluruh ternak yang digembalakan.
Tabel 14. Jenis Hijauan, Persentase Komposisi Botani Berdasarkan Berat Segar, Berat Kering dan Frekuensi Kemunculan
Tata Guna Lahan
No Jenis Hijauan Komposisi Botani Frekuensi Berat
Segar (%)
Berat Kering (%) Kelas Kemampuan Lahan II
Pertanian Kelas Kemampuan Lahan IV
Pertanian
Keterangan : Data lengkap terlampir
Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa komposisi botani berdasarkan kelas kemampuan lahan dan tata guna lahan di padang rumput Pulau Samosir memiliki beraneka ragam jenis. Pada kelas kemampuan lahan II dengan sistem pertanian lahan kering, terdapat 11 jenis komposisi botani dimana jenis hijauan
yang dominan adalah Imperata cylindrica l (rumput alang-alang). Rumput Imperata cylindrica (rumput alang-alang) ini cukup mendominasi atau sangat banyak tumbuh di padang rumput di sekitar Pulau Samosir. Pada Kelas Kemampuan Lahan IV jumlah komposisi botani berdasarkan penggunaan lahan yaitu pada pertanian lahan kering 24 spesies, tanah terbuka 21 spesies, semak belukar 1 spesies, sawah 3 spesies dan rawa 7 spesies. Adapun jenis rumput yang dominan adalah Axonopus compressus (rumput karpet). Jenis rumput ini terdapat pada sistem pertanian lahan kering, semak belukar, sawah dan rawa, sedangkan pada tanah terbuka hijauan yang dominan adalah Imperata cylindrica l (rumput alang-alang).
Menurut Sudharto et al. (1992) bahwa berdasarkan hasil – hasil penelitian yang dilakukan padang rumput di Indonesia lebih didominasi oleh jenis alang – alang (Immperata sp). Hasan (2012) menyatakan bahwa rumput Imperata cylindrical l adalah salah satu jenis rumput yang penyebarannya sangat luas di Indonesia yang tumbuh secara agresif dengan rizoma yang mampu tertanam kuat dalam tanah. Rumput ini dapat hidup pada dataran rendah maupun dataran tinggi dengan curah hujan tahunan 500 – 5000 mm. Hijauan Axonopus compressus dapat tumbuh subur pada tanah berpasir, memiliki palatabilitas rendah, produksi rendah namun sangat disenangi ternak ruminansia kecil. Sementara rumput Paspalum conjugatum merupakan tanaman tahunan yang tumbuh menjalar dengan stolon yang panjang. Hijauan ini tumbuh baik di daerah tropis lembab dan tanah yang agak liat. Rumput ini baik digunakan sebagai hijauan pakan terutama kerbau.
Tingginya persentase tumbuhnya Imperata cylindrica l (rumput alang-alang) dibandingkan jenis hijauan lain di padang rumput alami Pulau Samosir
sebagai indikator tingkat kesuburan tanah rendah, sifat fisik tanah yang jelek, dan juga pengeloaan lahan yang belum tepat. Menurut Jayadi (1991) bahwa alang-alang (Imperata cylindrica) biasanya tumbuh pada lahan bekas hutan yang rusak dan terbuka, bekas ladang, sawah yang mengering, tepi jalan dan lain–lain.
Sampai taraf tertentu, kebakaran vegetasi dapat merangsang pertumbuhan alang-alang.
Selain itu, hamparan padangan rumput umumnya terlihat berwarna kuning dan mengering. Kondisi ini menandakan kualitas hijauan sangat rendah disebabkan kandungan serat kasar semakin tinggi dan kandungan nutrisi lain menurun.Merujuk pada hasil penelitian Hanafi et al. (2017) yang dilaksanakan di padang penggembalaan Pulau Samosir bahwa kandungan bahan kering (BK) tertinggi terdapat pada jenis hijauan Zoysia matrella yaitu 92,69%, diikuti oleh rumput Axonopus compressus 91,88% dan Imperata cylindrica 91,30%.
Sementara kandungan BK terendah yaitu Euphatorium adenophorum (teklan) 82,90 %. Kadar abu tertinggi didapat pada hijauan Flemingia macrofilia 11,69%, kadar PK tertinggi yaitu pada rumput Starkuak 15,13%, SK tertinggi Paspalum conjugatum 35,78%, LK tertinggi Imperata Cylindrica 1,68% dan kandungan Beta-N tertinggi yaitu Centella aciatica 51,68%. Tingginya kandungan BK suatu tanaman dipengaruhi oleh kondisi tanah yang mengalami kekeringan sehingga hijauan yang tumbuh juga mengalami krisis air sehingga kadar BK tanaman mengalami peningkatan. Krisis air pada tanaman dapat meningkatkan kadar BK hijauan dan dapat menurunkan kadar PK atau LK tanaman.
Dari hasil analisis kandungan nutrisi tersebut, beberapa jenis hijauan adaptif dapat coba dikembangkan sesuai dengan kondisi wilayah di Pulau
Samosir. Menurut Sutaryono (2002) bahwa Paspalum conjugatum banyak digunakan sebagai pakan ternak terutama kerbau, sehingga sering juga disebut rumput kerbau. Rumput paitan atau rumput kerbau sangat disukai oleh ternak ruminansia seperti kerbau, kambing, sapi, dan domba. Paitan tumbuh dengan baik di daerah dengan ketinggian hingga 1700 meter dpl. Rumput ini tumbuh dengan cara stolon berakar serabut dan tinggi bias mencapai 40 – 60 cm. Jenis rumput ini Sering ditemukan di lapangan atau tumbuh dibawah pohon.Ditambahkan oleh Hasan (2012) bahwa Axonopus compressusatau rumput karpet merupakan salah satu jenis hijauan pakan yang mampu tumbuh subur pada tanah berpasir, memiliki palatabilitas rendah utamanya untuk ternak ruminansia besar, produksi rendah hanya 5 ton/ha/thn dalam kondisi intensif (pemupukan). Namun rumput ini sangat sangat disenangi ternak ruminansia kecil seperti kambing dan domba.
Tabel 15. Komposisi Jenis Hijauan (%) Berdasarkan Klasifikasi Rumput, Legum, Gulma dan Lain – Lain.
Tataguna Lahan Rumput (%) Kelas Kemampuan Lahan II
Pertanian Lahan Kering 43,74 10,26 23,04 22,97 Kelas Kemampuan Lahan IV
Pertanian Lahan Kering 75,23 9,35 10,70 4,71
Tanah Terbuka 77,80 10,25 9,92 2,04
Semak Belukar 100,00 - - -
Sawah 100,00 - - -
Rawa 73,56 13,17 3,28 10,00
Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa pada lokasi penelitian umumnya ditumbuhi oleh jenis rumput. Produksi rumput yang paling besar mencapai 100 % berada di kelas kemampuan lahan IV dengan penggunaan lahan semak belukar dan sawah. Untuk produksi rumput yang paling kecil berada di kelas kemampuan lahan II dengan sistem pertanian lahan kering sebesar 43,74 %. Produksi legum
paling besar berada di kelas kemampuan lahan IV di areal lahan rawa sebesar 13,17 % dan produksi legum paling kecil berada di sistem pertanian lahan kering sebesar 9,35 %. Lahan yang ditumbuhi gulma paling banyak berada pada kelas kemampuan lahan II dengan sistem pertanian lahan kering sebesar 23,04 % dan paling kecil berada pada kelas kemampuan lahan IV dengan penggunaan lahan rawa sebesar 3,28 %. Wilayah semak belukar dan sawah hanya ditumbuhi oleh rumput saja dan sama sekali tidak adanya gulma, legum maupun jenis lainnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Bahar et al. (1997) bahwa produksi yang tinggi perlu diikuti oleh komposisi botani yang baik. Meningkatnya komponen rumput diikuti dengan menurunnya komponen leguminosa dan komponen weed.
Jenis tanaman lain yang tumbuh pada kelas kemampuan lahan II sistem pertanian lahan kering seperti Rabba-rabba, Starkuak dan Centella asiatica sebesar 22,97 %. Pada kelas kemampuan lahan IV sistem pertanian lahan kering sebesar 4,71 % dengan jenis tanaman Starkuak, Centella asiatica dan Sabi-sabi (simardaruma). Di tanah terbuka sebesar 2,04 % dengan jenis tanaman Rabba-rabba dan Centella asiatica. Pada daerah rawa sebesar 10,00 % dengan jenis tanaman Centella asiatica.
Jika dilihat perbandingan persentase antara rumput : legume : gulma yang tumbuh di padang rumput alami di Pulau Samosir tergolong tidak seimbang karena didominasi oleh rumput dan gulma sedangkan jumlah legume hanya sebagian kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Susetyo (1980) dan Reksohadiprodjo (1985) yang menyatakan padang rumput yang baik perbandingan komposisi botanis dengan leguminosa adalah 60% rumput dan 40%
leguminosa.
Rendahnya produksi legum mempengaruhi rendahnya kesuburan tanah karena legum membantu memfiksasi unsur nitrogen dari udara yang diperlukan tanah untuk menyuburkan tanaman. Disamping itu, kemampuan gulma yang sifatnya mampu bertahan dan bersaing di lahan yang minim unsur hara dan kecaman kekeringan mengakibatkan populasi legum semakin menurun. Akibatnya rendahnya produktivitas hijauan yang dihasilkan oleh suatu padang rumput. Hal ini sesuai dengan pendapat Rusdy(2002) bahwa gulma yang tumbuh di padang penggembalaan dapat menurunkan produktivitas padang penggembalaan karena merupakan pesaing terhadap hijauan pakan, baik terhadap air, unsur hara, maupun cahaya. Pada kondisi yang menguntungkan, gulma dapat tumbuh dengan cepat karena mempunyai daya saing tinggi yang disebabkan adanya zat penghambat pertumbuhan terhadap tumbuhan lain yang disebut zat allelopati. Dengan demikian, bila gulma telah tumbuh di tengah – tengah padang rumput, lambat laun akan mendominasi padang rumput. Untuk itu perlu dilakukan pencegahan agar gulma tidak dapat tumbuh. Apabila suatu padang rumput telah ditumbuhi oleh gulma, yang harus dilakukan adalah membasmi gulma tersebut hingga ke akar – akarnya.
Oleh karena itu, dirasa perlunya upaya – upaya perbaikan padang penggembalaan di Pulau Samosir untuk mengurangi populasi gulma yang ada.
Salah satu cara adalah menanam legum bersama dengan hijauan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sawen dan Junaidi (2011) bahwa besarnya proporsi hijauan non pakan mengindikasikan bahwa areal lokasi padang penggembalaan ini secara umum perlu ditangani atau diperbaiki kembali, karena tumbuhan yang ada tumbuh bersama – sama dengan hijauan pakan ini mampu berkompetisi untuk
mendapatkan space atau ruangan maupun unsur hara dalam tanah. Ditambahkan oleh Sanchez (1993) bahwa peranan leguminosa dalam hijauan campuran leguminosa dan rumput adalah memberikan tambahan nitrogen pada rumput dan memperbaiki secara menyeluruh pada padang penggembalaan terutama kandungan proteinnya.
Secara umum, klasifikasi jenis – jenis hijauan berdasarkan rumput, legume maupun gulma ditampilkan pada Tabel 16 dibawah ini :
Tabel 16. Klasifikasi Jenis Hijauan
No Rumput Legume Gulma Lainnya
Mimosa pudica l Stachytarpheta jamaicensis
Starhuak 3. Paspalum
conjugatum
Arachis pintoi Eupathorium adenophorum
Centella asiatica 4. Zoysia matrella Desmodium
triflorum
Hiptis brevipus Sabi-sabi Simardaruma
Cassia sp Gleichenia linearis 8. Oryza sativa Leucena sp Lycopediella
cernua 9. Brachiaria mutica Centrosema
pubescens 10. Digitaria ciliaris
11. Chloris gayana 12. Cynodon dactilon 13. Paspalum notatum 14. Brachiaria
decumbens
Berdasarkan klasifikasi jenis hijauan pada Tabel 16 diketahui terdapat 14 jenis rumput, 9 jenis legum, 8 jenis gulma dan 4 jenis lainnya yang tumbuh di
compressus (rumput karpet), Imperata cylindrica l (rumput alang-alang), dan Paspalum conjugatum (rumput kerbau/paitan). Jenis legum yang dominan antara lain Stylosanthes capitata, Mimosa pudica l (putri malu)dan Arachis pintoi. Untuk jenis gulma yang dominan antara lain Melastoma malabathricum (senduduk), Stachytarpheta jamaicensis (cabe-cabe)danEupathorium adenophorum(teklan).
Adapun hijauan lainnya yang belum diketahui jenisnya antara lain Rabba-rabba, Starhuak, Centella asiatica danSabi-sabi Simardaruma.
Keberadaan legume Stylosanthes capitata di padang rumput akan membantu penyerapan fiksasi N dari udara sehingga kandungan bahan organik meningkat. Selain itu, kecukupan nutrisi ternak akan terpenuhi karena legume ini mengandung protein yang cukup tinggi. Untuk itu, jenis legume ini dapat coba dikembangkan di padang rumput alami Pulau Samosir. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasan (2012) bahwa Stylosanthes capitata memiliki protein kasar 13,0 – 18,9 % dengan produksi mencapai 10 ton/ha. Legume ini dapat beradaptasi pada berbagai kondisi iklim, tanah yang kurang subur, dan tanah masam. Sangat cocok pada iklim lembab dan hangat dengan curah hujan 1500 mm/tahun. Namun legume ini sebaiknya jangan ditanam dengan rumput menjalar yang agresif seperti rumput pangola.
Hijauan pakan daun – daunan yang gizinya paling baik adalah daun leguminosa. Jenis leguminosa umumnya memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput – rumputan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanchez (1993) bahwa peranan leguminosa dalam hijauan campuran leguminosa dan rumput adalah memberikan tambahan nitrogen pada rumput dan memperbaiki secara menyeluruh pada padang penggembalaan terutama kandungan proteinnya.
Ditambahkan oleh Thapa danPaudel (2000) bahwa efisiensi penggunaan lahan, penanaman tanaman kacang – kacangan (sejenis legum), pengembangan agroforestri dan penghijauan adalah beberapa tindakan yang dapat meningkatkan daya dukung lahan, terutama terhadap lahan – lahan milik perorangan yang telah dibajak kemudian ditelantarkan, dan penggunaan yang tidak efektif lainnya.