• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM GERAKAN LITERASI SEKOLAH (GLS) DI SMA SWASTA PARULIAN 1 MEDAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM GERAKAN LITERASI SEKOLAH (GLS) DI SMA SWASTA PARULIAN 1 MEDAN SKRIPSI"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM GERAKAN LITERASI SEKOLAH (GLS) DI SMA SWASTA PARULIAN 1 MEDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah ssatu persyaratan menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos) dalam

bidang studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi

WITA AFSARI BR SURBAKTI 140709013

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Surbakti, Wita Afsari. 2018. “Evaluasi Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan”

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan program Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan berdasarkan panduan gerakan literasi sekolah di Sekolah Menengah Atas, yang meliputi: (1) tahap pembiasaan, (2) tahap pengembangan, dan (3) tahap pembelajaran. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, pustakawan, guru bahasa Indonesia atau tim literasi dan siswa. Objek dalam penelitian ini adalah pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan GLS di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan pada umumnya sudah sesuai dengan yang terdapat di buku panduan gerakan literasi sekolah. Pelaksanaan tersebut diantaranya: (1) pada tahap pembiasaan, siswa diwajibkan membaca buku selama 15 menit setiap harinya sebelum proses belajar mengajar dilaksanakan dan siswa diharapkan membuat jurnal pribadi, (2) pada tahap pengembangan, siswa diarahkan untuk dapat menciptakan karya sendiri setelah melakukan tahap pembiasaan, pembuatan karya tersebut dapatberupa meresensi buku bacaan yang telah dibaca, memciptakan pantun, puisi dan cerpen, (3) dan pada tahap pembelajaran siswa dituntut untuk dapat beranggungjawab dengan hasil karya yang telah dibuat, biasanya hal tersebut dilakukan melalui persentasi yang dilakukan siswa didepan kelas dan dihadapan guru serta murid-murid lainnya. Faktor pendukung pelaksanaan ini adalah adanya buku yang disediakan sekolah di setiap lorong kelas dan juga pojok baca serta dukungan dari guru kepada siswa. Faktor penghambatnya adalah masih ada siswa yang minat membacanya rendah, murid yang ribut pada saat kegiatan membaca berlangsung sehingga mengganggu konsentrasi murid lainnya. GLS diharapkan dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan minat baca serta kemampuan berliterasi.

Kata Kunci: gerakan literasi sekolah, GLS, evaluasi program, membaca, tahapan gerakan literasi sekolah

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan motivasi dan dukungan dari banyak pihak, khususnya kepada orangtua terkasih, bapak (Alek Surbakti) dan mamak (Juliati Br Bangun) yang senantiasa mendoakan dan mendukung dari awal perkuliahan sampai akhirnya saya menyelesaikan perkuliahan saya.

Dalam kesempatan ini peneliti juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara bapak Dr. Budi Agustono, M.S

2. Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi bapak Ishak, S.S, M.Hum sekaligus sebagai dosen penguji II saya.

3. Sekretaris Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi ibu Laila Hadri Nasution, S.Sos, M.Pd

4. Dosen pembimbing saya bapak Drs. Dirmansyah, M.A yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, fikiran serta membantu saya dalam pengerjaan skripsi ini dengan memberikan arahan, kritik dan juga saran.

(7)

6. Seluruh staf pengajar di jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

7. Pegawai administrasi yang telah membantu saya dalam hal mengurus surat dan hal-hal lainnya dalam proses penyelesaian penulisan skripsi saya.

8. Adik-adikku Malem Sayna Br Surbakti, Juan Alkandreyanta Surbakti dan Ray Adly Alvarado Surbakti yang selalu menjadi penyemangatku selama menyelesaikan perkuliahan.

9. Okki Sembiring sebagai teman spesial yang senantiasa mendukung saya selama pengerjaan skripsi dan memotivasi pada saat saya mulai mengalami permasalahan dan berkeluh kesah. Terimakasih telah menjadi sosok yang selalu ada untuk memberi semangat setiap harinya.

10. Pemere Barus sebagai sahabat yang paling sabar kujadikan sebagai tempat berkeluh kesah selama penulisan skripsi ini, dan terimakasih telah menjadi sosok abang “turang” yang sangat peduli.

11. Para “jogal baut” yang sama-sama berjuang dalam penyelesaian skripsi dikampus, Anita Nurliani Lubis, Efitra Cibro, Sri Rahayu Aritonang, Desrani Ginting, Rosta Bancin, dan Ramasta Purba. Terimakasih untuk setiap hal yang kita lalui bersama-sama, aku percaya kelak kita akan sukses bersama-sama.

12. KTB saya Tetty Marlina Manurung dan Sabrina Ginting serta PKK saya

(8)

dan menjadi teman berbagi saya selama mengerjakan skripsi. Terimakasih untuk setiap doa-doa kalian untuk kelancaran pengerjaan skripsi ini.

Peneliti menyadari sepenuhnya menyadari tulisan ini belum mencapai kesempurnaan, maka dari itu peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran guna membangun dan menyemprnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 24 Agustus 2018

Peneliti

Wita Afsari Br.Surbakti

(9)

DAFTAR ISI JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN ORISINALITAS

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR BAGAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Penelitian ... 4

1.3 Tujuan Masalah ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori Pelaksanaan Program ... 6

2.1.1 Pengertian Program ... 6

2.1.2 Evaluasi Program ... 7

2.2 Deskripsi Teori Gerakan Literasi Sekolah ... 8

2.2.1 Pengertian Literasi ... 8

2.2.2 Komponen Literasi ... 11

2.2.3 Gerakan Literasi Sekolah ... 14

2.2.4 Tahapan Gerakan Literasi Sekolah ... 15

2.2.5 Tim Literasi Sekolah ... 26

2.2.6 Landasan Filosofi dan Landasan Hukum ... 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian ... 29

3.2 Lokasi Penelitian ... 30

3.3 Subjek dan Objek Penelitian ... 30

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.5 Instrumen Penelitian ... 32

3.6 Teknik Analisis Data ... 33

3.7 Uji Keabsahan Data... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 36

4.1.1 Profil Sekolah ... 36

4.1.2 Visi dan Misi Sekolah ... 39

(10)

4.1.5 Potensi Guru dan Karyawan Sekolah ... 42

4.1.6 Tata Tertib Sekolah ... 43

4.2 Deskripsi Karakteristik Informan Penelitian ... 44

4.3 Hasil Penelitian ... 46

4.3.1 Latar Belakang Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah di SMA Swasta Parulian 1 Medan ... 46

4.3.2 Pelaksanaan Program Gerakan Literasi Sekolah di SMA Swasta Parulian 1 Medan ... 47

4.3.2.1 Kegiatan yang Menunjang Gerakan Literasi Sekolah ... 47

4.3.2.2 Tahapan Gerakan Literasi Sekolah ... 64

4.3.3 Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah di SMA Swasta Parulian 1 Medan ... 71

4.4 Pembahasan ... 74

4.4.1 Tahapan Gerakan Literasi Sekolah ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 80

5.2 Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 komponen literasi SMA ... 13

Tabel 2.2 indikator tahap pembiasaan ... 16

Tabel 2.3 indikator tahap pengembangan ... 21

Tabel 2.4 indikator tahap pembelajaran ... 24

Tabel 3.1 instrumen penelitian ... 32

Tabel 4.1 jumlah kelas/siswa sekolah menengah atas swasta parulian 1 medan .... 41

Tabel 4.2 ketercapaian indikator tahap pembiasaan ... 74

Tabel 4.3 ketercapaian indikator tahap pengembangan ... 76

Tabel 4.4 ketercapaian indikator tahap pembelajaran ... 77

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 teknik analisis data model Miles dan Huberman ... 34

Gambar 4.1 kegiatan morning motivation dan ibadah pagi ... 48

Gambar 4.2 perpustakaan sekolah ... 51

Gambar 4.3 lemari buku yang ditempatkan dilorong kelas ... 51

Gambar 4.4 papan reklame pelaksanaan pestival literasi... 53

Gambar 4.5 mading sekolah ... 55

Gambar 4.6 jemuran literasi ... 56

Gambar 4.7 halaman facebook sekolah parulian ... 58

Gambar 4.8 poster untuk mengajak siswa giat berliterasi... 59

(13)

DAFTAR BAGAN

Bagan 4.1 struktur organisasi sekolah menengah atas swasta parulian 1 medan ... 36

(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3, “ Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan bangsa”. Artinya pendidikan mempunyai peran penting bagi warga Negara Indonesia agar tercerdaskan secara intelektual. Salah satu indikator keberhasilan dari suksesnya pendidikan yang terselenggara di Indonesia adalah dengan meningkatnya angka melek huruf pada warga Indonesia. Namun, rendahnya minat baca masyarakat menjadi masalah atau tantangan yang saat ini dihadapi dalam mewujudkan masyarakat yang berliterasi dan hal tersebut terjadi juga di kalangan peserta didik yang menjadi permasalahan bagi pemerintah. Pada umumnya yang menjadi masalah dalam dunia literasi di Indonesia adalah rendahnya keinginan, tingkat ikatan emosional seseorang terhadap sumber informasi seperti buku bacaan.

Dilansir dari data statistik UNESCO 2011 yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1000 penduduk hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Rendahnya budaya literasi di Indonesia menjadi penyebab tertinggalnya pendidikan di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lain.

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud, kemampuan membaca anak usia 15 tahun hanya37,6 persen, anak membaca tanpa bisa memahami dan menangkap makna.

(15)

Pada abad ke-21 ini, kemampuan berliterasi peserta didik berkaitan erat dengan tuntutan keterampilan membaca yang berpacu pada kemampuan memahami informasi secara analitis, kritis, dan reflektif. Akan tetapi, pembelajaran di sekolah saat ini belum mampu mewujudkan hal tersebut.Pada tingkat sekolah menengah pemahaman membaca peserta didik Indonesia diuji oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD—Organization For Economic Cooperation And Development) dalam Programme for International Student Assessment (PISA).

PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 496) (OECD, 2013). Negara yang ikut berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012 ada sebanyak 65 negara. Dari kedua hasil ini dapat dikatakan bahwa praktik pendidikan yang dilaksanakan disekolah belum menunjukkan fungsi sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang berupaya menjadikan semua warganya menjadi terampil membaca dan menjadikan mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Berdasarkan hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus mengusahakan dan mendorong minat baca masyarakat khususnya peserta didik. Salah satu terobosan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 23 Tahun 2015 tentang Pertumbuhan Budi Pekerti. Permendikbud ini diwajibkan dengan wajib membaca khususnya bagi siswa SD, SMP, dan SMA. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) diupayakan untuk mengatasi

(16)

rendahnya minat baca siswa. Salah satu kegiatan literasi sekolah tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik.

Pada dasarnya suatu program yang dijalankan dan diberlakukan karena memiliki tujuan yang jelas, sama halnya dengan gerakan literasi sekolah tersebut mempunyai tujuan untuk menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat (setiawan:

2016). Suatu tujuan apabila tidak disertai tindakan maka tujuan tersebut tidak akan dapat dicapai. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kerjasama yang baik diantara guru, murid dan orangtua.

Dalam upaya pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah, pemerintah mengeluarkan suatu panduan gerakan literasi sekolah, salah satu diantaranya adalah untuk kalangan sekolah menengah atas. Buku panduan tersebut berisi tentang penjelasan pelaksanaan kegiatan literasi yang terbagi menjadi tiga tahap, yakni: pembiasaan, pengembangn, dan pembelajaran beserta langkah-langkah operasional pelaksanaan dan beberapa contoh praktis instrumen penyertanya. Panduan tersebut ditujukan bagi kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan untuk membantu mereka melaksanakan kegiatan literasi di sekolah. Panduan yang dikeluarkan disesuaikan dengan tingkatan sekolah, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan dan sekolah luar biasa.

(17)

Sekolah menengah atas swasta Parulian 1 Medan merupakan salah satu sekolah yang melaksanakan gerakan literasi sekolah. GLS di SMA Swasta Parulian 1 Medan dimulai pada tahun ajaran 2016/2017, yang bertujuan untuk mendidik, menanamkan dan mengembangkan budaya literasi akan informasi dan pengetahuan. GLS SMA Swasta Parulian 1 Medan mengacu pada GLS yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (KEMENDIKBUD RI) pada tahun 2015.

Dengan dilaksanakannya GLS di SMA Swasta Parulian 1 Medan serta banyaknya kegiatan yang dilakukan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna mengevaluasi Program Gerakan Literasi Sekolah di SMA Swasta Parulian 1 Medan berdasarkan buku panduan gerakan literasi sekolah di tingkat SMA. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap program GLS di SMA Swasta Parulian 1 Medan karena sekolah tersebut merupakan sekolah pertama yang mendeklarasikan diri sebagai sekolah literasi di Sumatera Utara dan juga aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan literasi, selain itu peneliti memilih buku panduan gerakan literasi sekolah di tingkat SMA sebagai arahan dan pedoman untuk mengevaluasi pelaksanaan GLS di SMA Swasta Parulian 1 Medan karena mengacu pada GLS yang dicanangkan oleh Kemendikbud.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

Bagaimana pelaksanaan program Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

(18)

Berdasarkan rumusan masalah maka dapat disimpulkan tujuan dari penelitian ini adalah:

Untuk mengevaluasi pelaksanaan program Gerakan Literasi Sekolah di SMA Swasta Parulian 1 Medan berdasarkan panduan gerakan literasi sekolah di SMA

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi sekolah dapat menjadi masukan dan rekomendasi bagi warga sekolah dalam meningkatkan minat baca dan budaya literasi pada siswa.

b. Bagi peneliti dapat menjadi pengetahuan baru terkait pelaksanaan gerakan literasi sekolah

c. Bagi peneliti selanjutnya dapat menjadi bahan rujukan terkait pelaksanaan program gerakan literasi sekolah

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Fokus penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan program Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan, dengan menentukan indikator penelitian berdasarkan panduan Gerakan Literasi Sekolah yang cakupannya adalah 1) tahap pembiasaan, 2) tahap pengembangan, dan 3) tahap pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar peneliti dapat fokus dalam satu bagian, sehingga data yang diperoleh valid, spesifik, mendalam dan memudahkan peneliti untuk mengevaluasi data yang diperoleh.

(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Teori Pelaksanaan Program 2.1.1 Pengertian Program

Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Program merupakan suatu unit atau kesatuan kegiatan maka program adalah sebuah sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali tapi berkesinambungan. Program juga didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisai dari sebuah kebijakan dan berlangsung dalam proses yang berkesinambungan serta melibatkan sekelompok orang (Suharsimi, 2004:3)

Suharsimi dan Safruddin (2004:3) menjabarkan ada tiga pengertian penting dan perlu ditekankan dalam menentukan program, yaitu :

a. Realisasi suatu kebijakan

b. Terjadi dalam waktu relatif lama dan bukan kegiatan tunggal tetapi jamak berkesinambungan

c. Terjadi dalam organisasi dan melibatkan banyak orang.

Menurut Charles O. Jones (Ramandita, 2017, p. 4), pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu seseorang untuk mengindentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu:

a. Program cenderung membutuhkan staf, yaitu sebagai pelaksana program.

b. Program memiliki anggaran tersendiri.

c. Program memiliki identitas tersendiri, berjalan secara efektif dan dapat diakui oleh publik.

(20)

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa program yang baik adalah program yang didasarkan pada model teoritis yang jelas agar dalam pelaksanaannya memiliki landasan yang jelas, dan juga memiliki staf pelaksana, anggaran pelaksanaan serta memiliki identitas tersendiri agar program tersebut dapat berjalan secara efektif dan dapat diakui oleh publik.

2.1.2 Evaluasi Program

Program yang sudah ditentukan dan dikeluarkan untuk dilaksanakan ada yang dapat terealisasikan dan juga tidak terealisasikan dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan cara untuk melihat dan mengetahui seberapa jauh dan bagian mana dari tujuan program tersebut sudah dicapai dan tidak tercapai serta apa yang menjadi penyebabnya. Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan diadakannya evaluasi program, yaitu upaya untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan cara mengetahui efektivitas masing-masing komponennya (Suharsimi, 2004:7) . Dalam buku yang berjudul “Evaluasi Program Pendidikan” edisi kedua yang ditulis oleh Prof. Dr. Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, M.Pd (2004:10) terdapat beberapa pendapat yang berkaitan dengan evaluasi program, diantaranya sebagai berikut :

a. Dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (AS Hornby,1986) evaluasi adalah to ind out, decide the amount or value, artinya suatu upaya untuk menentukan nilai dan jumlah.

(21)

b. Menurut Suchman, evaluasi merupakan sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan.

c. Menurut Worthen dan Sanders, evaluasi merupakan kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu.

d. Menurut Stufflebeam, evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pembelian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi program adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.

Evaluasi program memiliki tujuan yang penting seperti berikut:

a. Untuk mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai hasil pelaksanaan program, setelah data yang terkumpul dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu.

b. Mengetahui tingkat tercapainya tujuan program, apabila belum tercapai maka pelaksana akan mencari dimana letak kekurangan dan penyebabnya.

c. Hasil evaluasi dapat digunakan sebagai sarana pengambilan dan kebijakan lanjutan dari program tersebut.

2.2 Deskripsi Teori Gerakan Literasi Sekolah 2.2.1 Pengertian Literasi

Secara bahasa, literasi adalah keberaksaraan yaitu kemampuan menulis dan membaca. Literasi dalam bahasa inggris bertuliskan literacy, kata literacy

(22)

berasal dari bahasa Latin littera (huruf) yang memiliki definisi melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya.

Menurut kamus Merriam-webster, literasi berasal dari istilah latin

‘litterature’ dan bahasa inggris ‘letter’. Literasi adalah kualitas atau kemampuan melek huruf (aksara) yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Pengertian literasi juga dikemukakan oleh National Institute for Literacy (NIFL) yang menyatakan bahwa literasi adalah kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat. Education Development Center (EDC) juga menyatakan bahwa literasi lebih dari sekedar kemampuan baca tulis.

Literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan keterampilan yang dimiliki dalam hidupnya. Menurut UNESCO, pemahaman orang tentang makna literasi sangat dipengaruhi oleh penelitian akademik, institusi, konteks nasional, nilai-nilai budaya, dan pengalaman.

Pengertian lainnya terkait dengan literasi dikemukakan juga oleh Kern (2000). Menurut Kern “literacy in a second language means much more than the separate abilities to read and write; rather, it is a complex concept of familiarity with language ad its use in context-primarily written language, but by extension also spoken communication. It requires a broader discourse competence that involves the ability to interpret and critically evaluate a wide variety of written and spoken texts” artinya literasi merupakan konsep yang

(23)

kompleks tentang keakraban dengan bahasa dan penggunaannya dalam konteks bahasa tulisan juga komunikasi lisan. Dalam hal ini membutuhkan kompetensi wacana yang luas dan melibatkan kemampuan untuk menafsirkan dan mengevaluasi secara kritis berbagai macam teks tertulis dan lisan.

Dari pernyataan diatas maka dapat kita ketahui bahwa literasi membutuhkan pengetahuan yang kompleks dan memiliki prinsip. Menurut Kern terdapat tujuh prinsip literasi, yaitu literasi melibatkan interpretasi, kolaborasi, konvensi, pengetahuan cultural, pemecahan masalah, releksi dan refleksi diri serta penggunaan bahasa (Kern, 2000).

Secara umum literasi dipahami tidak hanya sekedar kemampuan membaca dan menulis melainkan mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam segala bentuk media, diantaranya media cetak, digital, audio dan visual. Kemampuan yang dimaksud adalah literasi informasi, yaitu kemampuan seseorang untuk memahami kebutuhan informasi, menemukan, mengevaluasi, menggunakan secara efektif informasi yang diperoleh untuk mengatasi masalah. Literasi informasi merupakan serangkaian kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk menyadari kapan informasi dibutuhkan dan kemampuan untuk menempatkan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif (American Library Association).

(24)

2.2.2 Komponen Literasi

Dikutip dari www.bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf “information literacy includes five essential components: basic literacy, library literacy, media literacy, technology literacy, and visual literacy”

(Ferguson). (Ferguson menjabarkan literasi terdiri atas lima komponen yaitu literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media, literasi teknologi, dan literasi visual). Komponen literasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Basic literacy ( Literasi Dasar)

“Basic literacy includes the skills of reading, writing, speaking, listening, counting, calculating, perceiving, and drawing”. Artinya literasi dasar mencakup kemampuan untuk membaca, menulis, mendengarkan, berbicara, menganalisis, memperhitungkan, mengomunikasikan dan menggambarkan informasi. Hal tersebut merupakan kemampuan dasar yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap orang agar dapat menjadi seseorang yang literat.

b. Library Literacy (Literasi Perpustakaan)

“library literacy is too important to be left to chance. Every student needs to understand the difference between fiction and non-fiction. Every studentsneeds to know how to effectively use reference books and periodicals. Students need to understand the Dewey Decimal System as a useful, logical system of hierarchical organization and recognize its

(25)

similarities to other such systems. Students should use indexes and the library catalog so often it becomes a subconscious skill”. Artinya literasi perpustakaan memberikan pemahaman bagaimana cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodical, memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan catalog dan pengindeksan, sehingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan atau mengatasi masalah.

c. Media Literacy (Literasi Media)

“Media literacy includes an understanding of the many different types of media and the purposes for which they can be used. Student should be taught the difference between fact and opinion, and be able to distinguish between information, entertainment, and persuasion.Artinya literasi media merupakan kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda seperti media tercetak, media elektronik, media digital dan memahami tujuan penggunaannya.

d. Technology Literacy (Literasi Teknologi)

“Every students should have frequent opportunities to use technological tools to create their own information artifacts in print, on the screen, and online. Artinya dalam literasi teknologi siswa diharapkan mampu memahami kelengkapan perangkat teknologi seperti perangkat

(26)

keras dan perangkat lunak, serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Siswa juga diharapkan mampu memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam hal ini siswa juga diharapkan untuk memiliki kemampuan dalam menjalankan computer dan memahami penggunaan komputer.

e. Visual Literacy (Literasi Visual)

“Visual literacy means the skills and learning needed to view visual and audio/visual materials skeptically, critically, and knowledgeably”. Artinya literasi visual adalah pemahaman lanjutan antara literasi media dan literasi teknologi, yang memanfaatkan materi audio visual untuk kebutuhan belajar.

Berdasarkan panduan gerakan literasi sekolah dalam konteks SMA (Kemendikbud, 2016) contoh kegiatan literasi dipaparkan sebagai berikut:

Tabel 2.1 komponen literasi di SMA

No Komponen Contoh kegiatan

Tahap pembiasaan Tahap pengembangan

Tahap pembelajaran 1. Literasi dasar Membaca 15 menit

sebelum kegiatan belajar setiap hari

Mendiskusikan bacaan

Menuliskan analisis terhadap bacaan

2. Literasi perpustakaan

Mencari bahan pustaka yang diminati untuk kegiatan membaca 15 menit

Menggunakan perpustakaan sebagai sumber informasi dalam diskusi tentang bacaan

Mencantumkan daftar pustaka dalam laporan tugas/praktik setiap mata pelajaran.

3. Literasi media Membaca berita dari media cetak

Mendiskusikan berita dari media

Membuat komunitas

(27)

/daring dalam kegiatan membaca 15 menit

cetak/daring pembelajaran untuk diskusi dan berbagi informasi terkait

pemahaman mata pelajaran antaar teman , guru, dan antarsekolah 4. Literasi

teknologi

Membaca buku elektronik

Memberikan komentar terhadap buku elektronik

Setiap mata pelajaran memanfaatkan teknologi (komputasi, searching, dan share) dalam mengolah, menyaji,

melaporkan hasil kegiatan/laporan.

5. Literasi visual Membaca film atau iklan pendek

Mendiskusikan film atau iklan pendek

Menggunakan aplikasi

video/film dalam menyaji dan melaporkan kegiatan hasil praktik/diskusi/ob servasi melalui website sekolah, youtube, dan lain- lain.

2.2.3 Gerakan Literasi Sekolah

Dalam panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas (kemendikbud, 2016), Gerakan Literasi Sekolah merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik.

Dalam pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah yang menjadi contoh

(28)

pelaksanaannya adalah kegiatan membaca 15 menit sebelum jam pelajaran dimulai. Gerakan Literasi Sekolah memiliki tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut:

a. Tujuan umum

Tujuan umum gerakan literasi sekolah adalah untuk menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.

b. Tujuan khusus

- Menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah.

- Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat.

- Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan.

- Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.

2.2.4 Tahapan Gerakan Literasi Sekolah

Gerakan Literasi Sekolah yang dilaksanakan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dibagi menjadi tiga tahap, yakni : pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran (kemendikbud, 2016). Setiap tahap pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah memiliki tujuan yang berbeda-beda seperti berikut:

a. Tahap Pembiasaan

Kegiatan literasi di tahap pembiasaan, yakni membaca dalam hati. Secara umum kegiatan ini memiliki tujuan, antara lain:

1) Meningkatkan rasa cinta baca di luar jam pelajaran;

2) Meningkatkan kemampuan memahami bacaan;

3) Meningkatkan rasa percaya diri sebagai pembaca yang baik;

4) Menumbuhkembangkan penggunaan berbagai sumber bacaan.

(29)

Tujuan membaca dalam tahap ini lebih mengarah kedalam penumbuhan minat baca siswa melalui kegiatan membaca 15 menit. Dalam tahap pembiasaan, indikator yang harus dicapai siswa yaitu:

1) Melakukan kegiatan 15 menit membaca yang dilakukan setiap hari.

2) Kegiatan 15 menit membaca telah dilakukan selama minimal 1 semester.

3) Peserta didik memiliki jurnal membaca harian.

4) Guru, Kepala Sekolah, tenaga pendidik menjadi model dalam kegiatan membaca 15 menit dengan ikut membaca selama kegiatan berlangsung.

5) Ada perpustakaan, sudut baca di tiap kelas, dan area baca yang nyaman dengan koleksi buku nonpelajaran.

6) Ada poster-poster kampanye membaca di kelas, koridor, dan/area lain di sekolah.

7) Ada bahan kaya teks yang terpampang di tiap kelas.

8) Lingkungan yang bersih, sehat dan kaya teks. Terdapat poster-poster tentang pembiasaan hidup bersih, sehat, dan indah.

9) Sekolah berupaya melibatkan publik (orangtua, alumni, dan elemen masyarakat) untuk mengembangkan kegiatan literasi sekolah.

10) Kepala sekolah dan jajarannya berkomitmen melaksanakan dan mendukung gerakan literasi sekolah.

Indikator yang sudah dan belum tercapai dapat di gambarkan seperti tabel berikut:

Tabel 2.2 indikator tahap pembiasaan

No Indikator Sudah Belum

1. Melakukan kegiatan 15 menit membaca yang dilakukan setiap hari.

2. Kegiatan 15 menit membaca telah dilakukan selama minimal 1 semester

3. Peserta didik memiliki jurnal membaca harian 4. Guru, Kepala Sekolah, tenaga pendidik menjadi

model dalam kegiatan membaca 15 menit dengan ikut membaca selama kegiatan berlangsung

5. Ada perpustakaan, sudut baca di tiap kelas, dan area baca yang nyaman dengan koleksi buku nonpelajaran

6. Ada poster-poster kampanye membaca di kelas,

(30)

koridor, dan/area lain di sekolah

7. Ada bahan kaya teks yang terpampang di tiap kelas

8. Lingkungan yang bersih, sehat dan kaya teks.

Terdapat poster-poster tentang pembiasaan hidup bersih, sehat, dan indah

9. Sekolah berupaya melibatkan publik (orangtua, alumni, dan elemen masyarakat) untuk mengembangkan kegiatan literasi sekolah

10. Kepala sekolah dan jajarannya berkomitmen melaksanakan dan mendukung gerakan literasi sekolah

Untuk memenuhi indikator tersebut, maka dalam tahap pembiasaan harus memiliki prinsip yang wajib untuk dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Prinsip- prinsip kegiatan membaca dalam tahap pembiasaan dipaparkan sebagai berikut:

1) Guru menetapkan waktu 15 menit membaca setiap hari. Sekolah dapat memilih atau menjadwalkan waktu yang sesuai untuk melaksanakan kegiatan tersebut, baik di awal, tengah atau akhir pelajaran, tergantung pada jadwal dan kondisi sekolah.

2) Buku yang dibaca/dibacakan adalah buku nonpelajaran.

3) Peserta didik dapat diminta membawa bukunya sendiri dari rumah.

4) Buku yang dibaca/dibacakan adalah pilihan peserta didik sesuai minat dan kesenangannya.

5) Kegiatan membaca/membacakan buku di tahap ini tidak diikuti oleh tugas- tugas yang bersifat tagihan/penilaian.

6) Kegiatan membaca/membacakan buku ditahap ini dapat diikuti oleh diskusi informasi tentang buku yang dibaca/dibacakan.

7) Kegiatan ini dilakukan dalam keadaan santai, tenang dan menyenangkan.

8) Dalam kegiatan membaca selama 15 menit, guru sebagai pendidik juga ikut membaca buku.

Kegiatan-kegiatan membaca dalam tahap pembiasaan dibagi ke dalam beberapa jenis, diantaranya:

• Membaca 15 menit setiap hari melalui kegiatan:

1) Guru membacakan kutipan buku dengan nyaring dan mendiskusikannya 2) Peserta didik membaca mandiri.

(31)

Tujuan kegiatan ini adalah:

1) Memotivasi peserta didik untuk mau dan terbiasa membaca

2) Menunjukkan bahwa membaca merupakan kegiatan yang menyenangkan

3) Memperkaya kosakata (dalam bahasa tulisan)

4) Menjadi sarana berkomunikasi antara peserta didik dan guru 5) Mengajarkan strategi membaca

6) Guru sebagai teladan membaca (reading role model).

• Membaca buku dengan memanfaatkan peran perpustakaan Tujuannya adalah untuk:

1) Memperkenalkan proses membaca

2) Mengembangkan kemampuan membaca secara efektif

3) Meningkatkan kemampuan pemahaman bahan bacaan yang efektif.

Langkah-langkah membaca buku dengan memanfaatkan peran perpustakan dapat dilakukan dengan cara berikut:

1) Sebelum membaca : (1) berdasarkan informasi perpustakaan yang dijelaskan oleh pustakawan, peserta didik memilih buku yang tepat esuai dengan tugas yang diberikan guru mata pelajaran.(2) melakukan pra-baca dan baca ulang dengan tujuan mengetahui jalannya cerita.

2) Saat membaca : (1) mengingat pokok pikiran yang dituliskan dibuku, (2) membuat jembatan keledai untuk membantu mengingat isi buku.

3) Setelah membaca (1) membuat pokok pikiran dengan kalimat lengkap, (2) membuat peta cerita atau bingkai cerita, (3) membuat ringkasan lengkap atau synopsis buku.

• Membaca terpadu

Tujuan membaca terpadu adalah untuk meningkatkan pemahaman pesera didik terhadap bacaan, mampu menganalisis bacaan, memberi tanggapan dan mampu membaca mandiri.

• Membaca mandiri

(32)

Tujuannya adalah untuk mengasah kemandirian peserta didik dalam membaca, mengevaluasi kefasihan peserta didik memahami bacaan dan membangun tanggung jawab peserta didik.

b. Tahap Pengembangan

Dalam tahap pengembangan, peserta didik didorong untuk menunjukkan keterlibatan pikiran dan emosinya dengan proses membaca melalui kegiatan produktif secara lisan maupun tulisan, namun tidak dinilai secara akademik.

Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari kegiatan di tahap pembiasaan.

Tahap pengembangan memiliki tujuan sebagai berikut:

1) Mengasah kemampuan peserta didik dalam menanggapi buku pengayaan secara lisan dan tulisan;

2) Membangun interaksi antarpeserta didik dan antara peserta didik dengan guru tentang buku yang dibaca;

3) Mengasah kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis, analitis, kreatif, dan inovatif;

4) Mendorong peserta didik untuk selalu mencari keterkaitan antara buku yang dibaca dengan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya.

Selain memiliki tujuan, dalam tahap pengembangan tidak jauh berbeda dengan tahap pembiasaan maka tahap pengembangan juga memiliki prinsip seperti berikut:

1) Buku yang dibaca/dibacakan merupakan buku nonpelajaran dan merupakan buku yang diminati siswa.

2) Kegiatan membaca/membacakan buku dapat diikuti oleh tugas-tugas presentasi singkat, menulis sederhana, presentasi sederhana, kriya atau seni peran untuk menanggapi bacaan, yang disesuaikan dengan jenjang kemampuan peserta didik.

3) Tugas-tugas yang disebutkan diatas tidak nilai secara akademik.

4) Kegiatan membaca berlangsung dalam situasi menyenangkan.

5) Terbentuknya tim liiterasi sekolah (TLS). Dibentuknya TLS untuk menunjang keterlaksanaan berbagai kegiatan tindak lanjut GLS.

(33)

Dalam tahap pengembangan, kegiatan tindak lanjut dapat dilakukan secara berkala. Berkala yang dimaksudkan dalam hal ini adalah dapat dilakukan dalam jangka waktu misalnya 1-2 minggu sekali, jadi hal ini tidak dilakukan setiap hari. Berikut merupakan beberapa contoh kegiatan tindak lanjut dalam tahap pengembangan:

1) Menulis komentar singkat terhadap buku yang dibaca di jurnal membaca harian.

2) Bedah buku, yaitu kegiatan mengungkapkan kembali isi buku secara ringkas dengan memberikan saran terkait kekurangan dan kelebihan buku tersebut.

3) Reading award, yaitu member penghargaan ketika siswa dapat menyelesaikan tugas membaca dan menyelesaikan tugasnya. Tujuannya untuk memberikan motivasi kepada siswa agar dapat menambah lagi buku- buku yang dibaca.

4) Mengembangkan iklim literasi sekolah, yaitu dengan cara mengembangkan lingkungan social dan efektif, misalnya dengan mengadakan seminar tentang literasi.

Dalam tahap pengembangan, indikator yang harus dicapai adalah sebagai berikut:

1) Ada kegiatan 15 menit membaca: (1) membaca dalam hati dan/atau (2) membacakan nyaring, yang dilakukan setiap hari.

2) Ada berbagai kegiatan tindak lanjut dalam bentuk menghasilkan tanggapan secara lisan maupun tulisan.

3) Peserta didik memiliki portofolio yang berisi kumpulan jurnal tanggapan membaca.

4) Guru menjadi model dalam kegiatan 15 menit membaca dan ikut membaca selama kegiatan berlangsung

5) Tagihan lisan dan tulisan digunakan sebagai penilaian nonakademik 6) Jurnal tanggapan membaca peserta didik dipajang di kelas/koridor sekolah 7) Perpustakaan, sudut baca di tiap kelas, dan area baca yang nyaman dengan

koleksi buku nonpelajaran dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan literasi.

8) Ada penghargaan terhadap pencapaian peserta didik dalam kegiatan literasi secara berkala.

9) Ada poster-poster kampanye membaca.

10) Ada kegiatan akademik yang mendukung budaya literasi sekolah, misalnya:

wisata ke perpustakaan atau kunjungan perpustakaan keliling ke sekolah

(34)

11) Ada kegiatan perayaan hari-hari tertentu bertemakan literasi.

12) Ada Tim Literasi Sekolah yang dibentuk oleh Kepala Sekolah dan terdiri atas guru bahasa, guru mata pelajaran lain, dan tenaga kependidikan.

Ketercapaian indikator dalam tahap pengembangan, dapat digambarkan seperti tabel berikut:

Tabel 2.3 indikator tahap pengembangan

No Indikator Sudah Belum

1. Ada kegiatan 15 menit membaca: (1) membaca dalam hati dan/atau (2) membacakan nyaring, yang dilakukan setiap hari.

2. Ada berbagai kegiatan tindak lanjut dalam bentuk menghasilkan tanggapan secara lisan maupun tulisan.

3. Peserta didik memiliki portofolio yang berisi kumpulan jurnal tanggapan membaca

4. Guru menjadi model dalam kegiatan 15 menit membaca dan ikut membaca selama kegiatan berlangsung

5. Tagihan lisan dan tulisan digunakan sebagai penilaian nonakademik

6. Jurnal tanggapan membaca peserta didik dipajang di kelas/koridor sekolah

7. Perpustakaan, sudut baca di tiap kelas, dan area baca yang nyaman dengan koleksi buku nonpelajaran dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan literasi

8. Ada penghargaan terhadap pencapaian peserta didik dalam kegiatan literasi secara berkala.

9. Poster-poster kampanye membaca

10. Ada kegiatan akademik yang mendukung budaya literasi sekolah, misalnya: wisata ke perpustakaan atau kunjungan perpustakaan keliling ke sekolah

11. Ada kegiatan perayaan hari-hari tertentu bertemakan literasi

12. Ada Tim Literasi Sekolah yang dibentuk oleh Kepala Sekolah dan terdiri atas guru

(35)

bahasa, guru mata pelajaran lain, dan tenaga kependidikan

c. Tahap Pembelajaran

Kegiatan literasi sekolah dalam tahap pembelajaran bertujuan untuk:

1) Mengembangkan kemampuan memahami teks dan mengkaitkannya dengan pengalaman pribadi sehingga terbentuk pribadi pembelajar sepanjang hayat;

2) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis; dan

3) Mengolah dan mengelola kemampuan komunikasi secara kreatif dalam bentuk verbal, tulisan, visual dan digital melalui kegiatan menanggapi teks buku bacaan dan buku pelajaran.

Berdasarkan tujuan diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi tujuan dalam tahap pembelajaran dalam berliterasi adalah untuk menumbuhkembangkan cara berpikir siswa agar menjadi lebih kreatif melalui buku bacaan dan buku pelajaran.

Beberapa prinsip yang perlu dalam tahap pembelajaran, antara lain:

1) Buku yang menjadi bahan bacaan dapat berupa buku pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus, atau teks multimedia, dan juga dapat membaca buku yang berkaitan dengan mata pelajaran tertentu;

2) Ada tagihan yang bersifat akademik, namun apabila terkait dengan mata pelajaran.

Prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan berikut merupakan pedoman dalam melaksanakan kegiatan berliterasi dalam tahap pembelajaran dan diharapkan agar prinsip tersebut dapat diikuti oleh pelaksana gerakan literasi sekolah agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam melaksanakan prinsip dan untuk mencapai tujuan maka dilakukan kegiatan sebagai berikut:

(36)

1) 15 menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui kegiatan membaca nyaring, membaca dalam hati, membaca bersama, dan membaca terpandu diikuti kegiatan lain dengan tagihan non=akademik atau akademik.

2) Kegiatan literasi dalam pembelajaran dengan tagihan akademik

3) Melaksanakan berbagai strategi untuk memahami teks dalam semua mata pelajaran

4) Menggunakan lingkungan fisik, social dan afektif, dan akademik disertai beragam bacaan yang kaya literasi di luar buku teks pelajaran untuk memperkaya pengetahuan dalam mata pelajaran.

5) Penulisan biografi siswa-siswa dalam satu kelas sebagai proyek kelas.

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap pembelajaran, dapat dinilai secara akademik. Untuk menentukan ketercapaian kegitan literasi dalam tahap pembelajaran maka dibuat indikator. Indikator-indikator yang digunakan adalah antara lain:

1) Kegiatan membaca 15 menit sudah membudaya dan menjadi kebutuhan semua warga sekolah.

2) Kegiatan 15 menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran diikuti kegiatan lain dengan tagihan non-akademik atau akademik.

3) Ada pengembangan berbagai strategi membaca.

4) Kegiatan membaca buku non pelajaran yang terkait dengan mata pelajaran dilakukan oleh murid dan guru, perbedaannya ada tagihan akademik untuk peserta didik.

5) Ada kegiatan tindak lanjut dalam bentuk menghasilkan tanggapan secra lisan maupun tulisan.(tagihan akademik)

6) Melaksanakan berbagai strategi untuk memahami teks dalam semua mata pelajaran, misalnya dengan menggunakan graphic organizers.

7) Tagihan lisan dan tulisan digunakan sebagai penilaian akademik.

8) Peserta didik menggunakan lingkungan fisik, social, afektif, dan akademik disertai beragam bacaan yang kaya literasi diluar buku mata pelajaran untuk memperkaya pengetahuan dalam mata pelajaran.

9) Jurnal tanggapan peserta didik dari hasil membaca buku bacaan dan buku pelajaran yang dinilai secara akademik dipajang di kelas dan/atau koridor sekolah.

10) Ada penghargaan terhadap pencapaian peserta didik dalam kegiatan berliterasi, yang dilihat dari tagihan akademik.

11) Ada poster-poster kampanye membaca untuk memperluas pemahaman dan tekat warga sekolah untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat.

(37)

12) Ada unjuk karya, yaitu hasil dari kemampuan peserta didik dalam berliterasi yang akan ditampilkan dalam perayaan hari-hari tertentu yang bertemakan literasi.

13) Perpustakaan sekolah menyediakan beragam buku bacaan.

14) Tim literasi sekolah bertugas melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan asesmen program literasi sekolah.

15) Sekolah berjejaring dengan pihak eksternal untuk pengembangan program literasi sekolah dan pengembangan professional warga sekolah tentang literasi.

Ketercapaian indikator dalam tahap pembelajaran, dapat digambarkan seperti tabel berikut:

Tabel 2.4 indikator tahap pembelajaran

No Indikator Sudah Belum

1. Kegiatan membaca 15 menit sudah

membudaya dan menjadi kebutuhan semua warga sekolah

2. Kegiatan 15 menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran diikuti kegiatan lain dengan tagihan non-akademik atau akademik 3. Ada pengembangan berbagai strategi membaca 4. Kegiatan membaca buku non pelajaran yang

terkait dengan mata pelajaran dilakukan oleh murid dan guru, perbedaannya ada tagihan akademik untuk peserta didik

5. Ada kegiatan tindak lanjut dalam bentuk menghasilkan tanggapan secra lisan maupun tulisan.(tagihan akademik)

6. Melaksanakan berbagai strategi untuk memahami teks dalam semua mata pelajaran, misalnya dengan menggunakan graphic organizers

7. Tagihan lisan dan tulisan digunakan sebagai penilaian akademik

8. Peserta didik menggunakan lingkungan fisik, social, afektif, dan akademik disertai beragam bacaan yang kaya literasi diluar buku mata pelajaran untuk memperkaya pengetahuan dalam mata pelajaran

9. Jurnal tanggapan peserta didik dari hasil

(38)

membaca buku bacaan dan buku pelajaran yang dinilai secara akademik dipajang di kelas dan/atau koridor sekolah

10. Ada penghargaan terhadap pencapaian peserta didik dalam kegiatan berliterasi, yang dilihat dari tagihan akademik

11 Ada poster-poster kampanye membaca untuk memperluas pemahaman dan tekat warga sekolah untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat

12. Ada unjuk karya, yaitu hasil dari kemampuan peserta didik dalam berliterasi yang akan ditampilkan dalam perayaan hari-hari tertentu yang bertemakan literasi.

13. Perpustakaan sekolah menyediakan beragam buku bacaan

14. Tim literasi sekolah bertugas melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan asesmen program literasi sekolah

15. Sekolah berjejaring dengan pihak eksternal untuk pengembangan program literasi sekolah dan pengembangan professional warga sekolah tentang literasi

Jika indikator yang ditetapkan dapat dicapai dan terpenuhi, maka sekolah atau kelas dapat mempertahankan kreatifitas dan inovatif siswa. Selain itu, sekolah juga dapat menjadi contoh bagi sekolah-sekolah lainnya.

2.2.5 Tim Literasi Sekolah

Tim literasi sekolah adalah terdiri atas orang-orang yang memiliki tugas dan tanggung jawab dibidang masing-masing. Secara rinci tim literasi sekolah dapat diorganisasikan sebagai berikut:

a. Kepala Sekolah menugaskan tim dengan surat penugasan resmi.

b. Tim literasi terdiri atas: wakil, kepala perpustakaan, staf sarana prasarana, guru bahasa, dan tenaga kependidikan.

c. Tim bertugas merancang, melaksanakan, melaporkan, dan mengevaluasi pelaksanaan gerakan literasi di sekolah.

(39)

d. Dalam melaksanakan tugas, tim berkoordinasi dengan wali kelas, BK, dan bagian kesiswaan.

e. Pembiayaan terkait ATK, penyediaan buku, dokumentasi, dan bahan/alat habis pakai menggunakan sumber pembiayaan BOS (pemerintah dan pemerintah daerah) dan sumber lain sesuai peraturan yang berlaku.

f. Tim berada di bawah koordinasi langsung kepala sekolah.

Berdasarkan prinsip diatas maka dapat disimpulkan bahwa tombak utama dalam tim pelaksana literasi sekolah adalah Kepala Sekolah, karena setiap kegiatan yang dilakukan oleh tim berada dibawah koordinasi Kepala Sekolah.

Peran tim literasi sekolah dalam mengembangkan kegiatan literasi sekolah mengkoordinasikan kegiatan pengembangan literasi sekolah bekerja sama dengan kepala sekolah, pustakawan, dan guru kelas.

2.2.6 Landasan Filosofi dan Landasan Hukum

Dikutip langsung dari Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah, GLS memiliki landasan filosofi dan landasan hukum, yakni:

a. Landasan Filosofi

Sumpah Pemuda butir ke tiga (3) menyatakan,”menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia yang memiliki makna pengakuan terhadap keberadaan ratusan bahasa daerah yang memiliki hak hidup dan peluang penggunaan bahasa asing sesuai dengan keperluannya.”

1) Butir ini menegaskan pentingnya pembelajaran berbahasa dalam pendidikan nasional.

2) Konvensi PBB dalam hak anak pada tahun 1989 tentang pentingnya penggunaan bahasa ibu. Indonesia yang memiliki beragam suku bangsa,

(40)

khususnya mikrokultur-mikrokultur tertentu perlu difasilitasi bahasa ibu saat mereka memasuki pendidikan dasar kelas rendah.

3) Konvensi PBB di Praha tahun 2003 tentang kecakapan literasi dasar dan kecakapan perpustakaan yang efektif merupakan kunci bagi masyarakat yang literat dalam menghadapi derasnya arus informasi teknologi.

b. Landasan Hukum

1) UUD 1945, Pasal 31, ayat 3: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

6) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.

(41)

7) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah.

8) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah (SMA/MA).

9) PERATURAN Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.

10) Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015-2019.

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif ialah suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematik, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu ( Sukaria, 2011:23). Seperti yang telah dijelaskan dalam pengertian di atas, bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan hanya sebatas mengumpulkan data-data yang apa adanya dan mendeskripsikannya dengan tepat. Sedangkan yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya dan bertujuan mengungkapkan gejala secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci ( Eko, 2015:8). Penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bertujuan untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan fenomena yang terjadi di lapangan tempat peneliti melakukan penelitian.

Oleh karena itu, peneliti akan mendeskripsikan pelaksanaan program Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan.

Dari hasil penelitian tersebut akan diperoleh data mengenai pelaksanaan Program Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1

(43)

Medan dan faktor pendukung beserta faktor penghambat dalam pelaksanaan Program Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan yang beralamat di Jalan Stadion Teladan No.23, Teladan Baru, Medan Kota, Kota Medan, Sumatera Utara 20214. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2018.

3.3 Karakteristik Informan

Dalam penelitian ini, ketentuan dalam memilih informan digunakan teknik purposive sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik dan tujuan yang ditetapkan, dan yang menjadi informan penelitian adalah 9 orang yang terdiri dari kepala sekolah, pustakawan sekolah, guru akademik, dan beberapa siswa. Sedangkan yang menjadi objeknya adalah situasi sosial dan intraksi sosial yang menggambarkan pelaksanaan program gerakan literasi sekolah.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu teknik observasi, wawancara dan dokumentasi.

(44)

a. Wawancara

Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara dengan orang-orang tertentu yang memiliki data atau informasi yang dibutuhkan ( Sukaria, 2011: 64). Orang-orang yang dimaksud tersebut adalah responden. Wawancara dapat dilakukan secara personal yang disebut dengan face to face, dan juga melalui media telepon ataupun social media lainnya. Selain itu, wawancara juga dapat dilakukan secara tidak terstruktur dan terstruktur. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara tersruktur, yaitu wawancara yang dilakukan dengan menggunkan pedoman yang disusun menurut setting pertanyaan tertentu.

b. Observasi

Observasi adalah langkah awal dimana peneliti melakukan pengamatan terhadap fenomena. Sasaran dari observasi adalah untuk menemukenali gejala adanya masalah yang sedang dihadapi ( Sukaria, 2011: 56). Oleh karena itu, observasi sangat penting untuk dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data dari lapangan yang sebenarnya karena data tersebut merupakan hasil pengamatan langsung oleh si peneliti.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah studi dokumen sebagai pelengkap dari penggunaan metode wawancara dan observasi. Dokumen tersebut dapat berupa foto, audio, video, dan lain-lain (Sugiyono, 2013: 224). Dokumen tersebut akan

(45)

digunakan sebagai suatu bukti data yang mendukung pengamatan peneliti di lapangan.

3.5 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrument penelitian adalah si peneliti sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrument memiliki fungsi menetapkan focus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan dari temuannya ( Sugiyono, 2013). Selain itu dalam penelitian kualitatif, peneliti juga harus menggunakan pedoman dalam mengumpulkan data. Pedoman yang dapat digunakan dapat berupa pedoman wawancara yang dapat membantu peneliti dalam mengumpulkan data di lapangan.

Oleh karena itu, peneliti menyusun kisi-kisi instrumen untuk menjadi landasan dan membantu peneliti dalam pengumpulan data. Kisi-kisi tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 3.1 instrumen penelitian

No Aspek Yang Diteliti Teknik

1. Pelaksanaan Program Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan

a. Sosialisasi program

b. Sumber daya manusia yang terlibat c. Alokasi anggaran dan waktu dalam

pelaksanaan kebijakan

d. Komitmen dari agen pelaksana e. Struktur birokrasi

Dokumentasi dan wawancara.

2. Faktor pendukung dan penghambat Pelaksanaan Program Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas Swasta

Wawancara

(46)

Parulian 1 Medan.

a. Faktor pendukung Pelaksanaan Program Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan

b. Faktor penghambat Pelaksanaan Program Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan.

3. Ketercapaian indikator penelitian yang diperoleh dari tahapan Pelaksanaan Program Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan

a. Indikator tahap pembiasaan b. Indikator tahap pengembangan c. Indikator tahap pembelajaran

Observasi, wawancara dan dokumentasi

3.6 Teknik Analasis Data

Data penelitian dikumpulkan dan dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Analisis data dapat dilakukan dengan menggunakan model kualitatif dari Miles dan Hubberman ( Sugiyono, 2007: 337) seperti yang sering digunakan adalah:

a. Reduksi Data (data reduction)

Peneliti memilih data yang relevan, penting dan bermakna, dan data yang tidak berguna, untuk menjelaskan apa yang menjadi sasaran analisis. Lalu menyederhanakan dengan membuat fokus, klasifikasi, dan abstraksi data.

b. Sajian Deskripsi Data (display data)

Menyajikan data secara deskriptif tentang apa yang ditemukan dalam analisis, dan diwujudkan dalam bentuk narasi. Alur sajiannya dibuat secara sistematik.

c. Penyimpulan/Penarikan Kesimpulan (conclusions : drawing/verifying)

(47)

Penarikan kesimpulan atas apa yang disajikan merupakan intisari dari analisis yang memberikan pernyataan.

Teknik analisis dari dalam penelitian ini menggunakan analisis data model Miles dan Huberman dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 : teknik analisis data model Miles dan Huberman 3.7 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan tringulasi data, menganalisis data-data yang diperoleh dari hasil wawancara, membandingkan hasil pengamatan dengan hasil wawancara yang didapat dari informan serta membandingkan dengan dokumen. Metode tringulasi merupakan salah satu metode yang paling umum digunakan dalam uji validitas penelitian kualitatif, tringulasi dilakukan berdasarkan wawancara dengan informan dan studi dokumentasi oleh peneliti dalam mengamati kejadian atau fakta yang ada di lapangan. Triangulasi data merupakan upaya peneliti untuk mengakses sumber-sumber yang lebih bervariasi guna memperoleh data berkenaan dengan persoalan yang sama. Teknik ini dilakukan yaitu untuk menguji data yang diperoleh dari satu sumber atau dibandingkan dengan data yang diperoleh dari sumber lain agar diketahui tingkat validitas dan reabilitas data dengan

(48)

menggunakan metode yang berbeda ( Pawito, 2007:99). Beberapa proses triangulasi yang dapat dilakukan diantaranya:

1. Tringulasi data

Triangulasi data menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, hasil wawancara, dan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di SMA Swasta Parulian 1 Medan

2. Triangulasi teori

Triangulasi teori menggunakan berbagai teori untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat. Pada penelitian ini

penggunaan teori telah dijelaskan di bab II untuk digunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut.

3. Triangulasi metode

Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang berbeda, dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan metode wawancara dan observasi. Peneliti melakukan wawancara dengan informan yang sudah ditentukan serta didukung dengan observasi di SMA Swasta Parulian 1 Medan.

(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Profil Sekolah

Lokasi penelitian ini adalah di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan yang terletak di Jalan Stadion/Jati I No.23, Teladan Barat, Medan Kota, Kota Medan, Sumatera Utara 20217. Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan didirikan pada tahun 1966 dan bangunan sekolah merupakan milik sendiri seluas 2128 M persegi. Waktu penyelenggaraan sekolah di sSekolah Menengah Atas Parulian 1 Medan adalah pagi hari. Sekolah ini memiliki struktur organisasi yang jelas, secara umum struktur organisasi di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan adalah sebagai berikut:

Bagan 4.1 Struktur Organisasi Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan

Bp. Yayasan Kepala Sekolah

Wakil Kepala Sekolah

Dinas Pendidikan

Dewan Komite Tata Usaha

Pks Kurikulum

Guru Matapelajaran Pengurus Osis

Wali kelas

Pks Kesiswaan Pks Sarana&Prasarana Pks Humas

(50)

Struktur organisasi yang tersebut diatas, dapat dideskripsikan sebagai berikut:

BP Yayasan

Kepala sekolah :Tropinus Tambunan, S.Pd,MM

Wakil Kepala Sekolah : Drs. Nelson Siregar

Dewan Komite : Drs. Yosua Siburian

Tata Usaha : Rahma Yeni, S.Pd

Jatman Siregar S.Kom

PKS Kurikulum : Drs. Nelson Siregar

PKS Kesiswaan : Marlina Siahaan, S.Pd

PKS Sarana dan Prasarana : Dra. Karolina

PKS Humas : Tandana Bangun, S.Pd

Wali Kelas X-A : Esterida Munthe, S.Pd

Wali Kelas X-B : Sary M. Sitompul, S.Pd

Wali Kelas X-C : Marlina Siahaan, S.Pd

Wali Kelas XI-IPA 1 : Sartika Silalahi, S.Pd Wali Kelas XI-IPA 2 : Jendro Sitorus, S.Si Wali Kelas XI-IPS : Lestari Hutasoit, S.Pd Wali Kelas XII-IPA 1 : Hotjon Nababan, S.Pd Wali Kelas XII-IPA 2 : Henni Manalu, S.Pd K Wali Kelas XII-IPS : Gortap Sinaga

Guru Mata Pelajaran Agama : Henni Manalu, S.Pd K

(51)

Rosmawar

Guru Mata Pelajaran Matematika : Tropinus Tambunan, S.Pd, MM Drs. Nelson Siregar

Marlina Siahaan, S.Pd Ronal Simaremare, S.Si Guru Mata Pelajaran Ekonomi : Tandana Bangun, S.Pd

Toni Aritonang, S.Pd Sanita Sitepu, S.Pd Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris : Ir. Freddy Tambunan

Esterida Munthe, S.Pd Rona Sihombing, S.S Guru Mata Pelajaran Bahasa IBP : Resti S Simatupang, S.Pd

Tandana Bangun, S.Pd Marihot Sinurat, BA

Guru Mata Pelajaran Pendidikan kewarganegaraan : Drs. Soritua Sihaloho Guru Mata Pelajaran Biologi : Jendro Sitorus, S.Si

Guru Mata Pelajaran BHS. TIK :Enriwanto Simbolon, S.Kom Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia : Sahap Sinambela, S.Pd

Sartika Silalahi, S.Pd Guru Mata Pelajaran Fisika : Pestaria Silaban, S.Pd

Elida Tambunan, M.Pd Guru Mata Pelajaran Geografi : Lestari W. Hutasoit, S.Pd

(52)

Guru Mata Pelajaran Keterampilan : Drs. Karolina Guru Mata Pelajaran Bahasa Mandarin : Mirahyani, S.S

Guru Mata Pelajaran Kimia : Sary M Sitompul, S.Pd Guru Mata Pelajaran Seni Budaya : Drs. Parlindungan Guru Mata Pelajaran Sosiologi : Gortap Sinaga, S.S Guru Mata Pelajaran Penjaskes : Hotjon Nababan, S.Pd Petugas Laboratorium Bahasa : Ir. Freddy Tambunan

Esterida Munthe, S.Pd Rona BSD Sihombing, SS

Pengurus OSIS : Siswa

4.1.2 Visi dan Misi Sekolah

Ketika mendirikan sebuah organisasi atau sekolah, maka terlebih dahulu sudah ditentukan apa yang akan menjadi target dan tujuan organisasi tersebut didirikan. Oleh karena itu, Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan merumuskan visi dan misi sekolah tersebut sebagai berikut:

1. Visi Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan adalah mendidik putra-putri bangsa agar:

a. Unggul dan berprestasi dalam ilmu pengetahuan serta beriman b. Sehat badani, pikiran,dan rohaninya

2. Misi Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan

(53)

a. Sebagai mitra pemerintah mendidik anak-anak bangsa yang cakap, trampil dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

b. Mencerdaskan kehidupan anak-anak bangsa melalui pembelajaran agar mempunyai SDM yang berkualitas dan kompetitif.

c. Melaksanakan pembelajaran melalui kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

d. Melaksanakan pembinaan mental, spiritual para siswa agar menjadi manusia yang berprestasi dan berbudi pekerti yang luhur.

e. Melaksanakan kegiatan ekstrakulikuler kepada para siswa dalam rangka pengembangan diri melalui pembinaan bakat/ potensi yang dimilikinya, misalnya PKS, UKS, olahraga prestasi, retreat, karya wisata dan kunjungan study, maupun penelitian pendidikan.

f. Meningkatkan kualitas para pendidik (guru) melalui pembinaan misalnya: diklat, MGMP, seminar, penelitian dan supervise.

g. Membina dan mengarahkan kedisiplinan para pendidik dalam membuat / menyusun perangkat persiapan pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

4.1.3 Kurikulum Sekolah

Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan menerapkan kurikulum 2013 atau yang sering disebut sebagai K-13. Kurikulum ini merupakan kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menggantikan kurikulum

(54)

2006. Kurikulum 2013 memiliki empat aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap dan perilaku.

4.1.4 Jumlah Siswa Dan Ruangan di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan

Jumlah kelas dan jumlah siswa di Sekolah Menengah Atas Parulian 1 Medan adalah 7(tujuh) kelas dan jumlah siswa secara keseluruhan adalah 273 siswa. Pembagian jumlah kelas dan siswa di Sekolah Menengah Atas Parulian 1 Medan dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 4.1 Jumlah kelas/jumlah siswa Sekolah Menengah Atas Parulian 1 Medan Kelas Jumlah kelas Jumlah siswa

L P Jumlah

A X 3 53 41 94

B XI.IA 2 20 43 63

C XI.IS 1 20 16 36

D XII.IA 2 30 27 57

E XII.IS 1 10 20 30

Jumlah 9 133 147 280

Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan juga memiliki 15 ruangan yang diantaranya 11 ruangan teori kelas, 1 ruangan laboratorium, dan 2 ruangan tata usaha dan guru. Selain itu terdapat juga 3 ruangan yang digunakan untuk hal-hal lain. Sekolah Menengah Atas

(55)

Swasta Parulian 1 Medan juga memiliki halaman atau lapangan sekolah yang digunakan sebagai tempat upacara bendera, baris-berbaris, dan berolahraga.

4.1.5 Potensi Guru dan Karyawan di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan

Setiap sekolah tentu memiliki sumber daya manusi yang berpotensi, baik itu dari guru atau karyawan. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan menunjukkan bahwa di Sekolah Menengah Atas Parulian 1 Medan memiliki tenaga pengajar/guru yang berjumlah 38 orang dan sudah termasuk kepala sekolah, wakil kepala sekolah, wali kelas dan guru tambahan, seperti bahasa Mandarin. Masing-masing kelas memiliki wali kelas. Rata-rata strata pendidikan tenaga pendidik di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 adalah strata 1 (S1) namun ada beberapa tenaga pendidik yang jenjang pendidikannya mencapai strata 2 (S2) dan strata 3 (S3).

Selain guru/tenaga didik, sekolah tersebut juga memiliki karyawan yang berjumlah 5 (lima) orang, 2 (dua) orang di bidang tata usaha dan 3 (tiga) orang di petugas laboratorium bahasa. Jadi jumlah keseluruhan sumber daya manusia di sekolah tersebut adalah 43 (empat puluh tiga) orang. Penerimaan tenaga pendidik dan karyawan di Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian 1 Medan akan terlebih dahulu diseleksi

(56)

oleh pihak sekolah, dan apabila sesuai dengan persyaratan yang ditentukan maka akan diterima sebagai tenaga pendidik atau karyawan.

4.1.6 Tata Tertib Sekolah Menengah Atas Parulian 1 Medan

a. Semua murid harus masuk sekolah selambat-lambatnya 5 menit sebelum bel berbunyi (bel masuk 07.15)

b. Murid yang datang terlambat tidak diperkenankan langsung masuk kelas. Melainkan harus melapor terlebih dahulu kepada guru piket/

wakasek kesiswaan/ guru BP/BK, pintu gerbang akan ditutup pukul 07.25 dan jika murid hadir pukul 07.25-07.45 harus melapor dan dihukum dengan Literasi (membuat resume dari buku yang dibaca, atau mengarang/menulis minimal 300 kata), lewat dari pukul 07.45 dipulangkan dan dianggap absen.

c.

- Murid absen, hanya karena benar-benar sakit atau ada keperluan yang sangat penting/tidak bisa diwakilkan dibuktikan dengan surat yang sah dan jelas.

- Urusan keluarga harus dikerjakan diluar sekolah atau waktu libur sehingga tidak menggunakan hari sekolah

- Murid yang absen pada waktu masuk kembali harus melapor kepada Kepala Sekolah

Gambar

Tabel 2.1  komponen literasi di SMA
Tabel 2.2  indikator tahap pembiasaan
Tabel 2.3  indikator tahap pengembangan
Tabel 2.4  indikator tahap pembelajaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Winatapura (2005) model diartikan sebagai kerangka prosedural yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model pembelajaran yang di maksud

Surat izin gubernur tersebut juga dipandang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Di dalam pelaksanaan gerakan literasi sekolah guru memiliki peran penting dalam setiap kegiatannya, pelaksanaan evaluasi pada gerakan literasi sekolah dilakukan dengan

Hasil observasi dan pengamatan yang dilakukan, didapatkan bahwa proses pembelajaran belum sesuai dengan yang diharapkan karena masih terdapat

Pengisian formulir WP merah oleh supervisor user sesuai dengan daftar periksa yang tertera di formulir WP merah perusahaan saat akan dilakukannya pekerjaan panas,

Sebelum praktikan masuk ke kelas untuk melakukan proses pembelajaran, hari sebelumnya praktikan berkonsultasi terlebih dahulu dengan guru pembimbing mengenai materi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 32 responden diperoleh hasil: “faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kesulitan belajar mahasiswa semester IV

ketidakberhasilan dalam proses pembangunan. Dalam rangka realisasi kebijakan penanggulangan kemiskinan Pemerintah Kabupaten Sragen melalui Unit Pelayanan Terpadu