• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inventarisasi Sumberdaya Alam

N/A
N/A
rindaaul utamii

Academic year: 2022

Membagikan "Inventarisasi Sumberdaya Alam"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTEK KULIAH LAPANGAN

Studi Kasus: Inventarisasi Sumberdaya Alam Kabupaten Klaten Dengan Pendekatan Ekoregion

Final Assignment of Environmental Management Graduate School of Environment Science Magister Program of Environmental Management

Oleh:

THERESA AGUSTINA ANA NICO NIM: 13/359526/PMU/8113

Dosen Pengampu:

Dr. Ir. Langgeng Wahyu Santosa, M.Si

GRADUATE OF SCHOOL GADJAH MADA UNIVERSITY

Y O G Y A K A R T A

2014

(2)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 2 | 30 DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... 2

DAFTAR TABEL ... 3

DAFTAR GAMBAR ... 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 4

1.2. Tujuan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Lingkungan Hidup ... 6

2.2. Konsep Ekoregion ... 7

2.3. Bentuklahan (Landform) ... 9

2.4. Potensi Sumberdaya Alam ... 12

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 13

3.1. Bentuklahan Dataran Fluvial... 14

3.2. Bentuklahan Aluvial-Rawa ... 16

3.2. Bentuklahan Vulkanik-Tekuk lereng ... 20

3.2. Upaya Pengelolaan Lingkungan Berbasis Ekoregion ... 25

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan ... 28

4.2. Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(3)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 3 | 30 DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Titik koordinat lokasi survei di daerah kajian ... 13

Tabel 3.2. Data pengukuran kualitas air lokasi survei ... 13

Tabel 3.3. Nilai Daya Hantar Listrik air sumur warga sekitar Rowo Jombor... 20

Tabel 3.4. Rekapitulasi distribusi debit mataair Umbul Ingas ... 21

Tabel 3.5. Data pengukuran kualitas air di ekoregion Vulkanik-tekuk lereng mataair Umbul Ingas, Kelurahan Cokro, Kabupaten Klaten ... 22

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Hubungan antara komponen lingkungan ... 6

Gambar 2.2. Klasifikasi bentuklahan ... 9

Gambar 2.3. Model perkembangan landform ... 10

Gambar 2.4. Prosedur pembuatan peta satuan bentuklahan ... 12

Gambar 3.1. Hasil pengukuran Daya Hantar Listrik titik pertama ... 14

Gambar 3.2. Lokasi titik observasi pertama ... 15

Gambar 3.3. Aliran air sungai ... 15

Gambar 3.4. Zona aliran sungai ... 17

Gambar 3.5. Rumah makan Rowo Jombor ... 17

Gambar 3.6. Klasifikasi air sadah ... 19

Gambar 3.7. Pengambilan Sampel Air Sumur ... 19

Gambar 3.8. Klasifikasi air berdasarkan harga DHL ... 20

Gambar 3.9. PDAM Solo pemasok air untuk Solo... 21

Gambar 3.10. Kriteria Kualitas Air Minum ... 24

Gambar 3.11. Tampungan air suplai PDAM Solo ... 25

(4)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 4 | 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Magister Pengelolaan Lingkungan UGM merupakan pusat pendidikan magister pengelolaan lingkungan profesional yang berkualitas, berpandangan ke depan dan berfikiran global (visioner), mempunyai moralitas dan integritas tinggi, mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dan mempunyai keunggulan serta mampu bersaing secara nasional maupun internasional sehingga menghasilkan lulusan (Ahli Lingkungan Profesional) yang unggul, cerdas, tanggap, dan cakap dalam merespon berbagai permasalahan lingkungan secara cepat dan tepat.

Berbagai permasalahan lingkungan yang telah terjadi membawa konsekuensi yang lebih cenderung bersifat merugikan (negatif) berupa degradasi lingkungan dalam arti luas, selain itu kehidupan masyarakat senantiasa berkaitan erat dengan tatanan alami suatu ekoregion. Pendekatan ekoregion akan memberi ruang bagi tumbuhnya hukum lokal yang sesuai dengan karakteristik daerah, menyediakan proses-proses komunikasi di dalam masyarakat (lokal) untuk mendorong terselesaikannya masalah open access sumber daya alam melalui kepastian hak atas sumber daya alam.

Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan yang kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), sebagai amanah bagi seluruh lapisan masyarakat Bangsa Indonesia dalam kaitannya dengan berbagai rencana yang dirumuskan dan tindakan yang dilaksanakan dalam setiap gerak laju pembangunan pada masa-masa yang akan datang sebagai pijakan utama untuk menentukan kebijakan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia.

(5)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 5 | 30

1.2. Tujuan

Praktek kuliah dalam mata Kuliah Manajemen Lingkungan ini memiliki tujuan sebagai berikut ini.

1. Mengkaji berbagai permasalahan sumberdaya alam yang terdapat di lapangan, sehingga didapatkan gambaran umum aspek-aspek dalam pengelolaan lingkungan.

2. Mengembangkan teknologi komunikasi dan informasi (Information and Communication Technology) dalam inventarisasi lingkungan, merespon isu-isu lingkungan global, penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), dan mewujudkan Sistem Informasi Lingkungan (SIL) sebagai bagian yang terintegrasi dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan.

(6)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 6 | 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Lingkungan Hidup

Pengertian lingkungan hidup berdasarkan Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun 2009 adalah:

“kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.”

Pengertian tersebut sesuai seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Hubungan antara komponen lingkungan Sumber: Santoso, 2010

Menurut Tandjung dan Gunawan (2006), komponen lingkungan hidup disusun oleh 3 komponen seperti pada Gambar 2.1. seperti dijelaskan sebagai berikut:

(7)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 7 | 30

(1) lingkungan abiotik atau lingkungan fisik terdiri dari unsur-unsur air, udara, lahan dan energi serta bahan mineral terkandung di dalamnya;

(2) lingkungan biotik atau lingkungan hayati yang terdiri dari unsur-unsur hewan, tumbuhan, dan margasatwa lainnya serta bahan baku hayati industri; dan

(3) lingkungan kultural (sosial, ekonomi dan budaya) terdiri dari unsur-unsur sistem-sistem sosial, ekonomi dan budaya serta kesejateraan.

Komponen lingkungan abiotik yang terdiri atmosfer, litosfer, pedosfer, hidrofer, dan oceanosfer dan lingkungan biotik terdiri dari flora dan fauna serta lingkungan kultural yang menyangkut manusia dan peradabannya saling terkait dan saling memberikan pengaruh antara satu dan lainnya (Tandjung dan Gunawan, 2003).

2.2. Konsep Ekoregion

Santosa (2010), menyatakan bahwa proses-proses geomorfik meninggalkan bekas yang nyata pada bentuklahan, dan setiap proses geomorfik yang berkembang akan memberi karakteristik tertentu yang spesifik pada bentuklahan atau dengan memahami bentuklahan yang ada maka dapat dianalisis proses-proses geomorfologi yang telah bekerja sebelumnya, atau dapat dikatakan: “The present is the key to the past and the present is the key to the future”. Dinamika bentuklahan ini diikuti dengan berbagai perubahan pada struktur dan proses dalam batuan penyusunnya, sehingga pada akhirnya berpengaruh terhadap perubahan karakteristik bentanglahan.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Ekoregion didefinisikan sebagai wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Ekoregion merupakan geografi ekosistem yang mempunyai pola susunan berbagai ekosistem dan proses di antara ekosistem tersebut yang terikat dalam suatu satuan geografis. Sesuai dengan

(8)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 8 | 30

definisi tersebut, maka penetapan batas ekoregion tidak berdasarkan pada batas wilayah administrasi. Pada dasarnya dalam penetapan Ekoregion Nasional Indonesia dilakukan pembagian wilayah NKRI yang ditetapkan berdasarkan karakteristik fisik yang terbentuk oleh sejarah geologi yang menyebabkan terjadinya persamaan dan perbedaan pada karakteristik biotiknya yang saling berinteraksi baik di wilayah darat maupun laut. Tahapan yang dilakukan dalam penetapan ekoregion tersebut meliputi: (1) pemilihan parameter deliniator dan deskriptor; (2) penyusunan hierarki; penamaan ekoregion; serta (3) pemetaan dan penyusunan deskripsi.

Kementerian Lingkungan Hidup sebagai penyandang amanat Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 menetapkan ekoregion bekerjasama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) dan didukung oleh instansi pemerintah terkait, pakar dari perguruan tinggi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Pembahasan ekoregion Indonesia oleh berbagai sektor terkait dan para pakar telah menyepakati bahwa ekoregion Indonesia terdiri dari Ekoregion Sumatera, Ekoregion Kalimantan, Ekoregion Sulawesi, Ekoregion Papua, Ekoregion Maluku dan Ekoregion Bali Nusa Tenggara yang merupakan kesatuan wilayah daratan dan lautan yang mengelilinginya. Selain karakteristik ekoregion pada 5 (lima) pulau besar dan 2 (dua) kepulauan, untuk yang di laut telah teridentifikasi adanya 18 karakteristik.

Pemetaan Ekoregion ini merupakan salah satu pendukung Kebijakan Satu Peta (One Map Policy) yang dicanangkan Badan Informasi Geospasial (BIG). Dalam sambutannya, Menteri Lingkungan Hidup mengatakan:

”Konsep wilayah ekoregion tampaknya bisa menjadi jawaban dan jembatan yang mengkaitkan antara perencanaan pembangunan, penataan ruang, dan pertimbangan lingkungan hidup”( www.menlh.go.id).

Dengan menggunakan pendekatan ekoregion, dimungkinkan untuk mengintegrasikan berbagai ekosistem yang kini cenderung dikelola secara terpisah, termasuk menyatukan dan mengintegrasikan antara perencanaan berbasis darat dan laut.

(9)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 9 | 30

Konsep ekoregion membagi bentuk bentanglahan seperti pada Gambar 2.2. dibawah ini.

Gambar 2.2. Klasifikasi bentuklahan Sumber: Verstappen, 1983

2.3. Bentuklahan (Landform)

Bentuklahan (Landform) di muka bumi ini dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

Structural landforms yang terbentuk oleh pergerakan lempeng tektonik, seperti:

pegunungan lipatan, lembah dan gunungapi; Weathering landforms yang terbentuk oleh proses pelapukan,seperti karst; Erosional landforms yang terbentuk dari hasil pelapukan dan pengikisan muka bumi oleh kekuatan angin, air, gletser dan gravitasi; serta Depositional landforms yang merupakan bentukan hasil pengendapan, yang merupakan kelanjutan dari hasil pelapukan dan pengikisan. Pembagian landform dijelaskan secara skematik pada Gambar 2.3.

(10)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 10 | 30

Gambar 2.3. Model perkembangan landform Sumber:Darsiharjo, 2008

Masing-masing perbedaan bentuklahan dicirikan oleh adanya perbedaan hal-hal seperti yang dijelaskan berikut ini.

(1) Relief/topografi

Relief atau kesan topografi memberikan informas itentang konfigurasi permukaan bentuklahan yang ditentukan oleh keadaan morfometriknya.

(2) Material penyusun/litologi

Morfometrik adalah aspek kuantitatif dari bentuklahan seperti: kemiringan lereng, bentuk lereng, ketinggian, beda tinggi, kekerasan medan, bentuk lembah, tingkat pengikisan dan pola aliran. Litologi memberikan informasi jenis dan karekteristik batuan serta mineral penyusunnya yang akan mempengaruhi pembentukan bentuklahan.

(11)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 11 | 30

(3) Struktur dan proses geomorfologi

Struktur Geomorfologi memberikan informasi tentang asal-usul dari bentuklahan tersebut, yang dapat dilihat dari bentuklahan utamanya. Proses Geomorfologi dicerminkan oleh tingkat pentorehan atau pengikisan, sedangkan relief ditentukan oleh perbedaan titik tertinggi dengan titik terendah dan kemiringan lereng.

Pemberian nama bentuklahan sebaiknya mencakup: relief, struktur atau materialnya dan proses yang sedang berlangsung atau letaknya. Maksud pemberian nama tersebut: supaya karakteristik lahan tampak dari nama tersebut.

Contoh: pegunungan lipatan terkikis kuat, dataran aluvial pantai, pegunungan kapur terkikis kuat. Seringkali nama satuan bentuklahan yang panjang seperti tersebut diganti dengan istilah yag sudah dikenal secara luas. Misalnya: tanggul alam (natural levee), piedmont, lerengkaki (foot slope), dike, dll.

Proses pembuatan peta satuan bentuklahan dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu foto udara, peta topografi, dan peta geologi seperti dipaparkan pada Gambar 2.4. Dari foto udara, maka didapatkan interpretasi fotogeomorfologi, peta topografi akan menghasilkan interpretasi relief yang berisi beda tinggi dan kemiringan liring, serta peta geologi yang akan memberikan informasi interpretasi dan litologi, kemudian di overlay sehingga didapatkan peta tentatif satuan bentuklahan, setelah itu perlu dilakukan survey lapangan, dari proses tersebut akan didapatkan peta satuan bentuklahan..

(12)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 12 | 30

Gambar 2.4. Prosedur pembuatan peta satuan bentuklahan Sumber: Darsihajo, 2008

2.4. Potensi Sumberdaya Alam

Gunawan (2007) melihat bahwa manusia dalam setiap memanfaatkan sumberdaya alam yang pada dasarnya dengan kemampuan teknologi yang di kuasainya dalam implementasinya lebih mementingkan aspek ekonomi daripada ekologi (prinsip kelestarian), dimana kegiatan ekonomi menjadi acuan dalam setiap manajemen sumberdaya alam agar sesuai dengan investasi yang ditanamkan dan waktu serta ruang yang disediakan terbatas.

Effendi (2011) mengemukakan bahwa Rudolf Diesel (1985) dari Jerman adalah yang pertama kali memperkenalkan penggunaan bahan bakar minyak nabati yang dipamerkan pada World Exhibition di Paris tahun 1990, kemudian Henry Ford mendesain mobil berbahan bakar ethanol. Mawardi (2010) mengatakan bahwa pembangunan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat selalu tidak dapat menghindari penggunaan sumberdaya alam, akan tetapi eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan akan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan.

Hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler, berarti jika terjadi kerusakan pada lingkungan hidupnya maka manusia akan terpengaruh.

(13)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 13 | 30

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kuliah lapangan yang dilaksanakan pada tanggal, dengan tiga plot lokasi, yaitu: Desa Baturan, Kecamatan Gantiwarno; Desa Krakitan Kecamatan Bayat dan Desa Cokro Kecamatan Karanganom, bertujuan mengetahui karakteristik yang terdapat pada masing-bentuklahan. Ketiga lokasi tersebut memiliki ciri khas yang spesifik, terlihat dari beberapa aspek yang di amati dan di ukur, Tabel 3.1.

menunjukkan titik koordinat ketiga lokasi yang di observasi.

Tabel 3.1. Titik koordinat lokasi survei di daerah kajian

Plot Komponen

Lintang Selatan Bujur Timur Bentanglahan 1 70 45’ 46’’ 1100 32’ 38’’ Daratan Fluvial 2 70 45’ 43’’ 1100 37’ 31’’ Daratan Aluvial Rawa 3 70 36’ 11’’ 1100 38’ 42’’ Vulkanik-Tekuk Lereng Sumber: Data Primer

Selain melakukan pengukuran koordinat seperti ditunjukan pada tabel di atas, pada Tabel 3.2. dibawah ini kita dapat mengetahui nilai dari kualitas air yang diambil dari ketiga lokasi pengamatan yang berbeda.

Tabel 3.2. Data pengukuran kualitas air lokasi survei

Plot Nilai

DHL (µmhos/cm) TDS (µm) Suhu (oC)

Fluvial-Daratan Fluvial 242 0.245 26.4

Fluvial-Daratan Aluvial Rawa

1 323 0,87 26

2 326 1,20 25.2

Vulkanik-TekukLereng 155 0,120 23,1

Sumber: Data Primer

(14)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 14 | 30

Gambar 3.1. Hasil pengukuran Daya Hantar Listrik titik pertama

Masing-masing bentuklahan yang di amati pada kuliah lapangan akan di bahas satu per satu dalam bab-bab berikut ini.

3.1. Bentuklahan Dataran Fluvial

Lokasi titik pengamatan adalah Desa Baturan, Kecamatan Ganti Warno, dengan koordinat 70 45’ 46’’ Lintang Selatan dan 1100 32’ 38’’ Bujur Timur, titik pengamatan pertama merupakan bentuklahan dataran fluvial. Lokasi ini terletak pada daerah kaki lereng yang merupakan discharge area sehingga mendapatkan suplai airtanah yang melimpah untuk mengaliri lahan persawahan yang terbentang luas, penduduk yang bermukim pada daerah tersebut sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani (Gambar 3.2.).

(15)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 15 | 30

Gambar 3.2. Lokasi titik observasi pertama

Kemelimpahan air ini disebabkan karena Gunung Merapi merupakan tulang punggung sistem geohidrologi kawasan dataran Yogyakarta dan sekitarnya. Air yang mengalir bukan hanya untuk masyarakat di lereng Gunung Merapi, namun juga masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya seperti Klaten. Kondisi dan distribusi sistem akuifer dalam sistem geologi dikontrol oleh faktor litologi, stratigrafi dan struktur dari endapan-endapan geologi. Gambar 3.3. menunjukan aliran air sungai dari catchment area hingga discharge area.

Gambar 3.3. Aliran air sungai Sumber: Danaryanto dkk., 2008

(16)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 16 | 30

Tipologi sistem akuifer Gunung Merapi adalah tipologi sistem akuifer endapan gunungapi. Secara morfologi, gunungapi terbagi atas 5 bagian, yaitu:

daerah atas, tengah, bawah, kaki serta dataran endapan. Masing-masing bagian ini pembentukan dan penyebaran airtanah mempunyai sifat dan karakteristik tertentu.

Keberadaan airtanah didaerah ini umumnya cukup besar dan muncul sebagai mata air dengan debit yang bervariasi. Menurut Murtianto (2010), secara umum, airtanah mengalir dari utara ke selatan, dengan pola aliran yang menyebar membentuk pola radial sentrifugal. Pola persebaran tersebut merupakan ciri khas morfologi gunungapi. Zona akuifer secara lateral dibagi menjadi dua bagian.

1. Daerah pengisian

Terletak di bagian lereng atas, lereng tengah dan bawah Gunung Merapi.

Airtanah berasal dari peresapan air hujan dan peresapan aliran air sungai maupun aliran irigasi. Daerah resapan merupakan kawasan yang perlu dijaga keasliannya, karena sangat menentukan ketersediaan air pada zona pengeluaran.

2. Daerah pengeluaran (discharge area)

Meliputi satuan kakilereng Gunungapi Merapi dengan gradien ke arah selatan semakin mengecil. Seiring penurunan gradien topografis, diikuti pula penurunan gradien muka airtanah, sehingga makin ke arah selatan, kecepatan aliran airtanah akan semakin menurun.

3.2. Bentuklahan Aluvial-Rawa

Lokasi titik pengamatan adalah Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, dengan koordinat 70 45’ 43’’ Lintang Selatan dan 1100 37’ 31’’Bujur Timur. Titik pengamatan kedua merupakan bentuklahan dataran aluvial-rawa, endapan aluvial merupakan endapan hasil rombakan dari batuan yang telah ada. Endapan ini terdiri dari bahan-bahan lepas seperti pasir dan kerikil. Air tanah pada endapan ini mengisi ruang antar butir. Endapan ini tersebar di daerah dataran. Gambar 3.4.

dibawah ini memperlihatkan aliran airtanah yang mengalir dari hulu ke hilir dan dibagi menjadi tiga zona, zona pertama adalah Head Waters, zona kedua Transfer Zone dan zona ketiga Despositional Zone.

(17)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 17 | 30

Gambar3.4. Zona aliran sungai Sumber: Danaryanto dkk., 2008

Pada lokasi ini penduduk menggantungkan hidupnya dengan mengusahakan tambak-tambak ikan dan berjualan ikan/membuka rumah makan (Gambar 3.5.), kualitas air pada lokasi ini kurang begitu baik, hal ini dikarenakan air yang tersedia adalah air payau, sehingga beberapa warga memutuskan untuk mengolah air tersebut dengan teknik suling air agar layak untuk diminum, namun tidak semua warga mau untuk melakukan hal tersebut. Sebagian besar warga masih menggunakan air yang diperoleh dari sumur mereka.

Gambar 3.5. Rumah makan Rowo Jombor

(18)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 18 | 30

Airtanah merupakan air hujan yang meresap ke bawah permukaan tanah dalam bentuk perkolasi maupun infiltrasi, dalam perjalanannya membawa unsur- unsur kimia. Komposisi kimia air tanah ini memberikan beberapa pengaruh terhadap berbagai kegiatan pemanfaatannya seperti pertanian, industri, maupun domestik (Danaryanto dkk., 2008). Kualitas air tanah ditentukan oleh tiga sifat utama, yaitu: sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi/bakteriologi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sifat fisik dan sifat kimia air tanah yaitu: jenis litologi akuifer, tempat terdapat/terakumulasinya air tanah; kondisi batuan dan lingkungan lainnya, dimana pergerakan air tanah berlangsung; serta jarak dari daerah resapan, dimana pembentukan air tanah mulai berlangsung.

Berdasarkan sifat fisik, kualitas air ditentukan oleh beberapa aspek seperti yang dijelaskan dibawah (Hadipurwo, 2006 dalam Danaryanto dkk., 2008).

(1) Warna air tanah, disebabkan oleh zat yang terkandung di dalamnya, baik berupa suspensi maupun terlarut.

(2) Bau air tanah, dapat disebabkan oleh zat atau gas yang mempunyai aroma yang terkandung dalam air.

(3) Rasa air tanah, ditentukan oleh adanya garam atau zat yang terkandung dalam air tersebut, baik yang tersuspensi maupun yang terlarut.

(4) Kekentalan air, dipengaruhi oleh partikel yang terkandung di dalamnya.

Semakin banyak yang terkandung akan semakin kental. Disamping itu apabila suhunya semakin tinggi, maka kekentalannya akan semakin kecil (encer).

(5) Kekeruhan air, disebabkan oleh adanya tidak terlarutkan zat yang dikandung. Sebagai contoh adalah adanya partikel lempung, lanau, juga zat organik ataupun mikroorganisme.

(6) Suhu air, juga merupakan sifat fisik dari air. Suhu ini dipengaruhi oleh keadaan sekeliling, seperti musim, cuaca, siang-malam, tempat ataupun lokasinya.

Menurut sifat kimia, antara lain: kesadahan, jumlah garam terlarut (total dissolved solids atau TDS), daya hantar listrik (electric conductance), keasaman, kandungan ion.

(19)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 19 | 30

Kesadahan atau Kekerasan

Kesadahan atau kekerasan (total hardness) dipengaruhi oleh adanya kandungan Ca dan Mg. Kesadahan dibedakan menjadi dua macam, yaitu kesadahan karbonat dan kesadahan non karbonat (Danaryanto dkk., 2008). Air dengan kesadahan tinggi sukar melarutkan sabun, oleh karenanya air tersebut perlu dilunakkan terlebih dahulu. Klasifikasi air tanah berdasarkan kesadahan dan menurut David dan De Wiest (1996) tertera seperti pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Klasifikasi air sadah

Sumber: Hem, 1959 dalam Danaryanto dkk., 2008

Gambar 3.7. Pengambilan Sampel Air Sumur

Dari sampel dua air sumur yang diambil, tampak pada Tabel 3.7. dibawah bahwa nilai daya hantar listrik pada sampel pertama sebesar: 0,776 µmhos/cm dan sampel kedua sebesar: 0,847 µmhos/cm, Dari nilai tersebut, maka daya hantar listrik pada kedua sampel rendah.

(20)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 20 | 30

Tabel 3.3. Nilai Daya Hantar Listrik air sumur warga sekitar Rowo Jombor

Titik Sampel Nilai DHL(µmhos/cm) Suhu

1 0,776 28°C

2 0,847 28°C

Sumber: data primer

Daya Hantar Listrik (DHL atau electric conductance) adalah sifat menghantarkan listrik air. Air yang banyak mengandung garam akan mempunyai DHL tinggi. Pengukurannya dengan alat Electric Conductance Meter (EC Meter), yang satuannya adalah mikro mhos/cm atau μmhos/cm atau sering ditulis umhos.

Air tanah pada umumnya mempunyai harga 100 – 5000 μumhos. Besaran DHL dapat dikonversikan menjadi jumlah garam terlarut (mg/l), yaitu 10 m³ μmhos/cm

= 640 mg/l atau 1 mg/l = 1,56 μumhos/cm (1,56 U S/cm) (Danaryanto dkk., 2008).

Hubungan antara DHL dengan jumlah garam terlarut secara tepat perlu banyak koreksi seperti temperatur pengukuran, maupun tergantung juga dengan jenis garam yang terlarut, tetapi secara umum angka tersebut diatas sedikit banyak dapat mewakili. Hubungan antara harga DHL dan macam air seperti terlihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8. Klasifikasi air berdasarkan harga DHL Sumber: Danaryanto dkk., 2008

3.3. Bentuklahan Vulkanik-Tekuk lereng

Lokasi observasi yang ketiga adalah Desa Cokro, Kecamatan Karanganom, pada titik koordinat 70 36’ 11’’ LS dan 1100 38’ 42’’ BT. Pada lokasi ini, yang

(21)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 21 | 30

berada pada tekuk lereng, ketersediaan air sangat melimpah, karena timbulan mata air-mata air sehingga masyarakat didaerah ini memanfaatkan kemelimpahan air dengan membuka pemandian umum, selain itu mata air di klaten dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat klaten dan sekitarnya serta solo (Gambar 3.9.), serta dimanfaatkan sumber air minum dalam kemasan.

Gambar 3.9. PDAM Solo pemasok air untuk Solo

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di lapangan disajikan pada Tabel 3.4., total debit mata air Umbul Ingas sebesar 1500 liter/detik, 387 liter/detik didistribusikan ke Kota Solo sedangkan untuk masyarakat sekitar Kelurahan Cokro sebesar 3 liter/detik.

Tabel 3.4. Rekapitulasi distribusi debit mata air Umbul Ingas

No Wilayah Distribusi Keterangan

1 Kelurahan Cokro 3 liter/detik Kebutuhan air sehari-hari masyarakat Kelurahan Cokro (Diamater Pipa 150 cm) 2 Kota Solo 387 liter/detik Kebutuhan air sehari-hari masyarakat Kota Solo

(Diameter pipa 400 cm)

3 Daerah Aliran Sungai 1110 liter/detik Kebutuhan air untuk budidaya pertanian, perikanan, wisata air, kehutanan, dan kolam pemandian.

Total 1500 liter/detik

Sumber: Data Primer-Interview

(22)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 22 | 30

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas airtanah disajikan pada Tabel 3.5.

dilihat dari 3 parameter DHL (daya hantar listrik), TDS (total dissolved solids) dan suhu air menunjukan bahwa kualitas airtanah disekitar lokasi survei sangat baik.

Tabel 3.5. Data pengukuran kualitas air di ekoregion Vulkanik-tekuk lereng mataair Umbul Ingas, Kelurahan Cokro, Kabupaten Klaten

Plot Satuan Nilai Keterangan

Vulkanik- TekukLereng

DHL (µmhos/cm)

155

DHL sebesar 155 (µmhos/cm) nilai ini

menunjukan bahwa jenis air tawar (<1500) dan jenis air tanah (30-200); TDS sebesar 0.237 (µm) menunjukan padatan terlarut (<0.45 µm) TDS

(µm)

0,120

Suhu (oC) 23,1 Sumber: Data Primer

Penilaian kualitas air tanah untuk keperluan air minum dilakukan dengan membandingkan hasil analisis kimia dari sampel air tanah dilaboratorium dengan baku mutu/kualitas air minum yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.907/Menkes/SK/VII/2002. Kriteria kualitas air minum disajikan dalam Gambar 3.10. berikut.

(23)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 23 | 30

(24)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 24 | 30

Gambar 3.10. Kriteria Kualitas Air Minum

Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No.907/Menkes/SK/VII/2002

(25)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 25 | 30

Gambar 3.11. Tampungan air suplai PDAM Solo

3.4. Upaya Pengelolaan Lingkungan Berbasis Ekoregion

Pemerintah telah menaruh perhatian khusus terhadap masalah pencemaran lingkungan yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Lingkungan Hidup yang telah disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), dari Undang-Undang tersebut, terdapat strategi pengelolaan lingkungan hidup yang merupakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijasanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan penegakan hukum.

Keunikan dan daya dukung lingkungan dalam suatu ekoregion perlu digunakan sebagai dasar perencanaan PPLH dan pembangunan wilayah, yang mungkin memiliki keragaman etnis. Oleh karena itu kewenangan tertentu dalam suatu batas administrasi harus menyesuaikan dengan batasan-batasan dalam perencanaan wilayah yang telah ditetapkan dalam suatu ekoregion. Penetapan Ekoregion ditujukan untuk dapat dimanfaatkan sebagai berikut ini.

(26)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 26 | 30

(1) Unit analisis dalam menetapkan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

(2) Dasar dalam memberikan arah untuk penetapan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH) bahkan untuk perencanaan pembangunan yang disesuaikan dengan karakter wilayah.

(3) Memperkuat kerjasama dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang mengandung persoalan pemanfaatan, pencadangan Sumber Daya Alam maupun permasalahan Lingkungan Hidup yang sifatnya lintas batas administrasi.

(4) Acuan untuk pengendalian dan pelestarian jasa ekosistem/lingkungan yang mempertimbangkan keterkaitan antar ekosistem yang satu dengan ekosistem yang lain dalam suatu ekoregion, sehingga dapat dicapai produktivitas optimal untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Tindak lanjut pemetaan ekoregion dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Menyusun pedoman pemetaan ekoregion per provinsi (Skala 1:250.000);

(2) Menyusun Kebutuhan Data Geospasial Untuk Pengelolaan Ekoregion;

(3) Pendetilan peta ekoregion per provinsi;

(4) Pemanfaatan peta ekoregion untuk basis perencanaan dan pengelolaan lingkungan hidup per ekoregion ( www.menlh.go.id).

Menurut Sunarso (2005), upaya pelestarian terhadap masalah lingkungan hidup sangat kompleks dan pemecahan masalahnya memerlukan perhatian yang bersifat komprehensif dan menjadi tanggung-jawab pemerintah yang didukung partisipasi masyarakat sehingga pengelolaan lingkungan hidup harus berdasarkan pada dasar hukum yang jelas dan menyeluruh sehingga diperoleh suatu kepastian hukum.

Penetapan ekoregion sebagai wilayah geografis menggambarkan integrasi sistem alam dan lingkungan hidup yang memiliki maksud, penetapan ekoregiom

(27)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 27 | 30

memiliki perencanaan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dapat menjamin perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem. Penetapan wilayah ekoregion mempertimbangkan kesamaan karakteristik bentang alam, iklim, daerah aliran sungai, flora dan fauna, sosial, budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat dan hasil inventarisasi lingkungan (pasal 7 ayat (2)), ekoregion memiliki fungsi pengelolaan lingkungan, menentukan daya dukung dan daya tampung serta cadangan sumberdaya alam, ekoregion bersifat hierarki yaitu tingkat nasional, tingkat kepulauan/pulau dan tingkat yang lebih detail. Batas ekoregion tidk bergantung pada batas wilayah administrasi.

(28)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 28 | 30

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi praktek lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa adanya praktek observasi lapangan dapat memberikan informasi sumberdaya alam mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam melalui inventarisasi dan evaluasi, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

4.2. Saran

Berdasarkan hasil observasi praktek lapangan, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut ini.

1. Pemerintah, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan seharusnya melakukan pengelolaan lingkungan hidup dengan sebaik-baiknya sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan.

2. Pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan sebaiknya memperhatikan manajemen yang berorientasi pada konservasi yaitu ekoregion atau pemanfatan sumberdaya alam yang berbasis pemeliharaan lingkungan

(29)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 29 | 30 DAFTAR PUSTAKA

Danaryanto, H. Djaendi, H. Satriyo, Hadipurwo dan S, Sri. 2008.. Direktorat Pembinaan Pengembangan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah

Darsiharjo. 2008. Materi KuliahProgram Studi Manajemen Resort. UPI: Bandung

Effendi, E. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumbersaaya dan lingkungan perairan. Kanisius: Yogyakarta

Effendi, E. 2011. Senarai Bijak terhadap Alam dan Inspiratif dalam Gagasan.

IPB Press: Bogor

Gunawan, T. 2007. Makalah: Pendekatan Ekosistem Bentanglahan sebagai Dasar Pembangunan Wilayah Berbasis Lingkungan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Seminar Nasional Fakultas Geografi UGM: Yogyakarta

Mawardi, Ikhwanudin. 2010. Pembangunan yang Berorientasi Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (Kasus Pulau Jawa). Blog Bappenas Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.

http://www.bappenas.go.id

Murtianto, H. 2010. Makalah: Analisis Dampak Perubahan Landuse pada Recharge Area Lereng Gunung Merapi bagian Selatan terhadap Ketersediaan Airtanah di Dataran Yogyakarta

Tandjung, S.H dan Gunawan, T. 2006. Ekologi dan Ilmu Lingkungan. Handout Kuliah. Sekolah Pascasarjana Prodi. Ilmu Lingkungan UGM: Yogyakarta Verstappen, H. T. 1983. Applied geomorphology: geomorphological surveys for

environmental development. Elsevier: Michigan

Santosa, L. W. 2010. Pengaruh Genensis Bentuklahan Terhadap Hidrostratigrafi Akuifer Dan Hidrogeokimia Dalam Evolusi Airtanah Bebas. Kasus:

bentanglahan kepesisiran Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta. Disertasi: Program Pascasarjana Fakultas Geografi UGM

(30)

Inventarisasi Sumberdaya Alam Dengan Pendekatan Ekoregion

P a g e 30 | 30

Sunarso, S. 2005. Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian Sengketa. Rineka Cipta: Jakarta

http://www.menlh.go.id/seminartalkshow-pli2013-peluncuran-peta-dan-deskripsi- ekoregion/#sthash.3zxhPOb9.dpuf (diakses pada tanggal 28 Mei 2014, 21.05)

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan perbandingan sorbitol dan oleoresin temulawak dilakukan dengan cara trial and error. Dari hasil yang diperoleh kemudian dilakukan uji organoleptik terhadap

Dalam perijinan terkait pembukaan usaha Greeny Satay, Greeny Satay akan melakukan perijinan ke pemilik dari tempat yang akan disewa yang nantinya sebagian dari tempat

Pendapatan dengan persepsi tingkat kepentingan petani terhadap atribut Program Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan berpengaruh tidak nyata, artinya

[r]

Variabel pada penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, dan daerah tempat tinggal pada karakteristik

Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional dalam suatu perusahaan maka tingkat pengendalian terhadap tindakan manajemen sangat tinggi

Berdasarkan uraian yang telah diungkapan dalam pelaksanaan Tata Kelola Terintegrasi Grup Victroria, terdiri dari:  Penilaian sendiri atas pelaksanaan tata kelola terintegrasi

Dalam contoh ini akan ditunjukan contoh penerapan cara perhitungan hidrograf satuan sintetis dengan cara ITB utuk suatu DAS kecil memiliki Luas DAS = 1.2 km 2 , L=1575 m,