• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Kunci: Peran, Pedagang Kaki Lima, Satuan Polisi Pamong Praja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Kata Kunci: Peran, Pedagang Kaki Lima, Satuan Polisi Pamong Praja"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENATA DAN MEMBINA PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 01 TAHUN 2018

(Skripsi)

Oleh

Irvan Toby Dinata Saputra

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2022

(2)

ABSTRAK

PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENATA DAN MEMBINA PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 01 TAHUN 2018

Oleh

IRVAN TOBY DINATA SAPUTRA

Pedagang Kaki Lima yaitu pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangannya dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah yang bersifat sementara/tidak menetap. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja merupakan perangkat daerah yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah dan Kepala Daerah guna menyelenggarakan ketertiban umum, ketenteraman serta pelindungan masyarakat. Satpol PP memiliki peran dalam menata dan membina PKL yang tidak patuh pada peraturan dan dapat mengganggu ketertiban dan ketentraman umum.

Permasalahan dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimanakah peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam menata dan membina Pedagang Kaki Lima di Kota Bandar Lampung khususnya di Taman Kota Bundaran Lungsir? (2) Apa saja faktor penghambat Peranan Satuan Polisi Pamong Praja dalam Menata dan Membina Pedagang Kaki Lima di Kota Bandar Lampung khususnya di Taman Kota Bundaran Lungsir? Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan empiris dengan data primer dan sekunder, diperoleh dari penelitian kepustakaan dan lapangan.

Hasil Penelitian menunjukan bahwa (1) Peran Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung dalam menata dan membina Pedagang Kaki Lima adalah memberikan surat edaran resmi pada PKL liar, menegur secara langsung dan persuasif, PKL yang tidak taat digusur dan dialokasikan ke tempat yang semestinya.

(2) Faktor penghambat Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung dalam menata dan membina Pedagang Kaki Lima adalah kurangnya ketersediaan tempat, dan faktor SDM dimana PKL memiliki sifat tidak taat aturan.

Kata Kunci: Peran, Pedagang Kaki Lima, Satuan Polisi Pamong Praja.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Irvan Toby Dinata Saputra, dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 12 Oktober 1998. Penulis merupakan anak terakhir dari enam bersaudara pasangan Bapak M Nasir dan Ibu Parida Yanti.

Penulis memulai pendidikan pada Taman Kanak-kanak (TK) di Dwi Tunggal Jagabaya 2 yang lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN 1 Rajabasa Raya Bandar Lampung yang lulus pada tahun 2010 dan melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 8 Bandar Lampung yang lulus pada tahun 2013, kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di SMKN 2 Bandar Lampung yang lulus pada tahun 2016. Penulis diterima sebagai mahasiswa Bagian Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Universitas Lampung pada tahun 2016 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Pada masa kuliah, Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bengkulu Rejo, Dusun Simpang, Gunung Labuhan, Way Kanan, Lampung selama 40 hari pada Januari hingga Februari 2019.

(8)

MOTTO

“Jika Aku (Allah SWT) menghendaki, cukup Ku berkata jadi, maka jadilah.”

(Q.S Yasin: 82)

“Aku (Allah SWT) tidak membebani seseorang, melainkan sesuai kesanggupannya.”

(Q.S Al-Baqarah: 286)

“Ketakutan adalah penjara bernama kegagalan. Taklukan rasa takut karena sukses adalah hak pemberani.”

(Jefri Al Buchori)

(9)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohim

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT dan Nabi Besar Muhammad SAW, dengan rasa bangga serta ketulusan hati aku persembahkan karya yang

sederhana ini kepada:

Kedua orang tuaku, Ayahanda M. Nasir dan Ibunda Parida Yanti yang telah membesarkan dan membimbingku dengan berlimpah kasih sayang dan penuh

ketulusan, serta tidak pernah bosan memanjatkan doa untukku, memberikan semangat, dan dukungan disetiap langkah yang kutempuh. Terima kasih saja tidak

akan cukup untuk membalas segala yang telah kalian diberikan untukku.

Kelima kakakku Palinda Sari, Evi Fitriana, A Indra Darmawan Agung, Teddy Afri Suhendri, dan Denti Okta Puspita Sari yang selalu memberikan dukungan,

doa, semangat, serta kasih sayang untukku. Keluarga besarku yang selalu mendukungku.

Dan

Kedua dosen pembimbing, penguji, yang selalu membimbingku, serta Almamaterku tercinta Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

(10)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Menata Dan Membina Pedagang Kaki Lima Di Kota Bandar Lampung Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2018”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Penulis berharap agar apa yang tersaji dalam skripsi ini dapat menjadi acuan pembanding yang bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini telah banyak mendapatkan bimbingan, arahan, serta nasihat baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

1. Dr. M. Fakih, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Eka Deviani, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Syamsir Syamsu, S.H,.M.Hum. selaku Pembimbing I terima kasih atas kesabaran, dukungan dan kesediaan untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, motivasi dan nasihat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(11)

4. Eka Deviani, S.H.,M.H. selaku Pembimbing II terima kasih atas kesabaran, dukungan dan kesediaan untuk meluangkan waktu disela-sela kesibukannya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, bantuan, motivasi serta nasihat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Sri Sulastuti, S.H.,M.Hum. selaku Pembahas I dan juga Penguji Utama terima kasih atas kritik, saran dan masukannya yang sangat membangun demi perbaikan penulisan skripsi ini.

6. Satria Prayoga, S.H.,M.H. selaku Pembahas II yang telah memberikan kritik, saran dan masukannya demi perbaikan penulisan skripsi ini.

7. Ibu Ati Yuniati, S.H.,M.H. selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menjalankan studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Seluruh Dosen dan Staf/Karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung, khususnya Bagian Hukum Administrasi Negara yang penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuan yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Jan Roma, S.E.,MM. selaku narasumber dari Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung, terima kasih telah bersedia meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan bantuan, masukan, arahan serta motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

10. Seluruh dosen, staf dan karyawan di Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah mengajari, membimbing, dan juga membantu penulis dalam menyelesaikan administrasi akademik.

(12)

11. Kedua orang tua penulis Bapak M. Nasir dan Ibu Parida Yanti, serta kakak- kakak tercinta Palinda Sari, Evi Fitriana, A Indra Darmawan Agung, Teddy Afri Suhendri, dan Denti Okta Puspita Sari yang telah memberikan motivasi, dukungan, doa, perhatian, pengorbanan, nasihat, serta kasih sayang kepada penulis.

12. Sabilla Azizi terima kasih sudah selalu mendukung dan menemani hingga skripsi ini terselesaikan.

13. Teman-teman seperjuangan skripsi, Merari Ricky, Rizky Wiliyan, dan Muhammad Andriansyah terima kasih selama ini telah memotivasi dan memberi semangat satu sama lain sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan dukungannya kepada penulis sejak awal kuliah hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, 03 Agustus 2022 Penulis

Irvan Toby Dinata Saputra

(13)

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... ii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.2 Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) ... 7

2.1.1 Sejarah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) ... 7

2.1.2 Pengertian Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) ... 8

2.1.3 Tugas, Fungsi dan Kewenangan Satpol PP ... 9

2.2 Pedagang ... 11

2.2.1 Pengertian Pedagang ... 11

2.2.2 Jenis-Jenis Pedagang ... 12

2.3 Pedagang Kaki Lima ... 13

2.3.1 Sejarah Pedagang Kaki Lima ... 13

2.3.2 Pengertian Pedagang Kaki Lima ... 16

2.3.3 Karakteristik Pedagang Kaki Lima ... 18

2.3.4 Pola Sebaran, Pelayanan, Waktu dan Sarana Berdagang PKL ... 18

2.3.5 Pengendalian dan Pengaturan Pedagang Kaki Lima ... 19

2.4 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2018 ... 22

III. METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Masalah ... 24

3.2 Sumber Data ... 24

3.2.1 Data Primer ... 25

3.2.2 Data Sekunder ... 25 Halaman

(14)

iii

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 26

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data ... 26

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data ... 27

3.4 Analisis Data ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 29

4.1.1 Profil Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung ... 29

4.1.2 Visi dan Misi Organisasi ... 30

4.1.3 Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi Organisasi ... 31

4.2 Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Upaya Menata dan Membina Pedagang Kaki Lima di Taman Kota Bundaran Lungsir Kota Bandar Lampung ... 33

4.2.1 Upaya dalam Menata dan Membina Pedagang Kaki Lima di Taman Kota Bundaran Lungsir Kota Bandar Lampung ... 34

4.2.2 Pengembangan Lapangan Pekerjaan bagi Pedagang Kaki Lima di Taman Kota Bundaran Lungsir Kota Bandar Lampung ... 36

4.3 Faktor Penghambat yang Dihadapi Satuan Polisi Pamong Praja dalam Upaya Menata dan Membina Pedagang Kaki Lima di Taman Kota Bundaran Lungsir Kota Bandar Lampung ... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era otonomi daerah di Indonesia telah ditetapkan dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang tersebut merupakan payung hukum pelaksanaan otonomi daerah dan sebagai wujud reformasi birokrasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah. Pemerintah memberikan kewenangan kepada kepala daerah untuk melakukan pengaturan terhadap daerahnya masing-masing.

Terlihat setiap pemerintah daerah kabupaten maupun kota di seluruh Indonesia seakan berlomba untuk melakukan pengaturan terhadap kegiatan ilegal yang dinilai mengganggu aktivitas masyarakat umum, dengan cara mengeluarkan peraturan daerah dalam rangka mengatasi masalah ketertiban, kebersihan dan keindahan.

Pertumbuhan penduduk di perkotaan yang terus meningkat menyebabkan masalah kepatuhan terhadap pengaturan tata ruang dan pemeliharaan keindahan suatu kawasan tidak begitu dipatuhi. Hal ini salah satunya dapat dilihat dari masih banyaknya permasalahan pedagang kaki lima yang berjualan pada tempat yang tidak semestinya, contohnya pada kawasan-kawasan fungsional perkotaan yang

(16)

2

dianggap strategis, seperti kawasan perkantoran, wisata, permukiman dan fasilitas-fasilitas umum. Terkait permasalahan tersebut, Pemerintah Kota Bandar Lampung telah menetapkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2018 tentang Ketentraman Masyarakat dan Ketertiban Umum. Salah satunya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 Pasal 1 angka 1 dimana Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) merupakan perangkat daerah yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah dan Kepala Daerah guna menyelenggarakan ketertiban umum, ketenteraman serta pelindungan masyarakat.

Sehubung dengan ketertiban dan ketentraman umum, Polisi Pamong Praja memiliki peranan untuk menata dan membina masyarakat yang tidak patuh dalam peraturan daerah contohnya Pedagang Kaki Lima liar yang berjualan di kawasan fungsional perkotaan yang dapat mengganggu ketertiban dan ketentraman umum.

Pada Pasal 1 angka 24 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2018 menyebutkan bahwa Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangannya dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap.

Kehadiran PKL merupakan salah satu faktor yang menimbulkan permasalahan, baik dalam masalah ketertiban lalu lintas, keamanan, maupun kebersihan kota.

Permasalahan tersebut muncul dikarenakan PKL yang berjualan pada tempat yang tidak semestinya, seperti di tugu bundaran taman kota, di sepanjang trotoar perkotaan, dan sebagainya, yang dapat menimbulkan rasa ketidaknyamanan bagi

(17)

3

banyak masyarakat serta pemerintah daerah itu sendiri. PKL yang berjualan di tempat yang tidak semestinya ini timbul akibat tidak tersedianya tempat yang layak bagi mereka untuk berjualan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari- hari.

Permasalahan PKL yang sekarang ini melanda Kota Bandar Lampung menimbulkan beberapa solusi guna untuk melindungi, memberdayakan, mengendalikan serta membina kepentingan PKL dalam melakukan usahanya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Solusi tersebut ditetapkan pada Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 1 tahun 2018 tentang Ketentraman Masyarakat Dan Kepentingan Umum. Upaya solusi pemerintah Kota Bandar Lampung dalam melakukan penertiban, penataan, dan pembinaan terhadap PKL tersebut seringkali mendapatkan tanggapan yang negatif dari para pelaku PKL. Berbagai penolakan yang dilakukan oleh para pelaku PKL tersebut tidak jarang menimbulkan permasalahan tersendiri seperti aksi demonstrasi pedagang serta penolakan penertiban yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja.1

Tugas Satuan Polisi Pamong Praja ini dilakukan guna menyangga kewibawaan pemerintah daerah serta penciptaan situasi yang kondusif dalam kehidupan pembangunan bangsa. Karena itu, eksistensi Satuan Polisi Pamong Praja, baik sebagai personil maupun institusi yang menangani bidang ketenteraman dan ketertiban umum, akan mengalami perkembangan sejalan dengan luasnya cakupan

1 Ibid., hlm 78.

(18)

4

tugas dan kewajiban kepala daerah dalam menyelenggarakan bidang pemerintahan kota tersebut.

Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam kaitannya pada ketertiban umum tidak dapat diabaikan begitu saja, sebaliknya diharapkan mempunyai tingkat profesionalisme yang tinggi dan selalu bersinergi dengan masyarakat, yang dapat diwujudkan melalui berbagai tindakan, seperti kegiatan penyuluhan, pembinaan dan penggalangan masyarakat. Upaya ini dapat diterapkan guna mencegah secara dini gangguan ketertiban masyarakat dan ketenteraman masyarakat sekaligus dapat menyelesaikan berbagai persoalan yang bersinggungan dengan masyarakat secara arif dan bijaksana.

Keberadaan PKL juga sering kali menyebabkan terhambatnya program Pemerintah Daerah yaitu dalam hal penataan tata kota yang baik. Permasalahan tersebut terjadi karena peraturan atau kebijakan yang muncul untuk mengatur hal tersebut tidak diikuti dengan mentalitas dan kesiapan oleh aparat pemerintah, baik dalam pelaksanaannya dan juga kurangnya kesadaran masyarakat tentang keberadaan peraturan atau kebijakan tersebut.

Berdasarkan dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menganalisis lebih lanjut mengenai permasalahan tersebut serta menyusunnya dalam skripsi dengan judul “Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Menata Dan Membina Pedagang Kaki Lima Di Kota Bandar Lampung Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2018”

(19)

5

1.2 Rumusan Masalah

Dilihat dari latar belakang di atas rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam menata dan membina Pedagang Kaki Lima di Kota Bandar Lampung khususnya di Taman Kota Bundaran Lungsir?

2. Apa saja faktor penghambat Peranan Satuan Polisi Pamong Praja dalam Menata dan Membina Pedagang Kaki Lima di Kota Bandar Lampung khususnya di Taman Kota Bundaran Lungsir?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan adanya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peranan Satuan Polisi Pamong Praja dalam menata dan membina Pedagang Kaki Lima di Kota Bandar Lampung berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2018 khususnya di Taman Kota Bundaran Lungsir.

2. Untuk mengetahui Faktor-faktor penghambat Peranan Satuan Polisi Pamong Praja dalam Menata dan Membina Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Bandar Lampung khususnya di Taman Kota Bundaran Lungsir.

(20)

6

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis :

1. Kegunaan Teoritis, yaitu hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi perkembangan ilmu hukum yaitu Hukum Administrasi Negara khususnya yang berkaitan dengan tenaga kerja. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi dan masukan bagi pelaksanaan penelitian di bidang yang sama untuk masa mendatang pada umumnya dan masukan serta sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya pada Hukum Administrasi Negara.

2. Kegunaan Praktis, yaitu sebagai bahan masukan bagi Satuan Polisi Pamong Praja Bandar Lampung dalam menata dan membina Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Kota Bandar Lampung.

(21)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)

2.1.1 Sejarah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)

Sejarah Polisi Pamong Praja didirikan di Yogyakarta pada tanggal 3 Maret 1950 moto PRAJA WIBAWA, untuk mewadahi sebagian ketugasan pemerintah daerah.

Sebenarnya ketugasan ini telah dilaksanakan pemerintah sejak zaman kolonial.

Sebelum menjadi Satuan Polisi Pamong Praja setelah proklamasi kemerdekaan dimana diawali dengan kondisi yang tidak stabil dan mengancam NKRI, dibentuklah Detasemen Polisi sebagai Penjaga Keamanan Kapanewon di Yogjakarta sesuai dengan Surat Perintah Jawatan Praja di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menjaga ketentraman dan ketertiban masyarakat.

Pada tanggal 10 November 1948, lembaga ini berubah menjadi Detasemen Polisi Pamong Praja.

Di Jawa dan Madura Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk tanggal 3 Maret 1950.

Inilah awal mula terbentuknya Satpol PP. dan oleh sebab itu, setiap tanggal 3 Maret ditetapkan sebagai Hari Jadi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan diperingati setiap tahun. Pada Tahun 1960, dimulai pembentukan Kesatuan Polisi Pamong Praja di luar Jawa dan Madura, dengan dukungan para petinggi

(22)

8

militer/Angkatan Perang. Tahun 1962 namanya berubah menjadi Kesatuan Pagar Baya untuk membedakan dari korps Kepolisian Negara seperti dimaksud dalam UU No 13/1961 tentang Pokok-pokok Kepolisian.

Tahun 1963 berubah nama lagi menjadi Kesatuan Pagar Praja. Istilah Satpol PP mulai terkenal sejak pemberlakuan UU No 5/1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Pada Pasal 86 (1) disebutkan, Satpol PP merupakan perangkat wilayah yang melaksanakan tugas dekonsentrasi.

Saat ini UU 5/1974 tidak berlaku lagi, digantikan UU No 22/1999 direvisi menjadi UU No 32/2004 dan digantikan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.

2.1.2 Pengertian Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)

Pasal 148 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 disebutkan, Polisi Pamong Praja adalah perangkat pemerintah daerah dengan tugas pokok menegakkan perda, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat sebagai pelaksanaan tugas desentralisasi. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja, menyebutkan bahwa untuk menegakkan Peraturan Daerah (Perda), menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat, di setiap provinsi dan kabupaten kota dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja yang disebut Satpol PP. Satuan polisi pamong praja merupakan bagian dari pemerintahan dalam menegakkan peraturan daerah, penyelenggaraan ketertiban umum, serta ketentraman masyarakat. Tugas pokok Satpol PP adalah menegakkan perda dan

(23)

9

menyelelnggarakan ketertiban umum serta ketentraman masyarakat dan perlindungan masyarakat.

Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 20182 tentang Satuan Polisi Pamong Praja menyebutkan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Satpol PP adalah perangkat daerah yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat. Satpol PP provinsi dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekretaris daerah provinsi. Satpol PP kabupaten/kota dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada bupati/wali kota melalui sekretaris daerah kabupaten/kota.

Organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan peraturan daerah. Satpol PP dapat berkedudukan di daerah Provinsi dan daerah Kabupaten/Kota:

1. Di daerah Provinsi, Satuan Polisi Pamong Praja dipimpin oleh kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.

2. Di daerah Kabupaten/Kota, Satuan Polisi Pamong Praja dipimpin oleh kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah.

2 Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja

(24)

10

2.1.3 Tugas, Fungsi dan Kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)

Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja menyebutkan bahwa Satpol PP mempunyai tugas:3

1. Menegakkan Perda;

2. Menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman; dan 3. Menyelenggarakan pelindungan masyarakat.

Guna melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tersebut, Satpol PP mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Penyusunan program penegakan Perda, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat;

2. Pelaksanaan kebijakan penegakan Perda, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat;

3. Pelaksanaan koordinasi penegakan Perda, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat dengan instansi terkait;

4. Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum atas pelaksanaan Perda; dan

5. Pelaksanaan fungsi lain berdasarkan tugas yang diberikan oleh kepala daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3 Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja

(25)

11

Satpol PP memiliki kewenangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tersebut, yaitu:

1. Melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda;

2. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

3. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan

4. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda.

Penjelasan Tugas Pokok dan Fungsi Satpol PP diatas dapat didefinisikan bahwa kegiatan-kegiatan dalam menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat Satpol PP memiliki dasar-dasar apa yang harus dijalankan oleh satuan Polisi Pamong Praja. Dimana baik dalam tugas dan fungsi ini dapat terselenggara dengan baik ketika masyarakat juga ikut berkontribusi untuk menjaga ketertiban umum, ketentraman dan penegakan perda yang dilakukan lewat bimbingan maupun informasi dari Satpol PP. Oleh karena itu, Masyarakat akan merasa nyaman dan aman ketika peran yang dilakukan oleh Satpol PP sesuai tupoksi yang ada sesuai penjelasan diatas.

(26)

12

2.2 Pedagang

2.2.1 Pengertian Pedagang

Pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan sebagai pekerjaannya sehari-hari. Perbuatan perniagaan pada umumnya merupakan perbuatan pembelian barang untuk dijual lagi.4 Sedangkan pengertian pedagang secara etimologi adalah orang yang berdagang atau bisa disebut juga saudagar.

Pedagang ialah orang yang melakukan perdagangan, memperjual belikan produk atau barang yang tidak diproduksi sendiri untuk memperoleh keuntungan.5 Pada aktivitas perdagangan, Pedagang adalah orang atau instusi yang memperjualbelikan produk atau barang, kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan pada ekonomi, pedagang dibedakan menurut jalur distribusi yang dilakukan dapat dibedakan menjadi : pedagang distributor (tunggal), pedagang partai besar, dan pedagang eceran.

2.2.2 Jenis-Jenis Pedagang

Jenis- jenis Pedagang berdasarkan penggunaan dan pengelolaan pendapatan yang diperoleh dari hasil perdagangan, dapat dikelompokan menjadi :

1. Pedagang profesonal yaitu pedagang yang menggunakan aktivitas perdagangan merupakan pendapatan/sumber utasa dana satu-satunya begi ekonomi keluarga.

2. Pedagang semi-profesonal yaitu pedagang yang mengakui aktivitas perdagangan untuk memperoleh uang tetapi pendapatan dari hasil perdagangan merupakan sumber tambahan bagi ekonomi keluarga.

4 C.S.T. Kensil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 15.

5 Eko Sujatmiko, Kamus IPS, (Surakarta: Aksara Sinergi media Cet. I, 2014), hal. 231.

(27)

13

3. Pedangang Subsitensi yaitu pedagang yang menjual produk atau barang dari hasil aktivitas atas subsitensi untuk memenuhi ekonomi keluarga. Pada daerah pertanian, pedagang ini adalah seorang petani yang menjual produk pertanian ke pasar desa atau kecamatan.

4. Pedagang Semu adalah orang yang melakukan kegiatan perdagangan karena hobi atau untuk mendapatkan suasana baru atau untuk mengisi waktu luang.

Pedagang jenis ini tidak di harapkan kegiatan perdagangan sebagi sarana untuk memperoleh pendapatan, malahan mungkin saja sebaliknya ia akan memperoleh kerugian dalam berdagang.

2.3 Pedagang Kaki Lima

2.3.1 Sejarah Pedagang Kaki Lima

Pedagang kaki lima atau yang sering disebut PKL merupakan sebuah komunitas yang kebanyakan berjualan dengan memanfaatkan area pinggir jalan raya untuk mengais rezeki dengan menggelar dagangannya atau gerobaknya di pinggir- pinggir perlintasan jalan raya. Bila melihat sejarah dari permulaan adanya Pedagang Kaki Lima, PKL atau pedagang kaki lima sudah ada sejak masa penjajahan Kolonial Belanda.

Pada masa penjajahan kolonial peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk Para pedestrian atau pejalan kaki yang sekarang ini disebut dengan trotoar. Selain itu juga pemerintahan pada waktu itu juga menghimbau agar sebelah luar dari trotoar diberi ruang yang agak lebar atau agak jauh dari pemukiman penduduk untuk dijadikan taman sebagai penghijauan dan resapan air.

(28)

14

Adanya tempat atau ruang yang agak lebar tersebut kemudian para pedagang mulai banyak menempatkan gerobaknya untuk sekedar beristirahat sambil menunggu adanya para pembeli yang membeli dagangannya. Seiring perjalanan waktu banyak pedagang yang memanfaatkan lokasi tersebut sebagai tempat untuk berjualan sehingga mengundang para pejalan kaki yang kebetulan lewat untuk membeli makanan, minuman sekaligus beristirahat.

Berawal dari hal tersebut maka Pemerintahan Kolonial Belanda menyebut mereka sebagai Pedagang Lima Kaki buah pikiran dari pedagang yang berjualan di area pinggir perlintasan para pejalan kaki atau trotoar yang mempunyai lebar Lima Kaki, tidak disertai dengan ketersediaan wadah yang menaunginya dan seolah kurang memberi perhatian terhadap pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima bermula tumbuh dan semakin berkembang dari adanya krisis moneter yang melanda secara berkepanjangan yang menimpa Indonesia pada sekitar tahun 1998 dimana salah satunya mengakibatkan terpuruknya kegiatan ekonomi. Kebutuhan untuk tetap bertahan hidup dengan menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, menuntut masyarakat dengan modal keterampilan terbatas menjadi pedagang kaki lima. Seiring perjalanan waktu para pedagang lima kaki ini tetap ada hingga sekarang, namun ironisnya para pedagang ini telah diangggap mengganggu para pengguna jalan karena para pedagan telah memakan ruas jalan dalam menggelar dagangannya.

Pengelompokkan Pedagang Kaki Lima Menurut Sarana Fisiknya Sebenarnya ada banyak sekali pengelompokkan jika dilihat dari sarana fisiknya, dibawah ini akan dijelaskan beberapa dari pedagang kaki lima menurut sarana fisiknya:

(29)

15

1. Kios

Pedagang yang menggunakan bentuk sara ini dikategorikan pedagang yang menetap, karena secara fisik jenis ini tidak dapat dipindahkan. Biasanya merupakan bangunan semi permanen yang dibuat dari papan

2. Warung Semi Permanen

Terdiri dari bebearap gerobak yang diatur berderet yang dilengkapi dengan meja dan bangku-bangku panjang. Bentuk sara ini beratap dari bahan terpal atau plastik yang tidak tembus air. Pedagang kaki lima ini dikategorikan Pedagang kaki lima menetap dan biasanya berjualan makanan dan minuman 3. Gerobak Atau Kereta Dorong

Bentuk sara berdagang ini ada 2 jenis, yaitu gerobak atau kereta dorong yang beratap sebagai perlindungan untuk barang dagangan dari pengaruh panas, debu,hujan dan sebagainya serta gerobak atau kereta dorong yang tidak beratap. Sarana ini dikategorikan jenis pedagang kaki lima yang menetap dan tidak menetap. Biasanya untuk menjajakan makanan, minuman serta rokok 4. Jongkok Atau Meja

Bentuk sara berdagang seperti ini dapat beratap dan tidak beratap. Sarana seperti ini dikategorikan jenis pedagang kaki lima yang menetap

5. Gelaran Atau Alas

Pedagang menjajakan barang dagangannya diatas kain,tikar dan lainnya untuk menjajakan barang dagangannya. Bentuk sara ini dikategorikan pedagang kaki lima yang semi menetap dan umumnya sering dijumpai pada jenis barang kelontong

(30)

16

6. Pikulan Atau Keranjang

Sarana ini digunakan oleh para pedagang keliling atau semi menetap dengan menggunakan satu atau dua keranjang dengan cara dipikul. Bentuk ini dimaksudkan agar barang dagangan mudah untuk dibawa berpindah-pindah tempat.6

2.3.2 Pengertian Pedagang Kaki Lima

Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL) berasal dari jaman Raffles yaitu yang berarti jalur pejalan kaki dipinggir jalan selebar lima kaki.7 Kaki tersebut lama kelamaan dipaksa untuk area berjualan pedagang kecil seperti bakso, mi goreng, warung kelontong, tambal ban, penjual obat, sepatu, mainan, warung makan dan lain lain.

Adapun pengertian PKL menurut Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 01 tahun 2018 Pasal 1 angka 24 menyebutkan:

Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingkat PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap.

6 Retno Widjajanti,2000,”Penataan Fisik Kegiatan Pedagang Kaki Lima Pa Program Magister Perencanaan Wilayah Dan Kota Program Pasca Sarjana Institut Tekhnologi Bandung” , hlm 39- 40

7 Manning, Chris Tadjuddin N.E. Urbanisasi, Pengangguran, Dan Sektor Informal Di Kota.

Jakarta : 1996. Yayasan Obor Indonesia.

(31)

17

Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 20128 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima pasal 1 nomor 1 dijelaskan bahwa Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingkat PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan, dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap.

Pedagang kaki lima disebut juga pedagang liar atau pedagang eceran yaitu pedagang yang berjualan di pinggirpinggir jalan, emperan toko-toko, di halaman bangunan pasar, lapangan-lapangan terbuka dan tempat-tempat lain yang sifatnya sementara dan belum mendapat izin resmi dari pemerintah. Pedagang kaki lima adalah pedagang yang berjualan di suatu tempat umum seperti tepi jalan, taman- taman, emper-emper toko dan pasar-pasar tanpa atau adanya izin usaha dari pemerintah.9

Menurut McGee dan Yeung (1977), PKL mempunyai pengertian yang sama dengan ‘hawkers’, yang didefinisikan sebagai orang-orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual ditempat umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar.

Senada dengan hal itu, Soedjana (1981) mendefinisikan PKL sebagai sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual di atas trotoar atau di tepi/di pinggir jalan, di sekitar pusat perbelanjaan/pertokoan, pasar, pusat rekreasi/hiburan, pusat perkantoran dan pusat pendidikan, baik secara menetap

8 Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima pasal 1 nomor 1.

9 Karafir, K. Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Liberty. Nugroho, R. (2009). Public Policy.

2007. Jakarta: Elexmedia Komputindo.

(32)

18

atau setengah menetap, berstatus tidak resmi atau setengah resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore maupun malam hari.

2.3.3 Karakteristik Pedagang Kaki Lima

Secara mendasar karakteristik PKL adalah sebagai berikut:10 1. Tidak terorganisir dan tidak mempunyai ijin;

2. Tidak memiliki tempat usaha yang permanen;

3. Tidak memerlukan keahlian dan ketrampilan khusus;

4. Modal dan perputaran usahanya berskala relatif kecil;

5. Sarana berdagang bersifat mudah dipindahkan.

Masalah karakteristik atau sifat dari setiap PKL yang berbeda satu sama lainnya.

Tingkat Heterogenitas dari PKL ini yang membuat sulit pemerintah Kota dalam pelaksanaan pembinaan PKL Dari beberapa masalah diatas jika dihubungkan dengan teori dari Winarno dapat dikatakan bahwa permasalahan diatas yang membuat pelaksanaan penataan dan pembinaan pedagang kaki lima yang ada di di Kota Bandar Lampung menjadi kurang maksimal.11

2.3.4 Pola Sebaran, Pelayanan, Waktu dan Sarana Berdagang PKL

1. Pola penyebaran PKL secara keseluruhan mempunyai potensi meningkat dalam masyarakat mulai dari jumlah dagangan dan jenis dagangan yang beragam hingga berkembang secara menyeluruh dengan skala yang lebih besar dan luas.

10 Ibid.

11 Elmina Dianti Qasanova dan Tuti Khairani, EVALUASI PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG, Jurnal Administrasi Pembangunan, Volume 2, Nomor 1, November 2013, hlm. 1- 114. URL: https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JAP/article/view/1933/1902 diakses pada tanggal 25 September 2019 Pukul 13.50 WIB

(33)

19

2. Waktu berdagang biasanya mulai jam 08.00 WIB hingga jam 16.00 WIB disamping itu ada pula yang memulai membuka dagangannya pada sore hari sekitar jam 18.00 hingga malam hari, malahan ada yang nyaris semalam suntuk.

3. Pola pelayanan para PKL dengan cara langsung mendasarkan daganganya sehingga konsumen dapat langsung memilih, menawar dan bertransaksi.

Adapun yang berupa warung makan terkadang pembeli duduk pada area badan jalan yang merupakan perluasan dari trotoar.

4. Sarana fisik PKL dalam menjajakan barang dagangannya menggunakan material yang relatif sederhana biasanya menggunakan barang bekas seperti (spanduk, iklan dan sebagainya). Adapun bentuk sarana dagang berupa : gerobak, meja, tenda, kios, gelaran dan lain-lain.

2.3.5 Pengendalian dan Pengaturan Pedagang Kaki Lima

Keberadaan PKL dapat memberikan keuntungan kepada semua pihak yang bersangkutan jika PKL tersebut dikendalikan. Daripada berusaha untuk menghapuskan PKL, lebih baik membuat suatu peraturan sebagai kepastian bagi PKL sehingga dapat menjadi potensi yang baik. Keuntungan dari PKL yang telah dikendalikan adalah:

1. Keramahtamahan PKL, keunikan dari gerobak dan aktivitas yang ditimbulkan, seperti duduk-duduk sambil belajar, membaca, berbicara dengan teman, berdiskusi dan lainlain dapat menciptakan suatu suasana dengan karakter yang hidup.

(34)

20

2. Dengan pengembangan desain yang tidak mahal, gerobak PKL dapat menjadi warnawarna yang menarik pada areal ruang basis kegiatan dan ruang kegiatan umum.

3. PKL juga menarik karena menawarkan pelayanan yang tidak diberikan pada toko-toko atau restoran besar, seperti harga yang lebih murah dan suasana yang lebih terbuka.

4. PKL dapat memelihara kawasan di sekitar tempatnya berjualan, memungut sampah, dan melaporkan kerusakan fasilitas-fasilitas umum.

5. Mereka memberikan petunjuk jalan bagi orang baru pertama kali datang dan mengawasi keamanan di areal ia berjualan.

6. Keberadaan dapat menambah rasa aman bagi pejalan kaki hingga malam hari.

7. PKL sering kali dapat membangkitkan aktivitas positif pada suatu daerah yang tidak terpakai dengan baik di mana sering terdapat aktivitas atau kegiatan ilegal.

8. PKL juga dapat memberikan kontribusi berupa kutipan sebagai uang pemeliharaan dan berbagai program manajemen lainnya untuk kesinambungan program penataan PKL.12

Implementasi kebijakan pemerintah yaitu dilakukan dengan pemikiran yang rasional dan proporsional. Logikanya pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan dalam hal ini relokasi, relokasi tersebut adalah pemerintah berupaya mencari win- win solution atas permasalahan PKL. Dikeluarkannya kebijakan relokasi, pemerintah dapat mewujudkan tata kota yang indah dan bersih, namun juga dapat memberdayakan keberadaan PKL untuk menopang ekonomi daerah.

12http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15826/1/sim-des2004-%20%281%29.pdf diakses pada tanggal 12 September 2019 Pukul 14.06 WIB

(35)

21

Pemberdayaan PKL melalui relokasi tersebut ditujukan untuk formalisasi aktor informal, artinya dengan ditempatkannya pedagang kaki lima pada kios-kios yang disediakan maka pedagang kaki lima telah legal menurut hukum. Sehingga dengan adanya legalisasi tersebut pemkab dapat menarik restribusi secara dari para pedagang agar masuk kas pemerintah dan tentunya akan semakin menambah Pendapatan Asli Daerah.

Pemerintah Kota mengeluarkan kebijakan yang isinya antara lain ialah:

1. Pedagang kaki lima dipindah lokasikan ke tempat yang telah disediakan berupa kios-kios

2. Kios-kios tersebut disediakan secara gratis 3. Setiap kios setiap bulan ditarik retribusi

4. Bagi pedagang yang tidak pindah dalam jangka waktu 90 hari setelah keputusan ini dikeluarkan akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pemerintah kota menganggap kebijakan relokasi tersebut merupakan tindakan yang terbaik bagi PKL dan memudahkan PKL. Karena dengan adanya kios-kios yang disediakan pemerintah, pedagang tidak perlu membongkar muat dagangannya. Selain itu, pemerintah juga berjanji akan memperhatikan aspek promosi, pemasaran, bimbingan pelatihan, dan kemudahan modal usaha.

Pemerintah merasa telah melakukan hal yang terbaik dan bijaksana dalam menangani keberadaan PKL. Pemerintah Kota merasa telah melakukan yang terbaik bagi para PKL. Namun, Pasca relokasi tersebut, beberapa pedagang kaki

(36)

22

lima yang diwadahi dalam suatu paguyuban melakukan berbagai aksi penolakan terhadap rencana relokasi ini.

2.4 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2018

Pada pasal 1 angka 2 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2018 menyatakan bahwa Pemerintah Daerah adalah Walikota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Terbentuknya suatu Peraturan Daerah ini berasaskan pada Ketenteraman masyarakat dan ketertiban umum dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, transparansi dan kepastian hukum, hal tersebut tercantum dalam Pasal 2 Peraturan Daerah tersebut yang mana pengaturan tentang ketenteraman masyarakat dan ketertiban umum dimaksudkan sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam mengawasi, mencegah dan menindak setiap kegiatan yang mengganggu ketenteraman masyarakat dan ketertiban umum serta bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam upaya menciptakan, menjaga dan memelihara ketertiban, ketenteraman, keteraturan dan kelestarian.

Peraturan Daerah ini juga mengatur tentang kerjasama dan koordinasi antara Satpol PP dan Linmas dalam melaksanakan tugasnya dapat meminta bantuan dan/atau bekerja sama dengan satuan kerja perangkat daerah terkait, dan/atau Kepolisian dan/atau lembaga lainnya, dalam hal tersebut Satpol PP dan Linmas bertindak selaku koordinator lapangan hal tersebut didasarkan atas hubungan fungsional, saling membantu, dan saling menghormati dengan mengutamakan kepentingan umum dan memperhatikan hierarki dan kode etik birokrasi.

(37)

23

Pembinaan dan penataan untuk PKL berdasarkan Perda Kota Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2018 belum mengikutsertakan berbagai macam kepentingan para PKL dan penerapan yang cendrung dipaksakan sehingga memunculkan polemik yang sampai saat ini belum ada jalan keluarnya. Untuk itu, perlu adanya evaluasi apakah Perda Kota Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2018 telah dilaksanakan dengan menyesuaikan standarisasi pelakasanaan kebijakan yang baik.

(38)

24

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Untuk pendekatan masalah dilakukan dengan pendekatan secara normatif dan pendekatan secara empiris.13 Pendekatan secara normatif, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari peraturan-peraturan hukum yang berlaku yang erat kaitannya dengan permasalahan penelitian yang meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi dan sumber lain yang erat kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. Pendekatan empiris, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara melihat pada kenyataan langsung atau sesungguhnya, terhadap pihak yang berkompeten di lokasi penelitian dan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.14

3.2 Sumber Data

Sumber data penelitian ini berasal dari data lapangan dan data kepustakaan.

Sedangkan jenis data terdiri atas data primer dan data sekunder.

13 Sarjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Rajawali Pers, 1990),hlm. 1

14Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hlm.134

(39)

25

3.2.1 Data Primer

Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber pertama.

dengan demikian data primer yang diperoleh langsung dari obyek penelitian di lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penelitian. Penulis akan mengkaji dan meneliti sumber data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan narasumber yaitu Kepala Bidang Tibum dan Ketentraman Masyarakat Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung dan beberapa pedagang kaki lima yang berlokasi di Bundaran Lungsir Taman Kota Bandar Lampung.

3.2.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara mempelajari, membaca, mengutip, literatur atau perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok permasalahan dari penelitian ini. Data sekunder ini meliputi 3 (tiga) bahan hukum antara lain:

1. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas, bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang- undangan yang diurut berdasarkan hierarki15, antara lain:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Polisi Pamong Praja;

4. Peraturan Daerah Nomor 01 Tahun 2018 tentang Ketentraman Masyarakat dan Ketertiban Umum.

2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks yang ditulis oleh ahli hukum yang berpengaruh,

15 Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana. 2006. hlm. 141

(40)

26

jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian.16 Dalam Penelitian ini, bahan hukum sekunder yang digunakan adalah berupa buku-buku rujukan yang relevan, hasil karya tulis ilmiah, dan berbagai makalah yang berkaitan.

3. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder17, seperti kamus, karya ilmiah, bahan seminar serta jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan:

1. Studi pustaka (library research), adalah pengumpulan data dengan melakukan serangkaian kegiatan membaca, menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan.

2. Studi lapangan (field research), dilakukan sebagai usaha mengumpulkan data secara langsung di lapangan penelitian guna memperoleh data yang dibutuhkan. Studi lapangan ini dilaksanakan dengan cara:

3. Studi kepustakaan adalah kegiatan untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang menjadi obyek penelitian. Informasi tersebut

16 Johny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Surabaya: Bayumedia. 2008.

hlm. 296

17 Ibid. hlm.298

(41)

27

dapat diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, tesis, disertasi, ensiklopedia, internet, dan sumber-sumber lain.

4. Wawancara (interview), yaitu mengajukan tanya jawab kepada informan penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya dan akan dikembangkan pada saat wawancara berlangsung.

Wawancara ini dilakukan dengan Kepala Bidang Tibum dan Ketentraman Masyarakat Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung.

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul maka tahap selanjutnya dilakukan pengolahan data, dengan prosedur sebagai berikut:

1. Seleksi Data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui kelengkapan dan dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

2. Klasifikasi Data Penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk kepentingan penelitian.

3. Penyusunan Data Menyusun data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sesuai sistematika yang ditetapkan untuk mempermudah interpretasi data.

3.4 Analisis Data

Setelah pengolahan data selesai, maka dilakukan analisis data, sehingga diperoleh kesimpulan berdasarkan deskriptif kualitatif, artinya hasil penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat yang mudah dibaca

(42)

28

dan dimengerti untuk diinterprestasikan dan ditarik kesimpulan secara umum yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus terhadap pokok bahasan yang diteliti.

(43)

39

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam menata dan membina Pedagang Kaki Lima di Kota Bandar Lampung pada kenyataanya di lapangan yaitu di Taman Kota Bundaran Lungsir telah sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2018 yang ada, dimana Satpol PP Kota Bandar Lampung telah melakukan sosialisasi dalam penertiban PKL agar tidak berjualan secara liar dan tidak mengganggu kegiatan lalu lintas serta kenyamanan dan ketertiban masyarakat, walau hal ini kurang diperhatikan lebih lanjut oleh para PKL, yang dimana semakin lama para PKL liar semakin bermunculan lagi.

2. Peranan Satuan Polisi Pamong Praja dalam Menata dan Membina Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Bandar Lampung pada kenyataan di lapangannya yaitu di Taman Kota Bundaran Lungsir memiliki beberapa faktor-faktor penghambat, faktor penghambat tersebut antaralain timbul dari banyaknya jumlah PKL yang ada sehingga tempat yang disediakan Pemerintah Kota Bandar Lampung kurang memadai. Selain itu para PKL juga kurang taat pada

(44)

40

aturan pemerintah yang ada, hal ini dapat dilihat di lapangan (Taman Kota Bundaran Lungsir) dimana masih banyaknya PKL liar yang berjualan ditempat yang tidak semestinya.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, maka menjadi saran dari penulis antaralain:

1. Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung perlu melakukan penataan dan pembinaan PKL dengan cara memberikan sosialisasi kepada PKL secara terus menerus atau berkala, selain itu perlu adanya Perda baru untuk memberikan sanksi terhadap masyarakat yang juga membeli dari PKL liar, hal ini tentu saja agar para PKL liar tidak bermunculan lagi seiring berjalannya waktu, serta lebih taat pada Peraturan Pemerintah Kota Bandar Lampung guna menjadikan Kota Bandar Lampung yang lebih baik.

2. Pemerintah Kota Bandar Lampung perlu menyediakan lapangan tempat PKL berjualan lebih luas atau lebih banyak lagi, dengan begitu jumlah PKL yang melonjak pun akan tetap memiliki tempat yang semestinya, hal ini akan memudahkan para PKL untuk lebih mengikuti penataan dan pembinaan dari Aparat Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung.

(45)

41

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ibrahim, Johny. 2008. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.

Surabaya: Bayumedia.

Karafir, K. 2007. Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Liberty.

Mahmud Marzuki, Peter. 2006. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.

Manning, Chris Tadjuddin N.E. Urbanisasi, Pengangguran, Dan Sektor Informal Di Kota. Jakarta : 1996. Yayasan Obor Indonesia.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti

Musanef. 1991. Manajemen Kepegawaian Di Indonesia. Jakarta: CV Haji Masagung.

Nugroho, R. 2007. Public Policy. Jakarta: Elexmedia Komputindo.

Ridwan, HR. 2016. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Press.

Soekanto, Sarjono. 1990. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Rajawali Press.

Sujarto,D. 2004. Penataan Ruang dan Pengembangan Kota Baru di Indonesia, Departemen Planologi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Thoha, Miftah. 1997. Pembinaan Organisasi (Proses Diagnosa dan Intervensi), Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang

Undang-Undang Dasar Tahun 1945

(46)

42

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2018 tentang

Ketentraman Masyarakat dan Ketertiban Umum

Sumber Lainnya Jurnal

Anggit Pratomo, dkk. 2019. Kualitas Taman Kota sebagai Ruang Publik Di Kota Surakarta Berdasarkan Persepsi dan Preferensi Pengguna. Jurnal Desa Kota. Volume 1 Nomor 1. Hlm 84.

Bukhari, MHSc. “Pedagang Kaki Lima (PKL) Dan Jaringan Sosial: Suatu Analisis Sosiologi”, Volume 11, Nomor 1, Juni 2017. URL:

http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JSU/article/download/10091/7957

Elmina Dianti Qasanova dan Tuti Khairani, Evaluasi Penataan Dan Pembinaan Pedagang, Jurnal Administrasi Pembangunan, Volume 2, Nomor 1,

November 2013, hlm. 1-114. URL:

https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JAP/article/view/1933/1902 diakses pada tanggal 25 September 2019 Pukul 13.50 WIB

G. Rukmana, Maris. Peran Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima Di Kota Semarang, Jurnal Konstituen Vol. 1 No. 2, Juni 2019. URL: http://ejournal.ipdn.ac.id/FHTP/article/view/536 diakses tanggal 3 September 2019 pukul 11.15 WIB.

Henny Purwanti dan Misnarti. 2012. Usaha Penertiban dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Lumajang. Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jenderal Sudirman Lumajang.

Widjajanti, Retno. 2000. ”Penataan Fisik Kegiatan Pedagang Kaki Lima Pa Program Magister Perencanaan Wilayah Dan Kota Program Pasca Sarjana Institut Tekhnologi Bandung”.

Kamus

Badudu-Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia.

Kamus Tata Ruang, Edisi 1. 1997.

(47)

43

Internet

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15826/1/sim-des2004-

%20%281%29.pdf diakses pada tanggal 12 September 2019 Pukul 14.06 WIB

https://kbbi.web.id/tata diakses tanggal 9 September 2019 Pukul 14.25 WIB https://kbbi.web.id/membina diakses tanggal 9 September 2019 Pukul 14.30 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji ANOVA menunjukkan pengaruh penambahan limbah pada kultur mikroalga LIPI11-2- AL002 yang diintegrasikan dengan interaksi waktu kultivasi adalah berbeda

Laporan Realisasi Anggaran Smt I 2019 versi Permendagri 13 Sekretariat Dinas Kepala Dinas DLH Juni 2019 / Padang √ √.. BENTUK INFORMASI

Dalam salah satu bukunya Irwan Widjaja menerangkan bahwa pertumbuhan gereja Indonesia secara keseluruhan mengalami pertumbuhan tetapi tidak signifikan, karena yang

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat pendidikan pada Badan Perencaan Pembangunan Daerah Kota Samarinda adalah sebagai berikut

Media yang dapat digunakan dalam mempromosi koleksi Terbitan Pemerintah di Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat kepada pemustaka adalah

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suhu pengeringan bahan dapat mempengaruhi kemampuan daun matoa dalam menangkal radikal bebas (p<0,01), walaupun tidak ada

Prosedur merupakan suatu urutan operasi tulis menulis dan biasanya melibatkan beberapa orang di dalam satu atau lebih departemen yang diterapkan, untuk menjamin

Melihat bukti dari variabel pendukung yaitu bahwa pemberian teh kombucha dalam air minum dengan konsentrasi 40% mampu meningkatkan secara nyata konsumsi air minum dan