• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi pendidikan iman anak dalam keluarga bagi perkembangan iman anak di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana, Paroki Kristus Raja Cigugur, Keuskupan Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deskripsi pendidikan iman anak dalam keluarga bagi perkembangan iman anak di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana, Paroki Kristus Raja Cigugur, Keuskupan Bandung."

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “DESKRIPSI PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA BAGI PERKEMBANGAN IMAN ANAK DI STASI MARIA PUTRI MURNI SEJATI CISANTANA, PAROKI KRISTUS RAJA CIGUGUR, KEUSKUPAN BANDUNG”. Penulis memilih judul ini

berdasarkan keadaan yang penulis saksikan di Stasi Maria Putri Sejati Cisantana bahwa pelaksanaan pendidikan iman anak dalam keluarga masih kurang. Kenyataan menunjukkan orang tua percaya bahwa guru agama, katekis, sekolah, dan pendamping iman anak di Gereja dapat mendidik iman anak melalui pengetahuan yang mereka miliki. Karena kurangnya pengetahuan orang tua dalam hal pendidikan iman anak dalam keluarga, maka orang tua mempercayakan kepada guru agama, katekis dan sekolah untuk mendidik iman anak. Orang tua kurang melibatkan anak-anak dalam kegiatan di lingkungan Gereja. Dengan melihat keadaan yang terjadi, maka penulis tergerak untuk memberikan sumbangan pemikiran demi perkembangan pendidikan iman anak dalam keluarga.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah sejauh mana pendidikan iman anak dalam keluarga telah membantu perkembangan iman anak serta upaya apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan pendidikan iman anak dalam keluarga bagi perkembangan iman anak di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana. Untuk menjawab persoalan tersebut penulis menggunakan studi pustaka dan penelitian. Studi pustaka dilaksanakan dengan mempelajari berbagai sumber yakni Kitab Suci, dokumen Gereja, serta pandangan para ahli yang berkaitan dengan pendidikan iman anak dalam keluarga dan perkembangan iman anak. Metode penelitian menggunakan penyebaran angket dan wawancara. Penyebaran angket dilaksanakan kepada anak usia 9 sampai 11 tahun dan wawancara kepada orang tua Katolik yang memiliki anak usia 9 sampai 11 tahun di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana.

(2)

ix ABSTRACT

This small thesis entitled “DESCRIPTION OF CHILDREN FAITH EDUCATION IN THE FAMILY FOR CHILDREN FAITH DEVELOPMENT AT MARIA PUTRI MURNI SEJATI CHAPERLY CISANTANA, KRISTUS RAJA PARISH CIGUGUR, BANDUNG DIOCESE”. The author chose this title based on circumstances which the author witnessed in Maria Putri Murni Sejati chaperly Cisantana there is lack of children faith education implementation in family. In fact, parents believe that religion teachers, catechists, schools, and faith mentoring children in church can educate children faith through the knowledge they have. Due to the lack of knowledge of parents in faith education of children in the family, then the parents entrust to religioun teachers, catechists and schools to educate the children faith. Parents rarely involve children in activities within the Church. By looking at the circumstances, the writer motivated to contribute ideas for the children faith education development in the family.

The main idea in this small thesis is the extent of children faith education in the family has fostered the children faith and what efforts are needed to improve the children faith education implementation in the family for children faith development at the Maria Putri Murni Sejati chaperly Cisantana. To answer these problems the author uses literature study and research. A literature study is done by studying various resources, namely the Bible, Church documents, and expert opinions relating to the children faith education in family and children faith development. The research method is using questionnaires and interviews. The questionnaires distribute to children aged 9 to 11 years and the interviews to Catholic parents who have children aged 9 to 11 years at Maria Putri Murni Sejati chaperly Cisantana.

(3)

DESKRIPSI PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA BAGI PERKEMBANGAN IMAN ANAK DI STASI MARIA PUTRI MURNI

SEJATI CISANTANA, PAROKI KRISTUS RAJA CIGUGUR, KEUSKUPAN BANDUNG

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Maria Vinsensia Asriyati NIM: 111124036

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

kedua orang tuaku (Hermanus Harjo dan Angela Rosanah),

adik-adik (Alexius Kariyadi Wijaya dan Adventus Alam Hari Wijaya) dan seluruh keluarga yang terkasih,

orang tua dan anak-anak di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana serta semua orang yang selalu mendukung

(7)

v

MOTTO

“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan;

(8)
(9)
(10)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “DESKRIPSI PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA BAGI PERKEMBANGAN IMAN ANAK DI STASI MARIA PUTRI MURNI SEJATI CISANTANA, PAROKI KRISTUS RAJA

CIGUGUR, KEUSKUPAN BANDUNG”. Penulis memilih judul ini

berdasarkan keadaan yang penulis saksikan di Stasi Maria Putri Sejati Cisantana bahwa pelaksanaan pendidikan iman anak dalam keluarga masih kurang. Kenyataan menunjukkan orang tua percaya bahwa guru agama, katekis, sekolah, dan pendamping iman anak di Gereja dapat mendidik iman anak melalui pengetahuan yang mereka miliki. Karena kurangnya pengetahuan orang tua dalam hal pendidikan iman anak dalam keluarga, maka orang tua mempercayakan kepada guru agama, katekis dan sekolah untuk mendidik iman anak. Orang tua kurang melibatkan anak-anak dalam kegiatan di lingkungan Gereja. Dengan melihat keadaan yang terjadi, maka penulis tergerak untuk memberikan sumbangan pemikiran demi perkembangan pendidikan iman anak dalam keluarga. Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah sejauh mana pendidikan iman anak dalam keluarga telah membantu perkembangan iman anak serta upaya apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan pendidikan iman anak dalam keluarga bagi perkembangan iman anak di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana. Untuk menjawab persoalan tersebut penulis menggunakan studi pustaka dan penelitian. Studi pustaka dilaksanakan dengan mempelajari berbagai sumber yakni Kitab Suci, dokumen Gereja, serta pandangan para ahli yang berkaitan dengan pendidikan iman anak dalam keluarga dan perkembangan iman anak. Metode penelitian menggunakan penyebaran angket dan wawancara. Penyebaran angket dilaksanakan kepada anak usia 9 sampai 11 tahun dan wawancara kepada orang tua Katolik yang memiliki anak usia 9 sampai 11 tahun di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana.

(11)

ix ABSTRACT

This small thesis entitled “DESCRIPTION OF CHILDREN FAITH EDUCATION IN THE FAMILY FOR CHILDREN FAITH DEVELOPMENT AT MARIA PUTRI MURNI SEJATI CHAPERLY CISANTANA, KRISTUS RAJA PARISH CIGUGUR, BANDUNG

DIOCESE”. The author chose this title based on circumstances which the author witnessed in Maria Putri Murni Sejati chaperly Cisantana there is lack of children faith education implementation in family. In fact, parents believe that religion teachers, catechists, schools, and faith mentoring children in church can educate children faith through the knowledge they have. Due to the lack of knowledge of parents in faith education of children in the family, then the parents entrust to religioun teachers, catechists and schools to educate the children faith. Parents rarely involve children in activities within the Church. By looking at the circumstances, the writer motivated to contribute ideas for the children faith education development in the family.

The main idea in this small thesis is the extent of children faith education in the family has fostered the children faith and what efforts are needed to improve the children faith education implementation in the family for children faith development at the Maria Putri Murni Sejati chaperly Cisantana. To answer these problems the author uses literature study and research. A literature study is done by studying various resources, namely the Bible, Church documents, and expert opinions relating to the children faith education in family and children faith development. The research method is using questionnaires and interviews. The questionnaires distribute to children aged 9 to 11 years and the interviews to Catholic parents who have children aged 9 to 11 years at Maria Putri Murni Sejati chaperly Cisantana.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah Yang Maha Kasih karena berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul DESKRIPSI PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA BAGI PERKEMBANGAN IMAN ANAK DI STASI MARIA PUTRI MURNI SEJATI CISANTANA, PAROKI KRISTUS RAJA CIGUGUR, KEUSKUPAN BANDUNG.

Skripsi ini disusun berdasarkan ketertarikan penulis terhadap pendidikan iman anak yang dilaksanakan dalam keluarga terutama di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana. Penulis melihat pelaksanaan pendidikan iman anak dalam keluarga masih kurang. Oleh karena itu, penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu orang tua dalam menyadari tanggung jawab dan perannya dalam pendidikan iman anak dalam keluarga. Selain itu, skripsi ini menjadi salah satu sumbangan penulis bagi katekis di Paroki Kristus Raja Cigugur dalam pendampingan keluarga.

Skripsi ini dapat tersusun karena dukungan dan bantuan dari banyak pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

(13)

xi

2. Bapak P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si selaku dosen penguji kedua yang telah memberikan dukungan, semangat, menguji serta memberikan masukan demi terciptanya skripsi yang bermanfaat bagi sesama.

3. Bapak Y. H Bintang Nusantara, SFK, M.Hum selaku dosen penguji ketiga yang telah memberikan semangat, menguji dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK yang telah setia mendampingi dan mendidik penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.

5. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh karyawan yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

6. Yohanes C. Abukasman, OSC selaku Pastor Paroki Kristus Raja Cigugur yang telah menerima dan memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana.

7. Bapak Bernadus Suhendra selaku Ketua Dewan Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana yang telah menerima, mengijinkan serta memberikan masukan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.

8. Bapak T. Simon selaku Kepala Sekolah Dasar Yos Sudarso Cisantana serta Bapak/Ibu guru yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyebarkan angket kepada anak-anak kelas III sampai kelas VI. 9. Orang tua, adik-adik, segenap keluarga, serta Ignatius Aditya Prabowo yang

(14)
(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Metode Penulisan ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA DAN PERKEMBANGAN IMAN ANAK ... 9

A. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga ... 10

1. Pendidikan ... 10

a. Pengertian Pendidikan ... 10

b. Tujuan Pendidikan ... 11

c. Pelaku Pendidikan ... 12

2. Iman... 13

a. Pengertian Iman ... 13

(16)

xiv

2) Pengertian Iman menurut Dokumen Gereja ... 14

3) Pengertian Iman menurut Para Ahli ... 16

b. Dimensi Iman Kristiani ... 18

3. Keluarga ... 20

a. Pengertian Keluarga ... 20

b. Keluarga adalah Gereja Rumah-Tangga ... 21

c. Keluarga Sel Terkecil dalam Masyarakat ... 25

4. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga ... 26

a. Pengertian Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga ... 26

b. Tujuan Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga ... 26

c. Bentuk-bentuk Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga ... 28

B. Perkembangan Iman Anak ... 30

1. Konsep Perkembangan ... 30

a. Konsep Perkembangan pada Umumnya ... 30

b. Konsep Perkembangan Iman Anak ... 31

2. Faktor Pendukung Perkembangan Iman Anak ... 32

a. Keyakinan dalam diri anak bahwa dirinya dianugerahi Allah berbagai talenta ... 32

b. Teladan Iman dari Orangtua dan Orang-Orang Dewasa Lain ... 32

c. Rasa aman untuk mengagumi dan bertanya ... 33

d. Dorongan untuk mencintai alam beserta segala isinya ... 33

3. Tahap Perkembangan Iman Anak ... 33

a. Tahap usia 2-6 tahun ... 34

b. Tahap usia 6-11 tahun ... 34

C. Buah-buah Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga bagi Perkembangan Iman Anak ... 35

1. Pengetahuan Iman Anak semakin Berkembang ... 36

2. Anak semakin Merasakan Kehadiran Allah melalui Keluarga ... 37

3. Anak mampu untuk Mengungkapkan Imannya ... 37

4. Anak mampu Mencintai Sesama ... 38 BAB III PELAKSANAAN PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM

(17)

xv

PAROKI KRISTUS RAJA CIGUGUR, KEUSKUPAN

BANDUNG ... 39

A. Gambaran Umum Paroki Kristus Raja Cigugur dan Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana ... 40

1. Gambaran Umum Paroki Kristus Raja Cigugur... 40

a. Sejarah ... 40

b. Letak Geografis ... 43

c. Jumlah Umat ... 43

d. Situasi Umat Katolik ... 44

2. Gambaran Umum Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana ... 44

a. Sejarah ... 44

b. Letak Geografis ... 46

c. Jumlah Umat ... 46

d. Situasi Umat Katolik ... 47

B. Penelitian tentang Pelaksanaan Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga dan Perkembangan Iman Anak di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana, Paroki Kristus Raja Cigugur, Keuskupan Bandung ... 48

1. Rencana Penelitian ... 48

a. Latarbelakang Penelitian ... 48

b. Tujuan Penelitian ... 49

c. Jenis Penelitian ... 50

d. Responden ... 50

e. Teknik Pengumpulan Data ... 51

f. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

g. Variabel Penelitian ... 52

h. Kisi-kisi Penelitian ... 52

2. Laporan Hasil Penelitian ... 54

a. Laporan Hasil Penelitian melalui Wawancara terhadap Orang tua di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana ... 55

1) Identitas Responden ... 56

2) Persepsi orang tua mengenai pentingnya pendidikan iman anak dalam keluarga ... 58

(18)

xvi

b. Laporan Hasil Penelitian melalui Penyebaran Angket terhadap Anak Usia 9 sampai 11 tahun di Stasi Maria Putri

Murni Sejati Cisantana ... 64

1) Buah-Buah Perkembangan Iman anak ... 64

2) Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Iman Anak ... 68

3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 74

a. Pembahasan Hasil Penelitian melalui Wawancara terhadap Orang tua di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana ... 74

1) Identitas Orang tua ... 74

2) Persepsi orang tua mengenai pentingnya pendidikan iman Anak dalam keluarga ... 75

3) Pelaksanaan Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga ... 77

b. Pembahasan Hasil Penelitian melalui Penyebaran Angket terhadap Anak Usia 9 sampai 11 tahun di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana ... 80

1) Buah-Buah Perkembangan Iman anak ... 80

2) Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Iman Anak ... 82

4. Kesimpulan Penelitian ... 84

BAB IV UPAYA MENINGKATKAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA BAGIPERKEMBANGAN IMAN ANAK MELALUI REKOLEKSI KELUARGA ... 87

A. Pemikiran Dasar Kegiatan... 87

B. Usulan Kegiatan ... 89

C. Contoh Persiapan Rekoleksi Keluarga Sesi II ... 100

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113

LAMPIRAN ... (1)

Lampiran 1: Surat ijin Penelitian kepada Romo Paroki ... (1)

Lampiran 2: Surat ijin Penelitian kepada Ketua Dewan Stasi ... (2)

Lampiran 3: Surat Pemberitahuan Sudah Melaksanakan Penelitian... (3)

Lampiran 4: Pedoman Wawancara kepada orang tua ... (4)

(19)

xvii

Lampiran 6: Identitas Responden ... (8)

Lampiran 7: Transkip Wawancara ... (9)

Lampiran 8: Hasil Pengisian Angket ... (13)

Lampiran 9: Contoh Jawaban Angket ... (15)

(20)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab Perjanjian Lama dan Baru dalam terjemahan baru yang diselenggarakan

oleh Lembaga Alkitab Indonesia, LAI, 2008.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem. Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam. 18 November 1965.

DV : Dei Verbum. Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi. 18 November 1965.

EN : Evangelii Nuntiandi.Imbauan Aposolik Paus Paulus VI tentang Karya Pewartaan Injil dalam Jaman Modern. 8 Desember 1975. FC : Familiaris Consortio. Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II

tentang Peranan Keluarga Kristen dalam Dunia Modern. 22 November 1981.

GE : Gravissimum Educationis. Pernyataan tentang Pendidikan Kristen.28 Oktober 1965.

KGK : Katekismus Gereja Katolik. 1995.

SC : Sacrosanctum Concilium. Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi Kudus. 4 Desember 1963.

C. Singkatan Lain

ADS : Agama Djawa Sunda Art : Artikel

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia Mgr : Monsinyur

(21)

xix PT : Perguruan Tinggi

R : Responden SD : Sekolah Dasar

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hak setiap manusia, seperti yang terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 yang menyatakan bahwa “Setiap warga

negara berhak mendapat pendidikan”. Setiap manusia apapun suku, bahasa, agamanya berhak untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan yang didapatkan manusia dapat melalui pendidikan formal, informal maupun non-formal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang dilaksanakan di sekolah, mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK), hingga Perguruan Tinggi (PT). Sedangkan pendidikan informal adalah pendidikan yang dialami anak dalam keluarga dan pendidikan non-formal adalah pendidikan yang didapatkan melalui pelatihan dalam lembaga-lembaga khusus di luar sekolah dan keluarga.

Gereja juga menyatakan bahwa salah satu modal awal hidup manusia adalah pendidikan. Deklarasi tentang Pendidikan Kristen (Gravissimum Educationis Art. 1) menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang sesungguhnya

(23)

Melalui pendidikan, manusia berusaha mengembangkan segala kemampuan yang ada dalam dirinya. Pada akhirnya, hasil dari pendidikan diharapkan dapat berguna bagi masyarakat yang berada di sekitar pribadi tersebut. Oleh karena itu, pendidikan meliputi berbagai aspek kehidupan, baik secara fisik, mental, kultural, moral, maupun religiospiritual.

Kenyataan dalam pelaksanaan pendidikan di zaman sekarang yakni kurangnya pengembangan segi pribadi dan terlalu menekankan segi kognitif. Gereja pun menyampaikan pendapat melalui KWI (2011:29) dalam Pedoman Pastoral Keluarga:

Tantangan terbesar di bidang pendidikan pada saat ini adalah bahwa pendidikan formal cenderung terlalu menekankan kemampuan intelektual dan hasil belajar, sehingga kurang memperhatikan kemampuan-kemampuan lain dan prosesnya. Akibatnya adalah kurangnya perhatian pada kepekaan, solidaritas dan nilai-nilai kemanusiaan serta kehidupan beriman lainnya.

Pendapat Gereja ini menunjukan bahwa sekolah formal masih kurang memperhatikan kemampuan-kemampuan lain siswa-siswi selain kemampuan intelektualnya. Sekolah formal lebih menekankan kemampuan intelektual dan hasil belajar yang terlihat secara fisik, namun belum menyentuh segi-segi lain dalam pribadi siswa. Nilai-nilai penting berkaitan dengan nilai kehidupan, kemanusiaan dan hidup beriman belum menjadi perhatian utama dalam pendidikan.

(24)

hidup generasi muda dan menimbulkan kurangnya penghargaan terhadap pribadi manusia secara utuh.

Dalam mengatasi tantangan ini, peranan keluarga sangat penting untuk memberikan pendidikan moral dan iman bagi anak. Melalui pendidikan moral dan iman dalam keluarga, anak dapat mengembangkan sikap peka terhadap orang lain dan memiliki iman yang berkembang. “Pendidikan dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan iman dan moral Katolik, karena keluarga adalah sekolah nilai-nilai dan iman Katolik” (GE art. 3). Sekolah pertama dan utama bagi

anak adalah keluarga. Manusia sejak lahir hidup dalam keluarga dan dari keluarga manusia belajar mengenal segala sesuatu.

KWI dalam Pedoman Pastoral Keluarga (2011:5) menyatakan bahwa keluarga merupakan buah dan sekaligus tanda kesuburan adikodrati Gereja serta memiliki ikatan yang mendalam, sehingga keluarga disebut sebagai Gereja Rumah-tangga (Ecclesia Domestica). Karena ikatan yang mendalam tersebut, maka keluarga menjadi sarana karya keselamatan Allah. Sebagai sarana terlaksananya karya keselamatan Allah, keluarga mempunyai tugas mewartakan Kerajaan Allah. Tugas yang dianugerahkan Allah kepada keluarga yaitu:

Berkat Sakramen Baptis, suami-istri dan anak menerima dan memiliki tiga martabat Kristus, yakni martabat kenabian, imamat, dan rajawi. Dengan martabat kenabian, mereka mempunyai tugas mewartakan Injil; dengan martabat imamat, mereka mempunyai tugas menguduskan hidup, terutama dengan menghayati sakramen-sakramen dan hidup doa; dan dengan martabat rajawi, mereka mempunyai tugas untuk melayani sesama. (Pedoman Pastoral Keluarga art. 17)

(25)

setiap orang, baik orang tua maupun anak mendapatkan anugerah untuk menjadi saksi bagi sesama. Setiap orang mendapatkan tugas mewartakan Injil, menguduskan hidup, dan melayani sesama. Ketiga tugas ini diharapkan supaya dilaksanakan dalam hidup keluarga.

Salah satu tugas keluarga untuk mewartakan Injil, yakni dengan melaksanakan pendidikan iman anak. Suhardiyanto (2012:1) menyatakan bahwa pendidikan iman anak adalah segala kegiatan apapun, dalam lingkup manapun yang dilakukan demi perkembangan iman anak, baik dalam lingkup keluarga maupun dalam lingkup paroki. Maka, pendidikan iman dalam keluarga merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam keluarga demi perkembangan iman anak. Kegiatan yang dilakukan dalam keluarga demi perkembangan iman anak adalah doa bersama, pengajaran tentang Yesus, pengajaran tentang Gereja maupun pengajaran mengenai sikap yang baik terhadap sesama. Menurut KWI (2011: 31-33), bentuk konkret yang dapat dilakukan sebagai pendidikan iman Katolik kepada anak-anak adalah doa pribadi dan doa bersama, mengikuti perayaan ekaristi, membaca dan merenungkan Kitab Suci, ikut aktif dalam kelompok pembinaan iman, serta ikut ambil bagian dalam rekoleksi, retret, ziarah, dan sebagainya.

(26)

tua percaya bahwa guru agama, katekis, sekolah, pendamping PIA dapat mendidik iman anak melalui pengetahuan yang mereka miliki. Karena kurangnya pengetahuan orang tua dalam hal pendidikan iman dalam keluarga, maka orang tua mempercayakan kepada guru agama, katekis dan sekolah untuk mendidik iman anak. Orang tua kurang melibatkan anak-anak dalam kegiatan di lingkungan Gereja. Dalam pendalaman iman, yang hadir sebagian besar adalah orang dewasa dan sedikit anak-anak dan remaja. Padahal kegiatan di lingkungan merupakan salah satu cara orang tua dalam memberikan pendidikan iman kepada anak.

Kenyataan lain yang penulis saksikan yakni kesibukan orang tua maupun anak sehingga kurangnya kesempatan untuk berkumpul bersama. Orang tua bekerja mulai dari pagi hari hingga sore hari, anak bersekolah dari pagi hari sampai siang. Kesempatan bagi orang tua dan anak untuk berjumpa adalah pada sore hingga malam. Pada malam hari, kondisi fisik orang tua sudah lelah dan anak mengerjakan tugas sekolah, sehingga kemungkinan untuk melaksanakan pendidikan iman secara khusus menjadi lebih terbatas. Adapula anak usia SMA yang bersekolah di luar kota, sehingga orang tua tidak dapat berjumpa dengan anak selama anak sekolah dan kesempatan untuk memberikan pendidikan iman secara langsung menjadi kurang.

Dengan melihat keadaan yang terjadi, maka penulis tergerak untuk memberikan sumbangan pemikiran demi perkembangan pendidikan iman dalam keluarga dan iman anak. Maka penulis menyusun karya tulis yang berjudul “DESKRIPSI PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA BAGI

(27)

CISANTANA, PAROKI KRISTUS RAJA CIGUGUR, KEUSKUPAN BANDUNG”.

B. Rumusan Permasalahan

1. Apakah yang dimaksud dengan pokok-pokok pendidikan iman anak dalam keluarga dan apa buah-buah pendidikan iman bagi perkembangan iman anak? 2. Sejauh mana pendidikan iman anak dalam keluarga di Stasi Maria Putri Murni

Sejati Cisantana telah membantu perkembangan iman anak?

3. Upaya apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan pendidikan iman anak dalam keluarga bagi perkembangan iman anak di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan skripsi adalah:

1. Menggambarkan pokok-pokok pendidikan iman anak dalam keluarga dan buah-buah pendidikan iman bagi perkembangan iman anak.

2. Menggambarkan sejauh mana pendidikan iman anak dalam keluarga di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana telah membantu perkembangan iman anak. 3. Memberikan sumbangan pemikiran sebagai upaya untuk meningkatkan

pelaksanaan pendidikan iman anak dalam keluarga.

D. Manfaat Penulisan

(28)

Maria Putri Murni Sejati Cisantana, Paroki Kristus Raja Cigugur, Keuskupan Bandung adalah sebagai berikut:

1. Bagi orang tua, tersedianya informasi mengenai pendidikan iman anak dalam keluarga.

2. Bagi penulis, terdapat informasi mengenai pendidikan iman anak dalam keluarga dan perkembangan iman anak.

3. Bagi Katekis di Paroki, tersedianya penulisan mengenai pendidikan iman anak dalam keluarga dan perkembangan iman anak. Sehingga, dapat membantu katekis dalam melaksanakan pelayanannya terutama bagi keluarga-keluarga.

E. Metode Penulisan

Penulisan ini menggunakan metode deskripsi analitis. Dalam metode deskripsi, penulis menggambarkan pokok-pokok pendidikan iman anak dalam keluarga dan perkembangan iman anak. Sedangkan dalam analitis, penulis memahami dan menjelaskan kenyataan yang terjadi melalui penelitian mengenai pendidikan iman anak dalam keluarga dan perkembangan iman anak di Stasi Maria Putri Murni Sejati. Setelah itu penulis menyampaikan usulan kegiatan untuk meningkatkan pendidikan iman anak dalam keluarga.

F. Sistematika Penulisan

(29)

Bab II berisi pembahasan berkaitan dengan pokok-pokok pendidikan iman anak dalam keluarga dan buah-buah pendidikan iman bagi perkembangan iman anak.

Bab III berisi tentang sejauh mana pendidikan iman anak dalam keluarga telah membantu perkembangan iman anak di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana. Bab ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian pertama membahas mengenai gambaran stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana. Bagian kedua, membahas rencana dan hasil penelitian tentang pelaksanaan pendidikan iman anak dalam keluarga dan perkembangan iman anak di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana, Paroki Kristus Raja Cigugur, Keuskupan Bandung.

Bab IV membahas usulan kegiatan untuk meningkatkan pelaksanaan pendidikan iman anak dalam keluarga. Penulis menyampaikan sumbangan pemikiran mengenai kegiatan rekoleksi yang akan dilaksanakan untuk meningkatkan pendidikan iman anak dalam keluarga dan perkembangan iman anak.

(30)

BAB II

PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA DAN

PERKEMBANGAN IMAN ANAK

Bab pertama telah menguraikan mengenai latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan serta sistematika penulisan skripsi. Bab kedua akan membahas mengenai pendidikan iman anak dalam keluarga dan perkembangan iman anak. Bab kedua merupakan pembahasan dari rumusan masalah yang pertama, yakni menggambarkan pokok-pokok pendidikan iman anak dalam keluarga dan buah-buah pendidikan iman bagi perkembangan iman anak.

(31)

A. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

1. Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan hak setiap manusia, seperti yang terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 yang menyatakan bahwa “Setiap warga

negara berhak mendapat pendidikan”. Setiap manusia apapun suku, bahasa, agamanya berhak untuk mendapatkan pendidikan. Sebelum mendapatkan pendidikan, manusia pun perlu untuk mengetahui pengertian pendidikan yang sebenarnya.

Driyarkara (1980:78) menyatakan bahwa “pendidikan adalah

memanusiakan manusia muda”. Pe-manusia-an manusia muda ialah hominisasi

dan humanisasi. Artinya, manusia muda dipimpin dengan cara yang sedemikian rupa, sehingga dia bisa berdiri, bergerak, bersikap, bertindak sebagai manusia (Driyarkara, 1980:85-86). Pendapat Driyarkara menekankan aspek usaha dari manusia untuk memanusiakan manusia yang lebih muda.

(32)

Supriyati (2011:2) menjelaskan pendapat Imam Barnadib bahwa pendidikan adalah usaha untuk membantu, membimbing dan menuntun orang, yang pada umumnya belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Sedangkan, Supriyati (2011:3) menyatakan pendapatnya bahwa pendidikan adalah suatu usaha dan tindakan dari orang yang berwenang untuk membantu, membimbing dan mengarahkan orang yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya secara berangsur-angsur, sesuai dengan kemampuan individu. Pandangan Imam Barnadib dan Supriyati menekankan aspek usaha yang dilakukan oleh orang luar untuk mengarahkan orang yang belum dewasa menuju kedewasaan.

Pandangan dari para ahli mengenai pendidikan di atas menunjukkan beberapa unsur yang terdapat dalam pendidikan. Unsur pertama yakni adanya usaha dan tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh pihak luar atau orang yang sudah dewasa maupun lingkungan terhadap orang yang belum dewasa untuk mencapai tujuan. Unsur yang kedua adalah tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah tercapainya kedewasaan manusia dan perubahan yang bersifat menetap. Dan unsur yang ketiga adalah proses, di mana untuk mencapai kedewasaan dibutuhkan proses secara berangsur-angsur sesuai dengan kemampuan individu.

b. Tujuan Pendidikan

(33)

utama pendidikan, yakni bagi manusia secara pribadi dan bagi kesejahteraan masyarakat.

Tujuan pertama pendidikan adalah untuk pembinaan pribadi. Pembinaan manusia menuju kedewasaan berarti membantu manusia berkembang secara utuh. Maka, seluruh segi hidup manusia perlu dikembangkan dalam pendidikan. Tujuan kedua yakni ikut berperan bagi kesejahteraan masyarakat. Melalui pendidikan, manusia bisa mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya. Namun, potensi yang sudah dikembangkan tidak akan bermanfaat apabila hanya disimpan sendiri. Oleh karena itu, sebagai manusia yang hidup bersama orang lain, setiap individu memiliki tugas dan kewajiban untuk berperan serta dalam masyarakat. Kemampuan yang dimiliki oleh manusia dapat dibagikan demi kebaikan masyarakat sekitar.

c. Pelaku Pendidikan

Hak untuk mendidik dimiliki oleh keluarga, negara atau pemerintah, Gereja atau lembaga-lembaga lain yang mempunyai kewenangan (Supriyati, 2011:18). Hak mendidik dalam keluarga dimiliki oleh orang tua. Hak ini merupakan hak kodrati karena orang tua adalah pendidik asli, sedangkan pendidik pengganti atau pendidik pembantu lebih memperoleh hak didik karena tugas atau tanggung jawabnya (Supriyati, 2011:18). “Maka keluarga itulah lingkungan

pendidikan pertama keutamaan-keutamaan sosial, yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat” (GE art 3). Sedangkan, pendidik pengganti dapat mendidik karena

(34)

Negara memiliki hak mendidik karena negara memiliki alat-alat atau sarana yang lengkap untuk membimbing warga ke satu tujuan ialah kesejahteraan umum yang duniawi (Supriyati, 2011:19). “Maka negara sendiri wajib menjamin

hak anak-anak atas pendidikan sekolah yang memadai, mengawasi kemampuan para guru serta menjaga mutu studi, memperhatikan kesehatan para murid, …, dan

karena itu dengan menghindari segala macam monopoli sekolah” (GE art 6). Hak didik negara berbeda dengan hak didik orang tua karena negara hanya memberikan fasilitas kepada warganya, sedangkan hak didik orang tua merupakan hak kodrati dari orang tua.

Hak Gereja atau lembaga lain untuk mendidik sebenarnya sama dengan yang dimiliki negara. Perbedaan lebih pada tujuan yang mengarah pada kesejahteraan surgawi dan kesejahteraan sosial yang lebih khusus (Supriyati, 2011:19). Pendidikan termasuk tugas Gereja supaya seluruh hidup manusia diresapi oleh semangat Kristus (GE art. 3). Dari ketiga lembaga yang berwenang untuk mendidik, lembaga yang memiliki hak utama untuk mendidik adalah keluarga. Sedangkan lembaga negara dan lembaga keagamaan maupun sosial berperan sebagai pendukung dan pembantu pelaksanaan pendidikan dalam keluarga.

2. Iman

a. Pengertian Iman

1) Pengertian Iman menurut Kitab Suci

“Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari

(35)

kepada orang Ibrani menunjukkan bahwa iman merupakan hal yang menjadi dasar bagi manusia untuk berpengharapan dan membuatnya mengetahui hal yang tidak kasat mata. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, iman yang kuat ditunjukkan oleh Bapa Abraham. “Karena iman, Abraham taat ketika ia dipanggil untuk berangkat

ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui” (Ibr 11:8). Hal yang membuat Abraham mau mengambil keputusan untuk berangkat ke tempat yang tidak diketahuinya adalah karena imannya kepada Allah. Ia percaya bahwa apa yang dikatakan Allah akan terlaksana.

Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru terdapat tokoh Maria sebagai teladan iman. “Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia” (Luk 1:38).

Maria menyadari bahwa ia hamba Tuhan dan menyerahkan hidupnya pada kehendak Tuhan. Maria percaya bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi dirinya. Teladan kedua tokoh ini menunjukkan arti iman sebagai dasar bagi pengharapan manusia dan bukti dari hal yang tidak kelihatan. Hal yang mendasari tindakan Abraham dan Maria adalah iman mereka kepada Allah.

2) Pengertian Iman menurut Dokumen Gereja

(36)

Allah dan tanggapan manusia. Manusia dapat beriman karena ada panggilan dari Allah, kemudian ada penyerahan diri manusia secara utuh kepada Allah.

Konsili Vatikan II (1993:320) menyatakan:

Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib menyatakan “ketaatan iman”. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akalbudi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan”, dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya (DV art 5).

Berdasarkan Konsili Vatikan II, kita dapat mengerti bahwa iman merupakan penyerahan diri manusia seutuhnya kepada Allah yang telah terlebih dahulu mewahyukan diri kepada manusia. Manusia telah merasakan kehadiran Allah sehingga dengan penuh kebebasan menyerahkan diri kepada Allah.

Katekismus Gereja Katolik menambahkan penjelasan dari pengertian iman menurut Konsili Vatikan II, yakni “iman adalah ikatan pribadi manusia dengan Allah dan sekaligus, tidak terpisahkan dari itu, persetujuan secara bebas terhadap segala kebenaran yang diwahyukan Allah” (KGK art 150). “Iman adalah satu perbuatan pribadi: jawaban bebas manusia atas undangan Allah yang mewahyukan Diri” (KGK art 166). Penjelasan Katekismus Gereja Katolik

menunjukkan unsur iman yang personal, yakni hubungan antara manusia dengan Allah. Berdasarkan penjelasan ini, dapat disadari bahwa iman secara khusus merupakan hubungan manusia secara pribadi dengan Allah yang didasari oleh kebebasannya.

(37)

kepada Allah (DV art. 5). Maka, manusia perlu memohon bantuan Roh Kudus untuk mengarahkan hatinya kepada Allah.

Berdasarkan penjelasan dari dokumen Gereja, hal yang paling mendasar dari pengertian iman adalah adanya relasi antara Allah dan manusia. Allah berkenan mewahyukan dirinya kepada manusia. Kemudian, dengan bantuan Roh Kudus, manusia tergerak untuk menanggapi anugerah Allah dengan penyerahan diri secara total kepada Allah. Dan, penyerahan diri manusia tetap didasari oleh kebebasannya.

3) Pengertian Iman menurut Para Ahli

Groome (2010:80) menyatakan bahwa iman adalah pemberian Allah dan Roh Kudus yang memberi pertumbuhan. “Akan tetapi, meskipun iman adalah

pemberian Allah, dan adalah Roh Kudus yang memberi pertumbuhan, ini tidak meniadakan atau membuat berlebih-lebihan pemberitaan dan tanggung jawab pendidikan dari komunitas Kristen”. Maka, menurut Groome pendidikan dan komunitas masih berperan dalam iman manusia. Pendidikan membantu manusia untuk mendalami imannya.

Groome (2010:97-100) juga menambahkan pengertian iman berdasarkan pendapat James H. Fowler. Groome menjelaskan bahwa terdapat lima pengertian iman yang disampaikan Fowler. Pengertian iman menurut Fowler antara lain:

a) Iman sebagai yang Utama

(38)

2010:97). Pengertian iman sebagai yang utama menunjukkan bahwa iman menjadi hal yang paling mendasar bagi manusia dan mempengaruhi seluruh segi kehidupan manusia.

b) Iman sebagai Kegiatan Mengetahui yang Aktif

Groome (2010:98) menyampaikan pemahaman Fowler mengenai iman bukan sebagai keadaan atau milik yang statis, tetapi sebagai kegiatan mengetahui, mengartikan, dan menafsirkan pengalaman. Pendapat ini menunjukkan pengertian iman sebagai suatu kegiatan. Melalui iman, manusia dapat mengetahui, mengartikan, dan menafsirkan pengalaman hidupnya.

c) Iman sebagai Hubungan

Groome (2010:98) menyatakan bahwa bagi Fowler “iman adalah fenomena hubungan yang mutlak”. Iman adalah hubungan yang berkutub tiga atau

hubungan tiga serangkai. Maksud dari pendapat Fowler yakni dalam iman terdapat hubungan antara diri kita dengan dunia sehari-hari dan orang lain, dan kutub ketiga adalah hubungan dengan kondisi-kondisi akhir dan eksistensi yang paling dalam. Groome (2010:98) membahasakan pendapat Fowler ini dalam istilah Kristen bahwa iman adalah hubungan tiga serangkai antara diri kita, sesama kita, dan Allah sebagaimana yang dinyatakan dalam Yesus Kristus.

d) Iman sebagai sesuatu yang Rasional dan bersifat “Perasaan”

Iman “adalah kegiatan mengetahui atau mengartikan di mana ‘kognisi’

dengan tak dapat dihindarkan terkait dengan ‘afeksi’ atau ‘menghargai’(Groome,

(39)

mengetahui dunia secara aktif dan cara berhubungan dengan dunia. Pengertian iman sebagai kegiatan mengetahui, menunjukkan sifat iman yang rasional. Dan pengertian iman sebagai hubungan, menunjukkan aspek perasaan atau afektif dari iman.

e) Iman sebagai Hal yang Universal yang Ada dalam Diri Manusia.

Iman adalah “hal yang universal yang ada dalam diri manusia”, apakah orang tersebut “menegaskan diri sebagai ‘orang percaya’ atau ‘orang yang

beragama’ atau tidak” (Groome, 2010:99). Pengertian iman ini menunjukkan bahwa iman lebih luas dari agama. Agama mengekspresikan, menginformasikan dan mungkin menambah iman. Akan tetapi, iman lebih luas daripada setiap ekspresinya yang telah diorganisasi (Groome, 2010:99).

b. Dimensi Iman Kristiani

(40)

menambahkan bahwa dalam menanggapi panggilan Tuhan, manusia menyerahkan diri dengan penuh kebebasan dan dengan kesadaran akal budi. Salah satu segi iman sebagai tanggapan manusia terhadap rahmat Allah juga dapat dipahami dengan rasio, karena itu, juga masuk akal.

Iman sebagai kegiatan mempercayakan mengambil bentuk hubungan pribadi yang penuh kepercayaan dengan Allah yang menyelamatkan di dalam Yesus Kristus; dan mempercayakan (trust) diekspresikan dalam kesetiaan, kasih, dan kelekatan. Karena Allah adalah setia, kita dapat menyerahkan diri kita dengan penuh kepercayaan (Groome, 2010:87). Heryatno Wono Wulung (2008:33) menyatakan bahwa iman Kristiani merupakan suatu undangan untuk menjalin relasi dari hati ke hati, manusia dengan Allah-Nya dan antar manusia itu sendiri. Iman berarti menaruh hati (mempercayakan diri, fidere) pada Tuhan yang dipercayai. Aspek afektif ini menunjukkan bahwa untuk beriman manusia perlu sepenuh hati menanggapi panggilan Allah. Iman menghasilkan relasi yang mendalam dari hati ke hati antara manusia dengan Allah yang dipercayainya.

(41)

3. Keluarga

a. Pengertian Keluarga

KWI (1996:54) menyatakan bahwa keluarga dapat dimengerti secara sempit maupun secara luas. Secara sempit, keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak. Sedangkan, secara luas keluarga dimengerti sebagai ayah, ibu, anak beserta sanak saudara lain yang hidup bersama-sama. Pengertian mengenai keluarga ini merupakan pengertian pada umumnya. Dalam pengertian tentang keluarga itu kita dapat mengetahui bahwa keluarga yang dimaksud mulai dari keluarga inti, ayah, ibu, anak sampai pada keluarga besar yaitu sanak saudara yang lain.

KWI (2011:5) menyatakan bahwa Keluarga merupakan buah dan sekaligus tanda kesuburan adikodrati Gereja serta memiliki ikatan yang mendalam sehingga keluarga disebut sebagai Gereja Rumah-tangga (Ecclesia Domestica). Sebutan ini selain memperlihatkan eratnya pertalian antara Gereja dan keluarga, juga menegaskan fungsi keluarga sebagai bentuk terkecil dari Gereja.

(42)

menunjukkan cinta-kasih melalui tindakan konkret untuk kebahagiaan, kesejahteraan, dan keselamatan keluarga (KWI, 2011:10).

Dari berbagai pengertian keluarga di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa keluarga adalah persekutuan pribadi-pribadi yang di dalamnya terdapat ikatan yang erat dan mendalam yang berdasar dan bersumber pada cinta-kasih. Dalam keluarga inilah, setiap pribadi mewujudkan cinta kasih demi kebahagiaan, kesejahteraan, dan keselamatan keluarga.

b. Keluarga adalah Gereja Rumah-Tangga

KWI (2011:15-18) menegaskan bahwa keluarga adalah Gereja rumah-tangga. Berkat Sakramen Baptis, suami-istri menerima dan memiliki tiga martabat Kristus, yakni martabat kenabian, imamat, dan rajawi. Berkat Sakramen Baptis pula, mereka menjadi anggota dan ikut membangun Gereja. Gereja bukan hanya merupakan sebuah komunitas basis manusiawi belaka, melainkan juga komunitas basis gerejawi yang mengambil bagian dalam karya penyelamatan Allah. KWI menyatakan bahwa keluarga adalah sungguh-sungguh Gereja rumah-tangga karena mengambil bagian dalam lima tugas Gereja sebagai berikut:

1) Persekutuan (Koinônia)

Keluarga adalah ‘persekutuan seluruh hidup’ (consortium totius vitae)

(43)

2011:15-16). Cinta kasih merupakan kekuatan keluarga yang utama karena tanpa cinta-kasih keluarga tidak dapat hidup, berkembang atau menyempurnakan diri sebagai persekutuan pribadi-pribadi (FC art.18).

Persekutuan dalam keluarga akan terwujud dan makin sempurna berkat semangat berkorban yang besar. Dalam keluarga dibutuhkan sikap terbuka dan murah hati, untuk memberi pengertian, bertenggang rasa, saling mengampuni dan saling berdamai (FC art. 21). Sikap saling memaafkan bisa diwujudkan dengan memaafkan apabila ada anggota keluarga yang berbuat salah dan tetap menerima anggota keluarga meskipun memiliki keterbatasan, seperti anak yang bersikap nakal tetap diterima dengan penuh kasih sayang. Persekutuan dalam keluarga juga dapat diwujudkan dengan menciptakan saat-saat bersama, doa bersama, kesetiaan dalam suka dan duka, untung dan malang, ketika sehat maupun sakit.

2) Liturgi (Leiturgia)

(44)

Kegiatan rohani dalam keluarga dapat dilakukan dalam bentuk Ekaristi bersama di Gereja, doa bersama dalam keluarga pada saat tertentu, seperti saat ulang tahun, mendoakan keluarga yang sudah meninggal, dan lain sebagainya. Kemudian bisa diadakan Ekaristi maupun ibadat dalam keluarga untuk memperingati perayaan khusus.

3) Pewartaan Injil (Kerygma)

(45)

4) Pelayanan (Diakonia)

Sikap pelayanan dalam keluarga perlu diwujudkan di dalam keluarga itu sendiri dengan memberi perhatian kepada keluarga atau sesama yang lemah, mengalami kesulitan, bahkan yang mengalami ketidakadilan. Teladan orang tua dalam memberi perhatian dan bantuan kepada orang yang membutuhkan dapat menjadi pelajaran bagi anak untuk selalu membantu sesama yang membutuhkan tanpa membeda-bedakan.

Sebagai persekutuan cinta-kasih, maka keluarga dipanggil untuk mengamalkan cinta-kasih itu melalui pengabdiannya kepada sesama, terutama bagi mereka yang papa. Dijiwai oleh cinta-kasih dan semangat pelayanan, keluarga katolik menyediakan diri untuk melayani setiap orang sebagai pribadi dan anak Allah (FC art. 64). Pelayanan keluarga hendaknya bertujuan memberdayakan mereka yang dilayani, sehingga mereka dapat mandiri. Cinta kasih pun menjangkau lebih luas dari kalangan sesama yang seiman, karena “setiap orang saudara atau saudariku”. Pada setiap orang perorangan, khususnya

yang miskin, lemah dan menderita atau diperlakukan tidak adil, pelayanan cintakasih tahu bagaimana mengenali wajah Kristus, dan menjumpai sesama manusia untuk dikasihi dan dilayani (FC art. 64).

5) Kesaksian Iman (Martyria)

(46)

berbagai ketidakadilan dan tindak kekerasan yang merendahkan martabat manusia serta merugikan masyarakat umum (KWI, 2011:17-18).

c. Keluarga sebagai Sel Terkecil dalam Masyarakat

Gereja mengakui bahwa keluarga adalah sel terkecil dalam masyarakat, karena di sana seluruh jaringan hubungan sosial dibangun. Melalui kehadiran dan peran anggota-anggotanya, keluarga menjadi tempat asal dan upaya efektif untuk membangun masyarakat yang manusiawi dan rukun (KWI, 2011:18). Dalam pangkuan keluargalah para warga masyarakat dilahirkan, di situ pula mereka menemukan gelanggang latihan pertama bagi keutamaan-keutamaan sosial, yang merupakan prinsip penjiwaan untuk kehidupan serta perkembangan masyarakat sendiri (FC art. 42).

Pengalaman persekutuan dan saling berbagi sendiri, yang harus mewarnai kehidupan sehari-hari keluarga, merupakan sumbangan pertama dan mendasar bagi masyarakat (FC art. 43). Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman kebersamaan dan saling berbagi dalam keluarga dapat menjadi bekal bagi anggota keluarga untuk melaksanakannya dalam hidup bermasyarakat.

Menurut para Bapa Sinode, keluarga menjadi tempat asal dan upaya paling efektif untuk “memanusiakan” dan “mempribadikan” masyarakat (FC art. 43).

(47)

4. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

a. Pengertian Pendidikan Iman Anak dalam keluarga

Suhardiyanto (2012:1) menyatakan bahwa pendidikan iman anak adalah segala kegiatan apapun, dalam lingkup manapun yang dilakukan demi perkembangan iman anak, baik dalam lingkup keluarga maupun dalam lingkup paroki. Sedangkan Soerjanto & Widiastoeti Soerjanto (2007:10) menyatakan bahwa pendidikan iman ialah proses dan usaha-usaha orang-orang dewasa untuk membantu anak-anak muda agar mereka mampu menghormati dan mengasihi Allah, Pencipta dan Penyelamat. Heuken (1979:29) menyampaikan pendapat Mujilan bahwa pendidikan agama dalam keluarga adalah pendidikan agama bagi seluruh anggota keluarga dan oleh anggota keluarga. Dalam pendidikan iman terjadi saling memberi kesaksian iman secara lebih nyata dan sempurna.

Maka, pendidikan iman anak dalam keluarga merupakan segala kegiatan apapun, yang dilakukan dalam keluarga demi perkembangan iman anak dan perkembangan keluarga itu sendiri. Pelaku pendidikan iman dalam keluarga adalah seluruh anggota keluarga. Anak dan orang tua dapat saling memberikan kesaksian iman sehingga terwujud pendidikan iman dalam keluarga. Kegiatan keluarga dalam bentuk doa bersama, pengajaran tentang Yesus, pengajaran tentang Gereja maupun sikap yang baik kepada orang lain merupakan bentuk konkret dalam pendidikan iman dalam keluarga.

b. Tujuan Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

(48)

dan utama yang didapatkan oleh manusia berasal dari keluarga. KWI (2011:28) menyatakan bahwa tujuan pendidikan dalam arti sesungguhnya adalah pembinaan pribadi manusia menuju kedewasaan, sehingga dapat menyumbangkan nilai-nilai yang baik demi kesejahteraan masyarakat.

Heuken (1979:29) membahasakan pendapat Mujilan bahwa dalam pendidikan iman yang ingin makin dikenal adalah Yesus Kristus. Maka, Yesus Kristus menjadi dasar bagi keluarga dalam menghayati iman mereka. Maka, tujuan pendidikan iman dalam keluarga adalah demi terwujudnya keluarga yang sungguh beriman. Kristus sungguh nyata lewat relasi dengan keluarga, terwujudnya Kerajaan Allah dalam keluarga dengan suasana cinta kasih yang terbangun.

Soerjanto & Widiastoeti Soerjanto (2007:10) menyampaikan bahwa pendidikan iman dilakukan supaya anak mampu menghormati dan mengasihi Allah. Sedangkan KWI (2011:30) menambahkan bahwa melalui pendidikan iman dalam keluarga, anak tidak hanya mencintai Allah, tetapi aktif dalam hidup menggereja.

Pendapat lain menyatakan bahwa tujuan pendidikan iman yaitu membentuk perilaku yang baik dalam kehidupan keagamaan anak-anak sehingga mereka tidak hanya takwa kepada Tuhan, tetapi juga mempunyai perasaan belas kasih dan perhatian terhadap sesama manusia (Tim Pusat Pendampingan Keluarga “Brayat Minulyo”, 2007:96). Pendapat ini menunjukkan tujuan pendidikan iman

(49)

Dari berbagai pendapat mengenai tujuan pendidikan iman dalam keluarga, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan iman anak memiliki dua unsur. Unsur yang pertama adalah demi perkembangan anak dan keluarga menjadi lebih beriman kepada Kristus. Unsur kedua adalah melalui pendidikan iman dalam keluarga, anak-anak diharapkan dapat mewujudkan imannya dengan mencintai Allah dan sesama manusia. Maka, iman tidak hanya diungkapkan dalam doa tetapi diwujudkan dengan berbuat baik kepada orang lain.

c. Bentuk-bentuk Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

Orangtua adalah pendidik dan pewarta iman pertama dan utama bagi anak-anak (AA 11). Oleh karena itu, orangtua perlu memberikan contoh kepada anak-anak untuk menumbuhkan iman anak. Menurut KWI (2011: 31-33), cara-cara konkret yang dapat dilakukan sebagai pendidikan iman Katolik kepada anak-anak adalah sebagai berikut:

1) Doa Pribadi dan Doa Bersama

(50)

2) Perayaan Ekaristi Keluarga

Sejak dini anak-anak perlu diajak mengambil bagian secara aktif dalam perayaan liturgi, terutama Ekaristi, supaya mereka mengenal dan mencintai Tuhan. Perayaan Ekaristi khusus untuk anak-anak dapat diselenggarakan, karena perayaan Ekaristi tersebut membantu mereka untuk lebih terlibat di dalamnya. Bila mereka sudah mampu memahami, orangtua sebaiknya menjelaskan makna perayaan Ekaristi, yaitu perjamuan kasih Tuhan. Dalam perjamuan itu Tuhan memberikan Diri-Nya dan memanggil manusia untuk bersatu dengan-Nya. Maka, menyambut Tubuh Kristus dalam komuni suci berarti bersatu dengan Tuhan dan Gereja yang adalah Tubuh Mistik Kristus (KWI, 2011:32).

3) Pendalaman Iman dalam Keluarga

(51)

4) Rekoleksi, Retret, Ziarah Keluarga

Rekoleksi, retret, ziarah, dan sebagainya sudah dihidupi cukup lama dalam Gereja dan menghasilkan buah yang baik. Maka, orangtua hendaknya mengajak anak untuk melaksanakan rekoleksi maupun retret serta mengadakan ziarah bersama. Hal ini dilakukan demi perkembangan hidup beriman mereka (KWI, 2011:33).

5) Teladan Orang tua

Orang tua lebih banyak memberikan teladan dan membagikan pengalaman iman yang konkret daripada sekedar nasehat. Anak-anak akan lebih mudah untuk mencontoh apabila orang tua memberikan teladan yang baik (Pudjiono, 2007:7). Orang tua dapat memberi teladan dengan menunjukkan sikap doa yang baik, bersikap ramah terhadap orang lain, mau memaafkan apabila anak berbuat salah, mau meminta maaf apabila orang tua berbuat salah, serta memberikan perhatian kepada keluarga. Orang tua berlaku sebagai sahabat, sehingga anak-anak mau dan mampu membuka diri kepada orang tua sendiri.

B. Perkembangan Iman Anak

1. Konsep Perkembangan

a. Konsep Perkembangan pada Umumnya

(52)

bertahap. Pendapat ini menunjukkan bahwa proses perkembangan berjalan secara bertahap.

Singgih Gunarsa (1981: 31) juga menyampaikan kembali pendapat Liebert; Poulos & Strauss bahwa perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan dan kemampuan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungan. Pandangan ini menunjukkan bahwa di dalam perkembangan terdapat perubahan. Adanya perubahan sebagai fungsi kematangan. Perkembangan juga dipengaruhi oleh hubungan manusia dengan lingkungannya. Kedua pendapat memperlihatkan adanya proses yang bertahap dalam perkembangan dan proses tersebut terjadi dalam waktu tertentu. Perkembangan juga dipengaruhi oleh faktor luar, yakni hubungan dengan lingkungan.

b. Konsep Perkembangan Iman Anak

(53)

2. Faktor Pendukung Perkembangan Iman Anak

Soerjanto & Widiastoeti Soerjanto (2007:11-12) menyampaikan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung proses perkembangan iman anak. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Keyakinan dalam diri anak bahwa dirinya dianugerahi Allah berbagai talenta

Sebagai citra Allah, setiap manusia dianugerahi talenta yang beragam. Maka, setiap anak juga memiliki talenta yang khas dalam dirinya. Sangat penting bagi anak untuk menyadari bahwa ia juga dianugerahi talenta oleh Allah. Untuk mendukung perkembangan iman anak, orangtua hendaknya membantu anak-anak, agar mereka memiliki keyakinan bahwa dirinya adalah insan yang berpotensi, karena telah dianugerahi berbagai talenta oleh Sang Pencipta sendiri (Soerjanto & Widiastoeti Soerjanto, 2007:12). Dengan keyakinan ini, anak akan terbantu untuk mensyukuri anugerah yang dirasakannya dan bisa melihat Allah sebagai Allah yang Pengasih. Keyakinan dalam diri anak akan membantu mereka untuk mendalami imannya kepada Allah dan memperkembangkan imannya.

b. Teladan Iman dari Orangtua dan Orang-Orang Dewasa Lain

(54)

c. Rasa aman untuk mengagumi dan bertanya

Melalui perkembangan imannya, seorang anak berkembang mendekati kebaikan dan kebenaran. Kebaikan dan kebenaran itu dapat dicapainya bila ia lebih dahulu boleh mengagumi segala sesuatu yang dilihatnya. Kekaguman itu kemudian akan berlanjut pada tampilnya aneka pertanyaan jujur, yang menuntunnya menuju kebenaran. Karena itu, bagi setiap anak haruslah diusahakan adanya rasa aman untuk menyatakan kekagumannya dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan tentang segala hal. Orang tua dan orang-orang dewasa yang lain hendaknya memelihara rasa aman itu bagi semua anak (Soerjanto & Widiastoeti Soerjanto, 2007:12).

d. Dorongan untuk mencintai alam beserta segala isinya

Perkembangan iman mengantar setiap anak semakin dekat dengan Allah. Kedekatan anak dengan Sang Pencipta itu dapat dipacu bila ia dibantu secara bertahap untuk lebih dahulu menghargai dan mencintai ciptaan-Nya, yakni alam semesta beserta isinya, terutama makhluk-makhluk hidup, dengan manusia sebagai puncaknya (Soerjanto & Widiastoeti Soerjanto, 2007:12).

3. Tahap Perkembangan Iman Anak

(55)

sampai masa dewasa, tahap usia 18 tahun ke atas, tahap usia 35 tahun ke atas, serta 45 tahun ke atas. Pada bagian ini akan dibahas perkembangan iman pada tahap pertama dan kedua karena sesuai dengan usia anak-anak yang menjadi pembahasan skripsi. Tahap perkembangan iman anak pada tahap pertama dan kedua adalah sebagai berikut:

a. Tahap usia 2-6 tahun

Tahap ini disebut “tahapan intuitif proyektif”. Pada tahap ini, anak sudah

memiliki kemampuan untuk berimajinasi dan berfantasi. Orang dewasa yang utama menjadi tempat dan sumber otoritas yang langsung dapat dilihat, maka anak akan meniru semua suara, gerak isyarat, kata-kata, dan tindakan mereka. Kepercayaan anak-anak bercorak tiruan. Dengan meniru bentuk kepercayaan otoritatif lahiriah orang dewasa, anak berhasil merangsang, membentuk, menyalurkan, dan mengarahkan perhatian spontan serta gambaran intuitif dan proyektifnya pada Yang Ilahi. Maka, dalam tahapan ini si anak memahami atau membayangkan Tuhan sebagai Sang Tokoh yang mirip dengan ayah, ibu, pengasuh, atau tokoh berpengaruh yang lain. Pada tahapan ini, iman seorang anak diwarnai oleh rasa takut dan sekaligus hormat pada tokoh-tokoh tersebut. Tindakan dari para tokoh menjadi teladan bagi anak-anak (Cremers, 1995:104-117).

b. Tahap usia 6-11 tahun

Tahap ini disebut “tahap mitis harafiah”. Pada tahap ini yang paling

(56)

kemasyarakatan yang paling dekat dengannya, misalnya kelompok bina iman, sekolah, atau kelompok Sekolah Minggu. Kelompok dan institusi tersebut berfungsi sebagai sumber pengajaran iman (Soerjanto & Widiastoeti Soerjanto, 2007:14). Pada tahap ini anak dapat menyusun dan mengartikan dunia pengalamannya melalui medium cerita dan hikayat. Namun, anak masih memahami cerita secara harafiah, konkret, dan menurut satu dimensi belaka tanpa menyadari adanya kontradiksi-kontradiksi antara berbagai cerita. Allah dipandang semata-mata sebagai seorang pribadi, ibarat orangtua atau seorang penguasa yang bertindak dengan sikap memperhatikan secara konsekuen dan, jika perlu tegas. Dalam membuat keputusan dan pertimbangan moral terhadap manusia, Allah bagaikan orangtua yang adil dan baik, terikat pada hukum keadilan dan hidup sosial (Cremers, 1995:117-134). Usaha-usaha pengembangan iman anak pada tahapan ini seyogyanya tetap dilaksanakan dengan cara sederhana, tidak terlalu mengandalkan penalaran.

C. Buah-Buah Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga bagi Perkembangan Iman Anak

(57)

Zanzucchi (1986:14) menambahkan bahwa dalam pendidikan iman terdapat tiga hal pokok. Pokok yang pertama adalah Allah yang memberi iman. Pokok kedua, anak yang secara bebas menerima iman itu dan memiliki kemungkinan untuk menolaknya. Dan pokok yang ketiga adalah orangtua yang dengan bantuan guru agama, diharapkan menjadi saluran antara Allah dan anak-anak.

Berdasarkan pendapat Zanzucchi dapat diketahui bahwa peran orang tua dalam perkembangan iman anak adalah sebagai saluran yang menghubungkan antara anak dengan Allah. Oleh karena itu, pendidikan iman yang dilaksanakan dalam keluarga merupakan sarana yang baik untuk membantu anak berjumpa dengan Allah, sehingga anak dapat mengalami perkembangan iman.

Pelaksanaan pendidikan iman dalam keluarga menghasilkan buah-buah yang memberikan pengaruh bagi perkembangan iman anak. Cooke (1972:5-6) menyampaikan bahwa kesan-kesan serta pilihan anak yang mulai dibuatnya dalam hubungan dengan Allah dan hidup sebagai orang Kristen adalah pilihan-pilihan yang akan berpengaruh atas seluruh perkembangan hidup imannya. Di bawah ini terdapat buah-buah pendidikan iman dalam keluarga bagi perkembangan iman anak:

1. Pengetahuan Iman Anak semakin Berkembang

(58)

cinta kasih yang ditunjukkan oleh Yesus dan mengetahui apakah agama Kristen itu, ia mengetahui bahwa penerimaan dalam iman terhadap rahasia Allah, yang adalah cinta kasih adalah pokok imannya. Dengan demikian, anak terbantu untuk semakin yakin dengan imannya kepada Allah.

2. Anak semakin Merasakan Kehadiran Allah melalui Keluarga

Pendidikan iman dalam keluarga membantu anak belajar untuk percaya kepada Allah. Anak menyadari kehadiran Allah melalui orang tua, saudara serta anggota keluarga lainnya. Melalui ajakan doa bersama dalam keluarga, anak semakin belajar mengerti kehadiran Allah melalui kebersamaan dalam keluarga.

Melalui tindakan keluarga yang dipenuhi dengan cinta kasih, anak bisa merasakan kenyamanan dan kedamaian dalam hidup. Dengan rasa aman ini, anak dapat merasakan kehadiran Allah dalam diri keluarganya. Mereka dipenuhi dengan cinta kasih Allah (Cooke, 1972:13). Rasa aman dan nyaman membantu anak dalam memperkembangkan imannya.

3. Anak Mampu untuk Mengungkapkan Imannya

(59)

4. Anak Mampu Mencintai Sesama

(60)

BAB III

PELAKSANAAN PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA DAN PERKEMBANGAN IMAN ANAK DI STASI MARIA PUTRI MURNI

SEJATI CISANTANA, PAROKI KRISTUS RAJA CIGUGUR, KEUSKUPAN BANDUNG

Pada bab dua telah disampaikan kajian pustaka mengenai pendidikan iman anak dalam keluarga, perkembangan iman anak serta buah-buah pendidikan iman dalam keluarga bagi perkembangan iman anak yang diambil dari berbagai sumber dan pendapat para ahli. Pada bab tiga, penulis membahas mengenai pelaksanaan pendidikan iman anak dalam keluarga dan perkembangan iman anak di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana. Bab ini merupakan jawaban atas rumusan masalah kedua yakni mengetahui sejauh mana pendidikan iman anak dalam keluarga di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana telah membantu perkembangan iman anak.

Untuk mengetahui sejauh mana pendidikan iman anak dalam keluarga di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana dalam membantu perkembangan iman anak, penulis menyusun bab ini ke dalam dua bagian. Bagian pertama membahas mengenai gambaran umum Paroki Kristus Raja Cigugur serta Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana. Gambaran umum Paroki dan Stasi terdiri dari sejarah, letak geografis, jumlah umat, serta situasi umat Katolik.

(61)

Maria Putri Murni Sejati Cisantana. Bagian ini terdiri dari rencana penelitian, laporan dan pembahasan hasil penelitian, serta kesimpulan penelitian.

A. Gambaran Umum Paroki Kristus Raja Cigugur dan Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana

1. Gambaran Umum Paroki Kristus Raja Cigugur

a. Sejarah

Sejarah perkembangan Gereja Katolik di tatar sunda berawal dari Kota Cirebon yaitu dengan berdirinya Gereja Santo Yosef Cirebon yang diresmikan pada tanggal 10 November 1880 oleh Mgr. A. Claessens sebagai Gereja pertama di wilayah Keuskupan Bandung Jawa Barat. Pada saat itu, di Cigugur masyarakat belum menganut agama Katolik. Masyarakat secara mayoritas masih menganut Agama Djawa Sunda sedangkan minoritas menganut agama Islam. Hubungan kedua kelompok penganut agama ini rukun, meskipun terkadang timbul kesalahpahaman (Basuki Nursananingrat, 1977: 9).

Agama Djawa Sunda (ADS) merupakan aliran kebatinan yang didirikan oleh Pangeran Sadewa Madrais Alibasa Kusuma Wijaya Ningrat atau yang dikenal sebagai Pangeran Madrais (Iman Sukmana, 2014: 29). Agama Djawa Sunda merupakan sebuah pemadatan dari ungkapan “anjawat lan anjawab roh

susun-susun kang den tunda” artinya memilih dan menyaring roh yang tersusun

dan yang tertunda yang ada di seluruh alam semesta termasuk dalam diri manusia (Iman Sukmana, 2014: 36).

(62)

rohani manusia dan segala makhluk yang diciptakan-Nya (Basuki Nursananingrat, 1977:11). Para penganut ADS percaya bahwa tujuan hidup manusia adalah

“Sampurnaning Hirup Sajatining Mati”. Sampurnaning hirup berarti

sempurnanya hidup. Hal ini menunjukkan bahwa dalam keterbatasannya manusia mendekatkan diri kepada yang sempurna, yakni Tuhan. Sajatining mati berarti sejatinya mati, yakni mati dengan layak sebagai manusia dengan cara dirawat sedemikian rupa sebagai penghargaan terhadap raga manusia yang mencari kesempurnaan hidup (Iman Sukmana, 2014: 38-39).

Pada tahun 1937 ketika gunung Ciremai hampir meletus, Pangeran Madrais bersama para pengikutnya mendaki gunung untuk mengadakan ritual di puncak gunung. Setelah menuruni gunung, ia melanjutkan perjalanan menuju sebuah tempat yang dikenal “Curug Goong” (Curug berarti air terjun, goong merupakan alat musik tradisional yang dalam bahasa Indonesia disebut gong). Di tempat ini, ia mendapatkan wahyu yang berbunyi: “Isuk jaganing geto anjeun bakal nyalindung di handapeun camara bodas anu bakal mawa kana kaberesan

alam”. Pernyataan ini dalam bahasa Indonesia berarti “esok hingga masa yang

akan datang engkau akan berlindung di bawah cemara putih yang akan membawa pada kesejahteraan alam” (Iman Sukmana, 2014: 45). Wahyu yang didapatkan oleh Pangeran Madrais belum terlaksana hingga ia wafat dan digantikan oleh puteranya. Putra Pangeran Madrais bernama Pangeran Tedja Buana Alibassa.

(63)

penganut agama lain yang ada di Cigugur, yakni agama Islam. Pada saat itu pimpinan ADS, Pangeran Tedja Buana Alibassa bersama penganutnya harus menghadapi goncangan dan tuduhan yang berat dari masyarakat yang berbeda pendapat dan kepercayaan dan juga mendapatkan tuduhan dan tekanan dari pemerintah (Iman Sukmana, 2014: 53-55).

Pada saat mengalami sakit di Santo Yosef Cirebon, ia berdoa dan meditasi. Dalam meditasinya, ia mendapatkan wahyu yang merupakan peringatan dari wahyu yang didapatkan oleh ayahnya, Pangeran Madrais di Curug Goong. Pangeran Tedja Buana percaya bahwa yang dimaksud Cemara Putih adalah “Kristus”, yakni Kristus yang menyelamatkan dunia. Berdasarkan hal itu, pada

tanggal 21 September 1964 Pangeran Tedja Buana secara resmi membubarkan ADS dan bermaksud masuk ke dalam Gereja Katolik, namun ia memberikan kebebasan kepada penganutnya untuk memilih dan menganut agama sesuai dengan kepercayaan masing-masing (Iman Sukmana, 2014: 74-76).

Hal ini merupakan awal mula masuknya agama Katolik di wilayah Kuningan dan sekitarnya. Meskipun keputusan ini merupakan kehendak sendiri namun akibatnya begitu besar, lebih dari 5000 penganut ADS mendaftarkan diri dengan senang hati untuk masuk dalam pangkuan Gereja Katolik serta menyerahkan surat pernyataan ke pastoran Katolik Santo Yosef Cirebon, mengingat bahwa di Cigugur belum ada gereja.

(64)

Gedung Gereja bagi umat Katolik Cigugur dan sekitarnya, termasuk umat Cisantana harus ke Cigugur untuk merayakan Ekaristi. Pada tahun selanjutnya, para Pastor Ordo Salib Suci (OSC), yaitu Pastor Hidayat OSC, Pastor Matias Kuppens OSC, Pastor Anton Ruten OSC, Pastor Straathof OSC memulai tugas

Gambar

Tabel 1 Kisi-kisi Instrumen Wawancara
Tabel 2 Kisi-kisi Instrumen Angket
Tabel 3 Identitas Responden
Tabel 4 Pengetahuan Iman Anak Berkembang
+7

Referensi

Dokumen terkait