• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara religiusitas intrinsik dan komitmen afektif.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara religiusitas intrinsik dan komitmen afektif."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

vii

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS INTRINSIK DAN KOMITMEN AFEKTIF

Novia Christine Feoh

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif pada karyawan. Hipotesis dalam penelian ini adalah adanya hubungan positif antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan yang telah bekerja disebuah perusahaan minimal satu tahun dan berstatus sebagai karyawan tetap. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 100 orang yang terdiri atas 55 subjek laki-laki dan 45 subjek perempuan. Religiusitas intrinsik diukur menggunakan Intrinsic Religiosity Revised Scale yang telah diadaptasi dengan

reliabilitas α = 0,821, dan komitmen afektif diukur menggunakan Affective Commitment Scale Revised Version yang telah diadaptasi dengan reliabilitas α = 0,807. Analisis data dilakukan dengan menggunakan korelasi Spearman’s rho karena sebaran data tidak normal. Hasil analisis religiusitas intrinsik dan komitmen afektif menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,381 dengan taraf signifikansi 0,000. Artinya terdapat hubungan positif dan cukup kuat antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif. Maka, semakin tinggi religiusitas intrinsik, semakin tinggi pula komitmen afektif.

(2)

viii

THE CORRELATION BETWEEN INTRINSIC RELIGIOSITY AND AFFECTIVE COMMITMENT

Novia Christine Feoh

ABSTACT

This research aimed to know the correlation between intrinsic religiosity and affective commitment on employee. The hypothesis in this research was a positive correlation between intrinsic religiosity and affective commitment. Subject in this research were the employees who had worked in a company for at least one year and got status as permanent employees. This research was involved 100 subjects consisting of 55 men and 45 women. Intrinsic religiosity was measured by the adaptation scale of Intrinsic Religiosity Revised Scale with the reliability α = 0,821, and affective commitment was measured by the adaptation scale of Affective Commitment Scale Revised Version with the reliability α = 0,807. The data was analyzed by Spearman’s rho because of the abnormal on data distribution. The result showed that intrinsic religiosity and affective commitment obtained the correlation coefficient of 0,381 with a significance level of 0,000. It means that there was a positive and adequate correlation between intrinsic religiosity and affective commitment. Then, higher intrinsic religiosity will also have higher affective commitment.

(3)

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS INTRINSIK DAN

KOMITMEN AFEKTIF

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Disusun Oleh: Novia Christine Feoh

12911474

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.

-Matius 6: 33-

she knew the power of her mind. So she programmed it for success.”

-Carrie Green-

Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar

menyadarinya. -Mazmur 14: 139-

Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya.

-1 Timotius 4:10-

Nona, orang pintar memang banyak. Orang setia susah dicari

(7)

v

Hasil usaha dan karya ini kupersembahkan untuk:

Allah Tritunggal

Bapa, Yesus, dan Roh Kudus

Bapak & Mama,

serta Adik tercinta, Sephia

(8)
(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS INTRINSIK DAN KOMITMEN AFEKTIF

Novia Christine Feoh

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif pada karyawan. Hipotesis dalam penelian ini adalah adanya hubungan positif antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan yang telah bekerja disebuah perusahaan minimal satu tahun dan berstatus sebagai karyawan tetap. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 100 orang yang terdiri atas 55 subjek laki-laki dan 45 subjek perempuan. Religiusitas intrinsik diukur menggunakan Intrinsic Religiosity Revised Scale yang telah diadaptasi dengan

reliabilitas α = 0,821, dan komitmen afektif diukur menggunakan Affective Commitment Scale Revised Version yang telah diadaptasi dengan reliabilitas α = 0,807. Analisis data dilakukan dengan menggunakan korelasi Spearman’s rho karena sebaran data tidak normal. Hasil analisis religiusitas intrinsik dan komitmen afektif menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,381 dengan taraf signifikansi 0,000. Artinya terdapat hubungan positif dan cukup kuat antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif. Maka, semakin tinggi religiusitas intrinsik, semakin tinggi pula komitmen afektif.

(10)

viii

THE CORRELATION BETWEEN INTRINSIC RELIGIOSITY AND AFFECTIVE COMMITMENT

Novia Christine Feoh

ABSTACT

This research aimed to know the correlation between intrinsic religiosity and affective commitment on employee. The hypothesis in this research was a positive correlation between intrinsic religiosity and affective commitment. Subject in this research were the employees who had worked in a company for at least one year and got status as permanent employees. This research was involved 100 subjects consisting of 55 men and 45 women. Intrinsic religiosity was measured by the adaptation scale of Intrinsic Religiosity Revised Scale with the reliability α = 0,821, and affective commitment was measured by the adaptation scale of Affective Commitment Scale Revised Version with the reliability α = 0,807. The data was analyzed by Spearman’s rho because of the abnormal on data distribution. The result showed that intrinsic religiosity and affective commitment obtained the correlation coefficient of 0,381 with a significance level of 0,000. It means that there was a positive and adequate correlation between intrinsic religiosity and affective commitment. Then, higher intrinsic religiosity will also have higher affective commitment.

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih, pertolongan, dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si. selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Ratri Sunar A., M. Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 4. Bapak TM. Raditya Hernawa, M. Psi. selaku Dosen Pembimbing Skrispi atas

kesediaan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, kritik dan saran dalam proses penulisan skripsi.

5. Segenap Dosen Psikologi yang telah mendidik, memberikan pengetahuan, dan inspirasi selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

6. Vicky Genia yang mengembangkan skala Intrinsic Religiosity Revised Scale dan Dr. John P. Meyer sebagai pembuat skala Affective Commitment Scale

(13)

xi

skala ke dalam Bahasa Indonesia. Terima kasih Dr. John P. Meyer dalam kesibukan tetap bersedia menjawab pertanyaan dari penulis yang memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada penulis.

7. Kelly Florensia yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menjadi native

speaker dalam proses adaptasi skala. Terima kasih karena membantu

melancarkan proses adaptasi skala yang dilakukan oleh penulis.

8. Bapak, Mamak, Sephia, bapak Ompong (alm.), oma Pin, oma Ice, dan Usi Melsy yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan doa yang tidak pernah berhenti.

9. Bapak ani dan mamak ani, serta Kak Pris, Alfa, dan David di Magelang yang selalu menerima kehadiran penulis di rumah. Terima kasih karena selalu memberikan doa, perhatian, dukungan, dan semangat. Kehadiran kalian selalu membuat penulis mengobati kerinduan akan rumah.

10. Harry Lany, sepupu kesayangan yang selalu membantu menerjemahkan ketika penulis kesulitan untuk menerjemahkan Bahasa Inggris dalam proses pengerjaan skripsi ini.

11. Seluruh keluarga besar Feoh dan Fanggi yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam doa untuk kesuksesan penulis.

(14)

xii

13. Cicik Dian dan Elga, sahabat bertukar pikiran dan mengerjakan skripsi. Terima kasih kalian selalu mendengarkan keluh kesah penulis, serta saling mendukung untuk memberikan yang terbaik dalam pengerjaan skripsi.

14. Elga, Kak Gue, Ajeng, Rina, Risca, Moka, GM, Igan, para anggota Geng MITOS yang lebih sering mengatakan hal mitos daripada kebenaran. Terima kasih kalian selalu mengukir senyum ditengah kegalauan penulis selama mengerjakan skripsi.

15. Kak Vinna dan Cicik Dian yang selalu mau direpotkan untuk membantu mengurus segala sesuatu dalam setiap proses pengerjaan skripsi.

16. GM, Rikjan, Imel, Friska, Gung Is, dan teman-teman lainnya yang telah membantu dalam proses penyebaran skala.

17. Nia, Ajeng, Mauren, Itha, Ochi, Fani, Ardy, Monic, dan semua teman-teman anak bimbingan Pak Tius. Terima kasih atas lelucon dan gosip di depan ruang dosen yang membantu mengurangi rasa gugup sebelum bimbingan. Terima kasih karena mau bertukar pikiran dan saling mendukung untuk kemajuan pengerjaan skripsi.

18. Seluruh teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2012 yang telah berdinamika bersama selama perkuliahan. Terima kasih atas canda tawa, semangat, dan pengalamannya, teman-teman!

Penulis,

(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... vix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

(16)

xiv

1. Manfaat Teoritis ... 8

2. Manfaat Praktis ... 8

BAB II LANDASAN TEORI9 A. Religiusitas ... 9

1. Pengertian Religiusitas ... 9

2. Jenis Religiusitas ... 10

a. Religiusitas Ekstrinsik ... 10

b. Religiusitas Intrinsik ... 10

3. Karakteristik Religiusitas Intrinsik ... 12

4. Dampak Religiusitas Intrinsik ... 13

B. Komitmen Afektif ... 15

1. Pengertian Komitmen Organisasi ... 15

2. Komponen Komitmen Organisasi... 16

3. Pengertian Komitmen Afektif ... 18

4. Aspek Komitmen Afektif ... 19

5. Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Afektif ... 19

C. Hubungan Antara Religiusitas Intrinsik dengan Komitmen Afektif .... 20

D. Skema Hubungan Antara Religiusitas Intrinsik dengan Komitmen Afektif 22 E. Hipotesis ... 23

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN ... 24

(17)

xv

B. Variabel Penelitian ... 24

C. Defenisi Operasional ... 25

1. Religiusitas Intrinsik ... 25

2. Komitmen Afektif ... 25

D. Subjek Penelitian ... 26

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 26

F. Validitas dan Religiusitas ... 28

1. Validitas ... 28

2. Reliabilitas ... 30

a. Reliabilitas Intrinsic Religiosity Revised Scale ... 30

b. Reliabilitas Affective Commitment Scale Revised Version ... 31

G. Analisis Data ... 32

1. Uji Asumsi ... 32

a. Uji Normalitas ... 32

b. Uji Linearitas ... 33

2. Uji Hipotesis ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Pelaksanaan Penelitian ... 35

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 36

C. Deskripsi Data Penelitian ... 37

D. Hasil Penelitian ... 39

(18)

xvi

a. Uji Normalitas ... 39

b. Uji Linearitas ... 42

2. Uji Hipotesis ... 43

E. Pembahasan ... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Kesimpulan ... 47

B. Keterbatasan Penelitian ... 47

B. Saran ... 48

1. Bagi Peneliti ... 48

2. Bagi Subjek ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN ... 55

(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pemberian Skor pada Skala Komitmen Afektif ... 28

Tabel 2 Kriteria Koefisien Korelasi (Sarwono, 2006) ... 34

Tabel 3 Subjek Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin ... 36

Tabel 4 Subjek Berdasarkan Agama ... 36

Tabel 5 Subjek Berdasarkan Lama Bekerja ... 37

Tabel 6 Deskripsi Data Penelitian ... 37

Tabel 7 Analisis One-Sample T-Test Mean Empirik dan Mean Teoritik Religiusitas Intrinsik ... 38

Tabel 8 Analisis One-Sample T-Test Mean Empirik dan Mean Teoritik Komitmen Afektif ... 38

Tabel 9 Hasil Uji Normalitas ... 39

Tabel 10 Hasil Uji Linearitas ... 42

(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR

(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Hasil Direct-Translation dan Back-Translation ... 56

LAMPIRAN 2 Pemeriksaan Skala oleh Native Speaker ... 58

LAMPIRAN 3 Skala Final Religiusitas Intrinsik dan Komitmen Afektif ... 60

LAMPIRAN 4 Hasil Reliabilitas Skala ... 67

LAMPIRAN 5 Hasil Uji Normalitas dan Uji Linearitas ... 69

LAMPIRAN 6 Hasil Uji Hipotesis ... 70

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

An Organization, no matter how well designed, is only as good as the

people who live and work in it” (Dee Hock). Di dalam organisasi terdapat unsur yang penting, yaitu individu didalamnya. Organisasi tidak dapat bergerak jika tidak ada yang menggerakannya dan penggeraknya adalah individu dalam organisasi tersebut untuk mencapai kesuksesan organisasi (Waluyo, 2013). Banyak peneliti menemukan bahwa salah satu hal yang menentukan kesuksesan perusahaan adalah tingginya tingkat komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawannya (Keskes, 2014).

(23)

dan berkompeten. Tingkat turnover dapat dikurangi dengan meningkatkan komitmen organisasi karyawan. Perryer, Jordan, Firns, & Travoglione (2010) dan Zhang (2015) menyatakan bahwa komitmen organisasi memiliki pengaruh positif terhadap intensi turnover. Karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi cenderung tidak akan meninggalkan perusahaan tempat ia bekerja.

Mowday, Steers, & Porter (dalam Spector, 2008) mendefenisikan komitmen organisasi dalam tiga aspek, yaitu (1) penerimaan terhadap tujuan organisasi, (2) memiliki kesediaan untuk berusaha atas nama organisasi, dan (3) memiliki keinginan yang kuat untuk bertahan atau tinggal di organisasi. Meyer & Allen (1990, dalam Meyer, 2002) mengembangkan tiga komponen komitmen organisasi, yaitu komitmen kontinum, komitmen normatif, dan komitmen afektif. Komitmen kontinum adalah komponen komitmen organisasi yang menunjukkan persepsi individu terhadap kerugian yang akan diperoleh jika individu keluar dari organisasi. Komitmen normatif muncul ketika individu merasa memiliki hutang terhadap organisasi sehingga ia bertanggungjawab untuk tetap bertahan di organisasi dengan tujuan untuk balas budi kepada perusahaan. Meyer dan Allen (1991) menyatakan komitmen afektif merupakan komitmen organisasi yang ditandai dengan keinginan individu untuk tetap bertahan dalam organisasi karena ia merasa terikat secara emosional dengan organisasi, serta mengenal organisasi dan terlibat dalam organisasi.

(24)

dibandingkan dengan komponen komitmen organisasi lainnya. Selain itu, terdapat penelitian mengenai komitmen afektif yang dilakukan di Indonesia dengan menggunakan subjek perawat di Makasar dan menemukan bahwa komitmen afektif yang tinggi pada perawat menyebabkan perawat cenderung untuk tetap bertahan di rumah sakit tempat ia bekerja dibandingkan dengan perawat dengan komitmen normatif dan komitmen kontinum yang tinggi (Guntur, 2012).

Wang, Bishop, Chen & Scott (2002) juga melakukan penelitian tentang komitmen afektif yang dikaitkan dengan budaya kolektivis pada 510 karyawan di Cina. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya kolektivis menjadi faktor yang signifikan terhadap munculnya komitmen afektif. Individu dengan nilai kolektivis yang tinggi cenderung untuk menerima dan mengadopsi nilai dan tujuan kelompok yang akan mengarahkan pada tingkat komitmen afektif yang tinggi. Berdasarkan survei oleh itim International dan Clearly Cultural, Indonesia tergolong dalam budaya kolektivis. Oleh karena itu, karyawan di Indonesia seharusnya akan lebih mudah dalam membangun komitmen afektif terhadap organisasi dimana ia berada, karena masyarakat Indonesia cenderung akan menerima dan menginternalisasi nilai dan tujuan organisasi.

(25)

oleh Michael Page Indonesia Employee Intentions Report 2015 menunjukkan bahwa 72% responden mungkin dan sangat mungkin melakukan turnover atau keluar dari perusahaan dalam jangka waktu satu tahun kedepan.

Komitmen afektif tidak hanya berkaitan dengan turnover, beberapa peneliti menemukan bahwa komitmen afektif memiliki dampak positif lainnya terhadap organisasi. Yan-Kai Fu (2013) menemukan bahwa komitmen afektif karyawan mengarahkan pada OCB (Organizational Citizenship Behavior) atau perilaku karyawan untuk membantu meningkatkan performansi organisasi. Sedangkan, komitmen normative pada karyawan tidak meningkatkan OCB. Selain itu, Sharma & Dhar (2016) melakukan penelitian yang berfokus pada dampak komitmen afektif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perawat akan tetap memberikan pelayanan terbaik kepada pasien sesuai dengan etika bekerja, meskipun perawat sedang berada dalam kondisi kerja yang kurang mendukung.

O’Reilly & Chatman (dalam Meyer & Allen, 1991) menjelaskan proses

(26)

Davison, Ammeter, Garner, & Novicevic, 2009) menyatakan bahwa nilai religius menjadi faktor paling kuat dalam membentuk nilai personal individu.

Osman-Gani (2013) melakukan penelitian tentang religiusitas berkaitan dengan dampaknya terhadap perusahaan di Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi akan menunjukkan performansi kerja yang lebih baik dibandingkan dengan karyawan dengan tingkat religiusitas yang rendah. Religiusitas mempengaruhi sikap dan perilaku manusia sehari-hari, bahkan dalam pekerjaan yang mereka lakukan. Hal ini disebabkan karena tujuan religiusitas adalah mencapai potensi terbaik dari individu dan memberikan jawaban terhadap pertanyaan mengenai makna dan tujuan hidup individu, termasuk dalam kehidupan pekerjaannya. Oleh karena itu, religiusitas akan mengarahkan individu pada kreativitas dan motivasi untuk mengusahakan yang terbaik dalam setiap aktivitas dan pekerjaannya.

(27)

Allport & Ross (dalam Brown, 1973; Vitell et al., 2005; Kutcher, 2010) membagi religiusitas menjadi dua dimensi, yaitu religiusitas ekstrinsik dan religiusitas intrinsik. Religiusitas ekstrinsik merupakan keadaan dimana individu melibatkan agama untuk mencapai tujuan yang lain. Individu melakukan aktivitas yang berkaitan dengan nilai religius bukan didasarkan pada keinginan diri, tetapi ia mengharapkan tujuan lain, seperti status sosial dan kenyamanan diri. Sedangkan, individu yang memiliki religiusitas intrinsik yang tinggi menganggap iman atau keyakinan sebagai nilai tertinggi. Individu dengan religiusitas intrinsik yang tinggi menganggap keyakinan dan kebiasaan religius sebagai nilai yang paling penting. Misalnya, ajaran untuk setia dan mengasihi sesama merupakan sesuatu yang patut untuk dilakukan dalam kehidupannya.

Vitell et al. (2009) menemukan bahwa individu dengan religiusitas intrinsik yang tinggi memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan melakukan penyesuaian yang baik dengan lingkungannya. Sebaliknya, individu dengan religiusitas ekstrinsik yang tinggi tidak mampu untuk melakukan adaptasi dan penyesuaian dengan lingkungan. Dengan kata lain, nilai religiusitas menyediakan standar kepada individu untuk bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.

(28)

disimpulkan bahwa individu yang memiliki religiusitas intrinsik yang tinggi dianggap memiliki komitmen terhadap religiusitas. Oleh karena itu, peneliti hanya menggunakan variabel religiusitas intrinsik untuk mengukur aspek religiusitas.

Kutcher, Bragger, Rodriguez-Srednicki, Ofelia & Masco (2010) dalam penelitian yang berjudul The Role of Religiosity in Stress, Job Attitudes, and

Organizational Citizenship Behavior, Kutcher et al. (2010) melakukan penelitian

tentang religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif di Amerika dengan menggunakan sampel yang sebagaian besar terdiri dari responden beragama Kristen. Oleh karena itu, Kutcher et al. mengharapkan penelitian selanjutnya dapat menggunakan sampel dengan denominasi agama yang digunakan lebih beragam. Di Indonesia terdapat lima jenis agama sehingga hal ini memberikan kemudahan kepada peneliti untuk memperoleh sampel dengan denominasi agama yang lebih bervariasi. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti ingin melihat hubungan antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif pada karyawan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah terdapat hubungan

(29)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif organisasi pada karyawan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian adalah menambah informasi dan pengetahuan di bidang Psikologi Industri dan Organisasi, khususnya mengenai hubungan antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif organisasi.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Organisasi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada organisasi tentang peranan religiusitas intrinsik terhadap komitmen afektif pada karyawan dan manfaatnya bagi organisasi.

b. Bagi Subjek Penelitian

(30)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. RELIGIUSITAS

1. Pengertian Religiusitas

Glock dan Stark (1971) mengartikan religiusitas sebagai internalisasi ajaran agama dalam diri individu. Menurut Taminnen (dalam Paloutzian, 1996), religiusitas adalah ketergantungan kepada Tuhan. Individu yang percaya kepada Tuhan memiliki motivasi untuk melakukan ritual agama dan perilaku moral, serta aktivitas lainnya yang menunjukkan komitmennya kepada Tuhan. McDaniel & Burnett (dalam Vitell et al., 2005) mendefenisikan religiusitas sebagai keyakinan kepada Tuhan dan prinsip yang ditetapkan dalam ajaran agama, disertai dengan komitmen untuk mewujudkan keyakinan dan prinsip tersebut dalam kehidupannya.Vitell et al. (2009) menyatakan bahwa religiusitas adalah sejauh mana individu yang religius memiliki keyakinan terhadap ajaran agama dan caranya untuk mewujudkan keyakinan tersebut dalam hidupnya.

(31)

2. Jenis Religiusitas

Allport (1967; dalam Vitell et al., 2009, Day& Hudson, 2011) mengembangkan konsep mengenai religiusitas yang dewasa dan tidak dewasa. Allport membedakan dua jenis religiusitas, yaitu religiusitas intrinsik sebagai religiusitas yang dewasa, dan religiusitas ekstrinsik sebagai religiusitas yang tidak dewasa.

a. Religiusitas Ekstrinsik

Religiusitas ektrinsik adalah motivasi individu untuk bersikap religius karena manfaat sosial yang akan diperoleh. Misalnya, individu rajin mengikuti kegiatan dalam komunitas religius karena ingin bersosialisasi dengan anggota lain dalam komunitas dan ingin memperoleh pandangan positif dari orang lain. Individu yang memiliki religiusitas ekstrinsik menganggap aktivitas religius hanya sebagai jembatan untuk memperoleh tujuan lain dalam hidupnya. Hal ini disebabkan karena individu tidak menginternalisasi dan tidak mengintegrasi nilai dan ajaran religius dalam kehidupannya.

b. Religiusitas Intrinsik

(32)

baik dalam kegiatan dan aktivitas yang berkaitan dengan agama, maupun dalam aktivitas sehari-hari.

Genia (1993) melalui hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi antara religiusitas intrinsik dan religiusitas ekstrinsik. Oleh karena itu, religiusitas intrinsik dan religiusitas ekstrinsik dapat berdiri sebagai dua dimensi yang berbeda. Hal ini juga ditemukan oleh Maltby (1999) yang menemukan korelasi sangat kecil dan tidak signifikan antara subskala religiusitas intrinsik dan religiusitas ekstrinsik. Maltby menyimpulkan bahwa setiap skala dapat berdiri sebagai konstruk yang independen.

Donahue (dalam Vitell et al., 2009) juga menyatakan bahwa individu dengan religiusitas intrinsik cenderung memiliki karakteristik positif. Sedangkan, individu dengan religiusitas ekstrinsik cenderung memiliki karakteristik negatif, seperti prasangka terhadap orang lain, kecemasan, dan takut akan kematian. Religiusitas intrinsik tidak dapat mengukur religiusitas individu, tetapi hanya mengukur sikap individu terhadap agama sebagai sumber kenyamanan dan dukungan sosial. Donahue menyimpulkan bahwa religiusitas ektrinsik tidak berkaitan dengan keyakinan dan komitmen religius.

(33)

3. Karaktersitik Religiusitas Intrinsik

Allport (1965) menyatakan bahwa individu dengan religiusitas intrinsik memiliki sikap religiusitas yang dewasa. Karakteristik individu yang memiliki religiusitas yang dewasa adalah sebagai berikut:

a. Diferensiasi

Pengalaman yang banyak dan berbeda-beda dapat menjadi pelajaran dan pedoman bagi individu untuk menghadapi banyak situasi kehidupan yang didasarkan pada nilai dan ajaran religius. Individu yang memiliki religiusitas intrinsik memiliki kemampuan untuk berpikir dan bersikap kritis dalam memecahkan masalah yang dihadapi sesuai dengan nilai dan prinsip religius karena memiliki banyak pengalaman yang berbeda-beda. b. Dinamis

Individu dengan religiusitas ekstrinsik berfokus pada kenyamanan, keinginan, ketakutan, dan tujuan diri sendiri. Sedangkan, individu dengan religiusitas intrinsik melaksanakan kebiasaan dan aktivitas religius untuk mencapai tujuan dari religiusitas itu sendiri, yaitu mendekatkan diri dengan Tuhan.

c. Pelaksanaan nilai religius yang produktif dan konsisten

(34)

d. Komprehensif

Individu dengan religiusitas intrinsik memiliki pemahaman terhadap nilai dan ajaran religius secara keseluruhan, utuh, dan luas. Individu yang memiliki wawasan luas terhadap nilai dan ajaran religius akan bersikap sesuai dengan nilai dan ajaran tersebut dalam menjalani kehidupan.

e. Integral

Individu yang dewasa secara religius tidak hanya memperoleh pengetahuan yang luas mengenai nilai dan ajaran religius, tetapi ia harus terbuka dan mencari nilai yang relevan dengan keyakinannya. Hal ini diterapkan dalam kehidupan individu sehingga ia mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan. f. Mencari dasar

Individu dengan religiusitas intrinsik memiliki semangat untuk terus mencari makna dan nilai religius, serta hubungan yang dengan dekat Tuhan.

4. Dampak Religiusitas Intrinsik

(35)

hubungan negatif dengan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Individu dengan religiusitas intrinsik yang tinggi dianggap memiliki coping stress yang baik sehingga individu mampu mengurangi masalah kesehatan mental.

Carpenter & Marshall (2009) menemukan bahwa individu dengan religiusitas intrinsik akan mengutamakan agama dalam hidupnya sehingga ia memiliki perilaku moral bukan karena keinginan untuk dipandang bermoral oleh orang lain. Individu dengan religiusitas intrinsik menunjukkan perilaku moral karena sesuai dengan nilai dan keyakinan religius yang telah diinternalisasi. Misalnya, perilaku menolong, serta kurangnya perilaku agresi dan prasangka terhadap orang lain.

Vitell et al. (2009) menemukan bahwa individu dengan religiusitas intrinsik memiliki kontrol diri yang tinggi. Nilai dan ajaran agama menyediakan standar bagi individu dalam bersikap. Oleh karena itu, individu yang menginternalisasi nilai dan ajaran agama akan berusaha untuk mengontrol diri sehingga ia mampu bersikap sesuai dengan standar yang terkandung dalam nilai dan ajaran agama tersebut.

(36)

emosi juga merupakan salah satu aspek dari kontrol diri. Oleh karena itu, religiusitas intrinsik berkaitan dengan kecerdasan emosi pada individu.

Vitell et al. (2005) menemukan bahwa individu dengan religiusitas intrinsik akan bersikap sesuai dengan etika konsumen ketika hendak membeli suatu barang. Individu dengan religiusitas intrinsik tidak memanfaatkan fasilitas tanpa membayar, tidak memanfaatkan kesalahan penjual, dan terlibat dalam negosiasi yang baik dan tidak bermaksud untuk merugikan penjual.

B. KOMITMEN AFEKTIF

1. Pengertian Komitmen Organisasi

Coopey & Harley (dalam Sopiah, 2008) menyebutkan komitmen organisasi sebagai suatu ikatan psikologis individu dengan organisasi. Moorhead & Griffin (2013) juga mendefenisikan komitmen organisasi sebagai pengenalan dan ikatan individu terhadap organisasi. Mowday et al. (1979; dalam Meyer & Allen, 1990; Ohana, 2014; Gatling et al., 2016) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah kekuatan individu untuk mengenal organisasi dan terlibat dalam organisasi.

(37)

organisasi merupakan sejauh mana individu memihak pada sebuah organisasi dan tujuannya, serta memiliki keinginan untuk bertahan sebagai anggota dalam organisasi tersebut. Selain itu, Mathis & Jackson (dalam Sopiah, 2008) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah sejauh mana individu percaya dan menerima tujuan organisasi, serta memiliki keinginan untuk bertahan dalam organisasi.

Menurut Kreitner & Kinicki (2008), komitmen organisasi tidak hanya menunjukkan sejauh mana individu mengenal organisasi dan tujuannya, tetapi ia juga harus menunjukkan kesediaan untuk bekerja keras mencapai tujuan tersebut, serta memiliki keinginan yang besar untuk tetap menjadi anggota di organisasi tersebut. Selaras dengan Kreitner & Kinicki, Luthans (2011) juga mendefenisikan komitmen organisasi sebagai penerimaan terhadap tujuan dan nilai organisasi, kesediaan untuk berusaha atas nama organisasi, dan memiliki keinginan untuk tetap tinggal dalam organisasi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah penerimaan terhadap tujuan dan nilai organisasi, kesediaan untuk berusaha atas nama organisasi, dan keinginan untuk bertahan dalam organisasi

2. Komponen Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi memiliki tiga komponen yang dikembangkan oleh Meyer & Allen (1991; dalam Spector, 2008; Riggio, 2008), yaitu :

- Affective commitment, melibatkan kelekatan emosional terhadap

(38)

yang memiliki komitmen afektif bertahan dalam organisasi karena keinginan mereka.

- Continuance commitment merupakan komitmen yang didasarkan pada

kerugian yang akan diperoleh karyawan apabila meninggalkan organisasi. Karyawan menyadari kerugian yang akan diperoleh jika ia meninggalkan organisasi, misalnya kehilangan senioritas dan promosi. Karyawan yang memiliki komitmen kontinum bertahan dalam organisasi karena kebutuhannya.

- Normative commitment merupakan perasaan individu akan kewajiban

untuk tetap tinggal di organisasi. Karyawan bertahan dalam organsiasi karena ia merasa memiliki tanggungjawab atau keharusan untuk bertahan dalam organisasi tersebut.

Meyer & Allen (1990) menyatakan bahwa ketiga komponen komitmen organisasi menunjukkan bagian psikologis yang berbeda. Oleh karena itu, pengukuran terhadap tiap bagian komponen tersebut dapat dilakukan secara independen.

(39)

al. 1982). Oleh karena itu, konsep komitmen organisasi dari Mowday kemudian disebut sebagai komitmen afektif oleh Meyer & Allen. Hacker, Bycio, dan Hausdorf (dalam Spector, 2008) juga menemukan bahwa skala untuk mengukur komitmen organisasi yang dikembangkan oleh Mowday et al. (1979) memiliki korelasi yang paling kuat dengan subskala komitmen afektif dibandingkan dengan subskala komitmen kontinum dan komitmen normative yang dikembangkan oleh Meyer & Allen.

3. Pengertian Komitmen Afektif

Aadmodt (2010) mengemukakan komitmen afektif sebagai sejauh mana karyawan ingin bertahan dalam organisasi, peduli tentang organisasi, dan memiliki kesediaan untuk berusaha atas nama organisasi. Mowday et al. (dalam Riggio, 2008; Spector, 2007; Triatna, 2015) menyatakan bahwa komitmen afektif adalah penerimaan terhadap tujuan dan nilai organisasi, kesediaan untuk berusaha atas nama organisasi, dan memiliki keinginan untuk tetap tinggal dalam organisasi. Meyer &Allen (1991, dalam Spector, 2008; Riggio, 2008) mendefenisikan komitmen afektif sebagai kelekatan emosional dengan organsasi, mengenal organisasi, dan terlibat dalam organisasi. Individu dengan komitmen afektif yang tinggi akan bekerja dan bertahan dalam organisasi karena keinginan mereka.

(40)

keterlibatan individu dalam organisasi dan keinginannya untuk tetap bertahan dalam organisasi.

4. Aspek Komitmen Afektif

Mowday et al. (1979; dalam Haslam, 2004; Riggio, 2008; Spector, 2008; Landy & Conte, 2010) menyebutkan komitmen afektif mencakup tiga aspek, yaitu: 1) keyakinan dan penerimaan terhadap tujuan dan nilai organisasi; 2) kesediaan untuk berusaha atas nama organisasi; 3) memiliki keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.

5. Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Afektif

Meyer & Allen (1991; dalam Sharma & Dhar, 2016) mengelompokkan faktor komitmen afektif dalam tiga kategori, yaitu :

a. Karakteristik personal. Misalnya, religiusitas (Kutcher et al., 2010), usia, lama bekerja, pendidikan, watak atau sifat personal, otonomi, kebutuhan, dan etika.

b. Struktur Organisasi. Misalnya, pengambilan keputusan, prosedur formal, dan hubungan atasan-bawahan dalam organsiasi.

(41)

Berdasarkan penjelasan diatas, faktor komitmen afektif adalah karakteristik personal, karakteristik pekerjaan, karakteristik organisasi, dan pengalaman kerja.

C. HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS INTRINSIK DENGAN

KOMITMEN AFEKTIF

Individu yang menginternalisasi nilai dan ajaran agamanya, serta mewujudkannya dalam kehidupannya memiliki religiusitas intrinsik yang tinggi (Allport, 1967; dalam Vitell, 2009, Day & Hudson, 2011). Weaver & Agle (2002) menyatakan bahwa religiusitas memiliki pengaruh terhadap sikap dan perilaku manusia, misalnya mengontrol diri (Vitell et al., 2009), perilaku moral (Carpenter & Marshall, 2009), dan etika (Vitell et al. 2007). Allport (dalam Vitell, 2005) juga menyatakan bahwa individu yang memiliki komitmen terhadap agama akan menempatkan nilai dan ajaran agama sebagai hal terpenting sehingga membuat individu lebih memperhatikan moral dan etika.

(42)

Meyer & Allen (1991; dalam Sharma & Dhar, 2016) menyatakan bahwa etika individu menjadi salah satu faktor komitmen afektif. Meyer & Allen mengelompokkan faktor komitmen afektif dalam tiga kelompok, yaitu karakteristik personal, struktur organisasi, dan pengalaman kerja. Etika individu termasuk dalam karakteristik personal yang mempengaruhi komitmen afektif. Apabila individu memiliki etika dalam berorganisasi, maka individu akan memperhatikan nilai dan tujuan organisasi dimana ia berada, berusaha atas nama organisasi, bertanggungjawab, disiplin dan memiliki kesetiaan terhadap organisasi. Hal ini mengarahkan individu kepada komitmen afektif yang tinggi terhadap organisasi.

(43)

D. SKEMA HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS INTRINSIK DENGAN

menerima dan memiliki keyakinan terhadap tujuan dan nilai organisasi,

berusaha untuk kemajuan

termasuk etika dalam bekerja

(44)

E. HIPOTESIS

(45)

24

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2013). Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan satu atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2009; Purwanto, 2007). Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel yang akan diteliti, yaitu religiusitas intrinsik dan komitmen afektif. Peneliti ingin mengetahui hubungan antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah religiusitas intrinsik. 2. Variabel Dependen

(46)

C. Defenisi Operasional 1. Religiusitas Intrisik

Religiusitas intrinsik adalah karyawan yang menganggap keyakinan religius sebagai aspek dan tujuan utama, serta menginternalisasi dan mengintegrasi keyakinan, nilai, dan ajaran religius dalam hidupnya. Variabel religiusitas intrinsik akan diukur menggunakan skala Religious Orientation

Revised Scale yang dikembangkan oleh Genia (1993).

Semakin tinggi skor total pada skala religiusitas intrinsik yang diperoleh subjek menandakan bahwa semakin tinggi juga religiusitas intrinsik yang dimiliki subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor total pada skala religiusitas intrinsik, maka semakin rendah religiusitas intrinsik yang dimiliki subjek. 2. Komitmen Afektif

Komitmen afektif adalah keterikatan karyawan dengan organisasi, pengenalan karyawan terhadap organisasi, serta keterlibatan karyawan dalam organisasi, dan keinginannya untuk tetap bertahan dalam organisasi. Komitmen afektif diukur menggunakan skala hasil adaptasi dari Affective

Organizational Commitment Scale Revised Version yang dikembangkan oleh

Meyer, Allen, & Smith (1993).

(47)

komitmen afektif, maka semakin rendah komitmen afektif yang dimiliki subjek terhadap organisasi.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja disebuah perusahaan dan berstatus sebagai karyawan tetap selama satu tahun. Hal ini dikarenakan karyawan dengan karakteristik tersebut diharapkan telah memiliki komitmen afektif terhadap organisasi dimana ia berada.

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengatasi kelemahan pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu kurangnya jenis denomasi agama dan proporsi subjek pada tiap agama yang tidak seimbang pada sampel yang digunakan. Oleh karena itu, peneliti ingin memperoleh sampel yang terdiri atas subjek dari lima agama di Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dengan masing-masing agama memiliki proporsi jumlah subjek yang sama.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan keperluan penelitian

(48)

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan metode penyebaran skala. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua skala, yaitu

Religious Orientation Revised Scale dan Affective Organizational Commitment

Scale Revised Version. Kedua skala tersebut merupakan skala Likert, yaitu

subjek diminta untuk menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuannya dalam kontinum terhadap pernyataan yang disusun peneliti (Supratiknya, 2014).

Variabel religiusitas intrinsik dalam penelitian ini akan diukur menggunakan skala yang diadaptasi dari Religious Orientation Revised Scale yang dikembangkan oleh Genia (1993). Skala tersebut terdiri atas enam item dan masing-masing item dilengkapi dengan lima pilihan jawaban. Cara pemberian skor terhadap pilihan jawaban tersebut berkisar 1 sampai 5. Pilihan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1, Tidak Setujut (TS) diberi nilai 2, Ragu-ragu (R) diberi nilai 3, Setuju (S) diberi nilai 4, Sangat Setuju (SS) diberi nilai 5.

Variabel komitmen afektif dalam penelitian ini akan diukur menggunakan

Affective Organizational Commitment Scale Revised Version yang dikembangkan

oleh Meyer, Allen, & Smith (1993). Skala komitmen afektif terdiri dari enam item, yakni tiga item favorable dan tiga item unfavorable. Pernyataan favorable menunjukkan sikap positif terhadap objek terkait. Sedangkan, pernyataan

unfavorable menunjukkan sikap negatif terhadap objek (Anderson, dalam

(49)

Tabel 1

Pemberian skor pada skala komitmen afektif

Item Favorable Item Unfavorable

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 Sangat Tidak Setuju (STS) 6

Tidak Setuju (TS) 2 Tidak Setuju (TS) 5

Agak Tidak Setuju (AGS) 3 Agak Tidak Setuju (AGS) 4

Agak Setuju (AS) 4 Agak Setuju (AS) 3

Setuju (S) 5 Setuju (S) 2

Sangat Setuju (SS) 6 Sangat Setuju (SS) 1

Dalam penelitian ini, pengujian skala menggunakan teknik uji coba atau try out terpakai. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh langsung digunakan untuk pengujian hipotesis penelitian dan dapat mempersingkat waktu penelitian. Selain itu, item yang dianalisis hanya item yang sah saja (Hardi, 2000).

F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Validitas adalah kualitas yang menunjukkan sejauh mana sebuah tes mengukur atribut psikologis yang hendak diukur (Supratiknya, 2014). Uji validitas dilakukan pada Affective Commitment Revised Scale dan Intrinsic

Religiosity Revised Scale yang telah diadaptasi kedalam Bahasa Indoensia.

Proses adaptasi skala menggunakan metode back-translation.

(50)

meminta orang lain menerjemahkan kembali ke bahasa asli (Matsumoto & Juang, 2008). Oleh karena itu, proses adaptasi skala dari Bahasa Inggris menjadi Bahasa Indonesia pada skala Komitmen Afektif dan skala Religiusitas Intrinsik dilakukan dalam beberapa tahap.

Tahap pertama, skala asli Komitmen Afektif dan Religiusitas Intrinsik dalam Bahasa Inggris diterjemahkan ke dalam versi Bahasa Indonesia menggunakan jasa penerjemah dari Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma. Tahap kedua, skala Komitmen Afektif dan skala Religiusitas Intrinsik versi Bahasa Indonesia diterjemahkan kembali ke dalam Bahasa Inggris. Proses penerjemahan ini juga dilakukan dengan menggunakan jasa Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma yang dilakukan oleh penerjemah yang berbeda dari penerjemah pada tahap pertama. Tahap ketiga, peneliti meminta bantuan kepada native speaker untuk melakukan proses

decenter. Decenter adalah sebuah konsep yang didasarkan pada prosedur

dalam back translation untuk memperoleh kesesuaian arti dan makna dengan bahasa asli. Native speaker diminta untuk membandingkan skala asli yang menggunakan Bahasa Inggris dengan skala hasil back translation dalam Bahasa Inggris. Apabila ada kata yang memiliki arti dan makna yang berbeda pada kedua versi tersebut, maka peneliti harus memerika kembali hasil terjemahan dalam Bahasa Indonesia untuk diperbaiki.

(51)

pada kesesuaian antara isi tes dan konstruk yang diukur. Hal ini diperoleh melalui analisis logis atau empiris terhadap seberapa memadai isi tes mewakili ranah isi, serta seberapa relevan ranah isi tersebut sesuai dengan interpretasi skor tes yang dimaksudkan (Supratiknya, 2014). Validitas isi diperoleh melalui penilaian pakar dan ahli terhadap kesesuaian antara bagian tes dan kontruk yang diukur (Supratiknya, 2014). Peneliti melakukan validasi skala penelitian melalui konsultasi bersama Dosen Pembimbing Skripsi sebagai pakar atau ahli yang memberikan penilaian.

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah konsistensi hasil pengukuran terhadap suatu populasi individu atau kelompok (AERA, APA, NMCE dalam Supratiknya, 2014). Koefisien reliabilitas bergerak dari rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin mendekati 1,00 berarti reliabilitas semakin memuaskan (Azwar, 2007). Peneliti menggunakan koefisien Alpha Cronbach untuk menentukan reliabilitas alat ukur yang digunakan.

a. Reliabilitas Intrinsic Religiosity Revised Scale

(52)

religiusitas intrinsik yang telah direvisi adalah 0,86. Hasil revisi yang ditemukan Genia (1993) juga sesuai dengan revisi yang sebelumnya telah dilakukan oleh Gorsuch & McPherson (1989) dengan menghapus tiga item yang sama. Reliabilitas internal yang diperoleh Gorsuch (1989) adalah 0,83. Hasil tersebut menunjukkan Intrinsic Religiosity Revised

Scale memiliki reliabilitas yang baik.

Alpha cronbach yang diperoleh pada skala Religiusitas Intrinsik dalam

penelitian ini adalah 0,821. Hasil tersebut menunjukkan bahwa skala Religiusitas Intrinsik yang digunakan dalam penelitian ini memiliki reliabilitas yang baik.

b. Reliabilitas Affective Commitment Scale Revised Version

Skala Affective Commitmen Scale Revised Version merupakan revisi yang dilakukan oleh Meyer, Allen, & Smith (1993) terhadap Affective

Commitment Scale oleh Allen & Meyer (1990). Meyer et al. (1993)

(53)

diterjemahkan kedalam bahasa Korea dan digunakan pada penelitian di Korea menunjukkan koefisien Alpha Cronbach sebesar 0,86 (Lee, Allen, Meyer, & Rhee, 2001). Bahkan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach yang baik diperoleh pada beberapa penelitian lainnya sebesar 0,92 (Lee & Peccel, 2007; Choi, Tran, & Park, 2015). Hasil tersebut membuktikan bahwa Affective Commitment Scale Revised Version memiliki reliabilitas yang baik.

Alpha cronbach yang diperoleh pada skala Komitmen Afektif dalam

penelitian ini adalah 0,807. Hasil tersebut menunjukkan bahwa skala Komitmen Afektif yang digunakan dalam penelitian ini memiliki reliabilitas yang baik.

G. Analisis Data 1. Uji Asumsi

Uji asumsi perlu dilakukan sebelum peneliti melakukan uji hipotesis karena beberapa metode analisis data untuk pengujian hipotesis memiliki prasyarat yang harus terpenuhi. Dua macam uji asumsi, yaitu uji normalitas dan uji linearitas.

a. Uji Normalitas

(54)

perbedaan yang signifikan dengan data normal. Sebaliknya, apabila data memiliki nilai p > 0,05 menunjukkan bahwa data tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan data normal (Santoso, 2010). Uji asumsi normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas merupakan asumsi terhadap hubungan antarvariabel yang hendak dianalisis menggunakan teknik statistik korelasi. Uji linearitas bertujuan untuk melihat apakah peningkatan atau penurunan kuantitas di suatu variabel akan diikuti oleh peningkatan atau penurunan kuantitas di variabel lainnya (Santoso, 2010). Jika p < 0,05 maka terdapat hubungan yang linear antar variabel. Sebaliknya, jika p > 0,05 maka terdapat hubungan yang tidak linier atau hubungan antar variabel tergolong lemah (Santoso, 2010).

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis akan dilakukan dengan statistik parametrik, yakni

Pearson Product Moment untuk menguji hipotesis terkait hubungan antara

(55)

Tabel 2

Kriteria Koefisien Korelasi (Sarwono, 2006)

Koefisien Korelasi Kategori

0 Tidak ada korelasi antara dua variabel 0 – 0,25 Korelasi sangat lemah

0,25 – 0,5 Korelasi cukup kuat 0,5 – 0,75 Korelasi kuat

0,75 – 0,99 Korelasi sangat kuat

(56)

35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai tanggal 5 Agustus sampai 31 Agustus 2016. Awalnya peneliti menyebarkan skala pada perusahaan di Kupang, Jakarta, dan Yogyakarta melalui perantara. Peneliti menginformasikan kepada perantara agar mengawasi proses pengisian skala. Skala dari perusahaan di Kupang dikirim menggunakan jasa pengiriman barang. Peneliti juga meminta bantuan beberapa teman yang beragama Hindu dan Budha untuk menyebarkan skala penelitian. Peneliti juga mengingatkan agar memperhatikan proses pengisian skala dan karakeristik subjek dalam penelitian ini.

(57)

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 100 karyawan tetap di perusahaan tempat ia bekerja saat ini dan telah bekerja minimal selama satu tahun. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari lima agama di Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan Katolik dengan jumlah subjek sebanyak 20 orang karyawan dari tiap agama. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari laki-laki dan perempuan yang memiliki rentang usia 21-55 tahun. Subjek penelitian juga memiliki lama bekerja yang bervariasi. Detail subjek penelitian dapat dilihat pada tabel deskripsi dibawah ini :

Tabel 3

Subjek berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

(58)

Tabel 5

Subjek berdasarkan Lama Bekerja

Lama Bekerja Jumlah Subjek

1 – 3 tahun 59

4 – 6 tahun 28

7 – 9 tahun 5

>9 tahun 8

C. Deskripis Data Penelitian

Peneliti melakukan analisis deskripsi terhadap hasil penelitian untuk mengetahui tinggi rendahnya religiusitas intrinsik dan komitmen afektif yang dimiliki subjek. Analisis data dilakukan dengan membandingkan mean data empirik dan mean teoritik dari data yang diperoleh. Berikut hasil deskripsi data penelitian dalam bentuk tabel :

Tabel 6

Deskripsi Data Penelitian

Skala Skor Empirik Skor Teoritik

Xmin Xmax Mean Xmin Xmax Mean Religiusitas

Intrinsik 14 30 24,85 6 30 18

Komitmen Afektif 6 36 25,76 6 36 21

Hasil pengukuran deskriptif, mean empirik kedua variabel lebih besar dari

mean teoritiknya. Hasil ini menunjukkan bahwa subjek memiliki tingkat

(59)

Tabel 7

Analisis One-Sample T-test Mean Empirik dan Mean Teoritik Religiusitas Intrinsik

Hasil analisis menunjukkan ada perbedaan signifikan antara mean empiris dengan mean teoritis pada variabel religiusitas intrinsik. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 (p = 0,000). Hasil ini menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini secara signifikan memiliki tingkat religiusitas intrinsik yang tinggi.

Tabel 8

Analisis One-Sample T-test Mean Empirik dan Mean Teoritik Komitmen Afektif

(60)

(p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini secara signifikan memiliki komitmen afektif yang tinggi.

D. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran dapat penelitian terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan sebagai syarat untuk menentukan uji hipotesis yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya. Teknik yang digunakan untuk uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov

menggunakan program SPSS. Data tergolong normal apabila memenuhi syarat p > 0,005 (Santoso, 2010). Berikut hasil perhitungan uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov :

Tabel 9

Hasil Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

Komitmen Afektif .064 100 .200*

Religiusitas Intrinsik .150 100 .000

(61)

normal. Uji normalitas pada variabel komitmen afektif menunjukkan p = 0,200 atau p > 0,05. Hal ini berarti bahwa sebaran data komitmen afektif terdistribusi secara normal. Data yang tidak normal ini menggambarkan bahwa data berasal dari populasi yang tidak normal. Hasil yang tidak normal kemungkinan dipengaruhi oleh keberadaan nilai ekstrim atau outlier. Terdapat dua macam nilai ekstrim, yaitu ekstrim atas dan ekstrim bawah. Hasil ini dapat dilihat berdasarkan sebaran data yang ada pada kurva sebagai berikut :

Gambar 1

Kurva Normal Religiusitas Intrinsik

(62)

Gambar 2

Kurva Normal Komitmen Afektif

Kurva normal komitmen afektif menggambarkan sebaran data pada variabel komitmen afektif yang menunjukkan bahwa data tidak normal karena banyak data pada skor 29.

b. Uji Linearitas

(63)

Tabel 10

Hasil Uji Linearitas

F Sig. Komitmen

Afektif * Religiusitas Intrinsik

Between Groups

(Combined) 1.847 0,041

Linearity 9.904 0,002

Deviation from Linearity 1.272 0,242

Berdasarkan Tabel 10, hasil uji linearitas antara variabel religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,002 (p < 0,05). Hal ini berarti bahwa variabel religiusitas intrinsik memiliki hubungan yang linear dengan variabel komitmen afektif.

Gambar 3

(64)

Dari gambar 3, dapat dilihat bahwa hubungan linier antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif tidak signifikan karena data yang menyebar dan tidak mengumpul.

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan teknik korelasi untuk mengetahui hubungan antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi secara normal sehingga uji hipotesis penelitian ini harus menggunakan tes non parametrik Spearman Rho yang dilakukan dengan bantuan program SPSS.

Tabel 11

Hasil Uji Hipotesis Religiusitas Intrinsik dengan Komitmen Afektif

Religiusitas

**. Korelasi signifikan pada 0.01 (1-tailed).

(65)

komitmen afektif. Artinya, semakin tinggi religiusitas intrinsik, semakin tinggi komitmen afektif karyawan. Sebaliknya, semakin rendah religiusitas intrinsik karyawan, maka semakin rendah komitmen afektif karyawan tersebut. Hasil analisis membuktikan bahwa hipotesis penelitian diterima.

E. Pembahasan

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif karyawan. Hasil uji hipotesis antara religiusitas intrinsik dan komitmen afektif karyawan memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,381 dengan signifikansi 0,000. Hasil ini menunjukkan ada hubungan positif yang cukup kuat antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif. Artinya, semakin tinggi religiusitas intrinsik karyawan, maka semakin tinggi komitmen afektif karyawan tersebut terhadap perusahaan tempat ia bekerja. Sebaliknya, semakin rendah religiusitas intrinsik karyawan, maka semakin rendah komitmen afektif karyawan terhadap perusahaan. Dengan demikian, hipotesis penelitian diterima.

(66)

subjek yang menilai dirinya religius dan melaksanakan ajaran agama cenderung menunjukkan komitmen afektif yang tinggi dibandingkan dengan subjek yang menilai dirinya tidak religius dan tidak melaksanakan ajaran agamanya. Keyakinan dan ajaran agama sering dianggap menumbuhkan perasaan tanggungjawab terhadap diri dan orang lain. Oleh karena itu, komitmen terhadap agama dan ketaatan pada nilai dan keyakinan agama juga diwujudkan dalam keanggotaan organisasi.

Individu dengan religiusitas intrinsik yang tinggi merupakan individu yang menginternalisasi nilai dan ajaran agama serta mewujudkanya dalam kehidupan (Allport, 1967; dalam Vitell et al., 2009). Nilai dan ajaran agama yang telah diinternalisasi kemudian menjadi kesatuan yang melekat dengan nilai personal individu. Bardi & Schwartz (2003) menyatakan bahwa nilai personal menjadi prinsip dalam menuntun kehidupan individu yang diterapkan dalam berbagai waktu dan konteks. Oleh karena itu, nilai agama yang melekat dengan nilai personal individu juga memiliki peran sebagai penuntun individu dalam kehidupan sehari-hari.

(67)

yang sesuai dengan nilai personal, khususnya nilai-nilai agama yang telah diinternalisasi oleh karyawan merupakan salah satu faktor yang menumbuhkan keinginan karyawan untuk bertahan dalam perusahaan tersebut. Hal ini mendorong munculnya komitmen afektif karyawan terhadap perusahaan.

(68)
(69)

48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik korelasi Spearman rho, hasil uji hipotesis menunjukkan terdapat hubungan positif, cukup kuat, dan signifikan antara religiusitas intrinsik dengan komitmen afektif (N = 100; r=0,381; p=0,000). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi religiusitas intrinsik karyawan, semakin tinggi pula komitmen afektif karyawan terhadap perusahaan. Sebaliknya, semakin rendah religiusitas intrinsik, maka semakin rendah pula komitmen afektif karyawan terhadap perusahaan.

B. Keterbatasan Penelitian

(70)

bekerja memiliki korelasi dengan komitmen afektif (Meyer et al., 2002; Haunter & Thatcher, 2007; Wasti, 2003). Selain itu, rentang usia subjek dalam penelitian ini terlampau jauh padahal usia dianggap memiliki hubungan dengan komitmen afektif (Meyer et al., 2002; Zhang & Bloemer, 2011; Stinglhamber, Marique, Caesens, Hanin, & Zanet, 2015). Usia juga berkaitan dengan religiusitas intrinsik. Individu yang lebih tua cenderung untuk memiliki religiusitas intrinsik yang tinggi dibandingkan dengan individu yang masih muda (Colbert et al., 2009).

C. Saran

1. Bagi Peneliti

(71)

tersebut. Peneliti juga sebaiknya melakukan penelitian mengenai religiusitas dengan melibatkan pengukuran terhadap religiusitas ekstrinsik individu. 2. Bagi Subjek

(72)

51

DAFTAR PUSTAKA

Aamodt, Michael G. (2010). Industrial or Organizational Psychology 6th Edition.

USA: WADSWORTH Cengage Learning

Allport, Gordon W.(1965). The Individual and His Religion. New York: Macmillan

Azwar, S. (2009). Sikap Manusia, Teori, dan Pengukurannya. Penerbit Pustaka

Pelajar

Bardi, Anat., & Schwartz, Shalom H. (2003). Values and Behavior: Strength and Structure of Relations. Personality and Social Psychology Bulletion, 29, 1207-1220

Brown, L.B. (1973). Psychology and Religion. Australia: Penguin Education

Carpenter, Thomas P. & Marshall, Margaret A. (2009). An Examination of Religious Priming and Intrinsic Religious Motivation in the Moral Hypocrisy Paradigm.Journal for the Scientific Study of Religion, Vol.48 No.2, hal.386-393 Chenever, Denis., Vandenberghe, Christian., & Tremblay, Michel. (2015). Multiple

Sources of Support, Affective Commitment, and Citizenship Behaviors: The Moderating Role of Passive Leadership. Personnel Review, Vol. 44 No. 1, pp. 69-99

Choi, Suk Bong., Tran, Thi Bich., & Park, Bying Il.(2015). Inclusive Leadership and Work Engagement: Mediating Roles of Affective Organizational Commitment and Creativity. Social Behavior and Personality, 43(6), hal. 931-944

Colquitt, Jason A., LePine, Jeffrey A., &Wesson, Michael J. (2013).Organizational

Behavior. New York: McGraw-Hill Education

Day, Nancy E. & Hudson, Doranne.(2011). US Small Company Leaders’ Religious

Motivation and Other-Directed Organizational Values.International Journal of

Enterpreneurial Behaviour & Reasearch, Vol. 17 No. 4, hal. 361-379

Genia, Vicky. (1993). A Psychometric Evaluation of the Allport-Ross I/E Scales in a Religiosity Heteregenous Sample. Journal for the Scientific of Religion, Vol. 32 No. 3, hal. 284-290

(73)

Gorsuch, Richard L. & McPherson, Susan E. (1989). Intrinsic/Extrinsic Measurement: I/I-Revised and Single-Item Scales. Journal for the Scientific

Study of Religion, Vol. 28 No. 3, pp. 248-354

Guntur, Ria M.Y., Haerani, Siti.,& Hasan, Muhlis. (2012). The Influence of Affective, Continuance, and Normative Commitments on The Turnover Intetions of Nurses at Makassar’s Private Hospitals In Indonesia. African Journal of

Business Management, Vol.6 No.38, hal. 10303-10311

Haslam, Alexander. 2004. Psychology in Organizations: The Social Identity

Approach. Sage Publication

Herrbach, Olivier. (2006). A Matter of Feeling? The Affective Tone of Organizational Commitment and Identification. Journal of Organizational

Behavior, Vol. 27, No. 5, pp. 629-643

Hunter, Larry W. & Thatcher, Sherry M. (2007). Feeling The Heat: Effects of Stress, Commitment, and Job Experience on Job Performance. The Academy of

Management Journal, Vol. 5 No. 4, pp 953-968

Islam, Talat., Ahmed, Ishfaq., Ahmad, Ungku. (2015). The Influence of Organizational LEarning Culture and Perceived Organizational Support on

Employees’ Affective Commitment and Turnover Intention. Nankai Business Review International, Vol. 6 No. 4, pp. 417-431

Keskes, Imen. (2014). Tranformational Leadership and Organizational Commitment: Mediating Role of Leader-Member Exchange. Thesis yang diterbitkan, Universitat Politecnica de Catulnya.

Kutcher, Eugene. J., Bragger, Jennifer D., Rodriguez-Srednicki, Ofelia.,& Masco, J.L. (2010). The Role of Religiosity in Stress, Job Attitudes, and Organizational Citizenship Behavior.Journal of Business Ethics, Vol. 95 No.2, hal. 319-337 Kreitner, Robert. &Kinicki, Angelo.(2008). Perilaku Organisasi(Edisi ke-9). Jakarta:

Penerbit Salemba Empat

Kristof-Brown, Amy L., Zimmerman, Ryan D., & Johnson, Erin C. (2005).

Consequences of Individuals’ Fit At Work: A Meta-Analysis of Person-Job, Person-Organization, Person-Group, and Person-Supervisor Fit. Personnel

Psychology, 58, 281-342

Landy, Frank J. & Conte, Jeffrey M. (2010). Work in The 21st Century: An

Introduction to Industrial and Organizational Psychology Third Edition. USA

(74)

Laufer, Avital.& Solomon, Zahava. (2011). The Role of Religious Orientations in

Youth’s Posttraumatic Symptom After Exposure to Terror. Journal of Religion and Health, Vol.50, hal. 687-699

Lee, Kibeom., Allen, Natalie J., Meyer, John P. Rhee, Kyung-Yong. (2001) the Three-Component Model of Organizational Commitment: An Appication to South Korea. Applied Psychology: An International Review, 50 (4), pp. 596-614 Lee, Jaewon & Peccel, Riccardo. (2007). Perceived Organizational Support and

Affective Commitment: The Mediating Role of Organization-Based Self-Esteem in the Context of Job Insecurity. Journal of Organizational Behavior, Vol. 28, No. 6, pp. 661-685

Lee, Olivia F., Tan, James A., & Javalgi, Rajeshekhar. (2010). Goal Orientation and Organizational Commitment: Individual Difference Predictors of Job Performance. International Journal of Organizational Analysis, Vol. 18 No. 1, pp. 129-150

Liu, Chung-chu. (2010).The Relationship Between Personal Religious Orientation and Emtoisonal Intelligence. Social Behavior and Personality, Vol.38 No.4, hal. 461-468

Luthans, Fred. (2011). Organizational Behavior: An Evidence-Based Approach

12thEdition. New York: McGraw-Hill Company

Matsumoto, David. & Juang, Linda. (2008). Culture and Psychology 4th Edition. USA: WADSWORTH CENGAGE Learning

Meyer, John P. & Allen, Natalie J. (1990). The Measurement and Antecedents of Affective, Continuance and Normative Commitment to The Organization.

Journal of Occupational Psychology, Vol. 63, hal. 1-18

Meyer, John P., & Allen, Natalie. J. (1991). A Three-Component Conceptualization of Organizational Commitment. Human Resource Management Review, Vol. 1 No. 1, hal. 61-89

Meyer, John. P., Allen, Natalie L., Smith, Carl A. (1993). Commitment to Organization and Occupations: Extension and Test of A Three-Component Model. Journal of Applied Psychology, 78, pp. 583-551

Meyer, John. P., Stanley, David .J., Herscovitch L., & Tapolnytsky Laryssa. (2002). Affective, Continuance, and Normative Commitment to the Organization: A Meta-analysis of Antecedents, Correlates, and Consequences. Journal of

Gambar

Gambar 3 Scatter Plot Religiusitas Intrinsik dan Komitmen Afektif ...................
Tabel 1 Pemberian skor pada skala komitmen afektif
Tabel 2 Kriteria Koefisien Korelasi (Sarwono, 2006)
Tabel 3 Subjek berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada dan sudah ditetapkan, maka tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur antara bayi yang

Alasan peneliti mengkaji nilai budaya pada tari Jepin Tali Bui karena melihat dari makna tari Jepin Tali Bui yang terkandung nilai budi luhur dan dalam sebuah tarian

Deskriptor diambil berdasar- kan jumlah panelis yang menyatakan bahwa suatu soal diperkirakan mampu dijawab benar oleh siswa minimal lebih dari separoh (1/2) dari

Faktor pertama konsentrasi PEG planlet pada percobaan kedua, dan faktor kedua perbedaan media dasar (tanpa dan dengan arang aktif). Hasil percobaan menunjukkan

Bila dalam pengambilan keputusan secara aklamasi teijadi kemacetan (dead klock) yang berarti ada yang setuju dan tidak setuju, maka musyawarah diskors / ditunda untuk

Scanned

Most materials investigated in the CRT, both energetics and materials they will come in contact with (called “aliens” in this paper and the data base), are expected, by experience,

EFEKTIFITAS FLASH CARD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS TK-A2 DI SLB NEGERI CICENDO KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia |