BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Adapun beberapa tinjauan pustaka yang berkenaan dengan Analisis Desain Geometrik Bandar Udara Husein Sastranegara dengan menggunakan Perangkat Lunak Microsoft Visual Basic 6.0 Berdasarkan Standar ICAO adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. TabelTinjauan Pustaka
Judul Penelitian Penyusun Hal-hal yang berkaitan dengan tugas akhir Perencanaan
Bandar Udara Babullah Ternate
Bandara Baabullah dievaluasi dan diharapkan dapat menganalisa kebutuhan ruang Bandar Udara Babullah sampai tahun rencana agar sesuai dengan kodisi serta potensi lokasi yang ada. Faktor pendukung dalam pengevaluasian serta analisa adalah adanya data-data subjek maupun objek, seperti data perkembangan PDRB, data wisatawan asing yang berkunjung, jumlah penduduk, jumlah operasional pesawat, dan jumlah penumpang datang serta berangkat. Hal ini jelas berpengaruh karena dalam menentukan ramalan akan kebutuhan ruang suatu kawasan harus melihat sisi lain yang mendukung adanya pengembangan tersebut.
Data yang dibutuhkan dalam meramalkan permintaan kebutuhan jasa angkutan udara dalam merencanakan suatu fasilitas bandara, yaitu :
a. Perkembangan penduduk daerah Ternate.
b. Keadaan ekonomi, yaitu perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
c. Data kondisi pertumbuhan pesawat dan penumpang yang datang dan berangkat. Kondisi eksisting bandara,
serta fasilitas dan utilitas. Pada perencanaan ini karakteristik pesawat yang dipakai dalam perhitungan analisis kebutuhan runway kondisi eksisting adalah Focker-100. Dari semua perhitungan yang dilakukan , untuk perencanaan landasan pacu ini diambil yang terbesar yaitu 2228 m. Jadi panjang
runway dengan pesawat yang beroperasi
F-100 pada kondisi eksisting (1650m) perlu dilakukan penambahan panjang untuk runway Bandar Udara Babullah. Adapun kebutuhan lebar runway
didasarkan pada asumsi bahwa lebar
runway harus mampu menampung
seluruh bentang sayap pesawat (wing
span) ditambah dengan kebebasan ujung
sayap pesawat (wing tip clearance). Perencanaan
Runway, Taxiway, dan Apron BIJB
Hanindita Diajeng Sunu dan Jenary Bayu Tetha
Dalam perencanaan geometrik suatu bandara diperlukan data perkiraan penumpang domestik, internasional serta data kebutuhan pesawat untuk bandara tersebut.
Runway digunakan untuk kegiatan mendaratdan tinggal landas pesawat. Pesawat yang digunakan pun berbeda-beda, dalam BIJB jenis pesawat rencana yang digunakan adalah Boeing 747-400.
2.2 Dasar Teori 2.2.1 Bandar Udara
Berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, definisi bandar udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya. Dijelaskan juga dalam Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2001 Pasal 1 ayat 1 tentang Kebandarudaraan, definisi bandar udara adalah lapangan terbang yang digunakan untuk mendarat dan lepas
landas pesawat udara, naik turun penumpang dan / atau kargo dan / atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi.
2.2.2 Klasifikasi Bandar Udara
Berdasarkan Perarturan Pemerintah No. 70 Tahun 2001 Pasal 3 tentang Kebandarudaraan disebutkan bahwa bandar udara dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelas , yaitu menurut status, penyelenggaraan dan kegiatannya. Adapun klasifikasi bandar udara dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Klasifikasi Bandar Udara Berdasarkan Status, Penyelenggaraan , dan Kegiatan
Status Penye lenggaraan Ke giatan Penggunaan hirarki fungsi
bandar udara umum bandar udara umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota atau badan usaha kebandarudaraan
pendaratan dan lepas landas pesawat udara untuk melayani kepentingan angkutan udara
bandar udara yang terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari luar negeri
bandar udara pusat penyebaran
bandar udara khusus bandar udara khusus yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Badan Hukum Indonesia
pendaratan dan lepas landas helikopter untuk melayani kepentingan angkutan udar
bandar udara yang tidak terbuka untuk melayani angkutan udara
ke/dari luar negeri
bandar udara bukanpusat penyebaran
Jenis Bandara
Klas ifikas i Berdas arkan
Sumber : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 70 Tahun 2001
2.2.3 Fasilitas Bandar Udara
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 48 Tahun 2002 mengenai Penyerahan Penyelenggaraan Bandar Udara Umum, disebutkan didalam suatu bandar udara, secara umum fasilitas yang terdapat di dalam suatu bandar udara akan terbagi menjadi dua kategori utama , yaitu bagian sisi udara (air side) dan sisi darat (land side).
Adapun di baik di dalam fasilitas sisi udara da sisi laut terdapat fasilitas-fasilitas yang menyusun keduanya, yaitu :
a. Fasilitas Sisi Udara yang mencakup : i. Landasan Pacu
ii. Penguhubung landasan pacu atau taxiway iii. Tempat parkir pesawat atau apron
iv. Runway Strip
v. Fasilitas pertolongan kecelakaan penerbangan dan pemadam kebakaran
b. Fasilitas Sisi Darat, diantaranya adalah sebagai berikut : i. Bangunan terminal penumpang
ii. Bangunan terminal kargo iii. Bangunan operasi
iv. Menara Pengawas Lalu Lintas Udara v. Jalan masuk
vi. Depo pengisian bahan bakar pesawat vii. Bangunan administrasi atau perkantoran viii. Marka dan rambu
c. Fasilitas Navigasi d. Fasilitas Komunikasi
Baik fasilitas sisi udara, sisi darat , navigasi serta komunikasi tentunya memiliki fungsi masing–masing dan penting dalam penyelenggaraan suatu bandar udara. Adapun salah satu fasilitas yang memegang peranan sangat penting dari segenap fasilitas yang terdapat dalam suatu bandar udara adalah landasan pacu yang merupakan bagian dari sisi udara yang difungsikan sebagai tempat dimana pesawat melakukan tinggal landas dan pendaratan.
2.2.4 Landasan Pacu
Dijelaskan pada Aerodrome Design Manual Part 1 Runway yang dikeluarkan oleh ICAO bahwa landasan pacu atau runway adalah suatu area berbentuk persegi disuatu lahan lapangan terbang yang dipersiapkan untuk perihal pendaratan dan tinggal landas pesawat. Suatu landasan pacu dalam suatu bandar udara terdiri dari beberapa komponen yang terdapat dalam suatu landasan pacu tersebut, yaitu :
a. Bahu landasan pacu
Menurut Keputusan Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/161/IX/03, Bahu landasan pacu adalah suatu bidang tertentu sepanjang tepi kiri dan kanan landasan yang berbatasan dengan perkerasan struktural yang dipergunakan sebagai penahan erosi akibat air hujan dan semburan jet, serta melayani peralatan perawatan landasan, dan juga memperkecil resiko kerusakan pada pesawat terbang, bila pesawat tersebut harus keluar landasan.
b. Runway Strips
Disebutkan dalam Keputusan Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/161/IX/03, Runway Strips adalah suatu bidang persegi panjang yang diratakan bersih tanpa benda-benda yang mengganggu yang mencakup landasan pacu, daerah henti atau stopways.
c. Runway End Safety Area (RESA)
Keputusan Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/161/IX/03 menyebutkan Runway End Safety Area adalah suatu bidang persegi panjang yang diratakan, bebas dari rintangan yang membentang dari ujung strip landasan dan simetris terhadap perpanjangant garis tengah landasan pacu, yang dipersiapkan guna mengurangi bahaya kerusakan pesawat yang tergelincir keluar dari landasan
pacu serta untuk pergerakan kendaraan pemadam kebakaran.
d. Daerah henti atau stopway
Dijelaskan juga dalam Keputusan Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/161/IX/03, bahwa daerah henti adalah suatu bidang persegi panjang yang terletak pada ujung landasan yang disediakan sebagai tempat aman untuk berhenti bagi pesawat yang gagal landas.
e. Daerah Bebas atau Clearway
Berdasarkan Keputusan Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/161/IX/03 disebutkan bahwa daerah bebas adalah suatu bidang persegi panjang yang membentang dari ujung landasan pacu dan simetris terhadap perpanjangan garis tengan landasan pacu.
Secara kriteria pertimbangan desain, dijelaskan dalam Aerodrome
Airport Planning Manual Part1 yang dikeluarkan oleh ICAO, bahwa
pada setiap landasan pacu dalam suatu bandar udara akan memiliki identitas penomoran, dimensi dan struktur yang berbeda – beda, tergantung dari hasil perencanaan yang dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor yaitu :
a. Kondisi angin b. Topografi lahan
c. Besarnya lalu lintas yang terjadi d. Pesawat terbang rencana
e. Faktor lain yang dapat mempengaruhi desain
Perencanaan yang dilaksanakan atas suatu landasan pacu, salah satunya adalah perencanaan geometrik landasan pacu. Perencanaan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor yang telah disebutkan di atas dengan mengacu kepada standar perencanaan.
Dalam melakukan perencanaan geometrik landasan pacu, salah satu standar baku yang dipergunakan adalah standar yang dikeluarkan oleh ICAO.
2.2.5 Landasan Pacu Paralel
Berdasarkan Airport Planning Manual Part1 yang dikeluarkan oleh ICAO disebutkan bahwa pengembangan suatu sistem konfigurasi landasan pacu dimungkinkan jika tingkat permintaan akan pelayanan transportasi udara meningkat dengan pertimbangan :
a. Landasan pacu paralel disediakan jika permintaan atas pelayanan transportasi udara meningkat dari kapasitas eksisting selama kurun waktu lima tahun.
b. Landasan pacu paralel disediakan jika bandar udara melayani 75.000 operasi dengan minimum jumlah pesawat terbang sebanyak 30.000.
c. Landasan pacu paralel disediakan jika terdapat lebih dari satu arah angin dominan.
d. Landasan pacu paralel dengan posisi bersilang dan landasan pacu paralel dengan bentuk V-terbuka disediakan jika terjadi peningkatan jumlah operasi pelayanan pesawat seperti landasan pacu paralel pada umumnya dan atas kebutuhan arah angin yang bertiup yang lebih dari satu arah.
2.2.6 Perencanaan Geometrik Landasan Pacu berdasarkan ICAO
Dalam penyelenggaraannya, guna tercapainya fungsi dan pelayanan bandar udara dengan optimum, maka dibutuhkan perencanaan fasilitas – fasilitas pada bandar udara secara baik. Adapun salah satunya adalah perencanaan geomterik landasan pacu .
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, landasan pacu pada bandar udara harus direncanakan sedemikian rupa sesuai dengan standar yang berlaku dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang
dapat mempengaruhi perencanaan terkait. Adapun faktor – faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Analisis angin
Disebutkan pada standar ICAO bahwa analisis angin adalah hal yang mendasar dalam perencanaan landasan pacu. Dimana kondisi angin tersebut didapat dari pengukuran di lapangan terhadap arah angin dominan pada suatu lokasi bandar udara . Landasan pacu harus sedapat mungkin searah dengan arah angin yang paling dominan. Dalam standar ICAO disebutkan setidaknya landasan pacu harus diorientasikan pada arah angin yang tidak lebih kecil dari 95%, dengan kepesatan komponen angin 37 km/jam atau 20 knot pada landasan pacu dengan panjang lebih besar dari 1500 meter. Sedangkan untuk landasan pacu dengan panjang 1200 hingga 1500 meter kepesatan komponen angin yang disyaratkan adalah 24 km/jam atau 13 knot, dan untuk landasan pacu sepanjang kurang dari 1200 meter disyaratkan kepesatan angin sebesar 19 km/jam atau setara dengan 10 knot. Setelah didapatkannya data angin di lapangan, maka data tersebut diplotkan pada mawar angin atau wind rose guna mengetahui arah landasan pacu yang sesuai dan melakukan penomoran pada landasan pacu. Contoh: landasan pacu pacu pada bandar udara Husein Sastranegara , Bandung bernomorkan 11-29 yang artinya landasan pacu tersebut mengarah pada 110o sampai 290o arah mata angin. Adapun contoh mawar angin dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Sumber : Airport Planning Manual, ICAO Gambar 2.1. Contoh Mawar Angin b. Pesawat Terbang Rencana
Pesawat terbang rencana adalah jenis pesawat paling besar yang beroperasi pada bandar udara terkait, yangmana setiap jenis pesawat terbang rencana memiliki
Aerodrome References Code yang sudah standar yang
menunjukkan karakteristik dan spesifikasi masing – masing pesawat terbang rencana. Karakteristik dan spesifikasi pesawat terbang rencana ini sangat berpengaruh pada perencanaan geometrik landasan pacu, seperti dimensi panjang dan lebar dari landasan pacu tersebut.
c. Aerodrome References Code
Aerodrome References Code adalah sistem pengkodean
jenis pesawat yang digunakan oleh ICAO untuk mempermudah dalam membaca serta memahami spesifikasi pesawat. Dimana dalam pemberian kodenya setiap jenis pesawat akan memiliki satu kode angka dan satu kode huruf sesuai dengan spesifikasi yang dimiliki oleh masing – masing jenis pesawat, seperti ARFL atau Aeroplane
Reference Field Length yang merupakan panjang yang
dibutuhkan pesawat untuk melakukan pendaratan dan tinggal landas. Setiap kode baik kode huruf maupun angka dalam Aerodrome References Code memiliki pengaruh yang cukup banyak dalam desain geometrik landasan pacu, diantaranya adalah pada perencanaan panjang , lebar dan kemiringan landasan pacu. Tabel lengkap Aerodrome
References Code dapat dilihat pada lampiran.
d. Lalu lintas penerbangan
Lalu lintas penerbangan pada suatu bandar udara akan mempengaruhi jumlah landasan pacu pada suatu bandara. Dijelaskan dalam Airport Planning Manual Part 1 yang dikeluarkan oleh ICAO bahwa jika lalu lintas yang ada pada suatu bandar udara meningkat melebihi kapasitas landasan pacu eksisting, maka diperlukan penambahan landasan pacu untuk melayani seluruh pesawat yang beroperasi pada bandar udara tersebut.
e. Lingkungan
Kondisi lingkungan bandar udara memiliki pengaruh terhadap perencanaan panjang landasan pacu. Adapun kondisi lingkungan yang dimaksud adalah suhu dan ketinggian di atas muka air laut. Kedua kondisi tersebut erat kaitannya dengan koreksi terhadap panjang landasan pacu.
Kelima faktor yang telah disebutkan sebelumnya merupakan faktor- faktor yang berpengaruh dalam proses perencanaan geometrik landasan pacu. Adapun lingkup perencanaan desain geometrik landasan pacu berdasarkan standar ICAO adalah sebagai berikut :
a. Penentuan Pesawat Rencana.
b. Penentuan Aerodrome References Code dan spesifikasi dari pesawat rencana.
c. Analisis angin atas arah angin dominan. d. Perhitungan suhu standar atmosfer
Besarnya suhu standar atmosfer didapatkan berdasarkan elevasi ketinggian tempat yang bersangkutan. Tabel suhu standar atmosfer dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3. Tabel Suhu Standar Atmosfer
Ketinggian (m) Suhu (oC) Tekanan (Kg/m3)
0 15,00 1,23 500 11,75 1,17 1000 8,50 1,11 1500 5,25 1,06 2000 2,00 1,01 2500 -1,25 0.96 3000 -4,50 0.91 3500 -7,75 0,86 4000 -10,98 0.,82 4500 -14,23 0,78 5000 -17,47 0,74 5500 -20,72 0,70 6000 -23,96 0,66
Sumber : Aerodrome Design Manual Part 1 Runways, ICAO
Berdasarkan tabel di atas, maka dibuatkan suatu grafik persamaan garis lurus antara ketinggian dan suhu standar atmosfer. Adapun grafik tersebut diperlihatkan pada Gambar 2.2 di bawah ini.
Sumber : Data Gambar Widya Handayani Tahun 2013
Gambar 2.2. Grafik Hubungan Ketinggian dan Suhu Standar Atmosfer
Dari grafik hubungan ketinggian dan suhu standar atmosfer tersebut didapatkan persamaan garis lurus y = -0.0065x + 14.991, sehingga dari persamaan ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan perhitungan suhu standar atmosfer untuk setiap ketinggian.
e. Perhitungan panjang landasan pacu dengan koreksi terhadap suhu dan elevasi.
Dijelaskan pada Aerodrome Design Manual Part 1 Runways yang dikeluarkan oleh ICAO pada tahun 2006 perhitungan panjang landasan pacu dengan koreksi terhadap suhu dan elevasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :
i. Koreksi terhadap Elevasi
Fe = (ARFL x 0,07 x (elv/300)) + ARFL……….(1) dimana :
Fe = Panjang landasan pacu berdasarkan koreksi terhadap elevasi.
ARFL = Aeroplane Reference Field Length elv = Elevasi lapangan terbang
ii. Koreksi terhadap Suhu dan Elevasi
Ft = (Fe x (T1-T2) x 0,01) + Fe…….……. ……. (2) dimana :
Ft = Panjang landasan pacu berdasarkan koreksi terhadap suhu dan elevasi. T1 = Suhu lapangan terbang
T2 = Suhu standar atmosfer pada elevasi atau ketinggian lapangan terbang ( didapatkan dari tabel 2.3)
f. Perhitungan Lebar dan kemiringan landasan pacu berdasarkan Aerodrome References Code pesawat rencana yang didapatkan dari Tabel 2.4, Tabel 2.5, dan Tabel 2.6 dibawah ini.
Tabel 2.4. Tabel Lebar Landasan Pacu Berdasarkan Aerodrome
References Code Kode Angka Kode Huruf A B C D E F 1 18 m 18 m 23 m - - - 2 23 m 23 m 30 m - - - 3 30 m 30 m 30 m 45 m - - 4 - - 45 m 45 m 45 m 60 m
Sumber : Aerodrome Design Manual Part 1 Runways, ICAO
Tabel 2.5. Tabel Kemiringan Memanjang Landasan Pacu Berdasarkan Aerodrome References Code
Jenis Kemiringan Kode Angka
1 2 3 4
Memanjang 2% 2% 1% 1%
Sumber : Aerodrome Design Manual Part 1 Runways, ICAO
Tabel 2.6. Tabel Kemiringan Melintang Landasan Pacu Berdasarkan Aerodrome References Code
Jenis Kemiringan Kode Huruf
A B C D E F
Melintang 2% 2% 1,5% 1,5% 1,5% 1,5% Sumber : Aerodrome Design Manual Part 1 Runways, ICAO
g. Perhitungan Bahu landasan pacu dilakukan berdasarkan kode dari pesawat rencana, yaitu untuk kode A,B,C,D,dan E untuk lebar adalah perpanjangan 60 meter dari garis tengah untuk setiap sisinya. Adapun khusus untuk kode huruf F, besarnya perpanjangan adalah 75 meter. Sedangkan untuk panjang bahu landasan sendiri sama dengan panjang landasan pacu. Adapun kemiringan melintang dari bahu landasan pacu adalah 2,5%.
h. Perhitungan Runway Strips berdasarkan Aerodrome
References Code pesawat rencana, yang meliputi
perhitungan panjang, lebar serta kemiringan. Panjang
Runway Strips dapat direncanakan berdasarkan kode angka
dari pesawat rencana yang ditentukan. Strips harus diperpanjang diluar ujung landasan pacu atau stopway. Adapun besarnya perpanjangan strips yang diperlu dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2.7 berikut ini.
Tabel 2.7. Tabel Penentuan Perpanjangan Arah Memanjang Strips Berdasarkan Aerodrome References Code
Parameter
Kode Angka
1 2 3 4
Perpanjangan Strips dari ujung daerah henti
60 m 60 m 60 m 60 m
Sumber : Aerodrome Design Manual Part 1 Runways, ICAO
Tidak jauh berbeda dengan penentuan panjang
runway strips. Penentuan lebar runway strips pun dilakukan
berdasarkan Aerodrome References Code. Lebar runway
strips ditentukan dengan melakukan perpanjangan ke arah
melintang dengan acuan garis tengah dari landasan pacu. Besarnya perpanjangan lebar ini ditentukan sebagaimana yang tertera pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Tabel Penentuan Lebar Runway Strips Berdasarkan
Aerodrome References Code
Parameter Kode Angka
1 2 3 4
Perpanjangan lebar Runway Strips (arah
melintang)
75 m 75 m 150 m 150 m
Sumber : Aerodrome Design Manual Part 1 Runways, ICAO
Sama halnya dengan landasan pacu, runway strips pun memiliki kemiringan baik arah melintang maupun memanjang. Besarnya kemiringan ini ditentukan atas dasar
Aerodrome References Code dari pesawat rencana. Adapun
besarnya kemiringan pada runway strips ditentukan pada Tabel 2.9 berikut ini.
Tabel 2.9. Tabel Penentuan Kemiringan Arah Memanjang dan Melintang Runway Strips Berdasarkan Aerodrome References Code
Parameter Kode Angka
1 2 3 4
Kemiringan maksimum
arah melintang 3% 3% 2,5% 2,5%
Kemiringan maksimum
arah memanjang 2% 2% 1,75% 1,5%
Sumber : Aerodrome Design Manual Part 1 Runways, ICAO
i. Perhitungan Runway End Safety Area ( RESA).
Untuk meminimalisir besarnya kecelakaan yang terjadi, maka ICAO menetapkan harus disediakannya area aman pada ujung akhir landasan pacu, yang mana area ini harus mampu melayani seluruh pesawat yang beroperasi pada bandar udara yang bersangkutan. Disebutkan dalam
Aerodrome Design Manual Part 1 Runways yang
dikeluarkan oleh ICAO, bahwa penetapan panjang RESA adalah perpanjangan dari ujung akhir runway strips dengan besarnya perpanjangan adalah 90 meter dengan lebar sebesar dua kali lebar landasan pacu
j. Perhitungan Clearway dan Stopway.
Clearway atau daerah bebas disediakan di ujung take off run available (TORA) dengan panjang tidak lebih
dari setengah kali panjang TORA , dan lebar merupakan perpanjangan arah melintang sebesar 75 meter dari garis tengah landasan pacu untuk setiap sisinya. Sedangkan daerah henti atau stopway disediakan dengan lebar sama dengan lebar landasan pacu.
2.2.7 Perangkat Lunak Microsoft Visual Basic 6.0
Perangkat lunak adalah kumpulan dari beberapa perintah yang dijalankan oleh mesin komputer, yang bertujuan untuk membantu mempermudah pekerjaan manusia sesuai dengan lingkup pekerjaannya. Untuk mencapai tujuannya tersebut suatu perangkat lunak akan dirancang menjadi suatu susunan logika, yang kemudian diolah hingga perangkat lunak tersebut dapat dioperasikan dengan baik dan benar. Seiring dengan kemajuan teknologi yang kian meningkat, bahasa pemrograman yang digunakan dalam pembuatan perangkat lunak pun
semakin berkembang, salah satu diantaranya adalah Microsoft Visual Basic 6.0.
Pada dasarnya bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic adalah bahasa pemrograman yang dikembangkan oleh Microsoft sejak tahun 1991 merupakan salah satu bahasa pemrograman pada komputer yang dapat dirancang untuk melakukan tugas – tugas tertentu sesuai dengan kapasitasnya. Sehingga dalam penyusunan tugas akhir ini, proses perencanaan geometrik landasan pacu dapat dibantu kemudahannya jika dibuatkan suatu program perhitungan dalam bentuk perangkat lunak dengan menggunakan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0.
Alasan dari pemilihan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0 ini tentunya dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0. Microsoft Visual Basic 6.0 mempunyai banyak kelebihan dibandingkan perangkat lunak atau bahasa pemograman lainnya, diantara kelebihan dari Microsoft Visual Basic 6.0 adalah, sebagai berikut :
a. Kurva pembelajaran dan pengembangan yang lebih singkat
dibandingkan bahasa pemrograman yang lain .
b. Cocok digunakan untuk mengembangkan aplikasi atau program.
c. Digunakan oleh hampir microsoft office sebagai bahasa macro
dan segera akan diikuti oleh yang lainnya.
d. Tampilan perangkat lunak dapat didesain sedemikian rupa,
sehingga pengguna dapat menggunakan perangkat lunak ini
dengan mudah.
e. Dapat di-integrasikan dengan internet, baik itu pada sisi client maupun pada sisi server.
f. Dapat menjalankan server tersebut dari mesin yang sama atau
bahkan dari mesin atau komputer yang lain.
g. Ketika melakukan instalasi program lain yang mendukung penggunaannya dalam Microsoft Visual Basic , maka komponen dari program tersebut bisa di masukkan dalam daftar komponen Microsoft Visual Basic.
h. Ketika melakukan kesalahan penulisan kode, secara otomatis membetulkannya .
Namun dari segala kelebihan yang dimiliki bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic , ada juga kekurangan yang dimiliki oleh Microsoft Visual Basic , diantaranya adalah file Microsoft Visual Basic sering menjadi target serangan virus, dan tidak dapat dilakukan penyimpanan data pada pemrograman ini.
2.2.8 Analytical Hierarchy Process
Disebutkan oleh Syaifullah pada tahun 2010 Analytical
Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung
keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.
AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut :
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.
Layaknya sebuah metode analisis, AHP pun memiliki kelebihan dan kelemahan dalam system analisisnya. Kelebihan-kelebihan analisis ini adalah AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami, selain itu AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas, sedangkan kelemahannya adalah ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru. Berikut ini adalah standar penilaian AHP.
Tabel 2.10 Standar Penilaian untuk Metode Pembobotan Bobot/
Nilai Definisi
1 mempunyai tingkat kepentingan yang sama dengan kondisi standar/pembanding 2 Jika ada keraguan antara skala 1 dan 3
3 sedikit lebih penting dibanding dengan kondisi standar/pembanding 4 Jika ada keraguan antara skala 3 dan 5
5 cukup penting dibanding dengan kondisi standar/pembanding 6 Jika ada keraguan antara skala 5 dan 7
7 penting dibanding dengan kondisi standar/pembanding 8 Jika ada keraguan antara skala 7 dan 9
9 sangat penting (ekstrim) dibanding dengan kondisi standar/pembanding Sumber : Analytic Hierarchy Process, 2003(Jennifer McBride)