• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MUTU DAN KEAMANAN PRODUK TERASI UDANG REBON (Acetes indicus) ASAL KECAMATAN MEDAN BELAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS MUTU DAN KEAMANAN PRODUK TERASI UDANG REBON (Acetes indicus) ASAL KECAMATAN MEDAN BELAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MUTU DAN KEAMANAN PRODUK TERASI UDANG REBON (Acetes indicus) ASAL KECAMATAN MEDAN BELAWAN

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

NOVIA SITI AISYAH 160302016

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(2)

ANALISIS MUTU DAN KEAMANAN PRODUK TERASI UDANG REBON (Acetes indicus) ASAL KECAMATAN MEDAN BELAWAN

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

NOVIA SITI AISYAH 160302016

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

NOVIA SITI AISYAH. Analisis Mutu dan Keamanan Produk Terasi Udang Rebon (Acetes indicus) Asal Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh Ibu ASTRID FAUZIA DEWINTA, S.St.Pi, M.Si.

Terasi merupakan salah satu produk perikanan yang pembuatannya dilakukan dengan proses fermentasi. Pengolahan terasi yang berada di Kecamatan Medan Belawan dilakukan secara tradisional. Terasi yang baik menggunakan bahan baku ikan dan udang rebon. Udang rebon memiliki ukuran yang kecil yaitu 3-6 cm dan karna ukurannya yang kecil udang rebon dimanfaatkan oleh masyarakat dalam pembuatan peyek dan terasi. Terasi termasuk masakan tradisional Indonesia yang digunakan sebagai bahan makanan pelengkap salah satunya dalam bentuk sambal. Namun, Sebagian terasi pada umumnya ada yang belum dapat mencukupi standar kualitas yang baik. Persyaratan mutu dan keamanan produk adalah salah satu hal yang patut diperhatikan karena menyangkut keselamatan konsumen apabila mengkonsumsi produk tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui mutu produk terasi udang dan mengetahui kesesuaian mutu produk terasi udang rebon menurut standar nasional Indonesia SNI 2716:2016. Metode yang digunakan untuk penentuan stasiun dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan bantuan saran pemilihan lokasi penelitian dari masyarakat sekitar. Produk terasi akan lebih baik jika diujikan langsung di laboratorium agar diketahui nilai mutu dari produk terasi.

Mutu produk terasi akan dinilai sesuai dan tidak sesuainya menurut baku mutu standar nasioanal Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara fisikawi berdasarkan nilai organoleptik 6-8. Secara kimia seperti kadar abu 19,07- 37,20%, kadar air 25,77-39,61%, Kadar garam 6,94-7,24%. Secara Mikrobiologi seperti Escherichia coli negatif, pengujian Salmonella sp negatif. Tidak semua pengolah yang berada di Kecamatan Medan dapat memenuhi baku mutu standar nasional Indonesia menurut SNI 2716:2016.

Kata Kunci : Mutu kimiawi, Mutu mikrobiologi, Terasi udang rebon, Belawan

(6)

ABSTRACT

NOVIA SITI AISYAH. Quality and Safety Analysis of Rebon (Acetes indicus) Shrimp Paste Products from Medan Belawan District, North Sumatra Province.

Supervised by ASTRID FAUZIA DEWINTA, S.St.Pi, M.Si.

Shrimp pasta is one of the fishery products which is made by fermentation process. The processing of shrimp paste in Medan Belawan Regency is done traditionally. Good shrimp paste uses raw fish and shrimp with rebon. Rebon shrimp has a small size, namely 3-6 cm and because of its small size, the rebon shrimp is used by the community in making peyek and shrimp paste. Terasi is a traditional Indonesian dish that is used as a complementary food, one of which is in the form of chili sauce. However, some of the shrimp paste generally have not been able to meet the good quality standards. Product quality and safety requirements are one of the things that should be considered because they involve the safety of consumers when consuming the product. The purpose of this study was to determine the quality of the product and the suitability of the quality of shrimp paste according to Indonesian national standards. The method used in determining the station in this study was purposive sampling with the help of suggestions for station selection from the community. The quality of the shrimp paste product will be assessed according to and not according to the quality standards of the Indonesian national standard SNI 2716:2016. The results of this study indicate that physically the organoleptic value is 6-8. Chemically such as ash content 19,07-37,20%, moisture content 25,77 - 39,61%, Salt Content from 6,94 - 7,24%. Microbiology, such as Escherichia coli negative, Salmonella sp negative. Not all processors in Medan Subdistrict meet the quality standards of the Indonesian national standard.

Keywords : Chemical quality, microbiological quality, shrimp paste shrimp paste, Belawan

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis Penulis lahir di Tangerang, Provinsi Banten pada tanggal 25 November 1998 dari Ayahanda Santoso Heri Wibowo dan Ibunda Muryanti. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal Sekolah Dasar Negeri 061005 Medan pada tahun 2004-2010. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 45 Medan jurusan IPA pada tahun 2010-2013. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 7 Binjai dengan jurusan IPA pada tahun 2013-2016.

Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2016.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2019 di desa Silo Lama Kabupaten Asahan, Sumtera Utara. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan pada tahun 2020.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada berbagai organisasi kampus antara lain: Himpunan Mahasiswa Islam (2017-2018). Penulis juga mengikuti program magang di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga pada tahun 2018.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyususn skripsi yang berjudul

“Analisis Mutu dan Keamanan Produk Terasi Udang Rebon (Acetes indicus) Asal Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan S1 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Santoso Heri Wibowo dan ibunda

Muryanti dan abang terkasih Muhammad Maksum dan adik tercinta Abel Claudya Fatimah yang selalu memberikan segalanya serta senantiasa

memberi motivasi dan memberikan doanya kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Hasanuddin, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan Bapak Rizky Febriansyah Siregar S.Pi, M.Si selaku sekretaris Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

4. Bapak Ir. Syammaun Usman, M.Si selaku dosen pembimbing akademikyang telah memberikan ilmu, masukan, arahan dan bimbingan kepada penulis.

5. Ibu Astrid Fauzia Dewinta, S.St.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing, Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc dan Bapak Rizky Febriansyah Siregar S.Pi, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran dan ilmu bagi penulis.

(9)

6. Seluruh dosen dan staf tata usaha Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

7. Sahabat penulis Siti Ramadhani, Rika Ramadana, Windi Ulvika, Yati, Kristiando Siahaan, Rizky Yonanda Lubis, Muhammad Hafiz Farhan, Fathurrahman Ash Shidiq dan Bima Satria Purba yang selalu dijadikan tempat untuk berdiskusi, berkeluh kesah serta selalu sebagai penyemangat penulis saat penelitian sampai penulisan skripsi ini.

8. Sahabat penulis Cindy Sri Utami, Devi Andayani Nasution, Hertia Utami dan Putri Wulandari yang telah membantu menyelesaikan dan memberikan dukungan kepada penulis.

9. Seluruh teman- teman seperjuangan mahasiswa angkatan 2016.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang pengelolaan sumberdaya perairan. Akhir kata penlis ucapkan terima kasih.

Medan, Juni 2021

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

Kerangka Pemikiran ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang Rebon ... 6

Terasi Udang ... 6

Proses Pengolahan Terasi Udang ... 8

Mutu dan Keamanan Produk Terasi ... 9

Syarat bahan baku terasi udang ... 9

Persyaratan mutu dan keamanan terasi udang ... 10

BAB III METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 12

Alat dan Bahan ... 13

Metode Sampling ... 13

Prosedur Penelitian ... 16

Pengujian bahan baku ... 16

Identifikasi jenis udang ... 17

Uji organoleptik ... 17

Uji mikrobiologi... 17

Uji total plate count (TPC) ... 17

Uji bakteri Salmonella sp. ... 18

Uji bakteri Escherichia coli ... 18

Pengujian produk akhir ... 19

Uji organoleptik ... 19

Uji kandungan cemaran mikroba ... 19

Uji total plate count (TPC) ... 19

Uji bakteri Salmonella sp. ... 20

Uji bakteri Escherichia coli ... 20

(11)

Uji kimia ... 21

Uji kadar air ... 21

Uji kadar abu tak larut asam ... 22

Uji kadar garam... 23

Uji kadar protein ... 23

Analisis Data ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 25

Identifikasi udang... 25

Pengujian organoleptik bahan baku udang rebon ... 26

Pengujian kandungan mikroba bahan baku udang rebon ... 27

Pengujian organoleptik produk akhir terasi udang rebon ... 29

Pengujian kandungan cemaran mikroba pada produk terasi.. 31

Uji kimia (proksimat) ... 33

Pembahasan... 35

Bahan baku udang segar ... 35

Mutu organoleptik ... 35

Mutu kandungan mikroba ... 37

Total plate count (TPC) ... 37

Salmonella sp. ... 37

Escherichia coli ... 38

Produk akhir terasi udang ... 39

Mutu organoleptik ... 39

Mutu kandungan mikroba ... 41

Total plate count (TPC) ... 41

Escherichia coli ... 42

Salmonella sp ... 42

Mutu kimia ... 43

Kadar air ... 43

Kadar abu ... 44

Kadar garam ... 45

Kadar protein ... 45

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 46

Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

LAMPIRAN ... 53

(12)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman 1. Nilai hasil pengujian total plate count (TPC) pada udang segar

di Kecamatan Medan Belawan... 27 2. Nilai hasil pengujian Escherichia coli pada udang segardi Kecamatan Medan Belawan ... 28 3. Nilai hasil pengujian Salmonella pada udang segar di Kecamatan

Medan Belawan ... 29 4. Nilai hasil pengujian total plate count (TPC) pada terasi udang rebon di Kecamatan Medan Belawan ... 31 5. Nilai hasil pengujian Escherichia coli pada terasi udang rebon di

Kecamatan Medan Belawan ... 32 6. Nilai hasil pengujian Salmonella pada terasi udang rebon di

Kecamatan Medan Belawan ... 33 7. Nilai mutu kimia pada produk terasi udang rebon ... 33

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 5

2. Peta lokasi penelitian... 12

3. Udang rebon (Acetes indicus) ... 25

3. Nilai organoleptik udang segar ... 26

4. Nilai organoleptik terasi udang rebon ... 30

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Alat dan bahan penelitian ... 54

2. Lokasi pengolahan terasi di Belawan ... 56

3. Prosedur uji organoleptik sampel produk terasi udang ... 57

4. Prosedur uji total plate count (TPC) ... 58

5. Prosedur uji Salmonella sp. ... 60

6. Prosedur uji Escherichia coli ... 62

7. Prosedur uji kadar air ... 64

8. Prosedur uji kadar abu ... 65

9. Prosedur uji kadar garam ... 66

10. Persyaratan mutu dan keamanan udang segar ... 67

11. Lembar score sheet penilaian organoleptik udang segar ... 68

12. Persyaratan mutu dan keamanan terasi udang ... 70

13. Persyaratan batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan ... 71

14. Lembar score sheet organoleptik terasi udang ... 72

15. Hasil pengujian organoleptik dan mikrobiologi udang segar ... 73

16. Hasil pengujian proksimat sampel produk terasi udang ... 74

17. Hasil pengujian mikroba pada sampel produk terasi udang... 78

18. Jumlah udang segar untuk pembuatan terasi udang ... 80

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman masakan tradisional Indonesia semakin dijumpai terutama sebagai makanan pelengkap salah satunya dalam bentuk sambal. Hampir setiap hidangan Indonesia selalu dilengkapi dengan sambal dengan bahan dasar terasi baik terasi udang maupun ikan, olahan ini sangat digemari oleh masyarakat Indonesia yang terkadang dapat langsung dikonsumsi tanpa dimasak. Hal ini dapat menyebabkan masuknya mikroba kedalam tubuh manusia (Linda et al., 2017).

Terasi merupakan salah satu produk perikanan yang pembuatannya dilakukan dengan proses fermentasi. Fermentasi adalah proses penguraian daging yang dilakukan oleh enzim proteolitik yang memberikan hasil yang menguntungkan. Proses fermentasi serupa dengan pembusukan. Rasa dan aroma yang spesifik ini dapat dirasakan pada ikan peda, terasi, kecap ikan, petis dan sebagainya (Karim et al., 2014).

Terasi yang bermutu baik mempunyai kekhasan yang terletak pada cita rasa, bau yang enak dan warnanya yang kemerahan. Mutu terasi ditentukan oleh kenampakan, bau, warna, ada tidaknya serangga, ulat dan belatung. Karakteristik organoleptik terasi udang rebon ditentukan oleh rebon yang digunakan. Adapun mikroba yang tumbuh pada terasi bermacam-macam, baik bakteri positif atau negatif (Aristyan et al., 2014).

Tingkat konsumsi terasi di Indonesia cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari

data rata-rata pertumbuhan rata-rata pertumbuhan pasar terasi pada tahun 2017 meningkat menjadi 132 ton produksi dengan nilai produksi 265,

(16)

dari 115 ton produksi dan nilai produksi 213 juta pada tahun 2016 (Badan Pusat Statistik, 2017).

Berdasarkan bahan baku yang digunakan, terasi dapat dibagi menjadi empat kelas, yaitu terasi kelas I terbuat dari udang rebon, kelas II terbuat dari rebon laut, kelas III terbuat dari campuran udang rebon dan ikan laut, dan kelas IV terbuat dari kepala udang dan ikan. Ada dua macam terasi diperdagangkan di pasar, yaitu terasi udang dan terasi ikan.Jenis terasi udang umumnya mempunyai warna cokelat kemerahan pada produk yang dihasilkan, sedangkan pada terasi ikan hasilnya berwarna kehitaman (Suwandi et al., 2017).

Pengolahan terasi yang dilakukan secara tradisional pada umumnya belum dapat mencukupi standar kualitas yang baik, ditinjau dari segi gizi, nilai sensoris dan daya awetnya. Hal tersebut disebabkan karena rendahnya pengetahuan dalam cara penanganan pengendalian kualitas dan sanitasi. Penanganan dan pengolahan

yang kurang sempurna dapat menimbulkan kontaminasi yang merupakan suatu pencemaran bahan pangan (Rosida dan Faridayanti, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Linda (2017) terhadap uji laboratorium pada 5 sampel terasi yang diperjualbelikan di pasar Daya Kota Makassar tidak ditemukan sampel yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonella sp. Penelitian yang sama juga pada penelitian Artika (2018) terasi udang yang diperjualbelikan di pasar Kota Medan setelah diuji mengandung bakteri yaitu Escherichia coli.

Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara yang memilki 21 kecamatan dan 151 kelurahan. Ada salah satu kecamatan yang menjadi sentra unit pengolahan terasi yakni Kecamatan Medan Belawan Kecamatan Medan

(17)

Belawan Kota Medan merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Sumatera Utara dimana di wilayah tersebut terdapat unit-unit pengolahan terasi oleh masyarakat wilayah tersebut (Panjaitan et al., 2016).

Persyaratan mutu dan keamanan produk adalah salah satu hal yang patut diperhatikan karena menyangkut keselamatan konsumen apabila mengkonsumsi produk tersebut. Belum adanya informasi terkait mutu produk terasi udang rebon yang dihasilkan dari Belawan khususnya bagi para pengolah terasi. Setelah mengetahui bagaimana mutu produk terasi udang rebon yang dihasilkan, peneliti mengharapkan para pengolah tersebut mampu meningkatkan mutu produk terasi mereka sehingga nantinya bisa bersaing secara luas dengan produk terasi udang rebon lainnya di pasaran. Oleh karena itu, maka perlu dilakukannya penelitian untuk mengetahui mutu serta keamanan produk terasi yang berada di Kecamatan Medan Belawan.

Rumusan Masalah

Terasi udang merupakan salah satu produk pangan yang banyak diminati masyarakat dari kalangan manapun karena memiliki citarasa yang khas. Namun, para pengolah terasi di Indonesia khususnya di Belawan kurang memperhatikan higienitas dan sanitasi pada proses pengolahan, sehingga dapat mempengaruhi mutu produk akhir terasi. Mutu produk yang tidak aman, baik mutu fisik, kimia maupun mikrobiologi dapat membahayakan untuk dikonsumsi. Berdasarkan deskripsi di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

(18)

1. Bagaimana mutu produk terasi udang rebon asal Kecamatan Medan Belawan secara fisikawi, kimiawi dan mikrobiologi.

2. Bagaimana kesesuaian mutu produk terasi udang rebon yang dihasilkan dari Kecamatan Medan Belawan dengan SNI Nomor 2716 tahun 2016.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis mutu produk terasi udang rebon asal Kecamatan Medan Belawan secara fisikawi, kimiawi dan mikrobiologi.

2. Menganalisis kesesuaian mutu produk terasi udang rebon asal Kecamatan Medan Belawan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 2716: 2016) untuk parameter organoleptik, Salmonella, Escherichia coli, kadar air, kadar abu, kadar garam dan kadar protein. Kemudian untuk parameter total plate count (TPC) terdapat di SNI 7338: 2009.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai mutu produk terasi udang rebon asal Kecamatan Medan Belawan secara fisikawi, kimiawi dan mikrobiologis bagi masyarakat dan khususnya pada pengolah terasi di Kecamatan Medan Belawan.

Kerangka Pemikiran

Usaha pengolahan terasi udang rebon merupakan salah satu kegiatan mata pencaharian yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang tinggal di sekitar daerah pesisir pantai di wilayah Kecamatan Medan Belawan. Bahkan produk terasi udang rebon yang dihasilkan tersebut sudah diperjual belikan di pasar-pasar

(19)

bahkan sampai keluar wilayah kota Medan. Oleh karena itu maka perlu dilakukan pengujian mutu dan keamanan produk terasi udang rebon yang dihasilkan oleh usaha pengolahan terasi udang di Kecamatan Medan Belawan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Sehingga nantinya bisa menjadi informasi bagi pelaku usaha pengolahan terasi udang. Adapun kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Unit pengolah terasi udang

Kecamatan Medan Belawan

Analisis bahan baku udang rebon (rou raw material)

Analisis produk akhir (terasi udang rebon)

Identifikasi spesies Uji organoleptik

Uji organoleptik Uji kimia

- Kadar air

- Kadar abu tak larut asam - Kadar garam

- Kadar protein Uji mikrobiologi

- ALT

- Eschericia coli

- Salmonella sp. Uji mikrobiologi

- ALT

- Eschericia coli - Salmonella sp.

Mutu dan keamanan terasi udang rebon di pesisir Kecamatan Medan Belawan

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Udang Rebon

Ciri-ciri dari udang rebon adalah mempunyai tiga pasang kaki jalan yang sempurna, restum dan telsonnya pendek, mempunyai kaki renang yang sempurna dan tampak berbulu dan panjang antena sekitar 2-3 kali panjang tubuhnya.

Dengan kulit agak keras, tetapi tidak kaku. Mempunyai tanda istimewa pada badan terdapat ban ungu hitam dan pada masing-masing ruas terdapat 2 ban.

Warna tersebut jelas sekali pada udang yang masih hidup. Warna kaki pada umumnya berwarna merah. Udang rebon memiliki habitat di pesisir perairan dan juga estuaria (Ukhty et al., 2017).

Dalam siklus hidupnya secara alami memerlukan lingkungan perairan tawar dan payau. Udang tumbuh dan menjadi dewasa di perairan tawar, terutama sungai-sungai dan rawa-rawa yang mempunyai hubungan dengan laut. Setelah dewasa dan matang kelamin mereka mulai beruaya ke muara sungai. Daur hidup udang dimulaidari telur yang sudah dibuahidan dierami induknya selama 19-21 hari dan menetas menjadi larva. Larva yang baru menetas memerlukan air payau sebagai tempat kehidupannya. Apabila larva tidak berada dilingkungan air payau selama 3-5 hari semenjak menetas, maka larva tersebut akan mati (Dewi, 2014).

Terasi Udang

Terasi adalah suatu jenis penyedap makanan berbentuk pasta, berbau khas hasil fermentasi udang, ikan, atau campuran keduanya dengan garam atau bahan tambahan lain. Pasta ikan atau udang biasanya terbuat dari berbagai jenis ikan air tawar dan laut serta udang (Artanti et al., 2019). Menurut Aristyan et al. (2014)

(21)

Terasi merupakan salah satu produk perikanan yang pembuatannya dilakukan dengan proses fermentasi. Fermentasi adalah proses penguraian daging yang dilakukan oleh enzim yang memberikan hasil yang menguntungkan. Proses fermentasi serupa dengan pembusukan, tetapi fermentasi menghasilkan zat - zat yang memberikan rasa dan aroma yang spesifik dan disukai orang.

Pada dasarnya proses pengolahan terasi di setiap daerah adalah sama, yang membedakan yaitu perlakuan-perlakuan dan jenis bahan baku dan komposisinya yang digunakan dari setiap tahapan pengolahan. Misalnya salah satunya adalah perbedaan konsentrasi penambahan garam. Begitu juga dengan kondisi geografis dari suatu daerah juga tidak sama. Kondisi geografis ini sangat berkaitan dengan suhu dan kelembaban yang berpengaruh terhadap lamanya pengeringan dan proses fermentasi (Junianto, 2010).

Terasi udang yang difermentasikan, pada umumnya seperti pasta dan berwarna hitam-coklat, menjadi kemerahan bila ditambah bahan pewarna. Terasi memiliki bau yang tajam dan biasanya digunakan untuk membuat sambal terasi, tapi juga divariasikan dalam berbagai resep tradisonal Indonesia. Ciri khas terasi adalah aromanya yang agak tajam dan rasanya gurih. berbentuk seperti pasta dan berwarna hitam-coklat. Menurut Sanjaya et al. (2016), warna dalam bahan pangan dapat menjadi ukuran terhadap mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Apabila suatu produk pangan memiliki nilai gizi yang baik, enak dan tekstur yang sangat baik akan tetapi jika memiliki warna yang tidak sedap dipandang akan memberi kesan bahwa produk pangan tersebut telah menyimpang.

(22)

Warna asli terasi adalah coklat kehitaman seperti warna tanah. Warna tersebut kurang menarik bagi konsumen sehingga terasi menjadi kurang diminati.

Warna pada terasi penting untuk diperhatikan karena warna merupakan salah satu aspek dalam penerimaan konsumen terhadap suatu produk pangan. Tetapi untuk lebih menarik minat para konsumen, seringkali terasi diwarnai dengan warna yang mencolok menggunakan pewarna sintesis yang berbahaya bagi kesehatan.

Menurut Sari et al. (2009), sering terjadi penggunaan pemakaian zat warna untuk bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena ada residu logam berat pada zat pewarna tersebu (Permatasari, 2018).

Proses Pengolahan Terasi Udang

Proses pembuatan terasi diawali dengan proses pencucian dan sortasi udang.

Proses pencucian dan sortasi bertujuan untuk memisahkan kotoran. Tahapan selanjutnya adalah proses penjemuran udang. Proses penjemuran dilakukan hingga kadar air udang berkurang atau kondisi udang dalam setengah kering.

Proses penumbukan dilakukan setelah udang setengah kering. Untuk menghaluskan udang mengunakan alat tumbuk tradisional. Pada proses penumbukan udang juga ditambahkan garam secukupnya. Penambahan garam tidak ada takarannya, tetapi berdasarkan pengalaman pekerja (Maflahah, 2013).

Proses pemeraman atau fermentasi dilakukan setelah proses penumbukan.

Proses pemeraman atau fermentasi selama kurang lebih 1 (satu) hari. Tahapan proses berikutnya adalah penumbukan udang hasil fermentasi. Proses penumbukan dilakukan dengan menggunakan alat tumbuk tradisional. Pada penumbukan tahap kedua ini sekaligus dilakukan proses pencetakan. Proses

(23)

pencetakan terasi berbentuk kotak dan dibungkus dengan daun pisang. Pencetakan dilakukan dengan cara manual, sehingga bentuk kotak tidak sama. Tahapan terakhir yaitu pengeringan. Pengeringan bertujuan agar terasi tidak terlalu menyengat dan terasi tidak terlalu asin. Rasa terasi Desa Bantelan mempunyai ciri khas tersendiri, karena dalam proses pembuatan tidak menggunakan bahan campuran lain selain udang (Hestiani et al., 2019).

Mutu dan Keamanan Produk Terasi Syarat bahan baku terasi udang

Berdasarkan SNI 2716.1:2016, terasi udang adalah produk olahan hasil perikanan dengan menggunakan bahan baku rebon atau udang segar, kering atau campurannya yang mengalami perlakuan fermentasi. Pembuatan terasi udang ini meliputi adanya perlakuan penggaraman, pengeringan, penggilingan, dan fermentasi. Syarat bahan baku pembuatan terasi udang ini harus diolah dari rebon atau udang lainnya, segar atau kering yang layak dikonsumsi oleh manusia.

Menurut Mamuaja (2016), bahan baku pembuatan terasi udang tidak boleh berasal dari perairan yang tercemar. Bahan penolong yang digunakan pada proses pembuatan terasi udang yakni air yang dipakai sebagai bahan penolong untuk kegiatan di unit pengolahan memenuhi ketentuan yang berlaku. Bahan pangan lain yang digunakan seperti garam dan bahan tambah pangan (BTP) juga harus memenuhi standar (food grade) dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Peralatan yang digunakan untuk membuat terasi udang adalah alat penggiling, alat pengering, bak/ember plastik, keranjang plastik, meja proses, pengaduk, dan timbangan. Persyaratan untuk peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penanganan terasi udang adalah tidak mengelupas, tidak berkarat, tidak

(24)

merupakan pencemaran jasad renik, tidak retak dan mudah dibersihkan. Semua peralatan dalam keadaan bersih sebelum, selama, dan sesudah digunakan.

Sedangkan bahan baku udang segar yang digunakan secara organolpetik harus memenuhi kelayakan untuk spesifikasi mutu kenamapakan, bau dan tesktur.

Persyaratan mutu dan keamanan terasi udang

Persyaratan mutu dan keamanan produk adalah salah satu hal yang patut diperhatikan karena menyangkut keselamatan konsumen apabila mengkonsumsi produk tersebut. Produk terasi udang memiliki beberapa ketentuan atau persyaratn terkait dengan mutu dan keamanan. Oleh karena tuntutan konsumen berkembang, maka batas mutu akan berkembang pula sehingga standar mutu yang ditetapkan juga harus berkembang.

Produk terasi udang akan rusak jika disimpan terlalu lama karena kondisinya yang semi basah dan tidak higienis, umumnya terasi dibakar atau digoreng terlebih dahulu dalam penggunaannya, terasi yang dibakar atau digoreng

akan menghilangkan bau yang menyengat dari amonia serta mematikan mikroorganisme yang ada dalam terasi sehingga akan meningkatkan higienitas pada terasi (Ekawati, 2017).

Penggaraman atau fermentasi sangat menentukan aroma, cita rasa terasi yang dihasilkan. Selama fermentasi mikroba mampuh mengadakan transformasi senyawa-senyawa kimia, sehingga dihasilkan senyawa turunanya yang bersifat volatile, senyawa volatil adalah senyaw organik kompleks yang mudah menguap pada suhu kamar. Bau yang tercium memilki ciri khas yang merupakan hasil fermentasi dari asam laktat (Kaurong et al., 2018).

(25)

Dengan mengurangi kadar airnya, bahan pangan akan mengandung senyawa-senyawa seperti karbohidrat, protein dan mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena menurun atau bertambahnya komponen lain seperti air, abu, lemak dan protein, sehingga dengan semakin menaiknya nilai kadar air, abu, protein dan lemak dari terasi dengan formulasi udang rebon dan

ikan rucah yang dihasilkan maka kadar karbohidratnya semakin menurun (Ukhty et al., 2017).

Terjadinya kontaminasi bakteri pada terasi kiloan dapat dimulai dari ketika proses pengolahan, tempat penyimpanan, selanjutnya pada saat penyiapan bisa saja pembungkus terasi atau tempat yang lain sudah tercemar Dalam kondisi lemah bakteri Salmonella sp. dengan mudah masuk karna kebersihannya yang

kurang dijaga atau tercemar oleh konsumen dengan bakteri Salmonella (Linda et al., 2017).

Alat-alat yang digunakan dalam industri pengolahan pangan sering

terkontaminasi oleh bakteri Escherichi coli yang berasal dari air yang digunakan untuk mencuci. Kontaminasi bakteri ini pada makanan atau alat-alat

pengolahan merupakan suatu tanda praktek sanitasi yang kurang baik (Rosida dan Faridayanti, 2013).

(26)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober hingga Desember 2020 Pengambilan sampel terasi dilakukan di beberapa pengolah terasi di Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, Laboratorium Biokimia Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian dapat dilihatpada gambar.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian

(27)

Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini score sheet (lembar penilaian) blender, cawan porselin, alat penjepit, timbangan analitik, tungku pengabuan (furnance), incubator, cawan petri, autoclave, pipet tetes, erlenmeyer, hot plate, tabung reaksi, rak tabung reaksi, mikroskop, pH meter dan waterbath.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain terasi udang rebon (Acetes indicus) sebagai sampel penelitian. Sampel lainnya adalah tablet katalis

mengandung 3,5 g K2SO4 (kalium sulfat), larutan asam borat 4%, asam sulfat (H2SO4), hidrogen peroksida (H2O2) 30-35%, larutan natrium hidroksida-natrium thiosulfat, larutan standar asam klorida, aquades, ethanol 70% dan plate count agar (PCA).

Metode Sampling

Teknik pengambilan sampel

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel terasi udang secara sengaja yakni

pada 4 (empat) sentra produksi terasi udang rebon yang terdapat pada Kecamatan Medan Belawan, Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan untuk bahan baku yaitu udang rebon segar juga diambil dari keempat sentra produksi terasi tersebut.

Deskripsi industri dan proses pengolahan terasi

Wilayah Kecamatan Medan Belawan merupakan kawasan pesisir yang memiliki sejumlah pemanfaatan. Bagi masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir, keberadaan sumberdaya seperti sumberdaya perikanan berpengaruh terhadap pola mata pencaharian masyarakat. Salah satu mata pencaharian di kawasan Belawan yaitu usaha pengolahan hasil perikanan berupa pembuatan

(28)

terasi berskala rumah tangga. Menurut Maflahah (2013) terasi merupakan produk awetan ikan-ikan kecil atau rebon yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, penggilingan atau penumbukan, dan penjemuran.

Unit pengolahan terasi I

Secara geografis stasiun ini terletak pada titik koordinat 3o45’40.10” LU dan 98o41’2.00” BT. Pada industri rumah tangga di lokasi ke-1 jumlah produksi terasi perbulannya bisa mencapai ±13.000 bungkus perbulan. Harga perbungkus untuk terasi udang yaitu Rp. 5000,-. Keuntungan yang didapat pada pengolah terasi tersebut ±Rp. 8.700.000,-. Terasi udang dijual sampai ke luar kota seperti Makassar, Riau dan Surabaya.

Proses pembuatan terasi adalah udang dibeli dari nelayan, kemudian dibersihkan dengan air dan dikeluarkan jika terdapat ikan-ikan kecil. Udang yang sudah bersih diberi garam. Kemudian udang yang sudah digarami dijemur sampai kering dan besoknya digiling menggunakan mesin penggiling terasi. Saat udang digiling ditambahkan sedikit air agar mudah proses penggilingannya. Setelah digiling, udang yang telah halus diperam selama 1 malam. Setelah itu udang yang sudah diperam dibentuk menggunakan cetakan bulat seperti bola. Kemudian terasi dijemur sampai kering untuk mengurangi kadar airnya.

Unit pengolahan terasi II

Secara geografis stasiun ini terletak pada titik koordinat 3o46’20.70” LU dan 98o40’31.90” BT. Pada industri rumah tangga di lokasi ke-2 jumlah produksi terasi perbulannya bisa mencapai ±4.500 keping dan dalam 1 bungkus terdapat 2 keping terasi jadi ada 2.250 bungkus terasi perbulannya. Harga perbungkus untuk terasi udang yaitu Rp. 3000,-. Keuntungan yang didapat pada pengolah terasi

(29)

tersebut ± Rp. 3.000.000,-. Terasi udang dijual sampai ke luar kota seperti Riau dan Aceh.

Proses pembuatan terasi yaitu udang yang segar ditangkap langsung oleh pemilik pengolahan terasi, kemudian udang dibersihkan dengan air dan dikeluarkan jika terdapat ikan-ikan kecil. Udang dijemur sampai setengah kering kemudian udang ditaburi garam. Tunggu udang hingga kering, kemudian udang digiling menggunakan mesin listrik hingga halus. Setelah udang halus masukkan udang ke dalam tong dan disimpan/diperam selama 1 malam. Kemudian udang yang sudah disimpan/diperam selama 1 malam dicetak menggunakan cetakan bulat. Kemudian dijemur lagi untuk mengurangi kadar airnya.

Unit pengolahan terasi III

Secara geografis stasiun ini terletak pada titik koordinat 3o46’19.40” LU dan 98o40’33.80” BT. Pada industri rumah tangga di lokasi ke-3 jumlah produksi terasi perbulannya bisa mencapai 4.800 keping dan dalam 1 bungkus terdapat 2 keping terasi jadi ada 4.400 bungkus terasi perbulannya. Harga perbungkus untuk terasi udang yaitu Rp. 3.000,-. Keuntungan yang didapat pada pengolah terasi tersebut ± Rp. 3.400.000,-. Terasi udang dijual sampai ke luar kota seperti Riau dan Aceh.

Proses pembuatan terasi yaitu udang yang segar ditangkap langsung oleh pemilik pengolahan terasi, kemudian udang dibersihkan dengan air dan dikeluarkan jika terdapat ikan-ikan kecil. Udang dijemur sampai setengah kering kemudian udang ditaburi garam. Tunggu udang hingga kering, kemudian udang digiling menggunakan mesin listrik hingga halus. Setelah udang halus masukkan udang ke dalam tong dan disimpan/diperam selama 1 malam. Kemudian udang

(30)

yang sudah disimpan/diperam selama 1 malam dicetak menggunakan cetakan bulat. Kemudian dijemur lagi untuk mengurangi kadar airnya.

Unit pengolahan terasi IV

Secara geografis stasiun ini terletak pada titik koordinat 3o46’13.10” LU dan 98o40’37.60” BT. Pada industri rumah tangga di lokasi ke-4 jumlah produksi terasi perbulannya bisa mencapai ±4.200 keping dan dalam 1 bungkus terdapat 2 keping terasi jadi ada 2.100 bungkus terasi perbulannya. Harga perbungkus untuk terasi udang yaitu Rp. 3.500,-. Keuntungan yang didapat pada pengolah terasi tersebut ± Rp. 3.590.000,-. Terasi udang dijual sampai ke luar kota seperti Makassar, Riau dan Surabaya.

Proses pembuatan terasi yaitu udang yang segar ditangkap langsung oleh pemilik pengolahan terasi, kemudian udang dibersihkan dengan air dan dikeluarkan jika terdapat ikan-ikan kecil. Kemudian udang segar diberi garam, setelah itu masukkan ke dalam tong besar, ditutup rapat kemudian diperam selama 1 malam. Besoknya udang tersebut dijemur selama 1 hari. Kemudian udang yang sudah kering digiling menggunakan mesin listrik. Setelah itu udang dicetak

berbentuk bulat. Kemudian dijemur dibawah sinar matahari hingga kadar airnya turun.

Prosedur Penelitian Pengujian bahan baku

Pengujian mutu dilakukan untuk menunjang analisa data dalam upaya keamanan dan sanitasi higienis pangan. Pengujian mutu yang dilakukan meliputi organoleptik bahan baku dan produk akhir. Sedangkan untuk pengujian bahan baku menggunakan lembar penilaian (score sheet) organoleptik udang segar.

(31)

Pengujian mikroba pada terasi dilakukan dengan metode perhitungan total plate count (TPC), pengujian mikroba Escherichia coli dan Salmonella sp.

pada bahan baku terasi.

Identifikasi jenis udang

Buku identifikasi yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis udang dalam penelitian ini adalah buku identifikasi Carpenter dan Niem (1998).

Pengujian bahan baku udang segar Uji organoleptik

Uji organoleptik dilakukan saat udang masih dalam keadaan segar sesuai metode yang tercantum pada SNI 01-2728.1-2006 menggunakan score sheet organoleptik udang segar dengan 6 orang panelis. Parameter spesifikasi mutu yang diamati dalam pengujian organoleptik udang segar adalah kenampakan, bau dan tekstur.

Uji kandungan cemaran mikroba Uji total plate count (TPC)

Uji total plate count (TPC) menggunakan prosedur yang tercantum pada SNI 01-2332.3-2015, di mana analisis perhitungan total bakteri dilakukan dengan seri pengenceran menggunakan metode cawan tuang. Pipet 1 mL dari setiap pengenceran 10-1,10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan masukkan ke dalam cawan petri steril.

Lakukan secara berulang untuk setiap pengenceran. Tambahkan 12 mL - 15 mL PCA yang sudah didinginkan dalam waterbath hingga mencapai suhu 45°C ± 1°C ke dalam masing-masing cawan yang sudah berisi terasi. Kemudian putar cawan ke depan dan ke belakang serta ke kiri dan ke kanan agar terasi dan media plate count agar (PCA) tercampur sempurna. Setelah agar menjadi padat, untuk

(32)

penentuan mikroorganisme aerob inkubasi cawan-cawan tersebut dalam posisi terbalik dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 35°C, dengan rumus:

Keterangan:

N : jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per mL atau koloni per g;

ΣC : jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung;

n1 : jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung;

n2 : jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung;

d : pengenceran pertama yang dihitung.

Uji bakteri Salmonella

Uji bakteri Salmonella sp. menggunakan SNI 01-2332.2-2006 yaitu sampel terasi yang telah dihaluskan sebanyak 25 g dimasukan ke dalam erlenmeyer yang berisi media lactose broth 225 mL. Kemudian dihomogenkan selama 2 menit, ini merupakan larutan dengan pengenceran 101. Sampel kemudian digoreskan pada media Salmonella dan Shigella Agar (SSA) kemudian diinkubasi selama 24 jam suhu 35oC. Amati erlenmeyer yang berisi sampel dan media, jika terdapat koloni maka akan dilakukan uji lanjutan.

Uji bakteri Escherichia coli

Penentuan jumlah bakteri Escherichia coli menurut SNI 01-2332.1-2015 terdiri dari 2 tahap yaitu uji pendugaan dengan menginokulasi setiap tabung yang berisi lauryl tryptose broth (LTB) yang positif ke tabung-tabung EC broth yang berisi tabung Durham dengan menggunakan jarum ose dan kemudian EC diinkubasi dalam waterbath selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 45,5oC. Tabung

(33)

positif ditandai dengan kekeruhan dan gas dalam Durham. Tentukan nilai angka paling memungkinkan (APM) pada tabung yang positif.

Berikutnya dilanjutkan dengan uji penegasan yakni dengan menginkubasi tabung EC yang positif selama selama 18-24 jam pada suhu 35oC ± 0,5oC. Ambil sampai 5 koloni Escherichia coli dan goreskan ke media plate count agar (PCA) miring dengan menggunakan jarum ose. Kemudian inkubasi selama 18 jam – 24 jam pada suhu 35oC ± 0,5oC. 1 dari 5 koloni yang terindentifikasi sebagai Escherichia coli cukup untuk menyatakan bahwa tabung EC positif sehingga

kelima koloni tersebut tidak perlu diuji.

Pengujian produk akhir Uji organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan pada terasi udang sesuai metode SNI 01-2716-2016 dengan mengisi lembar score sheet organoleptik pada 6

panelis. Parameter yang diuji adalah tekstur, aroma dan warna..

Uji kandungan cemaran mikroba Uji total plate count (TPC)

Uji total plate count (TPC) menggunakan prosedur menurut SNI 01-2332.3-2015, analisis total bakteri dilakukan dengan seri pengenceran

menggunakan metode cawan tuang. Pipet 1 mL dari setiap pengenceran 10-1,10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan masukkan ke dalam cawan petri steril. Lakukan secara berulang untuk setiap pengenceran. Tambahkan 12 mL - 15 mL PCA yang sudah didinginkan dalam waterbath hingga mencapai suhu 45°C ± 1°C ke dalam masing-masing cawan yang sudah berisi terasi. Kemudian putar cawan ke depan ke belakang dan ke kiri-ke kanan agar terasi dan media plate count agar (PCA)

(34)

tercampur sempurna. Setelah agar menjadi padat, untuk penentuan mikroorganisme aerob inkubasi cawan-cawan tersebut dalam posisi terbalik dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 35°C, dengan rumus:

Keterangan:

N : jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per mL atau koloni per g;

ΣC : jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung;

n1 : jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung;

n2 : jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung;

d : pengenceran pertama yang dihitung.

Uji bakteri Salmonella sp.

Uji bakteri Salmonella sp. menggunakan SNI 01-2332.2-2006 yaitu sampel terasi yang telah dihaluskan sebanyak 25 g dimasukan ke dalam erlenmeyer yang berisi media lactose broth 225 mL. Kemudian dihomogenkan selama 2 menit, ini merupakan larutan dengan pengenceran 101. Sampel kemudian digoreskan pada media Salmonella dan Shigella Agar (SSA) kemudian diinkubasi selama 24 jam suhu 35oC. Amati erlenmeyer yang berisi sampel dan media, jika terdapat koloni maka akan dilakukan uji lanjutan.

Uji bakteri Escherichia coli

Penentuan jumlah bakteri Escherichia coli menurut SNI 01-2332.1-2015 terdiri dari 2 tahap yaitu uji pendugaan dengan menginokolasi setiap tabung yang berisi lauryl tryptose broth (LTB) yang positif ke tabung-tabung EC broth yang berisi tabung Durham dengan menggunakan jarum ose dan kemudian EC

(35)

diinkubasi dalam waterbath selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 45,5oC. Tabung positif ditandai dengan kekeruhan dan gas dalam Durham. Tentukan nilai angka paling memungkinkan (APM) pada tabung yang positif.

Berikutnya dilanjutkan dengan uji penegasan yakni dengan menginkubasi tabung EC yang positif selama 18-24 jam pada suhu 35oC ± 0,5oC. Ambil sampai 5 koloni Escherichia coli dan goreskan ke plate count agar (PCA) miring dengan menggunakan jarum ose. Kemudian inkubasi selama 18 jam – 24 jam pada suhu 35oC ± 0,5oC. 1 dari 5 koloni yang terindentifikasi sebagai Escherichia coli cukup untuk menyatakan bahwa tabung EC positif sehingga kelima koloni tersebut tidak perlu diuji.

Uji kimia Uji kadar air

Penentuan kadar air berdasarkan SNI No. 2354.2-2015 yaitu prosedur pengujian kadar air adalah dengan memasukkan cawan kosong ke dalam oven minimal 2 jam, kemudian cawan kosong dimasukkan ke dalam desikator selam 30 menit sampai mencapai suhu ruang dan timbang bobot kosong (A gram).

Selanjutnya memasukkan sampel yang dihaluskan sebanyak ± 2 g ke dalam cawan (B gram) dan ditimbang kembali, kemudian memasukkan cawan yang telah diisi sampel ke dalam oven selama 12 jam pada suhu 100°C sampai 105°C. Setelah itu cawan dipindahkan dengan menggunakan alat penjepit ke dalam desikator ± 30 menit kemudian timbang (C gram).

Keterangan:

A: berat cawan kosong, dinyatakan dalam gram

(36)

B: berat cawan kosong + contoh awal, dinyakan dalam gram C: berat cawan kosong + contoh kering, dinyatakan dalam gram

Uji kadar abu

Pengujian kadar abu tak larut asam sesuai dengan SNI 01-2354.1-2010 yaitu masukkan cawan abu porselin kosong ke dalam tungku pengabuan. Kemudian suhu dinaikan secara bertahap sampai mencapai suhu 550ºC selama 1 malam.

Setelah itu, turunkan suhu tungku pengabuan menjadi sekitar 40ºC, keluarkan cawan abu porselin dan dinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian timbang berat cawan abu porselin kosong (Ag). Masukkan 2 g terasi yang telah dihomogenkan ke dalam cawan abu porselin kemudian masukkan ke dalam oven pada suhu 100ºC selama 24 jam. Pindahkan cawan abu porselen ke tungku pengabuan dan naikkan temperatur secara bertahap sampai suhu mencapai 550ºC

± 5ºC. Kemudian tunggu selama 8 jam/semalam sampai diperoleh abu berwarna putih. Setelah selesai, tungku pengabuan diturunkan suhunya menjadi sekitar 40ºC, keluarkan cawan porselin dengan menggunakan penjepit dan masukkan ke dalam desikator selama 30 menit. Kemudian timbang cawan porselin dan catat berat abu terasinya (B gram).

Keterangan :

A : berat cawan porselin, dinyatakan dalam g;

B : berat cawan dengan abu, dinyatakan dalam g.

(37)

Uji kadar garam

Prosedur pengujian kadar garam menurut SNI 01-2359-1991, yaitu terasi dimasukkan kedalam erlenmeyer timbang sebanyak 2 g terasi, kemudian tambahkan 25 mL AgNO3 (perak nitrat) 0,1 N. setelah itu tambahkan 20 mL HNO3 (asam nitrat) pekat. Setelah itu panaskan pada hotplate sampai tersisa kira- kira 20 mL. Kemudian tambahkan aquabidest sebnyak 50 mL. Lalu tambahkan 3 mL indikator ferri dan di titrasi dengan NH4CNS 0,1 N sampai larutan berwarna coklat muda permanen.

Uji kadar protein

Penentuan kadar protein menurut AOAC (2005) dilakukan melalui 3 tahap yaitu tahap destruksi, tahap destilasi dn tahap titrasi. Tahap destruksi ditimbang 1 gram terasi yang telah diblender. Masukkan ke dalam labu Kjehdahl 100 mL, kemudian tambahkan 10 mL asam sulfat pekat masukkan kedalam labu Kjehdahl.

Tambahkan katalisator (campuran selenium) untuk mempercepat destruksi.

Kemudian labu Kjehdahl tersebut dipanaskan dimulai dengan api yang kecil setelah beberapa saat sedikit demi sedikit api dibesarkan sehingga suhu menjadi naik. Destruksi dapat dihentikan pada saat didapatkan larutan berwarna jernih kehijauan.

Tahap destilasi hasil destruksi yang didapatkan kemudian didinginkan, setelah itu diencerkan dengan aquadest sampai 100 mL. Setelah homogen dan dingin dipipet sebanyak 5 mL, masukkan ke dalam labu destilasi. Tambahkan 10 mL larutan natrium hidroksida 30% melalui dinding dalam labu destilasi hingga terbentuk lapisan dibawah larutan asam. Masukan asam khlorida atau asam borat 4 % ke dalam labu destilasi. Kemudian berikan indikator

(38)

phenolplatein, dan hentikan destilasi jika terjadi yaitu tambahkan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi merah muda. Perhitungan kadar protein terasi udang.

Keterangan:

Va : volume titran sampel Vb : volume tritran blanko N : konsentrasi HCL (0,2 N) W : berat sampel

14,007 : massa atom nitrogen

6,25 : konversi protein ikan (16-17%) Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif yaitu menjelaskan atau menyimpulkan data dalam bentuk angka. Data hasil uji dianalisis kemudian peneliti menguraikan dan mendeskripsikan atau memberikan gambaran tentang apakah mutu dan keamanan yang terdapat pada terasi sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 2715 : 2016) untuk parameter organoleptik, Salmonella, Escherichia coli, kadar air, kadar abu, kadar garam dan kadar protein. Kemudian untuk parameter total plate count (TPC)

dikarenakan tidak terdapat pada SNI 2715 : 2016 maka digunakan SNI 7338: 2009 yang merupakan persyaratan mutu pada produk fermentasi pada

produk fermentasi dengan bahan baku ikan, moluska dan crustacea.

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Identifikasi udang

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di unit pengolahan I, II, III dan IV Kecamatan Medan Belawan, didapatkan jenis bahan baku udang yang sama dalam pembuatan terasi udang rebon. Adapun udang rebon yang didapatkan yaitu memiliki tubuh yang kecil/ ramping dan panjang tubuh yang tidak lebih dari 5 cm.

Klasifikasi dari jenis udang yang diperoleh yaitu pada Gambar 3.

Gambar 3. Udang rebon (Acetes indicus)

Menurut Edwards (1830), dalam Astawan (2009) udang rebon diklasifikasikan sebagai berikut

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Crustaceae Ordo : Decapoda Family : Sergestidae Genus : Acetes

Spesies : Acetes indicus

(40)

Pengujian organoleptik bahan baku udang rebon

Nilai organoleptik diperoleh berdasarkan tingkat mutu udang rebon.. Udang yang diperoleh dari setiap pengolah asal Belawan diuji langsung ke laboratorium dan penetapan hasil mutu udang secara organoleptik menggunakan score sheet yang telah ditetapkan oleh SNI 01-2728.1-2016. Parameter yang diamati meliputi perubahan kenampakan, bau, dan tektur. Adapun data hasil pengujian organoleptik terhadap udang rebon segar dari setiap stasiun unit pengolahan terasi yang diperoleh pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Nilai organoleptik udang segar

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik yang diperoleh pada Gambar 4 diketahui bahwa masing-masing sampel udang rebon segar U1, U2, U3 dan U4 mendapatkan nilai 7 untuk spesifikasi mutu kenampakan yang artinya bahwa masing-masing sampel udang rebon tersebut masih dalam keadaan utuh namun kebeningan sudah mulai menghilang dan warna tubuh sudah mulai sedikit kusam.

(41)

Kemudian hasil penilaian organoleptik untuk spesifikasi mutu bau diketahui bahwa masing-masing sampel udang rebon segar U1, U2, U3 dan U4 juga mendapatkan nilai 7 yang artinya bahwa bau spesifik masing-masing sampel udang rebon masih dalam keadaan netral.

Selanjutnya hasil penilaian organoleptik untuk spesifikasi mutu tekstur diketahui bahwa sampel udang rebon segar U1 mendapatkan nilai 6 yang artinya bahwa elastisitas, kekompakan dan kepadatan daging sampel udang rebon sudah mulai berkurang sedangkan sampel udang rebon segar U2, U3 dan U4 masing- masing mendapatkan nilai 5 yang artinya bahwa tekstur daging sampel udang rebon sudah tidak lagi kompak, elastis dan padat.

Pengujian kandungan mikroba bahan baku udang rebon

Udang rebon yang didapatkan dari setiap unit pengolah terasi di wilayah Kecamatan Belawan memiliki hasil nilai pengujian mikroba yang berbeda-beda.

Hal ini dikarenakan lokasi pengambilan udang dan penangan udang segar yang terdapat pada setiap pengolah berbeda. Nilai hasil pengujian kandungan mikroba udang rebon segar pada setiap pengolah terasi di wilayah Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada beberapa tabel berikut.

Pengujian total plate count (TPC)

Hasil pengujian total plate count (TPC) terhadap udang rebon segar yang diperoleh dari setiap stasiun unit pengolahan terasi di Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Tabel 1.

(42)

Tabel 1. Nilai hasil pengujian total plate count (TPC) pada udang rebon segar di Kecamatan Medan Belawan

Kode sampel

Jumlah koloni

Standar mutu (SNI 01-2728.1-2006) Total plate count (TPC)

(kol/ g)

U1 2,8 x 105 5,0 x 105

U2 1,8 x 105 5,0 x 105

U3 6,7 x 105 5,0 x 105

U4 2,1 x 105 5,0 x 105

Data hasil pengujian kandungan mikroba yang terdapat pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai TPC yang diperoleh dari sampel udang rebon P3 adalah sebesar 6,7 x 105. Besaran nilai TPC pada sampel udang rebon P3 tersebut telah melewati standard mutu nilai TPC yang telah ditentukan oleh SNI 01-2728.1- 2006 untuk udang segar yakni sebesar 5,0 x 105. Sedangkan untuk nilai TPC yang diperoleh pada sampel udang rebon P1, P2 dan P4 masih berada di bawah batas maksimal yang telah ditentukan oleh SNI 01-2728.1-2006 untuk udang segar yakni sebesar 5,0 x 105.

Pengujian Escherichia coli

Hasil pengujian bakteri Escherichia coli terhadap udang rebon segar yang diperoleh dari setiap unit pengolahan terasi di Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai hasil pengujian Escherichia coli pada udang rebon segar di Kecamatan Medan Belawan

Kode sampel Jumlah koloni Standar mutu

(SNI 01-2728.1-2006) Escherichia coli (APM/ g)

U1 <2 <2 APM/ g

U2 <2 <2 APM/ g

U3 <2 <2 APM/ g

U4 <2 <2 APM/ g

(43)

Data hasil pengujian kandungan bakteri Escherichia coli yang terdapat pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah koloni bakteri Escherichia coli yang diperoleh dari setiap sampel udang rebon P1, P2, P3 dan P4 telah memenuhi persyaratan standard mutu yang telah ditentukan oleh SNI 01-2728.1-2006 untuk jumlah koloni bakteri Escherichia coli pada udang segar yakni <2 APM/ g.

Pengujian Salmonella sp

Hasil pengujian bakteri Salmonella sp. terhadap udang rebon segar yang diperoleh dari setiap unit pengolahan terasi di Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai hasil pengujian Salmonella sp. pada udang rebon segar di Kecamatan Medan Belawan

Kode sampel

Jumlah koloni Standar mutu

(SNI 01-2728.1-2006) Salmonella sp. (APM/ 25gr)

U1 Negatif Negatif APM/ 25gr

U2 Negatif Negatif APM/ 25gr

U3 Negatif Negatif APM/ 25gr

U4 Negatif Negatif APM/ 25gr

Data hasil pengujian kandungan bakteri Salmonella sp. yang terdapat pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah koloni bakteri Salmonella sp. yang diperoleh dari setiap sampel udang rebon U1, U2, U3 dan U4 telah memenuhi persyaratan baku mutu yang telah ditentukan oleh SNI 01-2728.1-2006 untuk keberadaan bakteri Escherichia coli pada udang segar yakni negatif APM/25gr.

Pengujian organoleptik produk terasi udang rebon

Parameter yang diamati meliputi perubahan kenampakan, bau, rasa, tekstur (terasi kering padat blok). Pengamatan dilakukan setelah terasi yang sudah

(44)

dijemur hingga kering dan dilakukan pengujian secara organoleptik Jumlah panelis dalam pengamatan mutu sensori terasi yang digunakan pada penelitian ini

berjumlah sebanyak 6 orang panelis, sesuai dengan SNI 2716:2016.

Nilai organoleptik pada produk terasi udang dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Nilai organoleptik terasi udang rebon

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik yang diperoleh pada Gambar 5 diketahui bahwa masing-masing sampel produk terasi udang rebon P1, P2, P3 dan P4 mendapatkan nilai 7 untuk spesifikasi mutu kenampakan yang artinya bahwa masing-masing produk terasi tersebut terlihat bersih serta memiliki tampilan terasi udang yang spesifik dan mendapatkan nilai 8 untuk spesifikasi mutu tekstur yang artinya bahwa produk terasi bertekstur padat dan kompak.

Kemudian hasil penilaian organoleptik untuk spesifikasi bau diketahui bahwa sampel produk terasi udang rebon P1, P2 dan P4 masing-masing mendapatkan nilai 6 yang artinya bahwa masing-masing produk terasi tersebut tidak memiliki aroma terasi yang spesifik sedangkan sampel produk terasi udang

(45)

rebon P3 mendapatkan nilai 7 yang artinya bahwa produk terasi ini juga tidak memiliki aroma terasi yang spesifik.

Selanjutnya hasil penilaian organoleptik untuk spesifikasi mutu rasa diketahui bahwa sampel produk terasi udang rebon P1, P2 dan P3 mendapatkan nilai 7 yang artinya bahwa produk terasi tersebut memiliki rasa terasi yang spesifik sedangkan untuk sampel produk terasi udang rebon P4 mendapatkan nilai 6 yang artinya bahwa produk terasi ini juga memiliki rasa terasi yang spesifik Pengujian kandungan cemaran mikroba pada produk terasi

Uji mikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting, karena selain dapat

menduga daya tahan simpan suatu makanan, juga dapat digunakan sebagai indikator sanitasi makanan atau indikator keamanan makanan (Hartanto dan Hariningsih, 2018). Nilai hasil pengujian kandungan mikroba pada

produk terasi udang dalam pembuatan terasi disajikan pada beberapa tabel berikut.

Pengujian total plate count (TPC)

Hasil pengujian total plate count (TPC) terhadap sampel produk terasi udang rebon yang diperoleh dari setiap unit pengolahan terasi di Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai hasil pengujian total plate count (TPC) pada terasi udang rebon di Kecamatan Medan Belawan

Kode sampel

Jumlah koloni

Standar mutu (SNI 7388 : 2009) Total plate count (TPC)

(kol/ g)

P1 3,1 x 105 <1 x 101 koloni/ gram

P2 2,6 x 105 <1 x 101 koloni/ gram

P3 2,1 x 105 <1 x 101 koloni/ gram

P4 1,8 x 105 <1 x 101 koloni/ gram

(46)

Data hasil pengujian kandungan mikroba yang terdapat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa seluruh nilai TPC yang diperoleh sampel produk terasi udang rebon pada setiap stasiun unit pengolahan terasi (P1, P2, P3 dan P4) telah melewati batas maksimal nilai TPC yang telah ditentukan oleh SNI 7388 tahun 2009 pada mutu produk perikanan krustasea yang difermentasi termasuk yakni

<1 x 101 koloni/gram.

Pengujian Escherichia coli

Hasil pengujian bakteri Escherichia coli terhadap sampel produk terasi udang rebon yang diperoleh dari setiap unit pengolahan terasi di Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai hasil pengujian Escherichia coli pada terasi udang rebon di Kecamatan Medan Belawan

Kode sampel Jumlah koloni Standar mutu

(SNI 01-2716 : 2016) Escherichia coli (APM/ g)

P1 <3 <3 APM/ g

P2 <3 <3 APM/ g

P3 <3 <3 APM/ g

P4 <3 <3 APM/ g

Data hasil pengujian bakteri Escherichia coli yang terdapat pada Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah koloni bakteri Escherichia coli yang diperoleh dari masing-masing sampel produk terasi udang rebon P1, P2, P3 dan P4 telah memenuhi persyaratan baku mutu yang telah ditentukan oleh SNI 2716:2016 untuk jumlah koloni bakteri Escherichia coli pada produk terasi udang yakni

<3 APM/g.

(47)

Pengujian Salmonella sp.

Hasil pengujian bakteri Salmonella sp. terhadap sampel produk terasi udang rebon yang diperoleh dari setiap unit pengolahan terasi di Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai hasil pengujian Salmonella sp. pada terasi udang rebon di Kecamatan Medan Belawan

Kode sampel

Jumlah koloni Standar mutu

(SNI 01-2716 : 2016) Salmonella sp. (APM/ 25g)

P1 Negatif Negatif APM/ 25gr

P2 Negatif Negatif APM/ 25gr

P3 Negatif Negatif APM/ 25g

P4 Negatif Negatif APM/ 25gr

Data hasil pengujian kandungan bakteri Salmonella sp. yang terdapat pada Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah koloni bakteri Salmonella sp. yang diperoleh dari setiap sampel produk terasi P1, P2, P3 dan P4 telah memenuhi persyaratan baku mutu yang telah ditentukan oleh SNI 2716:2016 untuk jumlah koloni Salmonella sp. pada produk terasi udang yakni negatif APM/ 25gr.

Uji Kimia (Proksimat)

Metode pengujian kimia adalah uji di mana kualitas produk diukur secara objektif berdasarkan kandungan kimia yang terdapat dalam suatu produk (Soputan et al., 2016). Hasil yang diperoleh dari analisis kimia pada produk terasi udang disajikan pada Tabel 7.

(48)

Tabel 7. Nilai mutu kimia pada produk terasi udang rebon di Kecamatan Medan Belawan

Parameter Standar mutu (SNI 2716:2016)

Kode sampel produksi terasi

P1 P2 P3 P4

Kadar abu (%) Maks. 1,5 % 37,20 19,07 21,18 19,93

Kadar air (%) Maks 35 % 25,77 37,48 37,55 39,61

Kadar garam (%) 12-20 % 7,21 6,94 7,24 7,15

Kadar protein (%) Min. 15 % 20,15 19,45 22,3 18,45

Berdasarkan hasil pengujian kimia (proksimat) yang terdapat pada Tabel 7 diketahui bahwa nilai kadar abu yang diperoleh pada masing-masing produk terasi udang rebon P1, P2, P3 dan P4 telah melewati standard mutu kadar abu untuk produk terasi udang yang ditentukan oleh SNI 2716:2016 yakni maksimal sebesar 1,5%.

Kemudian hasil pengujian proksimat terhadap parameter kadar air menunjukkan bahwa nilai kadar air yang diperoleh pada sampel produk terasi udang rebon P1 masih memenuhi standard mutu kadar air produk terasi udang yang ditentukan oleh SNI 2716:2016 yakni maksimal sebesar 35 % sedangkan nilai kadar air yang diperoleh pada produk terasi udang P2, P3 dan P4 telah melewati standard mutu kadar air untuk produk terasi udang yang ditentukan oleh SNI 2716: 2016 yakni maksimal sebesar 35%.

Selanjutnya hasil pengujian proksimat terhadap parameter kadar garam menunjukkan bahwa nilai kadar garam yang diperoleh pada masing-masing produk terasi udang rebon P1, P2, P3 dan P4 belum memenuhi standard mutu kadar garam untuk produk terasi udang yang ditentukan oleh SNI 2716:2016 yakni berkisar antara 12-20%.

(49)

Adapun hasil pengujian proksimat terhadap parameter kadar protein menunjukkan bahwa nilai kadar protein yang diperoleh pada masing-masing produk terasi udang rebon P1, P2, P3 dan P4 telah memenuhi standard mutu kadar protein untuk produk terasi udang yang ditentukan oleh SNI 2716:2016 yakni minimal 15%.

Pembahasan

Bahan baku udang segar Pengujian organoleptik

Hasil pengujian organoleptik terhadap spesifikasi mutu kenampakan menunjukkan bahwa masing-masing sampel udang segar yang diperoleh dari setiap unit pengolahan terasi U1, U2, U3 dan U4 mendapatkan nilai 7 berdasarkan ketentuan penilaian yang terdapat pada SNI 01-2728.1-2006. Hal ini dikarenakan ketika saat pengujian berlangsung para panelis menilai bahwa kualitas tampilan visual sampel udang yang diamati sudah mulai mengalami perubahan pada tingkat kebeningan yang sudah mulai menghilang, warna yang sudah sedikit kusam dan kondisi ruas tubuh udang yang juga sudah mulai kurang kokoh. Perubahan yang terjadi pada mutu kenampakan sampel udang rebon disebabkan kurang baiknya para nelayan dalam penanganan udang pada saat udang yang didalam palka dan saat proses dibawanya udang ke laboratorium untuk dilakukan pengujian mutu yang dilakukan dengan cepat. Menurut Gustina (2015), semakin lama waktu penyimpanan maka warna udang akan semakin gelap dan memudar akibat pengaruh dari paparan terhadap oksigen, pH dan kadar air. Daging udang akan berwarna gelap kecoklatan apabila terjadi interaksi dengan oksigen dalam waktu lama pada suhu ruang.

(50)

Hasil pengujian organoleptik terhadap spesifikasi mutu bau juga menghasilkan nilai 7 untuk masing-masing sampel udang rebon segar U1, U2, U3 dan U4 berdasarkan ketentuan penilaian yang terdapat pada SNI 01-2728.1-2006.

Hal ini dikarenakan ketika saat pengujian berlangsung para panelis menilai bahwa bau spesifik pada sampel udang rebon yang diamati masih dalam keadaan netral.

Perubahan yang terjadi pada kualitas bau sampel udang rebon disebabkan sedikitnya pemberian es batu yang dilakukan oleh peneliti pada saat membawa udang rebon ke laboratorium dan sebagian es yang sudah mencair menyebabkan udang menjadi bau. Menurut Herliany et al. (2013), bau tidak sedap (off odor) pada produk udang-udangan merupakan hasil dari pembentukan senyawa amina (TMA), sulfida, alkohol, keton, aldehid dan asam organik oleh mikroba pembusuk.

Selanjutnya hasil pengujian organoleptik untuk spesifikasi mutu tekstur diketahui bahwa sampel udang rebon segar U1 mendapatkan nilai 6 berdasarkan ketentuan penilaian yang terdapat pada SNI 01-2728.1-2006. Hal ini dikarenakan ketika saat pengujian berlangsung para panelis menilai bahwa elastisitas, kekompakan dan kepadatan daging sampel udang rebon yang sedang diamati sudah mulai berkurang. Sedangkan hasil penilaian organoleptik untuk spesifikasi mutu tekstur pada sampel udang rebon segar U2, U3 dan U4 masing-masing mendapatkan nilai 5 berdasarkan ketentuan penilaian yang terdapat pada SNI 01-2728.1-2006. Hal ini dikarenakan ketika saat pengujian berlangsung para panelis menilai bahwa tekstur daging sampel udang rebon yang diamati sudah tidak lagi kompak, elastis dan padat. Kondisi kualitas tekstur daging sampel udang rebon yang sudah mengalami perubahan disebabkan saat pross penanganan

Gambar

Gambar 2. Peta lokasi penelitian
Gambar 3. Udang rebon (Acetes indicus)
Gambar 4.  Nilai organoleptik udang segar
Gambar 5. Nilai organoleptik terasi udang rebon

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan ketersediaan dan kebutuhan sumber daya air sangat perlu dilakukan, hasil perhitungan tersebut akan menunjukkan bagaimana pengaruhnya terhadap daya dukung

Robbins (1996) dalam Prawirodirdjo (2007) mengemukakan organisasi yang berbudaya kuat akan memiliki ciri khas tertentu sehingga dapat memberikan daya tarik bagi

Semakin lama waktu pengovenan menyebabkan penurunan rendemen yang signifikan pada kopi dari kulit pisang matang.. Sedangkan yang dari kulit pisang mentah tidak berbeda

Tindakan ibu mengenai diare sebagian besar baik (73,7%). Didapati hubungan antara pengetahuan ibu dan kejadian diare pada bayi dengan nilai p = 0,004. Didapati hubungan antara

Penelitian ini dilakukan di Perairan Kampung Ambong Kecamatan Likupang Timur Kabupaten Minahasa Utara.Tujuan dari penelitian ini mengetahui komposisi jenis lamun

Namun demikian, kegiatan transplantasi lamun belum pernah dilakukan di wilayah pesisir pantai Kota Ternate, sehingga penelitian ini diharapkan memberikan data dan

Adalah hasil karya saya, dan dalam naskah Tugas Akhir Penulisan Hukum ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan ornag lain untuk memperoleh gelar akademik

Perhitungan laju sedimentasi di dalam waduk dihitung berdasarkan hasil sedimen yang didapat pada pengukuran tersebut.. Perhitungan sedimen dan laju sedimentasi waduk dapat