• Tidak ada hasil yang ditemukan

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

         

Hak cipta dan penggunaan kembali:

Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah,

memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk

kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama

penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat

yang serupa dengan ciptaan asli.

Copyright and reuse:

(2)

3.

BAB III

METODOLOGI

3.1. Gambaran Umum

Karya animasi dua dimensi berjudul (IM)Mortal Theathre ini bercerita tentang

perjuangan seorang reporter ditengah – tengah kekacauan kiamat. Melalui karya

ini, penulils bertujuan untuk merancang shot yang bisa menggambarkan situasi

kekacauan hari akhir melalui adegan – adegan yang dialami oleh beberapa tokoh.

Visualisasi adegan – adegan tersebut akan membandingkan bagaimana perubahan

sikap para tokoh di awal, ketika kabar hari akhir pertama kali terdengar, dan di

akhir, ketika para karakter akan menghadapi penghujung hidup mereka.

Pemaparan kontras adegan tersebut akan bertumpu pada elemen – elemen visual

yang bisa dimuat ke dalam satu frame dengan hasil akhir berupa shot.

Pengumpulan data dimulai dari studi literatur yang bertujuan untuk

mencari sumber pustaka yang mendukung bagaimana proses perancangan sebuah

shot harus dilakukan. Pengkajian ini tentunya dibatasi oleh batasan – batasan yang

sebelumnya sudah ditentukan di latar belakang. Hal – hal yang menjadi batasan

adalah bagaimana shot - shot yang akan dirancang akan ditentukan dari komposisi

gambar, sudut pengambilan gambar, jarak pengambilan gambar, dan aspek –

aspek visual storytelling-nya. Setelah itu, akan dilakukan studi referensi dari karya

– karya audiovisual yang sudah ada, baik itu dari live action atau animasi. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh acuan yang sesuai dengan studi pustaka

(3)

3.1.1. Sinopsis

Bercerita tentang seorang reporter bernama Arka. Ia adalah seorang reporter yang

payah, karirnya buruk dan sering mengalami kejadian yang tidak menguntungkan.

Meskipun begitu, ia adalah sosok yang giat, selalu mencoba terus untuk sukses

dalam karirnya. Malam itu Arka yang siangnya gagal melakukan debut live

diancam pemecatan oleh bosnya. Arka yang merasa sudah bekerja keras

mengamuk, merasa sang penguasa tidak memperlakukannya dengan adil, ia

membencinya.

Keesokan harinya, hari di mana Arka diberi kesempatan terakhir untuk

meliput berita, keajaiban terjadi. Pagi itu, langit gelap menyelimuti kota, cahaya

merah perlahan muncul dari langit. Batu – batu kecil mulai berterbangan, tanah

bergetaran dan serpihan gedung pun mulai ikut berterbangan. Bongkahan batu

tersebut perlahan membentuk sosok di langit. Sosok besar yang mengaku sebagai

sang Kadim. Ia berkata bahwa manusia sudah busuk dan perlu dimusnahkan, tapi

ia memberi waktu 24 jam kepada seluruh manusia untuk membuktikan diri bahwa

mereka masih pantas hidup. Arka hanya diam dan tidak bisa berkata apapun. Sang

Kadim lalu melanjutkan perkataannya, ia menjanjikan kesuksesan dan kenikmatan

dunia bagi siapapun yang berhasil. Mendengar hal tersebut, Arka merasa dirinya

paling pantas. Ia bermaksud untuk membuktikan hal tersebut kepada sang Kadim.

(4)

berperan sebagai pembuat storyboard yang bertanggung jawab untuk merancang

shot - shot yang sudah dipilih agar dapat menvisualkan adegan sesuai dengan

konsep cerita di dalam naskah.

3.2. Tahapan Kerja

Gambar 3.1 Skema tahapan kerja perancangan shot (Dokumentasi penulis)

Perancangan dimulai dari konsep cerita lalu terus berlanjut sampai kepada studi

referensi. Diantara kedua hal tersebut, studi pustaka dilakukan agar perancangan

memiliki basis yang terukur dan teruji secara empiris. Setelah studi referensi

selesai, ekplorasi dilakukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan studi

(5)

3.3. Konsep Shot

Dalam proses perancangan shot animasi dua dimensi berjudul (IM)Mortal Theatre

ini, akan digunakan beberapa acuan dari karya audiovisual yang sudah ada. Hal

tersebut dilakukan sebagai tolak ukur pengaplikasian teori – teori mengenai shot

agar bisa tersampaikan sesuai dengan konteks naratif cerita, atau pesan yang ingin

disampaikan.

Adapun, tiap shot yang akan dirancang memiliki konsep dan pesan

berbeda namun tetap saling berhubungan satu sama lain. Contohnya, shot 47 dan

shot 48 akan terhubung dengan shot 105 karena konsep dan konteks naratif pada

filmnya. Secara naratif, adegan yang terjadi pada shot 47 dan shot 48 adalah

pertama kalinya sang Kadim turun ke bumi dan akan membuat kepanikan di

pertengahan film. Sesuai dengan potongan naskah berikut:

Gambar 3.2. Potongan naskah untuk shot 47 dan shot 48 (Dokumentasi pribadi)

Lalu pada shot 105 sang Kadim akan turun kedua kalinya untuk “menyelamatkan”

(6)

Gambar 3.3. Potongan naskah untuk shot 105 (Dokumentasi pribadi)

Dengan narasi seperti itu, tercipta lah konsep di mana kedua adegan tersebut

dihubungkan untuk menciptakan kontras yang menunjukan perkembangan tokoh

sang Kadim. Begitu pula dengan shot 61 dan shot 143, keduanya terhubung oleh

konteks naratif. Shot 61 adalah adegan di mana karakter Capres dengan percaya

dirinya berkampanye ria.

Gambar 3.4 Potongan naskah untuk shot 61 (Dokumentasi pribadi)

Namun di shot 143 adegannya menunjukan sosok Capres yang sedang terlihat

murung menyesali perbuatannya.

(7)

Kedua adegan tersebut juga dihubungkan untuk menciptakan kontras dan

perkembangan karakter yang terjadi pada tokoh Capres di pertengahan dan di

akhir film.

Visualisasi kontras akan dianalisa dengan menggunakan teori komposisi,

angle, jenis shot, dan elemen – elemen visual storytelling seperti line, space, dan

movement. Keempat teori ini dipilih karena masing – masing memiliki fungsi

yang dapat mempengaruhi bagaimana pesan atau konsep shot tersebut dapat

tersampaikan. Komposisi misalnya, menurut Mercado (2011, hal. 6 – 8)

komposisi dinilai dapat mempengaruhi pesan yang ingin disampaikan kepada

audiens. Lalu, angle seperti yang Thompson & Bowen (2009, hal 41 - 42) katakan

bahwa penggunaannya dapat memanipulasi persepsi audiens terhadap subjek yang

ada di dalam layar. Shot memiliki peran sebagai eksekusi bagaimana komposisi

dan angle akan diterapkan, seperti yang Mercado (2011, hal 25) ungkapkan,

pencapaian hal tersebut tergantung sekali oleh bagaimana perancangan komposisi

shot yang meaningful. Terakhir, elemen – elemen visual storytelling seperti line,

space, dan movement memiliki tujuan untuk merangkai bagaimana aspek – aspek

sebelumnya dapat tertata sesuai dengan konsep yang diinginkan, seperti yang

diungkapkan oleh Brown (2012) yang mengatakan bahwa visual storytelling

adalah proses penyampaian sebuah cerita yang dilakukan melalui elemen –

(8)

3.3.1. Studi Referensi untuk Shot 47 dan Shot 48

Shot 47, dan Shot 48 harus bisa memvisualkan adegan intense yang terjadi di

dalam cerita. Karena kemunculan sang Kadim pertama kali pada adegan ini harus

menggambarkan betapa besar dan mengintimidasi sosoknya tersebut, perlu

pengolahan aspek visual yang tepat agar dapat mengkomunikasikan pesan yang

sesuai dengan konteks tadi. Studi referensi ini akan bertujuan untuk mencari

bentuk pengolahan visual yang tepat sesuai dengan konteks dan studi pustaka

pada bab sebelumnya, di mana studinya sendiri akan mengacu pada serial Attack

on Titan dan Evangelion.

Serial animasi Attack on Titan dan Evangelion Series akan digunakan

sebagai bahan studi referensi pada shot ini, karena dinilai memiliki kemiripan

konteks cerita, di mana ada sosok yang derajatnya lebih besar daripada manusia

datang ke bumi untuk membuahkan kekacauan. Attack on Titan secara garis besar

bercerita tentang perjuangan manusia melawan bangsa Titan yang berusaha

membasmi manusia. Lalu, Evangelion Series bercerita tentang perjuangan

manusia yang hidup di dunia di mana higher being yang disebut Angel mencoba

membasmi peradaban di bumi. Dari garis besar cerita tersebut, dinilai kedua seri

ini layak untuk digunakan sebagai bahan studi referensi shot ini.

3.3.1.1. Sudut dan Jarak Pengambilan Gambar

Kedua hal tersebut berkaitan erat dengan bagaimana sebuah shot diambil.

Jenis shot dan angle menjadi basis yang dapat mempengaruhi persepsi

penonton akan hal yang terjadi di dalam layar. Seperti contohnya di film

(9)

Gambar 3.6 Penggunaan extreme long shot dan low angle (The End of Evangelion, 1997)

Pada pertengahan film, Eva-02 berwarna merah yang sudah kalah dan

hancur terbaring di tanah, sedangkan Eva-01 yang kedudukannya lebih

tinggi berada di langit, menunggu untuk dijadikan persembahan untuk

Lilith.

Pada adegan tersebut, penggambaran kedudukan diantara Eva-01

dan Eva-02 didukung oleh penggunaan extreme long shot. Seperti yang

dijelaskan oleh Mercado (2011), extreme long shot berguna untuk

memberikan informasi tempat di mana karakter tersebut berada. Dengan

menunjukan keberadaan Eva-01 di langit dan Eva-02 di tanah,

memberikan informasi tempat dan derajat yang berbeda.

Ditambah lagi dengan penggunaan low angle yang menurut

Thompson & Bowen (2009) akan membuat karakter yg dituju lebih kuat.

(10)

juga memberi informasi bahwa sosok Eva-01 bisa menjadi ancaman bagi

semua makhluk yang hidup di bawah.

Gambar 3.7 Close-up shot pada seri Attack on Titan (Attack on Titan, 2013)

Kemunculan pertama sosok Titan didukung oleh penggunaan

close-up shot yang secara efektif membuat wajahnya yang menyeramkan

tersebut mendapatkan perhatian utama sehingga shot tersebut memberikan

atmosfir yang menegangkan. Persepsi menyeramkan dari sosok Titan juga

muncul diakibatkan oleh penggunaan low angle dalam shot ini.

(11)

Eksekusi low angle juga teelihat pada film Evangelion 2.0 ketika

sosok Angel ke delapan turun dari atas langit. Persepsi bahwa sosok

tersebut lebih tinggi derajatnya dibanding manusia tercipta karena

pemilihan sudut pengambilan gambar itu sendiri. Lalu diambil dengan

jarak long shot yang mengakibatkan terlihatnya seluruh tubuh Angel

tersebut, dapat membantu memperjelas informasi kepada audiens seperti

apakah makhluk yang akan membawa kehancuran ke bumi, dan dari

manakah asal makhluk tersebut datang.

Gambar 3.9 . Meteor pada seri Animasi One-Punch Man (One-Punch Man, 2015)

Implementasi sudut pengambilan gambar yang berbeda terlihat

pada seri animasi One-Punch Man ketika ada meteor yang datang ke bumi.

Jika contoh sebelumnya mayoritas menggunakan low angle untuk

memberikan persepsi sosok yang lebih tinggi derajatnya, disini meteor

(12)

raksasa tersebut. Informasi berupa ke mana meteor tersebut akan jatuh

didaptkan karena shot ini menggunakan medium shot yang meskipun titik

fokusnya adalah sang meteor itu sendiri, tetapi masih bisa memberikan

sedikit informasi mengenai latar ceritanya.

Dari keempat bahan acuan di atas, mayoritas menggunakan low

angle sebagai implementasi persepsi sosok yang lebih besar derajatnya

sehingga atmosfir yang intense dapat diraih. Namun, ditemukan banyak

variasi jarak pengambilan gambar yang didapat, mulai dari extreme long

shot, medium shot, dan close up, hal tersebut terjadi dikarenakan

perbedaan informasi yang ingin disampaikan kepada audiens. Pesan

perbedaan derajat akan menggunakan extreme long shot atau long shot

seperti yang ditunjukan pada contoh di gambar 3.6 dan 3.8. Sedangkan

untuk memberikan informasi berupa siapa atau apa yang akan

menghancurkan bumi, jarak pengambilan yang lebih dekat akan dipilih

seperti gambar 3.7 dan 3.9.

3.3.1.2. Komposisi Gambar

Komposisi terdiri dari bermacam – macam jenis, Balanced/Unbalanced,

Rule of Thirds, dan Hitchcock’s rule. Ketiga komposisi tersebut dapat

menyampaikan makna yang berbeda. Menurut Mercado (2011, hal. 8),

untuk menciptakan rasa kekacauan dan atmosfir berbahaya, penggunaan

(13)

Gambar 3.10 Contoh Komposisiunbalanced

(The End of Evangelion, 1997)

Contohnya pada seri The End of Evangelion, komposisi unbalanced

ditunjukan dari porsi elemen visual yang tidak seimbang. Jika

diperhatikan, sisi atas yang berupa langit luas hampir menguasai seluruh

bagian frame, sedangkan sisi bawahnya yang berupa pepohonan dan

bebatuan tidak sampai memenuhi lebih dari lima puluh persen ini frame.

Gambar 3.11 Penggunaan komposisi unbalanced pada animasi Attack on Titan (Attack on Titan, 2013)

(14)

visual yang tidak proporsional terlihat lebih jelas ketika frame dipilah

secara vertikal maupun diagonal. Komponen visual yg terbagi dari sisi

kanan dan kiri ataupun atas dan bawah tidak tersebar dengan perbandingan

yang sama. Jika dipecah secara diagonal, bagian kepala Colossal Titan

hampir memenuhi seluruh frame, tidak sebanding dengan tembok yang

berada di bawahnya. Jika dipecah secara vertikal pun, sisi kepalanya masih

memenuhi keseluruhan sisi kiri frame, sedangkan di sisi kanan hanya

terlihat bagian tangan dan tembok yang tidak setara besarnya.

Gambar 3.12 Penggunaan komposisi unbalanced pada animasi Evangelion 2.0 (Evangelion 2.0 2010)

Eksekusi yang sama juga terlihat pada serial Evangelion 2.0 (2010) ketika

angel ke-delapan akan menyerang bumi, komposisi Unbalanced yang

diterapkan menaruh sang tokoh pada sisi yang tidak nyaman, tidak

ditengah, tidak terlalu kiri, maupun terlalu kanan. Hal tersebut

(15)

Gambar 3.13 Penggunaan komposisi unbalanced pada animasi One-Punch Man (One-Punch Man, 2013)

Lalu contoh komposisi Unbalanced paling jelas terlihat pada serial

animasi One-Punch Man (2015), ketika meteor akan jatuh ke bumi.

Meteor yang akan menghancurkan kota di bawahnya tersebut memenuhi

sisi kanan frame menyisakan sedikit bagian kiri yang menjadi arah

geraknya. Karena sempitnya area tersebut, penonton dapat merasakan

bahwa sang meteor semakin mendekati tujuannya, yang mana akan

menambah atmosfir menegangkan pada adegan tersebut.

Dari keempat contoh di atas, semuanya menggunakan komposisi

unbalanced yang ditunjukan oleh tidak seimbangnya porsi penyebaran

elemen visual di dalam frame. Jika diperhatikan kembali keempat contoh

sebelumnya, porsi terbesar di dalam frame selalu diisi oleh sosok atau

benda yang memang di dalam konteks ceritanya dimaksudkan untuk

(16)

3.3.1.3. Visual Storytelling

Beberapa aspek visual storytelling menurut Block adalah movement,

space, dan line, di mana ketiganya memiliki dampak yang dapat

mempengaruhi kontras dan afinitas suatu gambar.

a. Space

Seperti yang diungkapkan Block (2008), space mengutub menjadi dua,

deep space, dan flat space. Gambar yang menggunakan deep space akan

memiliki kontras dan intensitas visual yang tinggi. Seperti contohnya pada

gambar 3.6., deep space ditunjukan oleh depth cue berupa tiga poin

prespektif ke arah atas, ditambah dengan tone langit yang kontras dengan

pepohonan dan reruntuhan di bawahnya. Jika diperhatikan kembali, fokus

gambar tidaklah diberi efek blur.

Contoh lain ada pada gambar 3.7 dan 3.9, meskipun depth cue

prespektif tidak terlalu jelas dan beberapa area diberi efek blur, deep space

masih dapat terasa dari perspektif yang dihasilkan oleh kedua gambar. Hal

ini juga dikarenakan perbedaan tone yang tinggi pada bagian langit dan

tembok pada gambar 3.7. Sedangkan pada gambar 3.9, perbedaan tone

ditunjukan oleh api pada meteor dan asap – asap dibelakangnya.

Perbedaan tone keras pada kedua gambar tersebut juga bertujuan untuk

memfokuskan gambar pada objek yang secara konteks dirancang untuk

terlihat mengancam. Gambar 3.6 dan 3.8 juga menggunakan tone dan

(17)

yang kontras dengan objek disekitarnya, ditambah efek distorsi yang

tercipta karena penggunaan low angle dan perspektif.

b. Line

Orientasi garis dapat mempersepsikan intensitas visual yang berbeda.

Seperti yang dikatakan oleh Block (2008), sebuah gambar dapat

disederhanakan menjadi garis – garis yang menentukan arah objek. Selain

itu, kualitas garis seperti garis lengkung, atau garis lurus juga

mempengaruhi intensitas visual. Gambar – gambar di bawah adalah hasil

penyederhanaan dari gambar – gambar sebelumnya menjadi garis – garis

yang mewakili orientasi objek di dalamnya.

(18)

katakan, garis diagonal akan menciptakan kontras yang tinggi sehingga

gambar lebih dinamis dan intense. Hal tersebut sesuai dengan kondisi

objek pada contoh – contoh gambar tersebut yang secara naratif memang

dibuat untuk memberi atmosfir yang menegangkan kepada audiens.

Secara kualitas garis, jika dilihat pada gambar 3.14, gambar 3.6, 3.7, dan

3.9 memiliki tingkat kontras yang lebih tinggi daripada gambar 3.8. Jika

bentuk objek - objek mereka disederhanakan, maka akan terlihat seperti

(19)

Gambar 3.15 Bentuk penyederhanaan kualitas garis gambar 3.2, 3.3, dan 3.5. (Dokumentasi penulis)

(20)

Gambar 3.16 Bentuk penyederhanaan kualitas garis gambar 3.8 (Dokumentasi penulis)

Ketiga gambar sebelumnya terlihat lebih kompleks dan kontras karena

gambar – gambar tersebut memiliki kombinasi garis yang lebih rumit

daripada gambar 3.8. Meskipun begitu, gambar 3.8 masih terbilang cukup

kontras karena masih tersusun oleh beberapa kombinasi garis lurus dan

melengkung.

c. Movement

Bagaimana sebuah objek atau elemen visual di dalam frame bergerak juga

menjadi penentu tingkat intensitas visual yang dihadirkan. Block (2008)

singkatnya menjelaskan bahwa objek yang berlawanan arah akan memiliki

kontras yang lebih tinggi daripada objek yang searah. Jika dibandingkan

kembali gambar 3.6, 3.7, 3.8, dan 3.9 sesuai dengan arah gerak objeknya

(21)

Gambar 3.17 Pergerakan satu arah yang dihasilkan objek ((The End of Evangelion, 1997, Evangelion 2.0 2010)

(22)

Gambar 3.19 Pergerakan berlawanan arah yang dihasilkan objek (One-Punch Man, 2013)

Jika dibandingkan sesuai dengan arah gerak keempatnya, gambar yang

memiliki intensitas visual paling tinggi adalah gambar 3.9, yaitu gambar

meteor dari One-Punch Man. Karena sesuai dengan teori yang dikatakan

oleh Block, gambar yang memiliki arah yang berlawanan akan terlihat

kontras, dinamis, dan memiliki intensitas visual yang tinggi.

3.3.1.4. Lensa

Dari keempat acuan shot sebelumnya, hanya gambar 3.6 lah yang terlihat

menggunakan lensa wide, sedangkan yang lainnya menggunakan lensa

normal. Penggunaan lesa wide pada gambar 3.6 dibuktikan oleh distorsi

yang terjadi di langit serta awan – awan yang membelok seperti membuat

efek fish eye. Karena penggunaan lensa wide tersebut, seperti yang

dikatakan oleh Brown (2012, hal. 7) menimbulkan impresi bahwa sesuatu

yang buruk akan terjadi. Sedangkan pada contoh yang lain, tidak

(23)

maka dari itu ketiga contoh yang lain hanya mengimplementasikan lensa

normal saja. Maka dari itu karena lensa wide akan dipilih sebagai acuan

karena dirasa lebih kompatibel untuk menekankan atmosfir menegangkan

dan teror.

3.3.1.5. Kesimpulan

Tabel 3.1 Hasil penelitian shot 47 dan shot 48

Jarak Medium, long shot, extreme long shot

Sudut Low angle

Komposisi Unbalanced

Space Deep space

Line Orientation Diagonal

Line Quality Perpaduan garis - garis lurus dan garis- garis lengkung

Movement Satu arah atau berlawanan arah

Lensa Wide

Tabel diatas adalah rincian bagiamana aspek – aspek visual harus diatur di

dalam frame untuk menunjukan intensitas adegan dan rasa mengintimidasi

yang akan ditunjukan oleh sang Kadim berdasarkan studi referensi yang

(24)

3.3.2. Studi Referensi untuk Shot 105

Shot 105, pada adegan ini, sang Kadim akan turun kembali ke bumi dengan tujuan

akhir yang damai, dengan maksud menyadarkan umat manusia dan

menyelamatkan mereka dari sisi yang buruk. Studi referensi ini akan bertujuan

untuk mencari bentuk pengolahan visual dengan konteks dan keyword yang sama,

yaitu ketentraman. Studi pada shot ini akan menggunakan seri Evangelion saja

karena di dalam cerita ini terdapat beberapa tokoh higher being seperti Eva seri 00

- 06, dan Lilith yang berfungsi untuk menyelamatkan umat manusia. Karena

kesamaan konteks yaitu menyelamatkan, maka Evangelion dinilai kompatibel

untuk digunakan sebagai bahan acuan untuk shot ini.

3.3.2.1. Sudut dan Jarak Pengambilan Gambar

Sudut dan jarak pengambilan gambar akan menentukan elemen visual apa

yang ada di dalam frame.

(25)

Dalam babak terakhir Evangelion 2.0 (2010), Eva-Mark.06 akan turun dari

bulan untuk mengagalkan Third Impact yang hampir saja memusnahkan

kehidupan di bumi. Penempatan bulan dan Eva-Mark.06 di sisi atas

dengan Eva-01 yang telah tumbang di tanah memberi kesan perbedaan

hirarki diantara keduanya. Impresi tersebut dapat tercapai karena didukung

oleh extreme long shot yang dapat memfokuskan di mana adegan tersebut

terjadi.

Sosok Eva-Mark.06 yang terlihat elegan dan netral dapat

tereksekusi karena sudut pengambilan gambar yang normal. Hal ini sesuai

dengan apa yang dikatakan Thompson dan Bowen (2009) mengenai

normal angle. Di mana jika objek dalam frame digambarkan dengan sudut

normal, maka audiens akan menganggap objek tersebut mempunyai

kedudukan yang setara dengan mereka.

(26)

meskipun pengambilan gambar dari sisi bawah, shot ini tidak

menggunakan low angle, melainkan masih menggunakan normal angle

karena tidak adanya distorsi atau efek yang timbul diakibatkan oleh

penggunaan prespektif yang biasanya terdapat pada low angle. Jarak long

shot yang digunakan berguna untuk memberi informasi di mana sosok

tersebut berada.

Gambar 3.22 Contoh extreme long shot dan normal angle (The End of Evangelion, 1997)

Contoh berikutnya diambil dari seri The End of Evangelion ketika

tokoh Lilith sedang melakukan upacara bernama Human Instrumentality

Project. Upacara tersebut singkatnya adalah upaya menyatukan seluruh

umat manusia menjadi satu being dan menghapus kehidupan singuler di

bumi, sehingga tidak ada lagi kejahatan dan kebencian di dunia. Dapat

dilihat bahwa implementasi normal angle kembali terlihat disini. Karena

konteks upacara tersebut di dalam cerita merupakan upacara sakral yang

dapat membawa kehidupan baru di bumi, maka persepsi yang tercipta

haruslah membuat audiens merasa tentram, maka dari itu normal angle

(27)

berupa sosok Lilith yang menjadi penengah kehidupan alam manusia dan

alam makhluk lain bisa terlihat karena di dalam frame terdapat gambar

bumi di sisi bawah, gambar luar angkasa di sisi atas, dan Lilith di antara

keduanya.

Gambar 3.23 Contoh close up shot dan high angle (The End of Evangelion, 1997)

Contoh di atas merupakan terusan dari shot sebelumnya, di mana

Lilith akan memulai upacara dengan menghisap kehidupan manusia dari

bola hitam yang ada di tengah. Pada contoh ini, angle yang digunakan

adalah high angle untuk menunjukan kedudukan bola hitam tersebut yang

dikuasai penuh oleh Lilith. Jarak close up juga digunakan untuk

memfokuskan bagaimana Lilith memegang kendali atas upacara yang akan

terjadi.

Dari keempat contoh di atas, dapat diperoleh pelajaran bahwa

(28)

Penggunaan normal angle juga mayoritas digunakan, karena dengan sudut

tersebut atmosfir yang netral dan tentram dapat dicapai.

3.3.2.2. Komposisi Gambar

Menurut Mercado (2011, hal. 14), komposisi Balanced adalah ketika

elemen visual terdistribusi secara seimbang, menghasilkan gambar yang

simetris. Penggunaannya bervariasi, namun dapat dikatakan bahwa

efeknya akan berlawanan dengan pasangannya yaitu, Unbalanced yang

memberi atmosfir tidak nyaman.

Gambar 3.24 Contoh komposisi balanced (Evangelion 2.0, 2010)

Contoh pertama dari seri Evangelion 2.0 ketika sosok Eva-Mark 06 yang

berhasil mengagalkan Third Impact yang bisa memusnahkan bumi. Jika

frame dibagi secara horisontal maka terlihat penyebaran porsi yang cukup

seimbang. Di sisi atas terdapat bulan dan Eva-06, sedangkan di bawah

(29)

Gambar 3.25 Contoh komposisi balanced (Evangelion 2.0, 2010)

Lalu ketika kemunculan pertama kali Eva-02 pada serial

Evangelion 2.0 (2010), ia ditugaskan untuk menyelamatkan kota New

Tokyo dari serangan angel ke-tujuh. Ia turun dari langit dengan bantuan jet

yang membuatnya dapat terbang. Berhubungan dengan deskripsi naratif

tersebut, Hideaki Ano, sang sutradara memutuskan untuk mengeksekusi

momen tersebut menggunakan komposisi Balanced. Dengan membagi

frame secara diagonal, sisi atas dan bawah, pendistribusian elemen

visualnya akan terlihat lebih simetris. Selain itu, penempatan tokoh Eva-02

yang berada di tengah frame juga membuatnya terkesan lebih kuat dan

terpercaya.

Eksekusi berbeda namun tetap menggunakan jenis komposisi yang

(30)

Gambar 3.26. Komposisi balanced yang diterapkan untuk menjelaskan keharmonisan

(The End of Evangelion, 1997)

Sutradara Hideaki Ano banyak menggunakan komposisi balanced untuk

menjelaskan proses yang disebut human instrumentality project pada

filmnya. Secara konteks, harusnya adegan tersebut dibuat layaknya

upacara yang suci dan sempurna. Dalam adegan tersebut, sosok putih

bernama Lilith meskipun digambarkan sebagai makhluk yang besar dan

relatif menakutkan, audiens tidak akan merasakan atmosfir menakutkan

atau tidak nyaman. Hal tersebut terkait dengan komposisi balanced yang

(31)

Hasilnya, gambar yang tercipta akan memberikan kesan stabilitas dan

harmoni.

3.3.2.3. Visual Storytelling

a. Space

Gambar 3.22 dan gambar 3.23 adalah contoh yang cukup sempurna

untuk flat space. Gambar 3.22 maupun gambar 3.23, keduanya tidak

memiliki depth cue. Gambar 3.22 misalnya, karena latar belakang

dipenuhi warna hitam, hasilnya prespektif tidak nampak. Meskipun

perbedaan tone-nya sangat keras, di mana hitam langsung bertemu

dengan putih, justu warna hitam tersebut yang membuat kesan surface

division pada gambar. Hasilnya bagian belakang dari tokoh Lilith terasa

datar. Gambar 3.23 juga memiliki kasus yang hampir mirip. Meskipun

tone tangan dan bulan hitam ditengahnya membuat kontras, hal tersebut

menjadi tidak berarti karena kedua objek tersebut tidaklah memiliki

depth cue berupa prespektif. Karena permukaan bumi di bawahnya yang

rata menyebabkan potensi akan adanya depth cue lain menjadi hilang.

Karena tidak adanya depth cue, maka gambar menjadi flat dan intensitas

gambar menjadi rendah.

Untuk memvisualkan kesan ketentraman, maka gambar harus

(32)

cakupan space, maka contoh – contoh sebelumnya yang menggunakan

flat space dinilai sesuai dengan konteks.

b. Line

Block mengatakan bahwa garis merupakan salah satu aspek visual

storytelling yang dapat mempengaruhi intensitas visual dan kedinamisan

gambar.

Gambar 3.27 Hasil penyederhanaan objek pada gambar 3.16 (Dokumentasi penulis)

Jika gambar 3.20 disederhanakan menjadi bentuk garis – garis

sederhana, maka akan terlihat bahwa gambar terdiri dari objek – objek

yang membentuk garis horisontal dan vertikal. Sesuai dengan konteks

adegannya, orientasi garis – garis tersebut pun memberi kesan gambar

yang tenang dan statis.Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Block

(2008, hal. 101) bahwa garis – garis horisontal dan vertikal memiliki sifat

(33)

Gambar 3.28 Hasil penyederhanaan objek pada gambar 3.21 (Dokumentasi penulis)

Sekarang apabila objek – objek pada gambar 3.21 disederhanakan

sedemikian rupa sehingga menjadi garis – garis, maka akan banyak

ditemukan garis dengan orientasi diagonal. Jika dipahami kembali, adegan

tersebut adalah awal dari adegan aksi yang akan dilakukan Eva-02 untuk

melawan angel. Meskipun komposisinya Balanced jika orientasi garisnya

diagonal, hasilnya pun masih tetap intense dan dinamis secara visual.

Untuk memperjelas perbandingan, gambar 3.22 dan gambar 3.23 bisa

(34)

Gambar 3.29 Hasil penyederhanaan objek pada gambar 3.22 (atas), dan gambar 3.23 (bawah)

(Dokumentasi penulis)

Gambar 3.22 lebih banyak memiliki garis diagonal, sedangkan yang

bawah terbentuk dari banyak garis vertikal. Gambar yang atas adalah

ketika tokoh Lilith baru saja bangkit dan belum siap memulai upacaranya.

Gambar yang bawah adalah ketika upacara sedang berlangsung. Karena

konteks upacara tersebut dinilai suci, maka sejalan dengan berlangsungnya

upacara tersebut, intensitas visual sengaja dibuat rendah agar atmosfir film

berasa tenang. Hal ini sejalan dengan apa yang Block (2008, hal. 101)

katakan mengenai garis – garis vertikal dan horisontal yang sifatnya lebih

statis.

(35)

Dari kualitas garis, gambar yang memiliki intensitas visual paling rendah

adalah gambar 3.22, dan gambar 3.23. Karena keduanya tidak banyak

memadukan garis – garis lurus dengan garis – garis lengkung.

c. Movement

Jika dibandingkan arah gerak gambar 3.20, 3.21, 3.22, dan 3.23, hasilnya

akan seperti ini:

Gambar 3.31 Hasil pergerakan garis yang dihasilkan objek pada gambar sebelumnya

(Dokumentasi penulis)

Jika disesuaikan dengan teori yang diungkapkan oleh Block,

mengenai kontras dan afinitas arah gerak, maka gambar 3.20 adalah

gambar yang memiliki tingkat afinitas paling tinggi. Hal tersebut

dikarenakan gambar hanya memiliki satu arah gerak. Lalu, yang memiliki

tingkat afinitas tertinggi di peringkat dua adalah gambar 3.23, karena

meskipun arahnya berlawanan, objek bergerak menuju satu tujuan yang

sama, yaitu ke tengah frame.

3.3.2.4. Lensa

(36)

– pesan seperti penyelamatan atau harmoni yang terdapat pada shot – shot tersebut

3.3.2.5. Kesimpulan

Tabel 3.2 Hasil penelitian shot 105 Jarak Close up, long shot, extreme long shot

Sudut Normal angle

Komposisi Balanced

Space Flat space

Line Orientation Vertikal dan horisontal

Line Quality Satu jenis garis, lengkung atau lurus

Movement Satu arah atau satu tujuan arah

Lensa Normal

Tabel diatas adalah rincian bagiamana aspek – aspek visual harus diatur di

dalam shot untuk menunjukan ketentraman dan harmoni. Data di dalam

informasi tersebut didapatkan dari hasil analisa acuan sebelumnya.

3.3.3. Studi Referensi untuk Shot 61

Shot 61, pada adegan ini, akan ada tokoh Capres yang menggunakan kekacauan

dan kepanikan masyarakat sebagai umpan untuk mempromosikan dirinya sendiri.

Karena posisinya sebagai pemimpin partai, dengan sombong dan percaya dirinya

ia berkata kepada masyarakat bahwa dirinya mampu menghentikan sang kadim

(37)

karya audiovisual yang sudah ada, dengan memperhatikan kesamaan konteks

yang ditawarkan yaitu adanya karakter pemimpin yang menjadi penggerak grup.

Referensi yang akan digunakan adalah film Memories of Murderer dan

Gang of New York. Film Memories of Murderer secara garis besar bercerita

tentang kasus pembunuhan berantai yang terjadi di perkampungan Korea, di mana

kasus tersebut ditangani oleh dua detektif congkak yaitu Doo-Man dan Yoon yang

berlomba untuk membuktikan siapa yang pertama kali dapat menangkap

tersangka. Konteks narasi yang sama dari film Memories of Murderer adalah

adanya tokoh yang merasa paling benar dan secara sombong merasa mampu

melakukan hal yang tidak mungkin. Lalu, Film Gang of Newyork yang bercerita

tentang perseteruan dua kubu yang dipimpin oleh Bill “The Butcher” dengan

“Priest” Vallon. Kesamaan yang terdapat pada Gang of Newyork adalah adanya

tokoh yang memimpin suatu grup yang mempunyai tujuan tertentu. Kedua film

tersebut memiliki konteks yang sesuai dengan keadaan tokoh Capres disini, maka

dari itu keduanya dianggap kompatibel untuk digunakan sebagai bahan referensi.

3.3.3.1. Sudut dan Jarak Pengambilan Gambar

Film Memories of Murder konsisten menggunakan low angle ketika para

tokoh detektif di film tersebut sedang menganalisa korban pembunuhan

(38)

Gambar 3.32 Contoh penggunaan low angle (Memories of Murder, 2003)

Seperti dua contoh gambar di atas, kedua gambar memiliki konteks naratif

yang sama. Gambar sebelah kiri adalah adegan ketika detektif Doo-Man

(pria yang berada disisi paling kanan frame) berlagak tahu apa yang

sebenarnya terjadi di tempat kejadian perkara. Pada adegan tersebut,

kepolisian sedang mencoba mereka ulang pembunuhan. Tetapi yang

terjadi justru Doo-Man dengan seenaknya mengatur aktivitas reka adegan

tersebut tanpa berkonsultasi kepada saksi mata. Sedangkan gambar di

sebelah kanan, adalah adegan ketika detektif Yoon (berkemeja biru)

dengan sombongnya menganalisa bukti lapangan dan membandingkannya

dengan laporan palsu yang sebelumnya ditulis oleh detektif Doo-Man.

Meskipun penggunaan low angle pada kedua gambar tersebut

teraplikasikan kepada setiap tokoh yang ada di frame, detektif Doo-Man

dan Yoon tetap mendominasi frame karena posisi mereka yang terlihat

lebih tinggi daripada karakter lain. Dapat disimpulkan bahwa kedua

gambar diatas sama – sama menggunakan low angle sebagai bentuk

penggambaran sosok tokoh yang mendominasi atau merasa paling benar.

(39)

(2009) bahwa dengan penggunaan sudut tersebut, objek pada frame akan

terkesan lebih kuat dan dominan.

Untuk jarak pengambilan gambar, sutradara Bong Joon-ho

menggunakan tipe medium shot yang mana membuat tidak hanya satu

karakter saja yang bisa masuk ke dalam frame, namun cukup banyak.

Contohnya pada gambar 3.32 sebelah kanan, karena medium shot menurut

Mercado (2011) masih dapat diandalkan untuk menangkap ekspresi dan

gestur tiap karakter, penggunaan jenis shot ini menjadi efektif untuk

mendapatkan reaksi tokoh – tokoh lain setelah detektif Yoon

mengungkapkan analisa tajamnya. Lalu untuk gambar sebelah kiri,

manfaat yang didapatkan dari penggunaan medium shot pada adegan

tersebut kurang lebih sama, yaitu mendapatkan gestur, gerak – gerik

karakter, dan sedikit informasi mengenai di mana adegan tersebut terjadi.

Namun alasan yang paling mendukung konteks adalah bagaimana

sempitnya frame yang dihasilkan oleh medium shot tersebut mendukung

situasi kasus pembunuhan yang tidak dapat mereka pecahkan, dengan jenis

shot ini tiap – tiap karakter terkesan tidak bisa kabur dari situasi yang

(40)

Gambar 3.33Contoh normal angle dan medium close-up (Gang of New York, 2002)

Referensi kedua diambil dari film Gang of New York. pada adegan

ini tokoh Bill “The Butcher” sedang memprovokasi lawannya untuk

segera melakukan perang lokal. Namun disini, tokohnya tidak dipotret

dalam keadaan low angle karena dalam konteks ceritanya sosoknya

tersebut memiliki saingan yang setara kedudukannya, maka dari itu

normal angle dipakai di sini. Namun, Penggunaan medium close - up shot

terlihat disini, dengan maksud untuk memfokuskan pada ekspresi tokoh

Bill dengan bersamaan memperlihatkan para pengikutnya di latar

belakang.

Perbedaan sudut pengambilan gambar terlihat dari kedua bahan

studi referensi. Contoh pertama menggunakan low angle sebagai bentuk

implementasi pesan mendominasi yang ingin disampaikan, sedangkan

contoh kedua menggunakan normal angle dikarenakan adanya tokoh lain

di dalam cerita tersebut yang memiliki derajat yang sama dengan tokoh

yang berada di dalam frame. Perbedaan jarak pengambilan gambar juga

(41)

berbeda tetapi keduanya mempunyai tujuan yang kurang lebih sama, yaitu

untuk menunjukan gestur, ekspresi, dan latar dimana adegan tersebut

terjadi.

3.3.3.2. Komposisi Gambar

Gambar 3.34 Contoh komposisi balanced (Memories of Murder, 2003)

Jika diambil dari contoh film Memories of Murder sebelumnya, kedua

gambar menghasilkan komposisi Balanced meskipun tidak sempurna.

Memang pada adegan tersebut tidak ada kekacauan yang terjadi. Secara

konteks pun kedua shot tersebut seharusnya hanya bertujuan untuk

menekankan pada dua tokoh detektif Doo-Man dan Yoon yang

(42)

Eksekusi komposisi yang sama dengan konteks dominasi terdapat pada

film Gang of New York (2002). Bill selaku pemimpin, bersorak dengan

lantang dan percaya diri mengajak pengikutnya agar siap untuk melawan

musuh – musuh mereka. Deskripsi adegan tersebut tergambar dengan baik

menggunakan komposisi Balanced. Karakter Bill yang berada di tengah,

mendominasi ruang di dalam frame, membuatnya terkesan sebagai tokoh

yang kuat.

3.3.3.3. Visual Storytelling

a. Space

Seperti yang dikatakan oleh Mercado, untuk menunjukan pesan tertentu

seperti dominasi, kekuatan, atau derajat tokoh, maka aspek – aspek visual

harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menekankan pesan tersebut.

Dalam space misalnya menurut Block (2008, hal. 14 – 57), penekanan

terhadap objek tertentu bisa diatur menggunakan surface division ataupun

dua jenis space, flat ataupun deep. Gambar 3.32 sendiri memiliki depth

cue yang cukup banyak, misalnya tone yang sangat keras, dan penggunaan

low angle yang membuat gambar memiliki prespektif. Hal ini menjadikan

gambar 3.32 memiliki tingkat kontras yang tinggi.

Pada gambar 3.32 yang sebelah kanan, detektif Yoon dan

Doo-Man dipisahkan oleh surface division berupa pohon. Menurut Block,

Pemisahan tersebut dapat membuat penonton secara alam bawah sadar

menilai akan adanya perbedaan emosional pada kedua tokoh tersebut.

(43)

pandangannya kepada area yang terbagi oleh surface division tadi. Dalam

kasus Gambar 3.32 yang menjadi fokus penekanannya adalah tokoh

detektif Yoon.

Gambar 3.36 Ruang untuk memfokuskan pandangan kepada tokoh (Gang of New York, 2002)

Eksekusi berbeda terlihat pada Gambar 3.33, daripada membuat

surface division untuk memfokuskan pandangan penonton pada satu

tokoh, sang sutradara justru memberi space kosong diantara kepala Bill

agar tokohnya menonjol diantara yang lain. Karena hal tersebut, Gambar

3.33 lebih berhasil menunjukan dominasi karakter. Hal ini disebabkan oleh

perbedaan tone pada karakter Bill dan background terlihat lebih kuat

daripada karakter detektif Yoon pada Gambar 3.32. Dapat disimpulkan

bahwa deep space dan suface division digunakan untuk memfokuskan

perhatian penonton khususnya untuk menekankan informasi tertentu

mengenai objek atau tokoh.

(44)

Gambar 3.37 Hasil penyederhanaan objek menjadi garis (Dokumentasi penulis)

Ketiga gambar sebelumnya jika disederkahanakn menjadi garis – garis

akan banyak membentuk banyak garis vertikal, yang mana jika diukur

intensitas visualnya menurut Block (2008, hal. 101) akan tergolong berada

di tengah – tengah. Lebih dinamis dari garis horisontal, namun lebih statis

daripada garis diagonal. Hal ini membuat ketiga gambar tersebut tidak bisa

dinilai yang mana yang memiliki kontras tertinggi secara orientasi garis.

(45)

Namun jika dibuat secara kualitas garis yang dihasilkan, ketiga gambar

tersebut memiliki tingkat kontras yang berbeda. Gambar 3.33 dari film

Gang of Newyork (2002) lebih memiliki banyak variasi garis lurus dan

melengkung. Lalu karena karakter Bill yang secara dominan terbentuk dari

garis – garis lengkung berdiri diantara tokoh lain yang banyak membentuk

garis lurus, tokoh Bill terlihat paling kontras diantara yang lain. Hal

tersebut membuat Gambar 3.32 memiliki tingkat kontras paling tinggi

dalam cakupan kualitas garis.

c. Movement

Arah gerak juga termasuk penentu kemana mata penonton akan tertuju.

Menurut Block (2008), audiens akan langsung terfokus pada objek yang

geraknya berlawanan. Namun di dalam film, ketiga gambar sebelumnya

para tokoh tidak memiliki gerakan atau perpindahan yang cukup berarti

untuk dikategorikan arah geraknya. Meskipun seperti itu, shotnya tidaklah

sepenuhnya statis, masih ada gerakan dominan yang dilakukan oleh satu

karakter yang memang niatnya diberi fokus utama. Gambar 3.32 yang

kanan dapat didominasi oleh detektif Yoon karena ialah satu – satunya

karakter pada shot tersebut yang bergerak dan menjelaskan situasi, di

mana karakter yang lain diam dan mendengarkan. Gambar 3.33 pun sama,

Karena pada shot tersebut Bill terus menerus berteriak sendiri untuk

(46)

Block, mata audiens akan melihat pertama kali pada satu hal yang

bergerak di dalam frame.

3.3.3.4. Lensa

Tidak ditemukan adanya distorsi atau penyempitan ruang yang terjadi pada

acuan shot – shot disini. Hal ini dikarenakan objek gambarnya merupakan

manusia biasa. Selain itu, adegannya pun tidak memiliki konteks bahwa

suatu kejadian buruk akan terjadi. Maka dari itu semuanya hanya

menggunakan lensa normal untuk mengambil shot – shot tersebut.

3.3.3.5. Kesimpulan

Tabel 3.3 Hasil penelitian shot 61

Jarak Medium shot

Sudut Low angle

Komposisi Balanced

Space Deep space, surface division

Line Orientation Vertikal

Line Quality Perbaduan garis, lengkung dan lurus

Movement Satu gerakan utama

Lensa Normal

Tabel diatas adalah rincian bagiamana aspek – aspek visual harus diatur di

(47)

3.3.4. Studi Referensi untuk Shot 143

Pada shot ini sang tokoh wakil rakyat yang sebelumnya melakukan kampanye

akan merasa frustasi karena ia menganggap perbuatannya tidak membuahkan

hasil, yang ada ia hanya menghabiskan sisa waktu hidupnya yang diberikan oleh

sang Kadim. Akhirnya ia menyesali sifat arogannya selama ini. Studi referensi

akan menggunakan karya audiovisual yang sudah ada dan memiliki konteks

naratif yang relatif sama untuk dianalisa bagaimana shotnya dieksekusi.

Referensi yang sama masih digunakan untuk shot ini yaitu film Memories

of Murderer karena adanya kesamaan konteks narasi yang terjadi di mana tokoh

Yoon yang di awal film merasa percaya diri akan metodenya, pada akhirnya di

penghujung film dirinya merasa frustasi karena metode detektif yang ia gunakan

tidak membuahkan hasil. Kesamaan konteks ini dinilai kompatibel untuk

digunakan sebagai bahan referensi untuk shot ini.

3.3.4.1. Sudut dan Jarak Pengambilan Gambar

Pada film Memories of Murders (2003), tokoh detektif Yoon

diperkenalkan sebagai detektif yang teladan dan dapat dipercaya. Ia sangat

percaya diri bahwa data – data sangat penting sebagai basis pencarian

(48)

Gambar 3.39 High angle pada detektif Yoon (Memories of Murder, 2003)

Pada adegan di atas, Yoon yang sudah menelusuri berbagai macam data

bukti dan petunjuk investigasi tetap tidak membuahkan hasil. Yoon yang

sudah menghalalkan segala cara kehabisan ide untuk mencari pelaku

sesungguhnya. Hari terus berganti dan pembunuhan tetap berlangsung

tanpa tahu siapa pelakunya. Hal tersebut mengubah sifat Yoon yang

sebelumnya sangat percaya akan dirinya mampu menyelesaikan kasus

tersebut menjadi sosok yang sangat putus asa. Perubahan sifat dari percaya

diri menjadi putus asa tersebut dieksekusi dengan menggunakan high

angle untuk membuat posisi Yoon terasa lemah bagi audiens. Seperti yang

Thompson dan Bowen (2009, hal. 41) katakan bahwa dengan

menggunakan high angle audiens akan menilai karakter tersebut sedang

dalam kondisi tak berdaya. Hal tersebut sejalan dengan perasaan putus asa

(49)

Gambar 3.40 Extreme long shot pada detektif Yoon (Memories of Murder, 2003)

Penggunaan angle yang sama juga ditunjukan kembali ketika Yoon

dengan putus asanya memukuli calon tersangka yang belum terbukti

bersalah. Tingginya sudut pengambilan gambar membuat adegan ini

memiliki efek yang lebih kuat dari adegan sebelumnya. Namun perbedaan

jarak pengambilan juga menjadi faktor yang mempengaruhi pesan yang

disampaikan.

Gambar 3.39 menggunakan close up sebagai bentuk visualisasi

keputus asaan Yoon. Dengan close up penonton langsung bisa merasakan

kefrustrasian yang dialami Yoon dari ekspresinya. Sedangkan Gambar

3.40 Menggunakan extreme long shot sebagai bentuk eksekusi perasaan

Yoon. Hal tersebut dikarenakan jenis shot ini mampu menangkap keputus

(50)

3.3.4.2. Komposisi

Film Memories of Murderer memiliki contoh penggunaan komposisi yang

cukup menggambarkan situasi keputusasaan karakter. Seperti pada gambar

3.41,

Gambar 3.41 Look room yang sempit untuk memberi kesan kegelisahan (Memories of Murder, 2003)

Penggunaan Unbalanced digunakan untuk memfokuskan kegelisahan

tokoh Yoon. Dari penempatan objek, Yoon dihadapkan kepada sisi kiri

frame yang sempit di mana ia tidak memiliki look room, padahal ada ruang

yang cukup besar di belakangnya. Hal tersebut membuat keseluruhan

frame memiliki atmosfir yang tidak nyaman. Gambar 3.40 juga

menggunakan komposisi Unbalaced untuk merekam kefrustasian Yoon.

Menempatkan karakter pada posisi yang tidak nyaman di kiri bawah frame

sama – sama membuat atmosfir yang tidak nyaman.

3.3.4.3. Visual Storytelling

a. Space

Kedua contoh sebelumnya menggunakan deep space sebagai eksekusi

(51)

kedua gambar sebelumnya memiliki prespektif. Namun Gambar 3.39

memiliki perbedaan tone yang lebih keras daripada Gambar 3.40. Memang

keduanya memiliki deep space, tapi gambar 3.39 yang menunjukan close

up wajah sang detektif lebih memiliki kualitas intensitas visual dan kontras

yang lebih tinggi.

b. Line

Dari arah orientas garis, keduanya hampir memililki intensitas yang sama.

Gambar 3.42 Penyederhanaan bentuk objek menjadi garis pada gambar sebelumnya

(Dokumentasi penulis)

Gambar yang atas adalah hasil simplifikasi dari Gambar 3.39. Dapat

dilihat bahwa gambar tersusun dari perpaduan garis – garis diagonal dan

(52)

dan diagonal. Artinya, secara orientasi garis, kedua contoh memiliki

intensitas dan kontras visual yang cukup tinggi.

Gambar 3.43 Kualitas garis yang tercipta dari gambar sebelumnya (Dokumentasi penulis)

Secara kualitas garis, keduanya pun sama – sama tersusun oleh

kombinasi garis lurus dan garis lengkung. Namun gambar 3.39 lebih

didominasi oleh garis – garis lurus dibanding Gambar 3.40. Maka bisa

disimpulkan bahwa Gambar 3.40 memiliki kontras kualitas garis yang

lebih tinggi. Namun pada kasus Gambar 3.40, pengelihatan penonton

bisa beresiko terdistraksi oleh garis lengkung yang ada pada gambar. Hal

tersebut bisa dihindari karena shot tersebut adalah establishing atau shot

yang diam, maka pusat perhatian penonton masih tertuju pada objek yang

bergerak.

(53)

Gerakan seperti yang sudah diutarakan sebelumnya, dapat membuat

distraksi atau memfokuskan audiens, tergantung dari tujuan

penggunaannya.

Gambar 3.44 Arah gerak yang tercipta dari gambar sebelumnya (Memories of Murder, 2003)

Pada shot close up detektif Yoon, ia secara konsisten terus bergerak di

dalam frame, tetapi di belakang sang bos pun ikut bergerak memutar dan

berbicara kepada Yoon. Jika bagian background frame tidak diburamkan

maka perhatian penonton dapat terdistraksi oleh gerak – gerik bos dan

penonton pun beresiko tidak memahami apa yang dirasakan oleh Yoon.

Berbeda dengan gambar yang di bawah, meskipun shot terdominasi oleh

terowongan besar, perhatian penonton akan langsung terfokuskan kepada

(54)

akan langsung terfokuskan kepada hal apapun yang bergerak di dalam

frame.

3.3.4.4. Lensa

Acuan – acuan yang digunakan untuk shot 143 ini pun tidak menggunakan

lensa wide ataupun lensa long. Hal ini bisa dibuktikan dengan tidak adanya

distorsi atau penyempitan yang terjadi pada contoh – contoh shot tersebut.

Hal ini terbilang masuk akal karena objek shot merupakan manusia biasa,

seperti yang diucapkan oleh Mercado (2011, hal 13) bahwa lensa normal

memang lebih lazim untuk digunakan dalam keadaan tersebut.

3.3.4.5. Kesimpulan

Tabel 3.4 Hasil penelitian shot 143

Jarak Close up atau extreme long shot

Sudut High angle

Komposisi Unbalanced, look room sempit

Space Deep space

Line Orientation Vertikal atau diagonal

Line Quality Kombinasi garis, lurus dan melengkung

Movement Satu gerakan utama

Lensa Normal

Tabel diatas adalah rincian bagiamana aspek – aspek visual harus diatur di

(55)

3.3.5. Kontras Hasil Studi Shot 47 dan Shot 48 dengan Shot 105

Tabel 3.5 Kontras Hasil Studi Shot Kadim Elemen

Visual

Shot 47 dan Shot 48 Shot 105

Jarak

Shot

Medium, long shot,

extreme long shot

Close up, long shot, extreme

long shot

Sudut Low angle Normal angle

Komposisi Unbalanced Balanced

Space Deep space Flat space

Line

Orientation

Diagonal Vertikal dan horisontal

Line

Quality

Perpaduan garis - garis lurus

dan garis- garis lengkung

Satu jenis garis, lengkung atau

lurus

Movement

Satu arah atau

berlawanan arah

Satu arah atau satu tujuan arah

Lensa Wide Normal

Keyword Menegangkan, tense Tenang, calm

Jika diperhatikan dari tabel di atas, setiap elemen visual tereksekusi dengan

(56)

tinggi, hal tersebut terlihat dari penggunaan deep space, penggunaan perpaduan

garis lurus dan melengkung, serta pergerakan objek satu arah atau berlawanan

arah yang terjadi pada adegan. Sedangkan pada hasil studi shot 105, tiap elemen

terlihat dieksekusi secara berlawanan, mulai dari komposisi sampai lensa yang

digunakan. Hal ini membuktikan bahwa untuk menciptakan shot yang

menegangkan dengan shot yang tenang, terdapat beberapa pengaturan yang harus

dilakukan agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.

Untuk menciptakan shot yang tenang misalnya, sudut pengambilan

gambar menggunakan normal angle agar persepsi audiens terhadap subjek setara

kedudukannya (Thompson & Bowen, 2009, hal. 41). Lalu komposisi yang

digunakan adalah komposisi balanced yang dapat menunjukan harmoni dan

keteraturan pada gambar sehingga persepsi audiens sejalan dengan atmosfir

tenang yang ingin dituju. Sedangkan untuk menciptakan shot yang menegangkan

misalnya, lensa yang digunakan menurut Brown (2012, hal 7) adalah lensa wide

untuk menunjukan kesan ominous atau kesan tidak enak yang dapat membuat

audiens merasakan hal yang sama.

3.3.6. Kontras Hasil Studi Shot 61 dengan Shot 143

Tabel 3.6 Kontras Hasil Studi Shot Capres Elemen Visual Shot 61 Shot 143 Jarak Shot Medium shot Close up atau

extreme long shot

(57)

Komposisi Balanced Unbalanced, look room sempit

Space Deep space, surface division Deep space

Line Orientation Vertikal Vertikal dan horisontal Line Quality

Perpaduan garis - garis lurus

dan garis- garis lengkung

Perpaduan garis, lurus dan

melengkung

Movement Satu gerakan utama Satu gerakan utama

Lensa Normal Normal

Keyword Percaya diri, confident Pesimistis

Unutuk hasil studi shot 61 dengan hasil studi shot 143 terlihat masih banyak

persamaan eksekusi elemen visual yang terjadi. Seperti orientasi garis yang sama

– sama menggunakan garis vertikal, kualitas garis yang sama - sama menggunakan perpaduan antara garis lurus dan melengkung, serta pergerakan

yang sama – sama menggunakan satu gerakan utama. Lensa yang digunakan

disini juga sama – sama menggunakan lensa normal. Namun, beberapa aspek

yang berlawanan eksekusinya terlihat pada jarak shot, sudut, dan komposisi yang

digunakan. Contohnya pada hasil studi shot 61 yang menunjukan bahwa

penggunaan low angle dan komposisi balanced dapat mendukung penyampaian

kesan percaya diri karakter. Sedangkan untuk menunjukan situasi sebaliknya yaitu

(58)

ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Thompson & Bowen (2009, hal 41

– 42) bahwa angle dapat mempengaruhi persepsi audiens terhadap karakter.

3.4. Proses Perancangan

Sesuai dengan yang telah disebutkan di dalam Batasan Masalah, terdapat empat

item yang menjadi bahasan perancangan. Tiap item terdiri dari satu sampai dua

shot dengan total lima buah shot dan empat buah scene yang akan memvisualkan

kontras adegan. Empat buah item ini adalah bentuk visualisasi dari bagaimana

pesan atau informasi dari dua item di awal film, kontras dengan dua item di akhir.

Keempat item tersebut adalah shot 47 dan shot 48, shot 105, shot 61, dan shot

143.

3.4.1. Shot 47 dan Shot 48

Shot 47 dan shot 48 adalah shot yang memperlihatkan bagaimana tokoh sang

Kadim pertama kali muncul ke bumi. Perbedaan dari keduanya adalah shot 47

merupakan sebuah reveal atau pembukaan yang menetapkan bagaimana sang

Kadim dipersepsikan sebagai tokoh yang berbahaya dan mengintimidasi sosoknya

tersebut. Sedangkan Shot 48 adalah sebuah penutup dari proses kemunculan sang

Kadim yang mempertetapkan dirinya sebagai tokoh yang berbahaya pada adegan

tersebut. Proses perancangan akan berbasis pada hasil studi referensi yang sudah

dirinci pada tabel dibawah.

Tabel 3.5. Acuan Pembuatan Shot 47 dan Shot 48

Jarak Medium, Long shot, extreme long shot

Sudut Low angle

(59)

Space Deep space

Line Orientation Diagonal

Line Quality Perpaduan garis - garis lurus dan garis- garis lengkung

Movement Satu arah atau berlawanan arah

Lensa Wide

3.4.1.1. Eksplorasi Sketsa Shot 47

Gambar 3.45 Sketsa awal shot 47 (Dokumentasi penulis)

Sketsa di atas adalah tahap awal visualisasi bagaimana sang Kadim akan

keluar. Disini penulis masih berada pada tahap awal percobaan,

menggunakan banyak garis – garis diagonal dan movement berlawanan

(60)

Gambar 3.46 Sketsa kedua shot 47 (Dokumentasi penulis)

Percobaan kedua dengan mengoreksi komposisi dan kejelasan

jarak pengambilan gambar. Komposisi yang menaruh tangan sang kadim

dekat dengan garis luar frame diharapkan dapat membuat gambar

memberikan atmosfir yang kurang nyaman. Garis diagonal yang dibuat

oleh tangan tersebut juga menambah intensitas visual dan kedinamisan.

Ditambah dengan pergerakan ke kiri yang dihasilkan oleh tangan kontras

dengan arah gerak awan. Namun, shot tersebut belum sepenuhnya

memberi kesan mengintimidasi karena sudut pengambilan gambar yang

belum sesuai dengan studi referensi yang ada. Distorsi pun belum bisa

(61)

3.4.1.2. Eksplorasi Sketsa Shot 48

Gambar 3.47 Sketsa awal Shot 48 (Dokumentasi penulis)

Gambar di atas adalah shot yang akan difinalisasi, namun harus diganti

karena kurangnya efek distorsi yang seharusnya diciptakan sebagai ilusi

penggunaan lensa wide. Sedangkan, beberapa aspek visual pada gambar

tersebut sudah sesuai dengan studi referensi yang ada. Komposisi

Unbalanced dan penggunaan low angle membuat karakter sang Kadim

mendominasi sebagian besar frame, hal tersebut diharapkan dapat

memberikan kesan berbahaya. Garis diagonal dan perpaduan garis

lengkung dan lurus yang dihasilkan oleh tangan sang kadim dan awan –

awan disekitarnya juga menghasilkan kontras visual yang tinggi. Namun

karena masih belum berhasil menciptakan ilusi dari lensa wide, maka shot

(62)

Gambar 3.48 Percobaan kedua (Dokumentasi penulis)

Lalu percobaan lain dilakukan untuk membuat ilusi distorsi.

Dengan memegang prinsip yang sama mengenai jarak pengambilan

gambar, angle, komposisi, dan elemen visual storytelling yang sama

seperti tabel yang sudah ditentukan untuk shot ini. Hal baru yang

ditambahkan dalam percobaan kali ini adalah gedung – gedung yang mulai

diletakan di dalam frame, jumlah manusianya pun jauh lebih banyak dari

percobaan sebelumnya, hal ini dilakukan semata – mata untuk menunjukan

kedudukan sang Kadim yang berada di atas segalanya, untuk menambah

impresi bahwa sang Kadim merupakan sosok yang berbahaya, atau

derajatnya jauh di atas manusia. Akan tetapi, percobaan ini masih perlu

diperbaiki karena tangan sang Kadim belum menunjukan perspektif atau

(63)

.

Gambar 3.49 Percobaan ketiga (Dokumentasi penulis)

Pada percobaan selanjutnya pun tangan sang Kadim masih dinilai

kurang akurat dalam menciptakan efek distorsi karena seharusnya jari

telunjuknya akan terlihat lebih lebar dan maju kedepan. Sampai akhirnya

(64)

Pada percobaan ini akhirnya distorsi tangan sang Kadim terlihat

lebih benar dan masuk akal untuk menciptakan efek ilusi lensa wide. Tidak

hanya dari tangannya, gedung, jalanan, dan langitnya pun mengalami

distorsi yang menyebabkan keseluruhan gambar dinilai cukup berhasil

menciptakan ilusi lensa wide.

3.4.1.3. Shot 47 Final dan Shot 48 Final

(65)

Pendekatan pertama yang dilakukan untuk memfinalisasi shot 47 adalah

dengan menggunakan komposisi unbalanced sebagai tanda bahwa sang

Kadim akan membawa kekacauan. Lalu kesan tersebut diperkuat dengan

penggunaan low angle agar sosoknya terlihat lebih mengintimidasi. Posisi

sang Kadim pada frame juga dibuat membentuk garis diagonal untuk

menciptakan intensitas visual dan kedinamisan gambar. Ditambah dengan

penggunaan garis – garis lurus dan melengkung untuk meningkatkan

kontras. Lalu menggunakan deep space berupa prespektif dan perbedaan

tone yang keras agar keseluruhan shot semakin tinggi tingkat intensitas

visualnya. Setelah itu adalah movement satu arah yang dihasilkan oleh

sang Kadim agar perhatian penonton berpusat pada sosoknya, sehingga

kesan mengintimidasi diharapkan semakin kuat. Terakhir yaitu yang

merupakan perbaikan dari kesalahan sebelumnya, yaitu ilusi lensa wide.

Distorsi yang tercipta karena lensa wide ditunjukan oleh portal berwarna

merah yang melebar keluar, serta awan di sisi yang terlihat membesar kea

(66)

Gambar 3.52 Shot 48, konsep (atas) dan final render animasi (bawah) (Dokumentasi penulis)

Strategi yang sama dilakukan untuk mengeksekusi Shot 48. Mulai dari

komposisi, angle, objek – objek yang membentuk garis diagonal,

perpaduan garis lurus dan melengkung, penggunaan deep space, serta

(67)

karena sesuai dengan konteksnya, sebagai pembukaan untuk

memperkenalkan sosoknya kepada audiens. Dengan jarak menengah

tersebut diharapkan dapat memperlihatkan sosok Kadim secara jelas.

Sedangkan Shot 48 menggunakan jarak jauh atau extreme long shot agar

mampu memberikan informasi perbandingan besar sang Kadim dengan

gedung – gedung di bawahnya dan sebagai perbandingan kedudukannya

yang jauh di atas langit dibandingkan para manusia di bawahnya.

Perbandingan tersebut adalah strategi untuk menambah kesan

mengintimidasi sosok sang Kadim. Lalu terakhir, distorsi yang sengaja

diciptakan untuk memberikan ilusi lensa wide sengaja digunakan untuk

memberikan impresi bahwa suatu kejadian buruk akan terjadi.

3.4.2. Shot 105

Pada shot 105, informasi yang ingin disampaikan adalah bagaimana sang Kadim

datang kedua kalinya dengan tujuan yang baik, yaitu membawa akhir yang damai.

Perancangan shot akan disesuaikan dengan hasil studi referensi yang sudah dirinci

dalam tabel di bawah.

Tabel 3.6. Acuan Pembuatan Shot 105

Jarak Long shot, extreme long shot

Sudut Normal angle

(68)

Line Quality Satu jenis garis, lengkung atau lurus

Movement Satu arah atau satu tujuan arah

Lensa Normal

3.4.2.1. Eksplorasi Sketsa

Gambar 3.53 Sketsa awal shot 105 (Dokumentasi penulis)

Gambar diatas merupakan rancangan awal shot 105. Pada awalnya,

pendekatan yang digunakan pada shot ini hanya terbatas dari komposisi

Balanced dan normal angle yang diharapkan mampu mengkomunikasikan

pesan ketentraman. Namun, variasi movement yang dihasilkan oleh orang

Gambar

Gambar 3.9 . Meteor pada seri Animasi One-Punch Man ( One-Punch Man, 2015 )
Gambar 3.12 Penggunaan komposisi unbalanced pada animasi Evangelion 2.0 (Evangelion 2.0  2010)
Gambar 3.14 Hasil simplifikasi objek pada gambar – gambar sebelumnya (Dokumentasi penulis)
Gambar 3.15 Bentuk penyederhanaan kualitas garis gambar 3.2, 3.3, dan 3.5.
+7

Referensi

Dokumen terkait

pengujian hipotesis daya tahan jantung paru (X 1 ) dan daya tahan otot tungkai (X 2 ) terhadap kemampuan tendangan sabit (Y) pada Atlet Putra Pencak Silat UKM Unsyiah

karakteristik manusia dan dalam bidang pendidikan merupakan hasil belajar. Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar dan memiliki peran penting. Keberhasilan

Kertas ini mengkaji corak kemeruapan harga saham sektor ekonomi di Bursa Malaysia, di samping mengenal pasti sektor yang meruap secara berkelangsungan bagi tempoh masa sebelum,

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa spesies burung rangkong (Bucerotidae) yang terdapat di pegunungan Gugop Kemukiman Pulo Breuh Selatan Kecamatan Pulo Aceh

1) Dalam Pelaksanaannya Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau sudah menjalankan kewenangannya, sebagaimana kewenanganya yang diatur dalam pasal 8 Undang-Undang

Bu nedenle kredi aynı tarihte (14/12/2014) kapatıldığında ilgili ayda tahakkuk eden peşin komisyon tutarı olan 1.268,81 TL ve geri kalan sekiz aya ilişkin itfa edilmemiş

dengan menawarkan sejumlah kemudahan. Ditambah dengan pembeli digital Indonesia diperkirakan mencapai 31,6 juta pembeli pada tahun 2018, angka ini meningkat dari

Dari Gambar 1 tampak baik simulasi pada data suhu udara maupun data kecepatan angin memiliki rataan yang lebih mendekati data setelah menggunakan algoritma Filter