• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN SHOPEE (E-COMMERCE) YANG MENERIMA PRODUK BERBEDA DENGAN PRODUK YANG DIDESKRIPSIKAN DAN DIPERJANJIKAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN SHOPEE (E-COMMERCE) YANG MENERIMA PRODUK BERBEDA DENGAN PRODUK YANG DIDESKRIPSIKAN DAN DIPERJANJIKAN SKRIPSI"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

DIDESKRIPSIKAN DAN DIPERJANJIKAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

RYNALDI GREGORIUS PURBA 170200554

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(2)
(3)
(4)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nva sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN SHOPEE (E-COMMERCE) YANG MENERIMA PRODUK BERBEDA DENGAN PRODUK YANG DIDESKRIPSIKAN DAN DIPERJANJIKAN”

Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, di mana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/I yang ingin menyelesaikan perkuliahan. Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak yang dengan ikhlas memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan doa sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. O.K Saidin, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sumatera;

(5)

ii

Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Bapak Syamsul Rizal, SH., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Ibu Dr. Maria Kaban, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya dalam membimbing, memberi nasehat, dan memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini;

9. Ibu Dr. Yefrizawati, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam membimbing, memberi nasehat, dan memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini;

10. Seluruh Bapak dan Ibu Staf Pengajar dan Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih dan hormat yang setingi-tingginya kepada:

1. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis, ayah dan ibu yang dengan penuh cinta kasih telah memberikan saying, doa, dan bimbingan yang tidak ternilai kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Kepada kedua adik penulis yanti dan niel, terimakasih selalu memberikan

semangat yang tiada hentinya agar penulis cepat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

(6)

iii

3. Kepada jimbo acia yang selalu membuat penulis terhibur dan semangat dalam menyusun skripsi ini.

4. Kepada keluarga besar Op. Katarina Purba dan Op. Pade Ando Manik, terimakasih sudah memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Demikianlah yang dapat penulis bisa sampaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatianya penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, 11 April 2021

Hormat Penulis,

Rynaldi Gregorius Purba

(7)

iv

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...10

C. Tujuan Penelitian ...11

D. Manfaat Penelitian ...12

E. Tinjauan Pustaka ...12

F. Metode Penulisan ...21

G. Sistematika Penulisan ...24

BAB II PENGATURAN HUKUM DI INDONESIA MENGENAI E- COMMERCE A. Definisi E-Commerce ...27

B. Dasar Hukum E-Commerce ...30

C. Pihak Yang Terkait Dalam Transaksi E-Commerce ...40

D. Metode Pembayaran Dalam Transaksi E-Commerce ...43

E. Jenis-Jenis E-Commerce ...46

BAB III TANGGUNG JAWAB SHOPEE (E-COMMERCE) TERHADAP KONSUMEN YANG MENERIMA PRODUK BERBEDA DENGAN YANG DIDESKRIPSIKAN DAN DIPERJANJIKAN A. Pelaksanaan Perjanjian Antara Penjual Dan Pembeli Dalam Transaksi Secara Elektronik Di Shopee ...50

B. Hak dan Kewajiban Pihak Konsumen Beserta Shopee Setelah Terjadinya Transaksi Jual Beli Secara Elektronik ...60

C. Tanggung Jawab Shopee Terhadap Konsumen Yang Menerima Produk Berbeda Dengan Yang Dideskripsikan Dan Diperjanjikan 1. Prinsip Tanggung Jawab Pelaku Usaha ...74

2. Implementasi Pertanggungjawaban Pihak Shopee Terhadap

Konsumen Yang Menerima Produk Berbeda Dengan Yang

Dideskripsikan Dan Diperjanjikan ...77

(8)

v

BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP KONSUMEN SHOPEE (E-COMMERCE) YANG MENERIMA PRODUK BERBEDA DENGAN YANG DIDESKRIPSIKAN DAN DIPERJANJIKAN A. Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Transaksi E-Commerce

1. Profil Shopee ...81 2. Hubungan Hukum Para Pihak ...83 B. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Transaksi E-Commerce ...94 C. Perlindungan Terhadap Konsumen Shopee (E-Commerce)

1. Ruang Lingkup Perlindungan Konsumen ...96 2. Permasalahan Yang Timbul Dalam Upaya

Perlindungan Konsumen ...99 3. Upaya Yang Dapat Dilakukan Konsumen Shopee Dalam

Melindungi Dirinya Apabila Menerima Produk Yang

Berbeda Dengan Yang Dideskripsikan Dan Diperjanjikan ...102 D. Bentuk Penyelesaian Sengketa Shopee (E-Commerce)

1. Penyelesaian Sengketa Konsumen Luar Pengadilan ...108 2. Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Proses Litigasi ...114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...118

B. Saran ...119

DAFTAR PUSTAKA ...121

(9)

vi

Transaksi E-Commerce merupakan modernisasi daripada transaksi konvensional yang dimana tidak mempertemukan penjual dan pembeli semuanya dilakukan secara online di suatu situs web atau platform. Shopee merupakan salah satu E-Commerce di Indonesia. Konsumen Shopee telah mendapatkan proteksi perlindungan sesuai dengan regulasi yang dibentuk oleh pemerintah dan shopee, namun tetap saja masih banyak konsumen yang dirugikan dengan menerima produk berbeda dengan produk yang dideskripsikan dan diperjanjikan.

Permasalahan yang akan dibahas yakni mengenai pengaturan hukum di Indonesia mengenai E-Commerce, perlindungan terhadap konsumen Shopee (E-Commerce) yang menerima produk berbeda dengan yang dideskripsikan dan diperjanjikan, tanggung jawab Shopee (E-Commerce) terhadap konsumen yang menerima produk berbeda dengan yang dideskripsikan dan diperjanjikan.

Metode penelitian skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yaitu mengacu pada norma-norma hukum. Penelitian ini bersifat deskripif. Data yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen. Dan analisis data menggunakan analisi data kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, menunjukkan bahwa pengaturan transaksi E-Commerce Indonesia untuk lebih lanjutnya telah diakomodasi dengan lahirnya PP No. 80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Bentuk Perlindungan kepada konsumen Shopee diaplikasikan dengan penyedian layanan pengaduan bagi konsumen oleh Shopee dan jalur litigasi melalui pengadilan umum apabila penyelesaian sengketa secara mediasi oleh Shopee tidak berhasil. Bentuk pertanggungjawaban pengelola situs Shopee terhadap konsumen tercermin dengan pemberian ganti rugi apabila konsumen menerima produk yang berbeda dengan yang dideskripsikan dan diperjanjikan.

Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, E-Commerce, Pertanggungjawaban

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Menurut riset terbaru dari layanan manajemen konten HootSuite dan agensi pemasaran media sosial We Are Social dalam laporan bertajuk "Digital 2020".

Untuk saat ini Pengguna internet di Indonesia dilansir mencapai 175,4 juta dari total 272,1 juta populasi di Indonesia, berarti sebesar 64 persen dari masyarakat indonesia telah terkoneksi internet. Angka ini meningkat dari tahun lalu yang sebesar 17 persen, atau sekitar 25 juta.

1

Hampir seluruh pengguna internet di Indonesia menggunakan perangkat mobile untuk berinternet. Sebesar 96% pengguna internet di Indonesia sudah menggunakan smartphone, sementara 5,3% masih mengakses internet menggunakan ponsel fitur. Rata-rata orang Indonesia menghabiskan 4 jam 46 menit setiap harinya untuk berselancar internet.

2

Kemudian Menurut hasil riset We are social dan Hootsuite, sekitar 90%

pengguna internet di Indonesia pernah berbelanja online. Indonesia juga merupakan salah satu pasar E-Commerce terbesar di Asia Tenggara. Pada tahun 2019, nilai kapitalisasi pasar E-Commerce di indonesia mencapai USD 21 miliar atau sekitar

1 Tim Tekno Kompas, “Penetrasi Internet di Indonesia Capai 64 Persen”, dikutip dari www.teknokompas.com diakses 9 Oktober 2020

2 Ibid.

(11)

Rp 294 triliun. Bahkan berdasarkan laporan McKinsey, diprediksi industri E- Commerce di indonesia pada tahun 2022 akan mencapai nilai USD 40 miliar.

3

E-Commerce mulanya diperkenalkan pada tahun 1994 pada saat pertama kali banner elektronik atau biasa dikenal dengan media promosi digital yang dipakai untuk tujuan promosi dan periklanan di suatu halaman website. Awalnya pemanfaatan perdagangan elektronik sebagai transaksi komersial untuk mengirim dokumen komersial seperti pesanan pembelian secara elektronik. Kemudian berkembang menjadi suatu aktivitas yang mempunyai istilah perdagangan web, pembelian barang atau jasa melalui world wide web (www) melalui server aman, protokol server khusus yang menggunakan enkripsi untuk merahasiakan data pelanggan.

4

E-Commerce adalah penggambaran tentang aktivitas perdagangan yang berlangsung akibat interkoneksi data-data secara elektronik. Fenomena ini jelas merupakan suatu faktor penting yang membuka peluang konsumen untuk berpartisipasi secara aktif dalam pasar global.

5

Apabila dilihat dari platform penjualannya, 5 marketplace terbesar di Indonesia berdasarkan jumlah pengunjung bulanannya di kuartal kedua tahun 2020

3 Tim Sirclo, “Menilik Tren Perkembangan E-Commerce Indonesia Di 2020”, dikutip dari www.sirclo.com diakses 12 Oktober 2020

4 Mudakir Iskandar, Hukum Bisnis Online Era Digital, (Jakarta: CV. Campustaka, 2018), hlm.14

5 Iman Sjahputra, Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik, (Bandung: Alumni, 2010), hlm. 14.

(12)

3

adalah Shopee (93,4 juta), Tokopedia (86,1 juta), Bukalapak (35,2 juta), Lazada (22 juta), dan Blibli (18,3 juta).

6

Faktor meningkatnya transaksi melalui situs E-Commerce adalah pertumbuhan kelas menengah di Indonesia yang cukup pesat, yakni sebesar 21%

dari total populasi atau sebanyak 57,3 juta orang pada tahun 2019. Hal ini juga terlihat dengan meningkatnya jumlah pengeluaran masyarakat untuk belanja barang konsumen secara online sebesar 23% pada tahun 2018 dibanding dengan tahun 2017.

7

Faktor lain yang juga mendukung perkembangan E-Commerce adalah tingkat pengguna perangkat mobile yang terus meningkat, memungkinkan lebih banyak orang untuk mengakses berbagai platform belanja online, mulai dari website toko online, marketplace, media sosial, dan banyak lagi. Kemudian semakin banyaknya jumlah perusahaan teknologi finansial sehingga memungkinkan metode pembayaran yang beragam dan mudah. Kemudian dengan munculnya berbagai aplikasi serta fitur pembayaran dompet online yang dapat digunakan melalui smartphone, masyarakat semakin dimudahkan untuk melakukan transaksi online.

8

E-Commerce merupakan salah satu bentuk transaksi perdagangan yang paling banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi. Melalui

6 Tim Inews, “E-Commerce Terpopuler Di Indonesia Tokopedia Terdepan Shopee Geser Bukalapak”, dikutip dari www.inews.id diakses 12 Oktober 2020

7 Tim Marketeers, “Kemudahan Bertransaksi Online Untuk Kebutuhan Otomotif”, dikutip dari www.marketeers.com diakses 12 Oktober 2020

8 Tim Sirclo, “Menilik Tren Perkembangan E-Commerce Indonesia Di 2020”, dikutip dari www.sirclo.com diakses 12 Oktober 2020

(13)

transaksi perdagangan ini, konsep pasar tradisional di mana penjual dan pembeli secara fisik bertemu berubah menjadi konsep telemarketing yaitu perdagangan jarak jauh dengan menggunakan internet. E-Commerce pun telah mengubah cara konsumen dalam memperoleh produk yang diinginkan. Melalui E-Commerce semua formalitas-formalitas yang biasa digunakan dalam transaksi konvensional dikurangi, di samping tentunya konsumen pun memiliki kemampuan untuk mengumpulkan dan membandingkan informasi seperti barang dan jasa secara lebih leluasa tanpa batas wilayah (borderless).

9

Daya tarik E-Commerce sendiri terletak pada pada sisi efisien dan efektifnya. Pada sisi efisien, E-Commerce mempunyai keunggulan, di mana Perusahaan bisa memperoleh efisiensi baik dari sisi pemasaran, tenaga kerja, dan overhead cost. Sebagai contoh, mereka tidak perlu setiap kali mencetak katalog baru dan mengirimkannya (faximile) ke tiap konsumen karena konsumen bisa melihat langsung di website mengenai perubahan jenis dan harga barang dari detik ke detik.

10

Sedangkan dari sisi efektifnya di mana Internet memungkinkan untuk menjangkau konsumen secara lebih luas dan cepat. Hal ini karena perusahaan bisa membuka virtual shop 24 jam non stop dengan menampilkan informasi tentang produk dan prosedur pembelian secara online di internet. Calon konsumen bisa

9 Dikdik Arief dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, (Bandung:

PT. Refika Aditama, 2005), hlm. 144.

10 Didi Achjari, “Potensi Manfaat Dan Problem E-Commerce”, dalam Jurnal Ekonomi dan Bisinis Indonesia, Volume 15 No.3, Agustus 2000, hlm. 389.

(14)

5

dimanjakan dengan tampilan grafis yang menawan bahkan dengan animasi/video yang bisa dijalankan dengan software tertentu.

11

Salah satu E-Commerce di Indonesia adalah Shopee. Di mana Shopee adalah E-Commerce yang menawarkan berbagai macam kebutuhan pria dan wanita yang menyesuaikan gaya hidup di Indonesia. Sesuatu yang menarik dari Shopee adalah barang yang ditawarkan merupakan barang yang sedang trendi pada saat ini sehingga produk yang ditawarkan oleh Shopee kepada konsumen selalu mengikuti kebutuhan gaya hidup yang semakin modern, dan dalam hal ini Shopee menawarkan berbagai macam produk seperti pakaian wanita, pakaian pria, barang elektronik, alat rumah tangga, kebutuhan olahraga, dll.

12

Hal imi mengakibatkan banyak konsumen yang gemar melakukan transaksi di marketplace Shopee.

13

Berdasarkan riset terbaru iPrice, Shopee menjadi aplikasi E- Commerce nomor satu di Indonesia secara MAU (monthly active user). Selain itu, Shopee juga menjadi aplikasi dengan jumlah rata-rata pengguna aktif tertinggi di Indonesia. Shopee juga dinobatkan sebagai aplikasi E-Commerce mobile dengan jumlah pengunduh aplikasi terbanyak. selama kuartal II-2020 Lebih dari 260 juta transaksi yang berhasil dicatatkan. Jika dirata-rata dalam sehari, Shopee

11 Ibid.

12 Valentin, “Studi Deksriptif Motivasi Belanja Hedonis Pada Konsumen Toko Online Shopee”, dalam Jurnal EMBA, Volume 6 No.4, September 2018, hlm. 2243.

13 Tim Kontan, “Riset Snapcart: Shopee Paling Diminati dan Jadi Pilihan Konsumen Belanja”, dikutip dari www.kontan.co.id diakses 10 Ferbuari 2021

(15)

mencatatkan lebih dari 2,8 juta transaksi, meningkat lebih dari 130% dari periode sama tahun lalu.

14

Bahkan berdasarkan hasil penelitian dari lembaga lain yaitu YouGov Shopee dikategorikan menjadi Top Buzz Ranking aplikasi E-Commerce nomor 1 di Indonesia. Shopee juga meraih peringkat 1 untuk aplikasi E-Commerce dengan pengguna aktif terbanyak, jumlah download dan total time spent in app on Android berdasarkan App Annie.

15

Namun dengan hadirnya E-Commerce seperti Shopee tidak menutup kemungkinan akan adanya terjadi pelanggaran yang dapat mengakibatkan kerugian kepada konsumen. Dalam E-Commerce, pihak yang melakukan transaksi secara fisik tidak saling bertemu, maka kemungkinan lahirnya berbagai bentuk kecurangan atau kekeliruan menjadi perhatian utama yang perlu penanganan lebih besar. Sisi negatif lainnya yang sering kali tampak dalam transaksi E-Commerce adalah apabila barang yang ditawarkan berkualitas rendah atau pelayanan yang diberikan oleh produsen kurang memuaskan,

16

produk yang dipesan tidak sesuai dengan produk yang ditawarkan, kesalahan dalam pembayaran, ketidaktepatan waktu menyerahkan barang atau pengiriman barang dan hal-hal lain yang tidak sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.

17

Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, salah satu hak dasar konsumen yang harus dilindungi adalah kepastian

14 Tim Kontan, “Jumlah Transaksi Di Shopee Lebih Dari 28 Juta Transaksi Per Hari”, dikutip dari www.kontan.co.id diakses 09 Oktober 2020

15 Ibid.

16 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2004), Hlm. 79

17 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op. Cit., 145.

(16)

7

hukum. Permasalahan dalam kepastian hukum e-commerce, misalnya mengenai keabsahan transasksi bisnis dari aspek hukum perdata. Permasalahan lain yang timbul misalnya berkenaan dengan jaminan keaslian data, kerahasiaan dokumen, kewajiban sehubungan dengan pajak, hukum yang ditunjuk jika terjadi pelanggaran perjanjian atau kontrak, masalah yurisdiksi hukum dan juga masalah hukum mana yang harus diterapkan bila terjadi sengketa. Jaminan keamanan transaksi e- commerce sangat diperlukan untuk melindungi konsumen agar semakin menumbuhkan kepercayaan konsumen, dan pada akhirnya diharapkan terjadi peningkatan volume transaksi melalui e-commerce.

18

Konsumen sebagai pembeli dapat meminta ganti rugi terhadap pelaku usaha, apabila barang/jasa yang diinginkan tidak sesuai dengan perjanjian jual beli sesuai yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Kosumen di dalam Pasal 7 Huruf g yang menyatakan bahwa:

“Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.”

19

Sedangkan pelaku usaha bisa dituntut apabila barang/jasa yang diinginkan oleh konsumen tidak sesuai dengan perjanjian jual beli, sesuai yang tercantum di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen di dalam Pasal 8 Ayat (2) menyatakan bahwa: “Pelaku usaha dilarang

18 Tim BPKN, “Kajian Perlindungan E-Commerce di Indonesia” dikutip dari www.bkpn.go.id diakses pada 18 September 2019, Hlm. 2.

19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999

(17)

memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.”

20

Kasus mengenai kerugian yang dialami oleh konsumen Shopee atas produk yang tidak sesuai dengan dideskripsikan dan diperjanjikan pada tahun 2020 sebagaimana dimuat dalam kolom mediakosumen adalah sebanyak 15 kasus.

21

Kasus Pertama adalah Bapak Handoko membeli barang berupa rumput artifisial melalui aplikasi Shopee dari toko (hellery1.id). Namun setelah barang datang, barang tersebut ternyata berbeda jauh dari yang dideskripsikan oleh pihak penjual.

Dikatakan di halaman keterangan produk, bahwa rumput yang dijanjikan adalah setebal 15 mm, tetapi kenyataannya saat produk tersebut tiba, ketebalan dari rumput tersebut setelah diukur hanya sekitar 1 – 2 mm dan bahannya terbuat dari material seperti kertas rafia. Dijanjikan juga kepada konsumen bahwa matras bagian belakang terbuat dari karet, tetapi barang datang tidak ada karetnya sama sekali. Serta Rumput tersebut gampang sekali copot karena hanya terbuat dari kertas.

22

Kemudian kasus kedua yang dialami oleh Bapak Andri yang melakukan pembelian Tempered Glass Iphone 11 yang mana setelah diterima ternyata produk tersebut mengalami defect.

23

Kemudian kasus ketiga yang dialami oleh Ibu Yohana di mana melakukan pembelian Skincare Trial Kit yang di mana dijanjikan akan

20 Ibid.

21Tim Media Konsumen, “Kolum Keluhan Surat Pembaca”, dikutip dari www.mediakonsumen.com diakses 11 Ferbuari 2021

22 Tim MediaKonsumen, “Surat Pembeli Merasa Dirugikan Oleh Tim Mediasi Shopee”, dikutip dari www.mediakonsumen.com diakses 20 November 2020

23 Tim MediaKonsumen, “Shopee dan Shopee Pay Later Tidak Bisa Menyelesaikan Masalah”, dikutip dari www.mediakonsumen.com diakses 11 Ferbuari 2021

(18)

9

menerima 1 pcs serum 30 ml, 2 pcs cream 5ml, dan 1 pcs water 15 ml, namun setelah produk tersebut tiba yang diterima masing masing produk hanya 1 pcs sehingga total menjadi 3 pcs, padahal yang dijanjikan adalah sebanyak 4 pcs.

24

Kemudian kasus keempat dialami oleh Ibu Eling yang di mana melakukan pembelian sebuah unit Sekai Oven Listrik, namun setelah produk tersebut diterima barang yang diterima berbeda dengan unit yang dideskripsikan serta diperjanjikan yang di mana spesifikasi dari unit tersebut berbeda.

25

Kemudian kasus kelima yang di mana dialami oleh Ibu Yulia yang di mana melakukan pemesanan sebuah microphone, namun setelah diterima microphone tersebut sama sekali tidak dapat digunakan.

26

Kemudian kasus keenam yang dialami oleh Bapak Tomi yang di mana melakukan pembelian barang pecah belah, namun setelah barang tersebut diterima, barang tersebut dalam keadaan pecah sehingga tidak dapat digunakan.

27

Berangkat dari hal tersebut, disini Hukum perlindungan konsumen dipandang semakin terasa penting, mengingat semakin pesatnya laju ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih. Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak untuk segera dicari solusinya,

24 Tim MediaKonsumen, “Produk kurang, Shopee Beralasan Bahasa Inggris Yang Salah”, dikutip dari www.mediakonsumen.com diakses 11 Ferbuari 2020

25 Tim MediaKonsumen, “Official Store Sekai di Shopee Bikin Kecewa, Pesanan Yang Dikirim Tidak Sesuai”, dikutip dari www.mediakonsumen.com diakses 20 November 2020

26 Tim MediaKonsumen, “Komplain Barang Cacat Tidak Ditanggapi Penjual di Shopee”, dikutip dari www.mediakonsumen.com diakses 11 Ferbuari 2021

27 Tim MediaKonsumen, “Barang Diterima Dari Shopee Dalam Keadaan Pecah”, dikutip dari www.mediakonsumen.com diakses 11 Ferbuari 2021

(19)

terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen.

28

Oleh sebab itu penulis ingin meneliti “Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pembeli dalam transaksi di situs shopee apabila menerima produk yang berbeda dengan yang dideskripsikan?.” Untuk mengetahui seberapa jauh perlindungan hukum terhadap konsumen Transaksi Elektronik. Dan mengetahui

“Apa tanggung jawab terhadap pelaku usaha dalam transaksi jual beli secara elektronik?” agar mengetahui apakah terdapat pelanggaran atau tidak di dalam kejadian tersebut. Maka dari itu penulis memilih judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN SHOPEE (E-COMMERCE) YANG MENERIMA PRODUK BERBEDA DENGAN PRODUK YANG DIDESKRIPSIKAN DAN DIPERJANJIKAN”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas adapun perumusan masalah yang akan dibahas di dalam skripsi ini antara lain:

1. Bagaimana Pengaturan Hukum Di Indonesia Mengenai E-Commerce?

2. Apa Tanggung Jawab E-Commerce (Shopee) Terhadap Konsumen Yang Menerima Produk Berbeda Dengan Yang Dideskripsikan Dan Diperjanjikan?

28 Abdul Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung : Nusa Media, 2010), hal. 48.

(20)

11

3. Bagaimanakah Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam E- Commerce (shopee) Yang Menerima Produk Yang Berbeda Dengan Yang Diperjanjikan Dan Dideskripsikan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan ini dibuat sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana hukum, dan merupakan sebuah karya ilmiah yang akan bermanfaat untuk berbagai kalangan civitas akademika, pemerintah, dan masyarakat.

Sesuai dengan rumusan masalah, adapun tujuan dari penelitian skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai transaksi E-Commece di Indonesia

2. Untuk mengetahui upaya perlindungan terhadap konsumen E- Commerce yang memperoleh produk yang berbeda dengan yang diperjanjikan dan dideskripsikan

3. Untuk menganalisa bentuk pertanggungjawaban Platform Shopee

terhadap konsumen yang menerima produk yang berbeda dengan yang

dideskripsikan dan diperjanjikan

(21)

D. Manfaat Penelitian

Dalam penulisan ini akan diuraikan manfaat dari penelitian yang sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat berkontribusi sebagai bahan kajian atau referensi terhadap perkembangan hukum yang berkaitan dengan perlindungan terhadap konsumen E-Commerce di Indonesia.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi informasi kepada masyarakat, khusunya pihak yang sering terlibat dalam kegiatan transaksi E-Commerce, maupun pihak lain yang berhubungan dengan perlindungan konsumen transaksi E-Commerce, mengetahui bagaimana bentuk pertanggungjawaban pihak E-Commerce apabila terjadi sengketa konsumen dalam transaksi E-Commerce, agar masyarakat lebih mengetahui lagi perlindungan konsumen.

E. Tinjauan Pustaka 1. Konsumen

Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-

Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau

consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harafiah, arti kata

consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.

(22)

13

Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris- Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.

29

Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa. Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai akhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai akhir. Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu, sedangkan konsumen pemakai dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir. Untuk menghindari kerancuan pemakian istilah

“konsumen” yang mengaburkan dari maksud sesungguhnya.

30

Az. Nasution dalam bukunya yang berjudul Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar menegaskan beberapa batasan tentang konsumen, yakni:

31

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu.

b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain untuk diperdagangkan (tujuan komersial).

29 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2002), hlm. 3

30 Susanti Nugroho , Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 61- 62.

31 Az. Nasution 2, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta :Daya Widya, 1999), hlm. 13

(23)

c. Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa, untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan/atau mempunyai sumber daya ekonomi yang cukup, sehingga dapat berperan dalam ekonomi pasar bebas;

Bagi konsumen antara barang atau jasa itu adalah barang atau jasa capital, berupa bahan baku, bahan penolong atau komponen dari produk lain yang yang akan diproduksinya. Konsumen antara ini mendapatkan barang atau jasa dari pasar industri atau pasar produsen.

32

Melihat pada sifat penggunaan barang dan/atau jasa tersebut, konsumen antara ini sesungguhnya adalah pengusaha, baik pengusaha perorangan maupun pengusaha yang berbentuk badan hukum atau tidak, baik pengusaha swasta maupun pengusaha publik (perusahaan milik negara), dan dapat terdiri dari penyedia dana (investor), pembuat produk akhir yang digunakan oleh konsumen akhir atau produsen, atau penyedia atau penjual produk akhir seperti supplier, distributor, atau pedagang. Sedangkan konsumen akhir, barang dan/jasa itu adalah barang dan/jasa yang biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, atau rumah tangganya. Barang dan/jasa ini umumnya diperoleh di pasar – pasar konsumen.

33

32 Celina Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 51

33 Ibid.

(24)

15

2. Pelaku Usaha

Pelaku usaha menjadi sorotan sebab menjadi salah satu alasan bagi kerugian yang dialami konsumen. Jika membahas mengenai kajian tentang perlindungan konsumen, maka tidak dapat dipisahkan pula mengenai hak-hak dan kewajiban pelaku usaha. Berdasarkan Directive, pengertian pelaku usaha meliputi pihak yang menghasilkan suatu produk akhir berupa barang-barang manufaktur. Di dalam hal ini, para pelaku usaha bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari barang/jasa yang mereka edarkan di kalangan masyarakat luas. Termasuk juga bila kerugian timbul akibat cacatnya barang yang merupakan komponen dalam proses produksinya. Pelaku usaha juga dapat disebut sebagai produsen bahan mentah atau komponen suatu produk, atau dapat disebut siapa saja yang membubuhkan nama, merek, ataupun tanda-tanda lain pada produk menampakkan dirinya sebagai pelaku usaha dalam suatu barang tersebut.

34

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa pelaku usaha dan konsumen merupakan bagian penting dari hubungan antara transaksi ekonomi. Menurut UUPK pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa pelaku usaha adalah “setiap orang atau perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama- sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai

34 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Penadamedia Group, 2013), hlm.22

(25)

bidang ekonomi”.

35

Menurut dari penjelasan definisi pelaku usaha di atas, yang menjadi cakupan dalam pelaku usaha adalah perusahaan, BUMN, korporasi, koperasi, importir, pedagang, distributor, dll

36

.

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa pelaku usaha yang dimaksudkan dalam UUPK sama dengan cakupan pelaku usaha yang dikenal di Belanda, karena mereka mengenal bahwa pelaku usaha dapat berupa perorangan atau badan hukum. Namun, di dalam pengertian pelaku usaha ini tidaklah mencakup pelaku usaha di luar negeri, karena UUPK membatasi orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan di wilayah Republik Indonesia. Pengertian pelaku usaha dianggap bermakna luas dan akan memudahkan konsumen dalam menuntut kerugian yang dialami. Sebab, para konsumen akan tau kepada siapa mereka memberikan tuntutan.

37

3. Sengketa Konsumen

Kata-kata “sengketa konsumen” dijumpai pada beberapa bagian Undang- Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), yaitu:

38

a. Penyebutan sengketa konsumen sebagai bagian dari sebuah institusi administrasi negara yang mempunyai penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dan konsumen, dalam hal ini Badan

35 Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

36 Ahmad Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), hlm.8.

37 Ibid, hlm. 9

38 Nurhayati Abbas, Hukum Perlindungan Konsumen dan Beberapa Aspeknya, (Ujung pandang:

Elips Project, 1996), hlm.13

(26)

17

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) (Pasal 1 butir 11 UUPK);

b. Penyelesaian sengketa konsumen menyangkut tata cara atau prosedur penyelesaian sengketa konsumen menyangkut tata cara atau prosedur penyelesaian sengketa terdapat pada Bab X Penyelesaian sengketa. Pada Bab ini digunakan penyebutan sengketa konsumen secara konsisten, yaitu: Pasal 45 ayat (2) dan Pasal 48 UUPK.

Kosakata sengketa (conflict dispute) mestinya tidak hanya bersifat merusak (destructive) dan merugikan (harmful), melainkan membangun (constractive), menarik/menantang (challenging) serta dinamis sebagai katalisator pembangunan (a catalyst for change).

39

Asal mula sengketa berawal pada situasi di mana pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Ruang lingkup sengketa konsumen lebih luas dibandingkan dengan sengketa transaksi konsumen. Sengketa konsumen dapat mencakup semua segi hukum baik keperdataan, pidana, maupun tata negara.

Sedangkan istilah sengketa transaksi konsumen lingkupnya lebih sempit, hanya mencakup aspek hukum keperdataan.

40

Menurut Menteri Perindustrian dan Perdagangan dengan Surat Keputusan Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal: 10 Desember 2001, yang

39 Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK Teori & Praktik Penegakan Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 12

40 Suyud Margono, Perlembagaan Alternative Dispute Resolution (ADR), Dalam Prospek dan Pelaksanaannya Arbitrase di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 21.

(27)

dimaksud dengan sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa.

41

4. Perlindungan Konsumen

Hukum Perlindungan Konsumen menurut Az. Nasution adalah hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.

42

Pengertian Perlindungan Konsumen dalam Pasal 1 Angka 1 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, selanjutnya disingkat UUPK 8/1999 adalah “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.

Hukum perlindungan konsumen tidak sebatas diatur di dalam Undang - Undang Perlindungan Konsumen saja. Hukum perlindungan konsumen juga terdapat dalam hukum umum dan undang - undang lain misalnya Undang - Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan

41Abdul Barkatullah 2, Hukum Perlindungan Konsumen: Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, (Banjarmasin: FH Unlam Press, 2008), hlm. 8.

42 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Grasindo, 2000), hlm. 9

(28)

19

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang - Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, dan Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Hal tersebut ditegaskan dalam ketentuan Pasal 64 Undang - Undang Perlindungan Konsumen yaitu:

43

“Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang - undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan undang - undang ini.”

Ada beberapa pakar yang menyebutkan bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan cabang dari hukum ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan barang/jasa. Ada pula yang mengatakan bahwa hukum konsumen digolongkan dalam hukum bisnis atau hukum dagang karena dalam rangkaian pemenuhan kebutuhan barang/jasa selalu berhubungan dengan aspek bisnis atau transaksi perdagangan. Serta ada pula yang menggolongkan hukum konsumen dalam hukum perdata, karena hubungan antara konsumen dan produsen/pelaku usaha dalam aspek pemenuhan barang/jasa yang merupakan hubungan hukum perdata.

44

Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak- pihak yang mengadakan hubungan atau bermasalah dalam bermasyarakat itu

43 Undang Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999

44 Happy Susanto, Hak - Hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta : Visimedia, 2008), hal. 19

(29)

tidak seimbang. Dengan adanya hukum yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan konsumen, maka terwujudnya kepastian hukum dalam hal pemberian perlindungan kepada konsumen akan terjamin.

45

Mengingat sifatnya yang seringkali berhubungan dengan bidang atau cabang hukum lainnya, hukum perlindungan konsumen dapat memasuki baik ranah hukum publik, maupun hukum privat.

46

Wilayah hukum privat yang dimasuki hukum perlindungan konsumen adalah:

47

a. Hukum perdata, khususnya mengenai perikatan, yakni mengenai aspek-aspek kontraktual antara konsumen dan pelaku usaha.

b. Hukum bisnis atau hukum perdata niaga, khususnya mengenai pengangkutan, hak atas kekayaan intelektual (HAKI), monopoli, persaingan usaha, asuransi, dan lain-lain.

Adapun wilayah hukum publik yang dimasuki hukum perlindungan konsumen adalah:

48

a. Hukum pidana, dalam hal kriminalisasi dalam berbagai ketentuan standar, isi, takaran, label, etiket, pengelabuan dalam

45 Az. Nasution 3, Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi, dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal. 66-67

46 N. Siahaan, Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, (Jakarta : Panta Rei, 2005), hal. 34

47 Intan Rahmawanti dan Rukiyah Lubis, Win – Win Solution Sengketa Konsumen, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2014), hlm. 27

48 Ibid.

(30)

21

promosi, iklan, lelang, pencantuman klausula baku, dan lain- lain.

b. Hukum administrasi, dalam hal ketentuan sanksi administratif.

c. Hukum tata usaha negara, dalam hal kewenangan pejabat- pejabat perizinan dan pengawasan.

F. Metode Penelitian

1.

Jenis Penelitian

Tipe penelitian yang penulis gunakan adalah “Yuridis Normatif”, menurut Soerjono Soekanto, yaitu penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur- literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

49

Penelitian hukum normatif juga disebut penelitian hukum doktrinal, di mana mengkonsepsikan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepsikaan sebagai kaidah norma, yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas.

2.

Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analitis yang menurut Winarto Surakhmad dalam bukunya Abdurrahman Soerjono, penelitian deskriptif analitis adalah penelitian yang tertuju pada pemecahan masalah

49 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajagafarindo Persada, 2011), hlm 13

(31)

dengan mengumpulkan dan menyusun data yang kemudian menganalisis dan menginterpretasikan tentang arti data tersebut.

50

Kemudian dalam penelitian ini juga akan diberikan gambaran sejelas mungkin mengenai perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen yang menerima barang yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan dan dideskripsikan pada situs shopee

3.

Data Penelitian

Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Data Sekunder yaitu “data yang diperoleh dari bahan –bahan pustaka atau informasi yang sudah ada.”

51

Di dalam penelitian hukum, data sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoriatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer sendiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan Perundang-Undangan dan putusan-putusan hakim.

52

Meliputi :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

50 Soejono Soekanto, Metodologi Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 56.

51 Budi Santoso, Op. Cit., hlm.12

52 Peter Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2010), hlm. 141.

(32)

23

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

b. Bahan Hukum Sekunder

Terdiri dari buku-buku, majalah, informasi dari internet, dan media lain serta informasi lain yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tertier

Bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia dan lain sebagainya.

53

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode Studi Kepustakaan, yakni dengan cara membaca dan mempelajari bahan buku bacaan maupun perUndang-Undangan dan juga sumber lain yang berhubungan dengan penulisan ini dan dijadikan sebagai dasar untuk menghasilkan suatu karya ilmiah dengan sebaik-baiknya agar lebih berbobot,

53 Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Bumi Intitama Sejahtera, 2010), hlm.16.

(33)

yang mana data-data ini diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research).

54

5. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen. Studi dokumen adalah alat yang dapat digunakan pada saat melakukan penelitian untuk memperoleh data-data yang valid dan relevan.

Studi dokumen yaitu menghimpun, dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar, maupun data elektronik.

55

6. Analisa Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

56

G. Sistematika Penulisan

Suatu karya ilmiah haruslah mempunyai tatanan penulisan yang baik dan benar serta yang terpenting adalah sistematis, karena itu dibutuhkan suatu

54 Pedoman penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

55 Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm.

221.

56 Farida Nugrahani, Metode Penelitian Kualitatif, (Solo: Cakra Books, 2014), hlm. 171.

(34)

25

kerangka atau sistematika penulisan yang benar dan baik dalam penulisan karya ilmiah berupa skripsi ini. Penulisan penelitian ini akan dijabarkan dalam tiga bab penyajian data dan satu bab sebagai penutup, di antaranya:

Bab Pertama merupakan bab yang menguraikan tentang hal-hal yang umum yang mendasari penulisan skripsi ini yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan

Bab Kedua membahas tentang pengaturan hukum di indonesia mengenai definisi E-Commerce, dasar hukum E-Commerce, pihak yang terkait dalam transaksi E-Commerce, metode pembayaran dalam E-Commerce dan ruang lingkup E-Commerce

Bab ketiga merupakan bab yang menguraikan tentang perlindungan terhadap konsumen Shopee (E-Commerce) yang menerima produk yang berbeda dengan yang dideskripsikan dan diperjanjikan, yang di dalamnya membahas mengenai profil usaha shopee, hubungan hukum antara para pihak dalam transaksi shopee, bentuk-bentuk pelanggaran dalam transaksi E-Commerce, perlindungan terhadap konsumen E-Commerce, dan bentuk penyelesaian sengketa E-Commerce

Bab Keempat ini merupakan bab yang menguraikan tentang tanggung

jawab Shopee (E-Commerce) terhadap konsumen yang menerima produk

berbeda dengan yang dideskripsikan dan diperjanjikan, yang di dalamnya

membahas pelaksanaan perjanjian antara penjual dan pembeli dalam transaksi

(35)

elektronik di shopee, hak dan kewajiban pihak konsumen serta shopee setelah terjadinya transaksi jual beli secara elektronik, dan tanggungjawab shopee terhadap konsumen yang menerima produk berbeda dengan yang dideskripsikan dan diperjanjikan.

Bab kelima mengenai penutup yaitu kesimpulan dan saran dari

pembahasan dan penguraian dari bab-bab sebelumnya.

(36)

27

BAB II

PENGATURAN HUKUM DI INDONESIA MENGENAI E- COMMERCE

A. Definisi E-Commerce

Istilah E-Commerce (electronic commerce) merupakan transaksi jual beli produk, jasa dan informasi antar mitra bisnis melalui jaringan komputer yaitu internet. Internet merupakan “a global network of computer network” atau jaringan komputer yang sangat besar yang terbentuk dari jaringan-jaringan kecil yang ada di seluruh dunia yang saling berhubungan satu sama lain. Salah satu fungsi internet adalah sebagai infrastruktur utama E-Commerce.

57

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Transaksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti, yaitu persetujuan jual-beli (di perdagangan) antara dua pihak. Pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa transaksi elektronik yang dimaksud disini adalah persetujuan jual-beli dalam perdagangan yang dilakukan antara dua/lebih pihak melalui jaringan komputer atau media elektronik lainnya dengan cara lebih baik dan efisien.

57 Muhammad, Visi Al-Qur‟an Tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), hlm.

118

(37)

Electronic Commerce atau yang disingkat dengan E-Commerce adalah kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumers), manufaktur (manufactures), service providers dan pedagang perantara (intermediateries) dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer (computer network) yaitu internet. Penggunaan sarana internet merupakan suatu kemajuan teknologi yang dapat dikatakan menunjang secara keseluruhan spektrum kegiatan komersial.

58

Sedangkan menurut Menurut Julian Ding sebagaimana dikutip oleh Mariam Darus Badrulzaman memberikan definisi yaitu: “Electronic Commerce, or E-Commerce as it is also known is a commercial transactions between a vendor and purchaser or parties in similar contractual relationships for the supply of goods, services or the acquisition of “right”. This commercial transaction is executed or entered into an electronic medium (or digital medium) when the physical presence of the parties is not required. And the medium exits in a public network or system as opposed to a private network (Closed System).

The public network or system must be considered an open system (e.g the internet or the world wide web), the transactions are concluded regardless of national boundaries or local requirements”.

59

Terjemahan bebasnya adalah transaksi dagang antara penjual dengan pembeli untuk menyediakan barang, jasa atau mengambil alih hak. Kontrak ini dilakukan dengan media elektronik (digital medium) di mana para pihak tidak

58 Abdul Hakim dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-Commerce Studi: Sistem Keamanan Dan Hukum Di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005), hlm. 10

59 Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumni, 1994), hlm. 283

(38)

29

hadir secara fisik dan medium ini terdapat dalam jaringan umum dengan sistem terbuka yaitu internet atau world wide web. Transaksi ini terjadi terlepas dari batas wilayah dan syarat nasional.

Menurut Kalakota dan Whinston meninjau pengertian E-Commerce dari dari beberapa perspektif, yaitu:

60

a. Perspektif komunikasi

Pada perspektif E-Commerce merupakan sebuah proses pengiriman barang, layanan, informasi, atau pembayaran melalui komputer ataupun peralatan elektronik lainnya.

b. Perspektif proses bisnis

Pada perspektif ini E-Commerce merupakan sebuah aplikasi dari suatu teknologi menuju otomatisasi dari transaksi-transaksi bisnis dan alur kerja (workflow)

c. Perspektif layanan

Pada perspektif ini, E-Commerce adalah suatu alat yang memenuhi keinginan yang memenuhi keinginan perusahaan, manajemen, dan konsumen untuk menurunkan biaya-biaya pelayanan di satu sisi dan untuk meningkatkan kualitas barang dan meningkatkan kecepatan layanan pengiriman.

60 Arsyad Sanusi, Hukum E-Commerce, (Jakarta: Sasrawarna, 2011) , hlm. 217-218

(39)

d. Perspektif online

Pada perspektif ini E-Commerce menyediakan kemampuan untuk membeli dan menjual produk atau barang serta informasi melalui layanan internet maupun sarana online yang lainnya

B. Dasar Hukum E-Commerce 1. KUH Perdata

Dalam pandangan umum, transaksi jual beli merupakan salah satu jenis Perjanjian yang diatur dalam buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), perjanjian ini termasuk salah satu perjanjian riil artinya perjanjian ini baru terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.

61

Transaksi elektronik yang juga merupakan suatu transaksi jual beli tentu saja dalam prosesnya terdapat suatu perjanjian. Perjanjian E- Commerce yang dilakukan oleh para pihaknya bukan seperti perjanjian pada umumnya, tetapi perjanjian tersebut dapat dilakukan, meskipun tanpa adanya pertemuan langsung antara kedua belah pihak, namun perjanjian antara para pihak tersebut dilakukan secara elektronik. Transaksi elektronik dapat dituangkan dalam sebuah kontrak elektronik, maka kontrak tersebut mengikat para pihak.

62

61 Budi Santoso, “Urgensi Rekonstruksi Hukum E-Commerce di Indonesia”, dalam Jurnal Law Reform, Volume 14 No.1, Des 2018, hlm. 92

62 Oc Kaligis, Penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Dalam Prakteknya, (Jakarta : Yarsif Watampone, 2012), hlm. 35

(40)

31

Selalu dipertanyakan saat-saat terjadinya kontrak antara pihak.

Mengenai hal ini terdapat beberapa ajaran, yakni:

63

a. Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.

b. Teori pengiriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.

c. Teori pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.

d. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.

Dalam kaitannya suatu perjanjian yang terjadi dalam transaksi E- Commerce tetap mengacu pada pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata mengatur agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian

64

. Syarat sah perjanjian tersebut meliputi:

65

a. Kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak

63 Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), Hlm.

295-296.

64 Budi Santoso, Op. Cit., hlm 93

65 Pasal 1320 KUH Perdata

(41)

b. Kecakapan dalam membuat suatu perikatan c. Suatu pokok persoalan tertentu

d. Suatu sebab yang tidak terlarang

Perjanjian terjadi antara kedua belah pihak yang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa itu timbullah suatu hubungan yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dengan demikian hubungan perjanjian dengan perikatan adalah bahwa perjanjian itu menimbulkan perikatan.

66

Hal tersebut diatur dan disebutkan dalam Pasal 1233 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yang berbunyi: “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan baik karena undang-undang”.

Pengertian perikatan tidak terdapat dalam Buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, akan tetapi menurut ilmu pengetahuan hukum, perikatan dapat diartikan sebagai hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan di mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya wajib memenuhi prestasi itu.

67

Sebagai realisasi dari perikatan yang terdapat di dalam perjanjian, maka diatur hak-hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri

66 Subekti,, Op. Cit., hlm. 1

67 Munir Fuady, Hukum Kontrak : Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 6

(42)

33

untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Hukum yang mengatur tentang perjanjian ini disebut Hukum Perjanjian (Law of Contract).

68

2. UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Masalah-masalah legal di internet yang belum terjangkau oleh hukum secara jelas antara lain, kontrak online, privasi, E-Commerce, pembayaran elektroni, tanggung jawab pembuat homepage, e-mail, dan chat. Dalam hal kontrak dilakukan di cyberspace, peraturan tidak memiliki perbedaan. Namun, bagaimanapun terdapat keadaan di cyberspace yang sama sekali baru dan tidak ada suatu ketentuan pun yang berlaku sehingga menyebabkan ketidakpastian dan resiko bisnis sangat tinggi.

69

Sebelum keluarnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan E-Commerce diatur dalam berbagai peraturan Perundang-Undangan seperti, Undang-Undang No. 12 tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Undang-Undang No. 14 tahun 2001 Tentang Paten, Undang-Undang No.15 tahun 2001 tentang Merek, Undang-Undang Telekomunikasi No. 36 tahun 1999, Undang-Undang No.

8 tahun 1999, dan lain-lain.

70

68 Ibid.

69Lathifah Hanim, “Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam E-Commerce Sebagai Akibat Dari Globalisasi Ekonomi”, dalam Jurnal Pembaharuan Hukum, Volume 1 No.2, Agustus 2014, hlm. 196

70 Ahmad Siregar, “Keasbahan Jual Beli Online Shop Ditinjau Dari UU No. 19 Tahun 2016 Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik”, dalam Jurnal Ilmiah Advokasi, Volume 7 No .2, September 2019, hlm. 116

(43)

UU No.11 tahun 2008 tentang ITE telah direvisi menjadi UU No. 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, disahkan dan diterapkan secara umum untuk semua kegiatan yang berkenaan dengan suatu perjanjian terutama perjanjian jual beli menggunakan dasar hukum dari pasal 1320 KUH Perdata. Begitu juga dengan perbuatan perdagangan atau teransaksi jual beli yang dilakukan melalui media elektronik yang berkembang. Sebelumnya menggunakan aturan hukum yang ada dalam KUHPerdata.

71

Kekosongan hukum sempat dirasakan dalam pengaturan hukum tentang E-Commerce menimbulkan masalah-masalah seperti

72

:

a. Otentikasi subjek hukum yang membuat transaksi melalui internet;

b. Saat terjadi perjanjian berlaku dan memiliki kekuatan mengikat secara hukum;

c. Objek yang diperjualbelikan;

d. Mekanisme peralihan hak;

e. Hubungan hukum dan pertanggungjawaban para pihak yang terlibat dalam transaksi baik penjual, pembeli, maupun para pendukung seperti perbankan, internet service provider (ISP), dan lain-lain;

71 Ellectrananda Anugerah, “Dunia Datar: Suatu Tindakan Pemasaran dan Pelayanan Terhadap Pelanggan”, dalam Makalah Seminar Nasional UNS Summit & Award, Agustus 2017, hlm. 250

72Ahmad Siregar, Op. Cit., hlm. 116

(44)

35

f. Legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tangan digital sebagai alat bukti;

g. Mekanisme penyelesaian sengketa;

h. Pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian sengketa;

i. Masalah perlindungan konsumen, HAKI dan lain-lain.

Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah wujud dari tanggung jawab yang diemban oleh negara dan telah di revisi menjadi UU No. 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Di mana untuk memberikan perlindungan maksimal pada seluruh akitvitas pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di dalam negeri agar terlindungi dengan baik dari potensi kejahatan dan penyalahgunaan teknologi.

73

Transaksi jual beli yang dilakukan melalui alat elektronik dalam transaksi elektronik, harus memiliki kekuatan hukum yang sama dengan kontrak konvensional. Sebagaimana ditentukan pada Pasal 18 ayat (1) UU ITE yang berbunyi “Transaksi elektronik yang di tuangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak”.

74

Para pihak yang saling mengikatkan diri berasal dari kesepakatan yang disetujui oleh masing- masing pihak, seperti yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata

73 Tim Scribd, “Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce ”, dikutip dari www.scribd.com diakses 12 Ferbuari 2021

74 Heru Kuswanto, “Keabsahan Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak Melalui Internet”, dalam Jurnal Ilmu Hukum Volume xx. No.20, April 2011, hlm. 58

(45)

mengenai kesepakatan para pihak yang diutamakan untuk melanjutkan setiap perbuatan dalam suatu perjanjian.

75

Kontrak elektronik adalah kontrak baku yang dirancang, dibuat, ditetapkan, digandakan, dan disebarluaskan secara digital melalui situs internet (website) secara sepihak oleh pembuat kontrak (dalam hal ini dapat pula oleh penjual), untuk ditutup secara digital oleh penutup kontrak (dalam hal ini konsumen). Kontrak secara elektronik sebagai salah satu perjanjian baku dilakukan secara jarak jauh bahkan sampai melintasi batas negara, dan biasanya para pihak dalam perjanjian elektronik tidak saling bertatap muka atau tidak pernah bertemu.

76

3. UU No. 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

Terkait dengan E-Commerce, dalam UU Perdagangan juga telah mengatur mengenai perdagangan melalui sistem elektronik atau E- Commerce, yang diatur dalam pasal 65 dan 66. Pemberlakuan aturan E- Commerce yang tercantum di dalam UU Perdagangan ini berlaku untuk skala internasional. Maksudnya adalah seluruh transaksi elektronik yang dilakukan pelaku usaha dalam negeri dan luar negeri, yang menjadikan Indonesia sebagai pasar wajib mematuhi aturan E-Commerce yang ada di dalam UU Perdagangan dan peraturan pelaksanaanya.

77

75 Ahmad Siregar, Op. Cit., hlm. 117

76 Alice Kalangi, “Kedudukan dan Kekuatan Mengikat Perjanjian Transaksi Melalui Internet”, dalam Jurnal Lex Privatum, Vol.III No.4, Juli 2015, hlm. 136.

77 Az. Nasution 3,“Revolusi Teknologi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet”, dalam Jurnal Keadilan, Volume I No.3, September 2001, hlm. 14

(46)

37

Dalam pasal 65 UU Perdagangan ini, mewajibkan pelaku usaha E- Commerce untuk menyediakan data dan /atau informasi secara lengkap dan benar sehingga akan memudahkan untuk menelusuri legalitasnya. Hal ini sangat baik dalam segi perlindungan konsumen.

78

Saat ini implementasi amanat dari pasal 66 UU Perdagangan dihadirkan dengan lahirnya Peraturan Pemerintah No.80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik

4. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Dalam konteks transaksi E-Commerce, aspek hukum perlindungan konsumen yang berkaitan langsung dengan konsumen adalah yang mengenai aspek perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dan tanggung jawab pelaku usaha. Aspek perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dalam UU Perlindungan Konsumen diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17.

79

Aspek ini dapat diberlakukan apabila dapat dibuktikan bahwa barang dan/jasa yang diperdagangkan melalui E-Commerce melanggar ketentuan ini. Selanjutnya terkait dengan hal ini pula tentang dilarangnya iklan yang menyesatkan.konsumen maupun yang mengelabui, seolah-olah barang

78 Deky Pariadi,“Pengawasan E-Commerce Dalam UU Perdagangan Dan UU Perlindungan Konsumen”, dalam Jurnal Hukum & Pembangunan, Volume 48 No.3, Mei 2018, hlm. 656

79 Az. Nasution 3, Op. Cit., hlm. 28

Referensi

Dokumen terkait

H ukum yang berjudul “ Perlindungan Konsumen Terhadap Tindakan Wanprestasi Pelaku Usaha Dalam Transaksi E-Commerce ” ini dengan baik.. Adapun penulisan hukum ini disusun

mengetahui dan mengevaluasi bentuk perlindungan hukum yang dapat ditawarkan bagi konsumen dalam kontrak baku e-commerce lintas negara di Indonesia dalam hal terjadinya sengketa

Tujuan dari peraturan tentang Perlindungan Konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen terdapat dalam Pasal 3, bahwa tujuan Perlindungan Konsumen adalah untuk

Judul yang dipilih dalam makalah ini adalah “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERKAIT WANPRESTASI MELALUI E-COMMERCE MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

Pengaruh Persepsi Risiko, Citra Perusahaan Dan Word Of Mouth Terhadap Kepercayaan Konsumen Dan Dampaknya Pada Loyalitas Menggunakan E-Commerce Shopee (Studi Pada

Perlindungan konsumen yang seharusnya ada dalam e-commerce dan merupakan aspek yang penting untuk diper- hatikan, karena beberapa karakteristik khas e-com- merce akan menempatkan

Pengaruh Kualitas Produk Terhadap Minat Beli Pengguna E-commerce Shopee .... Pengaruh Celebrity Endorser Terhadap Minat Beli Pengguna E-commerce Shopee

Pengawasan e-commerce di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perdagangan dan Undang-Undang Perlindungan